17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1. 1 Pertumbuhan, Konversi Pakan, dan Kelangsungan Hidup Pada pemeliharaan 4 minggu pertama, biomassa ikan yang diberi pakan mengandung rgh belum terlihat berbeda dengan kontrol, tetapi pada minggu ke-6 mulai terlihat biomassa ikan perlakuan lebih tinggi daripada kontrol (Gambar 1). Pada minggu ke-8 perlakuan dosis 30 mg/kg pakan lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Pemeliharaan dilanjutkan selama 1 bulan tanpa diberikan pakan yang mengandung relgh dan hasil yang diperoleh adalah berbeda, yakni pada akhir perlakuan (minggu ke-12) terlihat dosis 3 (1.376,0±38,3 g) dan 30 mg/kg pakan (1.362,2±78,5 g) menunjukkan biomassa yang sama, dan kedua perlakuan tersebut berbeda nyata dengan kontrol (977,6±96,7 g) (Tabel 2). Peningkatan pertumbuhan biomassa total pada perlakuan 3 mg/kg pakan sebesar 46,76%, dan 44,28% pada perlakuan dosis 30 mg/kg pakan dibandingkan dengan kontrol. Gambar 1. Pertumbuhan ikan gurame (Osphronemus goramy) yang diberi perlakuan pakan yang mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (relgh) dengan dosis yang berbeda selama 12 minggu pemeliharaan. Tanda panah (minggu ke-8) menunjukkan waktu pemberhentian pemberian relgh. Tabel 2 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan spesifik (SGR) yang diperoleh memberikan perbedaan yang signifikan secara statistik (P<0,05) pada
18 perlakuan 3 dan 30 mg/kg pakan dibandingkan dengan kontrol. SGR perlakuan 3 mg/kg pakan sebesar 14,89% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Selain itu, pemberian pakan perlakuan dosis 3 mg/kg pakan pada penelitian ini dapat menurunkan nilai konversi pakan (FCR) sebesar 23,72%, dan peningkatan tinggi badan ikan sebesar 9,67% dibandingkan dengan kontrol. Sementara itu, panjang baku dan kelangsungan hidup (KH) ikan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (P>0,05) (Tabel 2). Tabel 2 Biomassa panen, laju pertumbuhan spesifik (SGR), kelangsungan hidup (KH), tingkat konversi pakan (FCR), tinggi badan dan panjang baku benih ikan gurame yang diberi perlakuan hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (relgh) dan kontrol. Parameter Perlakuan dosis (mg relhp/kg pakan) Kontrol 0,3 3,0 30,0 Biomassa panen (g) 977,6±96,7 c 1144,8±40,7 bc 1376,0±38,3 a 1362,2±78,5 ab SGR (%) 2,62±0,12 c 2,77±0,02 bc 3,01±0,05 a 2,93±0,06 ab FCR (%) 1,46±0,10 a 1,27±0,02 ab 1,18±0,01 b 1,23±0,06 b Tinggi badan (cm) 4,55±0,07 c 4,72±0,02 b 4,99±0,01 a 5,09±0,06 a Panjang baku (cm) 9,59±0,45 a 9,60±0,08 a 10,01±0,06 a 10,25±0,08 a KH (%) 91,11±6,79 a 96,30±2,67 a 97,04±1,96 a 97,04±1,96 a Keterangan: nilai ditampilkan dalam bentuk rerata ± simpangan eror. Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata secara statistik (P<0,05). Benih ikan gurame diberi pakan mengandung relgh 2 kali seminggu selama 8 minggu perlakuan, dan 4 minggu selanjutnya tanpa pemberian pakan perlakuan. KH ikan semua perlakuan dan kontrol tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (P>0,05). Seperti diperlihatkan pada Tabel 2, hal tersebut dikarenakan nilai simpangan eror yang relatif lebih besar pada kontrol (6,79) dibandingkan dengan perlakuan relgh (1,96-2,67). Berdasarkan nilai rerata, KH perlakuan relgh (96,30-97,04%) relatif lebih tinggi daripada kontrol (91,11%). Variasi KH yang relatif rendah pada ikan perlakuan relgh merupakan hal baik bagi akuakultur, karena variasi produktivitas (biomassa panen) budidaya akan menjadi kecil. Dengan kata lain bahwa kepastian pencapaian target produksi budidaya ikan dengan perlakuan relgh lebih tinggi daripada tanpa perlakuan relgh (kontrol).
