BAB IV ANALISIS AKUNTANSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH WAL IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK DI BMI CABANG PEKALONGAN 4.1 Pengakunan Pembiayaan Musyarakah Wal Ijarah Muntahiya Bittamlik di Bank Muamalat Indonesia Cabang Pekalongan 1 Pembiayaan musyarakah wal ijarah muntahiyah bittamlik di BMI cabang Pekalongan menggunakan akad Musyarakah muthanaqisah atau menggabungkan prinsip syarikatul milk (kepemilikan bersama) yaitu musyarakah dengan ketentuan bagian dana entitas akan dialihkan secara bertahap kepada mitra sehingga bagian dana entitas akan menurun dan pada akhir masa akad mitra akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut. Pembiayaan musyarakah wal ijarah muntahiyah bittamlik yang menggabungkan prinsip syarikatul milk dengan akad musyarakah muthanaqisah. Nasabah hanya dibebankan menyetor dana awal (semacam uang muka) minimal 10 %, nasabah bisa langsung memperoleh rumah sewaan, baru atau second. Selanjutnya, nasabah menanggung porsi 90% sisanya, selanjutnya menjadi beban sewa nasabah. Dana itulah yang diperlukan sebagai angsuran sewa (ijarah) setiap bulan. Pembiayaan musyarakah wal ijarah muntahiyah bittamlik dikhususkan pada Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pembiayaan Hunian Syariah. Produk musyarakah pukul. 10.00 1 M. Arif Zulfikar, Otoriser BMI Cabang Pekalongan, Pekalongan, 8 Maret-7 April 2011, 70
Jumlah Nasabah 71 wal ijarah muntahiyah bittamlik di BMI cabang Pekalongan mulai diluncurkan pada tahun 2007, merupakan produk baru yang banyak diminati oleh masyarakat. Seperti yang terlihat pada tabel berikut, pembiayaan musyarakah wal ijarah muntahiyah bittamlik mengalami peningkatan jumlah nasabah setiap tahunnya. 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 2007 2008 2009 2010 Tahun Grafik 4.1 Pertumbuhan jumlah nasabah pembiayaan musyarakah wal ijarah muntahiyah bittamlik di BMI Cabang Pekalongan. Sumber : Data diolah dari wawancara dengan Bapak M. Arif Zulfikar pada tanggal 7 April. Dalam produk ini, rumah sebagai objek pembiayaan bank disewakan manfaatnya kepada nasabah. Nasabah membayar sewa setiap bulan kepada bank. Sehingga pada akhir tempo, modal bank menjadi nol, diganti cicilan sewa nasabah sampai di nilai pembiayaan bank. Porsi modal bank diambil alih nasabah sekaligus mengalihkan hak kepemilikan rumah kepada nasabah. Kemudian ada akad musyarakah atau syirkah adalah kerjasama antara dua
72 pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. 2 Sedang Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) adalah transaksi sewa dengan perjanjian untuk menjual atau menghibahkan objek sewa di akhir periode sehingga traksaksi ini diakhiri dengan alih kepemilikan objek sewa. 3 Pembiyaan Hunian Syariah digunakan untuk kepemilikan rumah, ruko, rukan, apartemen, kios, dan take over KPR. Adapun jangka waktu pembiayaan berkisar 10 sampai 15 tahun, biasanya penentuan jangka waktu pembiayaan disesuaikan dengan usia dari nasabah. Apabila nasabah masih berusia produktif antara usia 30 tahun, maka jangka waktu pembiayaannya bisa 10 sampai 15 tahun. Apabila nasabah sudah tidak berusia produktif misalkan 50 tahun, maka jangka waktu pembiayaaannya akan dibatasi. Obyek pembiayaan dalam musyarakah wal ijarah muntahiyah bittamlik secara otomatis akan digunakan sebagai jaminan pembiayaan. Jaminan pembiayaannya tidak dapat menggunakan jaminan lain. Tidak seperti halnya dalam pembiayaan murabahah, yang jaminannya menggunakan jaminan selain obyek pembiayaannya. Contoh dalam pembiayaan murabahah, rumah B dijadikan sebagai agunan lain. Diperlukannya jaminan sebagai syarat pembiayaan guna prudential banking. 2 Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan Syariah, (Yogyakarta : P3EI Press, 2008), hlm. 321 3 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.103
