BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1.

II.1. Persiapan II.1.1. Lokasi Penelitian II.1.2. Persiapan Peralatan Penelitian II.1.3. Bahan Penelitian II.1.4.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB 2 STUDI REFERENSI. Gambar 2-1 Kamera non-metrik (Butler, Westlake, & Britton, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Jenis Peta menurut Skala. Secara umum, dasar pembuatan peta dapat dinyatakan seperti Gambar 2.1

LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI I (Individu)

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB III IMPLEMENTASI METODE CRP UNTUK PEMETAAN

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Fotografi 1 Dkv215. Bayu Widiantoro Progdi Desain Komunikasi Visual Fakultas Arsitektur dan Desain Universitas Katolik SOEGIJAPRANATA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi

METODE KALIBRASI IN-FLIGHT KAMERA DIGITAL NON-METRIK UNTUK KEPERLUAN CLOSE- RANGE PHOTOGRAMMETRY

BAB 3 PERBANDINGAN GEOMETRI DATA OBJEK TIGA DIMENSI

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r)

TAHAPAN STUDI. Gambar 3-1 Kamera Nikon D5000

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PELAKSANAAN PENGUKURAN DAN HITUNGAN VOLUME METODE FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DAN METODE TACHYMETRI

BAB 2 STUDI LITERATUR

HASIL DAN ANALISIS. Tabel 4-1 Hasil kalibrasi kamera Canon PowerShot S90

APLIKASI CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY UNTUK PERHITUNGAN VOLUME OBJEK

BAB I PENDAHULUAN I.1

KOREKSI GEOMETRIK. Tujuan :

LAPORAN PRAKTIKUM DIGITAL FOTOGRAMETRI DASAR ACARA II DIGITAL

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS. 4.1 Percobaan Metode Videogrametri di Laboratorium

Analisa Kalibrasi Kamera Sony Exmor Pada Nilai Orientasi Parameter Interior untuk Keperluan Pemetaan (FUFK)

PENGEMBANGAN KAMERA NON-METRIK UNTUK KEPERLUAN PEMODELAN BANGUNAN

3.3.2 Perencanaan Jalur Terbang Perencanaan Pemotretan Condong Perencanaan Penerbangan Tahap Akuisisi Data...

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI

BAB III REKONTRUKSI 3D MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK PHOTOMODELER.

Perbandingan Penentuan Volume Suatu Obyek Menggunakan Metode Close Range Photogrammetry Dengan Kamera Non Metrik Terkalibrasi Dan Pemetaan Teristris

11/15/2013 JENIS KAMERA FOTOGRAFI KAMERA TWIN LENS REFLEX ( TLR )

1.1 Latar belakang Di awal abad 21, perkembangan teknologi komputer grafis meningkat secara drastis sehingga mempermudah para akademisi dan industri

Analisis Kesalahan Pengukuran Kecepatan Akibat Distorsi Lensa

BAB 3 TAHAPAN STUDI. 3.1 Percobaan Videogrametri di Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA. Fotogrametri dapat didefisinikan sebagai ilmu untuk memperoleh

BAB 4 ANALISIS 4.1 Analisis Perbandingan Posisi Titik Perbandingan Posisi Titik dari Elektronik Total Station

Oleh : Ari Bowo Sucipto

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI 2. 1 Fotogrametri

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN : PENGUKURAN DENGAN TOTAL STATION

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kamera

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Dasar-Dasar Fotografi. Multimedia SMKN 1 Bojongsari

BAB 4 ANALISIS 4.1 Analisis Prinsip Penggunaan dan Pengolahan TLS 4.2 Analisis Penggunaan TLS Untuk Pemantauan Longsoran

BAB 3 PEMBAHASAN START DATA KALIBRASI PENGUKURAN OFFSET GPS- KAMERA DATA OFFSET GPS- KAMERA PEMOTRETAN DATA FOTO TANPA GPS FINISH

STEREOSKOPIS PARALAKS

Transformasi Datum dan Koordinat

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

SURVEYING (CIV -104)

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Pertemuan 3. Fotografi ACHMAD BASUKI

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

Teknik Dasar Fotografi. Daniar Wikan Setyanto, M.Sn

BAB 2 STUDI REFERENSI

LCC LP3I Balikpapan 20 Maret

FOTOGRAFI. 1. Jenis Jenis Kamera

Pemetaan Foto Udara Menggunakan Wahana Fix Wing UAV (Studi Kasus: Kampus ITS, Sukolilo)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

