BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil

dokumen-dokumen yang mirip
A. D. Rosalia, et al., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 11 (2015), no. 1, hal

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

A. Judul B. Tujuan C. Dasar Teori

4 Hasil dan Pembahasan

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa kualitatif terhadap Kalsium, Besi, Posfor dan Seng dalam sampel

ORDE REAKSI PADA LAJU KETENGIKAN MINYAK KELAPA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis

Indo. J. Chem. Sci. 3 (2) (2014) Indonesian Journal of Chemical Science

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

BAB 4 HASIL PENELITIAN

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. PERSEMBAHAN... v. DEKLARASI... vi. KATA PENGANTAR... vii. DAFTAR ISI...

LAMPIRAN 1 DATA PERCOBAAN

PENENTUAN KADAR BESI DALAM SAMPEL AIR SUMUR SECARA SPEKTROFOTOMETRI

Soal-Soal. Bab 4. Latihan. Laju Reaksi. 1. Madu dengan massa jenis 1,4 gram/ cm 3 mengandung glukosa (M r. 5. Diketahui reaksi:

PENENTUAN TETAPAN PENGIONAN INDIKATOR METIL MERAH SECARA SPEKTROFOTOMETRI

4 Hasil dan Pembahasan

ANALISIS SPEKTROSKOPI UV-VIS. PENENTUAN KONSENTRASI PERMANGANAT (KMnO 4 )

DAFTAR ISI. Halaman. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN MOTTO...iii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iv. HALAMAN DEKLARASI...

LAPORAN PRAKTIKUM DINAMIKA KIMIA JUDUL PERCOBAAN : PENENTUAN LAJU REAKSI IODINASI ASETON DALAM SUASANA ASAM. Nama : SantiNurAini NRP :

Spektrofotometri Serapan Atom

massa = 2,296 gram Volume = gram BE Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Pereaksi ml Natrium Fosfat 28 mm massa 1 M = massa 0,028 =

Hasil dan Pembahasan

kimia LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN

LEMBAR KERJA SISWA 2

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

Kunci jawaban dan pembahasan soal laju reaksi

PETA KONSEP LAJU REAKSI. Percobaan. Waktu perubahan. Hasil reaksi. Pereaksi. Katalis. Suhu pereaksi. Konsentrasi. Luas. permukaan.

KESETIMBANGAN KIMIA SOAL DAN PEMBAHASAN

Laju Reaksi KIM 2 A. KEMOLARAN B. LAJU REAKSI C. UNGKAPAN LAJU REAKSI LAJU REAKSI. materi78.co.nr

kimia KESETIMBANGAN KIMIA 2 Tujuan Pembelajaran

PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Praktikum Kegiatan praktikum ini mempunyai tujuan yaitu agar siswa dapat membuktikan Hukum Kekekalan Massa pada suatu reaksi.

LAPORAN PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI

Kesetimbangan Kimia. Bab 4

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Juni 2013 di Laboratorium Daya, Alat,

Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar).

SOAL LAJU REAKSI. Mol CaCO 3 = = 0.25 mol = 25. m Mr

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

MODUL III KESETIMBANGAN KIMIA

Spektrofotometri uv & vis

PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Konsentrasi (μg/m 3 )*** Perubahan konsentrasi (μg/m 3 )****

INTERAKSI RADIASI DENGAN BAHAN

Sintesis partikel Fe 0. % degradasi. Kondisi. Uji kinetika reaksi

PRAKTIKUM 1 Spektrofotometri. Spectrophotometer Mapada V-1100D

LAMPIRAN 1 DATA PERCOBAAN

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS SPEKTROMETRI PENETAPAN ANION FOSFAT DALAM AIR. Disusun oleh. Sucilia Indah Putri Kelompok 2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. - Spektrofotometri Serapan Atom AA-6300 Shimadzu. - Alat-alat gelas pyrex. - Pipet volume pyrex. - Hot Plate Fisons

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

PERCOBAAN POTENSIOMETRI (PENGUKURAN ph)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA

HASIL KALI KELARUTAN (Ksp)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kalibrasi Termokopel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

