BAB I PENDAHULUAN. 2001, p. 115. 1 Taik-young Hamm, Arming the Two Koreas, State, Capital, and Military Power, Routledge, New York,



dokumen-dokumen yang mirip
dalam merespon serangkaian tindakan provokatif Korea Selatan dalam bentuk latihan gabungan dalam skala besar yang dilakukan secara rutin, dan

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan

MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL

BAB V KESIMPULAN. Laut China Selatan sebagai perairan semi tertutup telah berstatus konflik. Konflik yang

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB I PENDAHULUAN. kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua

1. PENDAHULUAN. Peranan jieitai..., Nurlita Widyasari..., FIB UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

UAS ASIA TIMUR OKKY LARAS SAKTI

Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. 1 B. Buzan & O. Waever, Regions and Powers: The Structure of International Security, Cambridge University

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar

sanksi terhadap intensi Kiev bergabung dengan Uni Eropa. Sehingga konflik Ukraina dijadikan sebagai instrumen balance of power di Eropa Timur.

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2015 DAMPAK DOKTRIN BREZHNEV TERHADAP PERKEMBANGAN POLITIK DI AFGHANISTAN

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

Lingkungan Strategis XXI

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN

dalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap

BAB V KESIMPULAN. baru dengan adanya terobosan Kebijakan Pembangunan Pangkalan Militer

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV PENUTUP. di dunia. Dimana power suatu negara tidak hanya dapat di ukur melalui kekuatan

PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN EXTENDED DETERRENCE AMERIKA SERIKAT TERHADAP KONDISI STABILITAS KEAMANAN SEMENANJUNG KOREA

Realisme dan Neorealisme I. Summary

PENGANTAR KAJIAN STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi

PENDAHULUAN. Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II bukanlah sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. New York, 2007, p I. d Hooghe, The Expansion of China s Public Diplomacy System, dalam Wang, J. (ed.

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kajian Hubungan-Internasional, hubungan bilateral maupun

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang patut diperhitungkan dalam

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Pengembangan Teknologi dan Kekuatan Militer sebagai Strategi Pertahanan di Negara-Negara Kawasan Asia Timur *Andi Meganingratna

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dunia II ternyata tidak membuat situasi perpolitikan

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

peradaban Bangsa Timur yang berkembang dengan pesat. Tiongkok. Ketiga Negara ini sangat berperan penting pada pertumbuhan ekonomi

Signifikasi Kawasan Asia Pasifik. Yesi Marince, S.Ip., M.Si

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal hubungan antar negara didalamnya. Di kawasan ini terdapat negara. tetap berdiri sendiri sebagai sebuah negara bebas.

MI STRATEGI

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001

Pendahuluan. Selatan. Negara ini memiliki garis pantai sepanjang 1,046-kilometer

BAB I PENDAHULUAN. Negara ini mulai berdiri ketika Pemerintahan Uni Soviet berakhir, yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yofa Fadillah Hikmah, 2016

KONFLIK DI SEMENANJUNG KOREA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEAMANAN INTERNASIONAL

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

BAB V PENUTUP Kesimpulan

MUNDURNYA YUKIO HATOYAMA SEBAGAI PERDANA MENTERI JEPANG

yang dihadapi pasukan mereka. Tingginya jumlah korban jiwa baik dari pihak sipil maupun pasukan NATO serta besarnya dana yang harus dialirkan menjadi

Pengertian Dasar & Jenisnya. Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional. By Dewi Triwahyuni

PERDAMAIAN DI SEMENANJUNG KOREA PASCA-PERTEMUAN MOON JAE-IN DAN KIM JONG UN

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional.

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB 3 DAMPAK PENGEMBANGAN NUKLIR KOREA UTARA TERHADAP KOMPLEKSITAS KEAMANAN REGIONAL ASIA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. karena kekalahannya dalam Perang Dunia II. Jendral Douglas MacArthur yang

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik

PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI

PEREDAAN KETEGANGAN DI SEMENANJUNG KOREA

PERANAN PEMOEDA ANGKATAN SAMOEDERA OEMBARAN (PAS O) DALAM PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II TAHUN 1948 DI YOGYAKARTA

Tabel 1. Potensi Ancaman Perang Asimetris di Indonesia Ditinjau dari Berbagai Aspek Pelaku Sasaran Skala Metode Motif Dampak

BAB I PENDAHULUAN. juta km² dan mempunyai kedalaman sekitar meter. 1 Laut China Selatan