Bab III TEORI PENUNJANG

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP

III. BAHAN DAN METODE

BAB IV. Ringkasan Modul:

BAB IV PENGOLAHAN DATA

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

PEMOTRETAN CAGAR BUDAYA

Fotografi 1. Anatomi. KAMERA SLR (single-lens Reflector) Lensa & Jenis Film

Pemodelan 3 Dimensi Candi Wringinlawang Menggunakan Metode Structure From Motion untuk Dokumentasi Cagar Budaya

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Perspective & Imaging Transformation

Metode Titik Kontrol Horisontal 3.1. Metode Survei Klasik Gambar. Jaring Triangulasi

SAMPLING DAN KUANTISASI

BAB II LANDASAN TEORI. pada permukaannya digoreskan garis-garis sejajar dengan jumlah sangat besar.

Pemodelan Bangunan Dengan Memanfaatkan Kamera Non-Metrik

One picture is worth more than ten thousand words

Aplikasi Fotogrametri Jarak Dekat untuk Pemodelan 3D Candi Gedong Songo

Analisa Pengaruh Perbedaan Medium Air dan Udara Terhadap Kalibrasi Kamera Dengan Menggunakan Metode Zhang

III. BAHAN DAN METODE

PEMBUATAN MODEL ORTOFOTO HASIL PERKAMAN DENGAN WAHANA UAV MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FOTOGRAMETRI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Defry Mulia

Visualisasi 3D Objek Menggunakan Teknik Fotogrametri Jarak Dekat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SEKILAS TENTANG PHOTOGRAPHY

BAB 2 STUDI REFERENSI

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, menyebutkan Cagar Budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Anonim, 2010). Upaya pelindungan terhadap Cagar Budaya diperlukan dalam rangka mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan, diantaranya dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran Cagar Budaya. Menurut pasal 53 ayat (4) Undang Undang no 11 tahun 2010 tentang cagar Budaya, pelestarian Cagar Budaya harus didukung oleh kegiatan pendokumentasian sebelum dilakukan kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan keasliannya (Anonim, 2010). Candi Gebang merupakan Candi Hindu yang ditemukan pada tahun 1936 dan diperkirakan dibangun pada sekitar abad ke-8 M. Sebuah Yoni berada di ruang candi, dan sebelah barat Candi Gebang terdapat arca Ganesha, dimana Candi Gebang menghadap ke timur. Salah satu kegiatan dokumentasi Cagar Budaya dapat dilakukan dengan menggunakan fotogrametri jarak dekat, merupakan lingkup fotogrametri diluar pemetaan yang menggunakan foto sebagai sarana pengukuran. Prinsip pengukuran metode ini adalah pengukuran antar titik (tie point) pada posisi yang sama dari sepasang foto stereo yang terorientasi sehingga menghasilkan model tiga dimensi (3D). Proses dilakukan dengan cepat karena data yang diperoleh menggunakan sarana foto yang diproses secara digital. Hasil dari metode ini memiliki kualitas yang baik dan akurat karena menggunakan kamera resolusi tinggi dan pencocokan antar titik yang mencapai sub-pixel, (Aulejtner, 2011). Seiring perkembangan teknologi 1