No Indikator Soal Valid

I. PENDAHULUAN. Fosfor (P) merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah

PERBANDINGAN PEREDUKSI NATRIUM TIOSULFAT (Na 2 S 2 O 3 ) DAN TIMAH (II) KLORIDA (SnCl 2 ) PADA ANALISIS KADAR TOTAL BESI SECARA SPEKTROFOTOMETRI

Bab 10 Kinetika Kimia

STUDI GANGGUAN KROM (III) PADA ANALISA BESI DENGAN PENGOMPLEKS 1,10-FENANTROLIN PADA PH 4,5 SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-TAMPAK

LAPORAN KIMIA ANALITIK KI Percobaan modul 3 TITRASI SPEKTROFOTOMETRI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Praktikum Kimia Fisika II Hidrolisis Etil Asetat dalam Suasana Asam Lemah & Asam Kuat

PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode MBAS setelah 10, 20, 30, 40, 60, 80, 100, dan 120 menit.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. hubungan serapan pada berbagai panjang gelombang tertera pada Gambar 2.

Ferry Riyanto Harisman Powerpoint Templates Page 1

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB III METODE PENELITIAN

Waktu (t) Gambar 3.1 Grafik hubungan perubahan konsentrasi terhadap waktu

Laju Reaksi. Bahan Ajar Mata Pelajaran Kimia Kelas XI Semester I

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SOAL KIMIA 2 KELAS : XI IPA

Termodinamika apakah suatu reaksi dapat terjadi? Kinetika Seberapa cepat suatu reaksi berlangsung?

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

4 Hasil dan Pembahasan

KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI

4. Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menit tiap percobaan, didapatkan data tekanan gas pada tabel berikut :

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Diskusi

Laporan Kimia Fisik KI-3141

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber:

UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI LAPORAN PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Absorbtivitas Molar I 3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan dilakukan dengan mereaksikan KI dan I 2 sehingga didapat I 3. Hasil percobaan didapat spektra panjang gelombang seperti pada gambar 1. Absorbansi 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 250 300 350 400 Panjang Gelombang (nm) Gambar 1. Spektra absorbansi vs panjang gelombang Gambar 1 didapat dua puncak pada 290,5 nm dengan absorbansi 0,6096 dan 352,0 pada absorbansi 0,4126. Panjang gelombang maksimum dipilih pada 290,5 nm dengan absorbansi yang paling tinggi. 27

digilib.uns.ac.id 28 Pengukuran Absorbansi Larutan Seri I 3 Pengukuran absorbansi pada beberapa variasi I 3 didapatkan hasil seperti pada tabel 6. Tabel 6. Absorbansi ratarata larutan seri I 3 No I 3 /x10 5 M Absorbansi 1 0,6838 0,0510 2 0,8201 0,0674 3 1,0257 0,0950 4 1,2308 0,1217 5 1,3676 0,1495 Dengan memplotkan absorbansi vs konsentrasi I 3 didapatkan absorbtivitas molar I 3 pada panjang gelombang 290,5 nm sebesar 1,41 x 10 4 M 1 cm 1. 2. Pembuktian Mekanisme Reaksi yang Diyakini CopperKoubek Ditinjau dari Order Reaksi I Pembuktian order reaksi dengan metode isolasi dimana I divariasi pada H + dan H 2 O 2 dibuat besar dan nilainya tetap. Hasil percobaan didapat nilai absorbansi pada lampiran III. Perhitungan dengan rumusan modifikasi persamaan seperti pada lampiran II. Tabel 7 menunjukkan hasil dari perhitungan integral. Tabel 7. Hasil perhitungan percobaan dengan variasi konsentrasi I pada kondisi H + 0,008 M dan H 2 O 2 0,002 M No I (M) Order reaksi I Correl 1 0,00030 2 0,00027 3 0,00024 4 0,00021 Awal reaksi Akhir reaksi 0 0,9938 0,9894 1 0,9889 0,9546 2 0,9729 0,8298 0 0,9964 0,9908 1 0,9945 0,9804 2 0,9836 0,9474 0 0,9967 0,9874 1 0,9940 0,9925 2 0,9850 0,9830 0 0,9952 0,9849 1 0,9925 0,9896 2 0,9804 0,9761

