BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi oleh pemerintah pusat dan daerah dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat saat ini adalah masih tingginya angka kemiskinan dan penggangguran di Indonesia. Pada tahun 2009 angka kemiskinan tingkat nasional mencapai 14,15 persen dari seluruh penduduk Indonesia, sementara jumlah pengangguran terbuka mencapai 7,87 persen. Indikator tersebut merupakan sinyal bagi seluruh komponen pemerintahan untuk all out menuntaskan masalah-masalah tersebut. Peningkatan kesejahteraan rakyat dapat tercermin melalui meningkatnya partisipasi pendidikan masyarakat, derajat kesehatan masyarakat serta kesempatan kerja yang semakin luas, sehingga bisa meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat. Semakin meningkat pendapatan, maka tingkat kemiskinan akan menurun secara signifikan. Bentuk keseriusan pemerintah saat ini terlihat dengan diluncurkannya berbagai program untuk penuntasan kemiskinan dan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin sehingga diharapkan tidak terperosok lebih dalam ke dalam jurang kemiskinan. Anggaran pemerintah setiap tahun selalu meningkat dengan angka yang signifikan untuk program-program pro rakyat seperti Jamkesmas, Raskin, PNPM, PKH dan program-progam sejenis lainnya. Data sosial ekonomi yang dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan rakyat sangat diperlukan untuk mengetahui apakah hasil-hasil pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama yang menyangkut berbagai aspek pemenuhan kebutuhan hidup seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, keamanan dan kesempatan kerja. Susenas merupakan survei yang mempunyai cakupan data sosial ekonomi masyarakat yang paling lengkap dan luas dengan pendekatan rumah tangga. Hasil Susenas selama ini telah digunakan, baik oleh lembaga pemerintah, lembaga internasional (seperti UNICEF, ILO, dan lain-lain), dan masyarakat. Indikator-indikator kesejahteraan rakyat yang diukur dari hasil Susenas 2009 serta datadata pendukung lainnya seperti Sakernas dan proyeksi penduduk yang ditampilkan dalam publikasi ini diharapkan dapat menggambarkan kondisi kesejahteraan masyarakat secara umum di Kabupaten Majalengka dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Inkesra Kabupaten Majalengka

2 1.2. Tujuan Penyusunan publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat bertujuan untuk menyediakan data pokok sosial ekonomi masyarakat kabupaten Majalengka secara menyeluruh dan berkesinambungan. Data Sosial Ekonomi dalam Inkesra 2009 dapat digunakan sebagai masukan penyusunan kebijakan sebagai alat untuk melihat keadaan, memonitor, dan mengevaluasi keberhasilan pembangunan. Penyusunan Indikator Kesejahteraan Kabupaten Majalengka senantiasa mengikuti dan memenuhi kebutuhan data spesifik daerah, sebagai salah satu upaya memperkaya kuantitas dan kualitas data yang disajikan. Setiap terbitan hasil Inkesra diharapkan dapat memberikan solusi bagi kebutuhan data yang semakin beragam Sumber Data Sumber data utama dalam publikasi ini adalah hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2009, Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Tahun 2009 dan Proyeksi Penduduk Kabupaten Majalengka. Selain itu untuk perbandingan digunakan berbagai data lainnya yang bersumber pada hasil sensus dan berbagai survei lainnya. Hal ini dilakukan untuk melihat fenomena perubahan tingkat kesejahteraan dengan menggunakan ukuran yang sejenis Kerangka Penulisan Penulisan Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Majalengka Tahun 2009 ini menggunakan metode deskriptif analitik, yaitu menggambarkan atau menganalisa secara umum (aktual) mengenai profil kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, perumahan dan aspek sosial lainnya di Kabupaten Majalengka dengan memperhatikan hubungan (relasi) antarvariabel Sistematika Penyajian Sistematika penyajian Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Majalengka Tahun 2009 terdiri atas : Bab I Berisi latar belakang penulisan, tujuan, sumber data yang digunakan, kerangka penulisan dan sistematika penyajian serta konsep dan definisi. Bab II Menyajikan Indikator-Indikator yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat yang mencakup gambaran keadaan kependudukan dan keluarga berencana, kondisi kesehatan penduduk, pendidikan, perumahan, ketenagakerjaan, pengeluaran penduduk, distribusi pendapatan dan gini ratio. Inkesra Kabupaten Majalengka

3 Bab III Merupakan bab terakhir, sebagai penutup yang merupakan kesimpulan yang diperoleh serta saran-saran Konsep dan Definisi Untuk memudahkan pemahaman dalam pembicaraan selanjutnya, maka terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa pengertian pokok sebagai berikut : Penduduk, yang dimaksud adalah orang, baik Warga Negara Republik Indonesia maupun Warga Negara Asing yang berdomisili atau bertempat tinggal dalam suatu wilayah selama 6 (enam) bulan atau lebih dan mereka yang berdomisili kurang dari 6 (enam) bulan tetapi bertujuan menetap. Tingkat Pertumbuhan Penduduk, angka yang menunjukkan tingkat pertambahan penduduk per tahun dalam jangka waktu tertentu. Angka ini dinyatakan sebagai persentase. Kepadatan Penduduk, rata-rata banyaknya penduduk per kilo meter persegi. Rasio Jenis Kelamin, banyaknya laki-laki dari setiap 100 wanita. Metode Kontrasepsi, adalah cara (alat) pencegah kehamilan. Peserta Keluarga Berencana (Akseptor), adalah orang yang mempraktekkan salah satu metode kontrasepsi. Imunisasi, adalah memasukkan kuman penyakit yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh anak balita dengan cara suntik atau minum dengan maksud agar terjadi kekebalan terhadap jenis penyakit tertentu pada tubuh. Bersekolah, seseorang dikatakan masih bersekolah apabila ia terdaftar dan aktif mengikuti pelajaran di sekolah. Sekolah, adalah sekolah formal dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan lanjutan (atas) dan pendidikan tinggi. Angkatan Kerja, Penduduk usia kerja yang bekerja atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja, dan pengangguran. Bekerja, melakukan kegiatan (pekerjaan) paling sedikit satu jam berturut-turut selama seminggu dengan maksud untuk memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan. Pekerja keluarga yang tidak dibayar termasuk kelompok penduduk yang bekerja. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), adalah persentase angkatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun keatas. Penganggur, adalah Angkatan kerja yang tidak bekerja atau tidak mempunyai pekerjaan, yang mencakup angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, tidak Inkesra Kabupaten Majalengka

4 mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan yang punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Angka Beban Tanggungan, adalah angka yang menyatakan perbandingan antara penduduk usia tidak produktif (di bawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas) dengan penduduk usia produktif (antara 15 sampai 64 tahun) dikalikan 100. Angka Melek Huruf, adalah persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis. Angka Kematian Bayi, adalah Probabilita bayi meninggal sebelum mencapai usia satu tahun (dinyatakan dengan per seribu kelahiran). Angka Harapan Hidup pada waktu lahir, adalah suatu perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir yang akan dicapai oleh penduduk. Pengeluaran, adalah pengeluaran per kapita atau per rumahtangga untuk makanan dan bukan makanan. Makan mencakup seluruh jenis makanan termasuk makanan jadi, minuman, tembakau dan sirih. Bukan makanan mencakup perumahan, sandang, biaya kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Kemiskinan adalah Ketidak mampuan seseorang/rumah tangga memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) bagi kehidupannya. Garis kemiskinan adalah batas minimal pengeluaran konsumsi untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non-pangan yang bersifat mendasar (pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan pendidikan) dari penduduk referensi. Inkesra Kabupaten Majalengka

5 BAB II INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT 2.1. Pendahuluan Peningkatan Kesejahteraan rakyat merupakan sasaran dari pembangunan yang dilaksanakan di setiap level pemerintahan. Untuk itu berbagai upaya telah dilakukan pemerintah melalui penyusunan program dan kebijakan di bidang kesejahteraan sosial yang mencakup pendidikan, kesehatan, peningkatan daya beli yang diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara bertahap. Berbagai indikator sosial menjadi kajian penting dalam perencanaan maupun evaluasi pembangunan kesejahteraan. Pada bab ini akan dibahas mengenai kependudukan dan berbagai masalah yang berkaitan erat seperti Keluarga Berencana, kesehatan masyarakat, pendidikan, fasilitas perumahan dan lingkungan di Kabupaten Majalengka. Dari beberapa indikator sosial tersebut dapat dilihat seberapa jauh peningkatan kesejahteraan rakyat setiap tahun untuk merumuskan langkah di tahun berikutnya agar berkesinambungan dan lebih terarah Kependudukan Penduduk merupakan faktor yang sangat penting dalam mekanisme perencanaan pembangunan, karena penduduk tidak saja menjadi sasaran pembangunan (obyek), tetapi juga berperan sebagai pelaksana pembangunan (subyek). Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas rendah, disadari hanya menjadi beban pembangunan, apalagi jika distribusinya tidak merata dan komposisi secara sosial dan budayanya beraneka ragam. Oleh sebab itu, untuk menunjang keberhasilan pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, perkembangan penduduk diarahkan pada pengendalian kuantitas, pengembangan kualitas, serta pengerahan mobilitas sehingga mempunyai ciri dan karakteristik yang menguntungkan pembangunan suatu daerah, khususnya di Kabupaten Majalengka. Berbagai aspek yang menyangkut kependudukan seperti Laju Pertumbuhan Penduduk, struktur umur, rasio jenis kelamin merupakan indikator pokok yang akan dibahas terlebih dahulu. Jumlah Penduduk menurut kecamatan, rumah tangga, luas wilayah, kepadatan dan kelompok umur disajikan dalam Lampiran 1 sampai Lampiran 4. Inkesra Kabupaten Majalengka

