POLA KEJADIAN DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA PETERNAKAN SEKTOR 4 DI PROVINSI LAMPUNG ENNY SASWIYANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLA KEJADIAN DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA PETERNAKAN SEKTOR 4 DI PROVINSI LAMPUNG ENNY SASWIYANTI"

Transkripsi

1 POLA KEJADIAN DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA PETERNAKAN SEKTOR 4 DI PROVINSI LAMPUNG ENNY SASWIYANTI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Pola Kejadian dan Faktor Risiko Penyakit Avian Influenza pada Peternakan Sektor 4 di Provinsi Lampung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Enny Saswiyanti NIM B

3 ABSTRACT ENNY SASWIYANTI. The Pattern of Occurance and Risk Factors of Avian Influenza Outbreaks on Backyard Poultry Farm in Lampung Province. Under direction of ETIH SUDARNIKA and CHAERUL BASRI. The Study of pattern of occurance and risk factors of avian influenza (AI) outbreaks can be used in formulating AI prevention and control program. The aims of this research were to detect the hotspot area and analyze pattern of AI outbreaks in dimensions of time and space during , identify risk factors associated with AI outbreaks on backyard poultry farm in Lampung Province. The data of AI outbreaks were collected from Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional 3 (BPPV Regional 3) and Local Disease Crisis Center (LDCC) Lampung Province and were analyzed using SatScan version and visualized using ArcGIS version In addition, identification of risk factor associated with AI outbreaks was done using the Case Control Study of Observational Epidemiology. The data were collected by structured interviews in three selected districts (Bandar Lampung, Metro and Pesawaran). Data analysis was carried out in three steps, consisting of univariate, bivariate with chi-square and multivariate analysis with logistic regression. All analysis was processed with SPSS The result of analysis showed that subdistricts of Pekalongan, Metro Barat, Metro Timur and Metro Utara were most likely cluster or the hotspot area with relative risk (RR) values of The risk factors which contributed to AI outbreaks in Lampung Province were raising poultry whereas free ranged or combined with caged at night with odds ratio (OR) values of 8.94 (confidence interval (CI): ), origins of poultry from live bird markets OR of 5.18 (CI: ) and fenced off <75 cm OR of 5.03 (CI: ). It is therefore recommended that subdistricts of Pekalongan, Metro Barat, Metro Timur and Metro Utara become to priority of surveillance. Formulating AI prevention and control program must be affecting risk factors that assosiated with AI outbreaks on backyard poultry farm in Lampung Province. Keywords : risk factors, spatio-temporal analysis, avian influenza, hotspots, scan statistic

4 RINGKASAN ENNY SASWIYANTI. Pola Kejadian dan Faktor Risiko Penyakit Avian Influenza pada Peternakan Sektor 4 di Provinsi Lampung. Dibimbing oleh ETIH SUDARNIKA dan CHAERUL BASRI. Penyakit avian influenza (AI) merupakan penyakit unggas yang sangat menular dan telah menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar bagi peternak. Provinsi Lampung merupakan satu diantara provinsi di Indonesia yang sampai dengan sekarang merupakan wilayah dengan kasus tinggi dan memiliki kasus suspek AI pada manusia sehingga dikategorikan sebagai wilayah dengan endemisitas dan risiko tinggi terhadap AI. Program pengendalian terhadap penyakit ini telah dilaksanakan dan menjadi program strategis nasional. Pengendalian tersebut memerlukan pendekatan yang terintegrasi berdasarkan data dan analisis epidemiologik seperti pola kejadian dan faktor risiko penyakit sehingga pengendalian AI sesuai dengan kondisi lokal Provinsi Lampung. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan dengan fokus pola kejadian dan faktor risiko terhadap kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi kluster primer atau hotspot area, menganalisis pola kejadian AI dan kecenderungannya terhadap waktu dan tempat dari tahun di Provinsi Lampung, mengidentifikasi faktor risiko, dan menganalisis besaran risiko terhadap kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pola kejadian, faktor risiko, asosiasi dan model infeksi bagi pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan dan peternak untuk pengendalian AI di Provinsi Lampung. Hipotesis penelitian ini terdapat hubungan yang nyata antara lokasi dan waktu, karakteristik peternak (jenis kelamin, usia, status kepemilikan, pengalaman, tujuan usaha, pendidikan formal, pengetahuan dan sikap peternak), manajemen peternakan dan kesehatan unggas (sistem perkandangan, asal bibit, pemberian pakan dan minum, riwayat vaksinasi, dan pemberian obat obatan) serta biosekuriti (sanitasi, isolasi, dan pengawasan lalu lintas) terhadap kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung. Penelitian dilakukan dua tahap yaitu: (1) Kajian terhadap pola kejadian AI berdasarkan analisis spasial dan temporal. Analisis dilakukan terhadap kasus AI selama tahun di Provinsi Lampung. Data kasus dan koordinat kasus diperoleh dari Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional 3 dan Local Disease Crisis Center (LDCC) Provinsi Lampung. Data populasi dan peta diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). (2) Kajian terhadap faktor risiko AI menggunakan kajian lapang dengan rancangan studi kasus kontrol tidak berpadanan dengan perbandingan kasus:kontrol yaitu 1:1. Pengambilan sampel dilakukan secara acak di tiga kabupaten dan kota dengan kasus tertinggi yaitu Kota Metro, Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Besaran sampel dihitung berdasarkan rumus untuk kasus kontrol tidak berpadanan, diperoleh hasil 55 responden dari kelompok kasus dan 55 responden dari kelompok kontrol. Penelitian ini menggunakan kuisioner terstruktur sebagai perangkat untuk mengukur faktor risiko terkait kasus AI.

5 Peubah yang diamati pada penelitian ini karakteristik peternak yang meliputi jenis kelamin, umur, status kepemilikan, pengalaman beternak, pendidikan formal dan tujuan usaha, pengetahuan dan sikap peternak serta penyuluhan dan akses terhadap informasi; manajemen peternakan dan kesehatan unggas yang terdiri dari asal bibit, pemberian pakan dan minum, riwayat vaksinasi dan pemberian obat-obatan, sistem perkandangan dan pola pemeliharaan; serta biosekuriti yang terdiri dari sanitasi, isolasi dan pengawasan lalu lintas ternak. Data kasus, koordinat dan populasi dianalisis dengan piranti lunak SatScan versi Hasil analisis berupa deteksi kluster primer atau hotspot area, kluster sekunder, risiko relatif (RR) dan pola kejadian berdasarkan waktu. Hasil analisis disajikan dalam bentuk peta dengan menggunakan ArcGIS versi Adapun data untuk faktor risiko dianalisis secara secara deskriptif dan analitik dengan penyajian tabel kotingensi. Pengkategorian dilakukan pada tingkat biosekuriti, sanitasi, isolasi, pengawasan lalu lintas, pengetahuan, dan sikap. Hubungan asosiasi masing masing peubah diukur dengan uji chi-square (χ2). Analisis data selanjutnya menggunakan regresi logistik berganda untuk menduga nilai OR pada model multivariat. Analisis data tersebut menggunakan program SPSS 16 dan Microsoft Excel Secara keseluruhan kejadian kasus AI merata di kabupaten dan kota Provinsi Lampung. Kasus AI tertinggi adalah Kota Metro yang kemudian diikuti oleh Kota Bandar Lampung. Kejadian AI di Kota Metro adalah 35 kasus pada tahun 2010, turun menjadi 23 kasus pada tahun Kota Bandar Lampung 24 kasus pada tahun 2010, turun menjadi 14 kasus pada tahun Adapun untuk sebaran kasus per kecamatan hasil diagnosa menunjukkan intensitas kasus di semua kecamatan di Kota Metro tinggi. Kecamatan tersebut Kecamatan Metro Timur, Metro Barat, Metro Utara, Metro Selatan dan Metro Pusat. Sebaran kasus tinggi lainnya di Kota Bandar Lampung, Kecamatan Kemiling, Rajabasa, Tanjung Karang Timur, Teluk Betung Utara dan Sukarame. Adapun hasil analisis spatio-temporal menunjukkan Kecamatan yang masuk ke dalam kluster primer, Kecamatan Pekalongan di Kabupaten Lampung Timur, Kecamatan Metro Barat, Metro Timur dan Metro Utara di Kota Metro. Daerah daerah tersebut juga merupakan hotspot area dengan nilai risiko kejadian di dalam kluster primer 3.53 kali lebih besar dibandingkan di luar kluster primer. Kecenderungan kasus AI berdasarkan waktu pada tahun , pada bulan Januari kasus tinggi kemudian meningkat dan menjadi puncak di bulan Februari dan kasus terus menurun sampai di bulan Mei. Bulan Juni sampai dengan Oktober kasus cenderung stabil, kemudian sedikit meningkat di bulan November dan Desember. Hasil analisis spatio-temporal menunjukkan walaupun ada peningkatan kasus di bulan Januari-Februari tetapi kejadian AI tidak dipengaruhi waktu (bulan), sehingga dimungkinkan kasus untuk terjadi sepanjang tahun. Faktor risiko yang berperan pada kejadian AI di peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung, sistem perkandangan diumbar dan kombinasi diumbar dengan kadang-kadang dikandangkan memiliki nilai odds 8.94 kali lebih besar dibanding unggas dikandangkan terus menerus (OR=8.94; SK= ), asal bibit dari pasar unggas hidup memiliki nilai odds 5.18 kali lebih besar dari asal bibit dari tempat lainnya (OR=5.18; SK= ), dan keberadaan pagar peternakan

6 dengan tinggi <75 cm memiliki nilai odds 5.03 kali lebih besar dibanding keberadaan pagar peternakan dengan tinggi 75 cm (OR=5.03; SK= ). Untuk pengendalian dan pencegahan AI disarankan kepada pembuat kebijakan baik pemerintah pusat maupun daerah untuk memprioritaskan survailans AI di hotspot area Kecamatan Pekalongan di Kabupaten Lampung Timur, Kecamatan Metro Barat, Metro Timur dan Metro Utara di Kota Metro dengan memperhatikan praktik biosekuriti terutama isolasi dan pengawasan terhadap lalu lintas unggas terutama keberadaan pasar unggas hidup. Adapun pelaksana kebijakan diharapkan untuk meningkatkan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) kepada peternak tentang praktik biosekuriti yang baik terutama tentang sistem perkandangan dan pemeliharaan unggas. Adapun peternak diharapkan dapat melaksanakan pemeliharaan unggas dengan menerapkan praktik biosekuriti yang baik terutama dengan mengandangkan unggas, memberi pagar 75 cm di sekeliling kandang, dan tidak membeli bibit dari pasar unggas hidup. Kata kunci: Faktor risiko, analisis spasial dan temporal, avian influenza, hotspot, scan statistic.