---ooo--- Anugerah Nontji, 28 Juni 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

Sambutan Presiden RI Pd Rapat KKIP, tgl 12 Maret 2014, di Mako Armatim TNI-AL, Surabaya Rabu, 12 Maret 2014

BAB V KESIMPULAN. evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan

DISUSUN OLEH : EKA PRASETYA ILMU POLITIK

variable yang nyata di dalam tubuh SAARC. India sebagai pivotal power di kawasan memang sudah melakukan beberapa upaya untuk mendukung integrasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Mederios, E.S. dan Fravel, M.T., China s New Diplomacy, Foreign Affairs, Volume 82 No. 6,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

ANALISIS POLITIK LUAR NEGERI. Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI FISIP UNJANI

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. II ( ) pada umumnya memiliki sudut pandang Sekutu sentris, dengan kata

BAB I PENDAHULUAN. integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan. dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Satu hal terpenting yang perlu disorot dari kawasan Asia Timur adalah ketegangan politik antara kelima negara. Letak permasalahan utamanya terdapat pada perkembangan kekuatan militer China, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, dan Korea Utara. Kekhawatiran utama yang muncul dari peningkatan kekuatan militer negara-negara di kawasan dapat dilihat dari dua segi; pertama, dari segi kualitas, negara-negara di kawasan mampu memproduksi persenjataan berteknologi tinggi; kedua, dari segi kuantitas, negara-negara kawasan dapat memproduksi senjata secara massal. 1 Kedua kemampuan tersebut dapat diimplementasikan dalam memproduksi persenjataan konvensional, seperti peningkatan kekuatan angkatan laut dan angkatan udara pada kelima negara, maupun kekuatan militer non-konvensional, seperti pengembangan dan ujicoba senjata nuklir, rudal balistik, dan sistem pertahanan anti-rudal. Peningkatan kekuatan pertahanan kelima negara menimbulkan dilema keamanan di kawasan, dimana peningkatan kekuatan pertahanan yang dijalankan oleh satu negara ditujukan untuk memperlemah pertahanan negara lainnya, sehingga memicu kekhawatiran dan sikap saling curiga satu sama lain. Dilema keamanan inilah yang menjadi permasalahan utama penelitian, dimana kecurigaan antar negara satu sama lain terkait pengembangan kekuatan militernya masing-masing berpotensi menimbulkan konflik dalam skala besar ketika terjadi kesalahpahaman. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka dilema keamanan yang dialami kelima negara merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam melihat situasi keamanan di kawasan Asia Timur. Perlunya mengangkat kelima negara tersebut dikarenakan setiap upaya peningkatan kekuatan pertahanan salah satu negara berimbas pada keempat negara lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya seperti upaya China dalam menjalankan modernisasi militernya memicu Jepang untuk melakukan interpretasi ulang terhadap konstitusinya terkait di bidang pertahanan, dan juga Taiwan untuk menjalankan reformasi 2001, p. 115. 1 Taik-young Hamm, Arming the Two Koreas, State, Capital, and Military Power, Routledge, New York, 1

