BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Sri Makmur
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Kuisioner Penyediaan telur yang aman dan berkualitas sangat diperlukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Penanganan telur mulai dari sesaat setelah oviposisi hingga dikonsumsi sangat mempengaruhi kualitas telur. Telur sangat mudah rusak/pecah, memiliki pori-pori yang dapat menyebabkan gas, bakteri, dan udara masuk dan keluar dari telur (Scenes et al. 2004). Penanganan yang tidak higienis merupakan jalur kontaminasi utama pada telur. Pengawasan keamanan pangan melalui konsep safe from farm to table dengan penerapan Good Hygiene Practices (GHP) sangat diperlukan untuk menjamin ketersediaan pangan yang aman. Menjaring informasi melalui kuisioner dilakukan untuk mengetahui penerapan sanitasi dan higiene pada tingkat distribusi dan penjualan telur di pasar tradisional di Provinsi Jawa Barat. Data kuisioner ini mencakup data pendidikan penjual, asal telur, frekuensi pengiriman, lama waktu penjualan telur, cara penanganan telur di pasar, serta ada tidaknya penyuluhan tentang keamanan pangan khususnya penanganan telur. Adanya kuisioner ini diharapkan dapat menggambarkan sanitasi yang diterapkan pada telur sebelum sampai pada konsumen. Data pemasok atau produsen telur diketahui dari data jenis pemasok dan frekuensi pengiriman telur. Menurut hasil survei yang dilaksanakan, sebagian besar pemasok telur di pasar tradisional di Provinsi Jawa Barat merupakan pemasok tetap (77%). Di pasar tradisional Kabupaten Bogor dan Purwakarta, semua toko pengecer menerima pasokan telur dari pemasok yang tetap (100%), sedangkan beberapa pasar di Kabupaten Cianjur, Indramayu, dan Kota Cirebon masih menerima pasokan dari pemasok tidak tetap (20 40%). Pasokan telur dari pemasok yang tetap akan sangat mempengaruhi upaya pelaksanaan kontrol pada telur yang dijual di pasar-pasar tradisional. Adanya keluhan dari konsumen serta kondisi fisik telur yang tidak baik, telur cepat busuk pada rentang waktu
2 penyimpanan normal, serta masalah-masalah lain yang muncul akan dapat dengan mudah ditelusuri dan dievaluasi hingga ke pemasok/produsen. Frekuensi pengiriman telur dari pemasok ke penjual berbeda-beda sesuai kesepakatan, yaitu setiap 1 2 hari, setiap 3 hari 1 minggu, setiap 2 minggu, dan setiap persediaan habis terjual. Sebagian besar pasar di lima kabupaten menerima pasokan telur secara teratur, kecuali Kabupaten Indramayu yang hampir 80% toko pengecer di wilayah ini menerima pasokan telur setelah persediaan habis (tidak teratur). Hal ini dapat juga diartikan bahwa manajemen penjualan telur di Indramayu kurang baik, sehingga waktu penjualan telur hingga telur habis tidak dapat diperkirakan. Dengan demikian monitoring pada telur yang dijual sulit untuk dilakukan. Frekuensi pengiriman telur di pasar Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Frekuensi pengiriman telur ke pasar tradisional Provinsi Jawa Barat Frekuensi Pengiriman Telur (n=25) Kabupaten/ Kota 1 2 hari 3 hari 1 minggu 2 minggu Persediaan habis Kabupaten Cianjur 60% % Kabupaten Indramayu 20% % Kabupaten Bogor 80% % Kota Cirebon 40% 20% 40% 0 Kabupaten Purwakarta 40% 20% 20% 20% Frekuensi pengiriman telur berkaitan dengan lamanya telur berada di toko hingga terjual. Toko di pasar tradisional Kabupaten Bogor dan Purwakarta memiliki waktu penjualan telur paling lama yaitu berturut-turut selama 8 hari dan 4 hari. Sedangkan toko di pasar tradisional Kabupaten Cianjur, Kabupaten Indramayu, dan kota Cirebon menjual telur selama 1 2 hari. Data pengamatan lama waktu penjualan telur dapat dilihat pada Tabel 7. Penyimpanan telur di pasar di Provinsi Jawa Barat tidak dilakukan dengan pendinginan. Seluruh penjual telur (100%) menyimpan telur tidak terjual pada suhu kamar. Lamanya penyimpanan dapat menjadi faktor pemicu terjadinya kontaminasi pada telur. Menurut Standar Nasional Indonesia [SNI 3926: 2008]