digilib.uns.ac.id 29 5 0,00018 6 0,00015 0 0,9865 0,9768 1 0,9933 0,9848 2 0,9896 0,9674 0 0,9892 0,9794 1 0,9921 0,9845 2 0,9884 0,9682 Pada kondisi percobaan tersebut I dapat berorder nol dan satu serta dapat mengalami perubahan order reaksi dari nol menjadi satu. 3. Penentuan hukum laju reaksi hidrogen peroksida dengan iodida Penentuan hukum laju reaksi hidrogen peroksida dengan iodida dilakukan dengan dilatometer dengan beberapa variasi seperti pada tabel 8. Tabel 8. Hasil percobaan pengukuran O 2 pertama No. I (M) H 2 SO 4 (M) H 2 O 2 (M) Volume O 2 1. 4,05 10 5 6 10 4 3 10 4 Tidak 2. 3,15 10 5 6 10 4 3 10 4 Tidak 3. 2,25 10 5 6 10 4 3 10 4 Tidak Hasil percobaan dengan dilatometri tidak didapatkan volume O 2 yang Pengukuran penentuan hukum laju dilakukan kembali dengan memperbesar konsentrasi pada tabel 8 pada perbandingan mol pereaksi yang sama seperti pada tabel 9. Tabel 9. Hasil percobaan pengukuran O 2 kedua No. H + (M) H 2 O 2 (M) I (M) Volume O 2 1. 4,76 1,19 0,16 Tidak 2. 4,76 1,19 0,12 Tidak 3. 4,76 1,19 0,09 Tidak Hasil percobaan dengan dilatometri tidak didapatkan volume O 2 yang.

digilib.uns.ac.id 30 Selain pengamatan terhadap O 2, ratarata pada setiap variasi ditampilkan pada tabel 10. hukum laju dilihat dari nilai k obs. Nilai k obs Tabel 10. Nilai k obs awal dan akhir reaksi percobaan dengan variasi konsentrasi I pada kondisi H + 0,008 M dan H 2 O 2 0,002 M No I (M) Order I awal reaksi Order I akhir reaksi k obs awal k obs akhir 1 0,00030 0 0 9,69 10 7 M.s 1 5.56 10 7 M.s 1 2 0,00027 0 0 8,27 10 7 M.s 1 4,61 10 7 M.s 1 3 0,00024 0 1 7,09 10 7 M.s 1 0,0431 s 1 4 0,00021 0 1 7,33 10 7 M.s 1 0,0454 s 1 5 0,00018 1 1 0,0308 s 1 0,0528 s 1 6 0,00015 1 1 0,0270 s 1 0,0496 s 1 Nilai k obs yang sebenarnya lebih dipilih pada awal reaksi. Pada order yang sama didapat nilai k obs awal dan akhir yang berbeda. 4. Konsumsi H + pada rentang waktu yang cukup lama Peran H + dalam reaksi dilihat dari konsumsi H + pada rentang waktu yang cukup lama dengan cara mengamati ph tiap satuan waktu. Nilai ph dilihat pada tabel 11. Tabel 11. Nilai ph pada konsentrasi H 2 SO 4 6 10 4 M, H 2 O 2 3 10 4 M, dan I 6,3 10 4 M No. Awal reaksi 30 menit 60 menit 1. 3,04 3,15 3,16 2. 3,08 3,10 3,13 3. 3,08 3,10 3,14 Terjadi kenaikan ph selama reaksi yang menandakan berkurangnya H + dalam larutan.