militernya. Adapun upaya Jepang tersebut mendapat respon dari Korea Selatan, selain protes, juga diikuti dengan meningkatkan kemampuan pertahanannya, sementara upaya Korea Selatan tersebut mendapat reaksi dari Korea Utara dengan terus meningkatkan kemampuan senjata rudal dan nuklirnya untuk memberikan daya gentar terhadap Korea Selatan. 2 Adanya timbal balik terkait peningkatan kekuatan pertahanan antara kelima negara di kawasan Asia Timur tersebut menjadikan peningkatan kekuatan pertahanan China, Jepang, Korea Selatan, Korea Utara, dan Taiwan, perlu diangkat untuk melihat secara utuh stabilitas keamanan di kawasan Asia Timur. Pengambilan salah satu atau dua negara sebagai fokus utama dalam penelitian hanya akan menjadikan penyajian mengenai permasalahan stabilitas keamanan di kawasan Asia Timur sangat terbatas dan parsial. Maka dari itu, penelitian secara menyeluruh terhadap kelima negara diperlukan, mengingat keterkaitannya satu sama lain, adapun yang perlu difokuskan adalah aspek isunya. Demikian pula sebaliknya, contohnya seperti setiap upaya Korea Utara meningkatkan kemampuan senjata pemusnah massalnya memicu reaksi Jepang dan Korea Selatan untuk terus meningkatkan kekuatan pertahanannya dengan mengembangkan sistem pertahanan anti-rudal. Upaya Jepang untuk mengembangkan sistem pertahanan tersebut memaksa China untuk terus meningkatkan kemampuan senjata rudalnya supaya dapat memberikan daya gentar secara maksimal terhadap Jepang maupun Taiwan, sedangkan Taiwan merespon peningkatan kekuatan senjata rudal China dengan menggalang kerjasama dengan AS untuk mengembangkan sistem pertahanan anti-rudal. 3 Berdasarkan kasus tersebut, maka setiap upaya kelima negara untuk meningkatkan pertahanannya merupakan respon sekaligus direspon terhadap dan untuk keempat negara lainnya. Pada dasarnya, terkait stabilitas keamanan di Asia Timur, tidak hanya kelima negara tersebut yang memainkan peranan penting, dimana Russia dan AS merupakan dua negara lainnya yang turut terlibat dalam politik keamanan di kawasan Asia Timur. Namun, arti penting dari kedua negara tersebut berbeda halnya dengan kelima negara yang akan diangkat dalam penelitian, mengingat secara geografis kedua negara tersebut pada dasarnya kekuatan dari luar yang turut mempengaruhi, bukan kekuatan utama di kawasan yang telah memiliki akar historis 2 Kent Calder and Min Ye, The Making of Northeast Asia, Stanford University Press, Stanford, 2010, pp. 5-8. 3 Kent Calder and Min Ye, The Making of Northeast Asia, pp. 8-12. 2

dan kultural lebih kuat. Selain itu, diperlukan fokus untuk mengangkat penelitian, yang difokuskan pada lima negara semata. Sebagaimana telah disinggung, terdapat dua negara lainnya yang memiliki kepentingan di kawasan, yaitu AS dan Russia. Kedua negara tersebut tidak dimasukan sebagai bagian utama penelitian dikarenakan beberapa alasan. Untuk Russia, meskipun negara tersebut memiliki wilayah teritorial di Asia Timur, termasuk wilayah yang diperselisihkan dengan Jepang seperti Gugusan Pulau Kurile dan Pulau Sakhalin, secara geopolitik, jantung dari wilayah territorial Russia bukanlah di Asia, melainkan di Eropa, sehingga fokus utama dari politik luar negeri Russia cenderung memprioritaskan kawasan lainnya seperti Kaukasus dan Eropa Timur, sebagaimana yang ditunjukan dalam intervensi Russia di Georgia pada tahun 2008 dan intervensinya di Ukraina sekarang. 4 Berdasarkan alasan tersebutlah, mengapa Russia tidak dimasukan kedalam fokus utama penelitian, meskipun secara geografis memiliki wilayah territorial di Asia Timur, jantung dari wilayah utamanya terletak di Eropa, bukan Asia. Demikian pula halnya dengan AS, dikarenakan statusnya sebagai negara adidaya, mampu dan terlibat dalam berbagai intervensi di berbagai belahan dunia, tak terkecuali kawasan Asia Timur. Secara geostrategis dan geopolitik, maka, Russia dan AS tidak dapat dimasukan sebagai bagian dari fokus utama penelitian dalam mengangkat dilema keamanan yang terjadi di kawasan Asia Timur. Sementara AS, meskipun terikat aliansi dengan Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan, namun, status AS sebagai negara adidaya menyebabkan konsentrasi politik luar negerinya terpecah ke berbagai kawasan lainnya. Hal tersebut ditunjukan sikap AS yang mulai memberi kelonggaran pada Jepang dan Korea Selatan dalam meningkatkan kemampuan militernya secara mandiri melalui berbagai perjanjian, pengurangan pasukan pendudukannya secara berkala di Korea Selatan, dan sikap komprominya dengan Jepang terkait relokasi kedudukan pasukannya di Iwo Jima dan Okinawa. Sementara di kawasan Timur Tengah, AS semakin menunjukan tindakan nyata berupa dukungan terhadap Israel menyangkut isu Palestina dan berbagai bentuk intervensi lainnya di kawasan Timur Tengah. 5 4 Joshua Rovner, The Washington Post, What Ukraine Means for How We Study War (online), 4 Agustus 2014, <http://www.washingtonpost.com/blogs/monkey-cage/wp/2014/08/04/what-ukraine-means-for-how-westudy-war/>, diakses 18 Agustus 2014. 5 Melvyn P. Leffler, Foreign Affairs, September 11 in Retrospect, George W. Bush s Grand Strategy, Reconsidered, September/Oktober 2011, <http://www.foreignaffairs.com/articles/68201/melvyn-pleffler/september-11-in-retrospect>, diakses 18 Agustus 2014. 3