3 tentang Telur Ayam Konsumsi, daya tahan telur ayam yang disimpan pada suhu kamar maksimal 14 hari, dengan kelembaban berkisar antara 80% 90%. Penyimpanan dengan lemari pendingin (4 7 o C) dapat meningkatkan daya tahan telur hingga 30 hari. Dengan demikian, masa simpan telur pada suhu kamar di semua toko di pasar tradisional di Provinsi Jawa Barat berada dalam rentang penyimpanan normal yaitu kurang dari 14 hari. Tabel 7 Lama waktu penjualan telur di pasar tradisional kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat Kabupaten/Kota Lama Telur Habis Terjual (hari) Terlama Tercepat Rata-rata Kabupaten Cianjur Kabupaten Indramayu Kabupaten Bogor Kota Cirebon Kabupaten Purwakarta Kesadaran untuk menghasilkan bahan makanan yang aman dan layak sangat dibutuhkan oleh setiap penjual telur di pasar tradisional di Provinsi Jawa Barat. Hal itu harus selalu ditanamkan pada siapa saja khususnya pedagang untuk mencegah adanya bahaya penyakit. Dari kuisioner diketahui bahwa tingkat pendidikan penjual telur di Provinsi Jawa Barat bervariasi mulai dari tidak sekolah (3.5%), SD sederajat (31%), SMP sederajat (31%), SMA sederajat (31%), dan Perguruan tinggi (3.5%). Tingkat pendidikan penjual telur yang relatif rendah dan beragam dapat mempengaruhi pola pikir dan pengetahuan masyarakat tentang pelaksanaan higiene dan sanitasi yang baik pada telur. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menyamakan persepsi dan pengetahuan tentang pentingnya higiene telur adalah dengan cara penyuluhan. Berdasarkan hasil studi diketahui bahwa jarang dilakukan penyuluhan tentang bahaya cemaran mikroorganisme dan cara penanganan telur yang baik dan higienis di pasar tradisional di Provinsi Jawa Barat. Dari data tercatat dua orang dari lima orang pedagang di Kabupaten Bogor pernah (satu kali) mendapatkan penyuluhan, sedangkan pedagang di kabupaten lain seperti Kabupaten Cianjur,
4 Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Purwakarta mengaku belum pernah mendapatkan penyuluhan dari pihak manapun. 4.2 Pengujian keberadaan Salmonella pada kuning telur Pengujian Salmonella dilakukan untuk mengetahui gambaran keberadaan Salmonella dalam telur ayam (n=25) dan telur bebek (n=10) yang diperoleh dari pasar tradisional di Provinsi Jawa Barat. Hasil uji positif Salmonella pada kuning telur ayam ditemukan pada 1 dari 25 sampel telur ayam (4%) yaitu telur ayam yang berasal dari Kabupaten Purwakarta. Tidak ditemukan adanya infeksi Salmonella pada kuning telur ayam yang berasal dari Kabupaten Cianjur, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Bogor, dan Kota Cirebon. Semua sampel (n=10) kuning telur bebek yang diuji tidak mengandung Salmonella. Hasil uji Salmonella pada telur ayam dan telur bebek disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Keberadaan Salmonella pada telur ayam dan telur bebek di Provinsi Jawa Barat Positif Salmonella No Kabupaten/Kota Telur Ayam (butir) Telur Bebek (butir) 1. Kabupaten Cianjur 0/5-2. Kabupaten Indramayu 0/5 0/5 3. Kabupaten Bogor 0/5-4. Kota Cirebon 0/5 0/5 5. Kabupaten Purwakarta 1/5 - Jumlah 1/25 (4%) 0/10 (0%) Hasil penelitian cemaran Salmonella pada telur ayam di Provinsi Jawa Barat kali ini menunjukkan hasil yang berbeda dengan data yang dilaporkan oleh Satyaningsih (2007) pada 104 sampel telur ayam dari pasar tradisional Kabupaten Tangerang. Salmonella di deteksi dari kulit telur, kuning telur, dan putih telur ayam ras, dan dilaporkan bahwa tidak ditemukan infeksi Salmonella (0%) pada semua sampel telur ayam yang diuji. Laporan penelitian Singh et al. (2010) menunjukkan tingkat cemaran Salmonella pada telur yang relatif menyerupai hasil penelitian ini. Singh
