ANALISIS KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2013

dokumen-dokumen yang mirip
INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2011/2012

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

PROFIL KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G /

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013

Cover dalam.

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan Tengah Agustus 2017

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2012

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR. Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kalimantan Tengah. Jembatan Kahayan

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2014

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun


Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Mamuju merupakan publikasi tahunan yang diterbitkan BPS Kabupaten Mamuju. Publikasi ini memuat

BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN GUNUNGKIDUL WELFARE INDICATORS OF GUNUNGKIDUL REGENCY 2015

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PANDEGLANG

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau

PENDAHULUAN Latar Belakang

BADANPUSATSTATISTIKPROVINSILAMPUNG

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2011

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH, AGUSTUS 2010

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

STATISTIK GENDER 2011

pareparekota.bps.go.id

Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Tual

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH


Profile Perempuan Indonesia

KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

STATISTIK PEMUDA BLORA TAHUN 2015

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN : Bappeda Kabupaten Paser bekerjasama dengan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser


madiunkota.bps.go.id

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

KATA PENGANTAR. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009

PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI DI INDONESIA 2013


INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PANDEGLANG

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Indikator

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA BONTANG KOTA BONTANG

VISI PAPUA TAHUN

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -


Indikator Kesejahteraan Rakyat 2014

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

INIJIKATDR RAKYAT. ~~QI!i. l~e~ejaht&raan. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekalongan dengan Badan Pusat Statistik Kota Pekalongan

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014

PENYUSUNAN DATA SOSIAL EKONOMI DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2008

Katalog BPS :

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan

A. Keadaan Geografis Dan Topografi

PENDAHULUAN SUMBER DATA


STRUKTUR DATA BPS DAN PROSEDUR MENDAPATKAN DATA DI BPS Hady Suryono 8 Maret 2016

BAB II ASPEK STRATEGIS


Katalog BPS : STATISTIK DAERAH KECAMATAN RANCASARI BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG

Katalog :

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA MAKASSAR

Katalog BPS :

BAB IV GAMBARAN UMUM

STATISTIK DAERAH KECAMATAN RANCASARI 2016 ISSN : - No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BUKIT BATU 2013

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DKI JAKARTA AGUSTUS 2017

Statistik Daerah Kabupaten Bintan

TIGA PULUH DUA TAHUN PERJALANAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL DI PROPINSI BENGKULU (1972 SAMPAI DENGAN 2010)


KATA PENGANTAR. iii. Alfatah Sibua, S.Ag, M.Hum. Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2015

BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA

Katalog BPS :

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

ANALISA DAMPAK PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP TOTAL ANGKA KELAHIRAN DI PROVINSI MALUKU

Transkripsi:

ANALISIS KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2013

ANALISIS KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2013 No. Publikasi : 62520.1404 Katalog BPS : 4102004.62 Ukuran Buku Jumlah Halaman :15 cm x 21 cm : xii + 122 halaman Naskah : Bidang Statistik Sosial Tim Penyusunan Naskah : Penanggung Jawab Umum : Dr. Ir. Sukardi, M.Si Koordinator : Syafi i Nur Anggota : Yanis Habibie Iskandar Sri Isnawati Ikhlas Mukmin Radian Gambar Kulit dan Tata Letak : Bidang Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik Koordinator : Bob Setiabudi Anggota : Ervin Prasetyaning Astuti Diterbitkan Oleh : Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... xi BAB I PENDAHULUAN... 3 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 4 1.3 Sistematika Penyusunan Indikator... 5 1.4 Sumber Data dan Indikator... 5 BAB II KEPENDUDUKAN... 9 2.1 Jumlah dan Komposisi Penduduk... 10 2.2 Persebaran dan Kepadatan Penduduk... 12 2.3 Keluarga Berencana (KB)... 15 BAB III P E N D I D I K A N... 21 3.1 Keadaan Sarana Pendidikan... 22 3.2 Angka Melek Huruf... 23 3.3 Partisipasi Sekolah... 25 3.4 Pendidikan yang Ditamatkan... 30 3.5 Rata-rata Lama Sekolah... 32 BAB IV KETENAGAKERJAAN... 35 4.1 Penduduk Usia Kerja... 36 4.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)... 38 4.3 Lapangan Pekerjaan... 41 4.4 Status Pekerjaan... 43 4.5 Jam Kerja... 45 BAB V K E S E H A T A N... 49 5.1 Anak Lahir Hidup... 50 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 v

5.2 Angka Kematian Bayi... 53 5.3 Angka Harapan Hidup... 55 5.4 Status Kesehatan... 56 5.5 Sarana dan Prasarana Kesehatan... 60 5.6 Pemanfaatan Fasilitas Tenaga Kesehatan... 62 BAB VI TARAF DAN POLA KONSUMSI... 71 6.1 Pengeluaran Rumah Tangga... 72 6.2 Konsumsi Energi dan Protein... 77 BAB VII PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN... 83 7.1 Berbagai Unsur Rumah/Tempat Tinggal... 85 7.2 Fasilitas Tempat Tinggal... 92 BAB VIII K E M I S K I N A N... 105 8.1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan... 106 8.2 Perubahan Garis Kemiskinan... 107 8.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan.. 110 8.4 Tingkat Kemiskinan Menurut Provinsi di Pulau Kalimantan... 113 BAB IX SOSIAL LAINNYA... 117 9.1 Akses Pada Teknologi Komunikasi dan Informasi... 117 9.2 Pemberian Kredit Usaha dan Pelayanan Kesehatan Gratis... 119 9.3 Tindak Kejahatan... 121 vi Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Tabel 2.2. Tabel 2.3. Tabel 2.4. Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 3.4. Tabel 3.5. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2013 (ribu)... 10 Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2013... 11 Luas Wilayah, Jumlah, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota, 2013... 14 Persentase Wanita Umur 15-49 Tahun yang Berstatus Kawin Menurut Kelompok Umur dan Alat/Cara KB yang Sedang Digunakan, 2013... 17 Angka Melek Huruf Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 2012-2013... 24 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2006-2013... 27 Angka Partisipasi Murni (APM) Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin, 2012-2013... 29 Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, Daerah Tempat Tinggal, dan Jenis Kelamin, 2011-2013... 31 Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Umur 13 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 2013... 33 Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan dan Jenis Kelamin, 2013... 37 Persentase TPAK, Tingkat Kesempatan Kerja, dan Tingkat Pengangguran Terbuka, 2011-2013... 40 Persentase Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin, 2012-2013... 42 Persentase Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin, 2012-2013... 44 Persentase Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Jam Kerja dan Jenis Kelamin, 2012-2013... 46 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 vii

Tabel 5.1. Tabel 5.2. Tabel 5.3. Tabel 5.4. Rata-rata Anak yang Pernah Dilahirkan Hidup Menurut Kabupaten/Kota dan Kelompok Umur Ibu, 2013... 51 Angka Kesakitan Menurut Kabupaten/Kota dan Daerah Tempat Tinggal,2012-2013... 57 Rata-rata Lama Sakit Menurut Kabupaten/Kota dan Daerah Tempat Tinggal, 2012-2013... 58 Persentase Anak-anak Menurut Daerah Tempat Tinggal dan Keluhan Kesehatan Utama yang Dialami, 2013... 59 Tabel 5.5. Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kalimantan Tengah, 2000-2013.. 61 Tabel 5.6. Tabel 5.7. Tabel 5.8. Tabel 5.9. Tabel 6.1. Tabel 6.2. Tabel 6.3. Tabel 7.1. Tabel 7.2. Tabel 7.3. Tabel 7.4. Tabel 7.5 Angka Kunjungan ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota, 2013... 63 Persentase Kunjungan Penduduk ke Pelayanan Kesehatan Menurut Tempat Pelayanan Berdasarkan Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 2013... 64 Persentase Penolong Persalinan Balita Menurut Daerah Tempat Tinggal, 2012-2013... 67 Persentase Penduduk Sakit yang Pernah Mengobati Sendiri Menurut Kabupaten/Kota dan Daerah Tempat Tinggal, 2013... 68 Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran, 2009-2013 (rupiah)... 73 Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran, 2010-2013 (rupiah)... 76 Rata-rata Konsumsi Kalori dan Protein Per Kapita Sehari Menurut Kelompok Makanan dan Daerah Tempat Tinggal, 2013... 78 Persentase Rumah tangga Menurut Status Penguasaan Tempat Tinggal, 2012-2013... 85 Persentase Rumah Tangga Menurut Luas Lantai Rumah, 2008-2013... 87 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Lantai Rumah Terluas, 2008-2013... 88 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Atap Rumah Terluas, 2008-2013... 90 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Dinding Rumah Terluas, 2008-2013... 91 viii Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

Tabel 7.6. Tabel 7.7. Tabel 7.8. Tabel 7.9. Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Air Minum, 2008-2013... 93 Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum yang Dipergunakan, 2008-2013... 94 Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Penerangan, 2008-2013... 95 Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Tempat Buang Air Besar, 2008-2013... 97 Tabel 7.10. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Kloset, 2008-2013... 98 Tabel 7.11. Tabel 7.12. Tabel 8.1. Tabel 8.2. Tabel 8.3. Tabel 9.1. Tabel 9.2. Persentase Rumah Tangga Menurut Tempat Pembuangan Akhir Tinja, 2010-2013... 99 Persentase Rumah Tangga Menurut Bahan Bakar/Energi Utama Untuk Memasak, 2011-2013... 100 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah Tempat Tinggal, 2007-2014... 107 Garis Kemiskinan Menurut Daerah Tempat Tinggal dan Jenis Komoditi, 2007-2014... 109 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) Menurut DaerahTempat Tinggal, 2007-2014.. 111 Persentase Rumah Tangga yang Mempunyai Akses Teknologi Komunikasi dan Informasi Menurut Jenis Komunikasi dan Informasi dandaerah Tempat Tinggal, 2013... 119 Persentase Rumah Tangga Penerima Kredit Usaha dan Penerima Pelayanan Kesehatan Gratis Menurut Daerah Tempat Tinggal, 2013... 120 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 ix

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Piramida Penduduk, 2013... 12 Gambar 2.2. Persentase Penduduk Wanita Pernah Kawin Umur 15-49 Tahun yang Sedang Menggunakan KB Menurut Kelompok Umur, 2013... 16 Gambar 3.1. Rasio Murid Terhadap Guru Menurut Tingkat Sekolah Tahun Ajaran 2011/2012 dan 2013/2014... 23 Gambar 3.2. Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin, 2013... 32 Gambar 4.1. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan, 2013... 38 Gambar 4.2. TPAK Menurut Jenis Kelamin, 2011-2013... 39 Gambar 4.3. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Agustus 2013... 41 Gambar 5.1. Rata-rata Anak yang Pernah Dilahirkan Hidup Menurut Kelompok Umur Ibu, 2012-2013... 52 Gambar 5.2. Angka Kematian Bayi (AKB) Menurut Jenis Kelamin, 2010-2013... 54 Gambar 5.3. Angka Harapan Hidup (e 0 ) Menurut Jenis Kelamin, 1971-2010... 55 Gambar 6.1. Persentase Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran, 2012-2013... 74 Gambar 6. 2. Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Daerah Tempat Tinggal, 2013... 75 Gambar 6.3. Persentase Rata-rata Konsumsi Kalori Per Kapita Sehari Menurut Kelompok Makanan dan Daerah Tempat Tinggal, 2013... 79 Gambar 6.4. Persentase Rata-rata Konsumsi Protein Per Kapita Sehari Menurut Kelompok Makanan dan Daerah Tempat Tinggal, 2013... 80 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 xi

Gambar 7.1. Persentase Rumah Tangga Menurut Status Penguasaan Tempat Tinggal dan Daerah Tempat Tinggal, 2013... 86 Gambar 7.2. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Lantai Rumah Terluas, 2013... 88 Gambar 7.3. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Dinding Rumah Terluas dan Daerah Tempat Tinggal, 2013... 91 Gambar 7.4. Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Air Minum dan Daerah Tempat Tinggal, 2013... 92 Gambar 7.5. Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Penerangan dan Daerah Tempat Tinggal, 2013... 95 Gambar 7.6. Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Tempat Buang Air Besar dan Daerah Tempat Tinggal, 2013... 97 Gambar 7.7. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Kloset dan Daerah Tempat Tinggal, 2013... 98 Gambar 7.8. Persentase Rumah Tangga Menurut Bahan bakar/energi Utama Untuk Memasak dan Daerah Tempat Tinggal, 2013... 101 xii Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah kesejahteraan yang tercantum dalam dokumen resmi negara seperti UUD 1945, sebenarnya mempunyai makna dan pengertian yang sangat luas. Kesejahteraan tidak saja menyangkut aspek yang bersifat lahiriah atau material tetapi juga bersifat batiniah atau spiritual. Sedemikian luasnya aspek-aspek yang tercantum dalam istilah tersebut sehingga data statistik yang konvensional, seperti pendapatan per kapita sangatlah tidak memadai untuk menampung makna kesejahteraan yang dimaksud. Peningkatan pendapatan per kapita sudah tentu merupakan bagian penting dari upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal demikian belum memadai untuk membangun manusia seutuhnya, seperti istilah yang tercantum dalam dokumen resmi negara, yang secara jelas menggambarkan luasnya muatan kesejahteraan. Dimensi kesejahteraan rakyat disadari sangat luas dan kompleks, sehingga suatu taraf kesejahteraan rakyat hanya dapat terlihat (visible) melalui suatu aspek tertentu. Oleh karena itu, dalam publikasi ini kesejahteraan rakyat diamati dari berbagai aspek yang spesifik, yaitu kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, konsumsi rumah tangga, perumahan, dan sosial lainnya. Setiap aspek disajikan secara terpisah dalam bab tersendiri. Selain itu, tidak semua permasalahan kesejahteraan rakyat dapat diamati dan dapat diukur. Pada aspek yang begitu luas sangat tidak mungkin untuk menyajikan data statistik yang mampu mengukur segi kesejahteraan rakyat. Publikasi ini Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 3

hanya menyajikan permasalahan kesejahteraan rakyat yang dapat diamati dan terukur (measurable welfare) baik dengan menggunakan indikator tunggal maupun indikator komposit. Untuk itu, kerangka kajian yang bertujuan untuk menilai berbagai masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat dan pencapaian sasaran pembangunan yang telah ditetapkan perlu dilakukan. Disamping itu kajian ini perlu juga mempelajari hambatan dan kendala yang mungkin ada selama pelaksanaan pembangunan berlangsung. Untuk mencapai keberhasilan pembangunan sosial tersebut, sangat diperlukan adanya data/informasi yang bisa memberikan gambaran tentang taraf kemerataan dan perkembangan kesejahteraan rakyat sebagai dampak pembangunan yang berkelanjutan. Indikator-indikator yang disajikan merupakan indikator hasil (keadaan sosial) atau dampak (output or impact indicators) yang menggambarkan pengaruh atau dampak langsung dari pembangunan. Hal ini perlu disusun sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan ukuran untuk menilai derajat kesejahteraan yang telah dicapai selama ini, disamping itu juga terkandung berbagi informasi yang bisa dijadikan bahan penyusunan perencanaan pembangunan di masa mendatang. 1.2 Maksud dan Tujuan Penyusunan Analisis Kesejahteraan Rakyat Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2013 ini untuk memberikan gambaran yang jelas secara statistik dan berkesinambungan dalam pelaksanaan program pembangunan, yang pada gilirannya dapat dijadikan bahan/kerangka perumusan kebijaksanaan dan program-program pengembangan/peningkatan pembangunan di bidang kesejahteraan rakyat. 4 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

1.3 Sistematika Penyusunan Analisis Analisis Kesejahteraan Rakyat Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2013 terbagi ke dalam 8 kelompok indikator sektoral yaitu Kependudukan, Kesehatan/Gizi, Pendidikan, Konsumsi dan Pengeluaran Rumah Tangga, Ketenagakerjaan, Perumahan, serta Sosial Budaya. Ringkasan indikator sektoral disajikan untuk menggambarkan secara garis besar keadaan, dan perkembangan kesejahteraan rakyat. Disamping itu, juga membahas keterkaitan dan keterbandingan antar kabupaten/kota dengan mempergunakan tabel-tabel dan gambar/grafik. Untuk maksud tersebut di atas, publikasi ini terbagi ke dalam 11 (sebelas) bab seperti berikut: Bab I. Pendahuluan Bab II. Kependudukan Bab III. Pendidikan Bab IV. Ketenagakerjaan Bab V. Kesehatan Bab VI. Taraf dan Pola Konsumsi Bab VII. Perumahan dan Lingkungan Bab VIII. Kemiskinan Bab IX. Sosial Lainnya 1.4 Sumber Data dan Analisis Sumber data publikasi Analisis Kesejahteraan Rakyat Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2013 adalah Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), dan data sekunder atau data yang berasal dari luar BPS. Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 5

KEPENDUDUKAN

BAB II KEPENDUDUKAN Salah satu masalah yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan adalah masalah kependudukan, yang mencakup antara lain jumlah, komposisi, dan distribusi penduduk. Hal ini dikarenakan penduduk merupakan faktor yang sangat dominan, tidak saja menjadi pelaksana tetapi juga menjadi sasaran dari pembangunan. Untuk itu perhatian pemerintah terhadap masalah kependudukan selama ini telah diwujudkan dalam berbagai bentuk program, baik berorientasi langsung terhadap faktor-faktor demografi maupun yang berkaitan dengan kehidupan sosial. Ini menunjukkan bahwa pemerintah tanggap terhadap masalah penting yang dihadapi oleh bangsa kita ini. Jumlah penduduk yang besar dan distribusinya yang tidak merata merupakan masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia, belum lagi kualitas penduduk yang relatif masih rendah. Kondisi ini menjadikan penduduk lebih diposisikan sebagai beban dalam proses pembangunan daripada sebagai modal pembangunan, sehingga secara makro hal ini dijadikan landasan kebijakan untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Kebijakan pembangunan sektor kependudukan memiliki posisi yang amat strategis karena proses pembangunan pada akhirnya akan bermuara pada penduduk. Penduduk tidak hanya sebagai obyek tetapi juga sebagai subyek pembangunan. Pembangunan di sektor-sektor lain sangat dipengaruhi oleh keberhasilan dalam pembangunan di sektor kependudukan. Diperlukan kebijakan pembangunan dan kependudukan yang integratif untuk mengendalikan kualitas dan persebaran serta memperbaiki kualitas penduduk, baik untuk aspek kesehatan, pendidikan, dan perekonomiannya. Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 9

