DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2"

Transkripsi

1 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii iv v PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Biosekuriti... 3 Biosekuriti pada Peternakan Unggas Sektor Isolasi... 5 Pengawasan Lalu Lintas... 5 Sanitasi... 5 Virus Avian Influenza... 6 Diagnostik Avian Influenza... 7 Transmisi Avian Influenza... 7 Transmisi Horizontal secara Langsung dari Hewan... 8 Transmisi Horizontal secara tidak Langsung... 9 Transmisi Horizontal dari Hewan ke Manusia Studi Kasus Kontrol Prevalensi dan Insidensi Relative Risk dan Odds Ratio Faktor Konfaunding METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Kerangka Pemikiran Pemilihan Kasus dan Kontrol Populasi dan Sampel Kriteria Sampel Inklusi dan Eklusi Pengelompokkan Tingkat Biosekuriti Kerangka Pendekatan Studi Kriteria dan Pembobotan Kuisioner Analisis Data v

2 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Wilayah Penelitian Keragaman Populasi, Produksi dan Kelembagaan Kondisi Tingkat Biosekuriti secara Umum Distribusi Tingkat Biosekuriti Berdasarkan Kelompok Identifikasi dan Hubungan Tingkat Biosekuriti Hubungan Kondisi Perkandangan dan Pemaparan AI Hubungan Sanitasi dan Pemaparan AI Hubungan Pakan dan Pemaparan AI Hubungan Pengawasan Lalu lintas dan Pemaparan AI Analisis Multivariat Faktor-faktor Biosekuriti Karakteristik Peternak Responden secara Umum Distribusi Karakteristik Peternak Berdasarkan Kelompok Hubungan Tingkat Biosekuriti dan Karakteristik Peternak KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

3 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Tabel dasar kasus kontrol Prevalensi Serologis AI pada Unggas Air Pembobotan kuisioner Definisi operasional peubah penelitian Rekapitulasi populasi ternak dan luas lahan Perkembangan populasi ternak di Kabupaten Sukabumi Kondisi umum tingkat biosekuriti peternakan unggas air Tingkat biosekuriti secara umum menurut kelompok Nilai OR dari tingkat biosekuriti peternakan unggas air Hubungan kondisi perkandangan dan pemaparan AI Hubungan sanitasi dan pemaparan AI pada peternakan Hubungan pakan dan pemaparan AI Hubungan pengawasan lalu lintas dan pemaparan AI Nilai OR dari analisis multivariat faktor-faktor biosekuriti Karakteristik responden peternak unggas air sektor Distribusi tingkat biosekuriti berdasarkan karakteristik Hubungan antara karakteristik responden peternak dan tingkat v

4 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Kemungkinan transmisi AI diantara unggas Kemungkinan transmisi penyakit avian influenza Bagan studi kasus kontrol Bagan alur disain penentuan kasus dan kontrol Bagan alur kerangka pendekatan studi v

5 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Kuisioner untuk peternak Foto-foto kandang kasus Foto-foto kandang kontrol v

6 PENDAHULUAN Latar Belakang Akhir tahun 2003, dunia perunggasan di Indonesia dihebohkan dengan adanya wabah avian influenza (AI) / flu burung. Penyakit ini banyak menimbulkan kematian unggas (hampir 90%), penurunan produksi telur dan penurunan persentase penjualan daging dan telur yang mengakibatkan banyak peternakan perunggasan di Indonesia gulung tikar (Dharmayanti et al. 2005). Keadaan ini sangat menghawatirkan terlebih lagi dengan adanya penemuan mutasi virus AI pada ayam yang terinfeksi. Virus yang bermutasi ini dapat menular ke manusia sehingga penyakit ini termasuk penyakit zoonosis. Virus AI yang paling cepat bermutasi dan merupakan virus epidemic of highly pathogenic avian influenza (HPAI) disebabkan oleh H5N1 (Dharmayanti et al. 2005). Diantara unggas domestik yang ada, unggas air lebih resisten terhadap AI daripada unggas lainnya. Virus AI tidak menyebabkan penyakit yang nyata pada unggas air (asymptomatic) namun dapat menyebabkan dampak yang sangat fatal pada unggas lainnya. Unggas air juga dinyatakan sebagai reservoar alami virus AI (Charlton et al. 1996; Cardona 2005; WHO 2005; Dharmayanti et al. 2006). Virus HPAI oleh H5N1 sudah terjadi secara endemis pada perunggasan Indonesia (Songserm et al. 2006). Oleh karena itu, Indonesia melakukan upaya penanganan AI berupa 9 (sembilan) langkah strategis, yang salah satunya adalah peningkatan biosekuriti (Deptan RI 2006). Namun pada kenyataanya, pelaksanaan biosekuriti masih sulit dilakukan terutama di peternakan sektor 4 /back yard /non komersil. Hal ini disebabkan pemeliharaan unggas air masih banyak yang bersifat tradisional dan populasinya juga sedikit. Menurut WHO (2005), pemeliharaan unggas yang masih tradisional dan sistem back yard dengan biosekuriti yang rendah menjadi kendala untuk menangani AI di Asia. Songserm et al. (2006) menambahkan, pemeliharaan bebek dengan sistem penggembalaan bebas merupakan faktor resiko outbreak H5N1 pada ayam. Tiga komponen besar dari tindakan biosekuriti yaitu: isolasi ternak dari lingkungan luar, pengawasan lalu lintas dalam peternakan dan sanitasi (Ryder 1

7 2005 dan Jeffrey 2006). Untuk mengetahui faktor-faktor dalam komponen biosekuriti yang dapat mempengaruhi terjadinya pemaparan AI pada unggas air dengan tingkat prevalensi yang rendah /hasil jadi yang langka, maka dilakukan studi kasus kontrol. Studi ini dapat juga digunakan untuk menganalisis sekaligus beberapa faktor penyebab/ faktor resiko terhadap pemaparan AI (Basuki 2000). Menurut laporan Deptan RI (2006), salah satu propinsi tertular AI dengan populasi unggas air tertinggi di Indonesia adalah propinsi Jawa Barat. Berdasarkan laporan akhir FKH IPB dan Deptan RI (2006), Kabupaten Bogor dan Sukabumi merupakan kabupaten yang tertular AI. Kedua kabupaten ini juga memberikan kontribusi terhadap penyediaan produk unggas bagi masyarakat di Ibu Kota Republik Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor dan Sukabumi. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1). Identifikasi tingkat biosekuriti pada peternakan unggas air sektor 4 di Kabupaen Bogor dan Sukabumi 2). Analisis pengaruh tingkat biosekuriti terhadap pemaparan AI 3). Mengetahui magnitude dalam biosekuriti yang mempengaruhi eksistensi penyakit 4). Analisis karakteristik peternak yang mempengaruhi tingkat biosekuriti. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kejadian penyakit AI pada unggas air dihubungkan dengan tingkat biosekuriti yang diterapkan di Kabupaten Bogor dan Sukabumi. Hipotesis Adapun beberapa hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1). Terdapat hubungan yang nyata antara tingkat biosekuriti dengan pemaparan AI pada unggas air 2). Terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik peternak (pengetahuan, pendidikan, tujuan usaha, status kepemilikan dan pengalaman) dengan tingkat biosekuriti. 2

8 Biosekuriti TINJAUAN PUSTAKA Biosekuriti adalah suatu usaha pencegahan penularan penyakit di peternakan dengan cara menghindari kontak antara hewan dan mikroorganisme. Jika peternak melakukukan biosekuriti di peternakan maka dapat menjauhkan mikroorganisme dari ternak unggas dan menjauhkan ternak unggas dari mikroorganisme (Jeffrey 2006). Tujuan biosekuriti adalah mengeluarkan penyakit yang potensial dari peternakan sehingga membantu memelihara kesehatan, kesejahteraan dan produksi ternak (TAS 2006). Biosekuriti merupakan suatu tindakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya wabah penyakit melalui pengawasan masuknya kuman patogen. Biosekuriti yang dilakukan harus praktis, dapat dilakukan dan efektif harganya (Morris 2005). Biosekuriti merupakan pengawasan penyakit yang termurah dan paling efektif (Deptan 2006). Cardona (2005) menambahkan, biosekuriti merupakan garis pertahanan pertama terhadap penyakit. Tiga komponen besar dari tindakan biosekuriti yaitu: isolasi ternak dari lingkungan luar, pengawasan lalu lintas dalam peternakan dan sanitasi (Ryder 2005 dan Jeffrey 2006). Biosekuriti merupakan semua usaha yang meliputi program manajemen, perkandangan, dekontaminasi, kontrol serangga dan vaksinasi yang secara langsung dapat mempengaruhi produktifitas dan pendapatan (Shane 1995). Menurut TAS (2006), jika penyakit sudah masuk ke peternakan, namun bila biosekuriti dilakukan, maka penyebaran penyakit ke peternakan yang lain dapat dicegah. Songserm et al. (2006) melakukan penelitian di Thailand pada Tahun 2004 untuk melihat pengaruh biosekuriti terhadap prevalensi AI pada bebek. Mereka menempatkan kandang bebek yang berdekatan dengan kandang ayam dengan 4 (empat) sistem peternakan yang berbeda yaitu kandang sistem tertutup, sistem terbuka, sistem digembalakan (grazing) dan sistem backyard. Adapun hasil penelitian mereka adalah 23,5% ayam terinfeksi H5N1 pada sistem terbuka; 45,96% bebek dan 56% ayam terinfeksi H5N1 dengan sistem digembalakan dan 47% bebek terinfeksi H5N1 dengan sistem backyard. Bebek yang terinfeksi H5N1 3