6 Laju Pertumbuhan Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk merupakan salah satu indikator kependudukan yang sangat penting dalam proses pembangunan suatu wilayah. Pertumbuhan penduduk yang terlalu tinggi akan menyebabkan beban pembangunan akan semakin berat, sementara pertumbuhan penduduk yang terlalu rendah juga akan menjadi masalah tersendiri karena akan menyebabkan kekurangan sumber daya manusia. Penduduk suatu wilayah merupakan potensi yang harus dikembangkan untuk mendukung pencapaian pembangunan kesejahteraan masyarakat tersebut. Tahun Tabel 1. Penduduk Kabupaten Majalengka Menurut Jenis Kelamin, Rasio dan Laju Pertumbuhan Penduduk Tahun Laki-laki (Orang) Jenis Kelamin Perempuan (Orang) Jumlah (Jiwa) Rasio Kelamin LPP (%) LPP Jawa Barat (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) , ,09 1,81 2, ,28 1,60 2, ,41 1,40 2, ,37 0,77 2, ,21 0,79 2, ,04 0,81 2, ,89 1,04 2, ,06 0,86 2, ,62 0,82 2, ,62 0,84 1, ,08 0,76 1, ,86 0,80 1, ,03 0,81 1,93 Sumber : Sensus Penduduk, Susenas, Proyeksi Penduduk Berdasarkan data hasil Sensus Penduduk Tahun 2000, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Kabupaten Majalengka adalah sebesar jiwa terdiri atas orang lakilaki dan orang perempuan. Dalam kurun waktu 9 tahun menurut hasil proyeksi penduduk, jumlah penduduk Kabupaten Majalengka pada tahun 2009 adalah jiwa yang terdiri atas orang laki-laki dan orang perempuan. Diperhitungkan dengan tahun 2008 laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Majalengka mengalami kenaikan dari 0,80 persen menjadi 0,81 persen. Kenaikan 0,01 persen dimungkinkan karena terdapat perubahan-perubahan Inkesra Kabupaten Majalengka

7 dalam komponen demografi seperti fertilitas, mortalitas maupun tingkat migrasi. Tetapi secara umum LPP Kabupaten Majalengka masih relatif stabil. Tidak terjadi ledakan ataupun pengurangan penduduk secara drastis. Berdasarkan data proyeksi tersebut terdapat asumsi bahwa tingkat migrasi dianggap konstan. Kestabilan Laju Pertumbuhan Penduduk tersebut ditopang oleh kesadaran masyarakat akan pentingnya keluarga yang berkualitas serta didorong oleh Program Keluarga Berencana yang semakin intens ke pelosok-pelosok daerah di Kabupaten Majalengka sehingga sangat berpengaruh terhadap terkendalinya laju pertumbuhan penduduk. Dibandingkan dengan LPP Provinsi Jawa Barat yang mencapai hampir 2 persen, LPP Kabupaten Majalengka jauh lebih rendah. Oleh karena itu, dari aspek kependudukan masalah pertumbuhan penduduk relatif dapat terkendali, sehingga diharapkan hasil-hasil pembangunan akan dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat di Kabupaten Majalengka Rasio Jenis Kelamin Pebandingan jumlah penduduk menurut jenis kelamin ditunjukkan dengan rasio jenis kelamin, yaitu penduduk laki-laki per penduduk perempuan. Mengetahui rasio jenis kelamin fokus pembangunan sumber daya manusia secara gender akan lebih terarah untuk peningkatan kualitasnya secara lebih merata. Pada tahun 2009, rasio jenis kelamin penduduk di Kabupaten Majalengka sebesar 99,03 artinya dari setiap seratus orang perempuan, terdapat 99 orang lakilaki. Rasio tersebut mengalami kenaikan 0,17 poin dari tahun sebelumnya. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki dan perempuan berada dalam jumlah yang hampir seimbang Struktur Umur Penduduk Struktur umur penduduk merupakan salah satu karakteristik pokok kependudukan di samping jenis kelamin. Struktur umur ini mempunyai pengaruh penting terhadap tingkah laku demografi maupun sosial ekonomi. Struktur umur dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu tahun, tahun dan kelompok umur di atas 65 tahun. Kelompok umur tahun dikategorikan sebagai kelompok umur produktif karena pada kelompok usia ini penduduk dianggap sebagai kelompok yang mampu melakukan kegiatan ekonomi, sedangkan kedua kelompok umur lainnya dikategorikan sebagai kelompok umur yang tidak produktif karena belum Inkesra Kabupaten Majalengka

8 mampu atau sudah tidak mampu lagi melakukan kegiatan ekonomi. Oleh karena itu semakin besar penduduk yang berusia produktif maka semakin ringan angka beban tanggungannya. Tabel 2. Penduduk Kabupaten Majalengka Menurut Kelompok Umur Khusus Tahun Kelompok Tahun (Orang) Umur (Tahun) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (28,32) (26,04) (27,91) (25,33) (25,65) keatas (65,66) (68,30) (67,74) (67,48) (66,43) (6,02) (5,65) (4,35) (7,19) (7,92) Jumlah Angka Beban Tanggungan 52,29 46,40 47,62 48,20 50,54 Sumber : Susenas Catatan : Angka dalam ( ), menyatakan persentase Komposisi penduduk Kabupaten Majalengka ditinjau dari kelompok umur khusus ini dapat dilihat dari Tabel 2, bahwa pada tahun 2009 penduduk pada kelompok tahun berjumlah orang dengan proporsi sebesar 66,43 persen sedangkan kelompok umur 65 tahun ke atas berjumlah orang dengan proporsi sebesar 7,92 persen. Sementara kelompok umur tahun sebanyak 25,65 persen. Jika dibandingkan dengan tahun 2008 kelompok umur tahun mengalami kenaikan 0,32 persen, kelompok 65 keatas mengalami kenaikkan terbesar hingga 0,73 persen. Untuk memperlihatkan perubahan struktur umur penduduk tahun 2008 dan 2009 terlihat dari Gambar berikut ini. Inkesra Kabupaten Majalengka

9 Sumber : Susenas 2009 Untuk mengkaji struktur umur penduduk biasanya dilakukan penghitungan Angka Beban Tanggungan. Angka Beban Tanggungan menginformasikan kepada kita berapa orang dari penduduk usia non produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) yang menjadi tanggungan penduduk usia produktif (15-64 tahun) dan biasanya angka ini dihitung dengan satuan 100 orang penduduk usia produktif. Angka Beban Tanggungan untuk tahun 2009 adalah sebesar 50,54 yang berarti bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung penduduk non produktif hampir 51 orang. Jika dibandingkan dengan tahun 2008 angka ini mengalami kenaikan sebesar 2,65 poin. Hal tersebut menunjukkan kelompok penduduk usia produktif secara rata-rata beban tanggungannya semakin bertambah. Implikasinya dengan beban tanggungan yang semakin berat, maka tingkat kesejahteraan akan relatif berkurang jika faktor-faktor yang lain seperti lapangan kerja, tingkat upah tidak mengalami perubahan yang positif Perkawinan (Nuptialitas) Salah satu fenomena sosial dalam kehidupan manusia adalah prosesi perkawinan (Nuptialitas). Secara sosiologis, media perkawinan merupakan proses sepasang manusia dalam mencari kesejahteraan diri. Di pihak lain secara biologis, media ini merupakan alat kesejahteraan manusia dalam membentuk suatu keluarga besar yang merupakan perbesaran dari keluarga batih (nucleus family). Inkesra Kabupaten Majalengka

10 Sebagai suatu alat untuk mengamati tingkat kesejahteraan masyarakat, proses ini diamati dari dua segi, yaitu: a. Segi status perkawinan b. Segi umur perkawinan pertama Pengamatan ini dilakukan dari aspek sosio demografis, yang mempunyai kecenderungan perilaku sosial dalam bermasyarakat, yaitu adanya suatu persepsi pembentukan keluarga inti yang dibentuk oleh seorang laki-laki dan perempuan Status Perkawinan Pengelompokkan penduduk berdasarkan status perkawinan, dengan kriteria : a. Penduduk yang belum kawin. b. Penduduk dalam status kawin. c. Penduduk dengan kondisi cerai hidup. d. Penduduk yang termasuk dalam status cerai mati, yaitu pisah dari isteri/suami karena kematian salah satu pasangan hidup. Pengamatan status perkawinan ini sangat perlu, karena menyangkut tingkat kesejahteraan penduduk. Berbagai penelitian mengungkapkan tingkat kenakalan anak-anak lebih tinggi pada kelompok anak yang berorang tua tunggal (single parents), yaitu orang tua yang karena sesuatu hal mengalami cerai hidup ataupun cerai mati. Tabel 3. Penduduk Kabupaten Majalengka Berusia 10 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Status Perkawinan Tahun 2009 Jenis Kelamin Status Perkawinan (%) Belum Kawin Kawin Cerai Hidup Cerai Mati Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) Laki-laki Perempuan Total Sumber : Susenas Dari Tabel 3 terlihat bahwa secara keseluruhan penduduk usia 10 tahun ke atas menurut statusnya, yang sudah kawin sebanyak 65,9 persen, belum kawin 25 persen disusul dengan status cerai sebanyak 9,1 persen. Inkesra Kabupaten Majalengka

