HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung Provinsi Lampung merupakan satu diantara provinsi di Indonesia yang sampai dengan sekarang merupakan wilayah dengan kasus AI tinggi (Farnsworth et al. 2011). Kejadian AI dimulai pada akhir tahun 2003 akibat masuknya ayamayam afkir dari Pulau Jawa (BPPVR ). Kasus AI sepanjang tahun sebanyak 307 kasus dengan rincian 192 kasus AI pada tahun 2010 dan 115 kasus AI pada tahun 2011 dengan sebaran per kabupaten disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 Jumlah kasus AI per kabupaten di Provinsi Lampung tahun Secara keseluruhan kejadian kasus AI merata di kabupaten dan kota Provinsi Lampung. Kasus AI tertinggi adalah Kota Metro yang kemudian diikuti oleh Kota Bandar Lampung. Kejadian AI di Kota Metro adalah 35 kasus pada tahun 2010, turun menjadi 23 kasus pada tahun Kota Bandar Lampung 24 kasus pada tahun 2010, turun menjadi 14 kasus pada tahun Adapun untuk sebaran kasus per kecamatan menunjukkan intensitas kasus di semua kecamatan di Kota Metro tinggi, yaitu Kecamatan Metro Timur, Metro Barat, Metro Utara, Metro Selatan dan Metro Pusat. Sebaran kasus tinggi lainnya di Kota Bandar Lampung, yaitu Kecamatan Kemiling, Rajabasa, Tanjung Karang Timur, Teluk Betung Utara dan Sukarame. Peta sebaran dan intensitas kasus AI per kecamatan disajikan pada Gambar 3.

2 22 Gambar 3 Kasus AI berdasarkan jumlah kasus per kecamatan di Provinsi Lampung tahun Kecenderungan kasus AI berdasarkan waktu pada tahun , pada bulan Januari kasus tinggi kemudian meningkat dan menjadi puncak di bulan Februari dan kasus terus menurun sampai di bulan Mei. Bulan Juni sampai dengan Oktober kasus cenderung stabil, kemudian sedikit meningkat di bulan November dan Desember. Gambaran kasus AI berdasarkan bulan kejadian disajikan pada Gambar 4.

3 23 Gambar 4 Kasus AI berdasarkan bulan kejadian tahun di Provinsi Lampung. Pada Gambar 4 dapat dilihat terjadi peningkatan kasus pada bulan Januari sampai dengan bulan Februari yang merupakan musim penghujan. Hasil analisis tersebut sejalan dengan analisis Farnsworth et al. (2011) yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan peluang kasus AI di Indonesia pada bulan Januari-Maret dan dimungkinkan adanya pengaruh musim terhadap infeksi AI. Pola Kejadian Avian Influenza Pola kejadian Avian Influenza dapat dianalisis berdasarkan ruang (spasial) dan waktu (temporal). Analisis spasial dan temporal mendeteksi pengelompokan daerah (clustering area) yang memiliki intensitas kejadian paling tinggi dalam waktu tertentu dan mengevaluasi signifikansinya secara statistik (Kulldorf 2010). Pada masing-masing clustering area tersebut diperoleh nilai risiko relatif (RR), jumlah kasus, nilai dugaan kasus dan signifikansinya (nilai p). Hasil analisis yang diperoleh clustering areadengan empat kategori kluster primer (most likely cluster), kluster sekunder (secondary cluster), kasus rendah (low rate) dan tidak ada kasus (no case). Kecamatan-kecamatan yang termasuk kluster primer yaitu: Kecamatan Pekalongan di Kabupaten Lampung Timur; Kecamatan Metro Barat, Metro Timur dan Metro Utara di Kota Metro. Kluster primer ini merupakan hotspot area sehingga patut diwaspadai karena memiliki kecenderungan tinggi untuk terjadi lagi kasus AI dimasa yang akan datang.

4 24 Selain kluster primer hasil analisis lainnya kluster sekunder yang merupakan kluster pendamping kluster primer. Kluster sekunder pertama yaitu Kecamatan Kemiling, Rajabasa, Tanjung Karang Timur dan Sukarame, Kota Bandar Lampung. Kluster sekunder kedua Kecamatan Baradatu, Kabupaten Way Kanan. Selain dari kluster-kluster tersebut kecamatan-kecamatan lain yang memiliki kasus AI dikategorikan sebagai kasus rendah (low rate) dan kecamatan yang tidak pernah terjadi kasus dikategorikan tidak ada kasus (no case). Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Clustering kasus AI di Provinsi Lampung tahun Pada kluster primer nilai RR 3.53, dengan pusat kejadian kasus berada pada koordinat 5.2 Lintang Selatan, Bujur Timur, dan radius 8.66 km. Nilai RR tersebut merupakan perkiraan risiko terjadinya kasus AI, 3.53 kali lebih besar didalam area kluster primer dibanding diluar area kluster primer. Nilai p yang dihasilkan signifikan yaitu (p<0.05) sehingga kecamatan-kecamatan yang masuk kluster primer signifikan sebagai hotspot area dan risiko terjadi kasus

5 25 di lokasi tersebut tinggi. Karena itu perencanaan surveilans di area kluster primer sangat penting dilakukan sebagai tindak lanjut untuk menentukan program pengendalian dan pencegahan AI yang sesuai dengan kondisi lapangan. Adapun kluster sekunder memiliki nilai p>0.05 sehingga nilai RR yang dihasilkan tidak signifikan. Walaupun tidak signifikan tetapi wilayah yang masuk kluster sekunder tetap penting sehingga pencegahan dan pengendalian di wilayah ini tetap menjadi prioritas setelah prioritas utama di kluster primer atau hotspot area. Hasil analisis kluster kasus AI dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Deteksi klusterkasus AI berdasarkan kecamatan di Provinsi Lampung tahun Kecenderungan Periode Kluster Kasus Risiko Relatif (RR) Nilai p Kluster primer Kec. Pekalongan (Kab. Lampung Timur) Kec. Metro Barat, Metro Timur, Metro Utara (Kota Metro) Kluster sekunder 1 Kec. Kemiling, Rajabasa, Tanjung Karang Timur dan Sukarame (Kota Bandar Lampung) 2 Kec. Baradatu (Kab. Way Kanan) *signifikan pada α= Januari Desember Januari Desember Januari Desember * Data pada Tabel 3 menunjukan time frame kejadian AI di kluster primer dan sekunder dapat terjadi sepanjang tahun kejadian walaupun kasus banyak terjadi di awal tahun (Januari Februari). Hasil ini dimungkinkan karena analisis tidak hanya menghitung dimensi waktu tapi juga tempat dan sebaran kejadian. Kejadian yang terus ada sepanjang tahun dan terkosentrasi di wilayah tertentu menjadikan risiko kejadian AI tidak terpengaruh bulan dan musim. Hasil penelitian ini memperkuat kesimpulan Jatikusumah et al. (2010) bahwa tidak ada pengaruh yang nyata antara kejadian AI dengan musim walaupun terjadi peningkatan kasus AI dimusim penghujan dan pancaroba. Intensitas kasus yang cenderung tersebar di sejumlah daerah tertentu membuat pola kejadian AI tidak terpengaruh waktu. Hal ini dimungkinkan dengan keberadaan pasar unggas hidup dan tingginya lalu lintas unggas antar area