5 melakukan uji pada 150 sampel telur ayam yang dijual secara eceran di India, teridentifikasi 13 telur ayam (7.4%) positif terinfeksi Salmonella diantaranya 7 butir pada kulit telur (4.6%) dan 4 butir pada kuning telur (2.6%). Data infeksi Salmonella pada telur juga ditemui di beberapa negara walaupun dengan persentase yang lebih kecil dari hasil penelitian yang didapat. Data dari Jerman melaporkan infeksi Salmonella pada telur terjadi sekitar 1:380 (0.26%) dengan infeksi pada kuning telur 1:5000 (0.02%). Data serupa didapat dari hasil penelitian di Denmark, cemaran Salmonella di perkirakan terjadi pada setiap 1 dari 2000 telur (0.05%). Dari hasil ini, S. Enteritidis disebut sebagai bakteri pencemar utama (Mølbak et al. 2006). Cemaran Salmonella tidak ditemukan pada semua sampel kuning telur bebek di Provinsi Jawa Barat. Data ini memperkuat hasil penelitian yang dilakukan oleh Rumawas et al. (1991) tentang cemaran Salmonella pada telur bebek di daerah Bogor. Hasil penelitian Rumawas et al. (1991) diperoleh dari pengujian pada albumin dan kuning telur, dilaporkan bahwa semua telur bebek yang diuji negatif terhadap Salmonella. Menurut Choa et al. (2007), tingkat insidensi Salmonella pada telur bebek lebih tinggi dibandingkan dengan pada telur ayam. Hal ini tidak sesuai dengan data hasil penelitian ini dimana tidak ditemukan Salmonella pada semua sampel kuning telur bebek di Provinsi Jawa Barat. Perbedaan ini mungkin saja dikarenakan jumlah sampel telur bebek yang sedikit. Kontaminasi pada kerabang telur umumnya lebih banyak terjadi dibandingkan infeksi pada putih telur dan kuning telur. Kontaminasi pada kulit telur terjadi dari lingkungan akibat higiene dan sanitasi yang buruk (Choa et al. 2007). Pencemaran ini berupa kontaminasi horizontal yakni merupakan jalur kontaminasi utama Salmonella, yang terjadi mulai dari saat setelah telur ditelurkan hingga sampai pada konsumen. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang telur ayam konsumsi, cemaran Salmonella tidak boleh ditemukan pada telur konsumsi (SNI 2008). Ditemukannya Salmonella pada penelitian ini, dapat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor induk yang sakit, pakan, manajemen peternakan yang buruk, distribusi, faktor lingkungan, serta kerusakan kerabang telur.
6 Kontaminasi Salmonella pada kuning telur sangat bergantung pada induk yang terinfeksi Salmonella (kontaminasi vertikal) dan kontaminasi telur di lingkungan kandang (kontaminasi horizontal). Kuning telur memiliki tingkat kejadian Salmonella yang rendah. Jalur utama infeksi Salmonella pada kuning telur adalah melalui kontaminasi vertikal, dan menurut D Aoust (2001) transmisi transovarial ini memiliki presentase kejadian yang rendah (<1.0%). Kontaminasi horizontal terjadi saat mulai telur keluar dari kloaka induk sampai proses penyimpanan (Omwandho & Kubota 2010). Bakteri dapat tumbuh dan berkembang di lapisan kuning telur apabila telah menembus lapisan barier putih telur. Penetrasi bakteri dari kulit luar dipengaruhi banyak faktor seperti, jenis bakteri (sifat gram), keadaan fisik kulit telur, faktor intrinsik antimikrobial dalam putih telur, suhu dan kelembaban penyimpanan, serta sanitasi peralatan yang berhubungan dengan telur. Saat setelah oviposisi, lapisan putih telur memiliki ph Setelah beberapa hari ph akan naik oleh bertambahnya kadar CO 2 menjadi (nilai ph optimal pertumbuhan Salmonella adalah ). Meningkatnya konsentrasi CO 2 karena kenaikan ph dapat menghambat dan/atau membunuh bakteri Salmonella ssp. (D Aous 2001). Hasil positif Salmonella pada telur di Provinsi Jawa Barat (4%) disebabkan oleh banyak faktor seperti adanya infeksi pada induk, terjadi kontaminasi sesaat setelah oviposisi ataupun pada saat distribusi dan penanganan di tempat penjualan. Data hasil kuisioner menunjukkan bahwa di Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bogor rata-rata telur terjual di pasar relatif lebih lama dibandingkan dengan daerah lainnya yaitu antara 4 5 hari dan 8 hari. Selain itu, tidak adanya kegiatan penyuluhan di Kabupaten Purwakarta dapat mempengaruhi cara penanganan telur di pasar. Kedua hal ini mungkin dapat meningkatkan resiko paparan mikroorganisme, termasuk Salmonella pada telur, namun tidak dapat dijadikan sebagai penyebab tunggal ditemukannya infeksi Salmonella pada telur dari wilayah Purwakarta. Waktu rata-rata penyimpanan telur pada suhu kamar menurut SNI adalah 14 hari (SNI 2008). Dengan demikian kurun waktu penyimpanan telur pada suhu kamar di pasar tradisional Provinsi Jawa Barat masih termasuk dalam waktu normal penyimpanan telur.