7 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

8 POLA KEJADIAN DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA PETERNAKAN SEKTOR 4 DI PROVINSI LAMPUNG ENNY SASWIYANTI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. drh. Trioso Purnawarman, M.Si.

10 Judul Tesis : Pola Kejadian dan Faktor Risiko Penyakit Avian Influenza pada Peternakan Sektor 4 di Provinsi Lampung Nama : Enny Saswiyanti NIM : B Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Etih Sudarnika, M.Si. Ketua drh. Chaerul Basri, M.Epid. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

11 PRAKATA Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan limpahan rahmat dan karunia-nya maka studi dan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Ir Etih Sudarnika, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak drh. Chaerul Basri, M.Epid selaku anggota komisi pembimbing yang telah sabar dan setia meluangkan banyak waktu untuk memberikan arahan dan saran dalam proses pembimbingan dan penyelesaian tesis. Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Bapak Dr.drh. Trioso Purnawarman, M.Si selaku penguji dan Bapak Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si selaku ketua program studi Kesmavet serta seluruh dosen program studi Kesmavet beserta tenaga kependidikan yang turut membantu dan mendukung secara penuh dan konsisten sehingga studi dan penelitian penulis dapat selesai dengan baik. Terima kasih kepada BPPV Regional 3 Bandar Lampung yang telah memberikan beasiswa dan kesempatan bagi penulis untuk dapat menjalani proses pendidikan magister di Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih kepada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Kota Bandar Lampung, Dinas Pertanian Kota Metro, Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pesawaran, rekan-rekan BPPV dan PDSR Lampung yang telah memfasilitasi dan mendukung secara penuh terhadap kegiatan penelitian yang saya lakukan. Terima kasih kepada Mama, Suami dan anak-anakku yang dengan ikhlas memberikan dorongan, semangat, dan doa dalam proses pendidikan magister yang penulis tempuh. Terima kasih juga diucapkan untuk adik-adikku, keluarga besar di Pontianak dan Metro yang turut memotivasi dan menginspirasi penulis selama menjalani perkuliahan. Terima kasih kepada teman-teman kelas KMV Reguler tahun 2010/2011 (KMV SRIWERS) yang selalu kompak dan semangat dalam menempuh pendidikan magister bersama-sama. Terima kasih juga diucapkan kepada temanteman KMV kelas karantina hewan 2010/2011 (KMV 15) yang telah memberikan warna dan keceriaan saat proses pendidikan di PS Kesmavet SPs IPB. Semoga bantuan, dukungan, dorongan, dan perhatian dari semua pihak yang telah diberikan dengan tulus kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga diharapkan adanya saran dan kritik yang dapat membangun di masa mendatang. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Bogor, September 2012 Enny Saswiyanti

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat pada tanggal 1 September 1977, merupakan anak pertama dari empat bersaudara, pasangan Drs. Sawadji dan Martini. Tahun 1994 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Pontianak dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB, lulus pendidikan sarjana pada tahun Penulis menempuh pendidikan profesi dokter hewan dan mendapatkan gelar dokter hewan dari perguruan tinggi yang sama pada tahun Pada tahun 2010, penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan magister di PS Kesmavet Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan diperoleh dari Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional 3 Bandar Lampung. Penulis bekerja sebagai tenaga medik veteriner di BPPV Regional 3 Bandar Lampung sejak tahun Bidang ilmu yang menjadi tanggung jawab penulis adalah epidemiologi veteriner. Selama menjalani pendidikan S2, penulis menjadi anggota Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia dan Asosiasi Epidemiologist Veteriner Indonesia. Karya ilmiah berjudul Pola Kejadian Avian Influenza berdasarkan Analisis Spasial dan Temporal Tahun di Provinsi Lampung telah disajikan pada Rapat Teknis dan Pertemuan Ilmiah Kesehatan Hewan di Yogyakarta pada bulan Juni 2012.

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN Halaman xxi xxiii PENDAHULUAN Latar Belakang.. 1 Tujuan... 2 Manfaat. 3 Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza 4 Penyebaran Avian Influenza... 5 Pengendalian Avian Influenza 6 Pola Kejadian Penyakit Avian Influenza... 7 Faktor Risiko terhadap Kejadian Penyakit Avian Influenza. 9 Peternakan Sektor 4 dan Perannya dalam Penyebaran AI Analisis Spasial dan Temporal Studi Kasus Kontrol METODE Waktu dan Tempat Penelitian 14 Disain Penelitian 14 Kerangka Konsep Penelitian.. 15 Kriteria Kasus dan Kontrol 16 Populasi dan Sampel.. 16 Pembobotan dan Penilaian Kuesioner 17 Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Avian Influenzadi Provinsi Lampung Pola Kejadian Avian Influenza Faktor Risiko Penyakit Avian Influenza.. 27 Karakteristik Peternakan Model Faktor Risiko terkait Kejadian Avian Influenza 35 KESIMPULAN DAN SARAN 40 DAFTAR PUSTAKA. 41 LAMPIRAN 45 xxv xix

14 DAFTAR TABEL Halaman 1 Definisi operasional dari peubah yang diamati Pembobotan dan penilaian kuesioner tingkat biosekuriti Deteksi kluster kasus AI berdasarkan kecamatan di Provinsi Lampung tahun Hubungan karakteristik peternak dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung Hubungan manajemen perkandangan dengan kejadian AI peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung Hubungan tingkat biosekuriti dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung Hubungan pengawasan terhadap lalu lintas dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung Hubungan sanitasi dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung Hubungan isolasi dan pemaparan AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung Model akhir analisis multivariat faktor risiko terhadap kejadian AI pada Peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung xix

15 xix

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka konsep penelitian Jumlah kasus AI per kabupaten di Provinsi Lampung tahun Kasus AI berdasarkan jumlah kasus per kecamatan di Provinsi Lampung tahun Kasus AI berdasarkan bulan kejadian tahun di Provinsi Lampung Clustering kasus AI di Provinsi Lampung tahun xix

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Uji korelasi Hasil analisis multivariat Kuesioner penelitian xix

18 LAMPIRAN xix

19 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit avian influenza (AI) merupakan penyakit unggas yang sangat menular dan telah menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar bagi peternak. Program pengendalian terhadap penyakit ini telah dilaksanakan dan menjadi program strategis nasional. Program pemerintah untuk pengendalian AI dikenal dengan sembilan langkah strategis yaitu penerapan biosekuriti yang ketat, depopulasi selektif di daerah tertular, vaksinasi, pengendalian lalu lintas, surveilans dan penelusuran, peningkatan kesadaran masyarakat, pengisian kembali unggas, stamping out di daerah tertular baru serta monitoring, pelaporan dan evaluasi (Ditjennak 2009). Pengendalian tersebut memerlukan pendekatan yang terintegrasi baik ditingkat pusat, regional, provinsi maupun kabupaten berdasarkan data lapangan dan analisis yang lengkap dan akurat. Pola kejadian adalah analisis kejadian penyakit dalam rentang waktu tertentu karena penyakit tidak terjadi secara acak (Ward et al. 2008). Satu diantara studi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pola kejadian berdasarkan tempat dan waktu adalah analisis spasial dan temporal. Analisis ini berbasis sistem informasi geografis sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap dan akurat dengan pemetaan kasus tergantung kebutuhan (Durr dan Gatrrell 2004). Keluaran dari analisis ini adalah pengelompokan daerah (clustering area) untuk menentukan prioritas survailans dan time frame untuk melihat pola kejadian terhadap waktu terutama bulan dan musim (Kulldorf 2010). Faktor risiko adalah faktor faktoryang berpengaruh atau penyebab terhadap penularan suatu penyakit (Tabbu 2005). Ada beberapa faktor risiko terkait kasus AI seperti faktor individu atau karakteristik peternak, manajemen peternakan, kesehatan unggas dan biosekuriti.satu diantara kajian yang dapat dilakukan untuk mengetahui faktor risiko terhadap kejadian kasus AI yaitu studi kasus kontrol. Kajian ini dapat menganalisis kasus dengan tingkat prevalensi yang rendah dan hubungannya dengan beberapa faktor risiko dan menghasilkan model yang berguna untuk pemberantasan penyakit dimasa mendatang (Pfeiffer 2010).

20 2 Berdasarkan kajian FKH IPB dan Deptan RI (2005) di Sumatera dan Kalimantan, faktor risiko terhadap kemungkinan pemaparan virus AI yaitu pengendalian lalu lintas ternak, sanitasi (kebersihan kandang, halaman kandang, tempat pakan dan tempat minum ternak) dan tindakan karantina. Keberadaan burung liar, hewan pengerat, lalu lintas pekerja dan orang berperan terhadap penularan AI di Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta (FKH UGM dan Deptan RI 2006). Kepadatan penduduk, jalan dan keberadaan sawah berperan sebagai faktor risiko terhadap kejadian AI di Jawa Barat (Yupiana et al. 2010). Pada unggas air di Bogor dan Sukabumi kondisi biosekuriti yang rendah menyebabkan risiko pemaparan AI 5.59 kali lebih besar dibanding tingkat biosekuriti yang cukup (Siahaan 2007). Provinsi Lampung merupakan satu diantara provinsi di Indonesia yang sampai dengan sekarang merupakan wilayah dengan kasus tinggi dan memiliki kasus suspek AI pada manusia (BPPVR ). Oleh karena itu dikategorikan sebagai provinsi endemis AI tertinggi di Indonesia dengan peluang kejadian ratarata 0.7 per kabupaten (Farnsworth et al. 2011). Hasil diagnosa Participatory Disease Surveillance Response (PDSR) Provinsi Lampung dengan uji cepat AI terdapat 192 kasus AI pada tahun 2010 dan 115 kasus AI pada tahun 2011 (Ditkeswan 2011) dan hampir semua kasus berada di sektor 4. Peternakan sektor 4 merupakan peternakan rakyat dengan tata laksana tradisional, bersifat non komersil dengan pemeliharaan unggas bersama atau dekat dengan pemilik (Ditjennak 2009). Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan dengan fokuspola kejadian dan faktor risiko terhadap kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung. Tujuan Tujuan penelitian ini, yaitu: 1 Mendeteksi kluster primer atau hotspot area kejadian AI di Provinsi Lampung. 2 Menganalisis pola kejadian AI dan kecenderungannya terhadap waktu dan tempat dari tahun di Provinsi Lampung.