2.1 Jumlah dan Komposisi Penduduk Jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2013 adalah 2.384,7 ribu jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki 1.243,8 ribu jiwa (52,16 persen) dan 1.140,9 ribu jiwa (47,84 persen) penduduk perempuan. Dengan penduduk yang besar tersebut maka apabila didukung oleh kualitas yang memadai maka penduduk di Provinsi Kalimantan Tengah akan merupakan potensi dan sekaligus modal bagi pembangunan. Tabel 2.1. Kelompok Umur Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2013 (ribu) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah (1) (2) (3) (4) 0-4 124,8 119,7 244,5 5-9 119,6 113,0 232,6 10-14 113,3 108,8 222,1 15-19 111,5 106,6 218,1 20-24 114,8 106,1 220,9 25-29 115,7 106,9 222,6 30-34 114,3 105,8 220,1 35-39 109,2 97,1 206,3 40-44 92,3 78,7 171,0 45-49 73,2 62,0 135,2 50-54 55,5 46,7 102,2 55-59 39,5 32,7 72,2 60-64 25,4 21,6 47,0 65-69 15,6 14,9 30,5 70-74 9,9 10,0 19,9 75+ 9,2 10,3 19,5 Jumlah 1 243,8 1 140,9 2 384,7 Sumber: Proyeksi Penduduk Kalimantan Tengah 2010-2020 Perkembangan struktur umur penduduk ditentukan oleh adanya perubahan kondisi sosial dan ekonomi serta norma-norma hidup masyarakat. Sebagai contoh, turunnya angka kelahiran (fertilitas) sebagai hasil upaya keras 10 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

pemerintah melalui pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB) menyebabkan pertumbuhan penduduk pada kelompok anak-anak dapat dikendalikan. Membaiknya derajat kesehatan masyarakat seiring dengan membaiknya pelayanan kesehatan menyebabkan semakin tinggi angka harapan hidup. Di samping itu, globalisasi mempercepat pengaruh pada mobilitas penduduk baik yang bersifat permanen maupun sementara. Tabel 2.2. Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2013 Kelompok Umur Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah (1) (2) (3) (4) 0-4 10,03 10,49 10,25 5-9 9,62 9,90 9,75 10-14 9,11 9,54 9,31 15-19 8,96 9,34 9,15 20-24 9,23 9,30 9,26 25-29 9,30 9,37 9,33 30-34 9,19 9,27 9,23 35-39 8,78 8,51 8,65 40-44 7,42 6,90 7,17 45-49 5,89 5,43 5,67 50-54 4,46 4,09 4,29 55-59 3,18 2,87 3,03 60-64 2,04 1,89 1,97 65-69 1,25 1,31 1,28 70-74 0,80 0,88 0,83 75+ 0,74 0,90 0,82 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber: Proyeksi Penduduk Kalimantan Tengah 2010-2020 Dari Tabel 2.2 di atas terlihat bahwa persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai 67,75 persen, sedangkan persentase penduduk usia non produktif (kurang dari 15 tahun dan 65 tahun ke atas adalah 32,25 persen. Dengan kata lain angka beban ketergantungan Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 11

penduduknya sebesar 47,60, yang berarti setiap 100 penduduk usia produktif harus menanggung 48 penduduk usia non produktif (usia muda dan usia lanjut). Struktur umur penduduk tahun 2013 tergambar pada piramida penduduk. Dari gambar tersebut masih terlihat melebar di dasar piramida, sedangkan di bagian tengah piramida makin melebar dan merata dan bagian atas piramida yang cenderung semakin menyempit meruncing tajam. Dari analisis piramida menggambarkan bahwa penduduk Provinsi Kalimantan Tengah tergolong penduduk muda ke arah menengah, pada kelompok umur penduduk tua pada piramida penduduk, menunjukkan bahwa penduduk perempuan cenderung lebih banyak dibandingkan dengan penduduk laki-laki. Gambar 2.1. Piramida Penduduk, 2013 75+ Laki-laki Perempuan 70-74 65-69 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4 1.500 1.000 500 0 Ratusan 500 1.000 1.500 2.2 Persebaran dan Kepadatan Penduduk Secara administratif, pemerintahan Provinsi Kalimantan Tengah dibagi menjadi 136 kecamatan dan 1.569 desa/kelurahan. Sampai dengan tahun 2013 persebaran penduduk Provinsi Kalimatan Tengah masih belum 12 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

merata. Hal ini akibat kurangnya sarana jalan darat yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lain, sehingga penduduk lebih banyak memanfaatkan sungai sebagai sarana transportasi. Dengan berfungsinya sungai sebagai sarana transportasi perhubungan untuk semua kegiatan masyarakat, maka daerah-daerah sepanjang aliran sungai menjadi daerah pemukiman penduduk. Daerah-daerah yang jauh dari aliran sungai jarang dihuni oleh penduduk, meskipun kadang kala daerah tersebut merupakan daerah potensial untuk pertanian, industri, pertambangan, dan lain sebagainya. Pada tahun 2013 kepadatan penduduk Provinsi Kalimantan Tengah adalah 16 jiwa per km 2. Angka ini meningkat dibanding kondisi tahun 1990 dimana kepadatan penduduk Provinsi Kalimantan Tengah hanya 9 jiwa per km 2. Dengan adanya modernisasi banyak memberikan Pada tahun 2013 kepadatan penduduk Provinsi Kalimantan Tengah adalah 16 jiwa per km 2. Angka ini meningkat dibanding kondisi tahun 1990 dimana kepadatan penduduk Provinsi Kalimantan Tengah hanya 9 jiwa per km 2. Dengan adanya modernisasi banyak memberikan pengaruh pada mobilitas penduduk baik yang sifatnya permanen maupun sementara, sehingga pada tahun 2013 kepadatan penduduk Provinsi Kalimantan Tengah meningkat. Khusus di Kota Palangka Raya yang luas wilayahnya kurang dari 2 persen dari luas Provinsi Kalimantan Tengah (± 2.400 km 2 ) mempunyai kepadatan penduduk lebih dari 6 (enam) kali kepadatan penduduk Provinsi Kalimantan Tengah, yaitu sebesar 102 jiwa per km 2. Bila dilihat menurut kabupaten/kota, Kabupaten Murung Raya yang merupakan kabupaten terluas dengan luas ± 15 persen luas wilayah Provinsi Kalimantan Tengah kepadatan penduduknya paling jarang, yaitu sebesar 4 jiwa per km 2. Untuk kabupaten-kabupaten induk seperti Kabupaten Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Kapuas, Barito Selatan, Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 13

Barito Utara dan Kota Palangka Raya masing-masing 24 jiwa, 25 jiwa, 23 jiwa, 15 jiwa, 15 jiwa dan 102 jiwa per km 2. (Tabel 2.3.). Persebaran yang tidak merata sangat berkaitan dengan permasalahan kemasyarakatan, daya dukung serta daya tampung lingkungan/wilayah, juga persoalan penyediaan kebutuhan terhadap lapangan pekerjaan, serta tenaga kerjanya. Kota Palangka Raya memiliki kepadatan yang tinggi dibandingkan kabupaten lainnya, sehingga perlu penyeimbangan persebaran penduduk melalui pemerataan pembangunan wilayah, penciptaan lapangan kerja di daerah-daerah yang jarang penduduknya. Tabel 2.3. Luas Wilayah, Jumlah, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota, 2013 Kabupaten/Kota Luas (Km 2 ) Jumlah Penduduk (ribu) Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 ) (1) (2) (3) (4) Kotawaringin Barat 10.759 261,2 24 Kotawaringin Timur 16.496 405,7 25 Kapuas 14.999 341,6 23 Barito Selatan 8.830 129,2 15 Barito Utara 8.300 125,4 15 Sukamara 3.827 51,1 13 Lamandau 6.414 69,7 11 Seruyan 16.404 160,6 10 Katingan 17.800 155,1 9 Pulang Pisau 8.997 123,3 14 Gunung Mas 10.804 104,9 10 Barito Timur 3.834 107,3 28 Murung Raya 23.700 105,1 4 Palangka Raya 2.400 244,5 102 Kalimantan Tengah 153 564 2 384,7 16 Sumber: Proyeksi Penduduk Kalimantan Tengah 2010-2020 14 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

2.3 Keluarga Berencana (KB) Sasaran program KB adalah bukan hanya ditujukan kepada pencapaian jumlah peserta KB saja, tetapi juga agar terciptanya kondisi peserta tersebut dapat terus menerus secara aktif menggunakan cara/alat KB. Dengan demikian meningkatnya jumlah peserta KB harus diikuti pula dengan berbagai upaya untuk meningkatkan peserta KB aktif, sehingga dapat memberikan dampak yang positif terhadap penurunan fertilitas. Salah satu faktor yang penting diperhatikan dalam layanan KB adalah faktor informasi. Karena informasi yang memadai dapat memberikan berbagai keterangan mengenai metode KB yang dapat membantu calon akseptor untuk menentukan pilihan alat kontrasepsi dan dapat memberikan informasi mengenai efek samping dari metode KB yang akan dipilih. a) Proporsi Peserta KB Aktif Umumnya Pasangan Usia Subur (PUS) sudah menyadari perlunya ber-kb dan mereka memahami bahwa dengan dua anak lebih baik, jumlah keluarga yang terencana, dan jarak kelahiran yang tepat sesuai perencanaan. Pada tahun 2013 terdapat sekitar 70,65 persen wanita berumur 15-49 tahun yang berstatus pernah kawin yang sedang menggunakan KB. Penduduk pada kelompok umur 25-39 tahun merupakan persentase pemakaian alat KB-nya terbesar (65 persen), sedangkan terkecil adalah kelompok umur 15-19 tahun (2,45 persen). Hal ini mungkin disebabkan wanita pada kelompok umur tersebut sangat berkeinginan mempunyai keturunan. Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 15

Gambar 2.2. Persentase Penduduk Wanita Pernah Kawin Umur 15-49 Tahun yang Sedang Menggunakan KB Menurut Kelompok Umur, 2013 24,07 22,27 19,05 13,37 11,73 2,45 7,06 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 b) Penggunaan Alat/Cara KB c) Dari sejumlah pemakai alat kontrasepsi, pasangan usia subur umumnya lebih suka ber KB jangka pendek, hal ini terlihat dari alat/cara KB yang paling banyak digunakan adalah suntik dan pil, dimana terdapat 58,70 persen wanita yang menggunakan suntik dan 34,54 persen menggunakan pil KB, sedangkan sisanya alat kontrasepsi yang lain. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh adanya sasaran dari program itu sendiri, dan juga karena lebih praktis dan kemudahan pelayanan bagi para pengguna. Sebaliknya pengguna alat/cara KB jangka panjang seperti IUD, tubektomi maupun vasektomi masih sangat rendah. Proporsi besarnya pemakaian IUD sebesar 0,67 persen, padahal IUD merupakan salah satu alat yang efektif, karena tingkat kelangsungan pemakaian IUD lebih tinggi dibandingkan pil atau kondom. Diharapkan dengan pemakaian IUD akan lebih menjamin keberhasilan program KB. Rendahnya tingkat pemakaian IUD tersebut 16 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

19 tahun tidak ada yang menggunakan alat tersebut. Tabel 2.4. Persentase Wanita Umur 15-49 Tahun yang Berstatus Kawin Menurut Kelompok Umur dan Alat/Cara KB yang Sedang Digunakan, 2013 Kelompok Umur Alat/cara KB yang digunakan AKDR/ IUD Susuk KB Pil KB terjadi pada semua kelompok umur, bahkan pada kelompok umur 15- Tubektomi Vasektomi Suntikan KB Kondom Tradisional Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 15-19 - - - 68,28 1,31 30,40 - - - 20-24 - - 0,06 69,29 2,84 27,74 0,07 - - 25-29 0,15 0,08 0,08 65,29 2,32 30,85 1,02 0,21-30-34 0,42 0,11 0,90 58,41 4,45 34,62 0,56 0,52-35-39 0,94 0,04 1,06 55,21 4,89 36,19 0,55 0,99 0,14 40-44 1,00 0,87 0,58 44,14 5,69 43,77 1,12 2,83-45-49 2,50 0,97 2,46 47,43 3,12 41,42 0,26 1,85 - Jumlah 0,60 0,22 0,67 58,70 3,78 34,54 0,64 0,82 0,03 Sumber: Susenas 2013 Provinsi Kalimantan Tengah Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 17

PENDIDIKAN

BAB III P E N D I D I K A N Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan ketrampilan menuju masyarakat dewasa dan mandiri, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan. Sejauh mana amanat yang tercermin dalam UUD 1945 dan GBHN, dimana dinyatakan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa telah atau sedang dicapai oleh masyarakat merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan dan kemajuan sosial ekonomi masyarakat. Melalui pemerataan pendidikan masyarakat, diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan penduduk. Dalam kaitan ini pemerintah berupaya menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai dan melaksanakan kebijakan pendidikan yang disebut Gerakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar) 9 tahun, yaitu sebuah kebijakan yang sangat mendasar dan diharapkan dapat menopang keberhasilan program pendidikan jangka panjang. Untuk menunjang perkembangan ekonomi melalui industrialisasi, tenaga kerja yang hanya berpendidikan SD saja tidak memadai, sehingga dengan Wajar 9 tahun berarti menunda anak-anak dan remaja untuk tidak segera terjun kelapangan kerja dan untuk lebih siap bekerja secara produktif. Selain itu diharapkan jumlah penduduk yang buta huruf akan berkurang terutama pada penduduk usia sekolah. Kesejahteraan penduduk di suatu wilayah tidak terlepas dari pendidikan yang merupakan penentu kualitas penduduk tersebut. Oleh sebab itu, sektor pendidikan selalu menjadi fokus pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan. Tingkat keberhasilan pembangunan di bidang Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 21

pendidikan dapat diukur dari berbagai macam indikator. Untuk menggambarkan keadaan pendidikan penduduk secara umum dalam uraian bagian ini, antara lain akan disajikan gambaran umum mengenai status pendidikan dari beberapa indikator seperti angka partisipasi sekolah, tingkat pendidikan yang ditamatkan, angka melek huruf, dan rata-rata lama sekolah. 3.1 Keadaan Sarana Pendidikan Komitmen pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa antara lain terlihat dari semakin meningkatnya jumlah sekolah yang dibangun, dan pengangkatan tenaga guru dari tahun ke tahun. Peningkatan tersebut agaknya merupakan keharusan yang tidak dapat dihindari untuk menampung jumlah penduduk usia sekolah yang selalu meningkat terus sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk. Rasio murid-guru dan murid-kelas merupakan ukuran yang dapat menggambarkan tingkat ketersediaan sarana pendidikan. Semakin kecil rasio, berarti semakin baik keadaan fasilitas pendidikan yang tersedia. Selain itu rasio murid-guru menggambarkan kepadatan kelas sebagai ruang belajar. Indikator-indikator tersebut digunakan untuk melihat ketersediaan fasilitas pendidikan yang memadai untuk mendukung program wajib belajar 9 tahun yang dicancangkan oleh pemerintah. Pengadaan/pengangkatan guru secara umum dilakukan sesuai dengan kebutuhan yang dibandingkan dengan peningkatan jumlah murid serta pertambahan sekolah pada ke tiga jenjang pendidikan (SD, SMP, dan SMA), yang semakin merata sampai ke pelosok perdesaan terutama di daerah terpencil dan kantong-kantong pemukiman yang terpencar. Oleh sebab itu jumlah sekolah yang ada dibandingkan dengan guru yang tersedia makin seimbang, khususnya daerah yang terpencil, sementara pertambahan jumlah murid relatif meningkat, pertambahan guru maupun jumlah sekolahnya juga 22 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

bertambah. Rasio murid-guru pada masing-masing tingkatan sekolah pada tahun ajaran 2011/2012 yaitu SD = 11,26, SMP = 11,05, SMA = 15,76 dan SMK = 8,60, pada tahun 2013/2014 menjadi SD = 11,74, SMP = 11,81, SMA = 10,94 dan SMK = 10,57. Rasio murid-guru meningkat pada tingkat pendididikan SD, SMP, dan SMK. Keadaan ini menggambarkan bahwa mutu pendidikan perlu ditingkatkan pada jenjang pendidikan ini. Pada tingkat pendidikan SMA, mutunya sudah lebih baik yang ditandai dengan menurunnya rasio muridguru. Program wajib belajar 9 tahun juga meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anaknya sampai 9 tahun. Gambar 3.1. Rasio Murid Terhadap Guru Menurut Tingkat Sekolah Tahun Ajaran 2011/2012 dan 2013/2014 20 15 10 5 0 15,76 11,2611,74 11,05 11,81 10,94 10,57 8,60 SD SMP SMA SMK 2011/2012 2013/2014 Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah 3.2 Angka Melek Huruf Membaca merupakan suatu hal yang sangat penting dalam memajukan setiap individu, karena membaca adalah dasar utama dalam memperluas ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, indikator Angka Melek Huruf (AMH) merupakan indikator yang sangat penting untuk melihat sejauh mana penduduk suatu daerah terbuka terhadap pengetahuan. Salah satu keberhasilan program pendidikan ditunjukkan dengan semakin berkurangnya tingkat buta huruf penduduk yang berumur 10 tahun ke atas. Tingkat buta Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 23

huruf merupakan bagian dari indikator kemampuan penduduk untuk berkomunikasi secara tertulis. Kemampuan baca tulis merupakan pengetahuan minimum yang dibutuhkan oleh penduduk untuk mencapai hidup sejahtera. Berkaitan dengan hal itu, pemerintah berusaha agar penduduk laki-laki maupun perempuan di segala lapisan masyarakat dapat terbebaskan dari buta aksara. Usaha pemerintah selama ini antara lain diwujudkan dengan program wajib belajar 9 tahun dan program kejar paket A dan B. Selama tahun 2012-2013, AMH laki-laki maupun perempuan baik di perkotaan maupun perdesaan terlihat angkanya sudah melebihi 95 persen. Sementara itu jika dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, AMH di perkotaan lebih besar dari AMH di perdesaan. Kemudian jika membandingkan antar jenis kelamin, AMH laki-laki lebih tinggi dibandingkan AMH perempuan (Tabel 3.1.). Tabel 3.1. Jenis Kelamin Angka Melek Huruf Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 2012-2013 Perkotaan + Perkotaan Perdesaan Perdesaan 2012 2013 2012 2013 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Laki-laki 99,06 99,06 98,42 98,88 98,64 98,94 Perempuan 98,09 97,46 96,09 97,29 96,78 97,35 Total 98,59 98,28 97,32 98,13 97,75 98,18 Sumber: Susenas 2012-2013 Provinsi Kalimantan Tengah Tingginya AMH laki-laki dibanding perempuan selama dua tahun terakhir menunjukkan, bahwa jumlah perempuan yang tidak pernah mengenyam bangku pendidikan lebih banyak dibanding laki-laki dan lebih banyak dibanding di perkotaan. Kemudian jika dibandingkan AMH laki-laki 24 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

dan perempuan di perkotaan lebih besar daripada perdesaan. Penyebab dari keadaan ini juga diduga terkait dengan kemampuan ekonomi keluarga yang kurang memadai dan keadaan geografis yang kurang menguntungkan di mana fasilitas yang tersedia berlokasi di tempat yang jauh dari jangkauan penduduk setempat. Arah pembinaan pemberantasan buta huruf telah cukup berhasil mengingat dinamika masyarakat perkotaan dapat mendorong kesadaran masyarakat untuk dapat membaca dan menulis. Keadaan ini menunjukkan bahwa tingkat buta huruf penduduk Kalimantan Tengah sebagian besar dipengaruhi oleh tingkat buta huruf penduduk perempuan yang lebih besar tersebut. Meskipun rendah, namun perbedaan angka buta huruf laki-laki dan perempuan di atas memperlihatkan kesenjangan baik sosial budaya maupun kesempatan diantara keduanya masih ada. Dari gambaran yang dikemukakan di atas kiranya jelas bahwa perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk pemberantasan buta huruf di Provinsi Kalimantan Tengah, dan upaya tersebut perlu diprioritaskan pada penduduk perempuan khususnya di daerah perdesaan. Hal ini mengingat bahwa akselerasi pemberantasan buta huruf masih berjalan cukup lambat walaupun ini telah dilancarkan sejak satu dasawarsa terakhir. 3.3 Partisipasi Sekolah Keberhasilan pembangunan suatu daerah ditentukan oleh sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Pendidikan merupakan salah satu cara meningkatkan kualitas SDM tersebut. Oleh karena itu peningkatan mutu pendidikan harus terus diupayakan, dimulai dengan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada penduduk untuk mengenyam pendidikan, hingga pada peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan. Tujuan Rencana Strategis Pembangunan Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009 salah Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 25

satunya adalah pemerataan dan perluasan akses pendidikan. Indikator keberhasilan dalam pencapaian rencana strategis tersebut dapat dilihat dari Angka Partisipasi Sekolah (APS) dan Angka Partisipasi Murni (APM) yang keduanya menunjukkan seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah memanfaatkan fasilitas pendidikan. Usia sekolah tersebut dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu 7-12 tahun (SD), 13-15 tahun (SMP), dan 16-18 tahun (SMA). Perbedaan APS dan APM terletak pada tingkat pendidikan, jika APS hanya memandang kelompok umur, APM memperhatikan tingkat pendidikan dan kelompok umur. Dengan demikian, APM mengukur seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan dan juga melihat proporsi anak yang bersekolah tepat waktu sesuai dengan umurnya. Pengkajian partisipasi sekolah penduduk Kalimantan Tengah pada setiap jenjang pendidikan (Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah), diharapkan akan dapat memberikan gambaran kualitas SDM yang potensial di masa datang. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, tingkat partisipasi sekolah penduduk Kalimantan Tengah telah meningkat, baik perempuan maupun laki-laki. Keadaan ini cukup menggembirakan karena partisipasi sekolah memang diharapkan dari tahun ke tahun semakin meningkat. 26 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