11 Jika dilihat menurut jenis kelaminnya, ternyata bahwa yang berstatus cerai hidup lebih banyak pada penduduk perempuan yaitu sebesar 4,51 persen, sedangkan pada kelompok laki-laki hanya sebesar 0,70 persen. Jenis kelamin laki-laki dengan status belum kawin mempunyai prosentase lebih tinggi dibandingkan perempuan yaitu 29,40 persen berbanding 20,80 persen. Sementara itu, dilihat dari status perkawinan cerai mati ternyata tingkat cerai mati penduduk perempuan lebih tinggi dari penduduk laki-laki dengan perbedaan yang sangat mencolok. Laki-laki hanya 2,00 persen, sedangkan pada penduduk perempuan mencapai 10,70 persen. Hal ini mendukung pola angka harapan hidup perempuan yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki, sehingga pada umur tua banyak laki-laki yang lebih dulu meninggal kemudian meninggalkan istrinya dengan status cerai mati Umur Perkawinan Pertama Umur perkawinan pertama penduduk perempuan merupakan faktor yang memiliki beberapa dampak terhadap masalah kependudukan, diantaranya terhadap laju pertumbuhan penduduk dan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Pengaruhnya terhadap laju pertumbuhan penduduk didasarkan pada asumsi bahwa semakin muda usia perkawinan pertama penduduk perempuan maka rentang waktu untuk dapat melahirkan menjadi semakin besar. Hal ini berarti tingkat kelahiran bayi akan semakin tinggi dan tentu saja hal ini akan meningkatkan laju pertumbuhan penduduk. Di lain pihak, pengaruhnya terhadap tingkat kesejahteraan penduduk didasarkan pada anggapan bahwa semakin muda usia perkawinan pertama, maka resiko kematian saat melahirkan menjadi sangat tinggi. Hal ini dimungkinkan mengingat pada usia yang relatif muda kondisi fisik dan psikologisnya relatif belum memungkinkan untuk dapat melahirkan secara normal. Tabel 4 memperlihatkan persentase perempuan yang berumur sepuluh tahun ke atas, menurut umur perkawinan pertama. Pada tahun 2009 ternyata usia perkawinan pertama di bawah 16 tahun masih mempunyai persentase cukup tinggi yaitu 43,57 persen, selanjutnya pada kisaran tahun sebanyak 26,48 persen. Rata-rata usia perkawinan di Kabupaten Majalengka berada pada kisaran 22 tahun. Menurut Undang-Undang Perkawinan usia yang ideal untuk wanita adalah mulai usia 20 tahun, sehingga rata-rata di Kabupaten Majalengka sudah cukup baik. Perkawinan pada umur yang telah dianjurkan bagi kesiapan individu baik laki-laki maupun perempuan, maka implikasinya akan menunjang pada sisi psikologis dan sosial ekonomi masyarakat. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap angka kematian bayi yang salah satu determinannya adalah usia perkawinan pertama. Inkesra Kabupaten Majalengka

12 Tabel 4. Persentase Perempuan Berumur Sepuluh Tahun ke Atas Pernah Kawin di Kabupaten Majalengka Menurut Umur Perkawinan Pertama Tahun Umur Perkawinan Pertama (Tahun) Tahun (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) =< 16 44,97 34,42 44,80 42,90 43, ,06 34,07 27,50 27,80 26, ,09 28,79 22,40 25,10 26,48 >= 25 3,88 2,72 5,30 4,20 3,59 Rata-rata Umur Perkawinan Pertama Sumber : Susenas ,23 21,56 21,43 22,19 22, Tingkat Kelahiran (Fertilitas) Tingkat kelahiran atau fertilitas merupakan ukuran untuk mengetahui bagaimana kemampuan seorang wanita untuk dapat melahirkan. Hal ini dicerminkan dengan jumlah bayi yang dilahirkan. Kemampuan seorang wanita untuk melahirkan (secara riil), berbeda antara wanita yang satu dengan lainnya. Akibat perbedaan ini antara lain menyebabkan perbedaan kecepatan perkembangan jumlah penduduk di daerah yang satu dengan yang lainnya, sehingga dapat menimbulkan perbedaan kepadatan penduduk. Di samping itu juga akan berakibat lanjutan, yaitu menimbulkan perbedaan pertumbuhan jumlah anak usia sekolah, jumlah angkatan kerja dan sebagainya. Perkiraan angka kelahiran selama ini, dilakukan dengan cara penghitungan tidak langsung, yaitu dengan menggunakan suatu metode demografi yang memanfaatkan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) atau survei lainnya yang sejenis. Tabel 5 memperlihatkan rata-rata jumlah anak yang dilahirkan hidup. Lahir hidup adalah semua anak (bayi), baik yang masih hidup maupun yang saat ini sudah meninggal, tetapi pada saat dilahirkan menunjukkan tanda-tanda hidup (jantung berdenyut, dan lain-lain) walaupun hanya beberapa saat. Inkesra Kabupaten Majalengka

13 Tabel 5. Rata-rata Jumlah Anak Lahir Hidup Menurut Kelompok Umur Ibu Tahun Kelompok Umur (Tahun) Tahun (Orang) (1) (2) (3) (4) (5) (6) ,00 0,02 0,07 0,13 0, ,63 0,49 0,72 0,45 0, ,35 1,13 1,48 1,99 1, ,95 1,81 1,93 2,44 1, ,78 2,28 2,49 2,80 2, ,09 2,88 2,90 3,09 2, ,59 3,28 3,49 3,80 3,23 Rata-rata 1,80 1,64 1,91 2,28 2,09 Sumber : Susenas Dari data dalam Tabel 5 tersebut dapat dilihat secara total rata-rata jumlah anak lahir hidup pada tahun 2009 adalah sebesar 2,09 orang sementara itu pada tahun 2008 adalah sebesar 2,28 orang. Ini berarti rata-rata jumlah anak lahir hidup pada tahun 2009 mengalami penurunan dari keadaan tahun Dilihat dari sisi kesehatan menunjukkan bahwa semakin besar rata-rata anak lahir hidup, maka faktor-faktor pendukungnya juga semakin baik, seperti gizi ibu hamil, penolong kelahiran maupun gizi bayi setelah dilahirkan, hal tersebut dimungkinkan dengan semakin intensifnya pelayanan kesehatan untuk ibu semasa hamil dan bayi serta balita. Program peningkatan kesehatan ibu dan anak memang menjadi salah satu program strategis pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Keluarga Berencana Kebijakan kependudukan berhubungan dengan dinamika kependudukan, yaitu perubahan-perubahan terhadap tingkat fertilitas, mortalitas, dan migrasi. Kebijakan kependudukan dapat mempengaruhi, menaikkan atau menurunkan angka kelahiran. Salah satu program yang terus mendapat perhatian dari pemerintah, mengenai fertilitas adalah Program Keluarga Berencana (KB). Keberhasilan program ini, ditentukan oleh berbagai faktor yang ada, baik di dalam keluarga maupun di luar keluarga. Faktor tingkat pendidikan, tingkat kemampuan ekonomi dan tingkat pemahaman agama merupakan beberapa faktor yang ada dalam keluarga peserta KB. Inkesra Kabupaten Majalengka

14 Tabel 6. Persentase Perempuan Berumur (15-49 Tahun) Berstatus Kawin Menurut Alat/Cara KB yang digunakan di Kabupaten Majalengka Tahun Alat/Cara KB yang Tahun (%) digunakan (1) (2) (3) (4) (5) (6) MOW/Tubektomi 1,49 1,69 3,10 4,92 3,69 MOP/Vasektomi 0, ,76 1,51 2,47 AKDR/IUD 2,05 6,45 5,53 4,60 4,06 Suntikan 71,37 63,16 68,96 63,48 62,17 Pil 20,40 22,29 17,24 22,65 23,95 Lainnya 3,22 4,79 2,41 2,84 3,66 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : Susenas 2009 Pada umumnya akseptor KB (Wanita usia tahun) di Kabupaten Majalengka masih menyukai menggunakan suntikan sebagai alat kontrasepsi. Hasil Susenas tahun 2009 menunjukkan pengguna alat kontrasepsi suntikan sebesar 62,17 persen, selanjutnya yang paling banyak digunakkan sebagai alat kontrasepsi adalah dengan meminum Pil yaitu sebanyak 23,95 persen. Secara umum pada kurun waktu tiga tahun terakhir penggunaan alat kontrasepsi tidak mengalami perubahan yang berarti dalam jenis alat yang digunakan. Untuk mengetahui lebih jauh persentase pengguna alat KB disajikan pada Tabel Kesehatan Sejak awal, pemerintah sangat memperhatikan dan berupaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan alasan kemanusiaan, melalui kesehatan individu ataupun masyarakat dapat melakukan segala aktivitas dalam hidupnya. Status kesehatan masyarakat adalah indikator penting dari seluruh indikator yang ada dan merupakan faktor penting dari produktivitas ekonomi. Anak-anak yang sehat lebih banyak datang ke sekolah, lebih banyak konsentrasi di sekolah dan menyerap pendidikan lebih baik. Para pekerja (pegawai) juga akan lebih produktif dengan tingkat kesehatan yang tinggi daripada mereka yang lemah secara fisik. Untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, pemerintah melakukan berbagai program baik yang sifatnya promotif, preventif maupun kuratif, antara lain melalui pendidikan, kesehatan, imunisasi, pemberantasan penyakit menular, penyediaan air bersih dan sanitasi serta pelayanan kesehatan. Inkesra Kabupaten Majalengka