21 3 3 Mengidentifikasi faktor risiko terhadap kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung. 4 Menganalisis besaran risiko terhadap kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pola kejadian, faktor risiko, asosiasi dan model infeksi untuk: 1 Pembuat kebijakan dapat mengambil kebijakan tentang pengendalian AI yang sesuai dengan kondisi lokal Provinsi Lampung terutama penentuan daerah prioritas survailans. 2 Pelaksana kebijakan dapat memahami, melaksanakan dan mensosialisasikan kebijakan-kebijakan pengendalian AI yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lokal Provinsi Lampung. 3 Peternak dapat melaksanakantindakan praktik beternak yang baik sesuai dengan kebijakan pengendalian yang ditetapkan. Hipotesis Hipotesis penelitian ini yaitu: 1 Terdapat hubungan yang nyata antara lokasi dan waktu terhadap kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung 2 Terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik peternak (jenis kelamin, usia, status kepemilikan, pengalaman, tujuan usaha, pendidikan formal, pengetahuan dan sikap peternak), manajemen peternakan dan kesehatan unggas (sistem perkandangan, asal bibit, riwayat vaksinasi danpemberian obat obatan) serta biosekuriti (sanitasi, isolasi dan pengawasan lalu lintas) terhadap kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung.

22 TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza Avian Influenza (AI) merupakan penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan virus infuenza. Virus avian influenza, virus RNA yang termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus tersebut dapat menginfeksi beragam spesies termasuk unggas, babi, kuda, hewan air dan manusia. Berdasarkan struktur antigen permukaan yaitu hemaglutinin (H) dan neuroaminidase (N) maka virus avian influenzadapat dibagi menjadi beberapa subtipe, yaitu 16 subtipe H (1 16) dan 9 subtipe N (1 9) (Swayne 2008). Patogenisitas virus AI bervariasi dan umumnya dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu: Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) dan High Pathogenic Avian Influenza (HPAI). Secara alami LPAI dapat berubah menjadi HPAI atau sebaliknya. Perubahan ini dapat terjadi akibat adanya mutasi ataupun reassortment genetik (antigenic drift dan antigenic shift). Perubahan ini dapat memunculkan strain baru yang lebih virulen dan dapat terjadi dalam waktu beberapa bulan (Damayanti et al. 2004) Virus AI memiliki amplop sehingga dapat diinaktivasi dengan bahan pelarut organik dan deterjen, chemical inactivants seperti formalin, asam encer, eter, bahan yang mengandung yodium, amonium kuartener, klorin, natrium hipoklorit dan senyawa fenol (Swayne 2008). Virus AI mudah mati apabila berada diluar tubuh unggas kecuali jika dilindungi oleh bahan organik seperti feses, leleran hidung atau mulut. Virus ini juga mudah mati oleh pemanasan 56 C selama 3 jam, 60 C selama 30 menit dan 80 C selama 1 3 menit. Virus AI dapat bertahan hidup di air sampai dengan 4 hari pada suhu 22 C dan lebih dari 30 hari pada suhu 0 C. Di dalam feses unggas virus AI masih tetap infektif selama 32 hari (Dharmayanti et al. 2004; Suarez 2008). Penularan virus AI terjadi melalui transmisi horizontal secara langsung dan tidak langsung. Penularan secara langsung terjadi melalui unggas peliharaan yang terinfeksi dan burung liar (Cardona et al.2009) dan secara tidak langsung melalui manusia, kandang, air, pupuk, pakan, benda-benda mati (sepatu, pakaian dan peralatan) yang terkontaminasi virus (Swayne 2008).

23 5 Penyebaran Avian Influenza Sejak terjadi wabah AI pada akhir tahun 2003, sebanyak 62 negara telah melaporkan keberadaan AI baik pada unggas maupun burung liar (FAO 2010). Di Eropa, penyebaran virus AI sangat erat kaitannya dengan musim dan keberadaan burung migran (FAO 2010; Ward et al.2008; Yee et al.2009). Peningkatan kasus AI saat musim dingin terutama di Eropa Tengah dan Timur yang sebagian besar terjadi pada burung-burung liar (FAO 2010). Secara umum kasus AI di Asia meningkat pada pertengahan tahun (FAO 2010) dengan beberapa variasi status negara terkait keberadaan kasus AI. Beberapa negara asia seperti Singapura, Filipina dan Brunei Darussalam adalah negara bebas sehingga fokus utama yang dilakukan adalah pencegahan terhadap masuknya penyakit dan kesiapsiagaan untuk deteksi dini AI. Negara dengan status wabah sporadik yaitu Kamboja, Laos dan Myanmar. Negara-negara tersebut industri perunggasannya belum berkembang, wabah sporadik terjadi sebagai akibat kejadian berulang dari virus yang belum berhasil sepenuhnya dieliminasi atau menyebar melalui unggas terinfeksi yang dilalulintaskan antar negara. Negara dengan status endemis AI yaitu Indonesia, China, Vietnam, Mesir dan Bangladesh (FAO 2010). Di negara-negara tersebut AI menyebar secara luas diikuti peningkatan kasus pada manusia sehingga pengendalian dan pemberantasan AI sangat penting untuk mencegah penyebaran dan dampak yang lebih buruk seperti pandemi AI. Wabah AI di Indonesia dimulai pada awal Agustus 2003 di beberapa peternakan ayam ras komersial di Jawa Barat dan Jawa Tengah yang kemudian menyebar ke seluruh Jawa dan beberapa provinsi di Indonesia. Dalam kurun waktu beberapa bulan (Agustus 2003 Februari 2004) telah terjadi kematian unggas sebesar atau sebesar 6.4% dari populasi unggas di seluruh provinsi di Pulau Jawa, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Lampung (Ditkeswan 2009). Sampai saat ini, AI telah menyebar di 32 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia. Provinsi Gorontalo merupakan provinsi yang terakhir tertular pada Februari 2011, sehingga hanya Provinsi Maluku Utara yang masih bebas dari AI (Ditkeswan 2011).

24 6 Selama kurun waktu 7 tahun dari November 2003 sampai dengan Juni 2010 telah dilaporkan 500 kasus AI (H5N1) pada manusia dari 15 negara dengan CFR (case fatality rate) 59% dan Indonesia merupakan negara dengan CFR tertinggi yaitu 83% (137 orang meninggal dari 166 orang yang positif kasus AI) (FAO 2010). Kasus AI tertinggi di Indonesia terjadi di Provinsi Jawa Barat, diikuti DKI Jakarta dan Banten. Faktor risiko penularan kasus AI pada manusia kontak langsung dengan unggas (53%), kontak dengan lingkungan terkontaminasi (34%) dan belum diketahui faktor risikonya (13%). Sampai saat ini kasus AI pada manusia karena penularan dari unggas ke manusia, belum ditemukan bukti penularan dari manusia ke manusia (Depkes RI 2008). Pengendalian Avian Influenza Secara nasional pengendalian AI telah dilaksanakan dan manjadi program strategis nasional di Indonesia. Peraturan pemerintah terkait pengendalian AI telah ditetapkan seperti Peraturan Presiden RI nomor 7 tahun 2006 tentang Komite Nasional Pengendalian Flu Burung (avian influenza) dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi dan Instruksi Presiden RI nomor 1 tahun 2007 tentang Penanganan dan Pengendalian Virus Flu Burung (avian influenza). Kerjasama lintas sektoral juga telah difasilitasi dengan melibatkan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian. Depkes RI (2008) menyatakan ada sepuluh strategi pengendalian AI, yaitu: 1 Pengendalian penyakit pada hewan. 2 Penatalaksanaan kasus pada manusia. 3 Perlindungan kelompok risiko tinggi. 4 Survailans epidemiologi pada hewan dan manusia. 5 Restrukturisasi sistem industri perunggasan. 6 Komunikasi risiko, edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat. 7 Penguatan dukungan peraturan. 8 Peningkatan kapasitas. 9 Penelitian kaji tindak. 10 Monitoring dan Evaluasi.

25 7 Kesepuluh strategi pengendalian tersebut merupakan gabungan strategi pengendalian AI pada manusia dan unggas. Secara khusus Kementerian Pertanian juga telah mencanangkan pengendalian AI pada unggas yang dikenal dengan sembilan langkah strategis yang meliputi: (1) peningkatan biosekuriti, (2) depopulasi (pemusnahan terbatas atau selektif) di daerah tertular, (3) vaksinasi, (4) pengendalian lalu lintas keluar masuk unggas, (5) survailans dan penelusuran (tracking back), (6) pengisian kandang kembali (restocking), (7) pemusnahan menyeluruh (stamping out) di daerah tertular baru, (8) peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness) dan (9) monitoring, pelaporan dan evaluasi. Implementasi sembilan langkah strategis tersebut adalah berupa prosedur operasional standar pengendalian penyakit avian influenza (Ditjennak 2009). Pengendalian AI pada unggas tidak hanya berlaku di peternakan tetapi pada setiap usaha peternakan unggas, tempat penampungan unggas, tempat pemotongan unggas, pakan, peralatan, kendaraan dan semua hal terkait unggas dan produknya (Ditkeswan 2009). Pengendalian tidak hanya melibatkan unsur pemerintah tetapi juga lembaga swasta, tenaga ahli, peternak, pengusaha industri perunggasan, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan masyarakat luas. Pengendalian AI juga memerlukan dukungandata dan kajian epidemiologik untuk mengetahui distribusi geografik kasus AI, zoning, mendeteksi tingkat kekebalan kelompok pasca vaksinasi dan faktor faktor risiko terkait kejadian AI (Tabbu 2005) sehingga dapat diambil kebijakan yang efektif dan efisien sesuai kebutuhan per wilayah. Kajian epidemiologik, penelitian dan monitoring terkait AI telah banyak dilakukan tetapi masih tingginya kasus AI sampai dengan saat ini menunjukkan banyaknya faktor risiko yang berasosiasi dengan kejadian AI. Faktor faktor tersebut seharusnya diteliti lebih mendalam yang memungkinkan adanyapola kejadian dan faktor risiko spesifik yang berbeda antar daerah. Pola Kejadian Penyakit Avian Influenza Pola kejadian adalah analisis kejadian penyakit dalam rentang waktu tertentu karena penyakit tidak terjadi secara acak dan menunjukan mekanisme penyebaran penyakit (Ward et al. 2008). Penyebaran virus AI di beberapa negara

