III. HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Hendra Budiono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pertumbuhan Bobot, Panjang, dan Biomassa Peningkatan bobot rerata dan biomassa ikan sidat yang diberi perlakuan perendaman hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (relhp) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Nilai bobot rerata dan biomassa ikan sidat ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Bobot rerata, laju pertumbuhan spesifik (SGR), pertumbuhan panjang (PP), dan biomassa, ikan sidat kontrol dan ikan sidat yang diberi perlakuan perendaman rhp dengan dosis berbeda. Perla kuan Bobot rerata ±SD (g) SGR (%) PP (cm) Biomassa (g) SR (%) K 0,614 ± 0,015 3,010 ± 0,108 7,220 ± 0,593 16,140 ± 8,279 52,67± 27,15 0 0,577 ± 0,117 2,587 ± 0,340 7,550 ± 0,295 7,810 ± 0,715 27,33± 3,06 3 0,682 ± 0,035 3,043 ± 0,181 7,517 ± 0,141 20,707 ± 8,686 60,67± 24,85 6 0,612 ± 0,132 2,781 ± 0,425 7,147 ± 0,643 14,880 ± 8,786 46,67± 18,15 9 0,531 ± 0,133 2,652 ± 0,492 7,192 ± 0,477 12,077 ± 7,070 44,67± 23, ,553 ± 0,093 2,558 ± 0,305 7,487 ± 0,150 15,820 ± 5,749 56,00± 10,58 Keterangan : Data tersebut berdasarkan rerata dari 3 ulangan. K = kontrol yang direndam dalam larutan NaCl 0,6% tanpa BSA 0,01% dan rhp, 0 = 0 mg/l, 3 = 3 mg/l, 6 = 6 mg/l, 9 = 9 mg/l, dan 12 = 12 mg/l direndam dalam larutan 0,6% yang ditambah BSA 0,01% Berdasarkan Tabel 2, ikan sidat yang diberi perlakuan perendaman relhp dengan dosis 3 mg/l menunjukkan nilai bobot rerata tertinggi (0,682 g) dibandingkan dengan perlakuan lainnya (0 mg/l: 0,577 g, 6 mg/l: 0,612 g, 9 mg/l: 0,531 g, 12 mg/l: 0,553 g) dan kontrol (0,614 g,). Sama halnya dengan nilai pertumbuhan bobot, nilai biomassa tertinggi ditunjukkan oleh ikan sidat yang diberi perlakuan perendaman relhp dengan dosis 3 mg/l (biomassa: 20,707 g) dan yang terkecil ditunjukkan oleh ikan perlakuan 0 mg/l dengan nilai biomassa 7,810 g. Peningkatan biomassa ikan sidat perlakuan relhp 3 mg/l adalah sekitar 28% dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan rhp dengan metode perendaman mampu meningkatkan pertumbuhan ikan sidat. Nilai SGR ikan sidat yang diberi perlakuan perendaman relhp semakin rendah seiring bertambah besarnya dosis relhp yang diberikan (Tabel 2). Nilai SGR ikan sidat yang diberi perlakuan perendaman relhp dengan dosis 3 mg/l 9
2 (3,043%), 6 mg/l (2,781%), 9 mg/l (2,652%) menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 0 mg/l (2,587%), sedangkan relhp dengan dosis 12 mg/l (2,558%) menunjukkan nilai SGR yang lebih kecil dibandingkan dengan dosis 0 mg/l. Pertumbuhan panjang ikan menunjukkan nilai yang tidak berbanding lurus dengan bobot rerata ikan. Berdasarkan Tabel 2, bobot rerata terbesar ditunjukkan oleh ikan sidat dengan perlakuan 3 mg/l (bobot rerata: 0,682 g, PP: 7,517 cm), namun untuk pertumbuhan panjang tertinggi (Tabel 2) ditunjukkan oleh ikan sidat dengan perlakuan 0 mg/l (PP: 7,550 cm, bobot rerata: 0,577 g). Bobot rerata (g) minggu ke- Gambar 1. Pertumbuhan bobot rerata ikan sidat kontrol dan yang telah direndam dalam larutan rhp ikan kerapu kertang, yang dipelihara selama 8 minggu. Pada Gambar 1 terlihat bahwa bobot rerata ikan sidat untuk semua perlakuan terus meningkat setiap dua minggu sampai akhir pemeliharaan. Namun demikian, pertumbuhan yang signifikan terjadi pada minggu keenam sampai minggu kedelapan dengan bobot rerata 0,50 g meningkat menjadi 1,50-2,00 g, sedangkan pada minggu-minggu sebelumnya penambahan bobot rerata ikan kurang dari 0,50 g. 10
3 3.1.2 Kelangsungan Hidup Ikan (SR) Perbandingan kelangsungan hidup ikan sidat kontrol dengan ikan sidat yang diberi perlakuan perendaman relhp dengan dosis berbeda (0, 3, 6, 9, 12 mg/l) ditampilkan pada Gambar 2. Tingkat kelangsungan hidup ikan sidat yang diberi perlakuan perendaman relhp dengan dosis berbeda ( 3, 6, 9, dan 12 mg/l) menunjukkan tingkat kelangsungan hidup (SR) yang lebih tinggi (rerata >40%) dibandingkan dengan dosis 0 mg/l (27,33%). Nilai SR ikan pada perlakuan perendaman relhp dengan dosis 3 mg/l (60,67%) dan 12 mg/l (56%) lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (52,67%). Nilai SR tertinggi ditunjukkan oleh ikan sidat dengan perlakuan perendaman relhp dengan dosis 3 mg/l. Kelangsungan hidup ( %) Gambar 2. Tingkat kelangsungan hidup ikan sidat kontrol dan yang direndam dalam larutan rhp ikan kerapu kertang, yang dipelihara selama 8 minggu Proksimat Ikan Sidat Kandungan gizi (kadar protein, kadar lemak, karbohidrat, kadar abu, serat kasar, dan BETN) ikan sidat ditampilkan pada Tabel 3. Penggunaan rhp pada ikan sidat dapat menurunkan kadar air, kadar abu, protein, dan serat kasar ikan, sedangkan kadar lemak dan nilai BETN meningkat. Penggunaan rhp pada ikan sidat menunjukkan penurunan kandungan serat kasar sebesar 50% dibandingkan 11