15 Program-program pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat juga tercermin dengan adanya jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin melalui program Asuransi Kesehatan yang terwujud dalam program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Walaupun masih belum mencakup seluruh masyarakat namun hal tersebut menunjukkan supaya yang serius untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Upaya pelayanan kesehatan masyarakat perlu terus ditingkatkan agar semua lapisan masyarakat dapat memperolehnya secara merata dan murah. Upaya tersebut diharapkan derajat kesehatan masyarakat akan semakin baik. Derajat kesehatan dapat ditunjukkan antara lain dari data penolong persalinan, imunisasi balita dan pemberian air susu ibu (ASI). Bagian ini juga menyajikan gambaran tentang upaya peningkatan derajat kesehatan yang telah dilakukan Penolong Persalinan Salah satu indikator dari pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah penolong persalinan. Indikator ini sangat penting dalam menilai persalinan yang aman. Persalinan yang aman dilakukan oleh dokter dan bidan. Khususnya di perdesaan, pada umumnya persalinan dibantu oleh dukun yang dalam hal ini memberikan gambaran tentang belum amannya sebagian persalinan tersebut. Pada Tabel 7, terlihat pada tahun 2009 persentase penolong kelahiran oleh tenaga medis, yaitu dokter dan Bidan sudah menunjukkan kenaikkan yang cukup signifikan dibandingkan tahun tahun sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan pembangunan di bidang kesehatan, khususnya kesadaran pentingnya pelayanan kesehatan oleh tenaga medis serta partisipasi aktif masyarakat untuk melahirkan dengan tenaga medis yang semakin tinggi. Akses masyarakat terhadap bidan desa yang semakin mudah akan mengurangi angka kematian bayi sekaligus juga meningkatkan angka harapan hidup. Prosesi penolong kelahiran oleh tenaga non medis yaitu dukun bayi angkanya masih cukup tinggi yaitu sekitar 20 persen. Berbagai hal tentunya harus dikaji mengapa masyarakat masih menggunakan dukun tradisional (paraji) saat Bidan sudah ditugaskan ke desa-desa. Apakah faktor lokasi ataupun faktor biaya yang tidak murah sehingga masyarakat masih menggunakan jasa paraji untuk persalinannya. Hal tersebut penting untuk diketahui mengingat resiko yang cukup tinggi saat melahirkan bukan dengan tenaga medis. Inkesra Kabupaten Majalengka

16 Tabel 7. Persentase Balita Menurut Penolong Waktu Lahir di Kabupaten Majalengka Tahun Tahun (%) Penolong Waktu Lahir (1) (2) (3) (4) (5) (6) Tenaga Medis 78,88 71,89 61,87 80,40 79,23 Dokter 7,53 4,13 10,15 10,50 17,36 Bidan 67,56 67,76 51,72 69,40 61,87 Tenaga Medis Lain 3,79 0,00 0,00 0,50 0,00 Bukan Tenaga Medis 21,11 28,11 38,13 19,60 20,77 Dukun Tradisional 21,11 27,46 38,13 19,60 20,77 Lainnya 0,00 0,65 0,00 0,00 0,00 J u m l a h 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : Susenas Imunisasi Indikator penyiapan kualitas sumber daya manusia sejak dini adalah cakupan imunisasi. Pemberian imunisasi pada balita adalah salah satu upaya pemerintah dalam menurunkan angka kematian balita, selain perhatian khusus pada masa persalinan ibu dan pemberian ASI yang baik. Tabel 8. Persentase Balita yang Diimunisasi Menurut Jenis Imunisasi di Kabupaten Majalengka Tahun Tahun (%) Jenis Imunisasi (1) (2) (3) (4) (5) (6) BCG 92,49 95,98 96,14 98,40 97,30 DPT 90,57 91,20 92,88 95,60 95,80 POLIO 97,21 95,87 95,17 94,30 95,70 CAMPAK 82,57 84,51 85,03 82,20 82,70 Sumber : Susenas Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa, pada tahun 2009 dibandingkan dengan tahun 2008 cakupan berbagai jenis imunisasi tidak mengalami perubahan yang berarti. Cakupan Balita yang diimunisasi menunjukkan angka hampir seluruh balita telah mendapat akses Imunisasi. Angka cakupan yang tinggi menunjukkan peran Posyandu sebagai salah satu basis fasilitas kesehatan di masyarakat terbukti cukup efektif. Program Revitalisasi Posyandu akan semakin memfungsikan posyandu tidak hanya dalam imunisasi ataupun Keluarga Berencana, namun juga untuk pelayanan kesehatan dasar yang lain disinergikan dengan keberadaan pelayanan kesehatan yang lain. Inkesra Kabupaten Majalengka

17 Penggunaan ASI Salah satu faktor penting untuk perkembangan anak adalah Air Susu Ibu (ASI). ASI merupakan zat yang sempurna untuk pertumbuhan bayi dan dapat mempercepat perkembangan berat badan. Selain itu ASI mengandung zat penolak (pencegah) penyakit serta dapat memberikan kepuasan dan mendekatkan hati ibu dan anak sebagai sarana menjalin hubungan kasih sayang. Banyak ibu-ibu telah menyadari akan pentingnya ASI bagi bayi serta menyadari bahwa kodrat seorang ibu adalah menyusui anaknya. Tabel 9. Persentase Balita Menurut Lama Disusui di Kabupaten Majalengka Tahun Lama Disusui Tahun (%) (Bulan) (1) (2) (3) (4) (5) (6) Tidak diberi ASI 4, ,33 9,75 9,90 9,10 11, ,62 61,90 52,20 59,50 55, ,82 28,35 37,90 31,40 33,04 Sumber : Susenas Dari seluruh jumlah Balita di bawah umur 5 tahun terdapat 4,2 persen yang tidak disusui sama sekali dengan susu ibu (ASI). Hal tersebut dimungkinkan karena berbagai hal seperti air susu tidak ke luar, ataupun memang ibu yang tidak mau menyusui bayinya karena hal-hal tertentu. Mengingat pentingnya ASI, maka menjadi tugas bagi instansi pemerintah di sektor terkait untuk meningkatkan kesadaran tentang ASI ekslusif agar bayi mendapat haknya untuk disusui secara penuh. Rata-rata lama pemberian ASI anak-anak di Kabupaten Majalengka nampak cukup baik (lihat Tabel 9). Pada tahun 2009 dari populasi anak yang berumur 0-59 bulan terlihat bahwa yang disusui lebih dari 24 bulan atau lebih mencapai 33,04 persen; antara 7-23 bulan sebesar 55,76 persen; antara 1-6 bulan sebesar 11,20 persen Pendidikan Pendidikan mempunyai peranan penting bagi suatu bangsa dan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia. Kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan. Pentingnya pendidikan tercermin dalam UUD 1945, bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Komitmen pemerintah juga diwujudkan dalam Undang- Inkesra Kabupaten Majalengka

18 Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 yang mendorong agar anggaran pendidikan mencapai 20 persen dari APBN setiap tahun. Program-program yang menyentuh langsung terhadap siswa dan sekolah juga terus dikembangkan melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk tingkat SD dan SLTP. Pada saatnya diharapkan bahwa untuk mencapai pendidikan dasar 9 tahun dilaksanakan secara gratis sepenuhnya sehingga bisa diakses oleh seluruh masyarakat, terutama masyarakat miskin. Program pendidikan mempunyai andil besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Sejauh mana amanat ini dilaksanakan tercermin antara lain dari profil pendidikan penduduk yang akan dibahas secara singkat dalam uraian berikut. Dalam bagian ini antara lain disajikan gambaran umum mengenai partisipasi sekolah, tingkat melek huruf dan pendidikan yang ditamatkan Partisipasi Sekolah Upaya Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah; dalam hal ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Majalengka untuk mengejar ketertinggalan masyarakat di bidang pendidikan dilakukan dengan berbagai upaya agar pencapaian Wajar Dikdas 9 tahun serta meningkatkan Angka Partisipasi Sekolah, sehingga bisa meningkatkan Rata-Rata Lama Sekolah. Kerjasama dengan berbagai pihak yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam sosialisasi berbagai program yang tujuan utamanya untuk meningkatkan derajat pendidikan masyarakat. Angka Partisipasi Sekolah (APS) merupakan indikator yang menunjukkan partisipasi sekolah penduduk usia sekolah. Hasil Susenas 2009 menginformasikan bahwa APS penduduk usia 7-12 tahun sebesar 99,25 persen. Artinya dari seluruh penduduk usia 7-12 tahun, yang masih (sedang) bersekolah sebesar 99,25 persen, sedangkan sisanya ada yang tidak (belum) bersekolah dan yang sudah tidak bersekolah lagi. APS kelompok penduduk usia tahun sebesar 87,78 persen dan pada kelompok penduduk usia tahun mencapai 50,36 persen. Semakin tinggi level pendidikan, persentase penduduk yang bersekolah cenderung menurun karena masyarakat masih belum sepenuhnya sadar untuk menggapai pendidikan setinggi-tingginya. Inkesra Kabupaten Majalengka

19 Tabel 10. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Usia Sekolah di Kabupaten Majalengka Tahun 2009 Indikator 2009 A. Penduduk Usia Sekolah (Orang) tahun tahun tahun B. Angka Partisipasi Sekolah (%) 1. APS usia 7-12 tahun (SD) 99,25 2. APS usia tahun (SLTP) 87,78 3. APS usia tahun (SMU/K) 50,36 Sumber: Susenas 2009 Dilihat berdasarkan jenis kelamin, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara APS laki-laki dan perempuan, sehingga dapat dikatakan tidak terdapat bias gender dalam bidang pendidikan tingkatan SD sampai SLTA. Hal tersebut bisa terlihat dalam Tabel 11 yang menunjukkan angka partisipasi sekolah antara laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan yang mencolok. Paradigma sekolah hanya diutamakan bagi laki-laki nampaknya sudah mulai luntur, sehingga anak perempuan pun mempunyai kesempatan yang sama dengan anak laki-laki. Tabel 11. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Jenjang Pendidikan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kabupaten Majalengka Tahun 2009 Kelompok Usia Pendidikan Sumber: Susenas 2009 Laki-Laki (%) Perempuan (%) Total (%) (1) (2) (3) (4) SD 98,50 100,00 99,25 SLTP 86,30 89,40 87,78 SLTA 53,30 47,30 50,36 Inkesra Kabupaten Majalengka