2 komputer dan digital, metode ini menjadi semakin cepat, efektif, dan fleksibel, dibanding teknologi sejenis untuk dokumentasi lainnya (TLS, Imaging TS, dll), dan metode ini jauh lebih murah (Alby, 2009). Model tiga dimensi (3D) yang dihasilkan oleh sepasang foto dua dimensi (2D) secara tumpang tindih bisa digunakan untuk membuat dokumentasi Cagar Budaya tersebut secara cepat, murah, dan teliti. Berdasarkan uraian mengenai kondisi dan kenyataan yang telah diuraikan tersebut, bisa diketahui bahwa Candi Gebang perlu untuk didokumentasikan sebagai warisan Cagar Budaya yang tak ternilai harganya, dan menjadi salah satu dari sekian banyak situs Cagar Budaya di Indonesia terancam kelestarianya dan perubahan keaslianya. Dokumentasi secara piktorial (gambar, foto, dan video) diperlukan dengan baik, dan periodik, serta fotogrametri jarak dekat menawarkan solusi yang murah, cepat, dan teliti, sehingga fotogrametri jarak dekat diharapkan dapat mendukung solusi penanganan yang tepat dan ideal. I.2. Lingkup Kegiatan 1. Lokasi proyek adalah Candi Gebang terletak di Dusun Gebang, Desa Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta. 2. Kamera yang digunakan adalah Canon 5D Mark II dengan lensa 50mm f1.4. 3. Data Ground Control Point (GCP) diukur dengan menggunakan sistem koordinat lokal yang diperoleh dari alat Total Station Reflectorless. 4. Kalibrasi kamera dilakukan menggunakan software PhotoModeler Scanner. 5. Pengolahan data fotogrametri dalam pembentukan model 3D Candi Gebang menggunakan software PhotoModeler Scanner. 6. Dokumentasi hanya berupa model tiga dimensi Candi Gebang. I.3. Tujuan Tujuan dari pekerjaan ini adalah melakukan pemodelan tiga dimensi (3D) yang digunakan untuk pendokumentasian Candi Gebang, dengan patung Ganesha sebagai karakteristik Candi Gebang, dimana nilai resolusi spasial yang dihasilkan adalah kurang dari 5mm.

3 I.4. Manfaat Manfaat dari kegiatan aplikatif ini adalah dapat mengetahui metode pembuatan model tiga dimensi (3D) dan tingkat ketelitiannya. Secara umum hasil pemodelan tiga dimensi (3D) dapat dimanfaatkan sebagai dasar dokumentasi untuk berbagai keperluan Cagar Budaya. Hasil kegiatan aplikatif ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya, dengan menerapkan metode fotogrametri jarak dekat menggunakan kamera non metrik di berbagai keperluan pemodelan tiga dimensi (3D), terutama pada penelitian yang memfokuskan pada perbandingan ketelitian. I.5. Landasan Teori I.5.1. Cagar Budaya Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, pasal 5, mengenai kriteria Cagar Budaya, yaitu benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria, (Anonim, 2010): 1. Berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih. 2. Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun. 3. Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan. 4. Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Pelindungan terhadap Cagar Budaya dilakukan untuk menghindari terjadinya perubahan keasliannya, sehingga pentingnya kegiatan pendokumentasian Cagar Budaya merupakan upaya perekaman dan pencatatan dalam rangka pelestarian Cagar Budaya. Dokumentasi piktorial adalah dokumen hasil perekaman data tentang obyek dan kondisi terkait dengan obyek yang meliputi, pembuatan sketsa, gambar, denah, peta, foto dan rekaman video, sehingga kamera sebagai salah satu alat dalam kegiatan pendokumentasian. (Anonim, 2013)

4 I.5.2. Kamera. Kamera adalah alat perekam yang dapat menyajikan informasi dan menghasilkan foto yang dari suatu obyek. Salah satu jenis kamera yang menghasilkan kualitas foto yang baik yaitu kamera Digital Single Lens Reflex (DSLR), adalah refleksi lensa tunggal yang digunakan pada kamera digital dalam perekaman obyek. Sensor gambar dan jendela bidik adalah tempat yang dituju berkas cahaya, sehingga memungkinkan pengguna kamera untuk merekeam obyek sesuai apa yang dilihat pada jendela bidik. Seluruh kamera Digital Single Lens Reflex (DSLR) pada umumnya memiliki mekanisme yang sama, pada saat perekaman berkas cahaya (Anonim,2013). Gambar.I.1. Kamera Digital Single Lens Reflex (DSLR) (Anonim, 2013) Mekanisme pangambilan gambar pada kamera Digital Single Lens Reflex (DSLR) pada umumnya tiap kamera Digital Single Lens Reflex (DSLR) sama. Cahaya yang masuk melewati lensa (1) selanjutnya cahaya akan dipantulkan oleh cermin refleksi (2) yang dipasang pada posisi kemiringan 45 derajat dan cahaya diproyeksikan ke layar fokus (3). Cahaya dipantulkan di dalam penta prisma (4), sehingga gambar obyek dapat dilihat oleh mata manusia melalui jendela bidik (5). Ketika pengambilan obyek maka cermin refleksi (2) akan melipat/naik ke arah panah, sehingga cahaya dari lensa (1) langsung menuju ke arah dan membuka rana (6), kemudian cahaya akan direkam oleh sensor gambar digital (7) dan hasil rekaman diteruskan ke prosesor kemudian gambar disimpan di media penyimpanan.