Tabel 3.2. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2006-2013 Kelompok Umur/ 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Jenis Kelamin (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (10) 7-12 tahun - Laki-laki 97,98 97,96 98,30 98,71 98,92 97,94 98,39 98,61 - Perempuan 98,70 98,51 98,55 98,28 98,44 98,28 98,63 99,43 - Total 98,33 98,23 98,43 98,50 98,70 98,10 98,50 99,01 13-15 tahun - Laki-laki 83,79 83,89 84,03 84,52 84,70 85,23 86,51 84,19 - Perempuan 88,73 88,36 88,61 88,72 89,05 86,10 84,46 87,56 - Total 86,08 86,14 86,19 86,62 86,83 85,64 85,55 85,88 16-18 tahun - Laki-laki 50,11 50,18 50,02 53,50 54,36 52,51 54,40 60,68 - Perempuan 57,10 56,48 56,44 53,99 54,67 56,47 53,72 55,77 - Total 53,39 53,20 53,01 53,73 54,50 54,33 54,06 58,39 19-24 tahun - Laki-laki 9,74 10,14 9,91 10,13 11,21 13,61 13,63 20,76 - Perempuan 8,90 9,36 9,04 10,06 10,91 11,65 13,67 18,08 - Total 9,32 9,75 9,46 10,09 11,06 12,59 13,65 19,49 Sumber:Susenas 2006-2013 Provinsi Kalimantan Tengah Peningkatan penduduk yang bersekolah selama tahun 2006-2013 merupakan keberhasilan Provinsi Kalimantan Tengah dalam upaya memperluas pelayanan pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat partisipasi sekolah penduduk di Provinsi Kalimantan Tengah yang cenderung semakin meningkat. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut kelompok umur dan jenis kelamin selama tahun 2006-2013 dapat dilihat pada Tabel 3.2. Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 27

Perbandingan antara kelompok usia penduduk tingkat pendidikan tampak bahwa APS anak usia tingkat pendidikan SD (7-12 tahun) lebih tinggi dibandingkan APS usia SMP (13-15 tahun). Pada tahun 2013 APS usia SD mencapai 99,01 persen dan APS usia SMP sebesar 85,88 persen. APS usia penduduk tingkat pendidikan SMP yang masih lebih rendah dibanding APS usia SD menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, mengingat pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah sudah berjalan lebih dari satu dasawarsa, akan tetapi belum meliputi seluruh anak usia 13-15 tahun yang ada. Partisipasi sekolah penduduk pada tingkat pendidikan SMA (16-18 tahun) selama tahun 2006-2013 pun menunjukkan gambaran yang menggembirakan. Pada tahun 2006-2011 APS penduduk perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki, namun pada tahun 2012 dan 2013, APS SMA perempuan lebih rendah dibanding laki-laki. Pada kelompok usia penduduk tingkat pendidikan tinggi (19-24 tahun), APS penduduk laki-laki maupun perempuan mengalami peningkatan yang cukup berarti dari tahun 2012 ke tahun 2013. Pada laki-laki APS tingkat pendidikan tinggi pada tahun 2013 sebesar 20,76 naik dari tahun 2012 yang hanya sebesar 13,63 persen. Sedangkan pada perempuan, APS tingkat pendidikan tinggi pada tahun 2013 sebesar 18,08 naik dari tahun 2012 yang sebesar 13,67 persen. Secara umum, tingkat partisipasi sekolah pada setiap jenjang pendidikan di Kalimantan Tengah mengalami kenaikan selama sepuluh tahun terakhir. Demikian pula partisipasi sekolah baik pada laki-laki maupun perempuan. 28 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

Tabel 3.3. Angka Partisipasi Murni (APM) Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin, 2012-2013 Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan 2012 2013 2012 2013 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) SD 95,87 97,23 96,16 97,60 96,01 97,41 SMP 64,60 64,54 64,71 71,22 64,65 67,88 SMA 41,48 44,92 43,31 44,41 42,39 44,68 Sumber: Susenas 2012-2013 Provinsi Kalimantan Tengah Tidak jauh berbeda dengan APS, APM pun menunjukkan kondisi yang cukup menggembirakan, penduduk yang memanfaatkan fasilitas pendidikan sesuai dengan umurnya pada umumnya semakin meningkat. APM pada tingkat pendidikan SD, SMP dan SMA mengalami peningkatan dari tahun 2012 ke 2013, yaitu SD dari 96,01 persen menjadi 97,41 persen, SMP dari 64,65 persen menjadi 67,88 persen dan SMA dari 42,39 persen menjadi 44,68 persen (lihat Tabel 3.3.). Namun demikian, seperti yang terjadi di tahun sebelumnya, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin rendah nilai APM, terutama pada tingkat penddikan SMA/sederajat yang menunjukkan akses terhadap pendidikan lanjutan masih rendah. Fenomena yang cukup menarik adalah APM perempuan untuk pendidikan sekolah menengah lebih tinggi jika dibandingkan laki-laki, hal ini berbeda dengan jenjang SD dimana APM laki-laki lebih besar daripada perempuan. Namun jika kita lihat secara keseluruhan, APM laki-laki dan perempuan pada semua tingkat pendidikan tidak terlalu berbeda jauh, kondisi tersebut menunjukkan bahwa pemerataan pendidikan maupun perluasan akses pendidikan bagi laki-laki maupun perempuan sudah terwujud. Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 29

3.4 Pendidikan yang Ditamatkan Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia, dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka seseorang akan dapat lebih mudah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan menyerap kemajuan teknologi. Sebagai sumber daya manusia yang berkualitas, maka tamatan pendidikan tinggi diharapkan akan meningkatkan produktivitasnya sebagai tenaga kerja. Selanjutnya, peningkatan produktivitas seseorang dalam bekerja diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Kemajuan yang dicapai oleh suatu bangsa antara lain sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan penduduknya. Berkaitan dengan hal ini, penting untuk diketahui perkembangan jumlah penduduk Kalimantan Tengah terutama dari tingkat pendidikan tertinggi yang berhasil ditamatkan. Gambaran mengenai peningkatan SDM dapat dilihat dari kualitas tingkat pendidikan penduduk usia 10 tahun ke atas. Tingkat pendidikan penduduk di daerah perkotaan lebih baik dibandingkan dengan penduduk di perdesaan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan lebih tingginya persentase penduduk yang tamat SMP ke atas. Sedangkan persentase penduduk dengan tingkat pendidikan di bawahnya menunjukkan kondisi sebaliknya, seperti terlihat dalam Tabel 3.4. Peningkatan level pendidikan juga terjadi pada setiap jenis kelamin. Namun demikian, proporsi tingkat pendidikan masih lebih menguntungkan bagi laki-laki. Sebagai contoh, persentase penduduk yang berpendidikan rendah (tamat SD ke bawah) tahun 2011 masing-masing tercatat sebesar 56,28 persen laki-laki dan 60,46 persen perempuan, sedangkan untuk tahun 2013 menjadi 53,67 persen untuk penduduk laki-laki dan 60,09 persen untuk penduduk perempuan. 30 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

Tabel 3.4. Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, Daerah Tempat Tinggal, dan Jenis Kelamin, 2011-2013 Daerah/Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Perkotaan 2011 2012 2013 Lakilakpualakpualaki Perem- Laki- Perem- Laki- (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Perempuan Tdk/blm pernah sekolah 1,41 3,91 0,77 2,18 1,17 2,30 Tdk/blm tamat SD 15,57 16,21 14,25 15,18 15,25 18,77 Tamat SD 22,15 24,21 19,51 21,86 21,18 24,30 Tamat SMP 20,02 19,68 19,86 20,02 19,40 18,14 Tamat SMA ke atas 40,84 35,99 45,60 40,76 43,01 36,48 Perdesaan Tdk/blm pernah sekolah 1,63 4,08 1,56 3,75 1,34 2,79 Tdk/blm tamat SD 21,99 23,20 21,57 26,01 23,06 24,21 Tamat SD 40,83 41,78 40,99 40,45 37,39 40,91 Tamat SMP 18,84 18,36 19,77 17,49 19,88 18,04 Tamat SMA ke atas 16,71 12,58 16,11 12,30 18,32 14,05 Total Tdk/blm pernah sekolah 1,56 4,02 1,30 3,21 1,28 2,62 Tdk/blm tamat SD 19,92 20,77 19,14 22,28 20,44 22,32 Tamat SD 34,80 35,67 33,85 34,04 31,95 35,15 Tamat SMP 19,22 18,82 19,80 18,36 19,72 18,08 Tamat SMA ke atas 24,50 20,71 25,91 22,11 26,61 21,84 Sumber: Susenas 2011-2013 Provinsi Kalimantan Tengah Persentase penduduk yang tamat SMA ke atas juga memperlihatkan kenaikan. Pada tahun 2011, persentase penduduk yang tamat sekolah menengah atas mencapai 24,5 persen pada laki-laki dan 20,71 persen pada Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 31

perempuan. Pada tahun 2013 persentase yang tamat sekolah menengah atas meningkat menjadi 26,61 persen pada laki-laki dan 21,84 persen pada laki-laki. Gambar 3.2. Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin, 2013 35,15 31,95 1,28 2,62 Tdk/Blm Prnh Sklh 22,32 20,44 Tdk/Blm Tamat SD 19,72 18,08 18,07 14,13 4,38 2,72 1,10 1,97 0,79 1,30 3,65 0,35 SD SMP SMA SMK DI/II DIII Univ Laki-laki Perempuan Sumber : Susenas 2013 Provinsi Kalimantan Tengah Gambar 3.2. menunjukkan persentase penduduk menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan jenis kelamin. Dari gambar tersebut terlihat bahwa ada kecenderungan pendidikan yang ditamatkan terfokus pada tingkat dasar. 3.5 Rata-rata Lama Sekolah Indikator lain yang digunakan untuk melihat tingkat pendidikan adalah rata-rata lama sekolah yang secara umum menunjukkan jenjang pendidikan yang telah dicapai oleh penduduk usia 15 tahun ke atas. Pada tahun 2013 rata-rata lama sekolah laki-laki selalu lebih tinggi dibandingkan perempuan baik di perkotaan maupun perdesaan. Rata-rata lama sekolah penduduk di daerah perkotaan mencapai 9,63 tahun, artinya rata-rata tingkat pendidikan penduduk perkotaan adalah kelas 1 SMA. 32 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

Tabel 3.5. Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Umur 13 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 2013 Jenis Kelamin Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan (1) (2) (3) (4) Laki-laki 9,99 7,66 8,46 Perempuan 9,25 7,09 7,85 Laki-laki + Perempuan 9,63 7,40 8,17 Sumber: Susenas 2013 Provinsi Kalimantan Tengah Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 33

KETENAGAKERJAAN

BAB IV KETENAGAKERJAAN Sektor ketenagakerjaan merupakan salah satu sektor penting bagi pembangunan ekonomi nasional, khususnya dalam upaya pemerintah untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dan tingkat pengangguran. Dengan demikian titik sentral ketenagakerjaan adalah perencanaan tenaga kerja yang mencakup: (1) penyusunan program penyediaan tenaga profesional untuk memenuhi kebutuhan dalam melaksanakan usaha atau kegiatan pembangunan yang direncanakan, (2) penyusunan program penciptaan kesempatan kerja supaya dapat menggunakan sumber daya manusia secara optimal, (3) terciptanya lapangan kerja baik dalam jumlah maupun kualitas yang memadai. Oleh karena upaya pembangunan banyak diarahkan pada perluasan kesempatan kerja, sehingga penduduk dapat memperoleh manfaat langsung dari pembangunan, misalnya skala prioritas arah pertumbuhan antara sektor informal dan formal di perkotaan. Akhir-akhir ini di sektor informal di perkotaan semakin berperan penting dalam menyerap pertumbuhan angkatan kerja, maka menjadi kurang bijaksana jika kebijakan pembangunan perkotaan lebih diarahkan pada sektor formal. Program-program pembangunan sektoral maupun regional perlu diusahakan demi terciptanya perluasan kesempatan kerja sebanyak mungkin dengan imbalan jasa yang sepadan. Dengan perluasan dan pemerataan lapangan kerja serta peningkatan mutu lapangan pekerjaan diharapkan akan dapat dikurangi perbedaan penghasilan di antara tenaga kerja yang berpenghasilan tinggi dan rendah, sehingga dengan demikian dapat ditingkatkan pemerataan pendapatan. Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 35

Ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang penting untuk menggambarkan kesejahteraan masyarakat. Banyaknya penduduk yang bekerja menunjukkan banyaknya penduduk yang mampu secara ekonomi untuk menghasilkan barang dan jasa, yang secara tidak langsung dapat menunjukkan pula banyaknya penduduk yang mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sebaliknya, banyaknya pengangguran menunjukkan banyaknya penduduk yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Oleh sebab itu, pengangguran berkaitan erat dengan kemiskinan. Ada berbagai macam indikator yang dapat digunakan untuk mencerminkan keberhasilan pembangunan di bidang ketenagakerjaan, antara lain jumlah penduduk usia kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), persentase penduduk yang bekerja menurut status pekerjaan serta persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha dan jam kerja. 4.1 Penduduk Usia Kerja Penduduk usia kerja yaitu seluruh penduduk yang dianggap mempunyai potensi untuk bekerja secara produktif. Sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Penduduk yang telah memasuki usia kerja dapat dikelompokkan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Kelompok angkatan kerja terdiri dari penduduk yang bekerja dan penduduk yang menganggur/pengangguran. Pada tahun 2013 penduduk usia kerja (berumur 15 tahun ke atas) tercatat sebanyak 1.609.125 orang. Dari jumlah tersebut 52,46 persen adalah penduduk laki-laki dan 47,54 persen penduduk perempuan atau penduduk usia kerja laki-laki sedikit lebih besar dibandingkan dengan perempuan. 36 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

Penduduk laki-laki umur 15 tahun ke atas yang tergolong angkatan kerja jauh lebih besar jika dibandingkan dengan penduduk laki-laki bukan angkatan kerja. Begitu juga dengan penduduk perempuan umur 15 tahun ke atas yang tergolong angkatan kerja lebih besar dibandingkan dengan penduduk perempuan umur 15 tahun ke atas yang bukan angkatan kerja. Masih kentalnya tatanan sosial budaya masyarakat, dimana laki-laki sebagai kepala keluarga mempunyai kewajiban untuk bekerja mencari nafkah, sehingga angkatan kerja laki-laki (65,89 persen) jauh lebih besar jika dibandingkan dengan angkatan kerja perempuan (34,11 persen). Tabel 4.1. Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan dan Jenis Kelamin, 2013 Kegiatan Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan (1) (2) (3) (4) Angkatan Kerja (AK) 723 252 374 375 1 097 627 Bekerja 702 993 360 718 1 063 711 Pengangguran 20 259 13 657 33 916 Bukan AK (BAK) 120 934 390 564 511 498 Sekolah 70 728 74 145 144 873 Mengurus Rumah Tangga 16 045 298 468 314 513 Lainnya 34 161 17 951 52 112 Jumlah 844 186 764 939 1 609 125 Sumber: Sakernas Agustus 2013 Provinsi Kalimantan Tengah Dari penduduk usia kerja di Kalimantan Tengah 68,21 persen diantaranya adalah angkatan kerja, yaitu penduduk yang bekerja dan pengangguran, sedangkan sisanya 31,79 persen bukan angkatan kerja, yaitu penduduk yang sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya. Apabila diuraikan lebih lanjut, sebagian besar penduduk yang termasuk angkatan Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 37

kerja melakukan kegiatannya dengan bekerja (96,91 persen) sedangkan sisanya (3,09 persen) pengangguran. Sementara itu untuk penduduk bukan angkatan kerja melakukan kegiatannya dengan sekolah (28,32 persen), mengurus rumah tangga (61,49 persen) dan lainnya (10,19 persen). Gambar 4.1. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan, 2013 19,55 3,24 9,00 66,10 2,11 Bekerja Pengangguran Sekolah Mengurus Rumah Tangga Lainnya Sumber: Susenas 2013 Provinsi Kalimantan Tengah 4.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Indikator ketenagakerjaan yang dapat memberikan gambaran tentang penduduk yang aktif secara ekonomi dalam kegiatan sehari-hari adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). TPAK merupakan perbandingan jumlah penduduk angkatan kerja dengan penduduk usia kerja. TPAK menggambarkan persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang termasuk ke dalam angkatan kerja. 38 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

Gambar 4.2. TPAK Menurut Jenis Kelamin, 2011-2013 100 80 60 40 20 0 88,05 86,85 85,67 72,89 69,90 56,16 51,20 48,94 2011 2012 2013 68,21 Laki-laki Perempuan Laki-laki+Perempuan Pada Agustus 2013, TPAK Provinsi Kalimantan Tengah tercatat sebesar 68,21 persen, artinya dari 100 penduduk usia kerja, sekitar 68 orang diantaranya termasuk angkatan kerja aktif secara ekonomis. Angka ini sedikit menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya, hal ini disebabkan karena menurunnya jumlah penduduk yang bekerja. Jika dibedakan menurut jenis kelamin, ternyata TPAK laki-laki jauh lebih besar dibandingkan dengan TPAK perempuan, dimana TPAK laki-laki tercatat sebesar 85,67 persen sedangkan TPAK perempuan 48,94 persen. Hal ini berarti penduduk laki-laki yang aktif secara ekonomi lebih besar dibandingkan penduduk perempuan. Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) merupakan peluang seseorang penduduk usia kerja yang termasuk angkatan kerja untuk bekerja. Kesempatan kerja yang ada memberikan gambaran besarnya tingkat penyerapan pasar kerja, sedangkan angkatan kerja yang tidak terserap dikategorikan menganggur. Pada Agustus 2013 tingkat kesempatan kerja di Kalimantan Tengah sebesar 96,91 persen. Ini berarti sekitar 97 dari 100 penduduk angkatan kerja sudah bekerja, sedangkan 3 dari 100 penduduk lainnya masih menganggur (pengangguran terbuka). Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 39