73 Contoh kasus pembiayaan musyarakah wal ijarah muntahiya bittamlik di BMI yakni Bapak Mochamad Almasih mengajukan pembiayaan KPR Hunian Syariah di BMI Cabang Pekalongan Cabang Pekalongan. Bapak Almasih ingin membeli rumah di Binagriya sebesar Rp. 150.000.000,-. BMI tidak bisa menyetujui pengajuan pembiayaan sepenuhnya sebesar 100%, maksimal pembiayaan yang diberikan BMI sebesar 90%. Bapak Almasih kemudian memberikan uang muka kepada bank sebesar Rp. 50.000.000,-. Dari analisa pengajuan bapak Almasih ternyata memenuhi syarat, secara hukum juga memenuhi syarat untuk direalisasikan pengajuannya. Pihak bank kemudian mencairkan dana sebesar Rp. 100.000.000,-. Margin keuntungannya setara 12 13% per tahun. Dari kasus pembiayaan musyarakah wal ijarah muntahiya bittamlik tersebut dapat diperoleh data sebagai berikut : Jenis barang yang dibeli : Rumah di Binagriya Harga Barang perolehan : Rp. 150.000.000,- Pembiayaan Bank : Rp. 100.000.000,- Uang muka sewa : Rp. 50.000.000,- Harga sewa per bulan : Rp. 1.493.110,-/ bulan Jangka waktu sewa : 120 bulan (10 tahun) Biaya administrasi : Rp. 1.000.000,- Dari data diatas dapat dijelaskan pengakunan pembiayaan musyarakah wal ijarah muntahiya bittamlik secara tertransaksi sebagai berikut :
74 4.1.1 Pada saat pencairan pembiayaan ke nasabah Tanggal 8 Oktober 2010 BMI menyetujui pembiayaan yang diajukan Tn. Almasih Rp. 100.000.000,-, dan kemudian BMI memberikan pembiayaan kepada nasabah sebesar Rp. 100.000.000,-. Pencatatannya adalah sebagai berikut : Db. Piutang musyarakah wal ijarah muntahiya bittamlik Rp. 100.000.000,- Kr. Kas/ rekening Tn. Almasih Rp. 100.000.000,- 4.1.2 Uang Muka Nasabah Uang nasabah sebesar Rp. 50.000.000,- yang dianggap sebagai uang muka pembiayaan, karena BMI tidak dapat memberikan pembiayaan sebesar 100%. Dan Tn. Almasih memberikan uang muka sebesar Rp. 50.000.000,-. Pada studi kasus ini uang muka nasabah tidak dicatat oleh BMI, karena bersifat kongsi atau syirkah antara pihak bank dan nasabah. Nasabah menyertakan uang sebesar Rp. 50.000.000,-, sedang pihak bank menyertakan uang sebesar Rp. 100.000.000,- dalam pembelian rumah tersebut. 4.1.3 Pencatatan biaya administrasi pengurusan akad, pembebanan administrasi kepada nasabah oleh BMI berkisar antara 1% dari pembiayaan yang diberikan ke nasabah. Jurnal yang dibuat dari biaya administrasi tersebut sebagai berikut : Db. Kas/ rekening Tn. Almasih Rp. 1.000.000,- Kr. Pendapatan administrasi bank Rp. 1.000.000,-