4 dengan ikan kontrol (K: 0,17%, 3 mg/l: 0,085%), dan peningkatan BETN sebesar 52% dari ikan kontrol (K: 2,13%, 3 mg/l: 3,23%). Tabel 3. Kandungan proksimat ikan perlakuan relhp terbaik (3 mg/l) dan kontrol Karbohidrat Perlakuan air abu protein Lemak Kadar Kadar Kadar Kadar Serat BETN Kasar 71,765 2,345 15,905 7,69 0,165 2,125 Kontrol ± 0,035 ± 0,205 ± 0,516 ± 0,021 ± 0,021 ± 0,728 71,585 2,125 14,855 8,12 0,085 3,23 3 mg/l ± 0,092 ± 0,120 ± 0,262 ± 0,071 ± 0,007 ± 0,170 Keterangan : Analisis proksimat dilakukan di laboratorium Nutrisi departemen BDP,FPIK,IPB. Sampel yang digunakan 10 g untuk masing-masing analisis. 3.2 Pembahasan Penggunaan hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang pada ikan sidat dengan dosis 3 mg/l yang menunjukkan pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Kenaikan biomassa ikan perlakuan dosis 3 mg/l sebesar 28% dari kontrol (Tabel 2). Nilai biomassa ikan dipengaruhi oleh bobot rerata ikan dan jumlah ikan yang hidup. Benih ikan sidat dengan perlakuan 6 dan 9 mg/l menunjukkan nilai biomassa dan SR yang rendah dibandingkan dengan perlakuan rhp lainnya, sehingga hasil yang diperoleh tidak menunjukkan hubungan yang linear antara dosis rhp dan pertumbuhan yang dihasilkan. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah kematian yang terjadi pada masing-masing perlakuan. Pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya faktor internal meliputi umur, genetis, kemampuan memanfaatkan pakan dan kemampuan daya tahan tubuh terhadap penyakit, sedangkan faktor eksternal meliputi kualitas air, pakan dan ruang gerak (Huwoyon dan Kusmini, 2010 dalam Gustiano et al., 2010). Dari faktor internal, benih yang digunakan dalam penelitian merupakan hasil tangkapan liar nelayan di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Kemungkinan benih berasal dari induk yang berbeda sangat besar, sehingga daya tahan tubuh benih juga berbeda-beda karena secara genetik berasal dari induk yang berbeda. Dari faktor eksternal, dalam kegiatan pemeliharaan ditemukannya benih yang terserang penyakit. Pada benih yang mati terlihat adanya pendarahan pada bagian sirip ekor dan insang ikan (Gambar 3). Kematian yang terjadi diduga akibat adanya infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Gejala yang ditimbulkan 12
5 akibat infeksi bakteri ini bervariasi, tetapi umumnya ditandai oleh adanya hemoragik pada kulit, insang, rongga mulut, dan borok pada kulit. Infeksi oleh bakteri A. hydrophila terjadi melalui permukaan badan yang luka, saluran pencernaan makanan atau melalui insang. Kemudian bakteri masuk dalam pembuluh darah dan menyebar pada organ dalam lain yang menyebabkan pendarahan yang disertai haemorrhagic septicaemia (Kabata, 1985 dalam Gardenia et al., 2010). Gambar 3. Benih ikan sidat yang terkena Aeromonas hydrophila dengan gejala hemoragik pada sirip ekor. Pada penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh Handoyo, dosis 12 mg/l menunjukkan respons pertumbuhan yang paling baik dengan peningkatan pertumbuhan sebesar 30% dari kontrol. Namun pada penelitian ini, pengunaan dosis relhp 12 mg/l menunjukkan penurunan biomassa benih sebesar 1.98% dari kontrol. Hal ini disebabkan oleh daya dukung wadah yang digunakan juga berbeda. Handoyo menggunakan akuarium dengan ukuran yang lebih besar (60x45x50 cm 3 ) dan padat tebar yang lebih kecil (5 ekor/l), sehingga daya dukung air yang diperoleh benih ikan sidat lebih besar dibandingkan daya dukung air yang diperoleh benih sidat pada penelitian ini. Daya dukung wadah akan mempengaruhi pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup benih terkait dengan ketersedian oksigen yang diterima oleh benih. Pengaruh padat tebar juga disampaikan oleh North et al. (2006), bahwa tingkat padat tebar yang tepat akan memberikan kesempatan bagi ikan dalam memanfaatkan pakan, oksigen, dan ruang sehingga pertumbuhan berjalan optimum dan menghasilkan kelangsungan hidup yang tinggi. Menurut Rowland et al. (2006), padat tebar merupakan salah satu variable yang sangat penting dalam bidang budidaya karena berpengaruh 13