Alasan lain mengapa AS dan Rusia tidak dibahas secara khusus karena kedua negara tersebut secara otomatis masuk dalam pembahasan terkait hubungan kedua negara dengan beberapa negara di kawasan dalam bidang pertahanan. Contohnya seperti aliansi AS dengan Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan, yang salah satunya berupa pengembangan sistem pertahanan anti-rudal, serta kerjasama dalam perdagangan sistem persenjataan tertentu, untuk memperkuat pertahanan masing-masing. Demikian pula kerjasama antara Russia dengan China dan Korea Utara dalam penjualan persenjataan tertentu, yang menjadikan Russia secara otomatis dimasukan dalam penelitian, meskipun bukan sebagai fokus utama penelitian. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan utama dalam penelitian adalah dilema keamanan yang dihadapi kelima negara di kawasan, yaitu China, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, dan Korea Utara. Upaya yang dilakukan kelima negara dalam mengatasi dilema keamanannya dilakukan dengan meningkatkan kekuatan pertahanannya, oleh karena itu, penelitian akan dirumuskan dalam pertanyaan: Bagaimana kelima negara China, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, dan Korea Utara merespon dan bersaing dalam peningkatan kekuatan pertahanan satu sama lain? C. Reviu Literatur Terkait dengan isu pertahanan keamanan di Asia Timur yang paling fenomenal pada masa sekarang adalah modernisasi militer China. Kekuatan militer China menjadi salah satu faktor yang mengundang kekhawatiran tetangga-tetangganya, salah satunya dikarenakan doktrin militer China yang menganut prinsip perang ofensif maupun perang defensif untuk menjaga kedaulatannya, sebagaimana dikutip dari buku China s Military Modernization, Building for Regional and Global Reach, yang ditulis Richard D. Fisher. Fisher sendiri dalam bukunya memberikan contoh dalam sejarah kontemporer dimana Cina pernah membuktikannya dalam keterlibatan militernya di Perang Korea pada tahun 1950-1953 dan konflik perbatasan dengan Vietnam pada tahun 1979. 6 Diantara kelima negara di Asia Timur, China merupakan satu dari dua negara di kawasan yang memiliki senjata nuklir. Meskipun China merupakan negara pertama sekaligus pemilik hulu 6 Richard D. Fisher, China s Miliary Modernization, Building for Regional and Global Reach, Praeger Security International, Westport, 2008, p. 40. 4

ledak nuklir terbanyak di kawasan, kemampuan senjata pemusnah massal yang dimilikinya masih memiliki banyak keterbatasan. Mengutip pernyataan dari Jeffrey Lewis, dalam buku The Minimum Means of Reprisal, China s Search for Security in the Nuclear Age, senjata nuklir dan berbagai missil yang dimilikinya hanya sebatas dijadikan alat politik untuk menjalankan daya gentar dalam konteks keamanan di kawasan. 7 Untuk merespon setiap kemampuan China dalam meningkatkan kekuatan pertahanannya, Taiwan meresponnya dengan menjalankan reformasi di bidang pertahanan. Salah satunya dengan menjalankan modernsiasi militernya dan memperbesar akses dalam memiliki persenjataan yang canggih untuk menghadapi China, sebagaimana yang disampaikan Dennis V. Hickey dalam Taiwan s Defense Reform, yang ditulis Martin Edmonds dan Michael M. Tsai. 8 Tanpa melakukan reformasi di bidang pertahanan, sulit bagi Taiwan untuk menghadapi ancaman militer dari China. Problem utama dari keamanan Taiwan adalah fakta bahwa ancaman utamanya, yaitu China, hanya berjarak 100 nm dari wilayahnya, sementara sekutunya, berjarak ribuan mil dari wilayah Taiwan, untuk itulah Taiwan perlu memberikan daya gentar secara efektif terhadap China. Meskipun AS memiliki Armada Ke-7 di Pasifik, belum tentu menjamin keamanan Taiwan. Dalam bukunya Taiwan s Security, History and Prospects, Bernard Cole mengutip para ahli strategi dari Taiwan yang menyatakan bahwa stretegi efektif yang dapat dilakukan Taiwan dalam menghadapi ancaman China adalah daya gentar dan pertahanan yang gigih, dengan kata lain, opsi defensif merupakan pilihan paling realistis bagi Taiwan dalam menjaga kedaulatannya. 9 Selain menjelaskan secara umum mengenai reformasi dan prospek kebijakan pertahanannya, hal lainnya yang tidak kalah penting adalah aspek peningkatan kapasitas pertahanan maritim Taiwan sebagai negara pulau. Tanpa kekuatan laut yang memadai, sulit bagi Taiwan untuk mengatasi dilema keamanannya dalam menghadapi modernisasi angkatan laut China. Sebagaimana yang disampaikan Ming-hsien Wong and Tung-lin Wu dalam buku Taiwan s Maritime Security yang disusun Martin Edmonds dan Michael M. Tsai, kebijakan 7 Jeffrey Lewis, The Minimum Means of Reprisal, China s Search for Security in the Nuclear Age, American Academy of Arts and Sciences, Cambridge, 2007, p. 4. 8 Dennis V. Hickey, China s Military Modernization and Taiwan s Defense Reforms: Programs, Problems, and Prospects, in Martin Edmonds & Michael M. Tsai (ed.), Taiwan s Defense Reform, Routledge, New York, 2006, p. 44. 9 Bernard Cole, Taiwan s Security, History and Prospects, Routledge, New York, 2006, p. 152. 5