Tabel 4.2. Persentase TPAK, Tingkat Kesempatan Kerja, dan Tingkat Pengangguran Terbuka, 2011-2013 TPAK Agustus Agustus Agustus Uraian 2011 2012 2013 (1) (3) (4) (5) Laki-laki 88,05 86,85 85,67 Perempuan 56,16 51,20 48,94 Laki-laki + Perempuan 72,89 69,90 68,21 Tingkat Kesempatan Kerja Laki-laki 98,21 97,35 97,20 Perempuan 96,16 95,86 96,35 Laki-laki + Perempuan 97,45 96,83 96,91 Tingkat Pengangguran Terbuka Laki-laki 1,79 2,65 2,80 Perempuan 3,84 4,14 3,65 Laki-laki + Perempuan 2,55 3,17 3,09 Sumber: Sakernas Agustus 2011-2013 Provinsi Kalimantan Tengah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang termasuk ke dalam kelompok pengangguran terbuka. Penduduk yang tergolong pengangguran terbuka ini adalah penduduk yang sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan usaha, atau mereka yang belum bekerja walaupun sudah mempunyai pekerjaan, dan mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. Pada Agustus 2013, dari 100 angkatan kerja laki-laki 3 orang diantaranya menganggur, dan dari 100 angkatan kerja perempuan 4 orang diantaranya menganggur, yang menunjukkan penduduk perempuan yang mencari kerja (menganggur) lebih besar dari pada penduduk laki-laki. Hal ini disebabkan oleh tingkat 40 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

kesempatan kerja laki-laki (97,20 persen) lebih besar dibanding tingkat kesempatan kerja perempuan (96,35 persen). Pada Agustus 2013 angka pengangguran terbuka ini mengalami penurunan dibandingkan dengan Agustus 2012, dari 3,17 persen turun menjadi 3,09 persen. 4.3 Lapangan Pekerjaan Proporsi penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan merupakan salah satu ukuran untuk melihat potensi sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja. Di samping itu indikator tersebut juga bisa digunakan sebagai ukuran untuk menunjukkan struktur perekonomian suatu wilayah/daerah. 1,60 3,21 Gambar 4.3. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Agustus 2013 Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian 13,86 13,96 52,70 Industri Pengolahan Listrik, Air dan Gas Konstruksi 0,18 4,19 2,97 7,32 Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi Angkutan, Perdagangan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan Persebaran penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama dapat dilihat pada gambar 4.3, terlihat bahwa sektor pertanian masih mendominasi dalam menyerap tenaga kerja, baik laki-laki maupun perempuan mencapai lebih dari 50 persen pekerja yang bekerja di sektor ini. Selanjutnya sektor jasa-jasa dan lainnya (13,96 persen) menjadi pilihan kedua dan diikuti Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 41

oleh sektor perdagangan (13,86 persen). Kemampuan sektor listrik, gas dan air bersih dalam menyerap tenaga kerja yang masih sangat kecil (0,18 persen), menandakan bahwa sektor ini belum dapat diandalkan dalam perekonomian di Provinsi Kalimantan Tengah. Tabel 4.3. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin, 2012-2013 Laki-laki + Laki-laki Perempuan Perempuan Lapangan Pekerjaan Utama Agst Agst Agst Agst Agst Agst 2012 2013 2012 2013 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Pertanian, Perkebunan, 53,73 52,58 58,60 52,93 55,41 52,70 Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian 9,05 10,50 0,99 1,11 6,27 7,32 Industri Pengolahan 2,52 2,82 2,74 3,26 2,59 2,97 Listrik, Gas, dan Air 0,22 0,23 0,02 0,08 0,15 0,18 Konstruksi 7,20 6,24 0,06 0,20 4,74 4,19 Perdagangan, Rumah Makan, dan Jasa Akomodasi 9,90 8,88 20,73 23,58 13,63 13,86 Angkutan, Pergudangan, 4,09 4,62 0,33 0,47 2,80 3,21 dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1,26 1,72 0,62 1,37 1,04 1,60 Jasa Kemasyarakatan, 12,02 12,41 15,91 17,00 13,36 13,96 Sosial, dan Perorangan Sumber: Sakernas Agustus 2012-2013 Provinsi Kalimantan Tengah Jika kita lihat dari jenis kelaminnya, pada tahun 2013 mayoritas penduduk Kalimantan Tengah, baik laki-laki maupun perempuan bekerja di 42 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

sektor pertanian, dimana angkanya mencapai di atas 50 persen. Lapangan pekerjaan yang didominasi oleh laki-laki adalah sektor pertambangan dan penggalian, konstruksi, serta angkutan, pergudangan, dan komunikasi. Sedangkan lapangan pekerjaan yang didominasi oleh perempuan yaitu sektor perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi, serta jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan. Kemudian kalau kita lihat komposisinya juga tidak jauh berbeda dengan tahun 2012 yang lalu. 4.4 Status Pekerjaan Indikator lain yang dapat digunakan untuk memberikan gambaran tentang kedudukan pekerja adalah status dan jenis pekerjaan. Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di suatu unit usaha. Gambar 4.4. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Sektor Pekerja, Agustus 2011-2013 100% 50% 0% 59,94 60,50 58,77 40,06 39,50 41,23 2011 2012 2013 Informal Formal Pekerja berstatus buruh/karyawan/pegawai dan berusaha dibantu buruh tetap/ buruh dibayar biasanya digolongkan ke dalam pekerja sektor formal, sedangkan pekerja berstatus selain itu umumnya digolongkan ke dalam sektor informal. Gambar 4.4. menunjukkan bahwa pada tahun 2013 masih banyak pekerja di Kalimantan Tengah yang bekerja di sektor informal. Hal ini terlihat dari tingginya persentase pekerja sektor informal, yaitu mereka yang bekerja dengan status berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 43

tetap/buruh tak dibayar, pekerja bebas pertanian dan non pertanian, serta pekerja tak dibayar, yang mencapai 58,77 persen. Pada umumnya mereka yang berusaha sendiri ini ada di sektor pertanian. Jika kita lihat selama periode 2011-2013 persentase pekerja sektor informal cenderung menurun, sebaliknya persentase pekerja sektor formal cenderung meningkat. Tabel 4.4. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin, 2012-2013 Laki-Laki + Laki-laki Perempuan Perempuan Status Pekerjaan Utama Agst Agst Agst Agst Agst Agst 2012 2013 2012 2013 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Berusaha sendiri 18,37 21,15 15,14 20,45 17,26 20,91 Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar 23,60 20,87 8,23 8,86 18,30 16,80 Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar 4,43 4,39 1,17 0,98 3,31 3,23 Buruh/karyawan 40,51 41,59 27,97 30,99 36,19 38,00 Pekerja bebas pertanian 1,21 1,32 0,79 1,34 1,06 1,33 Pekerja bebas non pertanian 2,29 3,22 0,37 0,50 1,63 2,30 Pekerja tak dibayar 9,59 7,47 46,32 36,88 22,25 17,44 Sumber: Sakernas Agustus 2012-2013 Provinsi Kalimantan Tengah Pola status pekerjaan antara laki-laki dan perempuan pada tahun 2013 berbeda. Sebagian besar perempuan bekerja sebagai pekerja keluarga atau pekerja tidak dibayar (36,88 persen) dan buruh/karyawan (30,99 persen). Sedangkan untuk laki-laki pada umumnya bekerja sebagai buruh/karyawan (41,59 persen) dan berusaha sendiri (21,15 persen). Secara umum baik laki-laki 44 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

maupun perempuan masih banyak yang bekerja sebagai buruh/karyawan (38,00 persen). 4.5 Jam Kerja Dalam kajian ketenagakerjaan, seorang dapat dikategorikan pengangguran apabila memiliki jumlah jam kerja selama seminggu di bawah jam kerja normal. Kesepakatan tentang jumlah jam kerja normal di Indonesia adalah minimal 35 jam selama seminggu. Istilah lain dari persentase penduduk yang bekerja di bawah jam kerja normal disebut pengangguran kentara (visible underemployment). Orang dikatakan sebagai pekerja penuh (full employed) bila jam kerjanya telah mencapai 35 jam kerja atau lebih dalam seminggu (dengan mengikuti konsep bekerja minimal 1 jam per hari berturut-turut). Tabel 4.5. menunjukkan bahwa sebesar 55,27 persen penduduk Kalimantan Tengah pada tahun 2013 adalah pekerja penuh dan 44,73 persen pekerja tidak penuh. Menurut jenis kelamin 62,02 persen penduduk laki-laki adalah pekerja penuh dan 37,98 persen pekerja tidak penuh, sedangkan perempuan yang termasuk pekerja penuh sebesar 42,12 persen dan 57,88 persen pekerja tidak penuh. Jika dibandingkan dengan tahun 2012, persentase penduduk yang bekerja di bawah jam kerja normal mengalami peningkatan, baik laki-laki maupun perempuan. Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 45

Tabel 4.5. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Jam Kerja dan Jenis Kelamin, 2012-2013 Laki-Laki + Laki-laki Perempuan Jam Perempuan Kerja Agst 2012 Agst 2013 Agst 2012 Agst 2013 Agst 2012 Agst 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 0 1,64 4,57 1,74 4,04 1,68 4,39 1 14 3,13 5,26 8,93 12,63 5,13 7,76 15-34 25,92 28,15 39,47 41,21 30,59 32,58 35+ 69,30 62,02 49,86 42,12 62,60 55,27 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber:Sakernas Agustus 2012-2013 Provinsi Kalimantan Tengah 46 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

KESEHATAN

BAB V K E S E H A T A N Kesehatan merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia. Dengan kondisi fisik yang sehat maka manusia dapat melakukan aktivitas secara optimal. Oleh sebab itu kesehatan menjadi salah satu aspek kesejahteraan dan menjadi salah satu fokus utama pembangunan manusia. Pembangunan di bidang kesehatan bertujuan agar semua lapisan masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, murah, dan merata. Dengan adanya upaya tersebut diharapkan akan tercapai derajat kesehatan masyarakat yang baik. Dengan masyarakat yang memiliki tingkat derajat kesehatan tinggi akan lebih berhasil dalam melaksanakan pembangunan. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat dikembangkan melalui Sistem Kesehatan Nasional. Pelaksanaannya diusahakan dengan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat yang diarahkan terutama kepada golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Usaha yang sudah banyak dilakukan oleh pemerintah, antara lain dengan memberikan penyuluhan kesehatan agar keluarga berperilaku hidup sehat, dan meningkatkan penyediaan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, posyandu, dan polindes. Oleh karena itu pembangunan di bidang kesehatan yang sedang digiatkan ini diharapkan dapat berakselerasi secara positif. Upaya kesehatan di Provinsi Kalimantan Tengah sejauh ini telah diarahkan untuk dapat meningkatkan kualitas hidup dan pelayanan kesehatan yang makin terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Di samping itu dalam penanganan faktor-faktor tersebut harus dilakukan secara terarah dan terpadu dengan memperhatikan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya. Untuk melihat sejauh mana keberhasilan pembangunan khususnya Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 49

di bidang kesehatan, berikut ini disajikan beberapa hal yang berkaitan dengan upaya perbaikan kesehatan dan gizi, pemanfaatan fasilitas kesehatan, status kesehatan dan gizi, serta indikator penunjang lainnya, begitu juga hasil yang telah dicapai akan diuraikan pada bab ini. 5.1 Anak Lahir Hidup Bayi dan balita merupakan golongan masyarakat yang dianggap paling rawan dari aspek kesehatan. Indikator yang berkaitan dengan kesakitan dan kematian bayi merupakan indikator penting dan sering dipakai untuk mengukur kemajuan suatu daerah, khususnya kemajuan bidang kesehatan. Hal ini dimaksudkan bahwa kesejahteraan bayi/ balita sangat berkaitan erat dengan kondisi lingkungan dimana orang tuanya bertempat tinggal serta tingkat sosial ekonomi orang tua tersebut. Untuk itu ada yang berpendapat bahwa taraf hidup kesehatan bayi/balita adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pembangunan suatu daerah. Hal ini dimungkinkan karena bagaimanapun juga anak-anak adalah generasi penerus sehingga ini merupakan sumber daya manusia guna menunjang pembangunan di masa mendatang. Anak Lahir Hidup (ALH) merupakan indikator yang digunakan untuk mengetahui rata-rata jumlah kelahiran hidup dari sekelompok penduduk perempuan selama masa reproduksinya. Pengaruh umur pada paritas ALH mencerminkan pola hubungan yang positif, artinya semakin tinggi umur perempuan, semakin banyak anak yang dimiliki, karena masa kemungkinan hamil semakin panjang (time of exposure to risk). Hubungan ini selain mencerminkan hubungan proses pembentukan keluarga, dapat juga memperlihatkan proses perubahan fertilitas antar waktu. Untuk paritas Kalimantan Tengah pertambahan rata-rata jumlah anak dari masing-masing kelompok umur menyerupai garis linear. 50 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

Tabel 5.1. Rata-rata Anak yang Pernah Dilahirkan Hidup Menurut Kabupaten/Kota dan Kelompok Umur Ibu, 2013 Kabupaten/Kota Kelompok Umur 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 Ratarata (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Kotawaringin Barat 0,37 0,90 1,32 2,29 2,46 2,87 3,31 2,04 Kotawaringin Timur 0,74 0,93 1,62 1,97 2,98 3,11 3,77 2,22 Kapuas 0,16 1,08 1,45 2,24 2,87 3,73 4,53 2,44 Barito Selatan 0,63 1,00 1,86 2,23 2,65 3,13 3,96 2,36 Barito Utara 0,88 1,04 1,64 2,02 2,51 3,11 3,79 2,20 Sukamara 0,13 0,97 1,57 2,42 2,70 3,34 4,50 2,22 Lamandau 0,60 0,93 1,36 2,09 2,93 3,09 3,82 2,15 Seruyan 0,62 1,03 1,40 1,98 2,92 2,95 4,12 2,12 Katingan 0,69 1,10 1,65 2,19 3,02 3,37 3,42 2,27 Pulang Pisau 0,49 1,09 1,41 2,17 3,08 3,03 3,30 2,25 Gunung Mas 0,47 0,98 1,70 2,34 2,67 4,31 4,03 2,39 Barito Timur 0,70 0,88 1,78 1,95 2,54 3,01 3,43 2,17 Murung Raya 0,33 1,33 1,78 2,49 3,07 3,75 4,56 2,45 Palangka Raya 0,39 0,95 1,19 2,04 2,47 2,87 3,43 2,03 Kalimantan Tengah 0,51 1,01 1,52 2, 14 2,77 3,20 3,83 2,23 Sumber: Susenas 2013 Provinsi Kalimantan Tengah Tabel 5.1. menyajikan data rata-rata anak yang pernah dilahirkan menurut kelompok umur ibu tahun 2013. ALH kelompok umur muda (15-19) tahun merupakan angka yang terendah dari kelompok umur lainnya, dan jika dibandingkan antar kabupaten/kota yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah terendah di Kabupaten Sukamara yaitu sebesar 0,13. Dari ALH kabupaten/kota memperlihatkan bahwa ALH tertinggi terdapat di Kabupaten Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 51

Murung Raya yaitu 2,45. Bila ditinjau dari kelompok umur, maka untuk kelompok umur tua (usia 45-49) tahun, hampir semua kabupaten/kota mempunyai ALH cukup tinggi. Kabupaten Kapuas mempunyai ALH tertinggi tercatat pada kelompok umur 45-49 tahun, yaitu sebesar 4,53. Gambar 5.1. menunjukkan bahwa selama kurun waktu 2012-2013 fertilitas kumulatif untuk setiap kelompok umur yang dicerminkan oleh ALH di Provinsi Kalimantan Tengah rata-rata mengalami sedikit penurunan di kelompok umur ibu usia muda, sedangkan pada juga untuk kelompok umur tua pada umumnya mengalami kenaikan walaupun tidak terlalu banyak. Dimana selama periode tersebut mempunyai pola yang sama yaitu cenderung rendah untuk kelompok umur muda dan semakin meningkat pada kelompok umur tua. 4 3 2 1 0 Gambar 5.1. Rata-rata Anak yang Pernah Dilahirkan Hidup Menurut Kelompok Umur Ibu, 2012-2013 3,74 3,83 3,24 3,20 2,73 2,77 2,10 2,14 1,54 1,52 1,02 1,01 0,58 0,51 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 2012 2013 Sumber: Susenas 2013 Provinsi Kalimantan Tengah Perubahan fertilitas kumulatif menurut umur dari satu periode ke periode berikutnya dapat mencerminkan perubahan fertilitas menurut kohort. Kendati hal ini tidak terlalu tepat, karena perempuan yang diamati 52 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

pada suatu tahun suvei belum tentu merupakan perempuan yang sama pada tahun survei berikutnya. 5.2 Angka Kematian Bayi Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu tolok ukur derajat kesehatan masyarakat. Kematian bayi berkaitan erat dengan tingkat pendidikan keluarga, keadaan sosial ekonomi keluarga, nilai budaya dan adat istiadat, kebersihan dan kesehatan lingkungan serta pelayanan kesehatan yang tersedia. Berdasarkan hasil interpolasi dari proyeksi penduduk Kalimantan Tengah tahun 2010-2020 AKB tahun 2013 sebesar 35,63. Artinya setiap 1000 kelahiran hidup terdapat 36 bayi meninggal sebelum usia 1 tahun. Angka tersebut lebih rendah bila dibandingkan tahun 2012 yang mencapai 35,88. Bila dirinci menurut jenis kelamin, kematian bayi laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan bayi perempuan. Gambar 5.2. menunjukkan bahwa pada tahun 2010 dari setiap 1000 kelahiran bayi perempuan hidup maka 29 diantaranya meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun. Sedangkan dari setiap 1000 kelahiran bayi laki-laki hidup, 43 diantaranya meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun. Pada tahun 2013 angka tersebut semakin menurun, dimana untuk bayi perempuan sebesar 28,67 sedangkan AKB laki-laki masih lebih besar yaitu 42,27. Bila dilihat selama periode 2010-2013, AKB Provinsi Kalimantan Tengah terus mengalami penurunan walaupun tidak terlalu signifikan. Melihat pola tersebut, ada kecenderungan pada tahun-tahun yang akan datang AKB akan mengalami penurunan terus dan sebaliknya angka harapan hidup waktu lahir akan meningkat. Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 53

Gambar 5.2. Angka Kematian Bayi (AKB) Menurut Jenis Kelamin, 2010-2013 43,21 42,96 42,61 42,27 36,34 36,16 35,88 35,63 29,12 29,02 28,82 28,67 2010 2011 2012 2013 Perempuan Laki-laki Total Sumber: Hasil Proyeksi Penduduk Kalimantan Tengah 2010-2020 Penurunan AKB ini berkaitan erat dengan banyak faktor program pembangunan kesehatan seperti, upaya pemerataan dan perluasan jangkauan, pelayanan kesehatan, upaya peningkatan cakupan imunisasi anak di bawah usia 14 bulan, pertolongan persalinan, serta pengembangan keluarga sejahtera lewat program keluarga berencana, dibarengi dengan peningkatan sosial ekonomi masyarakat yang semakin membaik mendorong turunnya AKB. Di samping itu, peningkatan peran serta masyarakat juga bertambah baik, antara lain, kesadaran penduduk terhadap kesehatan telah semakin meningkat, kesempatan untuk memperoleh pengobatan. Upaya di luar kesehatan masih belum memadai seperti perbaikan lingkungan fisik dan biologis. Tingkat pendidikan ibu belum kondusif terhadap upaya kesehatan preventif. Perilaku dan kebiasaan masyarakat hidup sehat dan peran aktif dalam pembangunan kesehatan masih belum seperti yang diharapkan. Kecenderungan angka kematian bayi perempuan dan laki-laki yang semakin menurun juga disebabkan oleh peningkatan kesadaran ibu hamil untuk memeriksa kesehatannya termasuk melakukan konsultasi ke dokter kandungan, bidan atau paramedis lainnya. Di samping itu, penyebaran fasilitas kesehatan yang semakin merata mulai dari kota sampai ke pelosok perdesaan. 54 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

5.3 Angka Harapan Hidup Salah satu cara untuk menilai tingkat kesehatan secara umum adalah dengan melihat angka harapan hidup waktu lahir. Angka ini sekaligus memperlihatkan keadaan dan sistem pelayanan kesehatan yang ada dalam suatu masyarakat, karena dapat dipandang sebagai suatu bentuk akhir dari hasil upaya peningkatan taraf kesehatan secara keseluruhan. Di samping itu angka harapan hidup ini sangat erat kaitannya dengan angka kematian bayi. Angka harapan hidup waktu lahir merupakan gambaran rata-rata umur yang mungkin dapat dicapai oleh seorang bayi yang baru lahir. Gambar 6.3. menunjukkan bahwa angka harapan hidup penduduk tahun 2010 adalah 67,33 tahun, sedangkan pada tahun 2013 meningkat menjadi 67,51 tahun. Semakin tinggi usia harapan hidup semakin meningkat kualitas kesehatan masyarakat. Gambar 5.3.Angka Harapan Hidup (e 0 ) Menurut Jenis Kelamin, 2010-2013 80 70 60 69,29 69,36 69,41 69,47 67,33 67,39 67,45 67,51 65,46 65,52 65,58 65,64 50 2010 2011 2012 2013 Perempuan Laki-laki Sumber: Hasil Proyeksi Penduduk Kalimantan Tengah 2010-2020 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 55

Dari Gambar 5.3. juga diperoleh gambaran bahwa rata-rata harapan hidup penduduk perempuan lebih tinggi dibanding dengan laki-laki. Pada tahun 2013 penduduk perempuan umumnya mempunyai rata-rata hidup sampai umur 69,47 tahun, sedangkan laki-laki sampai 65,64 tahun. Angka tersebut menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2010, dimana tahun 2010 untuk perempuan mempunyai rata-rata hidup sampai 69,29 tahun dan laki-laki 65,46 tahun. Perbedaan angka harapan hidup antara laki-laki dan perempuan ini tercatat ± 4 tahun. Hal ini sebagai akibat resiko kematian saat mencari nafkah yang pada umumnya dilakukan oleh kaum lakilaki sangat besar, seperti sebagai pekerja tambang emas, menebang kayu, dan lain-lain. Di samping itu kenaikan harapan hidup ini menunjukkan bahwa tingkat kematian semakin rendah dan harapan untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan sehari-hari semakin panjang. Pergeseran struktur umur dengan semakin tingginya harapan hidup ini akan menciptakan suatu potensi peningkatan penduduk lanjut usia (lansia). Dengan adanya pertumbuhan penduduk lansia ini berarti merupakan beban tanggungan bagi penduduk yang masih berproduksi. 5.4 Status Kesehatan Keadaan kesehatan penduduk pada suatu saat dapat digunakan untuk memberikan gambaran tentang status kesehatan penduduk pada umumnya. Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan, status kesehatan memberi pengaruh pada tingkat produktivitas. Derajat kesehatan penduduk juga dapat terlihat dari angka morbiditas (kesakitan) yang menunjukkan ada tidaknya keluhan kesehatan yang mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-hari baik dalam melakukan pekerjaan, bersekolah, mengurus rumah tangga maupun melakukan aktivitas lainnya. 56 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