5 I.5.2.1. Sensor kamera. Ada 2 jenis sensor pada kamera dengan berbasis CCD (Charge Coupled Device) atau CMOS (complementary metal oxide semi-conductor). Perbedaan antara CCD dan CMOS adalah pada bahan yang digunakan dan transportasi informasi elektro-magnetik. CMOS memiliki konsumsi daya yang lebih kecil, high dynamic range (frekuensi gambar yang tinggi), kisaran dinamis tinggi dan noise yang lebih rendah. Unsur-unsur sensor kamera meliputi, (Aulejtner, 2011) : 1. Resolusi spasial. Resolusi spasial kamera adalah sebuah pixel yang memiliki ukuran (size). Ground Sampling Distance (GSD) adalah foto yang memiliki ukuran piksel pada waktu perekaman, (Soeta at, 2011). GSD = Angka skala foto X Resolusi spasial....... (I.1) Angka skala foto = panjang fokus (f) / jarak pemotretan (H).(I.2) Resolusi spasial = ukuran sensor / resolusi..(i.3) 2. Resolusi warna. Resolusi warna adalah tingkat kepekaan warna-warna dari gelap ke terang, dengan paling gelap (hitam) memiliki nilai 0 dan paling terang (putih) memiliki nilai 255, (Soeta at, 2011). I.5.2.2. Field of view (sudut kamera). Kamera dengan sudut field of view yang besarnya di bedakan menjadi, (Soeta at 2011): a. Normal angel jika besar sudutnya sampai dengan 75 b. Wide angel jika besar sudutnya dari 75 sampai dengan 100 c. Super wide angel jika besar sudutnya lebih besar dari 100 Besar sudut dapat ditentukan dengan cara mengetahui ukuran sensor dan panjang fokus kamera, sehingga di rumuskan sebagai berikut, (Soeta at 2011) : Field of view = sudut suatu kamera A A dihitung dari : A = 2 arc Tan (d/2f).........(i.4) Keterangan : d : diameter sensor, f : panjang fokus kamera

6 I.5.2.3. Eksposur. Eksposur adalah jumlah cahaya yang diterima oleh sensor yang ditentukan oleh seberapa luas membuka diafragma lensa (aperture) dan seberapa lama penyimpanan cahaya pada sensor ditentukan oleh rana (shutterspeed). Hasil foto yang kekurangan sinar lebih sering disebut under eksposur dan sebaliknya pada foto yang kelebihan sinar sering di sebut over eksposur. Hal ini di pengaruhi oleh pengaturan diameter diafragma (aperture), pengaturan kecepatan pengambilan gambar (shutterspeed), dan sensivitas tingkat kecerahan (ISO), sehingga persamaan (I.6) untuk mengetahui diameter lubang diafragma, (Soeta at 2011). Diameter lubang diafragma : F-stop = f/d.... (I.6) Luas lubang diafragma : Luas lubang diafragma = ( π. d 2 ) / 4... (I.7) Keterangan : d : f / f-stop d : diameter lubang f : panjang fokus kamera I.5.2.4. Kalibrasi Kamera. Fungsi kalibrasi kamera dalam fotogrametri jarak dekat adalah menentukan parameter-parameter geometrik lensa dan mengevaluasi baik kinerja maupun stabilitas antara lensa dan kamera. PhotoModeler Scanner memiliki program kalibrasi built-in yang sederhana untuk memproses dan menyimpan Interior Orientation Parameters (IOPs). Proses kalibrasi pada umumnya dilakukan dengan memotret sejumlah target, kemudian hasil pemotretan dihitung posisi dari target tersebut. Pada kamera non metrik perlu dikalibrasi, sehingga memperoleh parameter-parameter sebagai berikut, (Alan Walford, 2013) : 1. Focal Length (panjang fokus) 2. W, H (ukuran sensor) 3. x p, y p (koordinat titik utama) 4. K1, K2, K3 (parameter distorsi radial) 5. P1, P2 (parameter distorsi de-centering).