maritim merupakan syarat mutlak bagi tujuan nasional strategis bagi Taiwan dalam menjaga eksistensi, keamanan, dan pembangunannya. 10 Berbicara mengenai politik keamanan Taiwan, masa depan pertahanan dan keamanan Taiwan tidak dapat dilepaskan dari kapabilitas dan kapasitas kekuatan udaranya. Sebagai negara pulau, Taiwan tidak hanya membutuhkan angkatan laut yang kuat, tetapi juga dukungan kekuatan udaranya untuk memberikan daya gentar secara efektif terhadap China. Sebagaimana yang disampaikan Martin Edmonds dan Michael M. Tsai dalam buku Taiwan s Security and Air Power, Taiwan s Defense Against the Air Threat from Mainland China, yang secara spesifik membahas mengenai strategi Taiwan dalam menghadapi ancaman dari China dengan memperkuat angkatan udaranya 11 Selain Taiwan, Jepang merupakan salah satu negara yang merasa terancam dengan kebangkitan China, termasuk kekuatan militernya. Sebagaimana halnya Taiwan, sebagai negara kepulauan, Jepang perlu meningkatkan kekuatan lautnya untuk menetralisir ancaman China dan Korea Utara. Sebagaimana dalam penelitian Euan Graham dalam bukunya Japan s Sea Lane Security 1940-2004, a Matter of Life and Death? yang menyebutkan kekuatan laut China mengundang kekhawatiran Jepang karena dapat mengancam SLOC, sehingga SLOC sendiri menjadi salah satu fokus utama pertahanan Jepang pasca Perang Dingin. Selain China, negara lainnya yang mengundang kekhawatiran Jepang atas ancamannya terhadap SLOC adalah Korea Utara, dikarenakan negara tersebut memiliki kapasitas kapal penebar ranjau dan kapal selam yang potensial untuk memberi ancaman terhadap keamanan maritim Jepang. 12 Selain keamanan maritimnya, strategi yang diperlukan Jepang dalam politik keamanannya untuk menghadapi ancaman nuklir Korea Utara adalah mengembangkan kemampuan sistem pertahanan anti-rudal. Sistem pertahanan tersebut diperlukan tidak hanya dalam menghadapi ancaman nuklir Korea Utara, tetapi juga meningkatnya kemampuan China dalam mengembangkan senjata rudal. Daniel M. Kliman, dalam buku Japan s Security Strategy 10 Ming-hsien Wong & Tung-lin Wu, Taiwan s Maritime Strategy and the New Security Environment, in Martin Edmonds & Michael M. Tsai, Taiwan s Maritime Security, Routledge Curzon, London, 2003, p. 110. 11 Martin Edmonds & Michael M. Tsai, Introduction: Taiwan and Air Power, in Martin Edmonds & Michael M. Tsai, Taiwan s Security and Air Power, Taiwan s Defense Against the Air Threat from Mainland China, Routledge Curzon, London, 2004, p. 1. 12 Euan Graham, Japan s Sea Lane Security 1940-2004, a Matter of Life and Death?, Routledge, New York, 2006, pp. 202-203. 6