75 4.1.4 Tanggal 8 November 2010 Tn. Almasih mulai membayar angsuran sewa rumah sebesar Rp. 1.493.110,-. Jurnal yang dicatat sebagai berikut: Db. Kas/ rekening Tn. Almasih Rp. 1.493.110,- Kr. Pendapatan ijarah/ sewa Rp. 1.083.330,- Kr. Piutang musyarakah wal ijarah muntahiya bittamlik Rp. 409.780,- Jurnal angsuran dibuat oleh bank setiap bulannya selama masa sewa 10 tahun atau 120 bulan yang besar angsurannya sama setiap bulan. Tetapi rincian angsuran pokok atau piutang dengan sewa yang didapat setiap bulan besarnya berbeda beda setiap bulannya. Untuk piutangnya semakin lama akan semakin bertambah, sedang untuk pendapatan dari bank semakin lama akan semakin menurun. (rincian angsuran dapat dilihat di tabel proyeksi pembayaran bagi hasil). Jurnal yang dicatat pada tanggal 8 Desember 2010 adalah : Db. Kas/ rekening Tn. Almasih Rp. 1.493.110,- Kr. Pendapatan ijarah/ sewa Rp. 1.078.890,- Kr. Piutang musyarakah wal ijarah muntahiya bittamlik Rp. 414.220,- 4.1.5 Beban Perbaikan dan Pemeliharaan BMI melakukan monitoring atau retaksasi terhadap aset yang dibeli kepada nasabah setiap 6 bulan sekali berkaitan dengan nilai aset apakah mengalami peningkatan atau penurunan nilai. Dan pada tanggal 15
76 April 2011 Tn. Almasih memperbaiki dapur rumah yang mereka sewa dengan total biaya perbaikan sebesar Rp. 3.000.000,-. Pihak bank tidak mencatat transaksi tersebut, karena pihak BMI tidak mengeluarkan dana dari perbaikan aset oleh nasabah. Ini hanya bersifat monitoring BMI selama masa pembiayaan si nasabah. Monitoring juga berlaku untuk penyusutan obyek ijarah, walaupun setiap tahunnya nilai bangunan pasti mengalami penurunan nilai aset, tetapi BMI hanya meretaksasi nilainya saja. Pihak BMI tidak mencatat jurnal-jurnal perbaikan maupun penyusutan asetnya. 4.1.6 Pada tanggal 8 September 2020, saat angsuran sewa terakhir, karena Tn. Almasih tidak pernah mengalami penunggakan angsuran sewanya. Sehingga pada jurnal akhir kepemilikan utuh aset oleh nasabah tetap sebesar angsuran setiap bulannya. Dan transaksi pelunasan nasabah dijurnal oleh BMI sebagai berikut : Db. Kas/ rekening Tn. Almasih Rp. 1.493.110,- Kr. Pendapatan ijarah/ sewa Rp. 15.830,- Kr. Piutang musyarakah wal ijarah muntahiya bittamlik Rp. 1.475.850,- 4.2. Analisis PSAK Lembaga Keuangan Syariah terhadap Akuntansi Pembiayaan Musyarakah Ijarah Muntahiya Bittamlik BMI Cabang Pekalongan
77 4.2.1 Saat pencairan dana ke nasabah Pada transaksi tersebut pihak BMI tidak mencatat pembelian barang sebesar Rp. 150.000.000,- sebagai aktiva ijarah. Bank hanya mengakunkan piutang nasabah secara riil yaitu sebesar Rp. 100.000.000,-. Apabila hanya salah satu pihak saja yang membeli obyek pembiayaan musyarakah wal ijarah muntahiya bittamlik maka bersifat sebagai wakil saja atau berlaku akad wakalah. Dan pada transaksi ini pihak nasabah sendiri yang membeli rumah tersebut, sehingga berlaku akad wakalah karena bank mewakilkan kepada pihak nasabah untuk membeli rumah tersebut untuk selanjutnya nasabah memberikan bukti pembayaran kepada pihak bank. Pada saat BMI menyerahkan uang tunai kepada nasabah ini sesuai dengan PSAK 106 akuntansi musyarakah, karena sesuai dengan pengertian dari musyarakah itu sendiri seperti dalam buku Rifqi Muhammad yang menjelaskan musyarakah adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. 4 Dalam transaksi musyarakah ini kerjasama antara pihak nasabah sebagai mitra aktif dan pihak BMI sebagai mitra pasif yang bekerjasama berupa kepemilikan (property). 4 Rifqi Muhammad, op.cid, hlm.321
78 Dijelaskan dalam PSAK 59 Akuntansi Perbankan Syariah, paragraf 41 menjelaskan pembiayaan musyarakah diakui pada saat pembayaran tunai atau penyerahan aktiva non-kas kepada mitra musyarakah dan dalam PSAK 59 Akuntansi Perbankan Syariah paragraf 42 menjelaskan pembiayaan musyarakah dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan. Dalam PSAK 106, diakui sebagai investasi musyarakah. Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau aset non kas untuk usaha musyarakah. Jurnal pada PSAK 106 maupun PSAK 59 terkait pengakuan dan pengukuran pembiayaan untuk mitra pasif yang dibayarkan secara tunai pada transaksi musyarakah, yaitu : Db. Pembiayaan musyarakah Kr. Kas Sedang pada akuntansi ijarah muntahiya bittamlik. Dijelaskan dalam PSAK 59 paragraf 118 bank sebagai pemilik obyek sewa (muajjir/lessor) aktiva yang dijadikan sebagai objek ijarah diakui sebesar harga perolehan. Db. Aset ijarah Kr. Kas Jadi dapat disimpulkan bahwa pencatatan pencairan pada transaksi pembiayaan musyarakah ijarah muntahiya bittamlik menggunakan akuntansi musyarakah PSAK 106 karena dicatat sebagai piutang, sedang pada akuntansi ijarah dicatat sebagai aktiva. Seperti penjelasan dari Bapak
79 M. Arif Zulfikar bahwa pihak bank hanya mencatat ataupun mengakui obyek sewanya sebesar piutang nasabah bukan sebesar aset yang dibeli oleh si nasabah. Sehingga pada pencairan pembiayaan tidak dianggap sebagai aktiva seperti pada pembiayaan ijarah. 5 4.2.2 Beban Penyusutan PSAK nomor 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah khususnya paragraph 108 dijelaskan tentang pengakuan obyek ijarah sebagai berikut: Obyek sewa diakui sebesar biaya perolehan pada saat perolehan obyek sewa dan disusutkan sesuai dengan : a. Kebijakan penyusutan pemilik obyek sewa untuk aktiva sejenis jika merupakan transaksi ijarah b. Masa sewa jika merupakan transaksi ijarah muntahiyah bitamlik Sedangkan ED PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah khususnya paragraph 12 menjelaskan bahwa : Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari obyek ijarah. Umur ekonomis dapat berbeda dengan umur teknis. Misalnya, mobil yang dapat dipakai selama 10 tahun diijarahkan dengan akad ijarah muntahiyah bitamlik selama 5 tahun. Dengan demikian umur ekonominya adalah 5 tahun. 6 5 M. Arif Zulfikar, Otoriser BMI Cabang Pekalongan, Pekalongan, 15 Maret 2011, pukul. 10.00 WIB 6 Rifqi Muhammad, op.cid, hlm. 378
80 Tetapi pada praktinya di BMI tidak terdapat pencatatan beban penyusutan pada obyek pembiayaannya. Karena pihak bank tidak mencatat obyek pembiayaan pada pembiayaan musyarakah wal ijarah muntahiya bittamlik sebagai aktiva, BMI mencatat hanya sebesar pembiayaan yang diberikan kepada nasabah saja dan dicatat sebagai piutang. 4.2.3 Uang Muka Seperti yang telah dikemukakan oleh Bapak Arif Zulfikar bahwa pemberian uang muka sebagai syarat pencairan pembiayaan musyarakah wal ijarah muntahiya bittamlik dari bank, karena BMI tidak dapat memberikan pembiayaan secara utuh sebesar 100%. Sehingga nasabah dalam transaksi pembiayaan musyarakah wal ijarah muntahiya bittamlik wajib memberi uang muka minimal sebesar 10%. 7 Pencatatan uang muka tidak terdapat pada PSAK 106 tentang musyarakah. Sedang pada PSAK 59 paragraf 52 tentang akuntansi murabahah dijelaskan, bank diperbolehkan juga untuk meminta jaminan atas transaksi murabahah dan meminta nasabah membayar uang muka (urbun). Berikut jurnal pada saat pembayaran uang muka kepada supplier (penjual membeli dari supplier) : Db. Uang muka kepada supplier Kr. Kas 7 M. Arif Zulfikar, Otoriser BMI Cabang Pekalongan, Pekalongan, 15 Maret 2011, pukul. 10.00 WIB