20 Angka Melek Huruf Kemampuan membaca dan menulis selain memberikan peluang bagi penduduk dalam menyerap dan menyampaikan informasi, juga membantu kemudahan berkomunikasi. Rendahnya tingkat pendidikan dan ketidakmampuan membaca dan menulis memberi andil terhadap keterbelakangan dan peningkatan penduduk miskin. Mereka tidak dapat bersaing dalam mencari pekerjaan karena memiliki pilihan pekerjaan yang sangat terbatas. Mereka hanya dapat terjun pada sektor informal ataupun buruh yang tidak mempunyai upah (pendapatan) yang cukup untuk membiayai kehidupan mereka. Distribusi penduduk dalam hal ketidakmampuan baca tulis sampai dengan tahun 2009 masih didominasi kaum perempuan. Data Susenas 2009 memperlihatkan angka buta huruf perempuan masih lebih tinggi daripada angka buta huruf laki-laki. Ini merupakan akibat dari fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang secara umum tingkat pendidikan lakilaki lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan perempuan. Berdasarkan hasil Susenas 2009, penduduk usia 15 tahun ke atas yang buta huruf (tidak dapat membaca huruf latin atau huruf lainnya) sekitar 5 persen. Komposisinya terbagi atas buta huruf laki-laki sebanyak 2,12 persen dan perempuan sebanyak 7,62 persen. Masih tingginya angka buta huruf pada kaum perempuan terjadi karena pada masa lampau pendidikan masih ditujukan untuk anak laki-laki, sehingga menurut distribusi umur buta huruf terjadi pada kelompok umur tua perempuan, sedangkan pada kelompok umur muda hal tersebut tidak terlihat karena sudah terjadi perubahan pola pikir orang tua. Tabel 12. Persentase Penduduk Kabupaten Majalengka Berusia 15 Tahun ke Atas Menurut Kemampuan Membaca dan Menulis Tahun 2009 Uraian Laki-laki (%) Perempuan (%) Total (%) (1) (2) (3) (4) Dapat Baca Tulis 97,88 92,38 95,03 Tidak Dapat 2,12 7,62 4,97 Sumber : Susenas 2009 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Bila kita perhatikan Tabel 12, maka dari seluruh penduduk usia lima belas tahun ke atas di Kabupaten Majalengka pada tahun 2009 ini, tampaknya persentase mereka yang memiliki kemampuan membaca dan menulis mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Pada tahun Inkesra Kabupaten Majalengka

21 2009 persentasenya sebesar 95,03 persen, sedangkan pada tahun 2008 mencapai 94,81 persen, sehingga angka buta huruf menurun menjadi 4,97 persen. Kondisi ini tentu saja merupakan hal yang cukup menggembirakan karena bagaimanapun kita semua berharap untuk masa-masa yang akan datang Angka Melek Huruf di Kabupaten Majalengka dapat terus meningkat sesuai dengan tuntutan zaman. Oleh karena itu program-program pemerintah khususnya di bidang pendidikan, diantaranya program Wajib Belajar, Keaksaraan Fungsional serta Program Beasiswa dan bantuanbantuan lainnya dalam bidang pendidikan sangat diharapkan kesinambungannya. Dari komposisi jenis kelamin perlu upaya yang lebih terarah untuk dapat meningkatkan kemampuan baca tulis bagi kaum perempuan, karena dari Tabel tersebut menunjukkan ketimpangan antara kaum laki-laki dan perempuan hampir 5 persen Pendidikan yang Ditamatkan Kualitas sumber daya manusia secara spesifik dapat dilihat dari tingkat pendidikan penduduk berumur 10 tahun ke atas. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan merupakan gambaran dari kondisi kualitas sumber daya manusia. Apabila memperhatikan Tabel 12, terlihat struktur penduduk usia 10 tahun ke atas di Kabupaten Majalengka menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan dari tahun mengindikasikan adanya perubahan yang positif. Perubahan dimaksud adalah semakin kecilnya persentase penduduk dengan tingkat pendidikan di bawah SD (Tidak/belum sekolah; Tidak/belum tamat SD), sementara penduduk dengan tingkat pendidikan Tamat SD ke atas persentasenya semakin besar. Tabel 13. Persentase Penduduk Kabupaten Majalengka Usia 10 Tahun ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Tahun Tingkat Pendidikan yang Tahun (%) Ditamatkan (1) (2) (3) (4) (5) (6) Tidak Punya 27,48 23,53 23,89 24,66 20,91 Sekolah Dasar 49,43 49,95 47,10 45,13 47,81 SMTP 13,63 15,20 15,37 15,67 17,61 SMTA 6,63 8,73 9,28 10,35 9,44 Diploma/Akademi (D1-D3) 1,50 1,43 2,10 1,98 1,50 >= S1/D4 1,33 1,16 2,20 2,21 2,73 J u m l a h 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Susenas Inkesra Kabupaten Majalengka

22 Tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk Kabupaten Majalengka pada tahun 2009 masih didominasi oleh penduduk dengan pendidikan Sekolah Dasar yaitu berkisar pada angka 48 persen, Tingkat Pendidikan SLTP mencapai 17,6 persen serta diimbangi dengan kenaikan persentase pada pendidikan yang lebih tinggi yaitu di tingkat SLTA, dan Sarjana. Semakin meningkatnya anggaran pendidikan hingga mencapai 20 persen secara bertahap mudah-mudahan bisa meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia, khususnya di Kabupaten Majalengka. Secara lengkap persentase penduduk Kabupaten Majalengka usia 10 tahun ke atas menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan disajikan dalam Tabel Perumahan dan Pemukiman Sebagai salah satu kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia, rumah tidak hanya berfungsi sebagai tempat berlindung, tetapi fungsinya sebagai tempat tinggal lebih menonjol. Oleh karena itu aspek kesehatan dan kenyamanan bahkan estetika bagi sekelompok masyarakat tertentu sangat menentukan dalam pemilikan rumah tinggal dan ini terkait dengan tingkat kesejahteraan penghuninya. Secara umum, kualitas rumah tinggal ditentukan oleh kualitas bahan bangunan yang digunakan, yang secara nyata mencerminkan tingkat kesejahteraan penghuninya. Selain kualitas rumah tinggal, fasilitas yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari juga mencerminkan tingkat kesejahteraan penghuninya. Selain kualitas rumah tinggal, fasilitas yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari juga mencerminkan tingkat kesejahteraan. Keadaan dan kualitas serta fasilitas lingkungan perumahan memberikan sumbangan dalam memberikan kenyamanan hidup sehari-hari. Berbagai indikator yang terkait dengan perumahan mencakup luas rumah, kualitas atap, dinding maupun lantai yang digunakan, sumber air minum, jarak sumber air minum ke penampungan kotoran, fasilitas buang air besar dan penggunaan alat penerangan Kualitas Rumah Tinggal Kualitas rumah tinggal berpengaruh terhadap kenyamanan dalam kehidupan rumah tangga. Beberapa faktor yang mempengaruhi kenyamanan adalah rumah yang luas disertai dengan kualitas atap, dinding serta lantai yang layak. Rumah yang nyaman adalah rumah yang relatif luas sehingga penghuninya tidak berdesakan. Pada tahun 2009 tercatat 35,64 persen rumah tangga yang tinggal dalam rumah dengan ruang kurang dari 50 m 2. Hal ini berarti sebagian besar rumah tangga tinggal dalam rumah dengan luas yang memadai. Inkesra Kabupaten Majalengka

23 Kualitas perumahan di Kabupaten Majalengka secara umum menunjukkan perkembangan yang bertambah baik. Rumah tinggal yang berlantai tanah hanya tinggal 2,44 persen berarti sebanyak 97,56 persen rumah tinggal sudah tidak berlantai tanah, sedangkan atap yang layak (tidak beratap dedaunan) sudah mencapai 100 persen dan dinding tembok 92,09 persen. Untuk lebih jelasnya mengenai kualitas rumah dapat diperhatikan pada Tabel 14. Indikator Kualitas Perumahan Tabel 14. Persentase Indikator Kualitas Perumahan Kabupaten Majalengka Tahun Tahun (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) Luas Lantai <50m 2 35,16 45,20 37,60 38,65 35,64 Lantai Tanah 4,81 4,94 4,29 4,00 2,44 Atap Layak (Tdk beratap dedaunan) 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Dinding Permanen 91,52 82,36 84,94 89,47 92,09 Sumber : Susenas Fasilitas Buang Air Besar Fasilitas buang air besar (jamban) merupakan salah satu sarana pokok untuk mewujudkan kehidupan yang sehat. Tersedianya fasilitas yang memadai akan berpengaruh terhadap lingkungan dan kesehatan pribadi manusia. Oleh karena itu peningkatan jenis fasilitas buang air besar dan peningkatan wawasan massyarakat tentang pentingnya sarana ini harus terus disampaikan secara persuasif dan intens. Tahun 2009 menunjukkan terdapat 71,67 persen rumah tangga di Kabupaten Majalengka menggunakan jamban sendiri, sementara yang mempunyai fasilitas buang air besar yang digunakan bersama-sama ada 6,11 persen. Cukup memprihatinkan bahwa rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas jamban masih cukup besar persentasenya yaitu 20,41 persen. Hal ini berarti rumah tangga tersebut masih menggunakan cara yang kurang sehat untuk buang air besar, yaitu di sungai (selokan, kolam) bahkan di sawah/kebun. Diduga selain tingkat kesadaran masyarakat mengenai pentingnya jamban sendiri di beberapa wilayah masih rendah, juga faktor ketersediaan air bersih yang cukup sulit sehingga masyarakat tidak memprioritaskan fasilitas tersebut. Inkesra Kabupaten Majalengka