6 langsung terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan, tingkah laku, kesehatan, dan kualitas air. Jika hasil penelitian ini dibandingkan dengan penelitian pendahuluan Handoyo, diketahui bahwa penggunaan dosis relhp 3 mg/l menunjukkan peningkatan pertumbuhan yang tidak berbeda jauh dengan dosis 12 mg/l yang dilakukan oleh Handoyo. Dengan demikian, diantara 1,2 sampai 12 mg/l dosis relhp yang diujicobakan oleh Handoyo terdapat dosis yang lebih efektif untuk digunakan yaitu dosis relhp 3 mg/l. Peningkatan pertumbuhan pada penelitian ini (28%) dapat dicapai dalam 3 generasi dengan metode seleksi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian rhp dengan metode perendaman dapat meningkatkan pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan metode seleksi yang meningkatkan pertumbuhan hanya 10% per generasi. Aplikasi metode seleksi membutuhkan waktu 10 tahun untuk menghasilkan 12 generasi dengan kecepatan tumbuh 12,4% per generasi pada ikan nila (Bolivar et al., 2002). Kontrol relhp dosis 3 mg/l Gambar 4. Perbandingan ukuran ikan sidat kontrol dengan perlakuan terbaik (dosis perendaman: 3mg/L) pada akhir pemeliharaan selama 8 minggu. Manipulasi pertumbuhan dengan pemberian rhp melalui metode perendaman juga dilakukan oleh Putra (2010). Namun peningkatan pertumbuhan pada penelitian ini lebih kecil jika dibandingkan dengan Putra (2010). Pada penelitian Putra (2010), ikan gurame yang diberi perlakuan perendaman rhp ikan 14
7 gurame dengan dosis 20 mg/l dan 30 mg/l berhasil meningkatkan pertumbuhan masing-masing 63,95% dan 75,04% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Perbedaan hasil tersebut diduga karena perbedaan jenis rhp dan ikan uji yang digunakan. Pada penelitian Putra (2010) rhp yang digunakan yaitu rhp ikan gurame yang diujicobakan kepada ikan gurame, sedangkan pada penelitian ini digunakan rhp ikan kerapu kertang yang diujicobakan kepada ikan sidat. Penggunaan jenis rhp yang merupakan hasil transformasi gen GH dari ikan uji itu sendiri diduga akan menghasilkan pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan rhp yang berbeda dengan ikan uji. Organ atau jaringan dalam tubuh ikan memiliki reseptor hormon pertumbuhan yang akan mengenali rhp yang diberikan dan kemudian disampaikan ke sel-sel tubuh sehingga terjadi proses pertumbuhan. Kecocokan antara reseptor dan jenis rhp yang digunakan akan mempengaruhi proses pertumbuhan yang akan terjadi. Hal yang sama disampaikan oleh Birzniece et al. (2009) yang menyatakan bahwa perbedaan pengaruh pertumbuhan dikarenakan tidak cocoknya jenis rhp yang diberikan terhadap reseptor hormon pertumbuhan yang terdapat di dalam tubuh ikan target. Acosta et al. (2009) menyatakan bahwa pemberian rhp pada larva dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan meningkatkan daya tahan terhadap stress dan infeksi penyakit. Penggunaan rhp melalui teknik perendaman menunjukkan tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan dosis 0 mg/l. SR benih ikan sidat yang diberi perlakuan rhp dengan dosis 3 mg/l lebih tinggi 15,2% dibandingkan dengan kontrol dan 121,99% lebih tinggi dibandingkan dengan dosis 0 mg/l. Benih ikan sidat yang diberi dosis 1,2 s.d 12 mg/l pada penelitian pendahuluan Handoyo menunjukkan SR yang tinggi, lebih dari 90%. Pada penelitian ini, dosis yang digunakan berada pada kisaran dosis yang diujicobakan oleh Handoyo. Namun SR yang diperoleh lebih rendah, perlakuan terbaik (3 mg/l) menunjukkan nilai SR yang tidak begitu tinggi yaitu hanya 60,67%. Perbedaan nilai SR yang diperoleh disebabkan padat penebaran dan ukuran wadah/ akuarium yang digunakan berbeda sehingga daya dukung air untuk benih juga berbeda. Pada Tabel 2 terlihat bahwa semakin besar dosis pemberian rhp, bobot rerata ikan cenderung semakin kecil. Pemberian hormon pertumbuhan yang 15