26 8 menunjukan keterkaitan erat wabah AI dengan musim, suhu, perayaan, burungburung migran, unggas air, lalu lintas unggas, dan produknya (Ward et al.2008; Minh et al. 2009). Di Eropa kejadian AI erat kaitannya dengan keberadaan burung-burung migran. Beberapa wabah AI di Rusia, Kazakhstan dan Turki terkait erat dengan keberadaan burung migran (Yee et al. 2009). Hasil analisis spasial wabah AI di Rumania tahun 2005 sampai dengan 2006 menunjukkan keterkaitan wabah dengan keberadaan burung-burung migran saat musim gugur dan dingin; transportasi dan lalu lintas unggas domestik saat musim panas dan semi (Ward et al. 2008). Secara umum di Asia, pasar unggas hidup berperan besar dalam penyebaran AI. Analisis filogenetik dan investigasi epidemiologik di sejumlah negara menunjukan penyebaran AI lebih dominan disebabkan lalu lintas unggas dibanding keberadaan burung liar (Smith et al. 2006). Kasus di China dan Vietnam menunjukan bahwa ada keterkaitan yang erat perdagangan ilegal, transportasi unggas ilegal dan burung eksotik dengan wabah AI (Yee et al. 2009). Hasil analisis spasial dan temporal di Vietnam menunjukan penyebaran AI merupakan kombinasi dari penyebaran lokal dan jarak jauh. Beberapa kasus menunjukan keterkaitan yang erat dengan perayaan Vietnamese New Year (Januari dan Februari) dan musim pernikahan (Oktober sampai April) (Minh et al. 2009). Hasil analisis spasial dan temporal di Indonesia menunjukkan bahwa adanya saling ketergantungan spasial antar kabupaten yang berdekatan sebagai akibat lalu lintas unggas dan pasar unggas hidup (Farnsworth et al. 2011) sehingga penyebaran AI antar area menjadi tinggi. Keberadaan jalan dan tofografi wilayah juga memiliki hubungan yang signifikan terhadap kasus AI (Loth et al. 2011; Gilbert dan Pfeiffer 2012). Hasil analisis kasus AI dari tahun menunjukkan adanya kenaikan kasus pada interval Januari Maret dan April Juni dengan peluang terjadinya kasus tertinggi di Provinsi Lampung yaitu 0.7 dan terendah di Provinsi Bali yaitu 0.17 (Farnsworth et al. 2011).

27 9 Faktor Risiko terhadap Kejadian Penyakit Avian Influenza Faktor risiko adalah faktor faktor yang berpengaruh terhadap penularan suatu penyakit (Thursfield 2005). Faktor tersebut terdiri dari faktor inang, lingkungan dan daerah yang disidik untuk melihat hubungannya dengan infeksi AI pada unggas. Ada beberapa faktor risiko terkait kasus AI seperti faktor individu atau karakteristik peternak, manajemen peternakan, kesehatan unggas, dan biosekuriti (Tabbu 2005; FKH IPB dan Deptan RI 2005; Widiasih et al. 2006; Siahaan 2007). Secara umum faktor risiko terkait kasus AI di Asia adalah kepadatan populasi penduduk dan unggas, keberadaan dan panjang jalan, jumlah itik, dan intensitas tanaman padi serta biosekuriti yang buruk (Sturm-Ramirez et al. 2005; FAO 2010; Gilbert dan Pfeiffer 2012). Berdasarkan kajian FKH IPB dan Deptan RI (2005) di Sumatera dan Kalimantan faktor risiko terhadap kemungkinan pemaparan virus AI yaitu pengendalian lalu lintas ternak, sanitasi (kebersihan kandang, halaman kandang, tempat pakan dan tempat minum ternak), dan tindakan karantina. Nilai Odds Ratio (OR) untuk pengendalian lalu lintas unggas disekitar kandang 1.75, OR sanitasi (kebersihan kandang) 1.64, dan OR tindakan karantina Kajian FKH UGM dan Deptan RI (2006) menyatakan bahwa faktor jenis peternakan, sistem pemeliharaan ayam, adanya hewan pengerat, burung liar, masa istirahat kandang, kepulangan petugas kandang yang memiliki unggas, pembeli ayam dan pupuk yang bebas keluar masuk kandang berasosiasi dengan kejadian AI di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta. Faktor-faktor tersebut memiliki asosiasi yang bervariasi dengan kejadian AI. Keberadaan burung liar, hewan pengerat, kepulangan petugas kandang berperan terhadap penularan AI. NilaiOR untuk keberadaan burung liar disekitar kandang adalah 24, kepulangan petugas kandang 2.65, kepulangan petugas kandang yang memiliki unggas 3.37, pembeli ayam yang bebas keluar masuk kandang 1.12, dan pembeli pupuk yang bebas keluar masuk kandang 1.17 (Widiasih et al. 2006). Kepadatan penduduk, jalan, dan keberadaan sawah berperan sebagai faktor risiko terhadap kejadian penyakit AI di Jawa Barat. Nilai Risk Ratio (RR) untuk masing masing variabel yaitu kepadatan penduduk 1.23 (Selang Kepercayaan

28 10 (SK): ), kepadatan jalan 1.47 (SK: ) dan keberadaan sawah (SK: ) (Yupiana et al. 2010). Kajian AI pada unggas air menunjukkan bahwa faktor risiko terkait AI yaitu kebersihan kandang, tempat pakan dan minum. Nilai OR untuk masing masing variabel yaitu kebersihan kandang adalah 4.33 (sangat kotor), tempat pakan 7.9 dan tempat minum 3.24 (FKH IPB dan Deptan RI 2006). Menurut Siahaan (2007) kondisi biosekuriti yang rendah menyebabkan risiko pemaparan AI 5.59 kali lebih besar dibanding tingkat biosekuriti yang cukup. Peternakan Sektor 4 dan Perannya dalam Penyebaran AI Industri peternakan di Indonesia, berdasarkan sistem produksinya dibagi menjadi 4 sektor, yaitu: sektor 1 (industri besar terintegrasi dengan biosekuriti yang tinggi), sektor 2 (peternakan komersil dengan skala usaha yang lebih kecil dari sektor 1 dan memiliki biosekuriti menengah sampai tinggi), sektor 3 (peternakan komersil kecil dan memiliki biosekuriti rendah), dan sektor 4 (peternakan rakyat dengan tata laksana tradisional dan non komersil dengan pemeliharaan unggas bersama atau dekat dengan pemilik) (FAO 2009a). Sebagian besar peternak di Indonesia adalah peternak usaha kecil atau sektor 4 dengan populasi ekor sehingga kematian akibat wabah AI sangat berpengaruh perekonomian dan kesejahteraan rakyat (Yusdja et al. 2008). Sistem produksi dengan biosekuriti yang rendah menyebabkan sektor 4 sering mengalami serangan penyakit. Karena itu sektor 4 sering dianggap sebagai sumber dan penyebab wabah penyakit seperti AI. Wabah AI terjadi pertama kali pada peternakan komersil di Jawa Barat dan Jawa Tengah yang kemudian menyebar ke seluruh Jawa dan beberapa provinsi di Indonesia (FKH UGM dan Deptan RI 2006). Sektor 4 sebagai sektor yang memiliki biosekuriti rendah tertular dan menerima dampaknya sampai dengan saat ini. Beberapa kajian menunjukan keterkaitan antara peternakan unggas komersil dengan kasus AI di sektor 4. Loth et al. (2011) menyatakan kepadatan populasi unggas komersil memiliki asosiasi yang kuat dengan kasus AI di sektor 4. Kepulangan petugas kandang dari peternakan komersil yang memiliki unggas dirumahnya merupakan faktor risiko terjadinya AI di dusun tersebut (Widiasih et

29 11 al. 2006). Ketika AI telah sampai di sektor 4 maka penyebarannya menjadi sangat mudah dan cepat karena rendahnya biosekuriti (praktik sanitasi, isolasi dan pengawasan lalu lintas yang buruk), tinggi lalu lintas unggas dan orang (Yusdja et al. 2008), dan keberadaan pasar unggas hidup (Samaan et al. 2011) Oleh karena itu pemerintah dan FAO merancang program untuk pengendalian AI di sektor 4 dengan program Participatory Disease Surveillance Response (PDSR). Aktivitas petugas PDSR dirancang partisipatif dalam masyarakat dengan kombinasi survailans aktif tertarget (targeted active surveillance), survailans pasif, dan merespon laporan dari peternak apabila ada kematian AI dengan menguji unggas mati dengan uji cepat AI, melakukan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), desinfeksi berupa penyemprotan dan stamping out apabila memungkinkan (FAO 2009b). Program PDSR ini telah menjangkau desa dari 448 kabupaten dan kota di Indonesia dengan insidensi penyakit 0.4 desa terinfeksi per 1000 desa yang disurvailans (FAO 2010). Hasil analisis berdasarkan data PDSR di Indonesia menunjukkan bahwa kasus AI di sektor 4 pada tingkat desa memiliki hubungan yang nyata dengan populasi penduduk, populasi unggas komersial, lalu lintas (panjang jalan), pasar, ketinggian, dan intensitas panen (Loth et al. 2011). Adapun hubungan kepadatan penduduk dan unggas dengan peluang terjadinya kasus AI adalah hubungan non linier (Farnsworth et al. 2011). Analisis Spasial dan Temporal Analisis spasial dan temporal adalah satu diantara studi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pola kejadian berdasarkan tempat dan waktu. Analisis ini berbasis sistem informasi geografis sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap dan akurat dengan pemetaan kasus tergantung kebutuhan (Durr dan Gatrrell 2004). Beberapa variasi analisis yaitu pemetaan penyakit, mengidentifikasi faktor risiko dan korelasinya, membuat modelling terhadap kasus penyakit tertentu, memprediksi kasus, dan pola kejadian penyakit (Kulldorff 2010; Ward dan Carpenter 2000). Analisis tersebut telah banyak digunakan untuk pengendalian penyakit seperti malaria (Sudarnika et al.