7 Jumlah sampel telur yang terbatas pada penelitian ini tidak dapat menunjukkan tingkat prevalensi Salmonella pada telur yang ada di Provinsi Jawa Barat. Namun demikian, ditemukannya Salmonella pada penelitian kali ini dapat memberi gambaran tentang keberadaan Salmonella yang masih tinggi pada telur. Usaha untuk menghasilkan telur bebas Salmonella, sesuai SNI 3926:2008 tentang telur ayam konsumsi, perlu dilakukan dengan meningkatkan pengawasan pada telur dimulai dari peternakan hingga sampai pada konsumen. Penyuluhan yang rutin tentang bahaya cemaran mikroorganisme dan cara penanganan telur yang baik dan higienis perlu dilakukan pada pedagang dan pengecer telur. Mencegah keberadaan Salmonella pada telur dapat dilakukan melalui pencegahan kontaminasi vertikal dan horizontal. Pencegahan kontaminasi vertikal dilakukan pada peternakan dengan mengeliminasi unggas/layer yang terinfeksi, dengan menerapkan manajemen peternakan yang baik, pelaksanaan higiene dan sanitasi, dan penggunaan vaksin pada serotipe tertentu untuk mengurangi resiko memproduksi telur yang terinfeksi oleh Salmonella (Mølbak et al. 2006; Adeline et al. 2009; Hugas et al. 2009). Pencegahan kontaminasi Salmonella secara horizontal dilakukan mulai dari peternakan, distribusi, penjualan, sampai pada konsumen atau safe from farm to table. Dibutuhkan penerapan Good farming Practices (GFP), Good handling Practices (GHP) atau Good Distribution Practices (GDP) yang benar untuk menjamin kualitas dan keamanan telur konsumsi. Pelaksanaan prinsip higiene dan sanitasi dapat dilakukan dengan mencegah terjadinya kontaminasi silang, penerapan sanitasi yang baik di kandang, selama distribusi, dan di tempat penjualan telur, penerapan higiene personal, dan meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat baik produsen, pedagang, maupun konsumen tentang pentingnya penanganan telur secara baik dan benar. Secara umum infeksi Salmonella pada manusia dapat dicegah dengan usaha kesehatan masyarakat dan penerapan higiene personal (Gray & Fedorka 2002). Menurut Meggitt (2003), usaha untuk mencegah konsumen terinfeksi Salmonella akibat mengkonsumsi telur dapat dilakukan dengan cara: (1) memasak telur sampai matang; (2) menghindari konsumsi telur mentah; (3) menerapkan higiene personal saat menangani telur; (4) mencegah kontaminasi silang baik itu oleh alat
8 masak atau makanan lain; (5) simpan telur pada suhu yang tepat. Telur sebaiknya disimpan pada suhu refrigerator sampai akan dikonsumsi. Memasak telur dengan suhu minimal pasteurisasi (71.7 o C) selama 15 menit dapat mengeliminasi Salmonella dari makanan (Bhunia 2008). Program pengawasan Salmonella dan mikroorganisme patogen lainnya sangat dibutuhkan pada makanan asal hewan, dimulai dari peternakan sampai konsumen. Program tersebut mencakup pula pendidikan dan penyuluhan yang intensif pada produsen, distributor, dan konsumen mengenai higiene dan sanitasi penanganan bahan makanan yang baik sehingga dapat menekan insidensi kasus keracunan makanan di masyarakat (Rumawas et al. 1991).