7 I.5.3. Fotogrametri Jarak Dekat Fotogrametri jarak dekat merupakan fotogramerti non pemetaan. Hal yang membedakan pada konsep fotogrametri jarak dekat dengan fotogrametri pada umumnya adalah obyeknya. Kualitas obyek pada foto ditentukan dari kemampuan kamera yang digunakan. Prinsip dasar dari proses fotogrametri jarak dekat adalah adalah model tiga dimensi (3D) diperoleh dari pengukuran tumpang tindih antar foto dengan sudut pandang yang berbeda dan pengukuran dari orientasi kamera. Kalibrasi pada kamera non metrik dapat di selesaikan dengan bantuan komputerisasi sehingga mengetahui parameter kamera dan lokasi kamera, yang nantinya mendapatkan nilai dari hasil pengukuran orientasi kamera (interior orientation, eksterior orientation, absolut orientation, dan bundle adjustment), (Aulejtner, 2011). Model tiga dimensi (3D) dibentuk dari point clouds yang dihasilkan oleh foto stereo secara otomatis, di proses secara komputerisasi. Pembuatan point clouds terkadang tidak sesuai, sehingga perlunya pemilihan data point clouds yang sesuai dengan kerapatan yang diinginkan dan keaslian bentuk obyek. Gambar.I.2. Prinsip fotogrametri dari pengukuran 3D, (Luhmann et al, 2006) Pengukuran titik tiga dimensi (3D) dengan obyek (P) diperoleh dari sepasang kamera dengan pusat proyeksi (O,O ) yang menghasilkan proyeksi (P ), sehingga dapat mengetahui posisi arah sumbu kamera (c), jarak antara sepasang kamera (b), dan jarak antara sepasang kamera (h) terhadap obyek saat pemotretan dilakukan.

8 I.5.3.1. Sistem koordinat piksel. Foto dari hasil pemotretan memiliki ukuran resolusi piksel yang dibagi menjadi kotak kotak. Kotak-kotak (grid) piksel dimulai dari pojok kiri atas. Nomor baris di mulai dari paling atas dan semakin membesar kearah bawah, sedangkan untuk nomor kolom di mulai dari kiri atas dan semakin membesar kearah kanan (Gambar 1.3). Penempatan nilai koordinat baris pada sisi kiri dan kolom pada sisi kanan, (Soeta at,2011). 1 2 3 1 (1,1) (1,2) (1,3) 2 (2,1) (2,2) (2,3) 3 (3,1) (3,2) (3,3) Kolom Piksel baris ke 2 dan kolom ke 3 Baris Gambar 1.3. Sistem koordinat piksel (Soeta at,2011). I.5.3.2. Sistem koordinat foto. Sistem koordinat foto adalah foto dari kamera nonmetrik maupun kamera metrik dengan sistem kartesi 3D, yang di mulai dari piksel yang berada di bagian tengah foto, dan mempunyai unit metrik (mm). Sumbu x positif ke arah kanan, sedangkan sumbu y positif kearah atas (tegak lurus terhadap sumbu x), dan sumbu z menggunakan sistem tangan kanan, (Soeta at, 2011). I.5.3.3. Sistem koordinat obyek. Sistem koordinat Cartesian, dikenal sebagai sistem koordinat dunia, atau global. Sistem ini digunakan untuk semua foto-foto yang didefinisikan oleh titik referensi pada obyek, sehingga semua foto-foto yang direferensikan menjadi sebuah sistem koordinat yang digunakan, (Aulejtner, 2011).

9 I.5.3.4. Orientasi dalam (interior orientation). Tujuan dari orientasi dalam adalah membuat kembali atau merekonstruksi arah-arah sinar dengan bentuk geometri sinarsinar yang diproyeksikan sama dengan geometri foto aslinya, (Suharsana, 1999). I.5.3.5. Orientasi luar (exterior orientation).orientasi luar adalah orientasi kamera dalam ruang, terdiri enam parameter yang menggambarkan posisi sistem koordinat kamera (Gambar I.4). Orientasi luar digunakan pada fotogrametri jarak dekat,. Enam parameter dalam sumbu koordinat (X, Y, Z) orientasi luar adalah sebagai berikut, (Aulejtner, 2011) : 1. Xo, Yo, Zo (koordinat saat pemotretan) 2. φ, κ, ω (rotasi sudut ) Gambar.I.4. Orientasi luar. (Luhmann et al, 2006) Orientasi luar digunakan untuk menentukan posisi (X, Y, Z) dan rotasi (ω,, ) dari sebuah kamera pada saat pemotretan dilakukan. Posisi dan rotasi kamera tersebut di hitung dari persamaan kolinier yang telah dilakukan digitasi terhadap foto (paling tidak pada 3 buah titik kontrol) yang tidak segaris. Model matematik yang menghubungkan sistem koordinat kamera (x,y) dengan orientasi kamera dikenal sebagai persamaan garis (berkas) sinar atau persamaan kolinier pada persamaan (I.14) dan (I.15), (Soeta at, 2011).