30 ), demam berdarah, tuberkulosis (Allepuz et al. 2008), dan Neospora caninum (Loobuyck et al. 2009). Satu diantara metode yang dipakai untuk analisis spasial dan temporal adalah prospective space-time scan statistics yang dikembangkan oleh Kulldorf pada tahun Metode ini menghasilkan analisis secara spasial yaitu mendeteksi pengelompokan daerah (clustering area) yang memiliki intensitas kejadian paling tinggi dalam waktu tertentu dan mengevaluasi signifikansinya secara statistik (Farnsworth dan Ward 2009) serta analisis temporal yaitu analisis pola kejadian berdasarkan waktu (Ward dan Carpenter 2000). Data yang digunakan adalah data kasus, populasi dan koordinat kasus selama periode waktu tertentu (Kulldorf 2010). Analisis spasial menghasilkan analisis berupa clustering area yang berfungsi sebagai petunjuk bagaimana penyakit berproses dalam dimensi waktu tertentu sehingga dapat dideteksi hotspot area yang memiliki kecenderungan yang tinggi untuk terjadi lagi dimasa yang akan datang (Ward dan Carpenter 2000). Hasil analisis yang diperoleh adalah clustering area dengan empat kategori yaitu kluster primer (most likely cluster), kluster sekunder (secondary cluster), kasus rendah (low rate),dan tidak ada kasus (no case). Pada masingmasing clustering area tersebut diperoleh nilai risiko relatif (RR), jumlah kasus, nilai dugaan kasus dan signifikansinya (nilai p). Kluster primer atau disebut juga sebagai hotspot area merupakan wilayah atau lokasi yang memiliki kecenderungan tinggi untuk terjadinya kasus kembali. Lokasi ini harus menjadi perhatian dan prioritas pengendalian penyakit terutama target untuk survailans. Kluster sekunder adalah kluster pendamping kluster primer yang menjadi prioritas kedua untuk pengendalian. Kecenderungan untuk terjadinya kasus kembali ini biasanya dinyatakan dengan risiko relatif (RR). Risiko relatif (RR) adalah perkiraan risiko terjadinya kasus AI didalam area kluster dibanding diluar area kluster. Nilai p yang dihasilkan, dihitung menggunakan pendekatan monte carlo sehingga dapat diketahui signifikan atau tidaknya nilai RR di area tersebut (Kulldorf 2010). Analisis temporal menghasilkan time frame dan risiko kejadian penyakit berdasarkan waktu kejadian dalam hal ini bisa musim, bulan ataupun minggu

31 13 tergantung keperluan. Analisis temporal biasanya dalam jangka waktu tertentu sehingga dapat dideteksi dan diprediksi kecenderungan pola kejadian (Ward dan Carpenter 2000; Kulldorff 2010). Studi Kasus Kontrol Studi kasus kontrol merupakan satu diantara studi observasional analitik yang dirancang untuk melihat hubungan asosiasi. Kajian ini dirancang dengan menyeleksi dua grup sebagai grup kasus dan grup kontrol. Kasus adalah populasi yang memiliki suatu hasil jadi tertentu yang sedang diteliti misalnya gejala, keluhan atau hasil laboratorium. Kontrol adalah populasi pembanding yang tidak menderita penyakit tertentu (Dohoo et al.2003). Pada kajian ini kelompok hewan yang sakit (kasus) dan kelompok hewan tidak sakit (kontrol) diseleksi dan dibandingkan terhadap pengaruh hadirnya faktor risiko atau pajanan. Studi ini bersifat retrospektif yaitu dari penyakit menuju kepajanan atau determinan (Pfeiffer 2010). Rancangan pemilihan kasus dan kontrol pada studi ini dapat berpadanan (matched case control) atau tidak berpadanan (unmatched case control). Studi kasus kontrol banyak digunakan untuk mengidentifikasi faktor risiko dan faktor penyembuh suatu penyakit. Kelebihan studi ini, relatif lebih murah dan cepat dibanding kohort dan cross sectional serta dapat menilai beberapa faktor risiko sekaligus. Namun, kelemahannya studi ini tidak efisien untuk menyelidiki pajanan yang jarang, tidak banyak manfaatnya untuk tujuan deskriptif dan sering terjadi bias informasi karena berdasarkan data dan ingatan responden (Pfeiffer 2010). Sumber data untuk kasus dapat dipilih antara lain dari pasien rumah sakit atau klinik hewan, laboratotium diagnostik, dan data survailans sedangkan sumber data untuk kontrol dapat dipilih dari pasien yang menderita penyakit lain di rumah sakit atau klinik hewan tersebut, hewan lain di peternakan sama, dan peternakan lain yang dekat dengan peternakan kasus (Dohoo et al. 2003). Pemilihan kasus dan kontrol tergantung dari apa yang menjadi subjek penelitian dan faktor pajanannya sehingga penentuan disain dan definisi kasus dan kontrol menjadi sangat penting.

32 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari sampai dengan Mei Penelitian dilakukan di tiga kabupaten dan kota di Provinsi Lampung yaitu Kota Bandar Lampung, Kota Metro dan Kabupaten Pesawaran. Kabupaten dan kota tersebut merupakan kabupaten dan kota dengan kasus tertinggi di Provinsi Lampung. Perancangan dan analisis data sekunder dan primer dilakukan di Laboratorium Epidemiologi FKH IPB. Disain Penelitian Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu : 1 Kajian terhadap pola kejadian AI berdasarkan analisis spasial dan temporal. Analisis dilakukan terhadap kasus AI selama tahun di Provinsi Lampung. Data kasus dan koordinat kasus diperoleh dari Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional 3 dan Local Disease Crisis Center (LDCC) Provinsi Lampung. Data populasi dan peta diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). 2 Kajian terhadap faktor risiko AI menggunakan kajian lapang dengan rancangan studi kasus kontrol pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung. Penelitian ini menggunakan kuisioner sebagai perangkat untuk mengukur faktor risiko terkait kasus AI. Penelitian dilakukan dengan wawancara terhadap peternak terkait kondisi biosekuriti peternakan tersebut. Wawancara dilakukan menggunakan kuisioner terstruktur. Sebelum digunakan dalam penelitian, kuisioner terlebih dahulu diuji melalui pre-test kuisioner untuk menghitung estimasi waktu wawancara, tingkat kesulitan pertanyaan dan kemungkinan pertanyaan baru yang penting terkait penelitian. Penilaian kesahihan dan kelayakan kuisioner sebagai perangkat penelitian dilakukan dengan uji validitas dan reliabilitas.

33 15 Kerangka Konsep Penelitian Terdapat beberapa peubah yang akan diamati pada penelitian ini yaitu karakteristik peternak yang meliputi jenis kelamin, umur, status kepemilikan, pengalaman beternak, pendidikan formal dan tujuan usaha, pengetahuan dan sikap peternak serta penyuluhan dan akses terhadap informasi; manajemen peternakan dan kesehatan unggas yang terdiri dari asal bibit, riwayat vaksinasi dan pemberian obat-obatan, sistem perkandangan dan pola pemeliharaan; serta biosekuriti yang terdiri dari sanitasi, isolasi dan pengawasan lalu lintas ternak. Kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 dan definisi operasional peubah yang diamati dapat dilihat pada Tabel 1. Faktor individu : - Jenis Kelamin - Umur - Status kepemilikan - Pengalaman - Pendidikan formal - Tujuan Usaha - Pengetahuan dan sikap peternak - Penyuluhan & akses terhadap informasi Faktor Manajemen Peternakan, Kesehatan Unggas : - Asal bibit - Pemberian obat obatan dan riwayat vaksinasi - Sistem perkandangan - Pola pemeliharaan Kasus AI di peternakan sektor 4 Pola kejadian AI Biosekuriti : - Sanitasi - Isolasi - Pengawasan lalu lintas ternak Gambar 1 Kerangka konsep penelitian.

34 16 Tabel 1 Definisi operasional peubah yang diamati Peubah Kasus avian influenza (AI) Definisi Operasional Peternakan atau rumah tangga ternak yang dinyatakan positif oleh BPPV Regional 3 dengan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) Umur Usia peternak yang dihitung ulang tahunnya yang terakhir Status kepemilikan Pengalaman Pendidikan formal Tujuan usaha Pengetahuan peternak Sikap Peternak Penyuluhan Pola pemeliharaan Sistem perkandangan Kepemilikan usaha ternak sebagai milik sendiri atau bukan Jangka waktu lamanya beternak unggas Jenjang pendidikan terakhir yang dimiliki oleh peternak Merupakan tujuan beternak sebagai mata pencaharian utama atau sampingan Penguasaan peternak terhadap hal-hal yang berhubungan dengan AI dan cara penularannya serta cara beternak yang baik Keyakinan atau perasaan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan AI dan penularannya serta cara beternak yang baik Pembinaan berupa komunikasi, informasi dan edukasi oleh petugas penyuluh Dinas Pertanian (Peternakan), PDSR, mahasiswa, dan kader Sistem pemeliharaan dengan hanya satu jenis unggas (ayam) saja atau bermacam-macam unggas secara bersamaan (mix farming) Kandang mengkondisikan unggas tidak keluar kandang, kandang tidak dimasuki hewan lain dan tidak bercampur dengan ternak lain Alat Ukur Data sekunder Cara Ukur Uji PCR (Polymerase Chain Reaction) Skala Ordinal 1=kasus (positif) 2= kontrol (negatif) Kuisioner Wawancara Ordinal 1= muda (<30 tahun) 2= dewasa (30-40 tahun) 3= tua (>40 tahun) Kuisioner Wawancara Ordinal 1= milik sendiri 2= milik orang lain Kuesioner Wawancara Ordinal 1= rendah (<5 tahun) 2= sedang (5-10 tahun) 3= tinggi (> 10 tahun) Kuesioner Wawancara Ordinal 1= rendah (sampai SD) 2= sedang (SMP-SMA 3= tinggi (perguruan tinggi) Kuisioner Wawancara Ordinal 1= utama 2= sampingan Kuisioner Wawancara Ordinal 1= kurang 2= cukup 3= baik Kuisioner Wawancara Ordinal 1= negatif 2= netral 3= positif Kuisioner Wawancara Ordinal 0= tidak pernah 1= jarang 2= cukup sering 3= sering 4= sangat sering Kuisioner Wawancara Ordinal 1=mix farming 2= ayam saja Kuisioner Wawancara Ordinal 1= diumbar atau kombinasi diumbar-kandang 2= dikandangkan terus menerus