Keluhan dimaksud mengindikasikan adanya suatu penyakit tertentu. Dalam Susenas 2013, keluhan kesehatan yang dimaksud mencakup panas, batuk, pilek, asma/napas sesak/cepat, diare/buang-buang air, sakit kepala berulang, sakit gigi, dan lainnya. Semakin tinggi angka morbiditas maka menunjukkan semakin banyak penduduk yang mengalami gangguan kesehatan. Tabel 5.2. Angka Kesakitan Menurut Kabupaten/Kota dan Daerah Tempat Tinggal,2012-2013 Perkotan + Perkotaan Perdesaan Kabupaten/Kota Perdesaan 2012 2013 2012 2013 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Kotawaringin Barat 11,05 9,75 11,39 13,84 11,23 11,97 Kotawaringin Timur 20,42 8,26 16,72 16,40 18,04 13,49 K a p u a s 16,20 12,69 17,90 20,94 17,54 19,16 Barito Selatan 5,85 13,90 10,53 9,31 9,38 10,43 Barito Utara 16,41 14,48 13,49 16,44 14,31 15,88 Sukamara 14,19 10,37 14,25 13,73 14,23 12,76 Lamandau 21,30 20,34 13,93 12,58 15,35 14,10 Seruyan 8,70 21,74 10,05 12,88 9,79 14,62 Katingan 13,91 12,31 15,25 15,00 14,93 14,35 Pulang Pisau 10,24 7,76 11,02 10,84 10,92 10,44 Gunung Mas 15,87 14,22 12,10 16,50 12,89 16,01 Barito Timur 18,71 9,53 17,22 14,28 17,60 13,07 Murung Raya 12,38 6,76 8,99 6,96 9,51 6,93 Palangka Raya 9,61 11,46 10,09 16,18 9,66 11,93 Kalimantan Tengah 13,52 11,38 13,92 14,88 13,78 13,69 Sumber: Susenas 2012-2013 Provinsi Kalimantan Tengah Pada tahun 2013 angka kesakitan Provinsi Kalimantan Tengah mencapai 13,69 persen, mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang mencapai 13,78 persen, sebagai akibat menurunnya angka kesakitan baik di perkotaan maupun di perdesaan, masing-masing menjadi 11,38 persen dan Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 57

14,88 persen. Angka kesakitan di perdesaan yang lebih tinggi dibandingkan perkotaan menggambarkan kondisi kesehatan yang lebih buruk. Jika kita bandingkan antar kabupaten/kota, maka angka kesakitan tertinggi adalah Kabupaten Kapuas (19,16 persen) dan terendah di Kabupaten Murung Raya (6,93 persen). Dan jika kita lihat lebih jauh lagi menurut daerah tempat tinggal maka untuk daerah perkotaan tertinggi juga di Kabupaten Seruyan (21,74 persen) sedangkan daerah perdesaan yang tertinggi di Kabupaten Kapuas (20,94 persen). Tabel 5.3. Rata-rata Lama Sakit Menurut Kabupaten/Kota dan Daerah Tempat Tinggal, 2012-2013 Perkotan + Perkotaan Perdesaan Kabupaten/Kota Perdesaan 2012 2013 2012 2013 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Kotawaringin Barat 5,94 5,27 6,08 4,40 6,02 4,72 Kotawaringin Timur 4,54 6,06 3,16 4,64 3,72 4,95 K a p u a s 4,17 5,48 4,40 5,28 4,36 5,31 Barito Selatan 4,15 3,85 3,35 2,80 3,47 3,14 Barito Utara 2,94 2,77 2,89 4,15 2,90 3,79 Sukamara 4,57 4,03 6,37 5,02 5,86 4,78 Lamandau 5,77 4,81 5,24 4,90 5,38 4,88 Seruyan 5,41 3,94 3,57 4,40 3,88 4,27 Katingan 5,01 4,54 4,07 4,76 4,28 4,72 Pulang Pisau 5,05 6,44 4,08 4,57 4,20 4,76 Gunung Mas 6,12 3,89 4,87 2,48 5,19 2,75 Barito Timur 4,12 6,40 4,40 4,57 4,32 4,91 Murung Raya 3,33 4,02 3,99 5,04 3,86 4,89 Palangka Raya 3,80 4,69 2,70 2,62 3,67 4,41 Kalimantan Tengah 4,53 4,84 4,11 4,52 4,25 4,61 Sumber: Susenas 2012-2013 Provinsi Kalimantan Tengah Hal yang kurang menggembirakan adalah pada rata-rata lama sakit dari penduduk yang pernah sakit yang mengalami kenaikan dari 4,25 hari menjadi 4,61 hari (Tabel 5.3.). Hal yang cukup menarik yaitu angka perkotaan 58 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

lebih tinggi dibandingkan perdesaan. Rata-rata lama sakit tertinggi di Kabupaten Kapuas yaitu 5,31 hari sedangkan terendah Kabupaten Gunung Mas (2,75 hari). Tabel 5.4. menunjukkan bahwa keluhan kesehatan utama yang dialami anak di daerah perkotaan maupun perdesaan tidak banyak bervariasi. Keluhan kesehatan utama yang paling banyak dirasakan adalah batuk (10,75 persen), dimana daerah perkotaan sebesar 10,01 persen dan perdesaan sebesar 11,13 persen. Kemudian asma/napas sesak/cepat merupakan keluhan kesehatan yang paling jarang dialami oleh anak-anak baik di perkotaan maupun perdesaan. Tabel 5.4. Daerah Tempat Tinggal Persentase Anak-anak Menurut Daerah Tempat Tinggal dan Keluhan Kesehatan Utama yang Dialami, 2013 Panas Batuk Pilek Keluhan Kesehatan Utama Asma/ Napas Sesak/ Cepat Diare/ Buangbuang Air Sakit kepala berulang Sakit gigi Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Perkotaan 9,73 13,76 13,17 1,26 1,53 4,71 1,98 7,19 Perdesaan 8,03 10,23 10,66 1,31 1,14 3,71 1,19 6,29 Total 8,60 11,42 11,50 1,29 1,27 4,04 1,46 6,59 Sumber: Susenas 2013 Provinsi Kalimantan Tengah Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 59

5.5 Sarana dan Prasarana Kesehatan Meskipun Provinsi Kalimantan Tengah telah mengalami banyak kemajuan sebagai hasil dari pembangunan, namun ketimpangan di bidang kesehatan masih cukup memprihatinkan. Selama ini perbedaan derajat kesehatan masyarakat antara daerah perkotaan dan perdesaan maupun antara penduduk miskin dengan penduduk yang mampu masih sangat besar. Namun demikian peningkatan pelayanan kesehatan khususnya di kantongkantong kemiskinan terus diusahakan oleh pemerintah dari tahun ke tahun, seperti yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam mengevaluasi sarana dan prasarana kesehatan di desa-desa yang dinilai banyak penduduk miskin. Oleh karena berbagai macam kendala mengakibatkan banyak masyarakat miskin kurang memanfaatkan segala sarana yang ada, baik melalui berbagai jenis puskesmas (puskesmas biasa, puskesmas pembantu dan puskesmas dengan tempat tidur) maupun pelayanan rumah sakit. Untuk mengatasi hal tersebut Kemenkes telah meningkatkan kuantitas dengan membangun atau memperbaiki puskesmas-puskesmas di desa-desa, dan sarana kesehatan lainnya seperti apotik. Sejalan dengan penambahan jumlah puskesmas dan jumlah apotik, maka penyediaan paket obat-obatan secara otomatis juga meningkat. Keadaan ini merupakan gambaran semakin membaiknya sarana kesehatan yang tersedia. Ditambah lagi dengan adanya pemanfaatan obat generik, sehingga penyediaan obat bermutu sebagai bagian dari pelayanan kesehatan diharapkan dapat menjangkau semua lapisan masyarakat. 60 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

Tabel 5.5. Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kalimantan Tengah, 2000-2013 Jenis Fasilitas Kesehatan Tahun Puskesmas Rumah Sakit Puskesmas Pembantu (1) (2) (3) (4) 2000 11 133 708 2005 14 142 826 2006 14 149 816 2007 14 157 861 2008 14 163 872 2009 18 174 1 012 2010 18 179 984 2011 18 182 1 024 2012 18 192 1 022 2013 18 196 1 041 Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah Demikian halnya dengan tenaga kesehatan yang meliputi dokter, perawat, paramedis non perawat, dan tenaga akademis bidang kesehatan terus diusahakan. Namun kenyataannya banyak daerah yang kekurangan tenaga para medis terutama di daerah terpencil dan transmigrasi, sehingga banyak puskesmas pembantu yang hanya dikelola oleh seorang tenaga medis saja. Hal ini disebabkan karena penyebaran dokter tidak merata (umumnya berada di daerah perkotaan). Padahal idealnya di setiap puskesmas harus ada minimal satu dokter. Sebagaimana terlihat pada Tabel 5.5., dimana jumlah rumah sakit tahun 2000 hanya sebanyak 11 buah kemudian meningkat menjadi 18 buah pada tahun 2013. Jumlah puskesmas tahun 2000 sebanyak 133 buah Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 61

meningkat menjadi 196 buah pada tahun 2013. Serta jumlah puskesmas pembantu meningkat dari 708 buah tahun 2000 menjadi 1.041 buah pada tahun 2013. 5.6 Pemanfaatan Fasilitas Tenaga Kesehatan Upaya perbaikan kesehatan masyarakat salah satunya adalah mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan bila mempunyai keluhan kesehatan. Pada tahun 2013 rata-rata jumlah kunjungan ke fasilitas pelayanan kesehatan dalam periode satu bulan penduduk Kalimantan Tengah hanya sebesar 0,130, angka ini merupakan rata-rata kunjungan dengan faktor pembagi total penduduk baik yang sakit maupun yang tidak. Untuk bisa melihat lebih spesifik, angka kunjungan bisa dibatasi bagi mereka yang mengeluh mendapat gangguan kesehatan saja. Angka ini menggambarkan penggunaan fasilitas kesehatan untuk pelayanan oleh mereka yang memang sakit. Penggunaan fasilitas kesehatan di perkotaan masih lebih baik dibandingkan di perdesaan, hal ini kemungkinan disebabkan oleh kepercayaan masyarakat perdesaan untuk berobat pada pengobatan tradisional. Bila dilihat rata-rata per kabupaten/kota pada Tabel 5.6., maka rata-rata Kabupaten Lamandau pada tahun 2013 paling tinggi yaitu 0,886 kemudian terendah di Kabupaten Pulang Pisau yaitu 0,329. 62 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

Tabel 5.6. Angka Kunjungan ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota, 2013 Kabupaten/Kota Angka Kunjungan per Semua Penduduk Angka Kunjungan per Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan (1) (2) (3) Kotawaringin Barat 0,129 0,503 Kotawaringin Timur 0,162 0,687 K a p u a s 0,122 0,477 Barito Selatan 0,083 0,363 Barito Utara 0,077 0,365 Sukamara 0,154 0,623 Lamandau 0,256 0,886 Seruyan 0,100 0,478 Katingan 0,166 0,649 Pulang Pisau 0,066 0,329 Gunung Mas 0,220 0,784 Barito Timur 0,157 0,460 Murung Raya 0,049 0,356 Palangka Raya 0,111 0,541 Kalimantan Tengah 0,130 0,545 Sumber: Susenas 2013 Provinsi Kalimantan Tengah Jumlah fasilitas kesehatan baik milik pemerintah maupun swasta di Provinsi Kalimantan Tengah sangat terbatas bila dibandingkan dengan luas Kalimantan Tengah secara keseluruhan. Penyebaran penduduk mulai dari perkotaan sampai dengan penduduk yang bertempat tinggal di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS), daerah transmigrasi bahkan jauh di daerah pegunungan. Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 63

Tabel 5.7. Persentase Kunjungan Penduduk ke Pelayanan Kesehatan Menurut Tempat Pelayanan Berdasarkan Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 2013 Perkotaan Perdesaan Tempat Pelayanan Laki- Perem- Laki- Perem- Total laki puan laki puan Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) RS Pemerintah 17,22 15,29 16,17 8,62 8,68 8,65 RS Swasta 3,40 3,43 3,41 0,61 0,11 0,36 Praktek dokter 27,86 26,51 27,13 6,79 6,22 6,50 Puskesmas/Pustu 27,36 26,26 26,76 57,22 55,65 56,43 Praktek Tenaga 22,21 23,21 22,75 25,02 26,40 25,71 Kesehatan Pengobatan - 0,27 0,15 0,93 1,08 1,00 Tradisonal Dukun Bersalin 0,14 0,56 0,37 - - - Lainnya 1,82 4,47 3,26 0,82 1,86 1,34 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Susenas 2013 Provinsi Kalimantan Tengah Ketidakmerataan penempatan fasilitas kesehatan mengakibatkan ada perbedaan pemanfaatan fasilitas kesehatan di perkotaan dengan di perdesaan. Rumah sakit pemerintah yang umumnya terdapat di ibukota provinsi dan kabupaten lebih banyak dikunjungi di perkotaan dibanding perdesaan, namun jika kita lihat lagi dari jenis kelamin maka laki-laki lebih sering memanfaatkan fasilitas ini dibanding perempuan baik itu di perkotaan maupun perdesaan. Di daerah perkotaan untuk laki-laki (13,28 persen) dan perempuan (13,02 persen), sedangkan di daerah perdesaan adalah laki-laki 6,12 persen dan 5,85 persen untuk perempuan. Sarana kesehatan yang paling sering dikunjungi baik di perkotaan maupun perdesaan yaitu 64 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

puskesmas/pustu. Sedangkan praktek dokter lebih sering dikunjungi di perkotaan daripada di perdesaan. Fasilitas kesehatan di perdesaan yang paling banyak dimanfaatkan perempuan yaitu puskesmas/pustu (58,18 persen), praktek tenaga kesehatan (26,39 persen), dan praktek dokter (11,39 persen), begitu juga dengan laki-laki yaitu puskesmas/pustu (53,83 persen), praktek tenaga kesehatan (23,74 persen), dan praktek dokter (13,73 persen). Ketiga tempat ini dapat melayani penyakit ringan atau sekedar tempat meminta surat rujukan jika penyakit pasien tidak bisa dilayani. Kondisi jarak antara lokasi tempat tinggal penduduk dengan fasilitas kesehatan cukup jauh, dimana umumnya lokasi puskesmas dan puskesmas pembantu berada di ibukota kecamatan, sedangkan pemukiman penduduk cukup jauh tersebar di luar ibukota kecamatan, membuat penduduk berobat ke puskesmas atau ke puskesmas pembantu kadang-kadang dianggap sangat merugikan baik dari segi waktu maupun dari segi biaya. 5.6.1 Penolong Persalinan Untuk mewujudkan peningkatan derajat dan status kesehatan penduduk, ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas dan sarana kesehatan yang tidak kalah pentingnya adalah tenaga penolong persalinan bayi. Hal ini berkaitan dengan upaya menurunkan angka kematian bayi dan kematian ibu saat melahirkan, dimana pemerintah mengupayakan agar para ibu hamil dapat melahirkan dengan selamat, demikian pula bayi yang dilahirkan dapat terlahir dengan sehat. Untuk itu pemerintah terus berusaha mendistribusikan tenaga kesehatan ke berbagai wilayah di Indonesia termasuk daerah-daerah terpencil yaitu daerah perdesaan agar dapat menolong para ibu hamil dengan bantuan tenaga kesehatan. Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 65

Jenis tenaga penolong persalinan menentukan keberhasilan persalinan dan akan berpengaruh pada kesehatan ibu dan bayi yang ditolong. Dalam hal ini persalinan yang ditolong oleh tenaga medis, seperti dokter, bidan, dan tenaga medis lainnya dianggap lebih baik dibandingkan tenaga non medis seperti dukun, famili atau lainnya, karena mereka telah mendapat bekal pendidikan dan pengetahuan formal mengenai cara pertolongan persalinan yang benar dan sehat. Walaupun demikian, persalinan di daerah perdesaan Kalimantan Tengah masih banyak dibantu oleh dukun, famili dan lainnya (pada tahun 2013 sebesar 40,06 persen). Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan ekonomi dan faktor budaya yang biasa terdapat di daerah perdesaan. Dalam 2 tahun terakhir penolong persalinan oleh tenaga medis mengalami peningkatan yang cukup menggembirakan (Tabel 5.8.). Tenaga medis masih mempunyai peranan penting dalam hal penolong persalinan, hal ini bisa dibuktikan dengan masih banyaknya masyarakat yang menggunakan tenaganya, pada tahun 2012 sebesar 66,73 persen, kemudian meningkat menjadi 68,42 persen pada tahun 2013. Angka ini menunjukkan bahwa masyarakat di Provinsi Kalimantan Tengah ini menganggap kelahiran dengan ditolong oleh tenaga medis lebih aman daripada dengan tenaga non medis. Upaya pemerintah untuk mengurangi jumlah persalinan dibantu tenaga bukan medis ditempuh dengan memperbanyak jumlah bidan melalui penempatan bidan di desa (Program Bidan Desa). 66 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

Tabel 5.8. Persentase Penolong Persalinan Balita Menurut Daerah Tempat Tinggal, 2012-2013 Penolong Persalinan 2012 2013 Kota Desa Total Kota Desa Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Tenaga Medis 84,45 56,87 66,73 84,03 59,94 68,42 Bukan Tenaga Medis 15,55 43,13 33,27 15,97 40,06 31,58 Sumber: Susenas 2012-2013 Provinsi Kalimantan Tengah 5.6.2 Persentase Penduduk Sakit yang Mengobati Sendiri Cara penyembuhan yang umum dilakukan adalah mengobati sendiri keluhan yang dirasakan. Tahun 2013 cara ini masih cukup tinggi yaitu sebesar 72,29 persen (Tabel 5.9.), yang berarti bahwa 72,29 persen penduduk Kalimantan Tengah yang sakit masih mengobati sendiri keluhan yang dirasakannya. Jika dilihat dari tipe daerahnya, untuk perdesaan mencapai 72,85 persen, lebih besar dari daerah perkotaan yang hanya 71,01 persen. Hal ini juga menggambarkan di samping masih rendahnya kesadaran sebagian penduduk untuk memanfaatkan sarana kesehatan, juga disebabkan faktor biaya dan jarak yang tidak terjangkau dan faktor lainnya. Masyarakat Kabupaten Pulang Pisau dapat dikatakan yang paling rendah dalam memanfaatkan sarana kesehatan, sebab pada tahun 2013 persentase penduduk sakit yang tidak menggunakan sarana kesehatan mencapai 90,38 persen, paling tinggi di antara kabupaten lainnya, ini mungkin disebabkan masih belum lengkapnya fasilitas kesehatan di daerah tersebut. Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 67

Tabel 5.9. Persentase Penduduk Sakit yang Pernah Mengobati Sendiri Menurut Kabupaten/Kota dan Daerah Tempat Tinggal, 2013 Kabupaten/Kota Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan (1) (2) (3) (4) Kotawaringin Barat 66,72 69,15 68,20 Kotawaringin Timur 53,14 57,48 56,22 K a p u a s 84,09 79,51 80,16 Barito Selatan 88,00 62,97 70,26 Barito Utara 65,32 82,00 77,56 Sukamara 72,66 66,63 68,40 Lamandau 54,45 38,29 41,57 Seruyan 70,61 81,08 77,86 Katingan 76,44 86,46 84,16 Pulang Pisau 74,32 92,00 90,38 Gunung Mas 84,26 78,25 79,46 Barito Timur 82,21 71,04 73,77 Murung Raya 80,81 78,21 78,56 Palangka Raya 74,70 95,93 77,79 Kalimantan Tengah 71,01 72,85 72,29 Sumber: Susenas 2013 Provinsi Kalimantan Tengah 5.6.3 Persentase Penduduk Sakit yang Menjalani Rawat Inap Indikator ini menggambarkan tingkat pemanfaatan sarana kesehatan untuk rawat inap. Pada tahun 2013 di Kalimantan Tengah terdapat 1,66 persen penduduk sakit yang menjalani rawat inap. Persentase terbesar terdapat di daerah perkotaan yaitu 2,11 persen dibanding daerah perdesaan yang hanya 1,43 persen. Hal ini disebabkan sarana dan fasilitas untuk rawat inap di perkotaan lebih baik. Dapat juga disebabkan oleh tingkat kemampuan ekonomi masyarakat perkotaan dalam melakukan pengobatan penyakit yang dialami lebih tinggi dibanding masyarakat perdesaan. Kabupaten Barito Timur 68 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

mempunyai angka tertinggi dibanding kabupaten lainnya yang mencapai 2,79 persen, dan terendah di Kabupaten Seruyan hanya sebesar 0,77 persen. Jika kita lihat dari daerah tempat tinggalnya, untuk daerah perkotaan persentase tertinggi yaitu Kabupaten Sukamara yang mencapai 5,18 persen, sedangkan untuk daerah perdesaan persentase tertinggi di Kabupaten Barito Timur sebesar 3,01 persen. Tabel 5.10. Persentase Penduduk Sakit yang Menjalani Rawat Inap MenurutKabupaten/Kota dan Daerah Tempat Tinggal, 2013 Kabupaten/Kota Perkotaan Perdesaan Perkotan + Perdesaan (1) (2) (3) (4) Kotawaringin Barat 1,97 2,19 2,09 Kotawaringin Timur 2,91 2,48 2,64 K a p u a s 1,52 1,12 1,20 Barito Selatan 0,61 0,93 0,85 Barito Utara 1,83 0,88 1,15 Sukamara 5,18 1,78 2,76 Lamandau 3,01 1,39 1,70 Seruyan 2,66 0,31 0,77 Katingan 2,43 0,49 0,96 Pulang Pisau 2,02 1,41 1,49 Gunung Mas 3,89 1,30 1,86 Barito Timur 2,14 3,01 2,79 Murung Raya 0,49 1,00 0,92 Palangka Raya 1,65 0,00 1,48 Kalimantan Tengah 2,11 1,43 1,66 Sumber : Susenas 2013 Provinsi Kalimantan Tengah Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 69

TARAF DAN POLA KONSUMSI

BAB VI TARAF DAN POLA KONSUMSI Pola konsumsi penduduk merupakan salah satu indikator sosial ekonomi masyarakat yang sangat dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan setempat. Budaya setempat dan perilaku lingkungan akan membentuk pola kebiasaan tertentu pada sekelompok masyarakat dimana mereka berada. Dengan menggunakan data pengeluaran dapat diungkapkan tentang pola konsumsi rumah tangga secara umum menggunakan indikator proposi pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan. Komposisi pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan ukuran guna menilai tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk, makin rendah persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran makin membaik tingkat kesejahteraan penduduk. Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat digambarkan dengan pendapatan/ penghasilannya, namun penghitungan pendapatan suatu masyarakat melalui kegiatan survei sulit dilaksanakan terutama karena adanya hambatan masalah teknis pada saat wawancara. Untuk itu penghasilan rumah tangga diperkirakan dari data pengeluaran rumah tangga. Secara umum konsumsi/pengeluaran rumah tangga terbagi ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu konsumsi/pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan. Dengan kedua jenis pengeluaran tersebut, dapat dilihat bagaimana pola konsumsi masyarakat. Tingkat kebutuhan/permintaan (demand) terhadap kedua kelompok pengeluaran tersebut pada dasarnya berbeda. Dalam kondisi pendapatan terbatas akan mendahulukan pemenuhan makanan, sehingga pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah akan terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan. Seiring dengan peningkatan pendapatan maka lambat laun akan Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 71

terjadi pergeseran pola pengeluaran, yaitu penurunan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan dan peningkatan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk bukan makanan. Pergeseran komposisi atau pola pengeluaran tersebut terjadi karena elastisitas permintaan terhadap makanan pada umumnya rendah, sementara elastisitas permintaan terhadap barang bukan makanan pada umumnya tinggi. Keadaan ini semakin jelas terlihat pada kelompok penduduk yang tingkat konsumsi makanannya sudah mencapai titik jenuh, sehingga peningkatan pendapatan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang bukan makanan (kalau bukan disimpan/ditabung atau diinvestasikan kembali). Dari uraian tersebut dapat diartikan bahwa pola pengeluaran dapat dipakai sebagai salah satu alat untuk menilai tingkat kesejahteraan (ekonomi) penduduk, dan perubahan komposisinya sebagai indikasi perubahan tingkat kesejahteraan. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia pengeluaran untuk makanan masih merupakan bagian terbesar dari pengeluaran rumah tangga. Sebaliknya di negara-negara maju, pengeluaran untuk aneka barang dan jasa, merupakan bagian terbesar dari pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran tersebut tidak bersifat primer lagi, antara lain pengeluaran untuk perawatan kesehatan, perawatan kecantikan, peningkatan pendidikan, rekreasi, olah raga, dan sebagainya. 6.1 Pengeluaran Rumah Tangga Pada Tabel 6.1. disajikan data pengeluaran rata-rata per kapita untuk kelompok makanan dan bukan makanan keadaan tahun 2009-2013. Selama kurun waktu 2009-2013 total pengeluaran rata-rata mengalami kenaikan, hal ini bisa disebabkan oleh dua hal yaitu masyarakat yang makin 72 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

konsumtif dan tingginya harga komoditi sehingga pengeluaran dengan sendirinya bertambah. Secara keseluruhan angka-angka tersebut menunjukkan kecenderungan turunnya proporsi pengeluaran rumah tangga untuk makanan. Ini merupakan indikator meningkatnya penggunaan pendapatan untuk bukan makanan selama kurun waktu tersebut. Lebih jauh lagi, hal ini dapat diartikan sebagai membaiknya kesejahteraan rumah tangga. Tabel 6.1. Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran, 2009-2013 (rupiah) Konsumsi/ Pengeluaran 2009 2010 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) Makanan 280 883 342 761 366 416 391 357 437 900 Bukan Makanan 163 198 219 886 275 935 306 604 351 474 Total Pengeluaran 444 081 562 647 642 351 697 961 789 373 Sumber: Susenas 2009-2013 Provinsi Kalimantan Tengah Jika dilihat dari persentasenya, pengeluaran rata-rata per kapita sebulan untuk bahan makanan mengalami penurunan dari 56,07 persen pada tahun 2012 menjadi 55,47 persen pada tahun 2013, sedangkan pengeluaran bukan makanan mengalami peningkatan dari 43,93 persen menjadi 44,53 persen. Ini berarti bahwa pada periode 2012-2013 terjadi kecenderungan konsumsi makanan masih menjadi prioritas penduduk dalam membelanjakan penghasilannya, walaupun mengalami penurunan. Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 73

Gambar 6.1. Persentase Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran, 2012-2013 Makanan Bukan Makanan 43,93 44,53 56,07 55,47 2012 2013 Dari Gambar 6.2. pengeluaran per kapita sebulan untuk masyarakat perkotaan juga terlihat jauh lebih besar dari masyarakat perdesaan. Hal ini disebabkan perekonomian masyarakat di daerah perkotaan lebih maju dari perdesaan, di samping pola konsumsi masyarakat kota yang sarat jenis dan kualitas komoditasnya. Kemudian jika kita telaah lagi menurut jenis pengeluarannya maka di proporsi pengeluaran untuk konsumsi bukan makanan lebih besar jika dibandingkan proporsi pengeluaran untuk bahan makanan, hal ini nampak berbeda dengan perdesaan dimana konsumsi makanan masih menjadi prioritas. Dapat juga diartikan bahwa kesejahteraan penduduk di daerah perkotaan lebih baik daripada perdesaan. 74 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

Gambar 6. 2. Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Daerah Tempat Tinggal, 2013 Makanan Bukan Makanan 507.141 271.636 351.474 463.137 424.956 437.900 Perkotaan Perdesaan Kota + Desa Sejalan dengan peningkatan pengeluaran per kapita sebulan selama periode 2010-2013, maka selain peningkatan pengeluaran per kapita untuk bahan makanan, pengeluaran per kapita untuk bahan bukan makanan pun meningkat, seperti perumahan dan fasilitas rumah tangga, aneka barang dan jasa, pakaian, barang tahan lama, pajak, keperluan pesta dan upacara. Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 75

Tabel 6.2. Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran, 2010-2013 (rupiah) Jenis Pengeluaran 2010 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) Padi-padian 69 022 62 526 66 674 70 324 Umbi-umbian 2 927 2 032 1 895 2 228 I k a n 50 360 53 168 53 446 61 725 Daging 17 934 20 674 23 480 25 859 Telur dan susu 23 882 19 783 21 563 25 981 Sayur-sayuran 24 758 32 190 32 451 39 464 Kacang-kacangan 8 575 5 710 6 376 6 817 Buah-buahan 9 476 19 988 18 164 21 678 Minyak dan lemak 12 353 12 530 13 064 13 259 Bahan minuman 18 820 16 604 17 655 19 943 Bumbu-bumbuan 10 906 11 551 12 286 12 442 Konsumsi Lainnya 13 825 9 779 10 095 10 493 Makanan minuman jadi 35 071 54 265 63 059 69 956 Minuman beralkohol 981 898 197 1 027 Tembakau dan sirih 43 872 44 715 50 952 56 704 Makanan 342 761 366 416 391 357 437 900 Perumahan dan fasilitas rumahtangga 114 205 122 772 145 699 165 767 Aneka barang jasa 44 116 54 847 65 974 86 790 Biaya kesehatan 9 417 12 748 12 943 17 541 Biaya pendidikan 11 040 11 713 12 926 15 859 Pakaian, alas kaki, dan tutup kepala 13 739 19 263 19 243 20 440 Barang tahan lama 15 688 36 776 34 002 25 671 Pajak, pungutan, dan asuransi 6 688 6 772 6 937 9 665 Keperluan pesta dan upacara 4 991 11 044 8 879 9 741 Bukan Makanan 219 886 275 935 306 604 351 474 J u m l a h 562 647 642 351 697 961 789 373 Sumber: Susenas 2008-2013 Provinsi Kalimantan Tengah 76 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

6.2 Konsumsi Energi dan Protein Secara umum gizi atau zat gizi adalah zat makanan yang diperlukan tubuh manusia dalam jumlah tertentu untuk hidup sehat. Bila semua zat gizi yang diperlukan dapat dipenuhi, maka seseorang akan mempunyai peluang hidup sehat yang tinggi. Untuk itu gizi merupakan kebutuhan yang amat penting bagi kehidupan manusia karena sangat berpengaruh terhadap kematian, masa pertumbuhan dan daya tahan tubuh, kecerdasan serta produktivitas kerja. Kekurangan gizi di samping mengakibatkan kelesuan, tidak bersemangat, juga mudah terserang penyakit, pertumbuhan terlambat, tingkat kecerdasan yang rendah dan umur harapan hidup relatif pendek. Tingkat kecukupan gizi yang mencakup konsumsi kalori dan protein merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk. Jumlah konsumsi kalori dan protein dihitung berdasarkan jumlah dari hasil kali antara kuantitas setiap makanan yang dikonsumsi dengan besarnya kandungan kalori dan protein dalam setiap makanan tersebut. Menurut standar gizi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2004, kebutuhan minimal kalori per kapita sehari adalah 2.000 kkal dan protein 52 gram. Dari Tabel 6.3. terlihat bahwa jika berpedoman pada standar kebutuhan minimal tersebut maka rata-rata konsumsi kalori per kapita sehari Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2013 sebesar 1.873,02 kkal masih berada di bawah standar kecukupan, sedangkan rata-rata konsumsi protein telah melebihi standar kecukupan yang mencapai 54,52 gram. Apabila dibandingkan menurut daerah tempat tinggal, terlihat bahwa rata-rata konsumsi kalori penduduk perdesaan yang mencapai 1.917,91 kkal, lebih besar dibandingkan perkotaan yang hanya sebesar 1.785,52 kkal, dimana keduanya juga masih di Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 77

bawah standar kecukupan. Begitu juga halnya dengan rata-rata konsumsi protein perdesaan yang lebih besar dibandingkan perkotaan, namun keduanya sudah di atas standar kecukupan. Hal ini wajar, karena aktivitas penduduk di perdesaan pada umumnya membutuhkan energi yang lebih besar dibanding penduduk di perkotaan. Tabel 6.3. Rata-rata Konsumsi Kalori dan Protein Per Kapita Sehari Menurut Kelompok Makanan dan Daerah Tempat Tinggal, 2013 Kelompok Makanan Kalori (Kkal) Protein (gr) Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Padi-padian 806,96 977,40 919,62 18,91 22,89 21,54 Umbi-umbian 18,48 25,58 23,17 0,15 0,20 0,18 Ikan 65,07 75,47 71,95 10,35 11,62 11,19 Daging 81,77 72,48 75,63 5,00 4,10 4,40 Telur dan susu 74,99 54,64 61,54 4,13 3,04 3,41 Sayur-sayuran 30,99 39,13 36,37 2,01 2,68 2,45 Kacang-kacangan 31,92 23,93 26,64 3,15 2,32 2,60 Buah-buahan 37,04 36,10 36,42 0,43 0,40 0,41 Minyak dan lemak 233,66 234,98 234,53 0,13 0,21 0,18 Bahan minuman 100,88 135,51 123,77 0,94 1,09 1,04 Bumbu-bumbuan 16,07 20,12 18,75 0,66 0,79 0,75 Konsumsi lainnya 65,39 62,65 63,58 1,37 1,32 1,34 Makanan minuman jadi 222,28 159,91 181,05 7,08 3,99 5,04 Jumlah 1 785,52 1 917,91 1 873,02 54,30 54,64 54,52 Sumber: Susenas 2013 Provinsi Kalimantan Tengah 78 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

Gambar 6.3. Persentase Rata-rata Konsumsi Kalori Per Kapita Sehari Menurut Kelompok Makanan dan Daerah Tempat Tinggal, 2013 100 75 50 3,64 3,94 4,20 2,85 4,58 3,78 3,66 3,27 5,65 7,07 13,09 12,25 12,45 8,34 Umbi-umbian Bumbu-bumbuan Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Ikan Telur dan Susu Daging 25 45,19 50,96 Konsumsi Lainnya Bahan Minuman Minyak dan Lemak 0 Perkotaan Perdesaan Makanan dan Minuman Jadi Padi-padian Konsumsi kalori penduduk baik perkotaan maupun perdesaan didominasi oleh padi-padian, dimana perdesaan mencapai 50,96 persen dari total kalori sedangkan perkotaan sebesar 45,19 persen. Kemudian perubahan porsi makanan dan minuman jadi juga dapat mengindikasikan perubahan pola konsumsi yang berkaitan dengan proses modernisasi. Dari Gambar 6.3. di atas terlihat juga bahwa porsi konsumsi kalori makanan dan minuman jadi terhadap total konsumsi kalori penduduk di perkotaan (12,45 persen) jauh lebih besar dibandingkan prosi makanan dan minuman jadi penduduk di perdesaan (8,34 persen). Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 79

Begitu juga dengan konsumsi protein penduduk baik perkotaan maupun perdesaan didominasi oleh padi-padian, dimana perdesaan mencapai 41,90 persen dari total kalori sedangkan perkotaan sebesar 34,82 persen. Sama seperti konsumsi kalori, untuk konsumsi protein terlihat juga bahwa porsi konsumsi protein makanan dan minuman jadi terhadap total konsumsi kalori penduduk di perkotaan (13,04 persen) jauh lebih besar dibandingkan porsi makanan dan minuman jadi penduduk di perdesaan (7,30 persen). Gambar 6.4. Persentase Rata-rata Konsumsi Protein Per Kapita Sehari Menurut Kelompok Makanan dan Daerah Tempat Tinggal, 2013 Minyak dan Lemak 100 75 50 5,80 4,25 7,60 5,56 9,21 7,50 7,30 13,04 21,27 19,05 Umbi-umbian Buah-buahan Bumbu-bumbuan Bahan Minuman Konsumsi Lainnya Sayur-sayuran Kacang-kacangan Telur dan Susu 25 0 34,82 Perkotaan 41,90 Perdesaan Daging Makanan dan Minuman Jadi Ikan Padi-padian 80 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN

BAB VII PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN Perumahan merupakan salah satu kebutuhan pokok disamping kebutuhan pangan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Rumah yang baik tentunya adalah rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan lokasi perumahan idealnya dekat dengan fasilitas lingkungan seperti sekolah, tempat berobat, pasar, dan tempat rekreasi. Oleh karena itu keadaan perumahan dan lingkungannya dapat memberikan gambaran mengenai kesejahteraan rumah tangga khususnya dan keadaan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Selain sebagai tempat tinggal, rumah juga dapat menunjukkan status sosial seseorang. Status sosial seseorang berhubungan positif dengan kualitas/kondisi rumah. Semakin tinggi status sosial seseorang semakin besar peluang untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal dengan kualitas yang lebih baik. Berkaitan dengan masalah perumahan, pemerintah berupaya meringankan beban masyarakat melalui program perumahan murah (perumnas), program Kredit Pemilikan Rumah Bank Tabungan Negara (KPRBTN) serta program perbaikan kampung yang disesuaikan dengan kemampuan masyarakat. Disamping itu program penyehatan lingkungan yang bertujuan menjaga, membentuk/menciptakan, dan melestarikan keadaan lingkungan yang sehat, bersih dan nyaman juga dilaksanakan. Karena disadari bahwa perumahan sekarang tidak hanya sekedar tempat untuk berteduh tetapi juga merupakan cermin bagi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu amat diperlukan terwujudnya suatu rumah sehat yang dapat memberikan rasa nyaman dan aman bagi penghuninya. Terbatasnya tanah untuk pemukiman penduduk khususnya di daerah perkotaan serta masih Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 83

rendahnya tingkat perekonomian terutama di daerah-daerah perdesaan, memberi gambaran tentang kualitas perumahan pada umumnya yang erat kaitannya dengan derajat kesehatan keluarga. Rumah yang baik serta lingkungan yang sehat diharapkan dapat memberikan rasa nyaman bagi anggota rumah tangga yang menghuninya. Di daerah perkotan pada umumnya perumahan penduduk relatif lebih baik bila dibandingkan dengan di daerah perdesaan. Pembangunan perumahan di daerah perkotaan dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang disamping untuk dipergunakan sebagai tempat tinggal/usaha juga dipandang dari segi keindahan dan kelayakannya. Disamping itu pemerintah maupun badanbadan swasta yang bergerak dalam usaha penyediaan perumahan juga menyediakan rumah bagi penduduk dengan harga yang relatif murah. Berbagai fasilitas yang mencerminkan kesejahteraan rumah tangga diantaranya dapat dilihat dari kualitas material, yang mencakup antara lain jenis atap, dinding, dan lantai terluas yang digunakan. Untuk melihat bagaimana kondisi suatu rumah, luas lantai dapat merupakan sebagai salah satu faktor penentu, mengingat rumah tangga dengan luas lantai yang cukup memadai dapat memberikan kenyamanan serta udara segar bagi pemiliknya. Fasilitas-fasilitas lain yang juga tidak kurang pentingnya untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat dari segi perumahan adalah jenis bahan bangunan yang dipergunakan bagi perumahan itu, bahan bakar yang digunakan untuk memasak, fasilitas penerangan dan lain sebagainya. Disamping itu harus dilihat pula fasilitas-fasilitas lain yang sangat erat kaitannya dengan saranasarana kesehatan seperti sumber air minum, sumber air untuk mandi dan mencuci pakaian, jamban serta kakus yang dapat dijadikan sebagai indikator untuk menentukan tingkat kesejahteraan penduduk/rumah tangga. 84 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

7.1 Berbagai Unsur Rumah/Tempat Tinggal 7.1.1. Status Penguasaan Tempat Tinggal Kepemilikan rumah merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan pembangunan perumahan dan pemukiman, selain itu juga untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat dan peningkatan taraf hidup. Kondisi ekonomi rumah tangga sangat berpengaruh terhadap kepemilikan rumah tinggal. Rumah tangga yang menempati rumah milik sendiri dapat dikatakan telah mampu memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal yang terjamin dan permanen dalam jangka panjang. Tabel 7.1. Persentase Rumah tangga Menurut Status Penguasaan Tempat Tinggal, 2012-2013 Status Penguasaan Tempat Tinggal 2012 2013 (1) (2) (3) Milik Sendiri 77,09 73,22 Kontrak 1,48 2,16 Sewa 5,84 5,77 Bebas Sewa Milik Orang Lain 2,04 2,54 Bebas Sewa Milik Orang Tua/Sanak/Saudara 8,07 9,32 Dinas 5,39 6,72 Lainnya 0,09 0,26 Jumlah 100,00 100,00 Sumber: Susenas 2012-2013 Provinsi Kalimantan Tengah Dari tabel di atas terlihat bahwa rumah tangga yang menempati rumah milik sendiri sebesar 73,22 persen, sisanya 26,78 persen rumah tangga menempati rumah bukan milik sendiri. Rumah tangga yang menempati rumah bukan milik sendiri terdiri dari 9,32 persen menempati rumah bebas sewa milik orang tua/sanak/saudara, sewa 5,77 persen, bebas sewa milik orang lain Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 85

2,54 persen, rumah dinas 6,72 persen, kontrak 2,16 persen, dan lainnya 0,26 persen. Selama delapan tahun terakhir persentase rumah tangga yang menempati rumah bukan milik sendiri relatif tidak berubah yaitu sekitar 20 persen. Gambar 7.1. Persentase Rumah Tangga Menurut Status Penguasaan Tempat Tinggal dan Daerah Tempat Tinggal, 2013 78,20 63,38 14,07 5,00 0,72 1,57 3,71 1,95 10,06 8,95 3,77 8,22 0,02 0,39 Milik Sendiri Kontrak Sewa Bebas Sewa Perkotaan Milik Ortu Dinas Lainnya Perdesaan Gambar 7.1. menunjukkan persentase rumah tangga yang menempati rumah bukan milik sendiri di daerah perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah perdesaan. Hal ini berkaitan dengan daya tarik perkotaan yaitu banyak penduduk yang pindah untuk bekerja di daerah perkotaan dan juga harga jual rumah di perkotaan yang jauh lebih mahal bila dibandingkan dengan di perdesaan menyebabkan banyak penduduk perkotaan yang terpaksa menempati rumah bukan milik sendiri. 7.1.2. Lantai Rumah Rumah yang nyaman adalah rumah yang relatif luas dimana penghuninya tidak berdesakan sehingga dapat merasakan udara yang segar. Menurut badan Kesehatan Dunia (WHO) salah satu kriteria rumah sehat adalah rumah tinggal yang memiliki luas lantai per orang minimal 10 m 2. Sementara menurut Kementerian Kesehatan, rumah dapat dikatakan memenuhi salah satu persyaratan sehat adalah jika penguasaan luas lantai per kapitanya minimal 8 m 2. Dengan rata-rata anggota rumah tangga tahun 86 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

2013 sebanyak 3,9 orang per rumah tangga, maka rata-rata luas rumah cukup memadai sekitar 32 m 2 atau lebih. Tabel 7.2. Persentase Rumah Tangga Menurut Luas Lantai Rumah, 2008-2013 Luas lantai (m 2 ) 2008 2009 2010 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) < 20 5,81 3,03 4,73 4,78 6,13 4,11 20-49 47,99 51,78 49,54 51,81 49,06 46,36 50-99 38,94 38,54 37,45 36,33 37,31 39,87 100+ 7,25 6,65 8,27 7,09 7,49 9,66 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Susenas 2008-2013 Provinsi Kalimantan Tengah Dari Tabel 7.2. terlihat bahwa rata-rata rumah tangga di Kalimantan Tengah telah menghuni rumah yang cukup memadai luasnya. Hal ini terlihat dimana hanya 4,11 persen rumah tangga yang menghuni rumah dengan luas kurang dari 20 m 2 sedangkan 95,89 persen rumah tangga yang menghuni rumah dengan luas lebih dari 20 m 2. Persentase terbesar rumah tangga menghuni rumah dengan luas lantai 20-49 m 2 sebesar 46,36 persen. Rumah yang tidak layak huni adalah rumah yang jenis lantainya dari tanah, karena lantai tanah akan berpengaruh kurang baik terhadap kesehatan penghuninya. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011 Tahun 2011, salah satu persyaratan kesehatan rumah tinggal adalah lantai kedap air dan mudah dibersihkan. Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 87

Tabel 7.3. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Lantai Rumah Terluas, 2008-2013 Jenis Lantai 2008 2009 2010 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Bukan Tanah 96,65 96,30 96,39 99,18 99,22 98,90 Tanah 3,35 3,70 3,61 0,82 0,78 1,10 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Susenas 2008-2013 Provinsi Kalimantan Tengah Di Provinsi Kalimantan Tengah sebagian besar lantai rumah terbuat dari bukan tanah (marmer/keramik/granit, tegel/teraso, semen, kayu, dan lainnya) sebesar 98,90 persen di tahun 2013. Dari persentase sebesar itu lantai kayu adalah yang terbanyak, hal itu berkaitan erat dengan budaya dan kebiasaan penduduk Kalimantan Tengah yang turun temurun dengan rumah panggung yang lantainya terbuat dari kayu, yang didukung dengan sumber daya alam Kalimantan Tengah masih kaya akan kayu. Sementara rumah yang lantainya dari tanah persentasenya sangat kecil berkisar 1,10 persen. Gambar 7.2. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Lantai Rumah Terluas, 2013 69,62 15,67 11,85 1,10 0,04 1,71 Marmer/keramik/gra nit Tegel/teraso Semen Kayu Tanah 88 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

7.1.3. Atap dan Dinding Rumah Seperti halnya lantai rumah, atap dan dinding rumah sebagian besar menggunakan kayu. Bahkan tidak jarang dijumpai rumah dengan lantai keramik dan dinding tembok namun masih menggunakan kayu sebagai atapnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh budaya masyarakat Kalimantan Tengah yang sudah terbiasa menggunakan kayu sebagai atap rumah. Disamping itu telah terbukti bahwa atap dari kayu cukup tahan lama dan tidak mudah pecah. Namun dari data pada Tabel 7.4. terjadi kecenderungan menurun terhadap penggunaan kayu sebagai atap rumah dan peningkatan penggunaan seng ataupun asbes dalam kurun waktu 2008-2013. Hal ini diakibatkan dari semakin sulitnya memperoleh kayu sebagai bahan untuk atap rumah sehingga harganya pun semakin meningkat. Jika pada tahun 2008 rumah tangga yang menggunakan kayu sebagai atap rumah sebesar 33,60 persen, maka pada tahun 2013 menurun menjadi 19,92 persen. Hal sebaliknya terjadi pada bahan atap rumah dari seng dan asbes yang justru mengalami peningkatan dalam penggunaannya, dimana pada tahun 2008 rumah tangga yang menggunakan seng sebagai atap rumah hanya sebesar 41,06 persen dan 6,44 persen atap asbes, kemudian pada tahun 2013 meningkat menjadi 57,82 persen untuk seng dan 8,94 persen untuk asbes. Sementara itu rumah tangga yang menggunakan atap rumah yang kurang layak (ijuk/rumbia) pada tahun 2013 adalah sebesar 4,10 persen, mengalami penurunan dibandingkan tahun 2008 dimana rumah tangga yang menggunakan ijuk/rumbia mencapai 7,91 persen. Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 89

Tabel 7.4. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Atap Rumah Terluas, 2008-2013 Jenis Atap 2008 2009 2010 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Beton 0,68 1,18 0,84 0,56 1,14 0,66 Genteng 10,18 10,50 10,00 7,85 8,13 8,01 Sirap 33,60 31,40 29,31 28,09 24,11 19,92 Seng 41,06 42,36 45,69 50,66 54,20 57,82 Asbes 6,08 8,36 8,46 6,81 7,40 8,94 Ijuk/rumbia 7,91 5,58 5,24 5,46 4,61 4,10 Lainnya 0,68 1,18 0,84 0,56 1,14 0,66 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Susenas 2008-2013 Provinsi Kalimantan Tengah Dinding rumah dikatakan layak apabila dinding rumah tersebut permanen, yaitu yang terbuat dari bahan-bahan yang tahan lama seperti tembok dan kayu dan dapat melindungi penghuni rumah dari cuaca di luar rumah. Jenis dinding yang baik adalah jenis dinding yang tidak lembab serta tidak terpengaruh pencemaran seperti bau, rembesan air kotor serta dinding di ruang tidur dan ruang keluarga dilengkapi sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara. Pada tahun 2013 persentase rumah tangga yang telah menggunakan dinding rumah yang permanen sebesar 98,55 persen. Sebagian besar dari rumah tangga tersebut menggunakan kayu sebagai dinding rumah, yaitu sebesar 75,05 persen, dimana persentasenya terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Sebaliknya rumah tangga yang menggunakan tembok sebagai dinding rumah terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun 90 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

hingga mencapai 23,50 persen pada tahun 2013. Sedangkan sisanya 1,45 persen rumah tangga yang masih menggunakan dinding rumah yang tidak permanen (bambu dan lainnya). Ini menggambarkan bahwa ternyata perbaikan perumahan menjadi salah satu prioritas utama masyarakat, mengingat fungsinya yang sangat vital dalam kehidupan sehari-hari. Tabel 7.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Dinding Rumah Terluas, 2008-2013 Jenis Dinding Terluas 2008 2009 2010 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Tembok 15,90 17,69 21,75 18,72 21,19 23,50 Kayu 83,22 81,53 77,48 80,13 78,14 75,05 Lainnya 0,88 0,78 0,77 1,15 0,67 1,45 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Susenas 2008-2013 Provinsi Kalimantan Tengah Dari gambar 7.3 terlihat bahwa persentase rumah tangga di perdesaan dengan dinding kayu (83,78 persen) jauh lebih besar dibanding perkotaan (57,78 persen). Sebaliknya persentase rumah tangga perdesaan dengan dinding tembok (14,63 persen) jauh lebih kecil dibanding perkotaan (41,03 persen). Gambar 7.3. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Dinding Rumah Terluas dan Daerah Tempat Tinggal, 2013 1,19 1,59 41,03 14,63 57,78 83,78 Lainnya Tembok Kayu Perkotaan Perdesaan Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 91

7.2 Fasilitas Tempat Tinggal Kelengkapan fasilitas pokok suatu rumah akan menentukan nyaman tidaknya suatu tempat tinggal, dan juga menentukan tingkat kualitasnya. Fasilitas tempat tinggal ini juga berhubungan dengan kesehatan lingkungan tempat tinggal. Fasilitas pokok yang penting agar suatu rumah menjadi nyaman dan sehat untuk ditinggali adalah tersedianya sarana listrik, air bersih dan jamban dengan tangki septik. 7.2.1 Sumber Air Minum Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi rumah tangga dalam kehidupan sehari-hari. Ketersediaan dalam jumlah yang cukup terutama untuk keperluan minum dan masak merupakan tujuan utama dari program penyediaan air bersih yang terus diupayakan oleh pemerintah. Fasilitas air minum merupakan hal penting karena sangat menentukan kualitas air minum itu sendiri. Gambar 7.4. Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Air Minum dan Daerah Tempat Tinggal, 2013 69,05 45,00 14,97 19,13 16,73 13,04 19,13 2,93 Sendiri Bersama Umum Tidak Ada Perkotaan Perdesaan Persentase rumah tangga perdesaan yang tidak memiliki fasilitas air minum dan menggunakan fasilitas umum jauh lebih besar dibandingkan perkotaan. Sebaliknya persentase rumah tangga perdesaan yang menggunakan fasilitas air minum sendiri lebih kecil dibandingkan perkotaan. 92 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

Rumah tangga di Provinsi Kalimantan Tengah yang tidak ada fasilitas air minum pada tahun 2013 yaitu sekitar 17,77 persen, terus mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2008 yang mencapai 22,27 persen, hal ini menunjukkan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya penggunaan air bersih bagi kesehatan. Tabel 7.6. Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Air Minum, 2008-2013 Fasilitas Air Minum 2008 2009 2010 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Sendiri 49,77 47,55 53,99 46,96 47,31 50,38 Bersama 15,80 17,62 20,63 19,43 18,98 18,20 Umum 12,17 15,75 12,51 17,12 15,93 13,65 Tidak ada 22,27 19,08 12,87 16,50 17,77 17,77 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Susenas 2008-2013 Provinsi Kalimantan Tengah Dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir, sebagian besar rumah tangga masih mengandalkan air sungai sebagai sumber air dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik untuk mandi, mencuci, memasak maupun untuk air minum. Rumah tangga yang menggunakan leding sebagai sumber air pada tahun 2013 hanya mencapai 9,16 persen. Yang menarik adalah konsumsi air isi ulang yang meningkat tajam dari tahun 2012 yang hanya sebesar 14,48 persen menjadi 23,68 persen. Penggunaan air dalam kemasan juga meningkat yang diperkirakan disebabkan oleh semakin banyaknya tersedia air dalam kemasan yang dipasarkan yang disertai dengan promosi-promosi untuk memperkenalkan produk yang masih dianggap baru tersebut. Begitu juga halnya dengan air isi ulang, yang terus mengalami peningkatan, sejalan Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 93

dengan semakin bertambahnya permintaan sumber air minum tersebut dan jumlah depot-depot air isi ulang. Tabel 7.7. Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum yang Dipergunakan, 2008-2013 Sumber Air Minum 2008 2009 2010 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Air Dalam Kemasan 0,92 1,04 2,77 1,74 0,00 1,63 Air Isi Ulang 4,45 5,76 8,83 15,37 14,48 23,68 Leding 14,66 15,95 13,90 11,52 0,29 9,16 Sumur Bor/Pompa 14,14 13,62 14,07 13,37 22,00 13,04 Sumur Terlindung 13,01 12,39 14,63 12,28 9,68 9,19 Sumur Tak Terlindung 10,54 10,17 8,92 7,35 8,87 7,88 Mata Air Terlindung 1,00 0,62 1,49 1,48 1,85 2,85 Mata Air Tak Terlindung 0,63 0,51 0,28 0,67 0,94 2,11 Air Sungai 32,86 33,82 26,29 30,23 40,37 22,32 Air Hujan 7,44 5,81 8,76 5,46 0,69 7,81 Lainnya 0,35 0,31 0,06 0,53 0,83 0,34 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Susenas 2008-2013 Provinsi Kalimantan Tengah 7.2.2 Sumber Penerangan Beberapa macam sumber penerangan menurut Susenas adalah listrik, petromak/aladin, pelita/sentir/obor, dan lainnya. Suatu rumah dikatakan sehat dan nyaman apabila sumber penerangan yang digunakan adalah listrik. Sumber penerangan yang berasal dari listrik cukup ideal, karena cahaya listrik lebih terang dibandingkan sumber penerangan lainnya. Oleh karena itu program listrik masuk desa sampai saat ini terus digalakkan oleh 94 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

pemerintah khususnya di Kalimantan Tengah, baik Listrik PLN maupun Listrik Non PLN. Tabel 7.8. Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Penerangan, 2008-2013 Sumber Penerangan 2008 2009 2010 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Listrik 75,16 77,05 81,54 80,36 82,27 87,56 Petromak/Aladin 3,65 5,34 4,74 2,46 1,56 0,85 Pelita/Senti/Obor 20,39 16,99 13,07 16,62 14,59 10,48 Lainnya 0,79 0,61 0,65 0,57 1,58 1,11 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Susenas 2008-2013 Provinsi Kalimantan Tengah Tabel 7.8. menunjukkan bahwa rumah tangga yang telah menggunakan listrik baik PLN maupun Non PLN sebagai sumber penerangan cukup besar (87,56 persen). Dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya telah mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan, dimana pada tahun 2008 rumah tangga yang menggunakan listrik sebagai sumber penerangan hanya 75,16 persen. Gambar 7.5. Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Penerangan dan Daerah Tempat Tinggal, 2013 98,15 82,19 14,92 0,06 1,25 1,71 0,08 1,64 Listrik Petromak/aladinPelita/sentir/obor Lainnya Perkotaan Perdesaan Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 95

Dari gambar di atas terlihat bahwa listrik tidak hanya di daerah perkotaan, tetapi sudah menjangkau ke daerah perdesaan, walaupun persentasenya masih jauh di bawah perkotaan yang telah mencapai 98,15 persen. Lokasi yang sangat jauh dari sumber listrik menjadi kendala utama, pada umumnya mereka menggunakan petromak/aladin, pelita/sentir/obor, dan lainnya sebagai sumber penerangan. 7.2.3 Tempat Buang Air Besar Fasilitas perumahan yang tidak kalah pentingnya adalah tempat buang air besar atau jamban/kakus. Sistem pembuangan kotoran manusia sangat erat kaitannya dengan kondisi lingkungan dan resiko penularan penyakit, khususnya penyakit saluran pencernaan. Klasifikasi sarana pembuangan kotoran dilakukan berdasarkan atas tingkat resiko pencemaran yang mungkin ditimbulkan. Masalah kondisi lingkungan tempat pembuangan kotoran manusia tidak terlepas dari aspek kepemilikan terhadap sarana yang digunakan terutama dikaitkan dengan tanggung jawab dalam pemeliharaan dan kebersihan sarana. Fasilitas jamban/kakus yang memenuhi syarat kesehatan adalah jamban/kakus dengan tangki septik. Keadaan jamban keluarga sangat erat hubungannya dengan kesehatan keluarga itu sendiri. Dengan demikian tersedianya fasilitas ini menandakan status dan kondisi tempat tinggal memenuhi syarat kesehatan lingkungan. Dari Tabel 7.9. terlihat bahwa pada tahun 2013 persentase rumah tangga yang telah memiliki fasilitas buang air besar sendiri sudah cukup besar, yaitu 59,54 persen, sedangkan fasilitas buang air besar bersama dan umum sebesar 26,77 persen dan yang tidak ada fasilitas buang air besar sebesar 13,69 persen. 96 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

Tabel 7.9. Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Tempat Buang Air Besar, 2008-2013 Fasilitas Tempat Buang Air Besar 2008 2009 2010 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Sendiri 53,29 54,05 56,63 53,60 56,80 59,54 Bersama 16,21 16,36 21,86 24,94 22,39 19,46 Umum 8,91 9,78 8,70 8,84 9,26 7,31 Tidak Ada 21,58 19,82 12,81 12,62 11,54 13,69 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Susenas 2008-2013 Provinsi Kalimantan Tengah Jika kita lihat menurut daerah tempat tinggal, dapat kita simpulkan bahwa kondisi sanitasi di daerah perkotaan lebih baik dibanding perdesaan, hal ini terlihat dari tingginya penggunaan fasilitas tempat buang air besar sendiri dan bersama di daerah perkotaan, sebaliknya persentase rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas tempat buang air besar di daerah perdesaan jauh lebih besar dibanding perkotaan. Gambar 7.6. Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Tempat Buang Air Besar dan Daerah Tempat Tinggal, 2013 80,32 49,02 23,81 10,88 3,08 9,45 5,72 17,72 Sendiri Bersama Umum Tidak Ada Perkotaan Perdesaan Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 97

Sementara itu dilihat dari jenis klosetnya, rumah tangga yang menggunakan jamban leher angsa yaitu 60,66 persen, plengsengan 6,11 persen, cemplung/cubluk 24,48 persen, dan tidak pakai 8,75 persen (Tabel 7.10.). Rumah tangga yang menggunakan kloset plengsengan dan tidak memakai kloset selama periode 2008-2013 juga terlihat mengalami penurunan. Tabel 7.10. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Kloset, 2008-2013 Jenis Kloset 2008 2009 2010 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Leher Angsa 47,39 49,72 52,10 54,32 55,26 60,66 Plengsengan 9,94 8,84 9,61 4,85 5,41 6,11 Cemplung/cubluk 26,08 32,33 25,63 22,76 25,53 24,48 Tidak Pakai 16,59 9,11 12,65 18,07 13,80 8,75 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Susenas 2006-2012Provinsi Kalimantan Tengah Gambar 7.7. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Kloset dan Daerah Tempat Tinggal, 2013 85,83 46,07 7,49 4,19 7,22 34,34 2,50 12,37 Leher angsa Plengsengan Cemplung/cubluk Tidak pakai Perkotaan Perdesaan 98 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

Masih banyaknya rumah tangga perdesaan yang menggunakan kloset cemplung/cubluk serta tidak menggunakan kloset menggambarkan kondisi sanitasi yang masih buruk. Hal ini mungkin juga masih dipengaruhi oleh faktor kebiasaan penduduk setempat. Pada tahun 2013 rumah tangga yang telah menggunakan tangki septik sebagai tempat penampungan tinja/kotoran adalah 40,78 persen, kolam/sawah 0,23 persen, sungai/ danau/laut 38,63 persen, lubang tanah 19,22 persen, dan pantai/kebun serta lainnya 1,13 persen (Tabel 7.11.). Tabel 7.11. Persentase Rumah Tangga Menurut Tempat Pembuangan Akhir Tinja, 2010-2013 Tempat Pembuangan Akhir Tinja 2010 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) (5) Tangki/SPAL 41,11 36,81 41,89 40,78 Kolam/Sawah 1,53 0,21 0,29 0,23 Sungai/Danau/Laut 37,89 42,01 41,18 38,63 Lubang Tanah 18,50 19,28 15,01 19,22 Pantai/Tanah Lapang/Kebun 0,57 1,15 1,21 0,93 Lainnya 0,40 0,53 0,42 0,20 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Susenas 2010-2013 Provinsi Kalimantan Tengah 7.2.4 Bahan Bakar/Energi Utama Untuk Memasak Melihat dari kondisi geografisnya, di Kalimantan Tengah masih banyak terbentang hutan yang merupakan penghasil kayu, sehingga 47,10 persen rumah tangga menggunakan kayu sebagai bahan bakar untuk memasak, selain itu juga disebabkan sulitnya mendapatkan bahan bakar minyak tanah dan juga harganya mahal. Meski demikian masih ada 42,36 persen rumah tangga yang menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 99

untuk memasak. Rumah tangga yang menggunakan gas/elpiji untuk memasak hanya 9,34 persen meski pemerintah telah mengumumkan untuk mengganti minyak tanah ke gas elpiji sebagai bahan bakar, hal ini disebabkan selain masih kurangnya pengetahuan tentang gas elpiji, juga mahalnya harga, dan sulit mendapatkan gas elpiji. Tabel 7.12. Persentase Rumah Tangga Menurut Bahan Bakar/Energi Utama Untuk Memasak, 2011-2013 Bahan Bakar/Energi Utama Untuk Memasak 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) Listrik 0,97 0,33 0,67 Gas/elpiji 4,49 6,56 9,34 Minyak Tanah 39,19 40,54 42,36 Arang/Briket 0,08 0,00 0,00 Kayu 54,49 52,42 47,10 Lainnya 0,69 0,12 0,01 Tidak Memasak 0,09 0,03 0,52 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber: Susenas 2011-2013 Provinsi Kalimantan Tengah Kalau kita lihat dari daerah tempat tinggalnya terdapat perbedaan pola penggunaan bahan bakar/energi utama untuk memasak, dimana mayoritas rumah tangga perkotaan menggunakan minyak tanah, sedangkan di perdesaan menggunakan kayu. Perbedaan yang cukup besar juga pada penggunaan gas/elpiji, dimana rumah tangga perkotaan mencapai 19,18 persen, sedangkan perdesaan hanya 4,35 persen, hal ini mungkin juga disebabkan oleh masih sulitnya akses untuk mendapatkan gas/elpiji di daerah perdesaan. Persentase rumah tangga yang tidak memasak di perkotaan juga lebih besar daripada perdesaan. 100 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

Gambar 7.8. Persentase Rumah Tangga Menurut Bahan bakar/energi Utama Untuk Memasak dan Daerah Tempat Tinggal, 2013 66,83 64,87 1,34 0,34 19,18 4,35 29,98 11,98 0,03 0,00 0,64 0,46 Listrik Gas/elpiji Minyak Tanah Perkotaan Kayu Lainnya Tidak Memasak Perdesaan Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 101

KEMISKINAN

BAB VIII K E M I S K I N A N Kemiskinan merupakan masalah yang terjadi pada seluruh negara yang tidak pernah dapat diselesaikan secara tuntas, khususnya pada negaranegara berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang senantiasa dihadapkan dengan peliknya permasalahan kemiskinan ini. Maka tak heran bila permasalahan kemiskinan menjadi prioritas utama pemerintah dalam menjalankan program-programnya. Meskipun pemerintah telah menggulirkan berbagai program yang menitikberatkan pada pengentasan kemiskinan, namun masih ada program-program pemerintah yang dianggap masih belum tepat sasaran dan bahkan belum berhasil dalam mengentaskan kemiskinan. Hal ini disebabkan program tersebut belum menyentuh masalah mendasar yang terjadi pada masyarakat sehingga hasilnya belum efektif. Selain itu, program yang ada juga dinilai masih bersifat reaktif, jangka pendek, dan parsial. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. Metode yang digunakan yaitu dengan menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 105

Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. 8.1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Jumlah penduduk miskin di Provinsi Kalimantan Tengah pada Maret 2014 mencapai 146.324 orang (6,03 persen), berkurang sejumlah 3.060 orang (0,20 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2013 yang berjumlah 149.384 orang (6,23 persen). Berdasarkan daerah tempat tinggal, selama periode September 2013- Maret 2014, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 6.224 orang (0,82 persen) sedangkan daerah perdesaan bertambah 3.184 orang (0,12 persen). 210.300 199.991 Gambar 8.1. Perkembangan Kemiskinan di Provinsi Kalimantan Tengah, 2007-2014 165.854 164.221 151.989 148.228 150.752 149.384 145.082 146.324 140.596 9,38 8,71 7,02 6,77 6,55 6,64 6,51 6,19 5,93 6,23 6,03 Mar 07 Mar 08 Mar 09 Mar 10 Mar 11 Sept 11 Mar 12 Sep 12 Mar 13 Sep 13 Mar 14 Penduduk Miskin % Penduduk Miskin 106 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

Tabel 8.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah Tempat Tinggal, 2007-2014 Tahun Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk Miskin Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Maret 2007 51 200 159 100 210 300 6,72 10,76 9,38 Maret 2008 45 345 154 646 199 991 5,81 10,20 8,71 Maret 2009 35 775 130 079 165 854 4,45 8,34 7,02 Maret 2010 33 229 130 992 164 221 4,03 8,19 6,77 Maret 2011 29 625 118 603 148 228 3,91 7,89 6,55 Sept 2011 28 660 123 329 151 989 3,74 8,10 6,64 Maret 2012 32 977 117 775 150 752 4,25 7,64 6,51 Sept 2012 33 032 112 050 145 082 4,21 7,19 6,19 Maret 2013 34 113 106 483 140 596 4,30 6,75 5,93 Sept 2013 47 023 102 361 149 384 5,80 6,45 6,23 Maret 2014 40 779 105 545 146 324 4,98 6,57 6,03 Sumber: Diolah dari data Susenas 2007-2014 8.2 Perubahan Garis Kemiskinan Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Jadi besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 107

kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah rata-rata pengeluaran untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar bukan makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. Selama September 2013 Maret 2014, Garis Kemiskinan naik sebesar 3,38 persen, yaitu dari Rp 307.698,- per kapita per bulan pada September 2013 menjadi Rp 318.094,- per kapita per bulan pada Maret 2014. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi non makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2014, sumbangan GKM terhadap GK cukup besar, yaitu 80,80 persen, sedangkan GKBM hanya sebesar 19,20 persen saja. 108 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

Gambar 8.2. Persentase Garis Kemiskinan Menurut Jenis Komoditi, 2007-2014 19,26 18,98 19,20 19,06 19,13 19,25 19,11 19,12 19,13 19,16 19,20 80,74 81,02 80,80 80,94 80,87 80,75 80,89 80,88 80,87 80,84 80,80 Mar 07 Mar 08 Mar 09 Mar 10 Mar 11 Sept 11 Mar 12 Sept 12 Mar 13 Sept 13 Mar 14 Makanan Bukan Makanan Tabel 8.2. Garis Kemiskinan Menurut Daerah Tempat Tinggal dan Jenis Komoditi, 2007-2014 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/Tahun Makanan Bukan Makanan Total (1) (2) (3) (4) Perkotaan Maret 2007 128 326 41 182 179 418 Maret 2008 152 258 44 095 196 354 Maret 2009 161 654 47 663 209 317 Maret 2010 170 973 49 685 220 658 Maret 2011 188 302 56 010 244 312 September 2011 200 002 59 915 259 917 Maret 2012 207 474 61 102 268 576 September 2012 212 108 62 114 274 222 Maret 2013 221 396 65 937 287 333 September 2013 232 091 67 879 299 970 Maret 2014 236 203 71 179 307 382 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 109

Daerah/Tahun Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Makanan Bukan Makanan Total (1) (2) (3) (4) Perdesaan Maret 2007 127 294 21 136 152 430 Maret 2008 149 908 30 762 180 671 Maret 2009 164 763 34 394 199 157 Maret 2010 176 147 36 643 212 790 Maret 2011 198 873 41 248 240 121 September 2011 210 393 44 006 254 399 Maret 2012 223 813 46 812 270 626 September 2012 230 532 48 476 279 008 Maret 2013 246 659 51 513 298 172 September 2013 257 268 54 380 311 647 Maret 2014 267 629 55 927 323 556 Kota + Desa Maret 2007 131 014 31 251 162 266 Maret 2008 150 707 35 296 186 003 Maret 2009 163 706 38 906 202 612 Maret 2010 174 388 41 077 215 466 Maret 2011 195 332 46 193 241 525 September 2011 206 917 49 328 256 245 Maret 2012 218 345 51 594 269 940 September 2012 224 367 53 039 277 407 Maret 2013 238 201 56 342 294 543 September 2013 248 753 58 945 307 698 Maret 2014 257 016 61 078 318 094 Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2007-2014 8.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu 110 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan tentang program kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode September 2013 Maret 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) mengalami penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 1,016 menjadi 0,748. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) turun dari 0,305 menjadi 0,165 pada periode yang sama. Hal ini mengindikasikan bahwa secara umum rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit. Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) di daerah perkotaan lebih tinggi dibandingkan perdesaan. Pada Maret 2014 nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) untuk perdesaan hanya 0,724 sementara di daerah perkotaan mencapai 0,795. Begitu juga nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) untuk perdesaan hanya 0,153 sementara di daerah perkotaan mencapai 0,189. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perkotaan lebih buruk dari daerah perdesaan. Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 111

Tabel 8.3. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) Menurut DaerahTempat Tinggal, 2007-2014 Tahun Kota Desa Kota + Desa (1) (2) (3) (4) Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) Maret 2007 0,980 2,040 1,680 Maret 2008 0,898 1,760 1,467 Maret 2009 0,616 1,238 1,027 Maret 2010 0,861 1,098 1,018 Maret 2011 0,823 1,071 0,988 September 2011 0,666 1,309 1,094 Maret 2012 0,572 1,286 1,047 September 2012 0,919 1,158 1,078 Maret 2013 0,631 0,982 0,864 September 2013 0,380 1,342 1,016 Maret 2014 0,795 0,724 0,748 Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) Maret 2007 0,380 0,570 0,510 Maret 2008 0,186 0,462 0,368 Maret 2009 0,130 0,270 0,222 Maret 2010 0,236 0,238 0,238 Maret 2011 0,264 0,231 0,242 September 2011 0,184 0,335 0,285 Maret 2012 0,128 0,322 0,257 September 2012 0,251 0,273 0,266 Maret 2013 0,135 0,219 0,191 September 2013 0,037 0,441 0,305 Maret 2014 0,189 0,153 0,165 Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2007-2014 112 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

8.4 Tingkat Kemiskinan Menurut Provinsi di Pulau Kalimantan Jika kita bandingkan persentase penduduk miskin menurut provinsi yang ada di Pulau Kalimantan pada Maret 2014, tampak bahwa persentase penduduk miskin tertinggi di Provinsi Kalimantan Barat sebesar 8,54 persen, sementara persentase penduduk miskin terendah di Provinsi Kalimantan Selatan yaitu sebesar 4,68 persen. Dilihat dari jumlah penduduk, sebagian besar penduduk miskin berada di Provinsi Kalimantan Barat, sementara jumlah penduduk miskin terkecil berada di Provinsi Kalimantan Tengah. Tabel 8.4. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi di Pulau Kalimantan, 2014 Provinsi Jumlah Penduduk Miskin Kota Desa Kota + Desa Persentase Penduduk Miskin Kota + Kota Desa Desa (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Kalimantan Barat 82 048 319 463 401 511 5,76 9,76 8,54 Kalimantan Tengah 40 779 105 545 146 324 4,98 6,57 6,03 Kalimantan Selatan 62 509 120 367 182 876 3,79 5,33 4,68 Kalimantan Timur 97 892 155 707 253 599 4,01 10,33 6,42 Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2014 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 113

SOSIAL LAINNYA

BAB IX SOSIAL LAINNYA Selain dari tujuh aspek yang dapat mencerminkan kesejahteraan masyarakat, aspek sosial lainnya yang juga dapat mengindikasikan tingkat kesejahteraan masyarakat antara lain akses terhadap media informasi dan komunikasi. Selain itu, akses terhadap pelayanan publik seperti kredit usaha dan pelayanan kesehatan gratis juga dapat menunjukkan perkembangan kesejahteraan masyarakat. Kepemilikan dan akses terhadap media informasi merupakan basis perkembangan pengetahuan seseorang yang dapat mengubah pandangan dan cara hidupnya ke arah yang lebih baik. Dengan demikian, kepemilikan dan akses terhadap media informasi juga dapat menunjukkan tingkat kesejahteraan seseorang.sementara persentase rumah tangga yang menerima kredit usaha menunjukkan seberapa banyak rumah tangga yang memanfaatkan program pemerintah dalam mengembangkan usahanya. 9.1 Akses Pada Teknologi Komunikasi dan Informasi Dalam era globalisasi yang terjadi dewasa ini, berbagai informasi yang ada di seluruh dunia dapat diakses melalui berbagai media massa dan elektronik, seperti komputer dan internet, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan dan cakrawala berpikirnya. Namun perangkat komputer dan situs internet masih belum populer di kalangan masyarakat, hal ini ditunjukkan dengan masih kecilnya persentase rumah tangga yang menguasai komputer dan penduduk yang mengakses internet. Jika kita lihat dari daerah tempat tinggal maka penduduk perkotaan (23,93 persen) lebih banyak yang mengakses internet dibanding penduduk Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 117

perdesaan (7,03 persen). Hal ini disebabkan sarana prasarana untuk akses internet di perdesaan masih kurang. Gambar 9.1. Persentase Penduduk Menurut Akses Terhadap Internet dan Daerah Tempat Tinggal, 2013 76,07 92,97 87,27 23,93 7,03 12,73 Akses Tidak Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan Pada tabel 9.1. tampak bahwa rumah tangga yang sudah menguasai komputer pada tahun 2013 hanya sebesar 15,76 persen. Bila dibedakan menurut daerah daerah tempat tinggal, nampaknya rumah tangga di perdesaan masih jauh tertinggal, dimana rumah tangga yang menguasai komputer hanya sebesar 7,20 persen, jauh dibandingkan dengan daerah perkotaan yang mencapai 32,68 persen. Penggunaan telepon seluler sebagai sarana atau alat komunikasi pada saat ini lebih popular di kalangan masyarakat dibandingkan telepon biasa. Telepon seluler banyak diminati karena praktis sehingga memudahkan pengguna berkomunikasi di manapun berada dengan ditunjang oleh jangkauan jaringan yang semakin meluas. Hal ini dapat ditunjukkan dari lebih rendanhya persentase rumah tangga yang menguasai telepon biasa dibandingkan yang menguasai telepon seluler. Dimana angka tersebut juga lebih kecil untuk daerah perdesaan dibandingkan perkotaan. Persentase rumah tangga yang menguasai telepon seluler juga 118 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

sudah lebih dari 90 persen, mengingat hal tersebut sudah menjadi kebutuhan dan gaya hidup. Tabel 9.1. Persentase Rumah Tangga yang Mempunyai Akses Teknologi Komunikasi dan Informasi Menurut Jenis Komunikasi dan Informasi dandaerah Tempat Tinggal, 2013 Jenis Komunikasi dan Informasi Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan (1) (2) (3) (4) Telepon 7,54 1,69 3,65 Telepon Seluler 96,85 86,77 90,16 Komputer 32,68 7,20 15,76 Sumber: Susenas 2013 Provinsi Kalimantan Tengah 9.2 Pemberian Kredit Usaha dan Pelayanan Kesehatan Gratis Pelayanan publik seperti pemberian kredit usaha dan jaminan sosial merupakan bagian dari upaya untuk mensejahterakan rakyat. Pemberian kredit usaha membantu masyarakat dalam memperoleh kehidupan yang layak dan mengurangi pengangguran. Kredit usaha dapat diberikan oleh pemerintah, bank, dan lembaga keuangan lainnya atau bahkan perorangan. Program pemberian kredit usaha yang berasal dari pemerintah diantaranya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri atau dahulu merupakan Program Pengembangan Kecamatan dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), serta program lainnya. Tabel 9.2. memperlihatkan bahwa rumah tangga yang menerima kredit usaha pada tahun 2013 sebesar 8,02 persen. Dimana selama periode tersebut untuk daerah perkotaan dan perdesaan persentase rumah tangga yang menerima kredit usaha hampir sama. Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 119

Tabel 9.2. Persentase Rumah Tangga Penerima Kredit Usaha dan Penerima Pelayanan Kesehatan Gratis Menurut Daerah Tempat Tinggal, 2013 Indikator Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan (1) (2) (3) (4) Menerima Kredit Usaha 8,32 7,87 8,02 Menerima Beasiswa 2,72 3,11 2,98 Menerima Jaminan Sosial 3,43 2,25 2,65 Menerima Jaminan Kesehatan 35,58 40,17 38,62 Menerima Program PKH 0,67 0,96 0,86 Sumber: Susenas 2013 Provinsi Kalimantan Tengah Jika pemberian kredit usaha merupakan salah satu upaya dalam mensejahterakan rakyat dari sisi ekonomi, sedangkan pemberian jaminan sosial, jaminan kesehatan, program PKH, dan pemberian beasiswa merupakan salah satu upaya dalam mensejahterakan rakyat dari sisi kesehatan dan pendidikan. Dengan adanya jaminan sosial dan jaminan kesehatan, diharapkan akses penduduk terhadap kesehatan semakin merata. Kemudahan terhadap pelayanan kesehatan dapat diakses oleh seluruh golongan penduduk terutama oleh golongan penduduk kurang mampu. Dari tabel 9.2. di atas terlihat bahwa persentase rumah tangga yang menerima beasiswa sebanyak 2,98 persen, dimana persentase di perdesaan sedikit lebih tinggi dibanding di perkotaan. Rumah tangga yang menerima jaminan sosial hanya 2,65 persen. Jika dilihat dari sisi peneriman jaminan kesehatan, rumah tangga yang menerima jaminan kesehatan sebesar 38,62 persen, dimana persentase di perdesaan lebih tinggi (40,17 persen) dibandingkan perkotaan (35,58 persen). Sehingga dapat dikatakan rumah tangga yang memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan gratis di perdesaan masih lebih 120 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013

tinggi dibanding perkotaan. Rumah tangga yang menerima Program Keluarga Harapan (PKH) di Kalimantan Tengah pada tahun 2013 sebesar 0,86 persen, dimana persentase di perdesan lebih tinggi dibanding perkotaan. 9.3 Tindak Kejahatan Indikator lain yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat adalah tingkat keamanan di suatu wilayah. Terciptanya rasa ketenangan dan ketentraman sebagai bagian terwujudnya kesejahteraan sosial masyarakat akan dipengaruhi oleh tingkat keamanan dan ketertiban yang terjadi di tengah kehidupan masyarakat, oleh karena itu masalah keamanan dan ketertiban masyarakat patut mendapat perhatian tersendiri. Masyarakat tidak mungkin dikatakan sejahtera apabila di dalam kehidupannya sehari-hari selalu dibayangi oleh rasa ketakutan, keresahan, dan kecemasan yang akan menimbulkan ancaman terhadap jiwa, harta, dan kehormatannya. Penduduk yang menjadi korban pembunuhan tidak diperhitungkan sebagai korban kejahatan, karena sesungguhnya korban pembunuhan tentunya sudah meninggal sehingga bukan merupakan anggota rumah tangga. Pada Tabel 9.3. memperlihatkan bahwa selama periode 2011-2013, penduduk yang pernah menjadi korban kejahatan tidak jauh berbeda yaitu dari 0,57 persen. Namun jika kita bandingkan anatar daerah perkotaan dan perdesaan dapat kita lihat bahwa persentase penduduk yang pernah menjadi korban kejahatan di daerah perkotaan cenderung lebih besar dibandingkan daerah perdesaan. Hal ini menunjukkan daerah perdesaan masih relatif lebih aman dibandingkan perkotaan. Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013 121

Tabel 9.3. Persentase Penduduk yang Pernah Menjadi Korban Kejahatan Menurut Daerah Tempat Tinggal, 2011-2013 Daerah Tempat Tinggal Tahun 2011 2012 2013 (1) (2) (3) (4) Perkotaan 0,72 1,11 0,72 Perdesaan 0,53 0,28 0,49 Perkotaan + Perdesaan 0,59 0,56 0,57 Sumber: Susenas 2011-2013 Provinsi Kalimantan Tengah 122 Analisis Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Tengah 2013