9 ini tidak menunjukkan gejala klinis (asymptomatic). Mereka juga menyimpulkan bahwa bebek merupakan faktor resiko terjadinya outbreak H5N1 pada ayam. Berdasarkan klasifikasi sektor peternakan (Apriyantono 2006), sistem biosekuriti pada peternakan dan sistem penjualan produksi (FAO 2004), terdapat 4 (empat) sektor peternakan yaitu: 1. Sektor 1 (satu) dengan kriteria : a) Industri peternakan besar terintegrasi dengan biosekuriti tingkat atas b) Unggas ataupun penjualan produk bersifat komersil c) Peternakan pengembang dan eksportir d) Populasi berjuta-juta ekor 2. Sektor 2 (dua) dengan kriteria : a) Produksi peternakan besar bersifat komersil dengan biosekuriti tingkat menengah sampai tingkat atas b) Unggas ataupun penjualan produk bersifat komersil c) Peternakan pengembang d) Populasi 1 juta ekor 3. Sektor 3 (tiga) dengan kriteria : a) Produksi peternakan bersifat komersil dengan biosekuriti yang rendah sampai minimal b) Unggas ataupun penjualan produk bersifat komersil c) Populasi lebih dari ekor 4. Sektor 4 (empat) dengan kriteria : a) Produksi peternakan bersifat lokal dengan biosekuriti yang rendah b) Unggas ataupun penjualan produk bersifat non komersil/ rumah tangga c) Manusia tinggal / berada di dekat unggas yang dipelihara atau hewan lainnya d) Populasi kurang dari ekor Biosekuriti pada Peternakan Unggas Sektor 4 (empat) Biosekuriti yang dilakukan pada peternakan unggas sektor 4 terdiri dari 3 (tiga) kelompok besar yaitu: isolasi, pengawasan lalu lintas dan sanitasi (SC Ag- Watch 2006; FAO 2005; Jeffrey 2006; USDA 2006). 4

10 Isolasi Tindakan isolasi meliputi: 1) Adanya pagar yang melindungi peternakan dari lingkungan luar 2) Adanya jarak antara peternakan dengan rumah penduduk 3) Adanya pemisahan antara kandang unggas air dan kandang ayam, ternak ataupun hewan kesayangan yang lainnya 4) Adanya konstruksi kandang yang baik dan kokoh untuk menghindari unggas air dari tikus, kecoa, burung liar ataupun hewan pengganggu lainnya 5) Adanya rentang waktu (2-4 minggu) ketika akan menyatukan unggas air yang baru dengan unggas air yang lama Pengawasan Lalu lintas Tindakan pengawasan lalu lintas meliputi: 1) Pengawasan terhadap pengunjung 2) Peternak tidak meminjamkan peralatan kandang 3) Peternak tidak meminjam peralatan kandang 4) Peternak tidak membawa unggas air miliknya ke kandang tetangga atau sebaliknya 5) Isolasi terhadap unggas air yang sakit 6) Adanya tindakan desinfeksi terhadap pengunjung yang keluar masuk area peternakan Sanitasi Beberapa tindakan dalam sanitasi meliputi: 1) Kebersihan tempat pakan 2) Kebersihan tempat minum 3) Kebersihan kandang 4) Kebersihan peralatan kandang 5) Kebersihan lingkungan kandang 6) Kebersihan air minum (sumber air minum) 7) Kebersihan tempat penyimpanan pakan 8) Adanya penguburan/pembakaran unggas air yang mati 5

11 Virus Avian Influenza Virus Influenza merupakan virus RNA, termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus ini terdiri dari 3 (tiga) tipe yaitu tipe A, B dan C. Virus AI atau fowl plaque disebabkan oleh virus influenza subtipe A yang memiliki diameter nm. Virus AI termasuk virus yang dinamis dan selalu berubah bentuk dengan cara mutasi. Virus AI memiliki 16 subtipe antigen HA (hemagglutinin) dan 9 subtipe antigen NA (neuraminidase) dan dapat terjadi beberapa kombinasi protein dari HA dan NA ini (CDC 2005 dan Hollenbeck 2005). Menurut Webster dan Hulse (2004), virus AI memiliki amplop dan genom yang terdiri dari 8 segmen linier negative sense yang menyandikan (encode) 10 protein. Adapun ke 10 protein ini adalah 3 protein polymerase (PA, PB1 dan PB2), 2 surface protein (NA dan HA), 1 nucleocapsid (NP), 2 matriks protein (M1 dan M2) dan 2 non structural protein (NS1 dan NS2) Virus AI mampu membuat shedding sehingga dapat menginfeksi unggas domestik dan mamalia. Hewan, terutama babi, berperan sebagai transformer atau converters dan dapat membentuk sejenis strain baru yang dapat menginfeksi manusia (CDC 2005 dan Hollenbeck 2005). Menurut CDC (2005), jika babi diinfeksi dengan virus influenza tipe A manusia dan virus influenza tipe A unggas pada waktu yang sama maka replikasi virus yang baru dapat membentuk mix existing genetic information dan menghasilkan bentuk virus yang baru. Bentuk virus baru ini memiliki banyak sifat gen virus manusia tapi hemagglultinin dan atau neurominidase berasal dari virus unggas. Bentuk ini mungkin dapat menginfeksi manusia dan dapat menyebar dari manusia ke manusia. Virus AI dapat menyebar luas dan menginfeksi banyak spesies hewan seperti babi, kuda, kucing, harimau, macan tutul, mamalia laut dan manusia. Virus AI dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22 ο C dan lebih dari 30 hari pada suhu 0 ο C. Tetapi virus ini mati dengan pemanasan 56 ο C selama 3 jam, 60 o C selama 30 menit, 80 ο C selama 1-3 menit, pada tinja/feses unggas selama 32 hari (Dharmayanti et al. 2006). Menurut Chiet et al. (2006), virus AI memiliki amplop sehingga dapat diinaktifasi dengan: 6

12 1). Bahan pelarut organik dan deterjen seperti sodium dodecylsulphate dan sodium desoxycholate, 2). Chemical inactivants seperti formaldehyde atau gluteraldehyde, β-opiolactone dan binary ethylenimine, 3). Bahan yang dapat menghancurkan virus AI adalah phenolics, ammonium kuarterner, sodium hypochlorite, dilute acid dan hydroxylamine. Diagnostik Avian Influenza Penegakan diagnostik AI dapat dilakukan berdasarkan isolasi dan karakterisasi virus. Isolasi virus sering dilakukan dengan menggunakan telur ayam berembrio (TAB), madin-darby canine kidney (MDCK) atau african green monkey kidney vero cell line. Secara serologik virus AI dapat diidentifikasi dengan uji HI (hemagglutination inhibition), ID, ELISA (enzym linked immnunosorbent assay), imunohistokimia atau western blot. Untuk mengkonfirmasi adanya virus AI dilakukan dengan conventional RT-PCR (reverse transcriptase-polymerase chain reaction), real time RT-PCR atau sekuensing genetik (OIE 2002 dan Kraft et al. 2005). Menurut OIE (2002) dan Suwarno et al. (2006), uji HI memiliki sensitifitas yang tinggi karena dapat mendeteksi antigen hemaglutinin (HA) virus AI subtype H5 secara spesifik. Untuk konfirmasi diagnostik dan mengetahui karakteristik subtype H5N1 dapat dilakukan dengan amplifikasi DNA template dengan RT- PCR atau sekuensing genetik. FAO (2004) menambahkan, screening test untuk virus AI secara cepat dapat menggunakan rapid direct antigen detection test. Uji ini reliable digunakan pada unggas yang sakit ataupun yang mati. Transmisi Avian Influenza Penyakit AI dapat menular dari hewan ke hewan. Penyakit ini juga dapat menular ke manusia sehingga penyakit ini termasuk penyakit zoonosis. Penularan penyakit AI dari hewan ke hewan terjadi melalui transmisi horizontal secara langsung dan tidak langsung. Penularan dari hewan ke manusia terjadi melalui transmisi horizontal secara langsung dan melalui host perantara (Thursfield 2005). 7