digilib.uns.ac.id 31 B. Pembahasan 1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan absorbtivitas molar I 3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dengan Spektrofotometri Percobaan penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan secara spektrofotometri. Adanya I 2 yang dihasilkan membuat larutan hasil reaksi menjadi berwarna kuning. I 2 yang terbentuk diduga bereaksi sangat cepat dengan I sehingga menghasilkan I 3 yang berwarna kuning tua kecoklatan. Warna inilah yang mendasari pengamatan terhadap produk ini dapat ditelaah secara spektrofotometri. Reaksi pembentukan I 3 tersebut menurut Liebhabsky dan Mohammad berlangsung sesuai reaksi (1). Penjabaran mekanisme untuk menghasilkan I 3 dapat berlangsung seperti reaksi (2.6) sampai (2.10). Gambar 1 menunjukkan adanya serapan I 3 pada panjang gelombang 290.5 nm dengan absorbansi 0,6096 dan panjang gelombang 352.0 nm pada absorbansi 0,4126. Tabel panjang gelombang dengan absorbansi dapat dilihat pada lampiran I. Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang maksimum dengan absorbansi maksimum yakni pada 290,5 nm. Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena perubahan absorbansi pada panjang gelombang maksimal tersebut untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar. Disekitar panjang gelombang maksimal bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum lambertbeer akan terpenuhi. Konsentrasi besar pada titik ini artinya larutan encer masih terdeteksi. Penentuan absorbtivitas molar I 3 Percobaan pengukuran absorbansi dari larutan seri I 3 dilakukan secara triplo pada panjang gelombang maksimum 290,5 nm. Percobaan ini dilakukan dengan spektrofotometri dengan mengamati absorbansi pada beberapa variasi konsentrasi I 3. Konsentrasi I 3 diketahui dari perhitungan konversi massa pereaksi dengan tetapan kesetimbangan I 3 yang telah diketahui seperti pada perhitungan lampiran I. Perhitungan absorbtivitas molar dalam persamaannya

digilib.uns.ac.id 32 digunakan untuk konversi absorbansi menjadi konsentrasi maupun penentuan nilai k obs pada order reaksi tertentu. Absorbansi yang digunakan dalam perhitungan merupakan ratarata absorbansi dari percobaan yang dilakukan secara triplo. Hasil perhitungan dengan memplotkan nilai absorbansi vs konsentrasi I 3 didapatkan slope bernilai 1,41 10 4. Hubungan absorbansi (Abs) dengan konsentrasi adalah Abs = ε.b.c. Nilai slope pada kurva absorbansi vs konsentrasi yang didapatkan merupakan perkalian panjang sel kuvet (b) dengan absorbtivitas molar (ε) I 3. Dengan panjang sel kuvet (b) 1 cm, absorbtivitas molar I 3 pada panjang gelombang 290,5 nm adalah sebesar 1,41 10 4 M 1 cm 1. Perhitungan, data dan gambar grafik ditunjukkan pada lampiran I. 2. Pembuktian Mekanisme Reaksi ditinjau dari Order Reaksi I Pembuktian mekanisme reaksi yang digunakan CopperKoubek merujuk dari hukum lajunya. Pendekatan keadaan mantab dari mekanisme reaksi ini menghasilkan hukum laju seperti pada persamaan [2.3] yaitu pada kondisi tertentu I dapat berorder nol dan satu. Percobaan untuk membuktikan order reaksi terhadap I dilakukan dengan memvariasi konsentrasi I dengan konsentrasi H + dan H 2 O 2 dibuat tetap. Percobaan dengan metode isolasi ini dinilai lebih efektif untuk penentuan order reaksi karena dilakukan pengamatan terhadap satu per satu pereaksi. Untuk kevalidan data maka dilakukan percobaan secara triplo. Perhitungan dilakukan dengan cara integral dengan cara membandingkan nilai regresi pada setiap order reaksi. Pengamatan dilakukan pada awal dan akhir reaksi karena dimungkinkan order reaksi dapat berubah sesuai hukum laju pendekatan keadaan mantap. Hasil perhitungan ditunjukkan pada tabel 7. Order reaksi sebenarnya dipilih dari nilai koefisien korelasi (correl) yang paling mendekati 1 atau 1. Perhitungan rumusan nilai regresi pada setiap order reaksi ditampilkan pada lampiran II. Order reaksi diamati pada order nol dan satu sesuai dengan kemungkinan order reaksi I pada hukum laju pendekatan keadaan mantap seperti pada persamaan [2.3]. Hukum laju tersebut mengisyaratkan adanya