19 4.1.2 Histologi Hati Pemberian pakan yang mengandung relgh pada ikan gurame diduga memberikan efek pada hati. Berdasarkan hasil dari penelitian ini, secara histologis hati ikan perlakuan relgh terbaik (dosis 3 mg/kg pakan) dan kontrol relatif sama (tidak terjadi kerusakan), namun perbedaan yang terjadi adalah ukuran hepatosit pada hati ikan perlakuan lebih besar dari kontrol (Gambar 3). Hal ini diduga karena akumulasi nutrien yang lebih besar pada hati ikan perlakuan. Gambar 2. Histologi hati benih ikan gurame kontrol (A) dan perlakuan relgh 3 mg/kg pakan (B) menggunakan pewarna H-E. 1=hepatosit; 2= sinusoid. Sampel diambil pada akhir pemeliharaan (minggu ke-12). 4.1.3 Proksimat Tubuh Ikan Komposisi kimiawi dari ikan kontrol dan ikan perlakuan setelah 12 minggu pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 3. Kandungan protein ikan perlakuan relgh lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Sebaliknya, kandungan lemak ikan kontrol lebih tinggi dibandingkan ikan perlakuan. Tabel 3 Proksimat (% berat kering) tubuh benih ikan gurame pada awal dan akhir percobaan. Kode sampel Karbohidrat Kadar Protein Lemak Serat Abu BETN Kasar Ikan awal 12,03 60,29 25,81 0,82 1,06 Ikan kontrol 9,21 51,86 36,85 0,38 1,69 Ikan perlakuan (3 mg/kg pakan) 6,42 60,61 30,38 0,95 1,63 Keterangan: Ikan awal; Ikan sebelum diberi pakan perlakuan, ikan kontrol; ikan yang diberi pakan (pakan +HP55), ikan perlakuan; ikan yang diberi pakan perlakuan dosis 3 mg/kg pakan(pakan+relgh-hp55)
20 4.1.4 Hepatosomatic index Nilai hepatosomatic index (HSI) yang diperoleh dari ikan gurame hasil perlakuan relgh dosis 3 mg/kg pakan lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pakan yang mengandung relgh pada penelitian ini dapat meningkatkan bobot hati sebesar 16,12% lebih besar dibandingkan dengan kontrol (Gambar 4). Peningkatan bobot hati diduga terkait erat dengan peningkatan ukuran hepatosit (Gambar 3). Gambar 3. Nilai hepatosomatic index (HSI) ikan gurame (Osphronemus goramy) ikan kontrol dan yang diberi perlakuan relgh pada dosis 3 mg/kg pakan. Pemberian relgh 2 kali dalam seminggu selama 8 minggu perlakuan dan dilanjutkan pemeliharaan tanpa perlakuan relgh selama 4 minggu. Pengambilan sampel dilakukan pada minggu ke-12 (akhir pemeliharaan). 4.1.5 Ekspresi Gen IGF-1 dan GHR-1 Tingkat ekspresi gen IGF-1 di organ hati dan otak pada jam ke-24 setelah pemberian pakan mengandung relgh adalah sama antara kontrol dan perlakuan relgh (Gambar 4). Demikian juga tingkat ekspresi gen GHR-1 pada kedua organ tersebut sama antara perlakuan dan kontrol (Gambar 4).