8 berlebih diduga dapat memberikan feedback negatif bagi pertumbuhan ikan. Wong et al. (2006) menyatakan tentang pengaturan feedback hormon pertumbuhan pada mamalia. Dalam pituitari mamalia, pelepasan hormon pertumbuhan/ Growth Hormon (GH) di somatotrop dikontrol oleh GHRH dan SRIF di mana kedua regulator tersebut dirilis oleh hipotalamus dan akan disampaikan ke pituitari anterior melalui sistem peredaran darah. GH yang dirilis dari pituitari dapat memberikan feedback negatif pada somatotrop melalui tiga jalur. Pertama, long-loop feedback yang merupakan akibat tidak langsung dari aktifitas IGF-I yang diproduksi oleh hati. Kedua, short-loop feedback yang merupakan akibat langsung dari aktifitas GH di hipotalamus. Ketiga, ultra-short feedback yang merupakan akibat langsung dari aktivitas GH yang berada di dalam pituitari (Gambar 5). Jumlah GH atau IGF-I yang berlebih dalam pembuluh darah akan menimbulkan Feedback negatif atau umpan balik negatif tersebut dan akan memberikan impuls pada kelenjar pituitari untuk tidak mensekresikan GH. Gambar 5. Pengaturan feedback hormon pertumbuhan pada mamalia Perlakuan 0 mg/l menunjukkan pertumbuhan yang paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Bobot rerata 0 mg/l (0,577 g) lebih 16
9 rendah dibandingkan dengan kontrol yang tidak diberi rhp dan BSA (0,614 g). Pemberian BSA tanpa diiringi pemberian rhp diduga akan berakibat tidak baik bagi pertumbuhan ikan. Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian Ratnawati (2012). Ikan gurame diberi perlakuan perendaman (tanpa NaCl 0,9%) dalam larutan BSA+rHP (24 mg/200 ml) dengan waktu perendaman 3 (A), 2 (B), 1 (C), dan 0,5 (D) jam serta perlakuan perendaman dalam lartutan BSA+ NaCl 0,9% tanpa rhp sebagai kontrol (E) dan perendaman dalam larutan BSA+rHP+NaCl 0,9% (F). Benih ikan gurame perlakuan kontrol dengan lama perendaman 1 jam (E) menghasilkan bobot rerata yang lebih kecil (1,93 g ) dibandingkan dengan perlakuan lainnya (A: 2,30 g, B: 2,22 g, C: 2,30 g, D: 2,54 g, dan E: 2,25 g). Bobot rerata ikan untuk masing-masing perlakuan meningkat secara signifikan pada minggu ke-6 hingga minggu ke-8. Pada minggu ke-0 sampai minggu ke-6, bobot rerata ikan meningkat hanya <0,5 g, sedangkan pada minggu ke-6 sampai minggu ke-8 bobot rerata ikan meningkat >1 g. Pertumbuhan ikan dimulai secara perlahan-lahan, kemudian berlangsung cepat dan akhirnya melambat atau bahkan berhenti sama sekali. Pola tersebut menghasilkan kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid/berbentuk S (Anggorodi, 1994 dalam Satyani et al., 2010). Hal yang sama juga disampaikan oleh Said dan Mayasari (2010) berkaitan dengan bentuk kurva pertumbuhan yang sigmoid, pada awal perkembangannya ikan cenderung untuk tumbuh cepat dan pada waktu tertentu pertumbuhan akan flat/kurva pertumbuhannya mendatar. Pada minggu ke-6 hingga ke -8 terjadi pertumbuhan yang signifikan, diduga bahwa pada minggu tersebut ikan mulai memasuki fase pertumbuhan yang cepat pada kurva sigmoid. Meskipun demikian, belum terlihat perbedaan yang signifikan pada pertumbuhan yang dihasilkan antara perlakuan 3 mg/l dan 0 mg/l atau kontrol. Perbedaan pertumbuhan yang signifikan diduga terjadi setelah 8 minggu pemeliharaan. Hasil yang sama disampaikan oleh Leedom et al. (2002) yang menguji efektivitas pemberian rbgh dengan dosis berbeda pada ikan nila dengan metode penyuntikan. Uji yang pertama dilakukan penyuntikan rbgh pada benih ikan nila (1 g) dengan dosis 0,1, 1, dan 10 µg/g setiap minggunya dan kontrol, namun tidak ada efek yang signifikan. Uji yang kedua yaitu penyuntikan dengan dosis 1, 10, dan 50 µg/g. Hasilnya menunjukkan bahwa penyuntikan rbgh (50 µg/g ) 17