digilib.uns.ac.id 33 perbedaan order reaksi I yaitu nol dan satu tergantung konsentrasi I yang digunakan. Perhitungan juga dilakukan pada order dua untuk memastikan apakah I dalam reaksi tersebut hanya dapat berorder nol dan satu atau dapat berorder lain. Hasil perhitungan membuktikan pada beberapa konsentrasi I yang dilakukan terdapat perbedaan order reaksi. Variasi I dengan konsentrasi 0,00030 M dan 0,00027 M didapat berorder nol baik pada awal reaksi maupun pada akhir reaksi. Hal ini berbeda jika digunakan konsentrasi I 0,00024 M dan 0,00021 M maka akan didapat I berorder nol pada awal reaksi serta beorder satu pada akhir reaksi. Perubahan order reaksi dikarenakan pada awal reaksi, I dengan konsentrasi relatif besar memberikan order nol, dan memberikan order satu diakhir reaksi dengan konsentrasinya yang berkurang. Sementara jika digunakan I 0,00018 M dan 0,00015 M didapat berorder satu pada awal maupun akhir reaksi. Hasil perhitungan tersebut membuktikan bahwa I mempunyai dua order reaksi. Pada percobaan tersebut juga tidak berorder dua menunjukkan bahwa order reaksi sesuai hukum laju yaitu hanya memberi dua kemungkinan yakni I berorder nol dan satu. Percobaan sesuai dengan hukum laju persamaan [2.3], pada konsentrasi I relatif lebih besar sehingga nilai k 1 /k 2 diabaikan maka didapat I berorder nol dan ketika I relatif lebih kecil dibanding k 1 /k 2, nilai I diabaikan maka akan didapat I berorder satu. Mekanisme reaksi yang diyakini CopperKoubek terbukti dengan dilihat dari order reaksi I. Hasil percobaan ini juga menunjukkan bahwa penentuan hukum laju dengan pendekatan keadaan mantap tepat untuk diterapkan pada reaksi kompleks. 3. Penentuan hukum laju reaksi hidrogen peroksida dengan iodida Penentuan hukum laju hidrogen peroksida untuk membuktikan apakah hukum lajunya berupa penjumlahan atau bukan. Reaksi penjumlahan yang dimaksudkan adalah reaksi hidrogen peroksida dengan iodida dengan adanya H + dan tanpa adanya H +. Reaksi dengan adanya H + terbukti dengan adanya serapan I 3 pada spektrofotometri. Sesuai reaksi (2.16) dan (2.17) reaksi

digilib.uns.ac.id 34 hidrogen peroksida dengan iodida tanpa adanya H + akan dihasilkan gas O 2. Pembuktian ada tidaknya O 2 dilakukan dengan menggunakan percobaan dengan sistem buret terbalik yang berisi minyak tanah (sistem alat dapat dilihat pada lampiranv). Percobaan dengan sistem buret terbalik berisi minyak tanah dimaksudkan untuk mengetahui volume O 2 yang dihasilkan dari reaksi dekomposisi H 2 O 2 yang dikatalisis I jika hukum laju tersebut merupakan penjumlahan. Perhitungan jumlah O 2 yang dihasilkan didasarkan pada penurunan volume minyak tanah dalam buret. Percobaan dilakukan pada tiga konsentrasi yang berbeda. Hasil percobaan ditunjukkan pada tabel 8. Pada ketiga konsentrasi tersebut tidak didapatkan penurunan minyak yang berarti tidak ada gas yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan dalam kondisi percobaan ini tidak terjadi reaksi dekomposisi H 2 O 2. Percobaan ini digunakan pada konsentrasi H 2 O 2 yang kecil. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan tidak didapatkannya O 2 dalam reaksi tersebut apakah memang dikarenakan dikarenakan tidak dihasilkannya O 2 dalam reaksi tersebut atau karena konsentrasi pereaksi yang terlalu kecil sehingga O 2 tidak terbaca dalam buret. Konsentrasi H 2 O 2 yang lebih tinggi diduga akan dihasilkan oksigen yang lebih banyak. Percobaan dilanjutkan dengan konsentrasi pereaksi yang lebih besar dengan perbandingan mol yang sama dengan pereaksi awal. Kondisi percobaan dibuat sama dengan sebelumnya. Percobaan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah didapat O 2 pada konsentrasi H 2 O 2 yang lebih besar atau tidak. Jika KI dan asam yang ditambahkan dibuat sama sementara H 2 O 2 dibuat besar maka H 2 O yang juga merupakan produk dominan diduga mampu mengurangi serapan terhadap I 3 yang dihasilkan. Oleh karena itu percobaan dilakukan dengan perbandingan pereaksi yang sama sehingga didapat kondisi yang sama. Hasil percobaan didapat pada tabel 9 yaitu tidak didapatkan volume O 2. Tidak adanya gas O 2 yang dihasilkan menunjukkan bahwa dalam keadaan konsentrasi tersebut tidak terjadi reaksi langsung antara H 2 O 2 dengan I tanpa adanya H + sehingga hanya ada satu mekanisme yang terjadi yaitu mekanisme yang menghasilkan I 3.