6 26 menjadikan risiko kejadian AI akan terus ada sepanjang waktu di Provinsi Lampung. Hasil analisis terhadap data PDSR di Indonesia tahun menunjukan bahwa Provinsi Lampung memiliki peluang tertinggi untuk terjadinya kasus AI di Indonesia dengan nilai rata-rata peluang terjadinya kasus per kabupaten adalah 0.7 (Farnsworth et al. 2011). Penelitian tentang analisis spasial dan temporal AI telah banyak dilakukan di sejumlah negara. Penyebaran virus AI di beberapa negara menunjukan keterkaitan erat wabah AI dengan musim, suhu, perayaan, burung-burung migran, unggas air, lalu lintas unggas dan produknya (Ward et al. 2008; Minh et al. 2009). Di Eropa kejadian AI erat kaitannya dengan keberadaan burung-burung migran. Beberapa wabah AI di Rusia, Kazakhstan dan Turki terkait erat dengan keberadaan burung migran (Yee et al. 2009). Hasil analisis spasial wabah AI di Rumania tahun menunjukkan keterkaitan wabah dengan keberadaan burung-burung migran saat musim gugur dan dingin; transportasi dan lalu lintas unggas domestik saat musim panas dan semi (Ward et al. 2008). Secara umum di Asia dan Afrika, pasar unggas hidup berperan besar dalam penyebaran AI. Analisis filogenetik dan investigasi epidemiologik di sejumlah negara menunjukan penyebaran AI lebih dominan disebabkan lalu lintas unggas dibanding keberadaan burung liar (Smith et al. 2006). Lalu lintas pekerja dan pengunjung di peternakan serta pembelian unggas hidup berperan dalam penularan AI di Nigeria (Fasina et al. 2011). Kasus di China dan Vietnam menunjukan bahwa ada keterkaitan yang erat perdagangan ilegal, transportasi unggas ilegal dan burung eksotik dengan wabah AI (Yee et al. 2009). Hasil analisis spasial dan temporal di Vietnam menunjukan keterkaitan yang erat dengan perayaan Vietnamese New Year (Januari dan Februari) dan musim pernikahan (Oktober sampai April) (Minh et al. 2009).

7 27 Faktor Risiko Penyakit Avian Influenza Faktor risiko adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penularan suatu penyakit (Thursfield 2005). Faktor tersebut terdiri atas faktor inang, lingkungan dan daerah yang disidik untuk melihat hubungannya dengan infeksi AI pada unggas. Karakteristik Peternakan Faktor risiko terhadap kejadian AI erat kaitannya dengan karakteristik peternakan. Karakteristik peternakan yang dibahas lebih lanjut pada penelitian ini mengacu pada hasil penelitian sebelumnya tentang faktor risiko terkait kejadian AIantara lainkarakteristik peternak, manajemen peternakan dan kesehatan hewan, dan tingkat biosekuriti (Tabbu 2005; FKH IPB dan Deptan RI 2005; FKH UGM dan Deptan RI 2006; Siahaan 2007). Karakteristik peternak. Karakteristik peternak merupakan gambaran keadaan khusus responden yang menjadi obyek penelitian dalam hal ini peternak sektor 4. Karakteristik peternak pada penelitian ini meliputi: jenis kelamin, umur, pendidikan formal, tujuan usaha, status kepemilikan, pengalaman beternak, pengetahuan dan sikap. Pada kelompok kasus sebagian besar peternak berjenis kelamin laki-laki 54.5% dan berumur >40 tahun 72.7% sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar peternak berjenis kelamin laki-laki 50.9% dan berumur >40 tahun 76.4%. Tingkat pengetahuan peternak kelompok kasus sebagian besar peternak memiliki pengetahuan baik 47.3% dan sikap positif 47.3% sedangkan kelompok kontrol memiliki pengetahuan baik 80% dan sikap positif 76.4%. Proporsi kasus dan kontrol pada karakteristik peternak dapat dilihat pada Tabel 4. Tingkat pengetahuan dan sikap peternak yang baik terutama pada kelompok kasus sangat didukung oleh kegiatan penyuluhan petugas PDSR, kader, dan penyuluh. Sesuai standar operasional PDSR apabila terjadi kematian unggas tinggi maka lokasi atau desa tersebut akan ditetapkan statusnya menjadi desa kasus apabila positif AI dan desa suspek apabila negatif AI. Kegiatan selanjutnya antara lain komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), disinfeksi berupa penyemprotan, dan stamping out apabila memungkinkan (FAO 2009b).

8 28 Sebelum terjadinya kasus AI sebanyak 65.5% peternak tidak pernah mendapatkan penyuluhan, kemudian meningkat menjadi cukup sering 54.6% dan sering 45.5% mendapat penyuluhan setelah terjadi kasus. Patriantariksina (2007) menyatakan bahwa penyuluhan dan akses terhadap informasi berpengaruh nyata terhadap pengetahuan dan sikap seseorang. Tabel 4 Hubungan karakteristik peternak dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung Peubah Kategori Kasus (n=55) Kontrol (n=55) n % n % OR SK(95%) p Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Umur <30 tahun tahun >40 tahun Pendidikan Formal Tujuan Usaha Status Kepemilikan Pengalaman Beternak Rendah (s/d SD) Sedang(SMP-SMA) Tinggi (PT) Pokok Sampingan Milik Sendiri Milik Orang Lain Rendah (< 5 tahun) Sedang (5-10 tahun) Tinggi (>10 tahun) Pengetahuan Buruk Sedang Baik Sikap Negatif Netral Positif *signifikan pada α=0,05; SK=Selang Kepercayaan; OR=Odds Ratio Peubah yang diukur untuk melihat hubungan karakteristik peternak dengan kejadian AI di sektor 4 yaitu: jenis kelamin, umur, pendidikan formal, tujuan usaha, status kepemilikan, dan pengalaman beternak. Pengetahuan dan sikap tidak diukur hubungannya dengan kejadian AI karena pengetahuan dan sikap yang diperoleh merupakan kondisi saat ini sedangkan kasus AI terjadi pada waktu yang

9 29 lampau dan telah dilakukan intervensi berupa penyuluhan oleh petugas. Hasil analisis menunjukan tidak ada satupun peubah karakteristik peternak yang dapat dijadikan kandidat kovariat untuk uji selanjutnya (p>0.25). Manajemen Perkandangan. Manajemen perkandangan meliputi: pola pemeliharaan, sistem perkandangan, asal bibit. Pada kelompok kasus pola pemeliharaan sebagian besar peternak adalah hanya ayam saja 81.8% dan kandang tidak terpisah dari rumah 76.4% sedangkan pada kelompok kontrol pola pemeliharaan sebagian besar peternak adalah hanya ayam saja 87.3% dan kandang tidak terpisah dari rumah 21.8%. Proporsi kasus dan kontrol pada manajemen perkandangan dan hubungannya dengan kejadian AI dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hubungan manajemen perkandangan dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung Peubah Pola pemeliharaan - Mix farming - Ayam saja Sistem perkandangan - Diumbar/kombinasi umbardikandangkan - Dikandangkan terus menerus Kandang terpisah dari rumah Tinggi pagar peternakan 75 cm Memiliki saluran limbah Asal bibit dari pasar unggas hidup Asal bibit dari tempat pembibitan Asal bibit dari pemberian Asal bibit dari menetaskan sendiri Kasus (n=55) Kontrol (n=55) OR SK (95%) p n % n % * * * * *signifikan pada α=0,05; SK=Selang Kepercayaan; OR=Odds Ratio

10 30 Pada Tabel 5 dapat dilihat, ada beberapa peubah yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian AI (p 0.05) yaitu: sistem perkandangan diumbar dan kombinasi diumbar dengan kadang-kadang dikandangkan, kandang yang tidak terpisah dari rumah, tinggi pagar <75 cm dan asal bibit dari pasar unggas hidup. Odds ratio (OR) yang ditampilkan adalah odds peubah secara tunggal tanpa memperhitungkan peubah lainnya. Peubah tersebut termasuk peubah lain dengan p<0.25 selanjutnya dijadikan sebagai kandidat kovariat untuk dianalisis lebih lanjut dengan analisis multivariat. Manajemen perkandangan sangat berperan dalam penularan dan penyebaran AI. Unggas yang berada dalam lingkungan dan kandang yang baik dan terlindung merupakan prinsip dasar agar peternakan tetap terbebas dari penyakit (Swayne 2008). Lingkungan fisik seperti keberadaan, tata letak dan jarak kandang mempengaruhi perkembangbiakan virus AI (Orinda 2008). Karena itu pemerintah menganjurkan tidak memelihara unggas di lingkungan pemukiman atau perumahan. Jika ingin memelihara disyaratkan secara kelompok dalam kandang khusus yang memiliki tata laksana yang baik dengan jarak aman dari pemukiman minimal 25 m (Ditjennak 2009). Manajemen kesehatan unggas tidak dijadikan sebagai peubah karena hampir semua peternakan tidak melakukan vaksinasi AI dan pengobatan saat terjadinya kasus. Kebijakan pemerintah terkait vaksinasi AI pada peternakan sektor 4 di daerah endemis seperti Provinsi Lampung adalah vaksinasi secara tertarget (Ditjennak 2009) dengan prioritas pada peternakan yang sudah menerapkan pemeliharaan secara intensif atau dikandangkan terus menerus untuk menghindari shedding virus. Tingkat Biosekuriti Peternakan. Biosekuriti adalah semua tindakan yang merupakan pertahanan pertama untuk pengendalian wabah dan dilakukan untuk mencegah semua kemungkinan kontak atau penularan dengan peternakan tertular dan penyebaran penyakit (Ditjennak 2009). Tindakan biosekuriti ini meliputi sanitasi, isolasi dan pengawasan terhadap lalu lintas. Peternakan dengan biosekuriti yang rendah menyebabkan unggas mudah terinfeksi AI (FAO 2010)

11 31 sehingga biosekuriti menjadi satu diantara faktor yang penting untuk pencegahan dan pengendalian AI. Secara umum kondisi biosekuriti peternakan berada pada kategori rendah.proporsi peternakan dari kelompok kasus yang memiliki tingkat biosekuriti rendah sebanyak 92.7% dan 58.2% dari kelompok kontrol. Tingkat biosekuriti peternakan sektor 4 dan hubungannya dengan kejadian AI disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Hubungan biosekuriti dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung Peubah Kasus (n=55) Kontrol (n=55) n % n % OR SK(95%) p Tingkat Biosekuriti - Baik - Rendah * Pengawasan terhadap lalulintas unggas - Baik - Rendah Sanitasi - Baik - Rendah * Isolasi - Baik - Rendah *signifikan pada α=0,05; SK=Selang Kepercayaan; OR=Odds Ratio Hubungan biosekuriti dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 menunjukkan semua peubah memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian AI sehingga semua peubah dapat menjadi kandidat kovariat untuk dianalisis lebih lanjut diuji multivariat. Pengawasan terhadap lalu lintas unggas merupakan peubah yang paling dominan terhadap kejadian AI dengan 100% kelompok kasus pada kondisi buruk. Pengawasan lalu lintas unggas merupakan tindakan pengawasan terhadap setiap keluar masuknya peralatan kandang, manusia dan kendaraan di peternakan (Ditjennak 2009). Nilai OR pada pengawasan terhadap lalu lintas unggas tidak bisa terhitung karena semua kelompok kasus menunjukan kondisi yang buruk. Adapun tindakan yang masuk sebagai peubah pengawasan lalu lintas antara lain

12 32 membatasi kontak orang dan unggas, sistem perkandangan, keberadaan burung liar dan tikus, asal bibit, dan pengawasan terhadap unggas yang sakit. Pada kelompok kasus 81.8% kelompok kasus dan 38.2% kelompok kontrol tidak membatasi kontak orang dengan unggas. Demikian juga pengawasan terhadap unggas yang sakit 78.2% kelompok kasus dan 52.7% kelompok kontrol tidak melakukannya. Proporsi praktik pengawasan lalu lintas pada kelompok kasus dan kontrol dan hubungannya dengan kejadian AI dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Hubungan pengawasan lalu lintas dengan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung Peubah Membatasi kontak orang dengan unggas Sistem perkandangan - Diumbar/kombinasi umbardikandangkan - Dikandangkan terus menerus Keberadaan burung liar Keberadaan tikus Asal bibit dari pasar unggas hidup Karantina terhadap unggas yang baru masuk 2 minggu Pengawasan terhadap unggas yang sakit Urutan penanganan unggas sakit berurutan - Sehat dulu baru yang sakit Disinfeksi peralatan kandang Peternak tidak saling pinjam peralatan kandang Kasus (n=55) n % n % Kontrol (n=55) OR SK (95%) p * * * * * *signifikan pada α=0,05; SK=Selang Kepercayaan; OR=Odds Ratio

13 33 Pada Tabel 7 dapat dilihat hubungan pengawasan lalu lintas dengan kejadian AI, peubah yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian AI yaitu: membatasi kontak orang dengan unggas, sistem perkandangan diumbar atau kombinasi diumbar dan dikandangkan, asal bibit dari unggas hidup, karantina terhadap unggas baru, dan pengawasan terhadap unggas yang sakit. Peubah tersebut ditambah dengan keberadaan tikus (p<0.25) menjadi kandidat kovariat untuk dianalisis lebih lanjut dengan analisis multivariat. Sanitasi adalah tindakan pengawasan terhadap faktor lingkungan yang yang mempengaruhi kesehatan. Secara umum praktik sanitasi peternakan berada pada kategori rendah. Peternakan dengan sanitasi buruk memiliki nilai odds 2.39 kali lebih besar dibanding dengan sanitasi baik. Hal ini tergambar pada praktik tidak membersihkan tempat pakan 87.3% kelompok kasus dan 80% kelompok kontrol, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah menangani unggas 67.3% kelompok kasus dan 50.9% kelompok kontrol. Praktik terkait sanitasi pada peternakan sektor 4 dan hubungannya dengan kejadian AI disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Hubungan sanitasi dengankejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung Peubah Tempat pakan dibersihkan setiap hari Tempat minum dibersihkan setiap hari Cuci tangan sebelum dan sesudah menangani unggas Disinfeksi peralatan kandang Kandang dibersihkan dengan sabun dan desinfektan secara berkala Penanganan terhadap feses Bangkai unggas dikubur/dibakar Kasus (n=55) Kontrol (n=55) n % n % *signifikan pada α=0,05; SK=Selang Kepercayaan; OR=Odds Ratio OR SK (95%) p

14 34 Sanitasi pada peternakan bertujuan memelihara dan mengawasi kebersihan peternakan secara menyeluruh antara lain kandang, peralatan, pakan dan air minum (Ditjennak 2009). Sanitasi peralatan dan kandang sangat penting untuk mencegah kemungkinan unggas terpapar virus AI. Pada Tabel 8 dapat dilihat walaupun tidak ada hubungan yang signifikan antara peubah sanitasi dengan pemaparan AI tetapi ada beberapa peubah yang dapat dijadikan kandidat kovariat untuk diuji lebih lanjut dengan analisis multivariat, yaitu: penanganan bangkai unggas dibakar atau dikubur, penanganan feses, dan cuci tangan sebelum dan sesudah menangani unggas. Isolasi adalah tindakan karantina unggas dari kemungkinan terpaparnya unggas dari pembawa penyakit.secara keseluruhan praktik isolasi berada pada kategori rendah dengan nilai odds peternakan dengan praktik isolasi buruk 2.35 kali lebih besar dibanding dengan yang baik. Hal ini tergambar antara lain pada kelompok kasus 92.7% tidak memiliki saluran limbah dan tempat pembuangan limbah sedangkan kelompok kontrol 81.8% tidak memiliki saluran limbah dan 83.6% tidak memiliki tempat pembuangan limbah khusus. Peubah yang berperan pada isolasi dan hubungannya dengan kejadian AI dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Hubungan isolasi dan kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung Peubah Pola pemeliharaan - Mix farming - Ayam saja Kandang permanen Kandang terpisah dari rumah Tinggi pagar peternakan 75 cm Memiliki saluran limbah Memiliki pembuangan limbah khusus Pengosongan kandang setelah wabah Kasus (n=55) Kontrol (n=55) n % n % , *signifikan pada α=0,05; SK=Selang Kepercayaan; OR=Odds Ratio OR SK (95%) p * * * *

15 35 Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa kandang yang tidak permanen, kandang tidak terpisah dari rumah, tinggi pagar <75 cm, dan pengosongan setelah wabah memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian AI. Peubah tersebut ditambah dengan peubah peternakan yang tidak memiliki saluran dan tempat pembuangan limbah (p<0.25) dapat dijadikan sebagai kandidat kovariat untuk diuji lebih lanjut dengan analisis multivariat. Model Hubungan Faktor Risiko terhadap Kejadian Avian Influenza Model hubungan faktor risiko terhadap kejadian AI dianalisis menggunakan analisis multivariat dengan regresi logistik berganda. Analisis ini untuk mengetahui efek pengaruh peubah independen secara bersama-sama terhadap terjadinya kejadian AI. Dari hasil pemilihan kandidat peubah diperoleh hasil sebagai berikut: 1 Sistem perkandangan. 2 Asal bibit dari unggas hidup. 3 Keberadaan tikus. 4 Keberadaan pagar <75 cm. 5 Bangkai unggas dibakar dan atau dikubur. 6 Tingkat biosekuriti. 7 Saluran limbah. 8 Kandang terpisah. 9 Membatasi kontak orang dengan unggas. 10 Penanganan feses. 11 Karantina unggas baru. 12 Pengosongan kandang. 13 Sanitasi. 14 Lalu lintas. 15 Isolasi. 16 Kandang permanen. 17 Cuci tangan sebelum dan sesudah menangani unggas. 18 Tempat pembuangan limbah.

16 36 Ada beberapa kandidat peubah yang saling berkorelasi atau memiliki multikolinearitas yang tinggi. Tindakan yang dapat dilakukan pada peubah tersebut dengan memilih satu yang paling dominan berdasarkan pertimbangan keilmuan peneliti atau dibuat satu peubah baru yang mewakili kedua peubah tersebut tetapi tidak dengan operasi matematika. Hasil uji korelasi masing-masing kandidat peubah dapat dilihat pada Lampiran 1. Adapun kandidat peubah yang dapat dijadikan model untuk diuji lebih lanjut adalah sebagai berikut: 1 Sistem perkandangan. 2 Asal bibit dari unggas hidup. 3 Saluran limbah. 4 Penanganan feses. 5 Karantina terhadap unggas baru 6 Keberadaan tikus. 7 Keberadaan pagar <75 cm. 8 Bangkai unggas dibakar dan atau dikubur. 9 Cuci tangan sebelum dan sesudah menangani unggas Berdasarkan hasil analisis dan model regresi logistik peubah yang memiliki hubungan yang nyata terhadap kejadian AI pada penelitian ini yaitu: sistem perkandangan diumbar dan kombinasi diumbar, asal bibit dari pasar unggas hidup, keberadaan pagar peternakan dengan tinggi <75 cm. Hasil analisis multivariat dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Model akhir analisis multivariat faktor risiko terhadap kejadian AI pada peternakan sektor 4 di Provinsi Lampung Peubah OR SK (95%) p Sistem perkandangan diumbar dan kombinasi diumbar dan dikandangkan vs dikandangkan terus menerus Asal bibit dari pasar unggas hidup vs tempat lainnya Keberadaan tinggi pagar peternakan <75 cm vs tinggi pagar peternakan 75 cm 8.94* * * *signifikan pada α=0.05; vs= versus, SK=Selang Kepercayaan; OR=Odds Ratio

17 37 Pada Tabel 10 dapat dilihat model akhir analisis multivariat yang merupakan faktor risiko terhadap kejadian AI. Sistem perkandangan diumbar atau kombinasi diumbar dengan kadang-kadang dikandangkan memiliki odds 8.94 kali lebih besar untuk terinfeksi AI dibanding unggas terus menerus dikandangkan (OR=8.94; SK= ). Ditjennak (2009) telah mengeluarkan prosedur operasional standar pengendalian AI, pemeliharaan unggas pada sektor 4 dilakukan dalam kelompok dan dikandangkan dengan jarak minimal 25 m dari pemukiman. Hal ini dilakukan untuk menghindari shedding virus dan kontak yang tinggi dengan manusia. Beberapa penelitian menunjukan populasi dan kepadatan penduduk memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian AI (Yupiana et al. 2010; Loth et al. 2011; Farnsworth et al. 2011) sehingga perlu diatur jarak peternakan dengan pemukiman. Asal bibit dari pasar unggas hidup memiliki odds 5.18 kali lebih besar untuk terinfeksi AI dibanding asal bibit dari tempat lainnya (OR=5.18; SK= ). Peran pasar unggas hidup sebagai tempat penularan sangat penting terutama di beberapa kecamatan di Kota Metro yang merupakan kluster primer. Hal ini disebabkan pasar merupakan tempat berkumpulnya pembeli dan penjual sehingga kontak antar unggas, lingkungan dan manusia dengan kondisi biosekuriti yang rendah menyebabkan risiko terpapar virus AI tinggi. Beberapa kajian menunjukan bahwa pasar unggas hidup memiliki peran yang dominan pada penyebaran AI. Jatikusumah et al. (2006) menyatakan bahwa penularan dan penyebaran virus AI pada tempat penampungan ayam (TPnA) dan pasar unggas hidup berkategori tinggi. Prevalensi virus AI di pasar unggas hidup di Denpasar adalah 4,1% (Khusnul et al. 2008), di beberapa pasar unggas hidup di Surabaya 9% (Chasanah 2008) dan di beberapa pasar unggas hidup di Kalimantan 3,1% (Fikri et al. 2008). Adapun titik kritis kontaminasi virus AI adalah tempat penjajaan (display) produk (76.92%), tempat pemotongan unggas (74.35%) dan tempat penampungan unggas hidup (61.53%) (Indriani et al. 2008). Keberadaan pagar peternakan menunjukan hasil, tidak memiliki pagar atau memiliki pagar <75 cm memiliki odds 5.03 kali lebih besar untuk terinfeksi AI dibanding tinggi pagar 75 cm (OR=5.03; SK= ). Hasil yang diperoleh ini sejalan dengan penelitian Lestari et al. (2011) yang menyatakan pagar

18 38 peternakan berperan penting untuk meningkat skor biosekuriti peternakan sehingga terlindungi dari penyakit. Peternakan dengan tinggi pagar <75 cm memiliki odds 2.93 kali lebih besar dibanding peternakan dengan tinggi pagar 75 cm (Siahaan 2007). Hasil analisis faktor-faktor risiko ini sejalan dengan analisis spasial dan temporal pola kejadian AI. Analisis spasial menghasilkan kluster primer di Kecamatan Pekalongan di Kabupaten Lampung Timur; Kecamatan Metro Barat, Metro Timur dan Metro Utara di Kota Metro. Lokasi ini merupakan hotspot area dengan risiko tinggi karena kondisi biosekuriti yang rendah terutama sistem perkandangan dan keberadaan pasar unggas hidup. Adapun hasil analisis temporal menunjukan bahwa risiko AI yang tetap ada sepanjang tahun terkait kondisi faktor risiko yang terus ada sepanjang tahun dan tidak terpengaruh bulan dan musim. Oleh karena itu dengan mempertimbangkan pola kejadian dan faktor risiko AI diharapkan dapat disusun strategi pengendalian dan pencegahan AI yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan lokal kabupaten dan kota di Provinsi Lampung. Penelitian ini merupakan kombinasi analisis data sekunder untuk pola kejadian dan penelitian lapangan yang menggunakan rancangan kasus kontrol (case control study). Ada beberapa kelemahan penelitian terkait bias informasi, bias perancu (confounding variable) dan besaran sampel yang mempengaruhi kesimpulan penelitian. Pada analisis spasial dan temporal, jumlah data kasus yang dianalisis adalah data dua tahun terakhir dari 1 Januari 2010 sampai dengan 31 Desember Oleh karena sebaran kasus berdasarkan tempat dan waktu yang terlalu tinggi variasinya, memungkinkan belum bisa diperoleh hasil yang signifikan untuk kejadian AI terhadap waktu (bulan) di hotspot area. Pada penilaian faktor risiko, besaran sampel untuk kasus dan kontrol juga turut berpengaruh terhadap hasil penelitian. Nilai Odds Ratio (OR) yang diperoleh dari hasil analisis memiliki rentang selang kepercayaan (SK) yang besar. Rentang SK yang besar mencirikan tingginya keragaman data yang dapat diminimalisir dengan menambah besaran sampel.

TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza

TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza Avian Influenza (AI) merupakan penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan virus infuenza. Virus avian influenza, virus RNA yang termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus

Lebih terperinci

POLA KEJADIAN DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA PETERNAKAN SEKTOR 4 DI PROVINSI LAMPUNG ENNY SASWIYANTI

POLA KEJADIAN DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA PETERNAKAN SEKTOR 4 DI PROVINSI LAMPUNG ENNY SASWIYANTI POLA KEJADIAN DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA PETERNAKAN SEKTOR 4 DI PROVINSI LAMPUNG ENNY SASWIYANTI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii i PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 2 Menimbang : BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN MASYARAKAT BUPATI CIREBON a. bahwa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pada peternakan ayam ras petelur di Desa Gulurejo adalah metode deskripsi.

METODE PENELITIAN. pada peternakan ayam ras petelur di Desa Gulurejo adalah metode deskripsi. III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian analisis kondisi biosekuriti pada peternakan ayam ras petelur di Desa Gulurejo adalah metode deskripsi. Menurut Sugiyono (2016) metode

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis

Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis Pasar merupakan tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli. Secara umum berdasarkan kelas mutu pelayanan terbagi menjadi

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA (AI) DI RW02 KELURAHAN PANUNGGANGAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANUNGGANGAN KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas kesadaran itu, Departemen Pertanian (2011) mengarahkan pengembangan subsektor peternakan sebagai bagian

Lebih terperinci

BUPATI KULON PROGO INSTRUKSI BUPATI KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI KULON PROGO INSTRUKSI BUPATI KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI KULON PROGO INSTRUKSI BUPATI KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN, PENGENDALIAN, DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa penyakit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil penelitian ini disajikan dalam 3 bagian yang diharapkan dapat memenuhi tujuan dan hipotesis penelitian yaitu : (1) distribusi sampel penelitian untuk mengetahui jumlah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang

METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang III. METODE PENELITIAN A. Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari instansi dan pihak-pihak terkait dengan penelitian ini yaitu : 1. Dinas

Lebih terperinci

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007 PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007 Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh Saudara Ketua dan Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI, yang terhormat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas bagi masyarakat karena

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN AVIAN INFLUENZA (AI)/ FLU BURUNG DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

sikap food Selain itu

sikap food Selain itu 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Kerangka Pemikiran Kegiatan usahaa berdagangg makanan memberikan dampak positif terhadap pembangunan untuk daerah tersebut, berupa peningkatan pendapatan, perluasan kesempatan kerja,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan

TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan Instalasi karantina hewan (IKH) adalah bangunan berikut peralatan, lahan dan sarana pendukung lainnya yang diperlukan sebagai tempat pelaksanaan tindakan karantina

Lebih terperinci

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG Latar Belakang DI JAWA BARAT oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Highly Pathogenic Avian influenza(hpai) adalah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Avian Influenza (AI) atau flu burung atau sampar unggas merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe H5N1 dari family Orthomyxoviridae.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Broiler Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan untuk ditetaskan menjadi DOC (Suprijatna dkk., 2005). Ayam pembibit menghasilkan

Lebih terperinci

KUISIONER PENELITIAN Kontrol

KUISIONER PENELITIAN Kontrol KUISIONER PENELITIAN Kontrol KAJIAN FAKTOR RISIKO TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA SEKTOR 4 DI PROPINSI LAMPUNG Tanggal tanggal bulan tahun : - - Nomor Kuisioner : - Waktu mulai : Waktu

Lebih terperinci

PRAKATA. Semoga pedoman ini dapat berperan secara signifikan dalam upaya menekan penyebaran virus avian influenza. Amin.

PRAKATA. Semoga pedoman ini dapat berperan secara signifikan dalam upaya menekan penyebaran virus avian influenza. Amin. PRAKATA P uji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya penyusunan Pedoman Penataan Pasar Unggas, Rantai Distribusi Unggas dan Produk Unggas yang sudah diharapkan oleh kita semua. Pedoman ini merupakan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009 KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 29 1 OUTLINE 1. PENDAHULUAN 2. DAMPAK WABAH AI 3. PERMASALAHAN 4. KEBIJAKAN UMUM 4.1. STRATEGI PENGENDALIAN

Lebih terperinci

Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang di Tempat Penampungan Ayam (TPnA) di DKI Jakarta

Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang di Tempat Penampungan Ayam (TPnA) di DKI Jakarta Laporan Akhir Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang di Tempat Penampungan Ayam () di DKI Jakarta 2008 Kerjasama : Wageningen International Departemen Pertanian Republik Indonesia

Lebih terperinci

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan PangandaranBeach http://www.pangandaranbeach.com Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan Bebek Peking adalah bebek pedaging dengan pertumbuhan sangat cepat. Karena itu usaha budidaya ternak bebek peking

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Pembibit Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam broiler (Sudaryani dan Santosa, 2003). Pembibitan ayam merupakan suatu kegiatan pemeliharaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut : 25 METODE PENELITIAN Kerangka Konsep berikut : Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai Manajemen Unggas di TPnA - Keberadaan SKKH - Pemeriksaan - Petugas Pemeriksa - Cara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Partisipasi Responden Penelitian Tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di instalasi karantina hewan (IKH) day old chick (DOC) milik Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP)

Lebih terperinci

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015 STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015 Mahmudah FKM Uniska, Banjarmasin, Kalimantan Selatan E-mail: mahmudah936@gmail.com Abstrak Latar belakang: Diare

Lebih terperinci

Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya

Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya Menteri Pertanian RI Rapat Koordinasi AI/Flu Burung Tingkat Menteri Di Kementerian Pertanian, 27 Desember 2012 Perkembangan Kasus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan di Indonesia. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan peternakan yang melaksanakan biosekuriti sangat ketat (high level

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merebaknya kasus flu burung di dunia khususnya Indonesia beberapa tahun terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menular kepada manusia dan menyebabkan kematian (Zoonosis) (KOMNAS

BAB I PENDAHULUAN. dapat menular kepada manusia dan menyebabkan kematian (Zoonosis) (KOMNAS BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A (H5N1) yang ditularkan oleh unggas yang dapat menyerang manusia. Nama lain dari

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS F. F. MUNIER Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah Jl. Raya

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN 69 GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN INFLUENZA DI KELURAHAN WANGUNSARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LEMBANG KECAMATAN LEMBANG TAHUN 2007 1. Nama : 2. Alamat : Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh virus tipe A dan B dan ditularkan oleh unggas.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat hingga saat ini. Tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat negara kita baru mulai bangkit dari krisis, baik krisis ekonomi, hukum dan kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Instalasi Karantina Hewan Sapi Impor

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Instalasi Karantina Hewan Sapi Impor HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Instalasi Karantina Hewan Sapi Impor Instalasi karantina hewan (IKH) merupakan suatu bangunan berikut peralatan dan bahan serta sarana pendukung yang diperlukan sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Chikungunya merupakan suatu penyakit dimana keberadaannya sudah ada sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut sejarah, diduga penyakit

Lebih terperinci

Situasi AI dan Refocus Rencana Kerja Strategis Nasional Pengendalian AI pada Unggas Tahun 2009

Situasi AI dan Refocus Rencana Kerja Strategis Nasional Pengendalian AI pada Unggas Tahun 2009 Situasi AI dan Refocus Rencana Kerja Strategis Nasional Pengendalian AI pada Unggas Tahun 2009 Drh. Turni Rusli Syamsuddin MM Direktur Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan Dep. Pertanian Workshop

Lebih terperinci

INFO TENTANG H7N9 1. Apa virus influenza A (H7N9)?

INFO TENTANG H7N9 1. Apa virus influenza A (H7N9)? INFO TENTANG H7N9 1. Apa virus influenza A (H7N9)? Virus influenza A H7 adalah kelompok virus influenza yang biasanya beredar di antara burung. Virus influenza A (H7N9) adalah salah satu sub-kelompok di

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMELIHARAAN UNGGAS DAN PENGENDALIAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DENGAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional diselenggarakan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-I

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Influenza merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang di sebabkan infeksi Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam

Lebih terperinci

Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN. Latar Belakang dan Pemasalahan

Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN. Latar Belakang dan Pemasalahan Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN Latar Belakang dan Pemasalahan Produksi unggas: bergizi dan harganya terjangkau Industri perunggasan: lapangan kerja dan sumber pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Bibit merupakan ayam muda yang akan dipelihara menjadi ayam dewasa penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi dan daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman penyebab penyakit Tuberkulosis yang sampai saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5543 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 130) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.130, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5543) PERATURAN

Lebih terperinci

I Peternakan Ayam Broiler

I Peternakan Ayam Broiler I Peternakan Ayam Broiler A. Pemeliharaan Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ras ayam pedaging yang memiliki produktivitas tinggi. Ayam broiler mampu menghasilkan daging dalam waktu 5 7 minggu (Suci dan

Lebih terperinci

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi)

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : MEDIA INDONESIA Edisi 27 Pebruari 2006) Flu burung, penyakit yang ditulari hewan ke manusia akis

Lebih terperinci

Jurnal Ternak, Vol.05, No.02, Des. 2014

Jurnal Ternak, Vol.05, No.02, Des. 2014 ANALISIS INSIDENSI PENYAKIT FLU BURUNG PADA ITIK (Anas Domesticus) DI PETERNAKAN RAKYAT KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 7 Edy Susanto* dan Ana Sutomo* * Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue/dbd merupakan salah satu penyakit infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS WALIKOTA SURABAYA, SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa penyakit flu burung merupakan salah

Lebih terperinci

2 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran

2 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran No.1018, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Pembibitan. Itik Lokal. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. itu, selain merupakan pusat kegiatan pemerintah, sosial, politik, pendidikan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. itu, selain merupakan pusat kegiatan pemerintah, sosial, politik, pendidikan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kota Bandar Lampung Kota Bandar Lampung merupakan ibu Kota Provinsi Lampung. Oleh karena itu, selain merupakan pusat kegiatan pemerintah, sosial, politik, pendidikan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN I. UMUM Pengaturan pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus AgroinovasI Waspadailah Keberadaan Itik dalam Penyebaran Virus Flu Burung atau AI Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus penyakit flu burung, baik yang dilaporkan pada unggas

Lebih terperinci

Biosecurity. Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama. Perspektif Saat Ini

Biosecurity. Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama. Perspektif Saat Ini Biosecurity Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama Perspektif Saat Ini Beberapa tahun yang lalu istilah biosecurity masih jarang digunakan kecuali di kalangan tertentu saja Kejadian-kejadian

Lebih terperinci

Epidemiologi veteriner PKH-UB 2013

Epidemiologi veteriner PKH-UB 2013 Epidemiologi veteriner PKH-UB 2013 Quiss.. Jelaskan secara singkat istilah-istilah dalam epidemiologi berikut ini Incubation period Prevalensi Insidensi Endemic Epidemic Sporadic Vector Eradication Tuliskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dangue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Diantara kota di