21 Gambar 4. Ekspresi gen insulin-like growth factor-1 (IGF-1), growth hormone receptor -1 (GHR-1), dan β-aktin pada hati dan otak ikan gurame kontrol dan perlakuan pakan mengandung hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (relhp) pada jam ke-24 setelah pemberian pakan. A= Hasil elektroforesis DNA; B= Level ekspresi gen IGF-1/β-aktin dan GHR- 1/β-aktin. OK24 (otak ikan kontrol jam ke-24), OP24 (otak ikan perlakuan jam ke-24), HK24 (hati ikan kontrol ikan jam ke-24) dan HP24 (hati ikan perlakuan ikan jam ke-24). 4.2 Pembahasan Pertumbuhan ikan perlakuan relgh pada akhir penelitian tetap lebih tinggi meskipun pemberian rgh telah dihentikan pada minggu ke-8 (Gambar 1). Hasil yang serupa juga dilaporkan oleh Promdonkoy et al. (2004) pada ikan koki (Carassius auratus) yakni peningkatan pertumbuhan bobot tetap diperoleh meskipun perlakuan rgh telah dihentikan selama 4 minggu. Selain menunjukkan peningkatan biomassa total pada perlakuan dosis 3 mg/kg pakan, juga menunjukkan peningkatkan SGR dan tinggi badan serta menurunkan tingkat konversi pakan secara signifikan (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol (Tabel 2). Peningkatan tersebut disebabkan karena hormon rgh yang diberikan melalui pakan ini diduga dapat diterima oleh reseptor dalam tubuh sehingga memberikan pengaruh yang terjadi melalui mekanisme secara langsung (Gambar 4). Selanjutnya, penurunan FCR pada ikan perlakuan disebabkan meningkatnya nafsu makan pada ikan. Kecepatan dalam mengkonsumsi pakan akan menghindari kerusakan pakan akibat pencucian (leaching) saat pemberian. Selanjutnya cepatnya pakan diterima dan masuk ke dalam saluran pencernaan mengakibatkan proses penyerapan lebih cepat dan lebih baik sehingga menyebabkan pemberian pakan lebih efisien. Hal ini terbukti dari peningkatan konversi pakan (Tabel 2). Pemberian rgh dalam menurunkan FCR juga
22 dilaporkan pada ikan salmon (Cook et al. 2000; Devlin et al. 2004) ikan nila (Hardiantho et al. 2011) dan ikan sidat (Handoyo 2012). Penurunan FCR dapat menghemat biaya pakan sebesar 17,5% (Lampiran 9) dibandingkan dengan kontrol. Dalam hal ini, untuk mendapatkan produksi sebesar 1 kg daging hanya dibutuhkan biaya pakan sebesar Rp. 14.280,00, sedangkan pada kontrol dibutuhkan biaya pakan sebesar Rp. 17.330,00 (Lampiran 9). Hal ini membuktikan bahwa dengan pengaplikasian pakan yang mengandung rgh dapat menghemat biaya dalam produksi ikan gurame. Berdasarkan analisis secara statistik pemberian rgh melalui pakan pada penelitian ini tidak berbeda nyata (P>0,05) untuk panjang baku dan kelangsungan hidup (Tabel 2). Secara rerata, KH perlakuan relgh (96,30-97,04%) terlihat relatif lebih tinggi daripada kontrol (91,11%). Hal ini diduga terkait dengan peningkatan daya tahan tubuh terhadap stres akibat kondisisi lingkungan khususnya ph (5-6) relatif rendah. Rerata KH yang relatif lebih tinggi pada ikan yang diberi perlakuan rgh juga telah dilaporkan oleh peneliti sebelumnya, seperti Handoyo (2012) melaporkan peningkatkan KH benih ikan sidat (Anguilla sp.) yang diberi pakan mengandung relgh. Peningkatan KH pada ikan yang diberi rgh disebabkan oleh peningkatan daya tahan ikan terhadap stres dan infeksi penyakit (Acosta et al. 2009). Selain itu juga telah dilaporkan oleh Sakai et al. (1997) bahwa pemberian rgh pada ikan rainbow trout juga efektif meningkatkan resistensi terhadap Vibrio anguillarum. Berdasarkan hasil analisis histologis hati ikan yang diberikan pakan yang mengandung relgh tidak memperlihatkan adanya efek negatif atau kerusakan. Gambaran histologi hati ikan perlakuan dan kontrol relatif sama (Gambar 2). Namun demikian, hati ikan perlakuan memiliki ukuran hepatosit yang berukuran lebih besar yang diduga disebabkan oleh akumulasi nutrien dalam hati lebih banyak dibandingkan dengan kontrol. Hal ini didukung dengan meningkatnya HSI pada ikan perlakuan (Gambar 3), di mana hati ikan perlakuan lebih besar 16,12% dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan HSI erat kaitannya dengan peningkatan ukuran hepatosit. Hal ini sejalan dengan Kwalska et al. (2011) yang mengemukakan bahwa meningkatnya HSI karena meningkatnya ukuran hepatosit dalam hati. Selanjutnya Genten et al. (2009) menyatakan bahwa hati memiliki