10 menunjukkan pertumbuhan yang signifikan setelah minggu ke-14 dan 16. Pada uji yang ketiga, benih disuntik rbgh dengan dosis 100 atau 1000 µg. Pertumbuhan bobot yang signifikan terjadi setelah minggu ke-2 dan respon ini akan terus meningkat setelah itu. Pertumbuhan yang signifikan dihasilkan pada waktu yang berbeda-beda. Menurut Promdonkoy et al. (2004), respons yang lambat terjadi dikarenakan reseptor membutuhkan waktu atau faktor intermediet untuk mengenali rhp yang diinjeksikan/diberikan. Pada penelitian ini selain parameter pertumbuhan, diamati juga kandungan proksimat daging ikan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh pemberian rhp pada kandungan proksimat daging benih ikan sidat. Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa ikan yang diberi perlakuan perendaman rhp dengan dosis 3 mg/l menunjukkan nilai kadar protein yang menurun sebesar 6,6% dari kontrol (15,91% menjadi 14,86%) dan peningkatan kadar lemak sebesar 5,6% dari kontrol (7,69% menjadi 8,12%). Penurunan kadar protein ikan yang diberi perlakuan diduga karena banyaknya protein yang dikonversi menjadi energi akibat perilaku ikan yang lebih agresif dan nafsu makan yang meningkat, sehingga sedikit protein yang digunakan untuk pertumbuhan. Ikan yang lebih agresif melakukan lebih banyak gerakan. Dengan demikian ikan lebih banyak mengeluarkan energi dibandingkan dengan ikan kontrol. Protein merupakan sumber energi utama bagi ikan, protein dalam pakan diharapkan dapat digunakan secara optimum untuk pertumbuhan (Hariyadi et al., 2005). Namun hasil yang berbeda dilaporkan oleh Chatakondi et al. (1995) yang melakukan perbandingan kandungan nutrisi tubuh pada ikan mas transgenik yang mengekspresikan gen hormon pertumbuhan ikan rainbow trout dengan yang bukan transgenik. Kandungan protein ikan transgenik meningkat 7,5% dan kandungan lemaknya menurun 13%. Penyebab perbedaan hasil dan mekanisme regulasi hormon pada ikan sidat yang diberi perlakuan rhp perlu dikaji lebih lanjut. Heinsbroek et al. (2007) menyatakan terjadinya peningkatan kadar lemak seiring bertambahnya ukuran pada ikan sidat Eropa jenis Anguilla anguilla. Pernyataan tersebut mendukung hasil analisis kadar lemak yang diperoleh pada penelitian ini. Benih yang diberi perlakuan relhp dosis 3 mg/l menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan kontrol, sehingga akumulasi 18
11 lemaknya lebih banyak. Oleh karena itu kadar lemak dosis 3 mg/l lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Ikan sidat yang diberi perlakuan perendaman menggunakan rhp menunjukkan adanya peningkatan nafsu makan. Pada saat pemberian pakan, ikan yang diberi perlakuan perendaman rhp menunjukkan perilaku yang lebih agresif dibandingkan dengan ikan kontrol. Pengamatan terhadap perilaku dan pola makan ikan dilakukan secara visual (kuantitatif) setiap hari. Hal yang sama juga disampaikan oleh Promkondoy et al. (2004), ikan mas koki yang diberi gcgh menunjukkan peningkatan nafsu makan dan tingkah laku makan yang lebih agresif dan lebih enerjik terhadap pakan yang diberikan. Peningkatan nafsu makan juga ditunjukkan oleh ikan gurame yang diberi perlakuan perendaman roghp pada penelitian Putra (2010). Mekanisme penyerapan/masuknya rhp ke dalam tubuh ikan belum diketahui secara pasti. Smith (1982) dalam Moriyama & Kawauchi (1990), mendemonsrasikan radiolabeled-bsa dapat masuk ke insang dan epidermis ikan rainbow trout setelah perendaman dalam larutan dan diduga bahwa sel insang memungkinkan digunakan sebagai jalur masuk. Berdasarkan uraian tersebut, mekanisme masuknya rhp dengan metode perendaman juga diduga melalui insang secara osmoregulasi. Menurut Smith (1982) dalam Setyo (2006), untuk menjaga keseimbangan konsentrasi osmotik antara cairan intrasel dan ektrasel maka ikan atau udang melakukan proses osmoregulasi. Beberapa organ yang berperan dalam proses osmoregulasi ikan antara lain: insang, ginjal, dan usus. Pada metode perendaman yang dilakukan, ikan diberi perlakuan kejutan salinitas selama 2 menit dalam larutan NaCl 3% (berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh Handoyo) dan kemudian dipindahkan ke dalam larutan yang berisi rhp. Aplikasi metode perendaman tersebut dapat mempengaruhi sistem osmoregulasi ikan. Fungsi pemberian kejutan salinitas pada ikan yaitu untuk membuka jalur masuknya rhp melalui insang dengan memanfaatkan mekanisme pertukaran cairan tubuh (Ratnawati, 2012). Pada kondisi alami, cairan dalam tubuh ikan sidat bersifat hipertonik yaitu konsentrasi zat terlarut dalam sel lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi di luar sel sehingga air bergerak keluar. Ketika ikan sidat diberi perlakuan perendaman 19