in the Post-9/11 World: Embracing a New Realpolitik, menyebutkan bahwa pasca peristiwa 9/11 Jepang semakin intensif meningkatkan sistem pertahanan anti-rudalnya. 13 Selain Perselisihan antara China dengan Jepang dan Taiwan, sumber dilema keamanan lainnya yang terdapat di kawasan Asia Timur adalah krisis di Semenanjung Korea. Krisis tersebut meliputi berbagai tindakan provokatif Korea Utara, sehingga memicu reaksi dari Jepang dan Korea Selatan untuk terus meningkatkan pertahanannya, oleh karena itu, perlu kiranya membahas bagaimana serangkaian tindakan provokatif Korea Utara, mulai dari program nuklirnya, yang diawali dengan upaya pengunduran diri dari NPT pada tahun 1993, hingga ujicoba nuklir yang dilakukannya pada tahun 2006, sebagaimana dalam buku yang ditulis oleh Narushige Michishita, North Korea s Military-Diplomatic Campaigns, 1966-2008. 14 Dalam melihat krisis di Semenanjung Korea, pada dasarnya, kurang tepat jika hanya melihat Korea Utara sebagai pihak antagonis, hal tersebut dikarenakan dalam melihat politik keamanan di kawasan, perlu dilihat secara menyeluruh tujuan politik masing-masing setiap negara, dengan sudut pandang secara berimbang. Maka dari itu, selain melihat dari sudut Korea Utara, perlu dilihat bagaimana Korea Selatan menjalankan politik luar negerinya, khususnya yang menyangkut masalah pertahanan keamanan, terutama pasca Perang Dingin, dimana Korea Selatan, sebagai negara dengan posisi geostrategis yang rawan, mengharuskannya untuk berhatihati dalam menjalankan politik keamanannya di kawasan. Hal tersebut sesuai dengan ayng disampaikan Shin-wha Lee, dalam bab South Korean Strategic Thought toward Regionalism, pada buku South Korean Strategic Thought toward Asia, bahwa Korea Selatan memasuki permasalahan yang semakin kompleks pasca Perang Dingin, dalam menghadapi politik keamanan di kawasan. 15 D. Kerangka Dasar Berfikir Untuk memperkuat argumen penelitian, digunakan teori dan beberapa konsep yang relevan. Teori dan beberapa konsep yang digunakan erat kaitannya dengan perspektif realisme. Sesuai dengan tema penelitian, teori yang digunakan dalam penelitian adalah teori dilema 13 Daniel M. Kliman, Japan s Security Strategy in the Post-9/11 World: Embracing a New Realpolitik, Praeger, Westport, 2006, p. 1. 14 Narushige Michishita, North Korea s Military-Diplomatic Campaigns, 1966-2008, Routledge, New York, 2010, pp. 2-3. 15 Shin-hwa Lee, South Korean Strategic Thought Toward Regionalism, in Gilbert Rozman, In-Taek Hyun, & Shin-hwa Lee, South Korean Strategic Thought Toward Asia, Palgrave Macmillan, New York, 2008, p. 225. 7