35 17 Tabel 1 Definisi operasional peubah yang diamati (lanjutan) Peubah Kandang permanen Tindakan disinfeksi Penanganan feses Tinggi pagar Jarak kandang kerumah Karantina terhadap unggas baru Penanganan ternak mati Asal bibit Biosekuriti Definisi Operasional Kondisi kandang sektor 4 dengan konstruksi kuat, kokoh, bersifat menetap, dan memiliki atap serta dinding dengan ventilasi kandang yang cukup Tindakan pensucihamaan dengan menggunakan disinfektan yang tujuannya untuk mensucihamakan objek berupa peralatan, kandang, orang Tindakan yang dilakukan untuk menangani feses unggas dengan dibakar atau dikumpulkan di karung atau dibuat kompos (pupuk) Peternakan atau kandang ternak memiliki pagar dengan ketinggian tertentu Jarak kandang dari rumah peternak Tindakan pemisahan (karantina) terhadap unggas yang baru Tindakan peternak jika ada ternak mati Sumber bibit baik pullet maupun DOC yang selanjutnya dikembangbiakan Usaha pencegahan penularan penyakit di peternakan yang terdiri atas tindakan isolasi, sanitasi dan pengawasan lalu lintas Alat Ukur Cara Ukur Skala Kuisioner Wawancara Nominal 0= kandang tidak permanen 1= kandang permanen Kuisioner Wawancara Nominal 0=tidak dilakukan disinfeksi 1=tidakan disinfeksi Kuisioner Wawancara Nominal 0= tidak dilakukan penanganan feses 1= dilakukan penanganan feses Kuisioner Wawancara Ordinal 1= tidak ada pagar 2= <75 cm 3= 75 cm Kuisioner Wawancara Ordinal 1= tidak ada jarak 2= < 5 m 3= 5 10 m 4= >10 m Kuisioner Wawancara Ordinal 1= 2 minggu 2= tidak dikarantina atau dikarantina tetapi < 2 minggu Kuisioner Wawancara Ordinal 1= dibakar 2= dikubur 3= dibuang 4= diberikan kepada orang lain Kuisioner Wawancara Ordinal 1= pasar unggas hidup 2= tempat pembibitan 3= pemberian 4= menetaskan sendiri Kuisioner Wawancara Ordinal 1= baik 2= buruk

36 18 Kriteria Kasus dan Kontrol Definisi kasus yang digunakan untuk analisis spasial dan temporal adalah hasil diagnosa petugas Participatory Disease Surveillance Response (PDSR) menggunakan uji cepat AI. Adapun data yang digunakan untuk menghitung dan mengukur asosiasi faktor risiko adalah data hasil diagnosa BPPV Regional 3 dengan definisi kasus dan kontrol sebagai berikut: Kasus : Peternakan atau rumah tangga ternak yang dinyatakan positif oleh BPPV Regional 3 dengan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) dari tahun Kontrol : Peternakan atau rumah tangga ternak yang dinyatakan negatif oleh BPPV Regional 3 dengan pemeriksaan PCR dari tahun Kriteria dan pemilihan kasus dan kontrol dilakukan sebagai berikut : 1 Kasus dipilih secara acak dari laporan kasus yang dinyatakan positif berdasarkan pemeriksaan BPPV Regional 3 dengan pemeriksaan PCR dari tahun Kontrol dipilih secara acak dari laporan kasus yang dinyatakan negatif berdasarkan pemeriksaan BPPV Regional 3 dengan pemeriksaan PCR dari tahun Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah peternakan sektor 4 (backyard farm) di Provinsi Lampung. Ukuran sampel untuk studi kasus kontrol dihitung menurut rumus untuk studi kasus kontrol tidak berpadanan (Dohoo et al. 2003), yaitu: Keterangan : R = prakiraan Odds Ratio = proporsi kontrol yang terpajan variabel yang diteliti pada populasi sasaran = = + ), α = tingkat kesalahan yang diperkirakan terdapat kaitan antara faktor risiko denganpenyakit β = tingkat kesalahan yang diperkirakan antara faktor risiko yang diduga tidak berkaitandengan suatu penyakit

37 19 Pada penelitian ini perhitungan untuk menentukan ukuran sampel menggunakan piranti lunak Win Episcope untuk kasus kontrol tidak berpadanan (UnmatchedCase Control). Asumsi yang digunakan OR=3; prevalensi AI pada kelompok terpapar (%)=30%; α=0.05; β=0.2; perbandingan kasus : kontrol=1:1; faktor non respon sebesar 10% maka besaran sampel yang diambil dari populasi sebanyak 55 responden dari kelompok kasus dan 55 responden dari kelompok kontrol di Provinsi Lampung. Pembobotan dan Penilaian Kuisioner Penilaian tingkat biosekuriti, sanitasi, isolasi, pengawasan lalu lintas unggas, pengetahuan dan sikap dilakukan dengan pembobotan pada pertanyaanpertanyaan tersebut pada kuesioner. Pembobotan dilakukan dengan memberikan nilai 1 pada jawaban ya dan nilai 0 pada jawaban tidak. Jumlah pertanyaan dan penilaian disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Pembobotan dan penilaian kuesioner tingkat biosekuriti Jumlah Nilai Nilai Pertanyaan Maksimum Minimum Baik Cukup Rendah Tingkat Biosekuriti >11-11 Sanitasi >3-3 Isolasi >3-3 Pengawasan lalu lintas >5-5 unggas Pengetahuan > <5 Sikap > <7 Analisis Data Analisis data untuk mengetahui pola kejadian yaitu data kasus, koordinat dan populasi dianalisis dengan piranti lunak SatScan versi Metode yang digunakan yaitu prospective space-time scan statistics yang dikembangkan oleh Kulldorff pada tahun Data diasumsikan menyebar dengan distribusi Poisson. Output hasil analisis berupa deteksi kluster primer atau hotspot area, kluster sekunder, risiko relatif (RR) dan pola kejadian berdasarkan waktu. Hasil analisis disajikan dalam bentuk peta dengan menggunakan ArcGIS versi

38 20 Data untuk faktor risiko dikumpulkan dan direkapitulasi sehingga diperoleh gambaran menyeluruh terhadap hasil pengumpulan data lapangan dengan tiga tahapan, yaitu: analisis univariat, analisis bivariat uji chi-square (χ2) dan analisis multivariat. Faktor-faktor risiko yang diperoleh dari hasil analisis bivariat dapat menjadi kandidat kovariat untuk masuk ke dalam model multivariat jika memiliki nilai p<0.25 dan saling bebas. Adapun syarat agar masing-masing peubah saling bebas, dihitung dulu korelasi dari masing-masing peubah dengan uji korelasi. Jika ada peubah saling berkorelasi dan memiliki multikolinearitas tinggi (p>0.05) maka dipilih satu peubah yang paling dominan berdasarkan pertimbangan keilmuan peneliti atau dibuat satu peubah baru yang mewakili kedua peubah tersebut tetapi tidak dengan operasi matematika. Analisis data selanjutnya, analisis multivariat dengan pendekatan regresi logistik berganda. Analisis ini digunakan untuk menduga nilai odds ratio (OR) yang merupakan rasio dari kelompok kasus terpajan dan tidak terpajan faktor penyakit terhadap kelompok kontrol yang terpajan dan tidak terpajan faktor penyakit. Analisis data tersebut menggunakan program SPSS 16 dan Microsoft Excel Adapun langkah-langkah analisis multivariat, yaitu: 1 Pemilihan kandidat peubah yang akan masuk kedalam model. Kandidat peubah yang masuk kedalam model adalah peubah dengan uji bivariat menunjukan signifikansi dengan nilai p< Pengujian multikolinearitas antar kandidat peubah, yaitu dengan menggunakan uji korelasi. 3 Pemilihan kandidat peubah yang akan masuk kedalam model. 4 Melakukan pendugaan model dengan menggunakan model regresi logistik (Dohoo et al. 2003).

39 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung Provinsi Lampung merupakan satu diantara provinsi di Indonesia yang sampai dengan sekarang merupakan wilayah dengan kasus AI tinggi (Farnsworth et al. 2011). Kejadian AI dimulai pada akhir tahun 2003 akibat masuknya ayamayam afkir dari Pulau Jawa (BPPVR ). Kasus AI sepanjang tahun sebanyak 307 kasus dengan rincian 192 kasus AI pada tahun 2010 dan 115 kasus AI pada tahun 2011 dengan sebaran per kabupaten disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 Jumlah kasus AI per kabupaten di Provinsi Lampung tahun Secara keseluruhan kejadian kasus AI merata di kabupaten dan kota Provinsi Lampung. Kasus AI tertinggi adalah Kota Metro yang kemudian diikuti oleh Kota Bandar Lampung. Kejadian AI di Kota Metro adalah 35 kasus pada tahun 2010, turun menjadi 23 kasus pada tahun Kota Bandar Lampung 24 kasus pada tahun 2010, turun menjadi 14 kasus pada tahun Adapun untuk sebaran kasus per kecamatan menunjukkan intensitas kasus di semua kecamatan di Kota Metro tinggi, yaitu Kecamatan Metro Timur, Metro Barat, Metro Utara, Metro Selatan dan Metro Pusat. Sebaran kasus tinggi lainnya di Kota Bandar Lampung, yaitu Kecamatan Kemiling, Rajabasa, Tanjung Karang Timur, Teluk Betung Utara dan Sukarame. Peta sebaran dan intensitas kasus AI per kecamatan disajikan pada Gambar 3.

40 22 Gambar 3 Kasus AI berdasarkan jumlah kasus per kecamatan di Provinsi Lampung tahun Kecenderungan kasus AI berdasarkan waktu pada tahun , pada bulan Januari kasus tinggi kemudian meningkat dan menjadi puncak di bulan Februari dan kasus terus menurun sampai di bulan Mei. Bulan Juni sampai dengan Oktober kasus cenderung stabil, kemudian sedikit meningkat di bulan November dan Desember. Gambaran kasus AI berdasarkan bulan kejadian disajikan pada Gambar 4.

41 23 Gambar 4 Kasus AI berdasarkan bulan kejadian tahun di Provinsi Lampung. Pada Gambar 4 dapat dilihat terjadi peningkatan kasus pada bulan Januari sampai dengan bulan Februari yang merupakan musim penghujan. Hasil analisis tersebut sejalan dengan analisis Farnsworth et al. (2011) yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan peluang kasus AI di Indonesia pada bulan Januari-Maret dan dimungkinkan adanya pengaruh musim terhadap infeksi AI. Pola Kejadian Avian Influenza Pola kejadian Avian Influenza dapat dianalisis berdasarkan ruang (spasial) dan waktu (temporal). Analisis spasial dan temporal mendeteksi pengelompokan daerah (clustering area) yang memiliki intensitas kejadian paling tinggi dalam waktu tertentu dan mengevaluasi signifikansinya secara statistik (Kulldorf 2010). Pada masing-masing clustering area tersebut diperoleh nilai risiko relatif (RR), jumlah kasus, nilai dugaan kasus dan signifikansinya (nilai p). Hasil analisis yang diperoleh clustering areadengan empat kategori kluster primer (most likely cluster), kluster sekunder (secondary cluster), kasus rendah (low rate) dan tidak ada kasus (no case). Kecamatan-kecamatan yang termasuk kluster primer yaitu: Kecamatan Pekalongan di Kabupaten Lampung Timur; Kecamatan Metro Barat, Metro Timur dan Metro Utara di Kota Metro. Kluster primer ini merupakan hotspot area sehingga patut diwaspadai karena memiliki kecenderungan tinggi untuk terjadi lagi kasus AI dimasa yang akan datang.

