DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN. Latar Belakang dan Pemasalahan

Tinjauan Mengenai Flu Burung

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B

LAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit

TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan

TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza

Pertanyaan Seputar "Flu Burung" (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006)

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya berdiri

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus

BAB I PENDAHULUAN. dapat menular kepada manusia dan menyebabkan kematian (Zoonosis) (KOMNAS

MENYIKAPI MASALAH FLU BURUNG DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS WALIKOTA SURABAYA,

KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

WALIKOTA TASIKMALAYA

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN

Proses Penyakit Menular

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Penyebaran Avian Flu Di Cikelet

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007

METODE PENELITIAN. pada peternakan ayam ras petelur di Desa Gulurejo adalah metode deskripsi.

PENDAHULUAN. begitu ekonomi riil Indonesia belum benar-benar pulih, kemudian terjadi lagi

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Umumnya tipe ini ditemukan pada burung dan unggas. Kasus penyebaran :

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi

KAJIAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA DI LAPANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Jurnal Ternak, Vol.05, No.02, Des. 2014

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging

RUMUSAN ROUNDTABLE DISCUSSION: ARAH PENELITIAN MENDUKUNG RENCANA BEBAS PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA UNGGAS TAHUN Bogor, Kamis, 5 Desember 2013

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

RESISTENSI AYAM LOKAL JAWA BARAT: AYAM SENTUL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam

Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis

FAKTOR RISIKO KEJADIAN FLU BURUNG PADA PETERNAKAN UNGGAS RAKYAT KOMERSIAL DI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG Muhlis Natsir

BUKU SAKU FLU BURUNG. Posko KLB Ditjen PP dan PL : SMS GATE WAY :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi hewani membuat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Biosecurity. Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama. Perspektif Saat Ini

POLA KEJADIAN DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA PETERNAKAN SEKTOR 4 DI PROVINSI LAMPUNG ENNY SASWIYANTI

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Skematis virus ND. (FAO 2004)

FAKTOR RISIKO TERHADAP INFEKSI VIRUS ND (NEWCASTLE DISEASE) PADA PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR IV DI KECAMATAN CIPUNAGARA KABUPATEN SUBANG

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

AVIAN INFLUENZA. Dr. RINALDI P.SpAn Bagian Anestesi/ICU Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof.DR.Sulianti Saroso

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS

Prof. Dr. Drh. I Gusti Ngurah Mahardika Universitas Udayana Denpasar-Bali HP:

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3

MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang di Tempat Penampungan Ayam (TPnA) di DKI Jakarta

KUISIONER PENELITIAN Kontrol

KONDISI BIOSEKURITI PADA TEMPAT PENJUALAN BEBEK HIDUP DI PASAR TRADISIONAL DKI JAKARTA DAN RISIKONYA TERHADAP PENYEBARAN AVIAN INFLUENZA (AI)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PRAKATA. Semoga pedoman ini dapat berperan secara signifikan dalam upaya menekan penyebaran virus avian influenza. Amin.

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi)

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG FLU BABI DENGAN SIKAP PETERNAK BABI DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT FLU BABI DI DESA BRONTOWIRYAN NGABEYAN KARTASURA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Epidemiologi veteriner PKH-UB 2013

1. 3 TUJUAN 1. Untuk mengetahui pengertian dari OH dan Zoonosis 2. Untuk mengerti peran veteriner dalam OH 3. Untuk mengetahui pemeran lain OH

Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

GUBERNUR MALUKU UTARA

Transkripsi:

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii i PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Biosekuriti... 3 Biosekuriti pada Peternakan Unggas Sektor 4... 4 Isolasi... 5 Pengawasan Lalu Lintas... 5 Sanitasi... 5 Virus Aian Influenza... 6 Diagnostik Aian Influenza... 7 Transmisi Aian Influenza... 7 Transmisi Horizontal secara Langsung dari Hewan... 8 Transmisi Horizontal secara tidak Langsung... 9 Transmisi Horizontal dari Hewan ke Manusia... 10 Studi Kasus Kontrol... 11 Prealensi dan Insidensi... 12 Relatie Risk dan Odds Ratio... 12 Faktor Konfaunding... 13 METODE PENELITIAN... 14 Waktu dan Tempat Penelitian... 14 Kerangka Pemikiran... 14 Pemilihan Kasus dan Kontrol... 14 Populasi dan Sampel... 15 Kriteria Sampel Inklusi dan Eklusi... 16 Pengelompokkan Tingkat Biosekuriti... 16 Kerangka Pendekatan Studi... 16 Kriteria dan Pembobotan Kuisioner... 20 Analisis Data... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN... 26 Kondisi Umum Wilayah Penelitian... 26 Keragaman Populasi, Produksi dan Kelembagaan... 26 Kondisi Tingkat Biosekuriti secara Umum... 28 Distribusi Tingkat Biosekuriti Berdasarkan Kelompok... 29 Identifikasi dan Hubungan Tingkat Biosekuriti... 29 Hubungan Kondisi Perkandangan dan Pemaparan AI... 30 Hubungan Sanitasi dan Pemaparan AI... 32 Hubungan Pakan dan Pemaparan AI... 37 Hubungan Pengawasan Lalu lintas dan Pemaparan AI... 38 Analisis Multiariat Faktor-faktor Biosekuriti... 40 Karakteristik Peternak Responden secara Umum... 41 Distribusi Karakteristik Peternak Berdasarkan Kelompok... 43 Hubungan Tingkat Biosekuriti dan Karakteristik Peternak... 44 KESIMPULAN DAN SARAN... 46 DAFTAR PUSTAKA... 47 LAMPIRAN... 52

DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Tabel dasar kasus kontrol... 13 2. Prealensi Serologis AI pada Unggas Air... 15 3. Pembobotan kuisioner... 22 4. Definisi operasional peubah penelitian... 24 5. Rekapitulasi populasi ternak dan luas lahan... 27 6. Perkembangan populasi ternak di Kabupaten Sukabumi... 28 7. Kondisi umum tingkat biosekuriti peternakan unggas air... 28 8. Tingkat biosekuriti secara umum menurut kelompok... 29 9. Nilai OR dari tingkat biosekuriti peternakan unggas air... 29 10. Hubungan kondisi perkandangan dan pemaparan AI... 31 11. Hubungan sanitasi dan pemaparan AI pada peternakan... 33 12. Hubungan pakan dan pemaparan AI... 37 13. Hubungan pengawasan lalu lintas dan pemaparan AI... 38 14. Nilai OR dari analisis multiariat faktor-faktor biosekuriti... 41 15. Karakteristik responden peternak unggas air sektor 4... 42 16. Distribusi tingkat biosekuriti berdasarkan karakteristik... 43 17. Hubungan antara karakteristik responden peternak dan tingkat... 45

DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Kemungkinan transmisi AI diantara unggas... 9 2. Kemungkinan transmisi penyakit aian influenza... 10 3. Bagan studi kasus kontrol... 11 4. Bagan alur disain penentuan kasus dan kontrol... 15 5. Bagan alur kerangka pendekatan studi... 19

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Kuisioner untuk peternak... 52 2. Foto-foto kandang kasus... 63 3. Foto-foto kandang kontrol... 64

PENDAHULUAN Latar Belakang Akhir tahun 2003, dunia perunggasan di Indonesia dihebohkan dengan adanya wabah aian influenza (AI) / flu burung. Penyakit ini banyak menimbulkan kematian unggas (hampir 90%), penurunan produksi telur dan penurunan persentase penjualan daging dan telur yang mengakibatkan banyak peternakan perunggasan di Indonesia gulung tikar (Dharmayanti et al. 2005). Keadaan ini sangat menghawatirkan terlebih lagi dengan adanya penemuan mutasi irus AI pada ayam yang terinfeksi. Virus yang bermutasi ini dapat menular ke manusia sehingga penyakit ini termasuk penyakit zoonosis. Virus AI yang paling cepat bermutasi dan merupakan irus epidemic of highly pathogenic aian influenza (HPAI) disebabkan oleh H5N1 (Dharmayanti et al. 2005). Diantara unggas domestik yang ada, unggas air lebih resisten terhadap AI daripada unggas lainnya. Virus AI tidak menyebabkan penyakit yang nyata pada unggas air (asymptomatic) namun dapat menyebabkan dampak yang sangat fatal pada unggas lainnya. Unggas air juga dinyatakan sebagai reseroar alami irus AI (Charlton et al. 1996; Cardona 2005; WHO 2005; Dharmayanti et al. 2006). Virus HPAI oleh H5N1 sudah terjadi secara endemis pada perunggasan Indonesia (Songserm et al. 2006). Oleh karena itu, Indonesia melakukan upaya penanganan AI berupa 9 (sembilan) langkah strategis, yang salah satunya adalah peningkatan biosekuriti (Deptan RI 2006). Namun pada kenyataanya, pelaksanaan biosekuriti masih sulit dilakukan terutama di peternakan sektor 4 /back yard /non komersil. Hal ini disebabkan pemeliharaan unggas air masih banyak yang bersifat tradisional dan populasinya juga sedikit. Menurut WHO (2005), pemeliharaan unggas yang masih tradisional dan sistem back yard dengan biosekuriti yang rendah menjadi kendala untuk menangani AI di Asia. Songserm et al. (2006) menambahkan, pemeliharaan bebek dengan sistem penggembalaan bebas merupakan faktor resiko outbreak H5N1 pada ayam. Tiga komponen besar dari tindakan biosekuriti yaitu: isolasi ternak dari lingkungan luar, pengawasan lalu lintas dalam peternakan dan sanitasi (Ryder 1