15 Penanganan telur yang dilakukan oleh para pedagang di pasar tradisional di Provinsi Jawa Barat tidak menyimpan telur dengan pendinginan. Semua peda
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Pedagang, Tempat Penjualan, dan Penanganan Telur Data kuesioner mencakup pendidikan pedagang, lama waktu, jenis pemasok, lama waktu telur di tempat penjualan, cara penanganan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging Sampel daging sapi dan ayam diperoleh dari pasar-pasar tradisional di 12 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Sebagian besar pedagang daging sapi (54.2%)
Lebih terperinciAnalisa Mikroorganisme
19 Analisa Mikroorganisme Pemeriksaan awal terhadap 36 sampel daging ayam dan 24 sampel daging sapi adalah pemeriksaan jumlah mikroorganisme. Hasil yang diperoleh untuk rataan jumlah mikroorganisme daging
Lebih terperinciKEBERADAAN Salmonella spp. PADA TELUR AYAM DAN TELUR BEBEK YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL DI PROVINSI JAWA BARAT NURRY WULAN OKTAVERA
KEBERADAAN Salmonella spp. PADA TELUR AYAM DAN TELUR BEBEK YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL DI PROVINSI JAWA BARAT NURRY WULAN OKTAVERA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
xxix HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari Bogor, dan 18 sampel dari
Lebih terperinci4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air
TINJAUAN PUSTAKA Telur Telur merupakan bahan pangan asal hewan yang mempunyai daya pengawet alamiah yang paling baik, karena memiliki suatu pelindung kimia dan fisis terhadap infeksi mikroba. Mekanisme
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan peningkatan jumlah penduduk di Indonesia yang diikuti dengan tingginya kesadaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
25 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu berasal dari 5 kabupaten yaitu Bogor, Bandung, Cianjur, Sumedang dan Tasikmalaya. Lima sampel kandang diambil dari setiap kabupaten sehingga jumlah keseluruhan sampel
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dengan susunan asam amino lengkap. Secara umum telur ayam ras merupakan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Telur ayam ras merupakan bahan pangan yang mengandung protein cukup tinggi dengan susunan asam amino lengkap. Secara umum telur ayam ras merupakan pangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri Salmonella sp merupakan mikrobia patogen penyebab sakit perut yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat alami Salmonella sp adalah
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 2.1. komposisi Kimia Daging Tanpa Lemak (%)... 12 Tabel 2.2. Masa Simpan Daging Dalam Freezer... 13 Tabel 2.3. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Pangan...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bisa melaksanakan rutinitasnya setiap hari(depkesri,2004).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan adalah produk pangan yang siap hidang atau yang langsung dapat dimakan, biasanya dihasilkan dari bahan pangan setelah terlebih dahulu diolah atau di masak.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Itik adalah salah satu jenis unggas yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama dibandingkan
Lebih terperinciSTUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012
1 Summary STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 TRI ASTUTI NIM 811408115 Program Studi Kesehatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Infeksi dan kontaminasi yang disebabkan oleh Salmonella sp. ditemukan hampir di. Infeksi bakteri ini pada hewan atau manusia dapat
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Infeksi dan kontaminasi yang disebabkan oleh Salmonella sp. ditemukan hampir di seluruh belahan dunia. Infeksi bakteri ini pada hewan atau manusia dapat
Lebih terperinciTanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI
Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2012 DAFTAR ISI 1. Apa Kandungan gizi dalam Daging ayam? 2. Bagaimana ciri-ciri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Daging merupakan salah satu sumber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, kerbau, kuda, domba, kambing,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. produktifitas manusia merupakan faktor yang mendukung nilai ekonomi dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan bahan pokok yang penting dalam kehidupan manusia. Sebagai salah satu kebutuhan pokok, makanan dan minuman dibutuhkan manusia untuk hidup,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. cukup sempurna karena mengandung zat zat gizi yang lengkap dan mudah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat. Dari sebutir telur didapatkan gizi yang cukup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk hidup sangat tergantung pada sumber daya alam yang ada di sekitarnya. Sebagai kebutuhan dasar, manusia memerlukan makanan yang terdiri dari flora