10 I.5.3.6. Bundle adjustment. Menghubungan secara langsung sistem koordinat foto ke sistem koordinat peta merupakan prinsip dari bundle adjustment (Gambar.I.5), dimana tahap orientasi absolut dan orientasi relatif tidak dilakukan, (Harintaka, 2008). Gambar I.5. Hubungan antara sistem koordinat foto dan sistem koordinat peta. (Harintaka, 2008) Persamaan kolinier adalah inti dari fotogrametri jarak dekat, sehingga mendasari perhitungan bundle adjustment. Koordinat obyek di dapat dari persamaan kolinier dari yang berasal dari koordinat foto. Sehingga persamaan kolinier sebagai berikut, (Soeta at, 2011) : X x XO Y = λ. R. y + YO Z - f ZO....(I.8)

11 Keterangan : X, Y, Z : Sistim koordinat obyek (model) x, y : Sistem koordinat foto (piksel) : Panjang fokus kamera λ : Skala foto Xo, Yo, Zo : Koordinat saat pemotretan R : Matriks rotasi 3D f r11 r12 r13 R = r21 r22 r23 r31 r32 r33.. (I.9) Keterangan : r11 : cos. cos κ r12 : sin ω. sin. cos κ + cos ω. sin κ r13 : - cos ω. sin. cos κ + sin ω. sin κ r21 : - cos. sin κ r22 : - sin ω. sin. sin κ + cos ω. cos κ r23 : cos ω. sin. sin κ + sin ω. cos κ r31 : sin r32 : - sin ω. cos r33 : cos ω. cos Matrik R adalah orthogonal, sehingga R T = R -1. Bila λ -1 = s, maka persamaan (I.8) menjadi, (Soeta at, 2011) : x y = s. R T. - f X XO Y YO Z ZO. (I.10)

12 Atau : x = s [ r11 ( X - XO ) + r21 ( Y - YO ) + r31 ( Z - ZO ) ] (I.11) y = s [ r12 ( X - XO ) + r22 ( Y - YO ) + r32 ( Z - ZO ) ] (I.12) - f = s [ r13 ( X - XO ) + r23 ( Y - YO ) + r33 ( Z - ZO ) ]... (I.13) Apabila persamaan (I.11) dibangi dengan persamaan (I.13), sehingga diperoleh persamaan (I.14) dan persamaan (I.12) dibangi dengan persamaan (I.13), sehingga diperoleh persamaan (I.15) adalah persamaan kolinier, (Soeta at, 2011) : x f y f r11( X XO) r21( Y YO) r31( Z ZO)... (I.14) r13( X XO) r23( Y YO) r33( Z ZO) r12( Z XO) r22( Z YO) r32( Z ZO)... (I.15) r13( Z XO) r23( Z YO) r33( Z ZO) I.5.3.7. Pengambil foto. Foto yang diambil harus dengan tumpang tindih. Posisi kamera berpindah sepanjang obyek dalam pengambilan foto, dan membuat foto-foto yang diambil merupakan sepasang foto stereo, sehingga posisi kamera tidak pada posisi yang sama dan mengambil foto dengan berputar di satu lokasi. Tumpang tindih antara posisi kamera yang untuk model 360 derajat (Gambar I.6), sebaliknya pengambil foto dengan posisi sejajar terhadap obyek (Gambar I.7). Foto-foto harus diambil dari posisi yang dekat satu sama lain, dan pada sudut rendah, (Alan Walford, 2013). Gambar.I.6. Pemotretan obyek 360 derajat, (Alan Walford, 2013).