13 Transmisi Horizontal secara Langsung dari Hewan ke Hewan Burung-burung terutama unggas air sebagai reservoir AI dengan cara membawa virus AI pada sistem pencernaan dan shedding di fesesnya. Virus AI ini dapat ditemukan pada saliva, sekresi nasal dan feses burung. Unggas dapat terinfeksi ketika kontak dengan sekresi nasal, respirasi atau feses yang berasal dari burung-burung yang terinfeksi. Penyebaran virus AI diantara unggas umumnya terjadi secara fecal-oral (CDC 2006). Menurut FAO (2004), burung liar dapat menjadi sumber penularan secara langsung pada peternakan (khususnya bagi peternakan dengan sistem pengembalaan bebas) atau secara tidak langsung melalui makanan dan air. Penularan dapat juga terjadi jika ayam minum dari kolam yang biasa sebagai tempat berenang bebek. Menurut Swayne dan Halvorson (2006), secara eksperimental, virus AI mengalami replikasi dan dikeluarkan dari tubuh bebek ke lingkungan selama 30 hari, ayam sampai 36 hari dan kalkun sampai 72 hari. Namun jika unggas dalam keadaan stress, periode waktu tersebut bisa lebih lama lagi ataupun bisa muncul kembali (re-emerge). Umumnya, burung-burung liar menjadi host virus AI namun tidak menunjukkan gejala sakit. Namun, burung-burung liar ini dapat menyebarkan penyakit AI ke unggas lainnya. Virus AI tidak menyebabkan penyakit yang nyata pada unggas air (asymptomatic) namun dapat menyebabkan dampak yang sangat fatal pada unggas lainnya. Diantara unggas, kalkun dan ayam umumnya lebih mudah tertular AI (Cardona 2005 dan CDC 2005). USGS (2005) melaporkan, adanya burung-burung liar terinfeksi dan banyak yang mati di Danau Qinghai, China. Beberapa studi menunjukkan bahwa burungburung tersebut telah terinfeksi HPAI subtipe H5N1. Virus ini disebut H5N1 strain Qinghai. Virus H5N1 strain Qinghai ternyata telah memiliki kombinasi virus baru yang berasal dari kombinasi material genetik sedikitnya 2 jenis strain HPAI H5N1 (Cardona 2005 dan CDC 2005). Beberapa kemungkinan model transmisi virus AI yang terjadi pada peternakan bebek yaitu melalui respirasi, pencernaan dan reproduksi. Transmisi melalui pencernaan dapat terjadi secara fecal-oral (karena cara makan bebek yang coprohagous), fecal-water-oral (karena bebek minum air yang telah 8

14 terkontaminasi feses bebek yang terinfeksi AI) dan kloaka (karena saluran pencernaan bebek telah terinfeksi sehingga dapat menularkan AI melalui feses yang dikeluarkan melalui kloaka). Transmisi melalui reproduksi misalnya melalui kopulasi dan pembentukan telur di daerah Magnum. Hal ini juga disebabkan saluran reproduksi dan saluran pencernaan bersama-sama bermuara ke kloaka (Markwell dan Shortridge 1982). Transmisi Horizontal secara Tidak Langsung dari Hewan ke Hewan Menurut CDC (2005), unggas domestik dapat terinfeksi melalui kontak secara tidak langsung yaitu kontak dengan kandang atau material (misalnya air atau makanan) yang telah terkontaminasi virus. Manusia, vehicle dan benda-benda mati dapat menjadi vektor penyebaran AI dari satu peternakan ke peternakan yang lain. Jika hal ini terjadi, maka outbreak dapat terjadi dalam suatu negara. Peternakan yang terinfeksi virus highly pathogenic H5 atau H7 dapat menimbulkan outbreak dan menyebabkan 90% -100% dari populasi unggas mati (CDC 2005). Virus AI dapat ditularkan dari unggas yang terinfeksi melalui peralatan dan pakaian yang terkontaminasi (Cardona 2005). Transmisi horizontal dari hewan ke hewan secara langsung atau tidak langsung dapat dilihat pada Gambar 1 (FAO 2005). KONTAK LANGSUNG Unggas peliharaan yang terinfeksi KONTAK TIDAK LANGSUNG Sepatu, pakaian, manusia Peternakan dengan ternak unggas yang sehat Sepeda motor, sepeda Peternakan yang terinfeksi Burung Liar Pupuk kandang, air kolam Gambar 1 Kemungkinan transmisi AI diantara unggas (FAO 2005) 9

15 Transmisi Horizontal dari Hewan ke Manusia Transmisi virus AI dari hewan ke manusia terjadi melalui dua cara yaitu secara langsung melalui burung-burung yang terinfeksi atau lingkungan yang terinfeksi virus ke manusia (Schrijver 2005) dan melalui host perantara misalnya babi (USGS 2005). Manusia juga dapat terinfeksi jika kontak dengan ayam atau bebek yang terinfeksi dan mengkonsumsi daging ayam terinfeksi yang tidak dimasak sempurna (Hien et al. 2004). Dilaporkan di Vietnam terdapat 2 orang terinfeksi AI karena mengkonsumsi darah bebek yang tidak matang (CDC 2006). Menurut Mounts et al. (1999), walapun pemaparan AI terhadap unggas hidup merupakan faktor terbesar terjadinya infeksi tapi model transmisi virus ini belum semuanya jelas. Umumnya, manusia terinfeksi melalui droplet aerosol misalnya terhirup ekskreta feses burung yang terinfeksi. Jika bebek dan ayam ditempatkan bersama-sama maka bebek dapat menjadi silent natural carriers virus AI dan bebek dapat menginfeksi ayam. Jika ayam dan babi ditempatkan bersama-sama maka babi dapat bertindak sebagai mixing vessel virus AI. Virus tersebut dapat beradaptasi dan menjadi lebih mematikan jika menginfeksi manusia (USGS 2005 dan WHO 2006a). Babi juga dapat terinfeksi virus AI burung dan AI manusia (USGS 2005). Adapun kemungkinan transmisi penyakit AI dapat dilihat pada Gambar 2 (USGS 2005). H5N1 H5N1 Unggas Peliharaan Reservoar Alami Unggas Liar Unggas Air Mamalia (babi) Manusia Manusia Gambar 2 Kemungkinan transmisi penyakit avian influenza (USGS 2005) 10

16 CDC (2005) menambahkan, pandemik AI bisa terjadi jika ditemukan tiga kondisi berikut: 1) Subtipe Virus Influenza A yang baru masuk ke dalam populasi manusia 2) Virus menyebabkan penyakit yang serius pada manusia 3) Virus dapat menyebar dengan mudah dari manusia ke manusia. Transmisi virus AI dari manusia ke manusia yang masih memiliki hubungan kekerabatan (genetik) sampai saat ini masih dalam penelitian. Studi Kasus Kontrol Kasus adalah populasi yang memiliki suatu hasil jadi tertentu yang sedang diteliti misalnya gejala, keluhan atau hasil laboratorium. Kontrol adalah populasi yang tidak memiliki hasil jadi tersebut (Basuki 2000). Kasus dapat juga diperoleh dari rekam medis, hasil laboratorium, laporan kematian, atau kombinasi dari informasi tersebut. Sementara kelompok kontrol harus berasal dari populasi yang tidak menderita atau keadaan yang sedang diteliti, mempunyai kemungkinan yang sama untuk terpajan faktor resiko yang sedang diteliti dan sampel yang diambil harus representatif (Mausner dan Kramer 1985; Basuki 2000). Bagan studi kasus kontrol dapat dilihat pada Gambar berikut. Masa Lalu Mencari Faktor Pajanan / Faktor Resiko pada Masa Lalu retrospective study Masa Sekarang Menyeleksi Kasus dan Kontrol Gambar 3 Bagan studi kasus kontrol (Mausner dan Kramer 1985) Menurut Thursfield (2005), dalam studi kasus kontrol, kelompok hewan yang sakit (kasus) dan kelompok hewan yang tidak sakit (kontrol) diseleksi dan dibandingkan terhadap pengaruh hadirnya faktor resiko/pajanan yang diduga (dihipotesis). Studi ini bersifat retrospective yaitu dari penyakit menuju pajanan atau dari akibat ke sebab atau effect to cause. Studi kasus kontrol dapat diperoleh dari kasus yang baru (insidensi) atau kasus yang tetap ada (prevalensi). 11