81 Terkait akuntansi ijarah, didalam buku Rifqi Muhammad disebutkan bahwa : uang muka sewa tidak dapat mengurangi harga perolehan aktiva ijarah karena aktiva tersebut adalah milik LKS sedangkan uang muka tersebut merupakan milik nasabah. Titipan uang muka merupakan bagian dari kewajiban yang suatu saat bisa diambil kembali oleh nasabah jika masa sewa selesai atau nasabah membatalkan pembelian obyek ijarah. Titipan uang muka bisa juga diakui sebagai jaminan yang diberikan oleh nasabah kepada LKS atas dipinjamkannya aset ijarah jika aset tersebut tidak diasuransikan oleh pemilik. 8 Berikut jurnal atas transaksi penerimaan uang muka : Db. Kas/ Rekening x Kr. Titipan uang muka sewa ijarah Jadi dapat disimpulkan bahwa pembebanan uang muka kepada nasabah untuk pembiayaan musyarakah wal ijarah muntahiya bittamlik BMI dianggap sebagai kongsi atau syirkah antara bank dan nasabah. Pihak bank tidak menganggap sebagai pemberian uang muka dari nasabah kepada bank. 4.2.4 Biaya Administrasi Pembiayaan Biaya administrasi BMI membebankan biaya administrasi pencairan akad sebesar 1% dari pencairan pembiayaan. Besar biaya administrasi yang dibebankan kepada nasabah berbeda-beda masingmasing bank. Beban administrasi ini sepenuhnya ditanggung oleh 8 Rifqi Muhammad, op. cid, hlm. 377
82 nasabah. Pada PSAK tentang musyarakah maupun PSAK ijarah samasama mencatat pendapatan administrasi dari pembiayaan. Apabila nasabah menginginkan biaya notaris dilimpahkan kepada pihak bank, bank bisa membantu untuk mengurus biaya notarisnya, tetapi beban atas pengurusan akta notaris tersebut menjadi beban sepenuhnya nasabah, pihak bank hanya bersifat membantu saja. Pencatatan pada akuntansi musyarakah maupun ijarah pada saat nasabah membayar biaya pengurusan akad pada pihak bank adalah sebagai berikut : Db. Kas/ Rekening x Kr. Pendapatan Non Operasional Sedang pada saat bank membayar biaya notaris Db. Biaya Notaris (Pengurusan Akad) Kr. Kas Jadi dapat disimpulkan bahwa pencatatan biaya administrasi pembiayaan selalu ada pada transaksi pencairan pembiayaan di lembaga keuangan Syariah. 4.2.5 Pembayaran Angsuran Sewa oleh Nasabah Berikut dijelaskan beberapa pencatatan pembayaran angsuran oleh nasabah kepada pihak bank : a. Menurut PSAK 102 akuntansi murabahah, jurnal yang dibuat pada saat pembayaran angsuran sebagai berikut :
83 Db. Kas Db. Margin murabahah tangguhan Kr. Piutang murabahah Kr. Pendapatan margin murabahah b. Dan pada PSAK 106 pencatatan dalam jurnal pembayaran angsuran pembiayaan mitra pasif (pokok pembiayaan) bisa dalam bentuk uang kas/ tunai atau modal non kas. Jurnalnya sebagai berikut : Db. Kas/ Rekening Kr. Pembiayaan Musyarakah Sedang pada pembayaran bagi hasil, adapun jurnal yang dicatat bank sebagai berikut : 9 Db. Kas/ Rekening Kr. Pendapatan bagi hasil musyarakah c. Sedang pada PSAK 107 perlakuan akuntansi pendapatan ijarah. Perlakuan akuntansi biaya langsung awal dicatat sebagai biaya yang ditangguhkan untuk dialokasikan (secara sama) pada jangka waktu penyewaan karena sesuai dengan matching concept antara pendapatan dan biaya. Berikut transaksi sewa yang dibayar lebih awal : Db. Titipan jasa sewa obyek ijarah Kr. Pendapatan sewa obyek ijarah 9 Rifqi Muhammad, op. cid, hlm. 340-342