keamanan, sedangkan beberapa konsep utama yang akan digunakan dalam penelitian adalah daya gentar, kekuatan militer konvensional dan non-konvensional. Dilema Keamanan Sebagaimana telah dibahas, bahwa kekhawatiran akan stabilitas keamanan di kawasan dikarenakan setiap pengembangan kemampuan pertahanan satu negara direspon oleh negara tetangganya, dimana rasa khawatir dan sikap saling curiga merupakan salah satu unsur dari dilema keamanan. 16 Contohnya seperti pengembangan sistem pertahanan anti-rudal yang dikembangkan oleh Jepang, Taiwan, dan Korea Selatan, untuk menetralisir kemampuan senjata rudal China dan Korea Utara. Bentuk lainnya adalah pengembangan kemampuan peperangan anti-kapal selam Korea Selatan, Taiwan, dan Jepang untuk mengantisipasi ancaman kekuatan armada kapal selam China dan Korea Utara. Selain rasa khawatir dan rasa takut yang berlebihan antara satu negara dengan negara lainnya, yang terdapat di kawasan Asia Timur, adalah tidak adanya kesatuan yang lebih besar, dalam bentuk regionalisme di kawasan, khususnya dalam isu keamanan. Tidak adanya regionalisme di kawasan mengakibatkan persaingan kelima negara dalam meningkatkan kekuatan pertahanannya tidak terkendali, sehingga sulit untuk menghentikan upaya peingkatan kekuatan militer konvensional dan kekuatan militer non-konvensionalnya. Tidak adanya kesatuan yang lebih besar di kawasan merupakan salah satu unsur terpenting dari dilema keamanan, yang terdapat di kawasan Asia Timur. 17 Secara garis besar, teori dilema keamanan memiliki relevansi dengan situasi keamanan di kawasan Asia Timur, terkait peningkatan pertahanan kelima negara. Salah satunya adalah upaya setiap negara untuk memperkuat pertahanannya sendiri dengan melemahkan pertahanan negara lainnya. 18 Sebagaimana ditunjukan dalam pemaparan sebelumnya, setiap upaya Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan dalam mengembangkan sistem pertahanan anti-rudal dan peperangan antikapal selam, ditujukan untuk melemahkan kemampuan senjata rudal dan kekuatan kapal selam China dan Korea Utara. Daya Gentar 16 Shiping Tang, The Security Dilemma: A Conceptual Analysis, Security Studies, vol. 18, no. 3, 2009, pp. 589-590. 17 Shiping Tang, The Security Dilemma: A Conceptual Analysis, p. 590. 18 Shiping Tang, The Security Dilemma: A Conceptual Analysis, p. 592. 8

Pada dasarnya, setiap upaya peningkatan kekuatan pertahanan yang dilakukan oleh kelima negara pada dasarnya ditujukan untuk memberikan daya gentar terhadap negara tetangganya. Daya gentar tersebut ditujukan untuk memastikan keamanan dan tetap berlangsungnya stabilitas di kawasan bagi kelima negara. Contoh dari daya gentar yang ditunjukan, sebagaimana akan dibahas dalam bab pembahasan berikutnya, adalah pengembangan dan ujicoba senjata rudal dan nuklir Korea Utara, pengembangan jet tempur siluman J-20 dan pembuatan kapal induk yang dilakukan China, proyek pengembangan jet tempur siluman ATD-X dan produksi kapal selam kelas Soryu serta kapal perusak kelas Izumo oleh Jepang, pembelian beberapa unit jet tempur F-35 dari AS yang dilakukan oleh Taiwan dan Korea Selatan. Konsep daya gentar diperlukan dalam penelitian, mengingat relevansinya dalam penelitian, sebagaimana yang ditunjukan oleh kemampuan kelima negara dalam menunjukan kemampuan pertahanannya dengan meningkatkan kemampuan persenjataannya. Secara definitif, daya gentar memiliki definisi sebagai upaya untuk mencegah timbulnya ancaman dari pihak luar dengan menunjukan kekuatan berupa aksi secara langsung. Adapun pengertian lainnya adalah menunjukan kredibilitas berupa kemampuan atau kekuatan yang dimiliki sehingga pihak lawan berfikir dua kali sebelum melakukan ancaman atau tindakan. 19 Kekuatan Militer Konvensional Dalam penelitian, kelima negara mengembangkan kekuatan militer konvensionalnya untuk menetralisir ancaman negara tetangganya. Kekuatan militer konvensional yang dikembangkan khususnya pada matra angkatan laut kelima negara, mengingat luasnya perairan di kawasan dan pentingnya wilayah maritim sebagai urat nadi ekonomi negara-negara di kawasan. Hal tersebut, sebagaiman akan dibahas dalam bab pembahasan selanjutnya, ditunjukan bagaimana China, Jepang, dan Korea Selatan, Korea Utara, dan Taiwan, mengembangkan blue water navy, peperangan anti-kapal selam, kekuatan kapal selam, dan penebaran ranjau laut. Secara definitif, kekuatan militer konvensional dapat diartikan sebagai kekuatan militer, yang secara umum dibagi kedalam tiga matra, yaitu angkatan darat, laut, dan udara. Kekuatan militer konvensional adalah kekuatan militer dengan kemampuan untuk menggelar operasi dengan menggunakan persenjataan konvensional. Maka dari itu, konsep tersebut memiliki 19 Joint Publication 1-02, Department of Defense Dictionary of Military and Associated Terms, Department of Defense Instruction, Washington D.C., 2010, p. 73. 9