17 Prevalensi dan Insidensi Prevalensi (P) adalah jumlah kejadian atau kasus (misalnya infeksi atau terdeteksinya antibodi) pada populasi yang diketahui, pada titik waktu tertentu tanpa membedakan antara kasus yang lama atau yang baru. Insidensi (I) adalah jumlah kasus yang baru yang terjadi pada populasi yang diketahui selama periode waktu tertentu (Mausner dan Kramer 1985; Thursfield 2005). Adapun rumus prevalensi dan insidensi dapat dilihat di bawah ini (Mausner dan Kramer 1985; Thursfield 2005). Jumlah individu yang terserang penyakit pada titik waktu tertentu P = Populasi yang beresiko pada titik waktu tertentu I = Jumlah kasus baru dari suatu penyakit selama periode waktu tertentu Populasi yang beresiko selama periode waktu tertentu Relative Risk (RR) dan Odds Ratio (OR) Menurut Thursfield (2005), rasio merupakan ukuran yang relatif dan biasanya digunakan relative risk (RR) dan odds ratio (OR). Mausner dan Kramer (1985) menambahkan, studi analisis dirancang untuk menentukan hubungan antara faktor atau pajanan dan penyakit atau untuk menentukan kekuatan hubungan tersebut. Ukuran yang penting untuk hubungan ini adalah hubungan antara insidensi rate penyakit dengan atau tanpa faktor atau pajanan yang disebut dengan relative risk (RR). RR didefinisikan sebagai rasio dari insidensi rate dari kelompok yang terpajan oleh faktor dengan insidensi rate pada populasi yang tidak terpajan. RR dapat ditulis dengan : RR = Insidensi Rate penyakit pada kelompok yang terpajan faktor penyakit Insidensi Rate penyakit pada kelompok yang tidak terpajan faktor penyakit Odds Ratio dinyatakan sebagai rasio dari kelompok kasus yang terpajan dan tidak terpajan faktor penyakit terhadap kelompok kontrol yang terpajan dan tidak terpajan faktor penyakit (Thursfield 2005; Mausner dan Kramer 1985). 12

18 OR dapat ditulis dengan : Rasio kelompok kasus yang terpajan dan tidak terpajan faktor penyakit OR = Rasio kelompok kontrol yang terpajan dan tidak terpajan faktor penyakit Tabel dasar Kasus-Kontrol dapat dilihat pada Tabel berikut (Basuki 2000): Tabel 1 Tabel dasar kasus kontrol. Kasus Kontrol Pajanan (+) Pajanan (-) a c b d Dengan demikian, OR dapat dirumuskan: ψ = atau OR = ψ = a/ c b/ d ad bc Faktor Konfaunding Faktor konfaunding adalah adanya faktor lain yang dapat menyebabkan distrosi terhadap faktor-faktor yang sedang diteliti. Oleh karena itu, harus diketahui terlebih dahulu faktor-faktor yang menjadi tujuan suatu penelitian. Kemudian ditentukan faktor lain yang mungkin menjadi penyebab distorsi faktorfaktor resiko dari tujuan penelitian yang bersangkutan (Basuki 2000). 13

19 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai Bulan Oktober 2006 sampai dengan Mei Penelitian dilakukan pada 8 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor dan Sukabumi. Kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor yaitu: Kecamatan Kelapa Nunggal, Parung, Cibinong, Cileungsi. Sementara kecamatan yang ada di Kabupaten Sukabumi yaitu Kecamatan Cicurug, Cidahu, Bojong Genteng dan Cibadak. Kerangka Pemikiran Penelitian ini memiliki beberapa peubah-peubah penelitian /faktor-faktor resiko yang dapat mempengaruhi terjadinya pemaparan AI pada unggas air. Faktor resiko ini meliputi: kondisi perkandangan, sanitasi, pakan dan pengawasan lalu lintas di area peternakan. Adapun faktor konfaunding dalam penelitian ini adalah umur unggas air, iklim dan suhu lingkungan yang semuanya ini dapat mempengaruhi pemaparan AI dan kemampuan virus AI untuk berpindah antar species (Swayne dan Halvorson 2006). Pemilihan Kasus dan Kontrol Kasus adalah peternakan yang minimal 1 ekor unggas airnya telah terpapar AI berdasarkan uji HI namun unggas air tersebut belum divaksin. Kontrol adalah peternakan yang memiliki unggas air belum divaksin dan unggas air tersebut tidak terpapar AI berdasarkan uji HI. Kasus dan kontrol berasal dari peternakan unggas air di desa yang sama ataupun desa yang berdekatan dalam satu kecamatan yang ada di 8 kecamatan Kabupaten Bogor dan Sukabumi. Bagan alur disain penentuan kasus dan kontrol dapat dilihat pada Gambar 4. 14

20 KASUS AI Peternakan sektor 4 unggas air sudah divaksin unggas air belum divaksin Uji HI Hasil (+) / KASUS Hasil (-) / KONTROL Kuisioner & Observasi Gambar 4 Bagan alur disain penentuan kasus dan kontrol Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah peternakan yang memiliki unggas air yang belum divaksin AI. Ukuran sampel yang diambil dihitung menurut rumus berikut (Basuki 2000): n = 2 p q (Z α + Z β ) ( p 1 p 0 ) 2 Keterangan: R = prakiraan Odds Ratio. p 0 = proporsi kontrol yang terpajan pada pajanan yang diteliti p 1 = p 0 R/ [1 + p 0 (R-1)]. p = ½ (p 1 + p 0 ). q = 1 - p α = tingkat kesalahan yang diperkirakan terdapat kaitan antara faktor resiko dengan penyakit = tingkat kesalahan yang diperkirakan antara faktor resiko yang diduga tidak berkaitan dengan suatu penyakit. Berdasarkan laporan akhir FKH IPB dan Deptan RI (2006), Odds Ratio (OR) dari kebersihan kandang 4,33 (sangat kotor), tempat pakan 7,89 (cukup bersih), tempat minum 3,24 (cukup bersih). Prevalensi unggas air yang terinfeksi AI dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Prevalensi serologis AI pada unggas air di Kabupaten Bogor dan Sukabumi (Laporan akhir FKH IPB dan Deptan RI 2006). Prevalensi (%) Kabupaten Bebek Entok Angsa - Bogor 6,2 4,9 6,7 - Sukabumi 2,8 3,4 3,6 15

21 Dengan menggunakan α = 0,05 ; β = 0,2; prevalensi = 7%; OR = 8; studi tidak berpadanan; kasus: kontrol = 1 : 2, maka ukuran sampel yang diambil dari populasi sebanyak 26 responden dari kelompok peternakan terpapar AI (kasus) dan 52 responden dari kelompok peternakan tidak terpapar AI (kontrol). Kriteria Sampel Inklusi dan Ekslusi Sampel inklusi adalah peternakan unggas air yang belum divaksin AI yang diperoleh berdasarkan rekording/catatan dari petugas kecamatan setempat. Sampel eksklusi adalah peternakan unggas air yang sudah divaksin AI yang diperoleh berdasarkan rekording dari petugas kecamatan setempat. Pengelompokkan Tingkat Biosekuriti Penelitian ini menggunakan disain studi kasus kontrol. Setiap kasus dan kontrol diselidiki terhadap faktor resiko pemapaan AI melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner dan observasi yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Faktor resiko yang diamati meliputi 4 komponen biosekuriti yaitu kondisi perkandangan, sanitasi, pakan dan pengawasan lalu lintas di area peternakan. Kemudian hasil pengamatan dikelompokkan ke dalam tiga kategori tingkat biosekuriti yaitu baik, cukup dan buruk. Tingkat biosekuriti terkategori baik jika nilai pengamatan sebesar , dengan syarat 4 komponen dari faktor resiko bernilai baik; tingkat biosekuriti cukup jika nilai pengamatan dan tingkat biosekuriti buruk jika nilai pengamatan kurang dari 106. Kerangka Pendekatan Studi Tingkat biosekuriti yang diperoleh dan variabel-variabel dalam ke 4 komponen biosekuriti (kondisi perkandangan, sanitasi, pakan dan pengawasan lalu lintas di area peternakan) dianalisis terhadap terjadinya pemaparan AI pada unggas air. Kemudian kondisi peternakan (tujuan usaha, status kepemilikan, pengalaman, pendidikan, pengetahuan dan pembinaan) dianalisis pengaruhnya terhadap tingkat biosekurti. Bagan alur kerangka pendekatan studi ini dapat dilihat pada Gambar 5. Adapun variabel-variabel dalam ke 4 komponen biosekuriti meliputi: 1. Kondisi Perkandangan : a) Pemisahan kandang pemeliharaan antar jenis ternak 16