12 dalam larutan NaCl 3% maka kondisinya menjadi terbalik, sel pada tubuh ikan sidat bersifat hipotonik (tekanan osmotik dalam tubuh ikan lebih rendah dibandingkan dengan di luar tubuh). Perubahan kadar salinitas akan mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh ikan, sehingga ikan akan melakukan penyesuaian dengan melakukan pengaturan kerja osmotik agar proses fisiologis dalam tubuhnya dapat bekerja secara normal kembali. Maka pada kondisi tersebut akan terjadi proses osmoregulasi dimana cairan dari luar tubuh akan masuk ke dalam tubuh ikan, diduga rhp masuk ke dalam tubuh ikan pada proses osmoregulasi tersebut. Pemberian rhp dengan metode perendaman merupakan cara yang mudah dan aplikatif untuk diterapkan pada kegiatan produksi massal. Namun metode ini harus dilakukan tiap proses produksi karena efek penggunaan rhp tidak diturunkan ke generasi selanjutnya. Pada penelitian ini digunakan ikan sidat stadia glass eel yang diberi perlakuan perendaman rhp ikan kerapu kertang (50 ekor dalam 200 ml NaCl 3%) dengan frekuensi perendaman hanya satu kali. Penelitian lebih lanjut mengenai peningkatan pertumbuhan pada ikan sidat perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Misalnya perendaman ikan sidat dengan beberapa frekuensi atau pada stadia yang berbeda, pembuatan rhp ikan sidat yang kemudian diujicobakan pada ikan sidat sendiri, padat tebar perendaman yang lebih tinggi atau skala lebih besar untuk meningkatkan efisiensi penggunaan protein rhp, dan pemeliharaan lebih lanjut untuk melihat tren peningkatan pertumbuhan ikan sidat. 20
HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Bobot dan Biomassa Post-Larva Udang Vaname Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pertumbuhan (panjang rerata, SGR, bobot individu, biomassa) post-larva
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1. 1 Pertumbuhan, Konversi Pakan, dan Kelangsungan Hidup Pada pemeliharaan 4 minggu pertama, biomassa ikan yang diberi pakan mengandung rgh belum terlihat berbeda
Lebih terperinciII. BAHAN DAN METODE
II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Perlakuan Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan yang masing-masing diberi 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa perendaman dengan dosis relhp berbeda yaitu
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pertumbuhan Bobot dan Biomasa Benih Ikan Gurame Data pengamatan pada Tabel 1 menunjukkan nilai pertumbuhan bobot mutlak (GR) tertinggi (P
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Ikan Betok Rerata panjang baku (PB), pertumbuhan harian, laju pertumbuhan spesifik, dan bobot per ekor ikan disajikan pada Tabel 1. Rerata panjang
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Panjang Benih Ikan Betok Pertumbuhan panjang benih ikan betok yang diberi perendaman rhp dengan dosis 12 mg/l melalui pakan alami rotifera air tawar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Prospek perikanan dan budidaya sidat memiliki peluang baik untuk
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Prospek perikanan dan budidaya sidat memiliki peluang baik untuk dikembangkan. Negara kita memiliki sumberdaya ikan sidat yang beraneka jenis, memiliki banyak lahan
Lebih terperinciGambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang
Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai
Lebih terperinciSeminar Nasional Tahunan Ke-IV Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan
ANALISA KELULUSHIDUPAN DAN PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus Burchell, 1822) DENGAN PERENDAMAN REKOMBINAN GROWTH HORMONE (rgh) DAN VAKSIN Arya Nada 1, Fajar Basuki 2, Alfabetian Harjuno
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pertumbuhan Ikan Gurami
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Ikan Gurami Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ukuran, dimana variabel yang mengalami perubahan dapat berupa panjang dan dimensi fisik lainnya, termasuk volume,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi
Lebih terperinciTingkat Kelangsungan Hidup
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurame ( Osphronemus goramy 2.2 Pertumbuhan Ikan Gurame
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurame (Osphronemus goramy) Ikan gurame merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk dalam keluarga Anabantidae, keturunan Helostoma dari bangsa Labyrinthici.