42 24 Selain kluster primer hasil analisis lainnya kluster sekunder yang merupakan kluster pendamping kluster primer. Kluster sekunder pertama yaitu Kecamatan Kemiling, Rajabasa, Tanjung Karang Timur dan Sukarame, Kota Bandar Lampung. Kluster sekunder kedua Kecamatan Baradatu, Kabupaten Way Kanan. Selain dari kluster-kluster tersebut kecamatan-kecamatan lain yang memiliki kasus AI dikategorikan sebagai kasus rendah (low rate) dan kecamatan yang tidak pernah terjadi kasus dikategorikan tidak ada kasus (no case). Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Clustering kasus AI di Provinsi Lampung tahun Pada kluster primer nilai RR 3.53, dengan pusat kejadian kasus berada pada koordinat 5.2 Lintang Selatan, Bujur Timur, dan radius 8.66 km. Nilai RR tersebut merupakan perkiraan risiko terjadinya kasus AI, 3.53 kali lebih besar didalam area kluster primer dibanding diluar area kluster primer. Nilai p yang dihasilkan signifikan yaitu (p<0.05) sehingga kecamatan-kecamatan yang masuk kluster primer signifikan sebagai hotspot area dan risiko terjadi kasus

TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza

TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza Avian Influenza (AI) merupakan penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan virus infuenza. Virus avian influenza, virus RNA yang termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung Provinsi Lampung merupakan satu diantara provinsi di Indonesia yang sampai dengan sekarang merupakan wilayah dengan kasus AI tinggi (Farnsworth

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii i PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN

Lebih terperinci

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG Latar Belakang DI JAWA BARAT oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Highly Pathogenic Avian influenza(hpai) adalah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Avian Influenza (AI) atau flu burung atau sampar unggas merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe H5N1 dari family Orthomyxoviridae.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas bagi masyarakat karena

Lebih terperinci

KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B

KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B04104062 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK ALI YATMIKO. Kondisi Biosekuriti Peternakan

Lebih terperinci

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus AgroinovasI Waspadailah Keberadaan Itik dalam Penyebaran Virus Flu Burung atau AI Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus penyakit flu burung, baik yang dilaporkan pada unggas

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI HESTI INDRAWASIH PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas kesadaran itu, Departemen Pertanian (2011) mengarahkan pengembangan subsektor peternakan sebagai bagian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007 PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007 Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh Saudara Ketua dan Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI, yang terhormat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut : 25 METODE PENELITIAN Kerangka Konsep berikut : Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai Manajemen Unggas di TPnA - Keberadaan SKKH - Pemeriksaan - Petugas Pemeriksa - Cara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Influenza merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang di sebabkan infeksi Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. Penyakit

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERTANIAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat negara kita baru mulai bangkit dari krisis, baik krisis ekonomi, hukum dan kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

Lebih terperinci

MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO

MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO DepKes RI 2007 Tujuan Pembelajaran Tujuan Pembelajaran Umum : Dapat menjelaskan dasar dasar Flu Burung, pandemi

Lebih terperinci

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009 KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 29 1 OUTLINE 1. PENDAHULUAN 2. DAMPAK WABAH AI 3. PERMASALAHAN 4. KEBIJAKAN UMUM 4.1. STRATEGI PENGENDALIAN

Lebih terperinci

Situasi AI dan Refocus Rencana Kerja Strategis Nasional Pengendalian AI pada Unggas Tahun 2009

Situasi AI dan Refocus Rencana Kerja Strategis Nasional Pengendalian AI pada Unggas Tahun 2009 Situasi AI dan Refocus Rencana Kerja Strategis Nasional Pengendalian AI pada Unggas Tahun 2009 Drh. Turni Rusli Syamsuddin MM Direktur Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan Dep. Pertanian Workshop

Lebih terperinci

Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya

Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya Menteri Pertanian RI Rapat Koordinasi AI/Flu Burung Tingkat Menteri Di Kementerian Pertanian, 27 Desember 2012 Perkembangan Kasus

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 2 Menimbang : BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN MASYARAKAT BUPATI CIREBON a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Virus avian influenza tipe H5N1 yang dikenal dengan Flu Burung adalah suatu virus yang umumnya menyerang bangsa unggas yang dapat menyebabkan kematian pada manusia.

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BUKU SAKU FLU BURUNG. Posko KLB Ditjen PP dan PL : SMS GATE WAY :

BUKU SAKU FLU BURUNG. Posko KLB Ditjen PP dan PL : SMS GATE WAY : Buku Saku Flu Burung Buku Saku Flu Burung 16 KATA PENGANTAR Flu Burung (FB) atau Avian Influenza (AI) adalah suatu penyakit menular pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dengan subtipe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Elisabet Risubekti Lestari, 2007.Pembimbing I : Donny Pangemanan, drg., SKM. Pembimbing II : Budi Widyarto, dr.

ABSTRAK. Elisabet Risubekti Lestari, 2007.Pembimbing I : Donny Pangemanan, drg., SKM. Pembimbing II : Budi Widyarto, dr. ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN INFLUENZA DI KELURAHAN WANGUNSARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LEMBANG KECAMATAN LEMBANG TAHUN 2007 Elisabet Risubekti Lestari,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh unggas. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh unggas. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau flu unggas (Avian Influenza) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Penyakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza Avian Influenza adalah penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza strain tipe A. Penyakit yang pertama diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Flu burung yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah avian flu atau avian influenza (AI) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe

Lebih terperinci

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit Penyakit influensa pada unggas (Avian Influenza/A1) yang saat ini kita kenal dengan sebutan flu burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influensa tipe A dari Family Orthomyxomiridae. Virus ini

Lebih terperinci

INFEKSI CACING JANTUNG PADA ANJING DI BEBERAPA WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI : FAKTOR RISIKO TERKAIT DENGAN MANAJEMEN KESEHATAN ANJING FITRIAWATI

INFEKSI CACING JANTUNG PADA ANJING DI BEBERAPA WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI : FAKTOR RISIKO TERKAIT DENGAN MANAJEMEN KESEHATAN ANJING FITRIAWATI INFEKSI CACING JANTUNG PADA ANJING DI BEBERAPA WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI : FAKTOR RISIKO TERKAIT DENGAN MANAJEMEN KESEHATAN ANJING FITRIAWATI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI DISTRIBUTOR TELUR AYAM BAWANTA WIDYA SUTA

PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI DISTRIBUTOR TELUR AYAM BAWANTA WIDYA SUTA PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI DISTRIBUTOR TELUR AYAM BAWANTA WIDYA SUTA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK BAWANTA WIDYA SUTA. 2007.

Lebih terperinci

Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN. Latar Belakang dan Pemasalahan

Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN. Latar Belakang dan Pemasalahan Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN Latar Belakang dan Pemasalahan Produksi unggas: bergizi dan harganya terjangkau Industri perunggasan: lapangan kerja dan sumber pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merebaknya kasus flu burung di dunia khususnya Indonesia beberapa tahun terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi masalah kesehatan

Lebih terperinci

Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas Kondisi s/d 31 Mei 2014

Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas Kondisi s/d 31 Mei 2014 Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas Kondisi s/d 31 Mei 2014 Laporan perkembangan kasus penyakit Avian Influenza (AI) pada unggas di Indonesia berdasarkan hasil Uji Cepat (Rapid Test) positif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung atau avian influenza adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan itik (Soejoedono

Lebih terperinci

ROAD MAP MENUJU BEBAS AVIAN INFLUENZA DI WILAYAH BPPV REGIONAL III ABSTRAK ABSTRACT (IN ENGLISH)

ROAD MAP MENUJU BEBAS AVIAN INFLUENZA DI WILAYAH BPPV REGIONAL III ABSTRAK ABSTRACT (IN ENGLISH) ROAD MAP MENUJU BEBAS AVIAN INFLUENZA DI WILAYAH BPPV REGIONAL III Marfiatiningsih, S 1), Ma arif, S 2), dan Guntoro, T 3) ABSTRAK Dalam rangka mendukung program menuju Indonesia bebas Avian Influenza

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS F. F. MUNIER Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah Jl. Raya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh virus tipe A dan B dan ditularkan oleh unggas.

Lebih terperinci

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK ANI SITI NURFITRIANI.

Lebih terperinci

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi)

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : MEDIA INDONESIA Edisi 27 Pebruari 2006) Flu burung, penyakit yang ditulari hewan ke manusia akis

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN PATI. Oleh: Darsini

ANALISIS PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN PATI. Oleh: Darsini ANALISIS PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA REFORMA AGRARIA DI KABUPATEN PATI Oleh: Darsini PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 Hak cipta milik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

IQBAL OCTARI PURBA /IKM

IQBAL OCTARI PURBA /IKM PENGARUH KEBERADAAN JENTIK, PENGETAHUAN DAN PRAKTIK PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KECAMATAN SIANTAR TIMUR KOTA PEMATANG SIANTAR TAHUN 2014 TESIS OLEH IQBAL OCTARI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kejadian rabies sangat ditakuti di kalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan gejala

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA

SEKOLAH PASCASARJANA ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH TERHADAP LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: Sri Martini PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ANALISIS DAMPAK

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA (AI) DI RW02 KELURAHAN PANUNGGANGAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANUNGGANGAN KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5543 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 130) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil penelitian ini disajikan dalam 3 bagian yang diharapkan dapat memenuhi tujuan dan hipotesis penelitian yaitu : (1) distribusi sampel penelitian untuk mengetahui jumlah

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN ACEH UTARA TESIS. Oleh ZURIANI

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN ACEH UTARA TESIS. Oleh ZURIANI ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN ACEH UTARA TESIS Oleh ZURIANI 107039001 PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012 Judul : Analisis Produksi

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN AVIAN INFLUENZA (AI)/ FLU BURUNG DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI (PREPAID CARD) LOVITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Indluenza

Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Indluenza Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Indluenza Influenza adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza. Virus influenza diklasifikasi menjadi tipe A, B dan C karena nukleoprotein dan matriks proteinnya.