22 b) Adanya jarak pemisahan antar kandang c) Memiliki kolam untuk berenang unggas air d) Memiliki pagar peternakan e) Tinggi pagar peternakan minimal 75 cm f) Adanya pengelompokan kandang menurut umur unggas air g) Adanya perlakuan khusus terhadap anak unggas air h) Ventilasi kandang ada dan cukup i) Adanya saluran pembuangan akhir limbah peternakan j) Tempat pembuangan akhir limbah di kolam/bendungan k) Lantai kandang peternakan terbuat dari bahan semen l) Dinding kandang peternakan terbuat dari kawat/kayu m) Atap kandang peternakan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan n) Bentuk kandang permanen o) Jarak antara peternakan ke rumah penduduk minimal 10 meter 2. Sanitasi : a) Tempat pakan dibersihkan setiap hari b) Tempat minum dibersihkan setiap hari c) Desinfeksi peralatan kandang setiap kali dipakai d) Dinding kandang dibersihkan secara berkala e) Atap kandang dibersihkan secara berkala f) Halaman kandang dibersihkan setiap hari g) Lantai kandang menggunakan litter/alas kandang h) Litter/alas kandang diganti setiap bulan i) Desinfektan digunakan setelah litter/alas kandang diganti j) Kandang secara keseluruhan dibersihkan dengan desinfektan setiap bulan k) Sumber air minum dari sumur/air tanah l) Tempat penyimpanan pakan dibersihkan setiap minggu m) Adanya penanganan terhadap feses unggas air n) Kolam dibersihkan tiap minggu o) Adanya penanganan terhadap bangkai unggas air 17

23 3. Pakan a) Kuantitas pakan yang diberikan cukup b) Unggas air diberi minum secara ad libitum c) Keadaan pakan dan tempat penyimpanannya kering dan tertutup d) Pakan yang diberikan berkualitas baik 4. Pengawasan Lalu lintas a) Adanya tindakan desinfeksi terhadap pengunjung yang keluar masuk area peternakan b) Pengantar pakan tidak masuk sampai ke peternakan c) Peternak tidak pernah meminjamkan peralatan kandang d) Peternak tidak pernah meminjam peralatan kandang e) Tindakan karantina pada unggas air minimal 2 minggu f) Sistem pemeliharaan unggas air dalam kandang tertutup g) Unggas air tidak diangon/diumbar h) Adanya tindakan isolasi dan pengawasan pada unggas sakit i) Tidak ada hewan lain terutama burung liar yang sering masuk kandang 18

24 KONDISI PERKANDANGAN SANITASI Pemisahan kandang pemeliharaan antar jenis ternak Adanya jarak pemisahan antar kandang Memiliki kolam untuk berenang unggas air Tinggi pagar peternakan 75 cm Adanya pengelompokkan kandang menurut umur Ventilasi kandang ada dan cukup Adanya saluran pembuangan akhir limbah peternakan Tempat pembuangan akhir limbah di kolam/bendungan Lantai kandang peternakan terbuat dari bahan semen Dinding kandang peternakan terbuat dari kawat/kayu Atap kandang terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan Bentuk kandang permanen Jarak antara peternakan ke rumah penduduk 10 m KONDISI PETERNAK Tempat pakan dibersihkan setiap hari Tempat minum dibersihkan setiap hari Desinfeksi peralatan kandang setiap kali dipakai Dinding kandang dibersihkan secara berkala Atap kandang dibersihkan secara berkala Halaman kandang dibersihkan setiap hari Lantai kandang menggunakan litter Litter diganti setiap bulan Desinfektan digunakan setelah litter diganti Kandang didesinfeksi setiap bulan Sumber air minum dari sumur/air tanah Tempat penyimpanan pakan dibersihkan tiap minggu Adanya penanganan terhadap feses unggas air Kolam dibersihkan setiap minggu Adanya penanganan terhadap bangkai unggas air Tujuan Usaha Status Kepemilikan Pengalaman Pendidikan Pengetahuan Pembinaan TINGKAT BIOSEKURITI PEMAPARAN AI Berdasarkan uji HI PENGAWASAN LALU LINTAS PAKAN Adanya tindakan desinfkesi terhadap pengunjung yang keluar masuk area peternakan Pengantar pakan tidak masuk sampai ke peternakan Peternak tidak pernah meminjamkan peralatan kandang Peternak tidak pernah meminjam peralatan kandang Tindakan karantina pada unggas air minimsl 2 minggu Sistem pemeliharaan unggas air dalam kandang tertutup Unggas air tidak diangon/diumbar Adanya tindakan isolasi & pengawasan pada unggas sakit Tidak ada hewan lain terutama burung liar sering masuk kandang Kuantitas pakan yang diberikan cukup Unggas airi diberi minum secara ad libitum Keadaan pakan dan tempat penyimpanannya kering dan tertutup Gambar 5 Bagan alur kerangka pendekatan studi Pakan yang diberikan berkualitas baik 20

25 Kriteria dan Pembobotan Kuisioner Untuk menentukan kategori tingkat biosekuriti, dilakukan kriteria dan pembobotan kuisioner sebagai berikut: angka 5 = sangat penting dan harus ada, angka 4 = penting dan harus ada, angka 3 = cukup penting dan harus ada, angka 2 = kurang penting tapi jika ada lebih baik dan angka 1 = sangat kurang penting, boleh ada atau boleh tidak ada. Pembobotan kuisioner dan definisi opersional peubah penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Untuk melihat pengaruh kondisi peternak responden terhadap tingkat biosekuriti maka pengalaman dan pengetahuan juga diberi kategori. Adapun kategori penilaian pengalaman peternak yaitu: 1. Pengalaman baru jika sudah memelihara unggas air < 10 tahun 2. Pengalaman cukup jika sudah memelihara unggas air tahun 3. Pengalaman lama jika sudah memelihara unggas air > 20 tahun. Pengetahuan mengenai biosekuriti dikategorikan menjadi 3 (tiga) bagian berdasarkan penilaian atas pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan pada responden peternak. Jika jawaban benar diberi nilai 4, jika jawaban salah dikurangi 1 dan jika tidak tahu/ ragu-ragu diberi nilai 0. Rumus untuk penilaian pengetahuan adalah : nilai terendah-nilai tertingggi = = Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jarak antara kategori 25 angka. Sehingga diperoleh kategori penilaian pengetahuan peternak sebagai berikut: 1. Pengetahuan kurang jika nilai Pengetahuan cukup jika nilai Pengetahuan baik jika nilai > 75 Analisis Data Data yang diperoleh dikumpulkan dan direkapitulasi sehingga diperoleh gambaran secara menyeluruh terhadap hasil pengumpulan data lapangan. Menurut Hosmer DW dan Lemeshow S (1989), untuk mengukur hubungan antara variabel terikat (dependent variable) dan variabel bebas (independent variable) dilakukan analisis sebagai berikut: 20

26 1). Analisis univariat Analisis ini berfungsi untuk melihat distribusi frekuensi responden menurut berbagai karakteristik yang diteliti, baik variabel terikat maupun varibel bebas. 2). Analisis bivariat Analisis ini berfungsi untuk melihat besarnya hubungan antara variabel terikat dan varibel bebas 3). Analisis multivariat Analisis ini berfungsi untuk melihat pengaruh beberapa faktor resiko yang signifikan secara bersama-sama. Data yang dianalisis dalam penelitian ini ada 2 bagian, yaitu: 1). Identifikasi dan analisis pengaruh tingkat biosekuriti terhadap pemaparan AI, 2). Identifikasi dan analisis karakteristik responden peternak yang mempengaruhi tingkat biosekuriti. Analisis data pada bagian pertama dengan menggunakan regresi logistik berganda dengan bantuan software SPSS versi-13 (Sugiyono 2006). Model regresi logistik biner dapat dilihat seperti dibawah ini: Logit ( π j) = ln π j = β 0 + β 1 Xj 1 + β 2 Xj βkxjk π j dimana β0 = konstanta, β1 = koefisien dan X j 1 = prediktor ke i, π j = probabilitas bahwa faktor atau covariate ke-j mempunyai response =1 (sukses) dari response regresi logitik biner yang mempunyai nilai 0 (gagal) dan 1 (sukses) (Uyanto 2006). Analisis data pada bagian kedua dengan menggunakan Khi Kuadrat (X 2 ) dengan bantuan software SPSS versi-13 (Uyanto 2006). Bentuk hipotesis: Ho = tidak ada hubungan antara karakteristik peternak (tujuan usaha, status kepemilikan, pengalaman, pendidikan, pengetahuan dan pembinaan) dengan tingkat biosekuriti H1 = ada hubungan antara karakteristik peternak (tujuan usaha, status kepemilikan kepemilikan, pengalaman, pendidikan, pengetahuan dan pembinaan) dengan tingkat biosekuriti. 21