23 peranan yang sangat penting dalam sintesis protein, asimilasi nutrisi, produksi empedu, detoksifikasi, pemeliharaan metabolisme tubuh mencakup pengolahan karbohidarat, protein, lemak, dan vitamin. Dengan demikian, pertumbuhan yang tinggi dan peningkatan HSI ini menunjukkan semua proses dalam fungsi hati berjalan dengan baik. Kandungan protein ikan perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (Tabel 3). Sebaliknya, kandungan lemak ikan kontrol lebih tinggi dibandingkan ikan perlakuan. Tingginya kandungan protein pada ikan perlakuan karena meningkatnya nafsu makan dan efisiensi penggunaan energi, sehingga protein lebih banyak diretensi. Selain itu, pemberian relgh melalui pakan pada penelitian ini diduga terjadinya peningkatan sintesis protein. Seperti yang dilaporkan oleh beberapa peneliti bahwa dengan pemberian rgh dapat meningkatkan sintesis protein dan menurunkan sintesis lemak pada mamalia (Pell et al. 1990; Johnsson et al. 1987) dan menstimulasi anabolisme dalam meningkatkan penggantian dan sintesis protein pada ikan, yang terjadi pada hati dan otot dengan menstimulasi efisiensi dari translasi ribosom melalui peningkatan konsentrasi mrna dan ribosom (Foster et al. 1991; Herbert et al. 2001). Mekanisme tersebut diduga melalui optimasi pemanfaatan protein sebagai sumber energi untuk pertumbuhan. Selanjutnya, penurunan kadar lemak tubuh pada ikan perlakuan diduga berkaitan dengan aktivitas enzim lipase, sesuai yang dikemukakan oleh Irmawati et al. (2012) bahwa aktivitas enzim lipase ikan gurame yang diberi rgh lebih tinggi dibandingkan dengan ikan kontrol. Ditambahkan oleh O Connor et al. (1993) bahwa rgh dapat menstimulasi lipolisis pada beberapa jenis spesies ikan seperti ikan rainbow trout. Kandungan protein yang lebih rendah pada kontrol diduga meningkatnya proses anabolisme dalam tubuh untuk memperbaiki sel-sel yang rusak untuk kelangsungan hidup. Hal tersebut terlihat dari kelangsungan hidup dan pertumbuhan yang lebih rendah pada ikan kontrol. Hasil elektroforesis semi-kuantitatif RT-PCR ekspresi gen IGF-1 dan GHR-1 saat 24 jam setelah pemberian pakan yang mengandung relgh dari hati dan otak ikan gurame dapat dilihat pada Gambar 4. Sebagai kontrol internal digunakan β-aktin. Berdasarkan hasil analisis level ekspresi gen IGF-1 dan GHR-
24 1 pada hati dan otak ikan perlakuan dan kontrol adalah sama (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme kerja relgh dalam menginduksi pertumbuhan diduga terjadi secara langsung dan tidak melibatkan jalur IGF-1 di hati. Hal ini sesuai maksud pernyataan Debnanth (2010) bahwa mekanisme kerja GH dapat bersifat secara langsung dan tidak langsung. Mekanisme secara langsung adalah langsung mempengaruhi pertumbuhan organ tanpa perantara insulin like growth factor (IGF-1) dalam hati atau langsung ke organ target, sedangkan secara tidak langsung adalah pertumbuhan dimediasi atau melibatkan IGF-1 dalam hati. Selanjutnya bahwa pemberian rgh akan meningkatkan GHR-1 pada hati ikan (Gahr et al. 2008). Hal ini berbeda yang dilaporkan pada beberapa peneliti di antaranya pada ikan sidat dengan metode yang sama (Handoyo 2012) dan benih ikan gurame menggunakan metode imersi (Syazili et al. 2011) yang menghasilkan level ekspresi gen IGF-1 di hati pada jam ke-24 lebih tinggi dari kontrol setelah perlakuan yang mengindikasikan bahwa mekanisme rgh dalam menginduksi pertumbuhan terjadi secara tidak langsung.