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jumlah Konsumsi Pakan Perbedaan pemberian dosis vitamin C mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (P
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon
Lebih terperinciTingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) Perubahan bobot ikan selama masa pemeliharaan diukur dan dicatat untuk mendapatkan data mengenai laju pertumbuhan
Lebih terperinciPENGARUH LAMA WAKTU PERENDAMAN RECOMBINANT GROWTH HORMONE (rgh) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELULUSHIDUPAN LARVA NILA SALIN (Oreochromis niloticus)
PENGARUH LAMA WAKTU PERENDAMAN RECOMBINANT GROWTH HORMONE (rgh) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELULUSHIDUPAN LARVA NILA SALIN (Oreochromis niloticus) The Effect of Time of Immersion Recombinant Growth Hormone
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Mas yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis pada ikan mas yang diinfeksi Aeromonas hydrophila meliputi kerusakan jaringan tubuh dan perubahan
Lebih terperinciGambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu ikan air tawar yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu ikan air tawar yang sering dipelihara dan dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Alasan utama masyarakat memelihara
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2
11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan merupakan sektor yang strategis, mengingat dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dan mencerdaskan bangsa, sektor peternakan berperan penting melalui penyediaan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan
Lebih terperinci3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan
17 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Lapang Pusat Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (PSIK IPB) Ancol Jakarta Utara pada bulan Juli Oktober
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama dilaksanakan di laboratorium bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad, tahap
Lebih terperinciBAB 4. METODE PENELITIAN
BAB 4. METODE PENELITIAN Tujuan dan luaran pada penelitian ini dapat dicapai dengan melakukan serangkaian tahapan penelitian selama 3 tahun. Pada tahun pertama telah dilakukan budidaya ikan selais dengan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila 4.1.1 Kerusakan Tubuh Berdasarkan hasil pengamatan, gejala klinis yang pertama kali terlihat setelah ikan diinfeksikan
Lebih terperinciGambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan
Kelangsugan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Nilem Pada penelitian yang dilakukan selama 30 hari pemeliharaan, terjadi kematian 2 ekor ikan dari total 225 ekor ikan yang digunakan.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila
Lebih terperinciII. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian 2.2 Persiapan wadah 2.3 Penyediaan larva ikan patin
II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 kali ulangan. Rancangan perlakuan yang diberikan pada larva ikan
Lebih terperinciII. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan
II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Penelitian ini meliputi tahap bahan dan alat, persiapan wadah pemeliharaan, ikan uji, rancangan pakan perlakuan, dan tahap pemeliharaan ikan serta pengumpulan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Selama penelitian, ikan uji menunjukkan peningkatan bobot untuk semua perlakuan. Pada Gambar 1 berikut ini menyajikan pertumbuhan mutlak rata-rata ikan, sedangkan biomassa
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme
Lebih terperinciGambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil
Lebih terperinciBAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat
15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2012. Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Kadar protein tertinggi terdapat pada pakan perlakuan D (udang rebon 45%) yaitu dengan persentase sebesar 39,11%. Kemudian diikuti pakan perlakuan C (udang rebon 30%)
Lebih terperinciPembesaran Benih Ikan Sidat dengan Jenis Pakan yang Berbeda
Nikè:Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 215 Pembesaran Benih Ikan Sidat dengan Jenis Pakan yang Berbeda Mulis mulis.gorontalo@gmail.com Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat
41 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian inti. Penelitian pendahuluan terdiri atas 2 tahap yaitu uji nilai kisaran (range value test) dan uji
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian Tahap 1: Uji Efektivitas Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Kandungan Serat Kasar Bungkil Kelapa
17 METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam dua tahapan. Tahap 1 adalah uji efektivitas enzim cairan rumen domba terhadap penurunan kandungan serat kasar bungkil kelapa. Uji Tahap 2 adalah mengevaluasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Ransum Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk hidup pokok dan produksi. Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dihabiskan oleh ternak pada
Lebih terperinciII. BAHAN DAN METODE
II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Penelitian Pakan penelitian terbagi menjadi dua yaitu pakan untuk pengujian kecernaan dan pakan untuk pengujian pertumbuhan. Pakan untuk pengujian kecernaan dibuat berdasarkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tahap I Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian diperoleh data sintasan (Gambar 1), sedangkan rata-rata laju pertumbuhan bobot dan panjang harian benih ikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang Ikan lele merupakan salah satu hasil perikanan budidaya yang menempati urutan teratas dalam jumlah produksi yang dihasilkan. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP),
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pertumbuhan biomassa ikan selama 40 hari pemeliharaan yang diberi pakan dengan suplementasi selenium organik berbeda dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini: 250,00
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. bio.unsoed.ac.id
III. METODE PENELITIAN A. Materi Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih lobster air tawar yang merupakan hasil pemijahan dari satu set induk yang diperoleh dari tempat penjualan induk bersertifikat,
Lebih terperinciV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai
V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Kecepatan moulting kepiting bakau Pengamatan moulting kepiting bakau ini dilakukan setiap 2 jam dan dinyatakan dalam satuan moulting/hari. Pengamatan dilakukan selama
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan terhadap ikan didapatkan suatu parameter pertumbuhan dan kelangsungan hidup berupa laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perilaku Kanibalisme Ketersediaan dan kelimpahan pakan dapat mengurangi frekuensi terjadinya kanibalisme (Katavic et al. 1989 dalam Folkvord 1991). Menurut Hecht dan Appelbaum
Lebih terperinciNutrisi Pakan pada Pendederan kerapu
Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Oleh: Ibnu Sahidhir Kementerian Kelautan dan Perikanan Ditjen Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee 2011 Biologi Benih Kerapu Pemakan daging Pendiam,
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
21 III. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011-Juni 2012. Pemeliharaan ikan dilakukan di Pusat Studi Ilmu Kelautan (PSIK), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sidat dikenal sebagai ikan katadromous yaitu memijah di laut, tumbuh dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sidat dikenal sebagai ikan katadromous yaitu memijah di laut, tumbuh dan berkembang di air tawar dan setelah dewasa akan kembali ke laut untuk memijah. Di Negara maju
Lebih terperinciPENAMBAHAN TEPUNG BIOFLOK SEBAGAI SUPLEMEN PADA PAKAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) ABSTRAK
e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 2 Februari 2016 ISSN: 2302-3600 PENAMBAHAN TEPUNG BIOFLOK SEBAGAI SUPLEMEN PADA PAKAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) Cindy Ria
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor Sumedang, Jawa Barat. Penelitian
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia karena permintaannya terus meningkat setiap
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein
Lebih terperinciPEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. ABSTRAK
e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. Arif Wibowo *, Henni Wijayanti
Lebih terperinciII. BAHAN DAN METODE
II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kolam Budidaya Ikan Ciburial, Sumedang selama kurang lebih dua bulan, yaitu sejak April - Juni 2011. 2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Wadah
Lebih terperinciHasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim
22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Efektivitas Cairan Rumen Domba Penelitian Tahap 1 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui volume enzim cairan rumen domba dan lama waktu inkubasi yang tepat untuk penurunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berupa potensi hayati maupun non hayati. Sumberdaya kelautan tersebut dapat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumberdaya kelautan yang melimpah, baik berupa potensi hayati maupun non hayati. Sumberdaya kelautan tersebut dapat dimanfaatkan
Lebih terperinciPENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp.
Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (1): 25 3 (25) 25 Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP
Lebih terperinci3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian a. Tahap I 1. Kultur bakteri Serratia marcescens
9 3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Agustus 2012, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Laboratorium Nutrisi Ikan, serta di kolam percobaan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Purwodadi Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik RT 01 RW 01 selama 28 hari pada bulan Desember 2016 Januari 2017
Lebih terperinciFAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN
4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN Faktor lingkungan dapat mempengaruhi proses pemanfaatan pakan tidak hanya pada tahap proses pengambilan, pencernaan, pengangkutan dan metabolisme saja, bahkan
Lebih terperinciII. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.
II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan adalah pelet kering berbasis sumber protein nabati yang berjenis tenggelam dengan campuran crude enzim dari rumen domba. Pakan uji yang diberikan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50 hari di Balai Benih Ikan (BBI) Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pembuatan pakan
Lebih terperinciEVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii)
697 Evaluasi penggunaan pakan dengan kadar protein berbeda... (Reza Samsudin) EVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii) ABSTRAK
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Bobot benih ikan nila hibrid dari setiap perlakuan yang dipelihara selama 28 hari meningkat setiap minggunya. Bobot akhir benih ikan
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN GABUS HARUAN
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN GABUS HARUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERENDAMAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN KERAPU KERTANG (relgh) DENGAN DOSIS BERBEDA PADA IKAN KARDINAL TETRA (Paracheirodon axelrodi)
PERENDAMAN HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN KERAPU KERTANG (relgh) DENGAN DOSIS BERBEDA PADA IKAN KARDINAL TETRA (Paracheirodon axelrodi) FIRMANSYAH SEPDELIANA KAMIL DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS
Lebih terperinciPERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN GURAME YANG DIBERI HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN DENGAN LAMA PERENDAMAN YANG BERBEDA PUSTIKA RATNAWATI
PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN GURAME YANG DIBERI HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN DENGAN LAMA PERENDAMAN YANG BERBEDA PUSTIKA RATNAWATI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Hatchery Ciparanje Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Waktu pelaksanaan dimulai dari bulan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Gambar 1 menunjukkan adanya penambahan bobot rata-rata pada ikan uji. Penambahan bobot akhir rata-rata dari bobot awal rata-rata pada perlakuan pakan RUSNAS sebesar
Lebih terperinciMETODOLOGI Waktu dan Tempat Ikan Uji Persiapan Bahan Baku Biji Karet Komposisi TBBK Tidak Diolah TBBK Diolah
METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan Oktober sampai Desember 2010 yang bertempat di Laboratorium Lapangan dan Teaching Farm Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Alat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersil oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Rasa dagingnya
Lebih terperinciUNTUK PERTUMBUHAN DAN PENINGKAT. (Cromileptes altivelis)
BIOAVAILABILITY Fe-TEPUNG DARAH UNTUK PERTUMBUHAN DAN PENINGKAT DAYA TAHAN TUBUH IKAN KERAPU (Cromileptes altivelis) Peneliti: 1. Mia Setiawati, MSi 2. Sri Nuryati, MSi 3. Prof. Ing Mokoginta (tahun ke-3)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu ikan budidaya
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu ikan budidaya yang banyak diminati oleh masyarakat.perkembangan dan perawatan lele dumbo yang mudah menjadi alasan
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan
33 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pemeliharaan ikan dilakukan di Laboratorium Sistem dan Teknologi Budidaya, IPB. Histologi gonad dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan (LKI), uji glukosa
Lebih terperinciSNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)
SNI : 01-6483.3-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1
Lebih terperinciHAMA DAN PENYAKIT IKAN
HAMA DAN PENYAKIT IKAN I. MENCEGAH HAMA DAN PENYAKIT IKAN Hama dan penyakit ikan dapat dibedakan berdasarkan penyerangan yaitu hama umumnya jenis organisme pemangsa (predator) dengan ukuran tubuh lebih
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin
TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Evaluasi teknis budidaya Hasil dari teknologi budidaya penggunaan pakan sepenuhnya pada kolam air tenang dan teknologi budidaya penggunaan pakan pengganti limbah
Lebih terperinciPengaruh Dosis Pakan Tubifex Sp Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Sidat di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo
Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 2, Juni 2015 Pengaruh Dosis Pakan Tubifex Sp Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Sidat di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo 1.2 Ike Juwita
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :
Lebih terperinci