27 Tabel 3 Pembobotan kuisioner No Perihal Jawaban Ya Tidak Bobot Nilai I Perkandangan 1 Pemisahan kandang pemeliharaan antar jenis ternak Ada jarak pemisahan antar kandang Memiliki kolam untuk berenang unggas air Memiliki pagar peternakan Tinggi pagar peternakan minimal 75 cm Ada pengelompokan kandang menurut umur unggas air Dilakukan perlakuan khusus terhadap anak unggas air Ventilasi kandang ada dan cukup Memiliki saluran pembuangan akhir limbah peternakan Tempat pembuangan akhir limbah di kolam/bendungan Lantai kandang peternakan terbuat dari bahan semen Dinding kandang peternakan terbuat dari kawat Atap kandang peternakan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan Bentuk kandang permanen Jarak antara peternakan ke rumah penduduk minimal 10 meter II Sanitasi 1 Tempat pakan dibersihkan setiap hari Tempat minum dibersihkan setiap hari Peralatan kandang dibersihkan dengan desinfektan setiap kali dipakai Dinding kandang dibersihkan secara berkala Atap kandang dibersihkan secara berkala Halaman kandang dibersihkan setiap hari

28 No Jawaban Perihal Ya Tidak Bobot Nilai 7 Lantai kandang menggunakan litter/alas kandang Litter/alas kandang diganti setiap bulan Desinfektan digunakan setelah litter/alas kandang diganti Kandang secara keseluruhan dibersihkan dengan desinfektan secara berkala Sumber air minum dari sumur/air tanah Tempat penyimpanan pakan dibersihkan setiap minggu Feses unggas dibakar / dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam karung Kolam dibersihkan setiap minggu Penanganan terhadap bangkai unggas air III Pakan 1 Kuantitas pakan yang diberikan cukup Unggas air diberi minum secara Ad libitum Keadaan pakan dan tempat penyimpanannya kering dan tertutup Pakan yang diberikan berkualitas baik IV Pengawasan lalu lintas 1 Ada tindakan desinfeksi terhadap pengunjung yang keluar masuk area peternakan Pengantar pakan tidak masuk sampai ke peternakan Peternak tidak pernah meminjamkan peralatan kandang Peternak tidak pernah meminjam peralatan kandang Tindakan karantina pada unggas air minimal 2 minggu Sistem pemeliharaan unggas air dalam kandang tertutup Unggas air tidak diangon / diumbar Adanya tindakan isolasi dan pengawasan pada unggas sakit Tidak ada hewan lain terutama burung liar yang sering masuk kandang TOTAL

29 Tabel 4 Definisi operasional peubah penelitian Peubah Penelitian Terpapar AI Definisi operasional Alat ukur Cara ukur Skala Unggas air yang belum divaksin dinyatakan Data Uji HI Ordinal terpapar virus AI secara alami setelah sekunder 1 = ya dilakukan uji HI terlebih dahulu. 0 = tidak Pengelompokkan kandang Perlakuan khusus terhadap anak unggas air Atap kandang Kandang permanen Tindakan desinfeksi Kondisi pengelompokkan kandang menurut umur unggas air antara lain : - DOD (Day Old Duck)= 1 hari - Anak = 0-8 minggu - Remaja = 8-24 minggu - Dewasa > 24 minggu Anak unggas air harus dimasukkan ke dalam kandang yang dibuat pemanas buatan atau diberi lampu agar terlindung dari suhu dingin, kandang anak dibuat terpisah dari kandang bebek yang lain dan tidak terlalu padat (maksimal 50 ekor/m 2 ) dan pakan yang diberikan berbentuk butiran yang halus / lembut misalnya konsentrat. Kondisi atap kandang yang mudah dibersihkan dapat terbuat dari genteng ataupun seng. Kondisi kandang peternakan permanen pada peternakan sektor 4 adalah: harus memiliki rancangan/konstruksi yang kuat dan kokoh, lantai terbuat dari bahan semen / tanah, memiliki pagar peternakan, dinding terbuat dari kawat/kayu, atap terbuat dari genteng/ seng/asbes dan memiliki ventilasi kandang yang cukup dan baik. Peternak mendesinfeksi kandang dan peralatannya dengan bahan yang dapat membunuh mikroorganisme terutama virus Kuisioner dan checklist Kuisioner Kuisioner dan checklist Kuisioner dan checklist Wawancara Ordinal dan 1 = ya observasi 0 = tidak Wawancara Ordinal 1 = ya 0 = tidak Wawancara Ordinal dan 1 = ya observasi 0 = tidak Wawancara Ordinal dan 1 = ya observasi 0 = tidak Kuisioner Wawancara Ordinal 1 = ya 0 = tidak 23

30 Peubah Penelitian Kuantitas pakan Kualitas pakan Tindakan desinfeksi terhadap pengunjung yang ke luar/ masuk area peternakan Penanganan feses Pemeliharaan unggas air dalam kandang tertutup Definisi operasional Alat ukur Cara ukur Skala AI misalnya: Phenol, Formalin atau deterjen Peternak memberikan pakan pada bebek Kuisioner Wawancara Ordinal dalam jumlah sebagai berikut: 1 = ya - DOD = 100 gr/minggu/ekor 0 = tidak - Anak = gr/minggu/ekor - Remaja = gr/minggu/ekor - Dewasa = Ad Libitum Unggas air diberi pakan yang mengandung Kuisioner Wawancara Ordinal bahan baku nabati seperti dedak padi, 1 = ya jagung, tepung gaplek, tepung kedelai, 0 = tidak ampas tahu, bungkil kelapa. Sementara bahan hewani seperti tepung ikan, tepung bulu, tepung darah, limbah udang, tepung kerang, bekicot dan cacing tanah. Peternak harus menyediakan tempat/ bak Kuisioner Wawancara Ordinal untuk desinfektan dan tempat cuci tangan dan dan 1= ya di dekat pintu masuk lokasi kandang yang Checklist observasi 0= tidak diganti setiap hari. Setiap orang yang keluar /masuk kandang mencuci tangan dengan sabun/desinfektan dan mencelupkan alas kaki ke dalam tempat/bak cairan desinfektan ataupun peternak menyediakan sandal khusus bagi para pengunjung dan pengunjung diharuskan untuk menggunakan sandal tersebut. Feses unggas air dibakar atau dikumpulkan Kuisioner Wawancara Ordinal ke karung dan dapat dibuat kompos lalu dan dan 1= ya dijadikan pupuk Checklist observasi 0= tidak Sistem pemeliharaan yang harus dilakukan Kuisioner Wawancara Ordinal peternak adalah unggas air tidak keluar dan dan 1= ya kandang, kandang tidak dimasuki hewan Checklist observasi 0= tidak lain dan unggas air tidak dicampur dengan ternak lain 24

31 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Wilayah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor dan Sukabumi yang merupakan kabupaten di provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota Republik Indonesia dan secara geografis mempunyai luas sekitar km 2 terletak antara Bujur Timur (BT) dan 6,19 0 6,47 0 Lintang Selatan (LS). Batas wilayah administrasi Kabupaten Bogor adalah: 1) Sebelah utara berbatasan dengan DKI Jakarta dan Kota Depok 2) Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Purwarkarta 5) Sebelah barat daya berbatasan dengan Kabupaten Tanggerang 6) Sebelah timur laut berbatasan dengan Kabupaten Bekasi 7) Sebelah tenggara berbatasan dengan Kabupaten Cianjur. Posisi geografis Kabupaten Sukabumi terletak di antara Bujur Timur (BT) dan Lintang Selatan (LS). Luas wilayah Kabupaten Sukabumi adalah km 2 ( ,54 Ha) atau 9,18 persen dari luas Jawa Barat (dengan Banten) atau 3,01 persen dari luas Pulau Jawa dan merupakan Kabupaten dengan wilayah terluas di Jawa dan Bali. Batas wilayah administrasi Kabupaten Sukabumi adalah: 1) Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat 2) Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia 3) Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak Propinsi Banten dan Samudera Indonesia Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur Keragaman Populasi, Produksi dan Kelembagaan Peternakan Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan perekonomian yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan taraf hidup, kapasitas dan kemandirian petani peternak serta mendukung swasembada pangan. Pendekatan pembangunan untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan melalui pendekatan agribisnis. 25