digilib.uns.ac.id 35 Hasil yang didapat pada percobaan ini menunjukkan pada kondisi percobaan yang digunakan hukum laju lebih lebih cenderung sebagai hukum laju bukan penjumlahan. Namun tidak menutupi kemungkinan pada kondisi H + yang lebih besar akan didapatkan hukum laju penjumlahan. Kemungkinan yang terjadi dalam kondisi percobaan ini adalah pereaksi H + yang terlalu besar dimungkinkan masih bereaksi dengan bereaksi dengan H 2 O 2 dan I sehingga hanya dihasilkan produk I 3. Kemungkinan reaksi yang terjadi kemudian sebagai berikut: H 2 O 2(aq) + I (aq)+ H + (aq) H 2 O (l) + HOI (aq) lambat (4.19) Setelah zat antara HOI terbentuk, reaksi berlangsung mengikuti mekanisme reaksi (2.8) sampai (2.10). Hukum laju bukan penjumlahan akan memberikan satu nilai k obs yaitu k yang didapatkan dari reaksi hidrogen peroksida dengan iodida dengan adanya H +. Tabel 10 menunjukkan k obs pada awal reaksi dan akhir reaksi. Nilai k obs didapat dari konversi nilai slope dengan rumusan seperti pada lampiran II.Pada kedua tabel tersebut terlihat nilai k obs yang berbeda pada awal dan akhir reaksi. Nilai k obs pada awal reaksi lebih dipercaya sebagai nilai k obs yang sebenarnya karena pada akhirakhir reaksi nilai absorbansi hampir mendekati konstan sehingga perubahan absorbansi tidak begitu signifikan. Selain itu grafik menjadi lebih landai sehingga untuk pengamatan selanjutnya dengan perbandingan order reaksi dapat digunakan perbandingan pada awal reaksi. Untuk kepentingan lain, perbandingan nilai k obs pada saat I berorder satu dipilih pada akhir reaksi karena nilai I berorder satu pada konsentrasi yang menghasilkan dua order pada akhir reaksi. Perbandingan akan lebih mudah dilakukan jika ada kondisi yang sama. Sehingga untuk perbandingan order 1 akan lebih mudah untuk membandingkan nilai k obs pada akhir reaksi. Hukum laju bukan merupakan penjumlahan dimungkinkan mengikuti persamaan [14]. Karena nilai H + dan H 2 O 2 pada semua variasi dibuat berlebih dan konsentrasinya sama maka didapat nilai k obs yang sama pada order I yang sama. Hal ini dikarenakan nilai k obs pada hukum laju bukan penjumlahan hanya dipengaruhi oleh nilai [H + ] dan [H 2 O 2 ], sementara hukum laju penjumlahan

digilib.uns.ac.id 36 juga dipengaruhi nilai k a dan k b yang merupakan tetapan dengan k b merupakan k dekomposisi H 2 O 2. Perhitungan secara statistik dengan uji anava membuktikan bahwa nilai k obs pada order yang sama memenuhi hipotesis data tidak berbeda signifikan. Hal ini sesuai dengan hukum laju bukan penjumlahan dengan didapat nilai k yang sama pada order yang sama. 4. Konsumsi H + pada rentang waktu yang cukup lama Hasil pengamatan terhadap ph campuran dengan konsentrasi seperti tabel 11 menunjukan bahwa ph larutan semakin meningkat dengan semakin lamanya pengamatan. Kenaikan ph menunjukkan berkurangnya H + selama reaksi. Jika H + merupakan katalis maka nilai ph akan cenderung tetap karena H + akan dihasilkan kembali dalam reaksi. Hasil percobaan menunjukkan H + terkonsumsi dalam reaksi tersebut sehingga akan lebih tepat jika dikatakan H + ikut bereaksi sebagai pereaksi bukan sebagai katalis reaksi.