2005 dan Jeffrey 2006). Untuk mengetahui faktor-faktor dalam komponen biosekuriti yang dapat mempengaruhi terjadinya pemaparan AI pada unggas air dengan tingkat prealensi yang rendah /hasil jadi yang langka, maka dilakukan studi kasus kontrol. Studi ini dapat juga digunakan untuk menganalisis sekaligus beberapa faktor penyebab/ faktor resiko terhadap pemaparan AI (Basuki 2000). Menurut laporan Deptan RI (2006), salah satu propinsi tertular AI dengan populasi unggas air tertinggi di Indonesia adalah propinsi Jawa Barat. Berdasarkan laporan akhir FKH IPB dan Deptan RI (2006), Kabupaten Bogor dan Sukabumi merupakan kabupaten yang tertular AI. Kedua kabupaten ini juga memberikan kontribusi terhadap penyediaan produk unggas bagi masyarakat di Ibu Kota Republik Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor dan Sukabumi. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1). Identifikasi tingkat biosekuriti pada peternakan unggas air sektor 4 di Kabupaen Bogor dan Sukabumi 2). Analisis pengaruh tingkat biosekuriti terhadap pemaparan AI 3). Mengetahui magnitude dalam biosekuriti yang mempengaruhi eksistensi penyakit 4). Analisis karakteristik peternak yang mempengaruhi tingkat biosekuriti. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kejadian penyakit AI pada unggas air dihubungkan dengan tingkat biosekuriti yang diterapkan di Kabupaten Bogor dan Sukabumi. Hipotesis Adapun beberapa hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1). Terdapat hubungan yang nyata antara tingkat biosekuriti dengan pemaparan AI pada unggas air 2). Terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik peternak (pengetahuan, pendidikan, tujuan usaha, status kepemilikan dan pengalaman) dengan tingkat biosekuriti. 2

Biosekuriti TINJAUAN PUSTAKA Biosekuriti adalah suatu usaha pencegahan penularan penyakit di peternakan dengan cara menghindari kontak antara hewan dan mikroorganisme. Jika peternak melakukukan biosekuriti di peternakan maka dapat menjauhkan mikroorganisme dari ternak unggas dan menjauhkan ternak unggas dari mikroorganisme (Jeffrey 2006). Tujuan biosekuriti adalah mengeluarkan penyakit yang potensial dari peternakan sehingga membantu memelihara kesehatan, kesejahteraan dan produksi ternak (TAS 2006). Biosekuriti merupakan suatu tindakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya wabah penyakit melalui pengawasan masuknya kuman patogen. Biosekuriti yang dilakukan harus praktis, dapat dilakukan dan efektif harganya (Morris 2005). Biosekuriti merupakan pengawasan penyakit yang termurah dan paling efektif (Deptan 2006). Cardona (2005) menambahkan, biosekuriti merupakan garis pertahanan pertama terhadap penyakit. Tiga komponen besar dari tindakan biosekuriti yaitu: isolasi ternak dari lingkungan luar, pengawasan lalu lintas dalam peternakan dan sanitasi (Ryder 2005 dan Jeffrey 2006). Biosekuriti merupakan semua usaha yang meliputi program manajemen, perkandangan, dekontaminasi, kontrol serangga dan aksinasi yang secara langsung dapat mempengaruhi produktifitas dan pendapatan (Shane 1995). Menurut TAS (2006), jika penyakit sudah masuk ke peternakan, namun bila biosekuriti dilakukan, maka penyebaran penyakit ke peternakan yang lain dapat dicegah. Songserm et al. (2006) melakukan penelitian di Thailand pada Tahun 2004 untuk melihat pengaruh biosekuriti terhadap prealensi AI pada bebek. Mereka menempatkan kandang bebek yang berdekatan dengan kandang ayam dengan 4 (empat) sistem peternakan yang berbeda yaitu kandang sistem tertutup, sistem terbuka, sistem digembalakan (grazing) dan sistem backyard. Adapun hasil penelitian mereka adalah 23,5% ayam terinfeksi H5N1 pada sistem terbuka; 45,96% bebek dan 56% ayam terinfeksi H5N1 dengan sistem digembalakan dan 47% bebek terinfeksi H5N1 dengan sistem backyard. Bebek yang terinfeksi H5N1 3