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tahu merupakan makanan yang biasa dikonsumsi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat Asia lainnya. Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengkonsumsi
Lebih terperinciBuletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan
PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan
Lebih terperinciIV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK
IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK Pada umumnya sumber pangan asal ternak dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu berupa daging (terdiri dari berbagai spesies hewan yang lazim dimanfaatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumen masa kini lebih cerdas dan lebih menuntut, mereka mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai gizi yang tinggi, harga terjangkau, rasa
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Masyarakat yang sehat dan produktif dapat terwujud melalui perlindungan dan jaminan keamanan produk hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Salah satu upaya yang harus
Lebih terperinciASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN
ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Telur
Kedalaman Kantung Udara HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Telur Pembesaran kantung udara telur ayam ras dengan pengolesan minyak kelapa dapat ditekan sampai umur simpan 35 hari (Tabel 6). Kedalaman kantung
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan
Lebih terperinciEVALUASI PELAKSANAAN GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DAN STANDARD SANITATION OPERATING PROCEDURE DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KELAS C SKRIPSI DIANASTHA
EVALUASI PELAKSANAAN GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DAN STANDARD SANITATION OPERATING PROCEDURE DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KELAS C SKRIPSI DIANASTHA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS
Lebih terperinciPENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler
PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging broiler merupakan komoditas yang banyak diperdagangkan dan sangat diminati oleh konsumen karena merupakan sumber protein hewani yang memiliki kandungan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Telur itik adalah salah satu pilihan sumber protein hewani yang memiliki rasa
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Telur itik adalah salah satu pilihan sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna, bergizi tinggi, dan harganya relatif murah sehingga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang lengkap
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan sampel berdasarkan jumlah susu pasteurisasi yang diimpor dari Australia pada tahun 2011 yaitu 39 570.90 kg, sehingga jumlah sampel yang diuji dalam penelitian ini sebanyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.
BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan manusia untuk pertumbuhan dan perkembangan badan. Makanan yang dikonsumsi harus aman dan
Lebih terperinciBahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang secara normal ada dalam saluran pencernaan manusia dan hewan berdarah panas. E. coli termasuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan
2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangunan Penetasan Bangunan penetasan adalah suatu tempat yang dibangun dengan konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan penetasan harus terpisah.
Lebih terperinciFaktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup
Marselinus Laga Nur Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup Bacilus cereus Gram-positif Aerobik membentuk endospora Tahan terhadap panas kering dan disinfektan kimia
Lebih terperinciSAFETY FOOD (Keamanan Pangan) A. Prinsip Safety Food
SAFETY FOOD (Keamanan Pangan) A. Prinsip Safety Food Safety Food (keamanan pangan) diartikan sebagai kondisi pangan aman untuk dikonsumsi. Safety Food secara garis besar digolongkan menjadi 2 yaitu aman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri berbasis rumah tangga yang bergerak dalam bidang pengolahan bahan pangan asal ternak dan supermarket.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu adalah bahan pangan dengan kandungan gizi lengkap yaitu terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu bahan pangan yang penting
Lebih terperinciBAB X PENGAWASAN MUTU
BAB X PENGAWASAN MUTU Pengawasan mutu merupakan aktivitas (manajemen perusahaan) untuk menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk dan jasa perusahaan dapat mempertahanan sebagaimana yang telah direncanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan salah satu hasil dari ternak yang memiliki kandungan gizi lengkap yang disukai oleh masyarakat. Daging yang dikonsumsi oleh manusia dapat berasal
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Pencemaran Kuman Listeria monocytogenes
HASIL DAN PEMBAHASAN Tiga puluh sampel keju impor jenis Edam diambil sebagai bahan penelitian. Sampel keju impor diambil didasarkan pada frekuensi kedatangan keju di Indonesia, dilakukan di Instalasi Karantina