32 Kegiatan ekonomi berbasis peternakan di Kabupaten Bogor dan Sukabumi dilakukan oleh 2 kelompok yaitu peternakan rakyat dan perusahaan peternakan. Usaha peternakan dapat dikelompokan dalam 4 (empat) pola usaha yaitu : 1) usaha sambilan, 2) cabang usaha, 3) usaha pokok dan (4) industri peternakan. Berdasarkan pembahasan aspek populasi, kedua kabupaten ini memiliki prospek yang sangat menjanjikan dalam pengembangan berbagai jenis ternak. Hal itu akan memberikan kontribusi terhadap penyediaan konsumsi bagi masyarakat. Ternak ayam buras dan itik di Kabupaten Sukabumi secara keseluruhan merupakan usaha peternakan rakyat dengan tipologi usaha sampingan. Perkembangan populasi ternak ayam buras di Kabupaten Sukabumi cukup menggembirakan. Peningkatan populasi ternak ayam buras terjadi setelah dua tahun sebelumnya mengalami penurunan. Namun populasi ternak itik menurun sejalan dengan beralihnya sebagian fungsi lahan pertanian/sawah ke non pertanian sehingga sumber pakan berkurang, tempat penggembalaan itik semakin sempit dan harga pakan yang cenderung meningkat. Keadaan ini menyebabkan peternak mengurangi skala usahanya. Berdasarkan pembahasan aspek populasi, kedua kabupaten ini memiliki prospek yang sangat menjanjikan dalam pengembangan berbagai jenis ternak. Selengkapnya keragaman populasi ternak di Kabupaten Bogor dan Sukabumi dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 5 Rekapitulasi populasi ternak dan luas lahan di Kabupaten Bogor Tahun 2006 Jenis ternak Jumlah ternak (ekor) Luas lahan (Ha) - Sapi perah Sapi potong Kerbau Kambing (selain PE) ,6 - Kambing PE ,5 - Domba ,3 - Babi Ayam buras ,9 - Ayam ras petelur Ayam ras pedaging Ayam ras pembibit Itik ,3 Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor Tahun

33 Tabel 6 Perkembangan populasi ternak di Kabupaten Sukabumi dari Tahun 2000 s/d 2004 Jenis Ternak Tahun (ekor) Sapi potong - Sapi Perah - Kerbau - Kambing - Domba Ayam Buras Ayam Petelur Ayam Pedaging Itik Kelinci Kuda Sumber: Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi Tahun 2006 Kondisi Tingkat Biosekuriti secara Umum Berdasarkan hasil nilai kuisioner, tingkat biosekuriti yang diperoleh pada peternakan unggas air sektor 4 di Kabupaten Bogor dan Sukabumi terbagi dalam dua kategori yaitu buruk dan cukup. Berdasarkan Tabel 7, sebanyak 42 peternakan (53,85%) yang tergolong dalam biosekuriti kategori cukup dan 36 peternakan (46,15%) dalam kategori buruk. Kondisi kategori tingkat biosekuriti secara umum ini dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Kondisi umum tingkat biosekuriti peternakan unggas sektor 4 di Kabupaten Bogor dan Sukabumi Tingkat Biosekuriti : Jumlah peternakan Persentase (%) - Buruk 36 46,15 - Cukup 42 53,85 Jumlah

34 Distribusi Tingkat Biosekuriti Berdasarkan Kelompok Pemaparan AI Proporsi dari kelompok kasus (uji HI positif) yang tergolong dalam biosekuriti kategori buruk ada 19 peternakan (73,08%). Sedangkan proporsi dari kasus yang tergolong dalam kategori cukup sebanyak 7 peternakan (26,92%). Proporsi dari kelompok kontrol (uji HI negatif) yang tergolong dalam biosekuriti kategori buruk sebanyak 17 peternakan (32,69%). Sementara, proporsi dari kontrol yang tergolong dalam kategori cukup sebanyak 35 peternakan (67,31%). Selengkapnya distribusi tingkat biosekuriti ini dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8 Tingkat biosekuriti secara umum menurut kelompok kasus kontrol Uji HI (+) Uji HI (-) Jumlah Tingkat Biosekuriti : n % n % n % - Buruk 19 73, , ,15 - Cukup 7 26, , ,85 Jumlah Identifikasi dan Hubungan Tingkat Biosekuriti Terhadap Pemaparan AI Identifikasi tingkat biosekuriti diperoleh berdasarkan nilai kuisioner. Tingkat biosekuriti yang diperoleh pada peternakan unggas air sektor 4 di Kabupaten Bogor dan Sukabumi terbagi dalam dua kategori yaitu cukup dan buruk. Hubungan antara kondisi tingkat biosekuriti dan pemaparan AI dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 9 Nilai OR dari tingkat biosekuriti pada peternakan unggas air sektor 4 terhadap pemaparan AI di Kabupaten Bogor dan Sukabumi Variabel Uji HI (+) Uji HI (-) OR SK (95%) Tingkat biosekuriti : - Buruk - Cukup ,59* 1,970-15,849 * berbeda nyata pada p < 0,05 ; SK= Selang Kepercayaan Berdasarkan Tabel 9, kondisi tingkat biosekuriti yang rendah menyebabkan resiko pemaparan AI 5,59 kali lebih besar dibandingkan tingkat biosekuriti yang 28

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii i PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN

Lebih terperinci

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus AgroinovasI Waspadailah Keberadaan Itik dalam Penyebaran Virus Flu Burung atau AI Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus penyakit flu burung, baik yang dilaporkan pada unggas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut : 25 METODE PENELITIAN Kerangka Konsep berikut : Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai Manajemen Unggas di TPnA - Keberadaan SKKH - Pemeriksaan - Petugas Pemeriksa - Cara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung Provinsi Lampung merupakan satu diantara provinsi di Indonesia yang sampai dengan sekarang merupakan wilayah dengan kasus AI tinggi (Farnsworth

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pada peternakan ayam ras petelur di Desa Gulurejo adalah metode deskripsi.

METODE PENELITIAN. pada peternakan ayam ras petelur di Desa Gulurejo adalah metode deskripsi. III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian analisis kondisi biosekuriti pada peternakan ayam ras petelur di Desa Gulurejo adalah metode deskripsi. Menurut Sugiyono (2016) metode

Lebih terperinci

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan PangandaranBeach http://www.pangandaranbeach.com Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan Bebek Peking adalah bebek pedaging dengan pertumbuhan sangat cepat. Karena itu usaha budidaya ternak bebek peking

Lebih terperinci

Pertanyaan Seputar "Flu Burung" (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006)

Pertanyaan Seputar Flu Burung (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006) Pertanyaan Seputar "Flu Burung" (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006) Reproduced from FAQ "Frequently Asked Question" of Bird Flu in

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Influenza merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang di sebabkan infeksi Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. Penyakit

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 2 Menimbang : BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN MASYARAKAT BUPATI CIREBON a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

Tinjauan Mengenai Flu Burung

Tinjauan Mengenai Flu Burung Bab 2 Tinjauan Mengenai Flu Burung 2.1 Wabah Wabah adalah istilah umum baik untuk menyebut kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan pada banyak orang, maupun untuk menyebut penyakit yang

Lebih terperinci

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit Penyakit influensa pada unggas (Avian Influenza/A1) yang saat ini kita kenal dengan sebutan flu burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influensa tipe A dari Family Orthomyxomiridae. Virus ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Avian influenza (AI) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong virus RNA (Ribonucleic acid)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan

TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan Instalasi karantina hewan (IKH) adalah bangunan berikut peralatan, lahan dan sarana pendukung lainnya yang diperlukan sebagai tempat pelaksanaan tindakan karantina

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza Avian Influenza adalah penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza strain tipe A. Penyakit yang pertama diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Avian Influenza (AI) atau flu burung atau sampar unggas merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe H5N1 dari family Orthomyxoviridae.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan di Indonesia. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan peternakan yang melaksanakan biosekuriti sangat ketat (high level

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN AVIAN INFLUENZA (AI)/ FLU BURUNG DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini jenis sampel diambil berupa serum dan usap kloaka yang diperoleh dari unggas air yang belum pernah mendapat vaksinasi AI dan dipelihara bersama dengan unggas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Broiler Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan untuk ditetaskan menjadi DOC (Suprijatna dkk., 2005). Ayam pembibit menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas bagi masyarakat karena

Lebih terperinci

MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO

MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO DepKes RI 2007 Tujuan Pembelajaran Tujuan Pembelajaran Umum : Dapat menjelaskan dasar dasar Flu Burung, pandemi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas kesadaran itu, Departemen Pertanian (2011) mengarahkan pengembangan subsektor peternakan sebagai bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh virus tipe A dan B dan ditularkan oleh unggas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3 Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMAKASIH... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat negara kita baru mulai bangkit dari krisis, baik krisis ekonomi, hukum dan kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Salah Satu Manajemen Perkandangan pada Peternakan Ayam Broiler.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Salah Satu Manajemen Perkandangan pada Peternakan Ayam Broiler. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza

TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza Avian Influenza (AI) merupakan penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan virus infuenza. Virus avian influenza, virus RNA yang termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil penelitian ini disajikan dalam 3 bagian yang diharapkan dapat memenuhi tujuan dan hipotesis penelitian yaitu : (1) distribusi sampel penelitian untuk mengetahui jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

2 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran

2 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran No.1018, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Pembibitan. Itik Lokal. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN

Lebih terperinci

Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Umumnya tipe ini ditemukan pada burung dan unggas. Kasus penyebaran :

Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Umumnya tipe ini ditemukan pada burung dan unggas. Kasus penyebaran : !!"!!#$ Dewasa ini virus H5N1 atau yang lazim dikenal sebagai virus flu burung (Avian Influenza) telah mewabah dimana mana. Virus ini pada awalnya hanya menginfeksi unggas. Namun akhir akhir ini diberitakan

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK

PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK 2014 PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK DIREKTORAT PERBIBITAN

Lebih terperinci

Biosecurity. Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama. Perspektif Saat Ini

Biosecurity. Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama. Perspektif Saat Ini Biosecurity Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama Perspektif Saat Ini Beberapa tahun yang lalu istilah biosecurity masih jarang digunakan kecuali di kalangan tertentu saja Kejadian-kejadian

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS Oleh : 1. Drh. Muhlis Natsir NIP 080 130 558 2. Drh. Sri Utami NIP 080 130 559 BALAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal dan usus pada manusia sangat erat kaitanya dengan bakteri Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang bersifat zoonosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan bahan pokok yang penting dalam kehidupan manusia. Sebagai salah satu kebutuhan pokok, makanan dan minuman dibutuhkan manusia untuk hidup,

Lebih terperinci

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi)

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : MEDIA INDONESIA Edisi 27 Pebruari 2006) Flu burung, penyakit yang ditulari hewan ke manusia akis

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA (AI) DI RW02 KELURAHAN PANUNGGANGAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANUNGGANGAN KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN 5 A. Latar Belakang LAMPIRAN: PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 33/Permentan/OT.140/2/2014 TANGGAL: 24 Februari 2014 PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN Burung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. Pemeliharaan ayam penelitian, aplikasi ekstrak temulawak dan vaksinasi AI dilakukan di kandang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan suatu penyakit pada unggas yang sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus dan menyerang berbagai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

MATRIKS DOMESTIK MASUK MEDIA PEMBAWA HPHK BKP KELAS II GORONTALO

MATRIKS DOMESTIK MASUK MEDIA PEMBAWA HPHK BKP KELAS II GORONTALO MATRIKS DOMESTIK MASUK MEDIA PEMBAWA HPHK BKP KELAS II GORONTALO NO JENIS MEDIA PEMBAWA PEMERIKSAAN DOKUMEN TINDAKAN KARANTINA HEWAN PEMERIKSAAN TEKNIS MASA KARANTINA KETERANGAN 1. HPR 14 hari Bagi HPR

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Itik Rambon dan Cihateup yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi

Lebih terperinci

Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN. Latar Belakang dan Pemasalahan

Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN. Latar Belakang dan Pemasalahan Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN Latar Belakang dan Pemasalahan Produksi unggas: bergizi dan harganya terjangkau Industri perunggasan: lapangan kerja dan sumber pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Bibit merupakan ayam muda yang akan dipelihara menjadi ayam dewasa penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi dan daya

Lebih terperinci

MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2009-2014 1. VISI : Terwujudnya peningkatan kontribusi subsektor peternakan terhadap perekonomian. 2. MISI : 1. Menjamin pemenuhan kebutuhan produk

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN 69 GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN INFLUENZA DI KELURAHAN WANGUNSARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LEMBANG KECAMATAN LEMBANG TAHUN 2007 1. Nama : 2. Alamat : Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung atau avian influenza adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan itik (Soejoedono

Lebih terperinci

2014, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tamba

2014, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tamba No.260, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN Budi Daya. Itik. Pedaging. Petelur. Pedoaman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA ITIK PEDAGING DAN ITIK PETELUR YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA ITIK PEDAGING DAN ITIK PETELUR YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA ITIK PEDAGING DAN ITIK PETELUR YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UJI PENEGUHAN REAL TIME PCR AVIAN INFLUENZA DI BBKP SURABAYA TERHADAP METODE UJI STANDAR AVIAN INFLUENZA SESUAI STANDAR OIE.

UJI PENEGUHAN REAL TIME PCR AVIAN INFLUENZA DI BBKP SURABAYA TERHADAP METODE UJI STANDAR AVIAN INFLUENZA SESUAI STANDAR OIE. UJI PENEGUHAN REAL TIME PCR AVIAN INFLUENZA DI BBKP SURABAYA TERHADAP METODE UJI STANDAR AVIAN INFLUENZA SESUAI STANDAR OIE. OLEH: FITRIA ARDHIANI, ROFIQUL A LA, FIFIN KURNIA SARI, RETNO OKTORINA LABORATOIUM

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS F. F. MUNIER Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah Jl. Raya

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL 6 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL Darah Itik Peking yang Diberi Tepung Temu Hitam dilaksanakan 31 Desember 2015 s.d 1 Februari 2016 di Fakultas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit PENDAHULUAN Latar Belakang Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit pernafasan pada unggas dan termasuk list A Office International des Epizooties (OIE) sebagai penyakit yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Flu burung yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah avian flu atau avian influenza (AI) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe

Lebih terperinci

KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B

KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B04104062 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK ALI YATMIKO. Kondisi Biosekuriti Peternakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi PENDAHULUAN Latar Belakang Keanekaragaman sumber daya hayati merupakan modal dasar dan faktor dominan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional. Seiring dengan perkembangan ekonomi, perdagangan dan teknologi

Lebih terperinci

Penyebaran Avian Flu Di Cikelet

Penyebaran Avian Flu Di Cikelet 6 Bab II Penyebaran Avian Flu Di Cikelet 2.1 Sejarah virus Avian Flu Avian Flu merupakan infeksi virus influenza A subtipe H5N1 yang umumnya menyerang unggas, burung, ayam dan babi, tetapi setelah menyerang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain ikan dan telur, guna memenuhi kebutuhan akan protein.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya lele dumbo tergolong mudah dan pertumbuhannya relatif cepat.

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya lele dumbo tergolong mudah dan pertumbuhannya relatif cepat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah salah satu spesies ikan air tawar yang memiliki prospek yang baik untuk dibudidayakan. Ikan tersebut memiliki laju pertumbuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB. Totok B Julianto dan Sasongko W R

PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB. Totok B Julianto dan Sasongko W R PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB Totok B Julianto dan Sasongko W R Ayam KUB Ayam kampung atau ayam buras (bukan ras), masih digemari oleh masyarakat baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA SKPD Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timnur untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis SKPD sesuai dengan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii

BAB I PENDAHULUAN. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii yang menyebabkan dampak merugikan terhadap hewan dan manusia diseluruh dunia. Toxoplasma gondii

Lebih terperinci

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi 1 Lab Biomedik dan Biologi Molekuler Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Jl Raya Sesetan-Gang Markisa No 6 Denpasar Telp: 0361-8423062; HP: 08123805727 Email: gnmahardika@indosat.net.id;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan sektor yang memiliki peluang sangat besar untuk dikembangkan sebagai usaha di masa depan. Kebutuhan masyarakat akan produk produk peternakan akan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Materi

METODE PENELITIAN. Materi METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG Latar Belakang DI JAWA BARAT oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Highly Pathogenic Avian influenza(hpai) adalah satu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A Sofyan No.3 Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Virus Influenza A, B dan C

TINJAUAN PUSTAKA. Virus Influenza A, B dan C 16 TINJAUAN PUSTAKA Virus Influenza A, B dan C Virus influenza merupakan virus RNA memiliki amplop (envelope) yang termasuk anggota dari famili Orthomyxoviridae. Genomnya terdiri dari negative single strand

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1. Bahan Penelitian Penelitian menggunakan 30 ekor Itik Rambon dengan jumlah ternak yang hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mesin Tetas Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin tetas) (Paimin, 2000). Penetasan buatan dilakukan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA AYAM PEDAGING DAN AYAM PETELUR YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA AYAM PEDAGING DAN AYAM PETELUR YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA AYAM PEDAGING DAN AYAM PETELUR YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menular kepada manusia dan menyebabkan kematian (Zoonosis) (KOMNAS

BAB I PENDAHULUAN. dapat menular kepada manusia dan menyebabkan kematian (Zoonosis) (KOMNAS BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A (H5N1) yang ditularkan oleh unggas yang dapat menyerang manusia. Nama lain dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU UTARA

GUBERNUR MALUKU UTARA PERATURAN GUBERNUR MALUKU UTARA NOMOR : 17 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LALU LINTAS, PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS DI WILAYAH PROPINSI MALUKU UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU

Lebih terperinci

KUISIONER PENELITIAN Kontrol

KUISIONER PENELITIAN Kontrol KUISIONER PENELITIAN Kontrol KAJIAN FAKTOR RISIKO TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA SEKTOR 4 DI PROPINSI LAMPUNG Tanggal tanggal bulan tahun : - - Nomor Kuisioner : - Waktu mulai : Waktu

Lebih terperinci