84 Tidak semua pendapatan sewa obyek ijarah tersebut merupakan unsur pendapatan pada pembagian bagi hasil usaha. Dalam rangka pengakuan pendapatan yang akan dibagihasilkan dalam distribusi bagi hasil usaha maka pendapatan sewa obyek ijarah perlu dikurangi dahulu dengan beban-beban yang dikeluarkan atas aset ijarah tersebut. Sedangkan penerimaan dan pengakuan pendapatan sewa langsung (tidak dari uang muka). Jurnal yang dicatat sebagai berikut : Db. Kas/ Rekening Kr. Pendapatan sewa obyek ijarah Dalam rangka penghitungan distribusi hasil usaha, maka pendapatan sewa obyek ijarah yang dibagikan adalah hasil sewa setelah dikurangi biaya depresiasi dan biaya perbaikan yang ditanggung oleh lembaga keuangan Syariah. 10 Jadi, dapat disimpulkan dalam pencatatan pendapatan ijarah pada BMI sesuai dengan PSAK 107 akuntansi ijarah karena pendapatan diakui sebagai ijarah/ sewa. Sedang pada pembayaran pokok angsurannya mengurangi besar piutang/ pembiayaan nasabah seperti pada PSAK 106 akuntansi musyarakah, tetapi dalam PSAK 106 untuk pendapatan dianggap sebagai bagi hasil tidak seperti dalam PSAK 107 dalam akuntansi ijarah. 10 Rifqi Muhammad, op. cid, hlm. 360
85 4.2.6 Beban Perbaikan dan Pemeliharaan Dalam pencatatan beban perbaikan dan pemeliharaan hanya terdapat pada akuntansi ijrah PSAK 107, sedang pada akuntansi musyarakah PSAK 106 tidak terdapat pencatatan beban perbaikan dan pemeliharaan. Dalam transaksi ijarah, secara prinsip obyek ijarah merupakan milik lembaga keuangan Syariah sehingga biaya pemeliharaan dan perbaikan atas asset ijarah menjadi tanggung jawab lembaga keuangan Syariah. Tanggung jawab penyewa hanya sebatas perawatan rutin yang terkait dengan penggunaan operasional harian sedangkan kerusakan yang terjadi diluar kesalahan penyewa menjadi tanggung jawab lembaga keuangan Syariah. Memang tidak mudah melakukan klasifikasi biaya-biaya yang menjadi beban pemilik dan penyewa karena hal tersebut terkait dengan karakter obyek sewa, jangka waktu sewa, dan harga sewa yang dibayarkan oleh penyewa. Oleh karena itu dalam perencanaan akad ijarah perlu dilakukan negosiasi berkaitan dengan biaya-biaya yang ditanggung oleh masingmasing pihak dalam rangka penggunaan obyek ijarah. Negosiasi tentunya mempertimbangkan harga sewa serta hak dan kewajiban masing-masing. a. Jurnal berdasarkan pencatatan biaya yang dicadangkan sebagai berikut: 11 Db. Beban perbaikan aset ijarah Kr. Cadangan beban perbaikan 11 Rifqi Muhammad, op. cid, hlm. 382
86 b. Jurnal perbaikan aset adalah sebagai berikut : 1. Dengan sistem pencadangan biaya perbaikan : Db. Cadangan beban perbaikan Kr. Kas 2. Tanpa sistem pencadangan biaya perbaikan : Db. Beban perbaikan aset ijarah Kr. Kas Jadi, dapat disimpulan bahwa pencatatan biaya perbaikan hanya terdapat pada PSAK 107 akuntansi ijarah. Sedang pada PSAK 106 akuntansi musyarakah tidak terdapat biaya perbaikan maupun pemeliharaan. Tetapi pada praktiknya BMI tidak mencatat transaksi perbaikan dan pemeliharaan aset, karena biaya perbaikan menjadi beban nasabah. Pihak bank hanya sekedar monitoring terhadap pembiayaan nasabah, tetapi tidak dicatat dalam pembukuan/ akuntansinya. 4.2.7 Pada saat penyelesaian pembiayaan a. Pencatatan dalam PSAK 102 akuntansi murabahah menggunakan 2 metode : 12 1. Jika pada saat penyelesaian, bank mengurangi piutang murabahah dan keuntungan murabahah Db. Margin murabahah tangguhan Kr. Piutang murabahah (sebesar potongan) 12 Rifqi Muhammad, op. cid, hlm. 175-176