13 Gambar.I.7. Pemotretan sejajar terhadap obyek (Alan Walford, 2013). I.5.3.8. Base to height ratio. Base to height (b/h) ratio adalah istilah yang digunakan dalam fotogrametri. Hal ini didefinisikan sebagai rasio pemisaha atau perbandingan antara jarak sepasang kamera dan jarak dari kamera ke permukaan, (Gambar I.8). Rasio terbaik yang sesuai software PhotoModeler Scanner sekitar 0,3, tetapi ada beberapa toleransi, dimana rasio lebih kecil (paling kecil 0.2 ) atau lebih besar juga dapat bekerja (paling besar 1.0). Base adalah jarak antara kamera dengan kamera lainya, sedangkan height adalah jarak dari kamera ke permukaan. (Alan Walford, 2013). Gambar.I.8. Perbandingan jarak antara sepasang kamera dan jarak antara kamera terhadap obyek. (Anonim,2013)

14 I.5.4 Distribusi Titik kontrol dan Titik Ikat. Ground Control Point (GCP) atau titik kontrol adalah titik lokasi yang diketahui atau diidentifikasi dalam ruang nyata (di tanah), dan Ground Control Point (GCP) digunakan untuk verifikasi posisi fitur peta. Ground Control Point (GCP) berfungsi sebagai titik sekutu antara sistem koordinat peta dan sistem koordinat foto. Independent Check Point (ICP) atau titik cek adalah sebagai kontrol kualitas dari obyek dengan cara membandingkan koordinat model dengan koorsinat sebenarnya. Ground Control Point (GCP) dan Independent Check Point (ICP) pada umumnya dibuat menyebar dipinggiran foto dan diadakan sengan dua cara, yaitu (Harintaka, 2008) : 1. Pre-marking adalah mengadakan titik target sebelum pemotretan dilaksanakan. 2. Post-marking adalah mengidentifikasi obyek yang terdapat pada foto, kemudian ditentukan koordinat petanya. Tie point atau titik ikat adalah titik sekutu yang merupakan titik sekutu antar foto yang saling bertampalan. Tie point selalu dibuat dengan cara post-marking, yaitu menidentifikasi obyek yang sama pada daerah foto yang bertampalan. Akurasi dan presisi adalah faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Ground Control Point (GCP) yang berkualitas. Perbendaan antara akurasi dan presisi pada Gambar I.9. Gambar I.9. Akurasi dan presisi (Sedorovich, 2010) Pada Gambar I.9 adalah menjelaskan perbedaan antara akurasi dan presisi. Gambar I.9.a adalah ketepatan akurasi dan presisi yang baik, dimana posisi titik-titik yang berkelompok pada target. Gambar I.9.b adalah presisi yang baik dan kurang akurasi, dimana pengelompokan masih tepat tetapi tidak akurat karena posisi titik-titik

15 tidak berpusat pada target. Gambar I.9.c menunjukkan ketidaktepatan pada akurasi dan presisi, dimana titik-titik tidak berkelompok dan tidak berpusat pada target. Keakuratan proses akurasi dievaluasi dengan menghitung Root Mean Square (RMS) Error disetiap titik. Root Mean Square (RMS) Error adalah perbedaan antara hasil koordinat Ground Control Point (GCP) yang diinginkan dan hasil koordinat sebenarnya (koordinat tanah), dititik yang sama. Root Mean Square (RMS) Error pada Ground Control Point (GCP) dihitung sesuai dengan persamaan berikut, (ELtohamy, 2009) : RMS (X) =....... (I.16) RMS (Y) =...... (I.17) RMS (T) =... (I.18) Keterangan : ΔXi, ΔYi = resid.uals dari titik ( i ) pada arah X and Y. T = total RMS error n = jumlah dari GCP i = nomer GCP Beberapa faktor yang mempengaruhi keakuratan kegiatan fotogrametri jarak dekat dari yang paling penting adalah (Alan Walford, 2013) : 1. Resolusi Foto. Resolusi foto ditentukan oleh kemampuan dari kamera digital. Penggunaan peralatan (kamera dan lensa) untuk mendapatkan hasil foto yang baik. 2. Kalibrasi kamera. Kalibrasi merupakan proses penentuan kamera panjang fokus (focal length), ukuran sensor (format size), titik utama (principal point), dan distorsi lensa (lens distortion).

16 3. Sudut antar Foto. Sudut antar foto merupakan pengambilan obyek foto dengan lokasi kamera yang berbeda. Untuk memberikan hasil sudut terbaik dilakukan penyebaran posisi kamera 4. Kualitas orientasi foto. Proses Orientasi pada pengolahan foto dilakukan oleh software PhotoModeler Scanner, dengan cara menghitung lokasi dan sudut kamera untuk setiap foto. Orientasi yang akurat untuk setiap lokasi kamera merupakan salah satu faktor yang signifikan terhadap akurasi proyek.