24 Tabel 15. Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Buang Air Besar Di Kabupaten Majalengka Tahun Fasilitas Buang Air Besar 2006 (%) 2007 (%) 2008 (%) 2009 (%) (1) (2) (3) (4) (5) Sendiri 59,01 67,70 62,40 71,67 Bersama 13,48 7,90 12,30 6,11 Umum 14,09 3,90 7,20 1,82 Tidak ada 13,42 20,50 18,1 20,41 Sumber : Susenas Tempat Pembuangan Akhir Tinja Tempat pembuangan akhir tinja merupakan salah satu indikator kesehatan yang layak untuk dianalisis. Pembuangan akhir tinja yang asal-asalan dan tidak mempunyai sistem resapan yang benar akan berpengaruh terhadap tingkat kesehatan masyarakat secara umum. Sistem hidup sehat mengharuskan pembuangan akhir dibuat dengan septic tank. Melalui sistem tersebut bakteri yang terkandung dalam tinja tidak akan mencemari air maupun udara yang berada di sekitar daerah tersebut. Gambar 2. Persentase Tempat Pembuangan Akhir Tinja di Kabupaten Majalengka Tahun 2009 Sumber : Susenas 2009 Gambar di atas memperlihatkan bahwa sebanyak 71,6 persen rumah tangga sudah menggunakan pembuangan akhir septik tank, sementara sisanya masih menggunakan kolam (sawah, sungai) dan lainnya. Memang tidak mudah untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat tentang Inkesra Kabupaten Majalengka

25 pentingnya septik tank, karena terkait berbagai hal seperti biaya, lahan maupun tingkat kesadarannya itu sendiri Jenis Bahan Bakar Penggunaan bahan bakar untuk memasak menarik untuk dicermati karena pemerintah telah meluncurkan program konversi bahan bakar dari minyak tanah ke gas. Program tersebut diluncurkan mengingat keterbatasan produksi minyak tanah dan subsidi yang sangat besar harus ditanggung oleh pemerintah mengingat minyak tanah dijual dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang sesungguhnya. Gambar 3 menunjukkan bahwa bahan bakar gas sudah menjadi mayoritas digunakan oleh rumah tangga di Kabupaten Majalengka yaitu mencakup 65,7 persen, tetapi harus dilihat juga rumah tangga pengguna kayu bakar masih cukup tinggi yaitu 29,3 persen. Banyaknya ledakan kompor gas yang membuat masyarakat khawatir untuk menggunakan kompor gas merupakan salah satu faktor sehingga pengguna gas masih belum memuaskan. Penggunaan kayu bakar juga harus diwaspadai karena dikhawatirkan kayu bakar diambil dari hutan produktif sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem yang pada akhirnya dapat menimbulkan bencana yang lain seperti banjir, longsor dan sebagainya. Gambar 3. Persentase Penggunaan Bahan Bakar di Kabupaten Majalengka Tahun 2009 Sumber : Susenas 2009 Inkesra Kabupaten Majalengka

26 Sumber Air Minum Penggunaan air minum yang memenuhi syarat kesehatan merupakan salah satu hal untuk mencegah terhadap penyakit-penyakit yang berasal dari air minum. Gambar 4. Persentase Penggunaan Sumber Air Minum di Kabupaten Majalengka Tahun 2009 Sumber : Susenas 2009 Sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Majalengka menggunakan sumur sebagai sumber air minumnya diikuti oleh pompa serta mata air. Penggunaan PDAM masih relatif kecil cakupannya yaitu hanya 9,3 persen saja dari seluruh rumah tangga di Kabupaten Majalengka. Masih harus dikaji lebih jauh apakah penggunaan sumur dan mata air berasal dari yang terlindung atau tidak Ketenagakerjaan Ketenagakerjaan merupakan aspek yang amat mendasar dalam kehidupan manusia, karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Setiap upaya pembangunan, selalu diarahkan pada perluasan kesempatan kerja dan berusaha, sehingga penduduk dapat memperoleh manfaat langsung dari pembangunan. Salah satu sasaran utama pembangunan dalam Rencana Kerja Pemerintah adalah terciptanya lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang memadai untuk dapat menyerap tambahan angkatan kerja yang memasuki pasar kerja setiap tahun. Pertumbuhan penduduk secara langsung berpengaruh pada perkembangan ketenagakerjaan dan lapangan kerja. Tingkat pertambahan penduduk yang relatif tinggi merupakan masalah yang umum dialami negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Pertambahan penduduk usia kerja akan meningkatkan jumlah angkatan kerja. Pertumbuhan Inkesra Kabupaten Majalengka

27 angkatan kerja tersebut seyogianya sebanding dengan kesempatan kerja yang ada, namun masalah yang dihadapi adalah kesempatan kerja formal sangat terbatas. Kondisi kesempatan kerja yang terbatas, maka sebagian besar penduduk berusaha untuk menciptakan lapangan kerja untuk dirinya sendiri pada sektor informal. Pekerja sektor informal mempunyai ciri tersendiri seperti pekerja dengan pendidikan rendah, jam kerja yang tidak tetap, produktivitas rendah dan pendapatan yang rendah. Melihat kondisi ketenagakerjaan yang demikian, maka perlu adanya upaya menggalakkan program yang memotivasi masyarakat untuk menciptakan lapangan kerja baru, membudayakan bekerja di bidang informal serta meningkatkan minat belajar. Program tersebut secara tidak langsung meningkatkan pendapatan nasional serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tenaga kerja yang lebih mandiri dan mempunyai kualitas yang baik akan meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan taraf hidup penduduk. Mulai Tahun 2009 indikator ketenagakerjaan menggunakan sumber data Survei Angkatan Kerja Nasional, yaitu Survei yang lebih khusus menggali kondisi ketenagakerjaan di Indonesia Penduduk Usia Kerja Secara garis besar, kegiatan penduduk suatu wilayah dibedakan atas penduduk yang dikelompokkan partisipatif dalam memutar roda perekonomian yaitu penduduk usia kerja dan penduduk yang termasuk dalam kelompok tidak partisipatif dalam perekonomian keluarga yang disebut penduduk bukan usia kerja (penduduk berumur kurang dari 15 tahun). Banyaknya penduduk usia kerja dalam jumlah besar bukan merupakan jaminan akan meningkatkan tenaga kerja yang potensial, karena tidak semua penduduk usia kerja masuk dalam angkatan kerja, bisa saja masuk dalam kelompok bukan angkatan kerja. Tabel 16. Penduduk Kabupaten Majalengka Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Tahun 2009 Laki-laki Perempuan Jumlah Kegiatan Utama Jumlah Jumlah Jumlah % % (Orang) (Orang) (Orang) % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Angkatan Kerja , , ,47 Bekerja , , ,26 Pengangguran , , ,74 Bukan Angkatan Kerja , , ,53 Penduduk Usia Kerja (Orang) Sumber : Sakernas 2009 Inkesra Kabupaten Majalengka

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67 RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS 2015 Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan, meningkatnya derajat kesehatan penduduk di suatu wilayah, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G /

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G / Katalog BPS : 4103.5371 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G 2 0 0 5 / 2 0 0 6 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KUPANG INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2005/2006 No. Publikasi : 5371.0612

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI ACEH 2016 Nomor Publikasi : 11522.1605 Katalog BPS : 4102004.11 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : xvii + 115 Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv ix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN WANITA 2014 ISSN : No. Publikasi : 5314.1420 Katalog BPS : 2104003.5314 Ukuran Buku : 16 x 21 cm Jumlah Halaman : xiv + 31 halaman Naskah : BPS Kabupaten Rote Ndao Penyunting :

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS : 4102004.1111 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara Jl. T. Chik Di Tiro No. 5 Telp/Faks. (0645) 43441 Lhokseumawe 24351 e-mail : bpsacehutara@yahoo.co.id, bps1111@bps.go.id BADAN PUSAT

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN : Bappeda Kabupaten Paser bekerjasama dengan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN : Bappeda Kabupaten Paser bekerjasama dengan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN 2012 Ukuran buku : 21 cm x 29,7 cm Jumlah halaman : 60 + ix halaman Naskah : Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser Penyunting : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Tual

Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Tual Katalog BPS : 4102004.8172 Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Tual 2012 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MALUKU TENGGARA Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Tual Tahun 2012 ISSN : 0216.4769 Katalog BPS

Lebih terperinci

PENYUSUNAN DATA SOSIAL EKONOMI DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2008

PENYUSUNAN DATA SOSIAL EKONOMI DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2008 PENYUSUNAN DATA SOSIAL EKONOMI DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2008 Kerjasama Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2008 PENYUSUNAN DATA SOSIAL EKONOMI DAERAH PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008 Katalog BPS : 4103.3375 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008 Kerjasama BAPPEDA KOTA PEKALONGAN Dengan BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PEKALONGAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN

Lebih terperinci

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber I. Pendahuluan Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) dari delapan tujuan yang telah dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2000 adalah mendorong kesetaraan gender dan

Lebih terperinci

INIJIKATDR RAKYAT. ~~QI!i. l~e~ejaht&raan. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekalongan dengan Badan Pusat Statistik Kota Pekalongan

INIJIKATDR RAKYAT. ~~QI!i. l~e~ejaht&raan. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekalongan dengan Badan Pusat Statistik Kota Pekalongan INIJIKATDR l~e~ejaht&raan RAKYAT ~~QI!i Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekalongan dengan Badan Pusat Statistik Kota Pekalongan INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN 2015

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PANDEGLANG

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PANDEGLANG INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PANDEGLANG 2 0 1 3 ISSN: 2085-6016 Katalog BPS : 4101002.3601 Ukuran Buku : 21 cm x 15 cm Jumlah Halaman : 86 + xiii Halaman Naskah: Seksi Statistik Sosial Gambar Kulit:

Lebih terperinci

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA MAKASSAR

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA MAKASSAR Katalog BPS : 4103.7371 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA MAKASSAR KATA PENGANTAR BADAN PUSAT STATISTIK KOTA MAKASSAR Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Makassar 2015 disusun sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Penajam Paser Utara merupakan. Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Paser dan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Penajam Paser Utara merupakan. Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Paser dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Penajam Paser Utara merupakan Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Paser dan merupakan Kabupaten urutan ke-13 dari 14 Kabupaten/ Kota di Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Mamuju merupakan publikasi tahunan yang diterbitkan BPS Kabupaten Mamuju. Publikasi ini memuat

Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Mamuju merupakan publikasi tahunan yang diterbitkan BPS Kabupaten Mamuju. Publikasi ini memuat Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Mamuju merupakan publikasi tahunan yang diterbitkan BPS Kabupaten Mamuju. Publikasi ini memuat gambaran umum tentang keadaan kesejahteraan di Kabupaten

Lebih terperinci

BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN

BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN 2006 2010 BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN 2006 2010 Nomor Publikasi: 16522.11.04 Katalog BPS: 3101017.16 Naskah: Seksi Statistik

Lebih terperinci

pareparekota.bps.go.id

pareparekota.bps.go.id INDIKATOR SOSIAL KOTA PAREPARE TAHUN 2015 ISSN : 2460-2450 Nomor Publikasi : 73720.1503 Katalog BPS : 4102004.7372 Ukuran Buku : 21 cm x 15 cm Jumlah Halaman : 87 Naskah : Seksi Statistik Sosial BPS Kota

Lebih terperinci

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013 Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013 INDIKATOR SOSIAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 Jumlah Halaman : ix + 77 halaman Naskah : BPS Kabupaten Pulau Morotai Diterbitkan Oleh : BAPPEDA Kabupaten Pulau

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Kor merupakan salah satu kegiatan tahunan yang diselenggarakan BPS untuk memenuhi kebutuhan data sosial ekonomi. Data yang dihasilkan Susenas Kor

Lebih terperinci

KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017

KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017 KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017 Nomor ISBN : 979-599-884-6 Nomor Publikasi : 52085.11.08 Ukuran Buku : 18.2 x 25.7cm Jumlah Halaman : 50 Halaman Naskah : Dinas Komunikais

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan Indonesia memiliki peranan dan kedudukan sangat penting sepanjang perjalanan sejarah. Kiprah perempuan di atas panggung sejarah tidak diragukan lagi. Pada tahun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009

KATA PENGANTAR. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009 25 KATA PENGANTAR Struktur penduduk dunia termasuk Indonesia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk lanjut usia. Meningkatnya jumlah penduduk lanjut

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PANDEGLANG

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PANDEGLANG INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PANDEGLANG 2 0 1 1 ISSN: 2085 6016 Katalog BPS : 4101002.3601 Ukuran Buku : 22 cm x 16,5 cm Jumlah Halaman : 96 + xiii Halaman Naskah: Seksi Statistik Sosial Gambar Kulit:

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

https://rotendaokab.bps.go.id

https://rotendaokab.bps.go.id KATA PENGANTAR Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Rote Ndao Tahun 2015 disusun guna memenuhi kebutuhan pengguna data statistik khususnya data statistik sosial. Oleh karena itu BPS Kabupaten

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA TANGERANG SELATAN 2 0 1 4 ISSN : 2089-4619 Katalog BPS : 4102004.3674 Ukuran Buku : 25 cm x 17,6 cm Jumlah Halaman : x + 76 Halaman / pages Naskah: Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

madiunkota.bps.go.id

madiunkota.bps.go.id Statistik Kesejahteraan Rakyat Kota Madiun Tahun 2015 Nomor Publikasi : 35770.1610 Katalog BPS : 3101001.3577 Naskah oleh : Seksi Statistik Sosial Gambar Kulit oleh : Seksi Statistik Sosial Diterbitkan

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 merupakan publikasi yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan Indeks Demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2011

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2011 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2011 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2011 No. Publikasi : 5371.1012 Katalog BPS : 4103.5371 Ukuran Buku : 15 cm x 21 cm Jumlah Halaman : 122 Halaman

Lebih terperinci

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2014

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2014 Kabupaten Pinrang 1 Kabupaten Pinrang 2 Kata Pengantar I ndikator Kesejahteraan Rakyat (Inkesra) Kabupaten Pinrang tahun 2013 memuat berbagai indikator antara lain: indikator Kependudukan, Keluarga Berencana,

Lebih terperinci

Katalog :

Katalog : Katalog : 4102004.7372 KATA PENGANTAR Penyusunan buku Indikator Sosial Kota Parepare 2013 ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tingkat kesejahteraan yang telah dicapai di Kota Parepare, dan sebagai

Lebih terperinci

Profile Perempuan Indonesia

Profile Perempuan Indonesia Profile Perempuan Indonesia PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebangkitan nasional sebagai awal perjuangan perempuan yang terorganisir, ditandai dengan diselenggarakannya Kongres Perempuan Indonesia tingkat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG K e p a l a, BADAN PUSAT STATISTIK KOTA SEMARANG.

KATA PENGANTAR. Semarang, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG K e p a l a, BADAN PUSAT STATISTIK KOTA SEMARANG. KATA PENGANTAR Disadari bahwa istilah kesejahteraan sebenarnya mencakup bidang - bidang kehidupan yang sangat luas yang tidak semua aspeknya dapat diukur. Isi dari publikasi ini hanya mencakup pada aspek-aspek

Lebih terperinci

3.1. Kualitas Sumberdaya Manusia

3.1. Kualitas Sumberdaya Manusia 3.1. Kualitas Sumberdaya Manusia Manusia pada hakekatnya merupakan mahluk Tuhan yang sangat kompleks, dimana secara hirarki penciptaan manusia dilatarbelakangi adanya asal usul manusia sebagai mahluk yang

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN GUNUNGKIDUL WELFARE INDICATORS OF GUNUNGKIDUL REGENCY 2015

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN GUNUNGKIDUL WELFARE INDICATORS OF GUNUNGKIDUL REGENCY 2015 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN GUNUNGKIDUL WELFARE INDICATORS OF GUNUNGKIDUL REGENCY 2015 No. ISBN ISBN Number : 4102004.3403 No. Publikasi Publication Number : 3403.16.066 Naskah Manuscript

Lebih terperinci

ANALISIS KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2013

ANALISIS KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2013 ANALISIS KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2013 ANALISIS KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2013 No. Publikasi : 62520.1404 Katalog BPS : 4102004.62 Ukuran Buku Jumlah Halaman :15 cm x 21 cm :

Lebih terperinci

PROFIL KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

PROFIL KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 i PROFIL KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 ii KATA PENGANTAR Profil Kesejahteraan Rakyat Kota Palangka Raya Tahun 2013 ini adalah merupakan publikasi yang diterbitkan oleh Badan Pusat

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012 Kata pengantar Publikasi Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012 merupakan publikasi perdana yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan indikator keuangan

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PROVINSI PAPUA BARAT 2011 WELFARE INDICATORS OF PAPUA BARAT PROVINCE 2011 ISSN : No. Publikasi/Publication Number : 91522.1205 Katalog BPS/BPS Catalogue : 4102004.9100 Ukuran

Lebih terperinci

BADANPUSATSTATISTIKPROVINSILAMPUNG

BADANPUSATSTATISTIKPROVINSILAMPUNG KatalogBPS:4102004.18 Kerjasama BadanPerencanaanPembangunanDaerahLampung dan BadanPusatStatitistikProvinsiLampung BADANPUSATSTATISTIKPROVINSILAMPUNG INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PROVINSI LAMPUNG 2012

Lebih terperinci

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA 1. Gambaran Umum Demografi DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA Kondisi demografi mempunyai peranan penting terhadap perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah karena faktor demografi ikut mempengaruhi pemerintah

Lebih terperinci

STATISTIK GENDER 2011

STATISTIK GENDER 2011 STATISTIK GENDER 211 STATISTIK GENDER 211 ISBN: 978-979 - 64-46 - 9 No. Publikasi: 421.111 Katalog BPS: 21412 Ukuran Buku: 19 cm x 11 cm Naskah: Sub Direktorat Statistik Rumah tangga Gambar Kulit: Sub

Lebih terperinci

Indikator Ketenagakerjaan KABUPATEN WAROPEN TAHUN Oleh : Muhammad Fajar

Indikator Ketenagakerjaan KABUPATEN WAROPEN TAHUN Oleh : Muhammad Fajar KABUPATEN WAROPEN TAHUN 2014 Oleh : Muhammad Fajar KATA PENGANTAR Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik mengamanatkan Badan Pusat Statistik (BPS) bertanggung jawab atas perstatistikan di

Lebih terperinci

Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia,

Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia, Kemiskinan Termasuk bagian penting dari aspek analisis ketenagakerjaan adalah melihat kondisi taraf kehidupan penduduk, yang diyakini merupakan dampak langsung dari dinamika ketenagakerjaan. Kemiskinan

Lebih terperinci

STATISTIK PEMUDA BLORA TAHUN 2015

STATISTIK PEMUDA BLORA TAHUN 2015 No. 16/07/33/16/Th.I, 16 Juli 2017 STATISTIK PEMUDA BLORA TAHUN 2015 Pemuda adalah bagian dari penduduk usia produktif yaitu berumur 16-30 tahun. Jumlah pemuda di Kabupaten Blora adalah 167.881 jiwa atau

Lebih terperinci

Katalog BPS : Badan Pusat Statistik Kab. Tapanuli Tengah Jl. N. Daulay, Pandan Telp. (0631)

Katalog BPS : Badan Pusat Statistik Kab. Tapanuli Tengah Jl. N. Daulay, Pandan Telp. (0631) Katalog BPS : 4101014.1204 Badan Pusat Statistik Kab. Tapanuli Tengah Jl. N. Daulay, Pandan Telp. (0631) 371082 PERKEMBANGAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN TAHUN 2010-2011 PERKEMBANGAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PROVINSI PAPUA BARAT 2010 WELFARE INDICATORS OF PAPUA BARAT PROVINCE 2010 ISSN : 2089-1652 No. Publikasi/Publication Number : 91522.1105 Katalog BPS/BPS Catalogue : 4102004.9100