relevansi dengan penelitian berupa pengembangan kekuatan laut yang dilakukan kelima negara di kawasan Asia Timur. 20 Kekuatan Militer Non-Konvensional Selain persaingan kelima negara di kawasan dalam meningkatkan kekuatan lautnya, sumber ancaman lainnya bagi stabilitas keamanan di kawasan Asia Timur, sebagaimana akan dibahas nanti, adalah proliferasi senjata rudal dan nuklir di kawasan, khususnya terkait pengembangan yang dilakukan oleh Korea Utara dan China. Upaya kedua negara tersebut menimbulkan kekhawatiran bagi Jepang, Taiwan, dan Korea Selatan, sehingga memaksanya untuk mengembangkan sistem pertahanan anti-rudal, melalui kerjasamanya dengan AS. Untuk itulah engembangan senjata pemusnah massal yang dilakukan oleh kelima negara tersebut perlu untuk ditelaah lebih lanjut. Kekuatan militer non-konvensional adalah kekuatan militer yang digunakan untuk menghadapi musuh secara asimetris dengan menggunakan persenjataan non-konvensional, seperti senjata pemusnah massal, yang terdiri dari seperti rudal balistik, senjata nuklir, senjata kimia, dan senjata biologi. 21 Selain penggunaan senjata pemusnah massal, kekuatan militer nonkonvensional lainnya adalah kemampuan untuk melakukan peperangan pada kedua matra diluar kekuatan militer konvensional, seperti area luar angkasa dan peperangan siber. 22 Terkait penelitian, konsep tersebut memiliki relevansinya dengan pengembangan senjata rudal dan nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara dan China, serta pengembangan sistem pertahanan anti-rudal yang dikembangkan oleh Taiwan, Jepang, dan Korea Selatan. E. Hipotesis Pengembangan kekuatan militer konvensional dan non-konvensional yang dilakukan kelima negara China, Jepang, Korea Utara, Korea Selatan, dan Taiwan diakibatkan oleh dilema keamanan di kawasan yang mendorong kelima negara melakukannya. Tujuan kelima negara meningkatkan kekuatan militer konvensional dan non-konvensional adalah untuk memastikan keamanannya dengan memberikan daya gentar terhadap negara-negara tetangganya. Upaya yang dilakukan oleh kelima negara dalam meningkatkan kekuatan militer konvensional 20 Joint Publication 1-02, Department of Defense Dictionary of Military and Associated Terms, p. 57. 21 Joint Publication 1-02, Department of Defense Dictionary of Military and Associated Terms, p. 284. 22 Joint Publication 1-02, Department of Defense Dictionary of Military and Associated Terms, p. 64. 10

dan non-konvensional dilakukan dengan memperkuat pertahanannya dengan memperlemah pertahanan tetangganya, sehingga menimbulkan kekhawatiran dan kecurigaan satu sama lain. F. Jangkauan Penelitian Jangkauan penelitian difokuskan pada upaya kelima negara meningkatkan kekuatan persenjataannya, baik persenjataan konvensional maupun non-konvensional. Adapun aspekaspek lainnya yang tidak terkait dengan kedua hal tersebut diminimalisir supaya penelitian tidak keluar dari inti pembahasan. Dari segi kurun waktu, fokus penelitian diprioritaskan pasca peristiwa 9/11, dikarenakan dilema keamanan kelima negara mengalami peningkatan yang signifikan pada kurun waktu tersebut. G. Metodologi Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode eksploratif melalui pengumpulan data dalam bentuk studi literatur. Kajian literatur yang digunakan dalam penelitian mengedepankan penggunaan buku-buku yang relevan dengan penelitian sebagai bahan pengkajian. Selain buku, sumber lain yang digunakan diantaranya adalah artikel jurnal, laporan, dan artikel internet untuk menunjang penelitian. H. Sistematika Penelitian Secara keseluruhan, pembahasan dari penelitian akan dibagi kedalam empat bab. Bab Satu menjadi dasar utama penelitian membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, kerangka dasar berfikir, reviu literatur, hipotesis, jangkauan penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian. Bab Dua membahas tentang data-data yang memperkuat tentang peningkatan kemampuan pertahanan kelima negara di kawasan Asia Timur. Bab Tiga membahas pengembangan kekuatan militer non-konvensional yang dilakukan kelima negara di kawasan Asia Timur. Bab Empat membahas peningkatan kekuatan militer konvensional yang dilakukan kelima negara di kawasan Asia Timur. Bab Lima membahas kesimpulan sekaligus penutup dari penelitian. 11