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan peningkatan permintaan protein hewani seperti telur, susu, dan daging. Telur merupakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tempat Penjualan Daging Ayam Sampel daging ayam yang diteliti diperoleh dari pasar-pasar di Kota Tangerang Selatan. Selama pengambilan kuisioner terdapat 24 pedagang
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. alami Salmonella sp adalah di usus manusia dan hewan, sedangkan air dan
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Bakteri Salmonella sp merupakan mikrobia pathogen penyebab sakit perut yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai Salmonellosis. Habitat alami Salmonella sp
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salmonella sp merupakan salah satu bakteri patogen yang dapat menimbulkan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salmonella merupakan salah satu anggota dari famili Enterobacteriaceae. Salmonella sp merupakan salah satu bakteri patogen yang dapat menimbulkan penyakit yang disebut
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rata-rata penurunan bobot telur ayam ras yang disimpan pada suhu ruang
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Bobot Telur Rata-rata penurunan bobot telur ayam ras yang disimpan pada suhu ruang selama enam minggu seperti pada Tabel 4. Penurunan bobot telur ayam ras yang tertinggi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo,
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo, yang luas wilayahnya 64,79 KM atau sekitar
Lebih terperinciKualitas Telur Ayam Konsumsi yang Dibersihkan dan Tanpa Dibersihkan Selama Penyimpanan Suhu Kamar
Kualitas Telur Ayam Konsumsi yang Dibersihkan dan Tanpa Dibersihkan Selama Penyimpanan Suhu Kamar SISKA MAHARGIAN FIBRIANTI, I KETUT SUADA, MAS DJOKO RUDYANTO Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari strain-strain hasil produk dari perusahaan pembibitan. Ayam ras
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam ras petelur yang banyak dipelihara saat ini adalah ayam ras petelur yang berasal dari strain-strain hasil produk dari perusahaan pembibitan. Ayam ras petelur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Makanan jajanan (street food)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi bagian yang penting dalam kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Makanan jajanan (street food) adalah makanan dan
Lebih terperinciJUMLAH TOTAL MIKROORGANISME PADA TELUR AYAM DAN BEBEK YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL DI WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT ELLANGGA EKO SURYO NUGROHO
JUMLAH TOTAL MIKROORGANISME PADA TELUR AYAM DAN BEBEK YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL DI WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT ELLANGGA EKO SURYO NUGROHO FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Lebih terperinciPalembang Zuhri, Tangerang Christiyanto, 2002
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk melanjutkan kehidupan. Makanan yang dikonsumsi dapat berasal dari kafe, restoran, kantin, dan industri katering yang sudah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli banteng dan telah mengalami proses domestikasi. Sapi bali telah tersebar di seluruh wilayah
Lebih terperinciPenggunaan Ekstrak Kulit Manggis Hasil Ekstraksi Alkohol Untuk Pengawetan Telur
Jurnal Gradien Vol. 12 No. 2 Juli 2016: 1209-1215 Penggunaan Ekstrak Kulit Manggis Hasil Ekstraksi Alkohol Untuk Pengawetan Telur Bambang Trihadi *, Deni Agus Triawan *corresponding author. Email: bb3hadi@yahoo.co.id
Lebih terperinciRegulasi sanitasi Industri Pangan
Regulasi sanitasi Industri Pangan Nur Hidayat Regulasi Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang: Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi
Lebih terperinciTeknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan
Teknologi Pangan Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Air susu ibu merupakan makanan terbaik bagi bayi jika ditinjau dari, komposisi zat gizinya, dimana zat gizi yang terdapat dalam air susu ibu ini sangat kompleks, tetapi ketersediaan
Lebih terperincisebagai vector/ agen penyakit yang ditularkan melalui makanan (food and milk
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan
Lebih terperinciUmur dan Berat Telur Ayam Ras yang Beredar di Kota Bengkulu
Umur dan Berat Telur Ayam Ras yang Beredar di Kota Bengkulu Age and weight of layer eggs distributed in Bengkulu Suharyanto Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu, Bengkulu Jalan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dengan nilai gizi yang tinggi dan disukai oleh anak-anak maupun orang dewasa
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telur puyuh adalah produk utama yang dihasilkan oleh ternak puyuh dengan nilai gizi yang tinggi dan disukai oleh anak-anak maupun orang dewasa serta harga relatif murah.
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.