ini tidak menunjukkan gejala klinis (asymptomatic). Mereka juga menyimpulkan bahwa bebek merupakan faktor resiko terjadinya outbreak H5N1 pada ayam. Berdasarkan klasifikasi sektor peternakan (Apriyantono 2006), sistem biosekuriti pada peternakan dan sistem penjualan produksi (FAO 2004), terdapat 4 (empat) sektor peternakan yaitu: 1. Sektor 1 (satu) dengan kriteria : a) Industri peternakan besar terintegrasi dengan biosekuriti tingkat atas b) Unggas ataupun penjualan produk bersifat komersil c) Peternakan pengembang dan eksportir d) Populasi berjuta-juta ekor 2. Sektor 2 (dua) dengan kriteria : a) Produksi peternakan besar bersifat komersil dengan biosekuriti tingkat menengah sampai tingkat atas b) Unggas ataupun penjualan produk bersifat komersil c) Peternakan pengembang d) Populasi 1 juta ekor 3. Sektor 3 (tiga) dengan kriteria : a) Produksi peternakan bersifat komersil dengan biosekuriti yang rendah sampai minimal b) Unggas ataupun penjualan produk bersifat komersil c) Populasi lebih dari 10.000 ekor 4. Sektor 4 (empat) dengan kriteria : a) Produksi peternakan bersifat lokal dengan biosekuriti yang rendah b) Unggas ataupun penjualan produk bersifat non komersil/ rumah tangga c) Manusia tinggal / berada di dekat unggas yang dipelihara atau hewan lainnya d) Populasi kurang dari 10.000 ekor Biosekuriti pada Peternakan Unggas Sektor 4 (empat) Biosekuriti yang dilakukan pada peternakan unggas sektor 4 terdiri dari 3 (tiga) kelompok besar yaitu: isolasi, pengawasan lalu lintas dan sanitasi (SC Ag- Watch 2006; FAO 2005; Jeffrey 2006; USDA 2006). 4

Isolasi Tindakan isolasi meliputi: 1) Adanya pagar yang melindungi peternakan dari lingkungan luar 2) Adanya jarak antara peternakan dengan rumah penduduk 3) Adanya pemisahan antara kandang unggas air dan kandang ayam, ternak ataupun hewan kesayangan yang lainnya 4) Adanya konstruksi kandang yang baik dan kokoh untuk menghindari unggas air dari tikus, kecoa, burung liar ataupun hewan pengganggu lainnya 5) Adanya rentang waktu (2-4 minggu) ketika akan menyatukan unggas air yang baru dengan unggas air yang lama Pengawasan Lalu lintas Tindakan pengawasan lalu lintas meliputi: 1) Pengawasan terhadap pengunjung 2) Peternak tidak meminjamkan peralatan kandang 3) Peternak tidak meminjam peralatan kandang 4) Peternak tidak membawa unggas air miliknya ke kandang tetangga atau sebaliknya 5) Isolasi terhadap unggas air yang sakit 6) Adanya tindakan desinfeksi terhadap pengunjung yang keluar masuk area peternakan Sanitasi Beberapa tindakan dalam sanitasi meliputi: 1) Kebersihan tempat pakan 2) Kebersihan tempat minum 3) Kebersihan kandang 4) Kebersihan peralatan kandang 5) Kebersihan lingkungan kandang 6) Kebersihan air minum (sumber air minum) 7) Kebersihan tempat penyimpanan pakan 8) Adanya penguburan/pembakaran unggas air yang mati 5