87 Db. Kas Db. Margin murabahah tangguhan Kr. Pendapatan margin murabahah Kr. Piutang murabahah (sebesar sisa jumlah yang tidak dipotong) 2. Jika setelah penyelesaian, bank terlebih dahulu menerima pelunasan piutang dari nasabah, kemudian bank membayar muqasah kepada nasabah dengan mengurangi keuntungan murabahah Db. Kas Db. Margin murabahah tangguhan Kr. Pendapatan margin murabahah Kr. Piutang murabahah Db. Beban muqasah Kr. Kas (sebesar potongan) b. Pada PSAK 106 tentang musyarakah, penyelesaian akad sebelum jatuh tempo. Beberapa hal yang diatur adalah sebagai berikut : 13 1. Mitra aktif harus mengembalikan modal kepada pemilik dana dan apabila mitra aktif tidak melaksanakannya maka mitra aktif tersebut dianggap melanggar akad. Jumlah dana yang menjadi 13 Rifqi Muhammad, op. cid, hlm. 342-344
88 saldo pembiayaan musyarakah akan berubah menjadi Piutang Jatuh Tempo Mitra Aktif 2. Jika akad musyarakah berakhir dan masih terdapat beberapa modal non kas berupa barang yang memiliki nilai jual tertentu, maka kedua belah pihak berhak untuk menjual dan membagi hasil penjualan menurut proporsi yang disepakati bersama dengan tetap menghitung saldo pembiayaan serta keuntungan atau kerugian yang ditanggung dari pelaksanaaan akad musyarakah tersebut. 3. Apabila salah satu pihak meminta berhenti dari akad musyarakah dan digantikan oleh pihak lain yang disepakati kedua belah pihak, maka perlu dilakukan perhitungan terhadap status saldo pembiayaan, hak mitra pasif dan mitra aktif, maupun keuntungan dan kerugian untuk menghasilkan suatu proporsi baru antara kedua belah yang akan memperbaharui akad. 4. Dalam hal kedua belah pihak sepakat untuk melakukan pengembalian modal, maka proporsi keuntungan atau kerugian harus dihitung secara pasti pada setiap pembayaran. Berikut jurnal pencatatan akad musyarakah belum jatuh tempo : Db. Piutang mitra aktif Db. Penyisihan kerugian pembiayaan Musyarakah Kr. Pembiayaan musyarakah
89 Pada saat pembentukan penyisihan pembiayaan musyarakah Db. Beban penyisihan pembiayaan Musyarakah Kr. Akumulasi penyisihan pembiayaan Musyarakah c. Perlakuan akuntansi perpindahan hak ijarah (hanya untuk aktiva ijarah dengan akad ijarah muntahiyah bittamlik). Perpindahan kepemilikan obyek ijarah kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut : 14 1. Hibah, pada saat seluruh pendapatan sewa telah diterima dan obyek ijarah memiliki nilai sisa, jurnalnya sebagai berikut : Db. Akumulasi penyusutan aset ijarah Kr. Beban hibah ijarah Kr. Aset ijarah 2. Penjualan obyek ijarah sebelum berakhirnya masa sewa dengan harga jual, sebesar sisa cicilan sewa. a. Jika harga jual lebih tinggi dari nilai buku sehingga menghasilkan keuntungan dalam penjualan aset ijarah. Db. Kas/ Rekening X Db. Akumulasi penyusutan aset ijarah Kr. Keuntungan penjualan aset ijarah Kr. Aset ijarah 14 Rifqi Muhammad, op. cid, hlm. 383-384