1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan persentase kenaikan jumlah penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-4 dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. secara optimal (Direktorat Pengelolaan Hasil Perikanan, 2007 dalam Marada, 2012).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai Negara bahari dengan wilayah lautnya mencakup tiga per empat luas Indonesia atau 5,8 juta km 2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemilihan adalah faktor keamanan pangan. Dalam dunia industri. khususnya industri pangan, kontaminasi pada makanan dapat terjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumen semakin sadar bahwa pangan merupakan sumber utama pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi, seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral untuk menjaga
Lebih terperinciBAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3
BAKTERI PENCEMAR MAKANAN Modul 3 PENDAHULUAN Di negara maju 60% kasus keracunan makanan akibat Penanganan makanan yg tidak baik Kontaminasi makanan di tempat penjualan Di negara berkembang tidak ada data
Lebih terperinciTUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN
TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN Disusun Oleh : Nama : Galih Manunggal Putra NIM : 11.12.5794 Kelas : 11-S1SI-06 Kelompok : H ABSTRAK Bisnis budidaya ikan konsumsi memang
Lebih terperinciNAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R
USAHA TELUR ASIN NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M (0610963043) R. YISKA DEVIARANI S (0610963045) SHANTY MESURINGTYAS (0610963059) WIDIA NUR D (0610963067) YOLANDA KUMALASARI (0610963071) PROGRAM STUDI
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,
PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa produk pangan segar asal tumbuhan
Lebih terperinciBAB IX SANITASI PABRIK
BAB IX SANITASI PABRIK Sanitasi merupakan suatu kegiatan yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan baku, peralatan dan kebersihan, kesehatan, kesejahteraan pekerja, mencegah terjadinya pencemaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan meningkatnya kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Salah satu produk hasil peternakan yang paling disukai
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan lain yang
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, sebab makanan yang kita makan bukan saja harus memenuhi gizi tetapi harus juga aman dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi merupakan hewan ternak yang menghasilkan daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Data yang diperoleh dari Dinas Kelautan, Perikanan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Gorontalo memiliki 10 Tempat Pemotongan Hewan yang lokasinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek yang cukup terbuka lebar. Hal ini karena telur
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengembangan usaha peternakan ayam petelur di Indonesia masih memiliki prospek yang cukup terbuka lebar. Hal ini karena telur merupakan salah satu produk yang
Lebih terperinciDokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi
Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Indonesia dengan populasi mencapai lebih dari 110 juta ekor (Data Direktorat
1 BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ayam ras petelur merupakan hewan yang populer untuk diternakkan di Indonesia dengan populasi mencapai lebih dari 110 juta ekor (Data Direktorat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id). Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011.
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rata-rata laju pertumbuhan populasi ternak unggas selama enam tahun dari tahun 2004 hingga 2010 menunjukkan peningkatan, diantaranya ternak ayam ras petelur dan pedaging
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan minuman sumber protein yang diperoleh dari hasil
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Susu merupakan minuman sumber protein yang diperoleh dari hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya, yang dapat langsung diminum atau dapat digunakan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, salah satu bahan pangan asal ternak yang dapat digunakan adalah susu. Susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia
Lebih terperinciSUMMARY ASPEK HYGIENE DAN SANITASI MAKANAN DI PASAR JAJAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 ABSTRAK
1 SUMMARY ASPEK HYGIENE DAN SANITASI MAKANAN DI PASAR JAJAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 Ratni Latudi Program Studi Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan Lingkungan, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian masyarakat, khususnya orang tua, pendidik, dan pengelola sekolah. Makanan dan jajanan sekolah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan manusia. Selain penganekaragaman sumber pangan, daging juga dapat menimbulkan
Lebih terperinciBudidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan
PangandaranBeach http://www.pangandaranbeach.com Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan Bebek Peking adalah bebek pedaging dengan pertumbuhan sangat cepat. Karena itu usaha budidaya ternak bebek peking
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2011), dalam survey yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan asal hewan dibutuhkan manusia sebagai sumber protein hewani yang didapat dari susu, daging dan telur. Protein hewani merupakan zat yang penting bagi tubuh manusia
Lebih terperinciPengaruh Pencelupan pada Air Mendidih dan Air Kapur Sebelum Penyimpanan Terhadap Kualitas Telur Ayam Ras (Gallus L.)
Pengaruh Pencelupan pada Air Mendidih dan Air Kapur Sebelum Penyimpanan Terhadap Kualitas Telur Ayam Ras (Gallus L.) *Muhammad Anwar Djaelani *Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Matematika Universitas
Lebih terperinci