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN 69 GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN INFLUENZA DI KELURAHAN WANGUNSARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LEMBANG KECAMATAN LEMBANG TAHUN 2007 1. Nama : 2. Alamat : Kelurahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Karakteristik Pemilik Kennel Umur Pendidikan formal Pelatihan Pengalaman usaha Skala usaha. Praktik Pemilik Kennel

METODE PENELITIAN. Karakteristik Pemilik Kennel Umur Pendidikan formal Pelatihan Pengalaman usaha Skala usaha. Praktik Pemilik Kennel 15 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian berlangsung selama empat bulan dimulai dari bulan Januari sampai dengan April 2012. Pelaksanaannya pada kennel-kennel yang berlokasi di lima

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN I. UMUM Pengaturan pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

sikap food Selain itu

sikap food Selain itu 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Kerangka Pemikiran Kegiatan usahaa berdagangg makanan memberikan dampak positif terhadap pembangunan untuk daerah tersebut, berupa peningkatan pendapatan, perluasan kesempatan kerja,

Lebih terperinci

PENERAPAN KESEJAHTERAAN HEWAN PADA TEMPAT PENJUALAN UNGGAS HIDUP DI KOTA BOGOR BAMA OKTIONUS ISLAHUDDIN

PENERAPAN KESEJAHTERAAN HEWAN PADA TEMPAT PENJUALAN UNGGAS HIDUP DI KOTA BOGOR BAMA OKTIONUS ISLAHUDDIN PENERAPAN KESEJAHTERAAN HEWAN PADA TEMPAT PENJUALAN UNGGAS HIDUP DI KOTA BOGOR BAMA OKTIONUS ISLAHUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENERAPAN KESEJAHTERAAN HEWAN PADA TEMPAT

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

Etih Sudarnika Laboratorium Epidemiologi, FKH IPB

Etih Sudarnika Laboratorium Epidemiologi, FKH IPB Etih Sudarnika Laboratorium Epidemiologi, FKH IPB Merupakan satu di antara studi observasional analitik yang dirancang untuk melihat hubungan asosiasi. Desain ini dimulai dengan menetukan/menyeleksi populasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-I

Lebih terperinci

ANALISIS DATA STUDI KOHORT

ANALISIS DATA STUDI KOHORT Etih Sudarnika Laboratorium Epidemiologi Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan IPB ANALISIS DATA STUDI KOHORT Bahan Kuliah Mata Ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 3238/Kpts/PD.630/9/2009 tentang Penggolongan

Lebih terperinci

Memegang Hewan Rentan dan Menangani Produknya Berisiko Besar Tertular Antraks Kulit di Daerah Endemis

Memegang Hewan Rentan dan Menangani Produknya Berisiko Besar Tertular Antraks Kulit di Daerah Endemis Jurnal Veteriner Desember 2010 Vol. 11 No. 4 : 226-231 ISSN : 1411-8327 Memegang Hewan Rentan dan Menangani Produknya Berisiko Besar Tertular Antraks Kulit di Daerah Endemis (HANDLER OF SUSCEPTIBLE ANIMALS

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue/dbd merupakan salah satu penyakit infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam

Lebih terperinci

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi 1 Lab Biomedik dan Biologi Molekuler Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Jl Raya Sesetan-Gang Markisa No 6 Denpasar Telp: 0361-8423062; HP: 08123805727 Email: gnmahardika@indosat.net.id;

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia

LAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia LAPORAN PENELITIAN: SOSIO-ECONOMIC IMPACT ASSESMENT OF THE AVIAN INFLUENZA CRISIS ON POULTRY PRODUCTION SYSTEM IN INDONESIA, WITH PARTICULAR FOCUS INDEPENDENT SMALLHOLDERS Bahasa Indonesia Kerjasama PUSAT

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Karakteristik personel IKH DOC yang berupa: Umur Tingkat pendidikan Pengalaman Pelatihan. Praktik Biosekuriti

METODE PENELITIAN. Karakteristik personel IKH DOC yang berupa: Umur Tingkat pendidikan Pengalaman Pelatihan. Praktik Biosekuriti METODE PENELITIAN Kerangka Konsep Penelitian Terdapat beberapa peubah yang akan digunakan di dalam penelitian ini yaitu karakteristik, pengetahuan, sikap dari personel IKH DOC yang terdiri dari manajer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemiologi perubahan vektor penyakit merupakan ancaman bagi kesehatan manusia, salah satunya adalah demam berdarah dengue (DBD). Dengue hemorraghic fever (DHF) atau

Lebih terperinci

SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI

SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL (Kasus di Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat) HENDRO ASMORO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Avian influenza (AI) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong virus RNA (Ribonucleic acid)

Lebih terperinci

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan PangandaranBeach http://www.pangandaranbeach.com Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan Bebek Peking adalah bebek pedaging dengan pertumbuhan sangat cepat. Karena itu usaha budidaya ternak bebek peking

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit penyebab masalah kesehatan masyarakat terutama di negara tropis dan sub tropis yang sedang berkembang. Pertumbuhan penduduk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menular kepada manusia dan menyebabkan kematian (Zoonosis) (KOMNAS

BAB I PENDAHULUAN. dapat menular kepada manusia dan menyebabkan kematian (Zoonosis) (KOMNAS BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A (H5N1) yang ditularkan oleh unggas yang dapat menyerang manusia. Nama lain dari

Lebih terperinci

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta KES MAS ISSN : 1978-0575 HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN, STATUS EKONOMI DAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ORANG DEWASA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUAN-TUAN KABUPATEN KETAPANG

Lebih terperinci

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

DETEKSI Staphylococcus aureus DALAM SUSU SEGAR SEBAGAI PARAMETER KEBERSIHAN PROSES PEMERAHAN NANANG SYAIFUL HIDAYAT

DETEKSI Staphylococcus aureus DALAM SUSU SEGAR SEBAGAI PARAMETER KEBERSIHAN PROSES PEMERAHAN NANANG SYAIFUL HIDAYAT DETEKSI Staphylococcus aureus DALAM SUSU SEGAR SEBAGAI PARAMETER KEBERSIHAN PROSES PEMERAHAN NANANG SYAIFUL HIDAYAT FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK NANANG SYAIFUL

Lebih terperinci

Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1

Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1 STATUS VAKSINASI RABIES PADA ANJING DI KOTA MAKASSAR RABIES VACCINATION STATUS OF DOGS IN MAKASSAR Sri UtamP, Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1 IBaIai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Makassar lbagian Kesmavet

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dangue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Diantara kota di

Lebih terperinci

Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang di Tempat Penampungan Ayam (TPnA) di DKI Jakarta

Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang di Tempat Penampungan Ayam (TPnA) di DKI Jakarta Laporan Akhir Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang di Tempat Penampungan Ayam () di DKI Jakarta 2008 Kerjasama : Wageningen International Departemen Pertanian Republik Indonesia

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG FLU BABI DENGAN SIKAP PETERNAK BABI DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT FLU BABI DI DESA BRONTOWIRYAN NGABEYAN KARTASURA

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG FLU BABI DENGAN SIKAP PETERNAK BABI DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT FLU BABI DI DESA BRONTOWIRYAN NGABEYAN KARTASURA HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG FLU BABI DENGAN SIKAP PETERNAK BABI DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT FLU BABI DI DESA BRONTOWIRYAN NGABEYAN KARTASURA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA JASA PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP), BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM)

ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA JASA PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP), BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA JASA PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP), BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) EPI RATRI ZUWITA PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan ilmu pengobatan tidak menjamin manusia akan bebas dari penyakit. Hal ini disebabkan karena penyakit dan virus juga

Lebih terperinci

MODEL PENGARUH PERSEPSI DAN MOTIVASI MUZAKKI TERHADAP KEPUTUSAN MEMBAYAR ZAKAT PROFESI (Studi Kasus: Karyawan PT PLN Region Jawa Barat) PEMI PIDIANTI

MODEL PENGARUH PERSEPSI DAN MOTIVASI MUZAKKI TERHADAP KEPUTUSAN MEMBAYAR ZAKAT PROFESI (Studi Kasus: Karyawan PT PLN Region Jawa Barat) PEMI PIDIANTI MODEL PENGARUH PERSEPSI DAN MOTIVASI MUZAKKI TERHADAP KEPUTUSAN MEMBAYAR ZAKAT PROFESI (Studi Kasus: Karyawan PT PLN Region Jawa Barat) PEMI PIDIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kasus avian influenza (AI) mulai muncul pertama kali di Italia 100 tahun yang lalu pada tahun 1878. Tercatat penyakit ini muncul di berbagai negara di dunia yaitu

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN SAYURAN ORGANIK PT. PERMATA HATI ORGANIC FARM CISARUA. Oleh: Laura Juita Pinem P

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN SAYURAN ORGANIK PT. PERMATA HATI ORGANIC FARM CISARUA. Oleh: Laura Juita Pinem P FORMULASI STRATEGI PEMASARAN SAYURAN ORGANIK PT. PERMATA HATI ORGANIC FARM CISARUA Oleh: Laura Juita Pinem P056070971.38 PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN DAN BISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 Hak cipta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB paru) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh

Lebih terperinci

FLU BURUNG AVIAN FLU BIRD FLU. RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI

FLU BURUNG AVIAN FLU BIRD FLU. RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI FLU BURUNG AVIAN FLU AVIAN INFLUENZA BIRD FLU RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI VIRUS INFLUENZA Virus famili orthomyxoviridae Tipe A,B,C Virus A dan B penyebab wabah pada manusia Virus C

Lebih terperinci

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

KONDISI BIOSEKURITI PADA TEMPAT PENJUALAN BEBEK HIDUP DI PASAR TRADISIONAL DKI JAKARTA DAN RISIKONYA TERHADAP PENYEBARAN AVIAN INFLUENZA (AI)

KONDISI BIOSEKURITI PADA TEMPAT PENJUALAN BEBEK HIDUP DI PASAR TRADISIONAL DKI JAKARTA DAN RISIKONYA TERHADAP PENYEBARAN AVIAN INFLUENZA (AI) KONDISI BIOSEKURITI PADA TEMPAT PENJUALAN BEBEK HIDUP DI PASAR TRADISIONAL DKI JAKARTA DAN RISIKONYA TERHADAP PENYEBARAN AVIAN INFLUENZA (AI) FAJRIN ARITS TUMUHA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci