KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN

dokumen-dokumen yang mirip
Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan)

LAPORA AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2014 (LAKIP)

BAB VI INDIKATOR KINERJA SKPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BOJONEGORO. Jl. Pattimura No. 09 Bojonegoro

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

PENDIDIKAN PROVINSI JAMBI :

B. PRIORITAS URUSAN WAJIB YANG DILAKSANAKAN

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2013 DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR Manajemen Pendidikan TK / RA 915,000,000

INDIKATOR KINERJA UTAMA

Mengeluarkan uang dalam rangka membiayai proses pendidikan adalah investasi yang sangat menguntungkan dan dapat dinikmati selama-lamanya.

Pasal 2. permen_14_2008

ISU-ISU STRATEGIS. 3.1 Analisis Situasi Strategis

BAB I PENDAHULUAN. masa yang akan datang (Mardiasmo, 2009). untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat,

BAB IV BAB IV LANGKAH-LANGKAH TEROBOSAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR

RAKER GUBERNUR KALBAR HUT PEMDA KALBAR KE 53 KOORDINASI PEMANTAPAN PENYELENGGARAAAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2010

BAB 3 Sektor Pendidikan Kajian Pengeluaran Publik Indonesia 2007

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penganggaran merupakan suatu aktivitas pemerintah yang penting

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS PENDIDIKAN KOTA PONTIANAK

2.4 Kerangka Teori dan Pertanyaan Penelitian... 47

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB VI INDIKATOR KINERJA SKPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) TAHUN 2015

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. satu dari 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah, terletak antara 110

SASARAN Uraian Sasaran Indikator Satuan 1 2. Formulasi perhitungan: (Jumlah siswa usia tahun dijenjang SD/MI/Paket A,

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam

ANALISIS EFISIENSI ANGGARAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BOYOLALI

ANALISA PENDEKATAN SISTEM PENDIDIKAN PADA PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN PELAJARAN 2015/2016

BAB VI INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR YANG MENGACU PADA RPJMD PROVINSI JAWA TIMUR

PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET (Usia 0-6 Tahun)

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN PELAJARAN 2016/2017

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN PELAJARAN 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TUJUAN 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua

I. PENDAHULUAN. UUD 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat

LPF 7. PENYUSUNAN RENCANA PEMANTAUAN & EVALUASI 120 menit

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa.

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH TAHUN 2013/2014 KABUPATEN KARANGASEM

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pemerintah menetapkan PP Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib

Oleh : Nining Sriningsih, M.Pd PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU - PAUD JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) & INDIKATOR KINERJA INDIVIDU (IKI)

KATA PENGANTAR ±±. DAFTAR ISI vii ^

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN Jakarta, Mei 2014

METODE PENELITIAN. (time series),berupa data tahunan dalam kurun waktu periode Data

TAMAN KANAK-KANAK Tabel 5 : Jumlah TK, siswa, lulusan, Kelas (rombongan belajar),ruang kelas, Guru dan Fasilitas 6

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu bersaing dalam era keterbukaan, pemerintah memandang perlu

BAB V PEMBIAYAAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang

BAB II KEADAAN UMUM INSTANSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN Jakarta, Maret

CATATAN ATAS PRIORITAS PENDIDIKAN DALAM RKP 2013

PEMERINTAH KOTA KEDIRI DINAS PENDIDIKAN Jl. Mayor Bismo No Telp. (0354) Fax. (0354) Kode Pos Kediri

BAB II KONDISI UMUM PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN SARAN PENELITIAN

Bab 6 INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR. A. Tujuan dan Sasaran Strategis

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Pendidikan dasar merupakan suatu proses transformasi yang terencana dan

BAB I PENDAHULUAN. yang paling penting keberadaannya. Setiap orang mengakui bahwa tanpa

Tabel Alokasi Anggaran per Sasaran/Urusan. Anggaran Realisasi Realisasi % Meningkatnya Pertumbuhan Ekonomi dan Daya Saing Daerah

Oleh: S. Suryana Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang Abtrak: Dalam perspektif Pembangunan Pendidikan Nasional, pendidikan harus

PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DALAM PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DELI SERDANG

KEBIJAKAN STRATEGIS DI BIDANG PENDIDIKAN

ANALISIS PERANAN PEMERINTAH PROVINSI DALAM PEMERATAAN PENDIDIKAN DASAR DI PROVINSI RIAU

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH TAHUN 2015/16

INDIKATOR KINERJA UTAMA TAHUN 2017 (Berdasarkan Format : PERMENPAN Nomor 53 Tahun 2014 dan PERMENPAN & RB Nomor: PER/20/menpan/II/2008)

C. ANALISIS CAPAIAN KINERJA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG PROGRAM WAJIB SEKOLAH 12 TAHUN DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR

Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal.

TABEL KETERKAITAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Desentralisasi fiskal merupakan kewenangan yang diberikan pemerintah. pusat kepada daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pelayanannya

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2016

IV. DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH TAHUN 2015/2016 KABUPATEN/KOTA. PROVINSI...

BAB I PENDAHULUAN. akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan. yang dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah dalam bentuk

I. PENDAHULUAN. yang maju dan mandiri. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam usaha

Tabel 2 Ketimpangangan hasil pembangunan pendidikan antar wilayah masih belum terselesaikan

Catatan : Kebijakan Transfer ke Daerah Dalam rangka RAPBNP Tahun 2011 Kebijakan belanja daerah atau transfer ke daerah dalam APBN 2011

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT,

Meluaskan Akses Pendidikan 12 Tahun

Profil Pendidikan 2012

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

RENCANA KERJA DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara formal dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu hal

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

Transkripsi:

KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN Kebijakan Pendidikan Working Paper: Investing in Indonesia s Education: Allocation, Equity, and Efficiency of Public Expenditures, World Bank 2007 Lecturer Note Economics of Education Economics Department Yogyakarta State University By Mustofa

TIGA PILAR KEBIJAKAN PENDIDIKAN 1. Pemerataan dan perluasan akses pendidikan; 2. Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan; 3. Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pendidikan. 2

AKSES PENDIDIKAN Rata-rata tingkat pendidikan masyarakat masih rendah (2004) Kelompok usia > 15 th Kelompok usia > 15 th Kelompok usia > 15 th Rata-rata lama sekolah 7,2 th Yang berpendidikan SLTP 36,2% Yang buta aksara 9,55% Dalam rangka penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun, masalah perluasan akses lebih menonjol terjadi pada jenjang SMP/MTs Tingkat partisipasi pendidikan makin rendah pada jenjang pendidikan yang makin tinggi (2004) Kelompok usia 7-12 tahun Kelompok usia 13-15 tahun Kelompok usia SLTA Pendidikan Tinggi APS 96,8 % APS 83,5 % APS 53,48 % APM 93,04 % APM 65,24 % APK 54,38 % APK 14,26 % 3

MUTU PENDIDIKAN (2004) 1. Ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan serta kesejahteraannya yang belum memadai baik secara kuantitas maupun kualitas, 2. Prasarana dan sarana belajar yang terbatas dan belum didayagunakan secara optimal, 3. Pendanaan pendidikan yang belum memadai untuk menunjang mutu pembelajaran, serta 4. Proses pembelajaran yang belum efisien dan efektif. 4

TATA KELOLA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL (2004) 1. Desentralisasi bidang pendidikan. 2. Belum didukung oleh data dan informasi yang akurat pada berbagai tingkatan pemerintahan. 3. Pentingnya pengawasan terhadap berbagai program dan kegiatan yang terkait dengan upaya pemerataan dan perluasan akses serta peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan. 5

Policy Research Working Paper 4329 Investing in Indonesia s Education: Allocation, Equity, and Efficiency of Public Expenditures World Bank 2007

Sejak tahun 1970-an, angka partisipasi sekolah telah meningkat cukup besar sebagai akibat dari upaya pemerintah untuk terus membangun gedung sekolah di seluruh Indonesia. Rasio angka partisipasi kasar yang tinggi (lebih besar dari 100 persen) dapat menjadi indikator sistem pendidikan yang tidak efisien.

Penurunan pengeluaran pada tahun 2004 disebabkan oleh pelaksanaan anggaran yang rendah dan tergesernya anggaran di semua sektor sosial akibat kenaikan subsidi BBM.

Malaysia menganggarkan jumlah yang lebih besar sebagai proporsi dari total angggaran dan dari PDB dibandingkan dengan negara lain di kawasan ini. Sebaliknya, Indonesia menduduki peringkat paling bawah untuk pengalokasian anggaran pendidikan sebagai proporsi dari PDB alokasi untuk pengeluaran rutin terutama subsidi yang sangat besar.

Pemerintah kabupaten/kota adalah yang paling banyak menyedot anggaran, sekitar 60 persen dari total pengeluaran, sementara pemerintah tingkat provinsi hanya 6 persen. Total pengeluaran untuk sektor pendidikan ini tetap stabil sejak 2001

Pengeluaran rutin untuk pengadaan barang dan jasa di tingkat daerah masih rendah dibandingkan dengan pengeluaran untuk gaji

Tingkat pengembalian sosial (social rates of return) pada pendidikan menengah lebih tinggi daripada tingkat pengembalian untuk pendidikan dasar. Pendidikan sekolah menengah atas menerima tingkat pengembalian tertinggi sebesar 28 persen, sedikit di atas pendidikan sekolah menengah pertama yang besarnya 25 persen. Sebaliknya, tingkat pengembalian untuk pendidikan dasar sangat rendah, diperkirakan sekitar 4 persen.

Dalam Indikator Pendidikan Dunia (IPD) Gaji guru di Indonesia lebih rendah dibandingkan negara setara lainnya. Bahkan kalau saja pendapatan guru dilipatgandakan melalui struktur tunjangan, gaji guru Indonesia masih tetap lebih rendah dari sampel.

Pada tahun 2006, pemerintah pusat mengalokasikan sekitar Rp 44.1 triliun, atau sekitar 9.4 persen dari total anggaran pemerintah pusat untuk sektor pendidikan (Diagram 3.4). Sektor pendidikan termasuk pendidikan TK, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan non-formal dan informal, pendidikan untuk PNS, pendidikan tinggi, pendidikan agama, penelitian dan pengembangan untuk sektor pendidikan, layanan penunjang pendidikan, dan pengeluaran lain untuk pendidikan.

Di luar pengeluaran untuk gaji, pengeluaran pemerintah pusat dan daerah untuk sektor pendidikan jauh lebih rendah daripada sasaran yang ditentukan oleh UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003.

Pada tahun 2005, angka partisipasi kasar pada tingkat sekolah dasar mencapai 107.1 persen dan angka partisipasi murni 91 persen. Masalah yang berkaitan dengan akses menjadi lebih besar di tingkat pendidikan sekolah menengah pertama, dengan angka partisipasi kasar 81.7 persen, sementara angka partisipasi murni hanya 65.2 persen. Secara resmi, pendidikan dasar (kelas 1 9) adalah wajib untuk anak-anak yang berumur antara 7 15 tahun. Akan tetapi, ketentuan hukum ini tidak diterapkan secara ketat. Sementara itu, akses untuk pendidikan sekolah dasar mungkin masih menjadi suatu masalah di wilayah-wilayah terpencil. Untuk sebagian besar rakyat miskin di Indonesia masalah utama dalam akses pendidikan adalah untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah awal.

Efisiensi dalam manajemen sumber daya manusia: distribusi guru Walaupun anggaran pendidikan mengalami peningkatan, rasio murid dan guru (RMG) di Indonesia sangat rendah, yang menunjukkan tidak efisiensinya pengeluaran untuk sektor pendidikan. Sementara tingkat RMG yang rendah memberikan peluang yang lebih besar untuk meningkatkan interaksi antara guru dan siswa, konsensus umum menunjukkan bahwa RMG 30:1 adalah yang paling tinggi, sementara perbandingan rasio yang lebih kecil dari ini akan memberikan pengembalian marginal yang sangat rendah. Karena gaji guru merupakan komponen biaya yang cukup signifikan, RMG yang rendah cenderung akan menyebabkan beban keuangan yang berat. Perbandingan jumlah guru-murid di Indonesia merupakan salah satu dari yang terendah di kawasan Asia/Pasifik, seperti yang tampak pada Diagram 3.7. Perbandingan rata-rata RMG untuk negara-negara kawasan Asia/Pasifik sekitar 31:1 untuk pendidikan dasar dan 25:1 untuk pendidikan sekolah menengah pertama.46 Indonesia masih jauh lebih rendah, sekitar 20 untuk pendidikan dasar dan sekitar 14 untuk pendidikan sekolah menengah pertama (Diagram 3.7). Rasio untuk Indonesia akan jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan Amerika dan dengan beberapa negara Eropa. Angka ini juga jauh di bawah angka yang ditentukan secara nasional, yaitu 40:1 untuk pendidikan dasar dan 28:1 untuk pendidikan sekolah menengah pertama (World Bank, 2006h).