90 b. Jika harga jual sama dengan nilai buku. Db. Kas/ Rekening X Db. Akumulasi penyusutan aset ijarah Kr. Aset ijarah c. Jika harga jual lebih rendah dari nilai buku sehingga menghasilkan kerugian dalam penjualan aset ijarah. Db. Kas/ Rekening X Db. Akumulasi penyusutan aset ijarah Kr. Kerugian penjualan aset ijarah Kr. Aset ijarah 3. Pada saat pengalihan obyek ijarah dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan obyek dengan harga jual sekedarnya setelah seluruh penerimaan sewa diterima dan obyek ijarah tidak memiliki nilai sisa. Db. Kas/ Rekening X Db. Akumulasi penyusutan aset ijarah Kr. Aset ijarah Kr. Keuntungan penjualan aset ijarah 4. Jika penyewa berjanji untuk membeli tetapi kemudian membatalkan dan nilai wajar obyek ijarah lebih rendah dari nilai buku dan dibebankan kepada penyewa. Db. Piutang kepada X Kr. Akumulasi penyusutan aset ijarah
91 Dalam pencatatan pelunasan piutang oleh nasabah yang diberlakukan oleh BMI lebih kepada PSAK 106 tentang musyarakah pada pembayaran angsuran sebesar pokok angsuran terakhir nasabah. Dan untuk sisa margin atau keuntmgan nasabah yang dianggap sebagai sewa oleh pihak bank, juga dibayar oleh nasabah sebesar sisa sewa nasabah kepada bank. Jadi dapat disimpulkan bahwa pencatatan pelunasan pembiayaan nasabah mengacu kepada PSAK 106 pada pembayaran pokok atau sisa piutang nasabah dan PSAK 107 pada pelunasan ijarah atau sewa nasabah. Berdasarkan implementasi akuntansi pembiayaan musyarakah wal ijarah muntahiya di BMI cabang Pekalongan dengan PSAK yang terkait dengan transaksi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa : pada pencatatan akuntansi pembiayaan musyarakah wal ijarah muntahiya bittamlik untuk transaksi pencairan pembiayaan pada praktiknya di BMI menggunakan PSAK 106 akuntansi musyarakah karena pencatatannya sebagai piutang, pihak BMI tidak mencatat obyek pembiayaan tersebut sebagai aktiva dari BMI seperti pada pencatatan PSAK 107 untuk transaksi ijarah. Pencatatan uang muka yang dibayarkan nasabah bersifat kongsi atau syirkah antara bank dan nasabah dalam pembelian rumah. Dalam PSAK 106 tidak terdapat transaksi pemberian uang muka, dan pada praktiknya di BMI bersifat penyertaan modal antara kedua belah pihak, ini bersifat sesuai akad musyarakah. Sedang dalam PSAK 107 terdapat transaksi titipan jasa sewa, tetapi dalam praktiknya BMI tidak menganggap pemberian uang muka nasabah sebagai titipan
92 sewa pada PSAK 107. Dan untuk PSAK 102 hanya pada saat transaksi pemberian uang muka kepada supplier. Kemudian untuk transaksi beban administrasi nasabah, pada semua pembiayaan di lembaga keuangan Syariah akan dikenakan biaya administrasi sebagai biaya pengurusan akad pembiayaan dan besar pembiayaannya ditentukan sendiri oleh masing-masing bank. Transaksi perolehan pendapatan BMI dari pembayaran angsuran nasabah diakui sebagai pengurang piutang si nasabah seperti dalam PSAK 106 sedangkan untuk pencatatan pendapatan sewa lebih sesuai dengan PSAK 107, karena nasabah menempati obyek pembiayaan dianggap oleh bank sebagai penyewa. Pada transaksi pembebanan biaya perbaikan dan pemeliharaan hanya terdapat dalam PSAK 107 saja, karena untuk transaksi ijarah bank mempunyai hak penuh atas obyek pembiayaan yanng disewakan kepada nasabah. Tetapi pada transaksi ini bank tidak menggunakan akad ijarah untuk kepemilikan obyeknya. Penyelesaian pembiayaan pada akad musyarakah wal ijarah muntahiya bittamlik lebih mengacu kepada PSAK 106 dan PSAK 107 yakni pada saaat melunasi sebesar kekurangan piutang nasabah sesuai dengan PSAK 106, sedang pada transaksi pembayaran sewa atau margin keuntungan sewa nasabah sesuai PSAK 107 untuk transaksi ijarah.
93
94