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD /L/12/2008 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD /L/12/2008 TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD.670.210/L/12/2008 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN TEKNIS INSTALASI KARANTINA HEWAN UNTUK DAY OLD CHICK (DOC) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas Kondisi s/d 31 Mei 2014

Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas Kondisi s/d 31 Mei 2014 Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas Kondisi s/d 31 Mei 2014 Laporan perkembangan kasus penyakit Avian Influenza (AI) pada unggas di Indonesia berdasarkan hasil Uji Cepat (Rapid Test) positif

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis. iklim tropis ini hanya memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan juga musim kemarau. Disaat pergantian

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pes merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pes merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pes merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis. Pes termasuk penyakit karantina internasional. Di Indonesia penyakit ini kemungkinan timbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 3238/Kpts/PD.630/9/2009 tentang Penggolongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemiologi perubahan vektor penyakit merupakan ancaman bagi kesehatan manusia, salah satunya adalah demam berdarah dengue (DBD). Dengue hemorraghic fever (DHF) atau

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK

PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK 2014 PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK DIREKTORAT PERBIBITAN

Lebih terperinci

Lampiran 1 Gambar cara pengukuran, corak dan pola warna bulu itik Alabio

Lampiran 1 Gambar cara pengukuran, corak dan pola warna bulu itik Alabio LAMPIRAN 124 Lampiran 1 Gambar cara pengukuran, corak dan pola warna bulu itik Alabio Gambar 1.1 Penampilan itik Alabio jantan dewasa Gambar 1.2 Penampilan itik Alabio betina dewasa Gambar 1.3 Pengukuran

Lebih terperinci

Mengukur Kemunculan dan Risiko Penyakit

Mengukur Kemunculan dan Risiko Penyakit Mengukur Kemunculan dan Risiko Penyakit Mengapa mengukur penyakit? Tujuannya adalah deskripsi dan komparasi Jenis pertanyaannya mencakup: Seperti apa mortalitas dan morbiditas yang khas pada kelompok unggas

Lebih terperinci

PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN 5 A. Latar Belakang LAMPIRAN: PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 33/Permentan/OT.140/2/2014 TANGGAL: 24 Februari 2014 PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN Burung

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner Tatalaksana Kesehatan Peternakan Sapi Perah Rakyat di KTTSP Baru Sireum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

Lampiran 1 Kuesioner Tatalaksana Kesehatan Peternakan Sapi Perah Rakyat di KTTSP Baru Sireum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor Lampiran 1 Kuesioner Tatalaksana Kesehatan Peternakan Sapi Perah Rakyat di KTTSP Baru Sireum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor 19 No. Kuesioner : Enumerator : Tanggal : Waktu : PERNYATAAN PERSETUJUAN Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung atau avian influenza adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan itik (Soejoedono

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Virus avian influenza tipe H5N1 yang dikenal dengan Flu Burung adalah suatu virus yang umumnya menyerang bangsa unggas yang dapat menyebabkan kematian pada manusia.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini jenis sampel diambil berupa serum dan usap kloaka yang diperoleh dari unggas air yang belum pernah mendapat vaksinasi AI dan dipelihara bersama dengan unggas

Lebih terperinci

ROAD MAP MENUJU BEBAS AVIAN INFLUENZA DI WILAYAH BPPV REGIONAL III ABSTRAK ABSTRACT (IN ENGLISH)

ROAD MAP MENUJU BEBAS AVIAN INFLUENZA DI WILAYAH BPPV REGIONAL III ABSTRAK ABSTRACT (IN ENGLISH) ROAD MAP MENUJU BEBAS AVIAN INFLUENZA DI WILAYAH BPPV REGIONAL III Marfiatiningsih, S 1), Ma arif, S 2), dan Guntoro, T 3) ABSTRAK Dalam rangka mendukung program menuju Indonesia bebas Avian Influenza

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang beriklim sedang, kondisi ini disebabkan masa hidup leptospira yang

BAB I PENDAHULUAN. yang beriklim sedang, kondisi ini disebabkan masa hidup leptospira yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Insidensi pada negara beriklim hangat lebih tinggi dari negara yang beriklim sedang, kondisi ini

Lebih terperinci

KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B

KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B04104062 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK ALI YATMIKO. Kondisi Biosekuriti Peternakan

Lebih terperinci

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit Penyakit influensa pada unggas (Avian Influenza/A1) yang saat ini kita kenal dengan sebutan flu burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influensa tipe A dari Family Orthomyxomiridae. Virus ini

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK

PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK 2014 PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL

Lebih terperinci

PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN SAMPEL

PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN SAMPEL PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN SAMPEL Pengambilan dan Pengiriman Sampel Kenali Laboratorium Anda Ketahui jenis-jenis uji yang dapat dilakukan dan pilihlah yang terbaik Sediakan semua informasi yang dibutuhkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERTANIAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit leptospirosis terjadi di seluruh dunia, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan, di daerah tropis maupun subtropis. Di daerah endemis, puncak kejadian leptospirosis

Lebih terperinci

RESISTENSI AYAM LOKAL JAWA BARAT: AYAM SENTUL

RESISTENSI AYAM LOKAL JAWA BARAT: AYAM SENTUL RESISTENSI AYAM LOKAL JAWA BARAT: AYAM SENTUL H. IDIH PURNAMA ALAM Dinas Peternakan Pemerintah Propinsi Jawa Barat Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas Jatiwangi Jl. Raya Loji Km. 35 Jatiwangi 45454,Telp.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. a) Kondisi Grafis Kota Bandar Lampung

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. a) Kondisi Grafis Kota Bandar Lampung BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaram Umum Objek Penelitian 1. Kota Bandar Lampung a) Kondisi Grafis Kota Bandar Lampung Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016 Gambar 4.1. Peta Administrasi Bandar

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Oleh karena itu,

BAB IV. GAMBARAN UMUM. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Oleh karena itu, BAB IV. GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Kota Bandar Lampung 1. Profil Wilayah Kota Bandar Lampung Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Oleh karena itu, selain merupakan pusat kegiatan

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS Oleh : 1. Drh. Muhlis Natsir NIP 080 130 558 2. Drh. Sri Utami NIP 080 130 559 BALAI

Lebih terperinci