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA BONTANG KOTA BONTANG

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA BONTANG KOTA BONTANG KATALOG BPS : 4013.6474 2012 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA BONTANG KOTA BONTANG Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bontang Badan Pusat Statistik Kota Bontang INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT

Lebih terperinci

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG KATALOG BPS : 4102004.3322 KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG KATALOG BPS : 4102004.3322 KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2013 merupakan publikasi kedua yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan indikator keuangan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 49 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis dan Administratif Pulau Jawa merupakan salah satu dari lima pulau besar di Indonesia, yang terletak di bagian Selatan Nusantara yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

Katalog BPS:

Katalog BPS: Katalog BPS: 4103.1409 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT (INKESRA) KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN 2013 No. Katalog : 4103.1409 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah Gambar Kulit dan Setting Diterbitkan Oleh Kerjasama

Lebih terperinci

Sambutan... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iii Daftar Tabel.. iv Daftar Gambar.. iv

Sambutan... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iii Daftar Tabel.. iv Daftar Gambar.. iv DAFTAR ISI halaman Sambutan... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iii Daftar Tabel.. iv Daftar Gambar.. iv BAB I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang... 1 2. Pengertian Indikator... 2 3. Indikator Kesejahteraan

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2011/2012

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2011/2012 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2011/2012 WELFARE INDICATORS OF KALIMANTAN TENGAH 2011/2012 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KALIMANTAN TENGAH 2011/2012 WELFARE INDICATORS OF KALIMANTAN

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015 No. 06/05/53/Th. XV, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 3,12% Angkatan kerja NTT pada Februari 2015 mencapai 2.405.644 orang, bertambah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI RIAU

GAMBARAN UMUM KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI RIAU IV. GAMBARAN UMUM KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI RIAU 4.1. Kondisi Fisik Wilayah Provinsi Riau terdiri dari daratan dan perairan, dengan luas lebih kurang 329.867,61 km 2 sebesar 235.306 km 2 (71,33

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * Oleh: Kecuk Suhariyanto, Badan Pusat Statistik Email: kecuk@mailhost.bps.go.id 1. PENDAHULUAN Menjelang berakhirnya tahun 2007, 52

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah, seperti pengangguran, kemiskinan, tingkat pendapatan yang rendah dan lain sebagainya. Dimana

Lebih terperinci

Penambahan Angkatan Kerja Baru di Provinsi Jawa Tengah

Penambahan Angkatan Kerja Baru di Provinsi Jawa Tengah Penambahan Angkatan Kerja Baru di Provinsi Jawa Tengah Erisman, M.Si, Kabid Statistik Sosial, BPS Provinsi Jawa Tengah Data Penduduk Yang Digunakan Mulai tahun 2014 angka penduduk yang digunakan adalah

Lebih terperinci

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Sejak tahun 2000, Indonesia telah meratifikasi Millenium Development Goals (MDGs) di bawah naungan Persatuan Bangsa- Bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi dalam konteks demografi cukup memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

Lebih terperinci

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut.

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut. PERKEMBANGAN PENDUDUK DAN DAMPAKNYA BAGI LINGKUNGAN A. PENYEBAB PERKEMBANGAN PENDUDUK Pernahkah kamu menghitung jumlah orang-orang yang ada di lingkunganmu? Populasi manusia yang menempati areal atau wilayah

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RPJMD KOTA LUBUKLINGGAU 2008-2013 VISI Terwujudnya Kota Lubuklinggau Sebagai Pusat Perdagangan, Industri, Jasa dan Pendidikan Melalui Kebersamaan Menuju Masyarakat

Lebih terperinci

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Pernikahan anak menjadi salah satu persoalan sosial di Kabupaten Gunungkidul. Meskipun praktik pernikahan anak di Kabupaten Gunungkidul kian menurun di

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. iii. Alfatah Sibua, S.Ag, M.Hum. Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2015

KATA PENGANTAR. iii. Alfatah Sibua, S.Ag, M.Hum. Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2015 KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, atas kehendaknya Publikasi tahunan Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2015 dapat diselesaikan dengan baik. Publikasi ini mencakup informasi

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 DAFTAR TABEL Taks Halaman Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 Tabel 2.2 Posisi dan Tinggi Wilayah Diatas Permukaan Laut (DPL) Menurut Kecamatan di Kabupaten Mamasa... 26 Tabel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR. Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR. Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR 1. Penyebaran Penduduk Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat Propinsi Sulawesi Selatan dengan batas-batas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan review dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUBANG

BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUBANG BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUBANG 3.1. Kualitas Sumberdaya Manusia Manusia adalah makhluk Tuhan yang terdiri dari ruh dan jasad yang dilengkapi dengan potensi dan kelebihan dibandingkan makhluk lainnya,

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 4102004.8104 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BURU INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN BURU TAHUN 2015 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN BURU TAHUN 2014 ISBN : Nomor Publikasi

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PENANGGULANGAN KEMISKINAN I N A N T A INOVASI KETAHANAN KOMUNITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN KABUPATEN TANA TORAJA Penanggulangan Kemiskinan APA ITU adalah kebijakan dan program pemerintah pusat serta pemerintah daerah yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

http://www.papuabarat.bps.go.id

http://www.papuabarat.bps.go.id INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PROVINSI PAPUA BARAT 2012 WELFARE INDICATORS OF PAPUA BARAT PROVINCE 2012 ISSN : 2089-1652 No. Publikasi/Publication Number : 91522.1305 Katalog BPS/BPS Catalogue : 4102004.9100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dalam memperluas kesempatan

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dalam memperluas kesempatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi pada hakekatnya merupakan serangkaian usaha kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dalam memperluas kesempatan

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN BURU 2016 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN BURU 2016 ISBN : Nomor Publikasi : 81040.1603 Katalog BPS : 4102004.8104 Ukuran Buku : 21,5 x 15,5 cm Jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan menjaga tingkat kesehatan, aktifitas masyarakat tidak terganggu dan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan menjaga tingkat kesehatan, aktifitas masyarakat tidak terganggu dan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pentingnya menjaga kesehatan bagi masyarakat adalah hal mutlak. Karena dengan menjaga tingkat kesehatan, aktifitas masyarakat tidak terganggu dan dapat terus produktif.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB IV Analisis isu-isu srategis Permasalahan Pembangunan Isu Strategis... 77

DAFTAR ISI. BAB IV Analisis isu-isu srategis Permasalahan Pembangunan Isu Strategis... 77 DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I Pendahuluan... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen... 6 1.4. Sistematika Penulisan... 9 1.5. Maksud

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 19 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Masalah Kependudukan Masalah kependudukan di Indonesia dikategorikan sebagai suatu masalah nasional yang besar dan memerlukan pemecahan segera. Hal ini mencakup lima masalah

Lebih terperinci

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian Curah hujan Kecamatan Babulu rata-rata 242,25 mm pada tahun 2010 Kecamatan Babulu memiliki luas 399,46 km 2. Secara geografis berbatasan

Lebih terperinci

ht //j ak tp : s. go.b p ta ar.id / ht //j ak tp : s. go.b p ta ar.id / PROFIL KEPENDUDUKAN HASIL SUPAS2015 PROVINSI DKI JAKARTA ISBN : No Publikasi : 31520.1603 Katalog BPS : 2101014.31 Ukuran Buku :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010).

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar yaitu dengan jumlah penduduk sebanyak 237.641.326 juta jiwa penduduk (BPS, 2010). Di tingkat

Lebih terperinci

DAFTAR PARAMETER DASAR KEPENDUDUKAN TINGKAT NASIONAL, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA

DAFTAR PARAMETER DASAR KEPENDUDUKAN TINGKAT NASIONAL, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA LAMPIRAN 1. DAFTAR PARAMETER DASAR KEPENDUDUKAN TINGKAT NASIONAL, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA No Tabel A KUANTITAS 1 Jumlah penduduk Banyaknya orang yang sudah SP (2000, SP (2000, SP (2000, BPS Sensus

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 1101002.6409010 Statistik Daerah Kecamatan Babulu 2015 Statistik Daerah Kecamatan Babulu No. Publikasi : 6409.550.1511 Katalog BPS : 1101002.6409010 Naskah : Seksi Statistik Neraca Wilayah

Lebih terperinci

Ketenagakerjaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Ketenagakerjaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Katalog BPS : 2301003.34 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Statistik BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara. Sesuai Undang undang No.17 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara. Sesuai Undang undang No.17 Tahun 2007 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak dasar atau hak fundamental warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sesuai Undang undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

BAB II ASPEK STRATEGIS

BAB II ASPEK STRATEGIS BAB II ASPEK STRATEGIS Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2013 II - 16 BAB II ASPEK STRATEGIS A. Sumber Daya Manusia 1. Kependudukan umlah Penduduk Kabupaten Luwu Utara pada

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia

Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Cirebon 2012 Kerjasama : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Cirebon Dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Cirebon

Lebih terperinci

RINGKASAN SDKI 2007 PROVINSI SULAWESI BARAT

RINGKASAN SDKI 2007 PROVINSI SULAWESI BARAT RINGKASAN SDKI 2007 PROVINSI SULAWESI BARAT Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 merupakan survey yang berskala Nasional, sehingga untuk menganalisa tingkat propinsi perlu dilakukan suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada. kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada. kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi. Kemiskinan merupakan persoalan kompleks yang terkait dengan berbagai dimensi yakni sosial,

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan dasar dan paling essensial dari pembangunan tidak lain adalah mengangkat kehidupan manusia yang berada pada lapisan paling bawah atau penduduk miskin, kepada

Lebih terperinci

KONDISI PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA, 2010

KONDISI PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA, 2010 ISSN 2087-7633 KONDISI PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA, 2010 KERJASAMA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN BADAN PUSAT STATISTIK KONDISI PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA, 2010

Lebih terperinci