Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

dokumen-dokumen yang mirip
LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMERIKSAAN PENELITIAN

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

Pemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. pada paru-paru terhadap partikel asing maupun gas (GOLD, 2013).

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

ANALISIS TREND PASIEN RAWAT INAP BRONCHITIS DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO KABUPATEN WONOGIRI PERIODE TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP Kerangka Teori

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. register status pasien. Berdasarkan register pasien yang ada dapat diketahui status pasien

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH DILAKUKAN PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No.

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 KERANGKA KONSEP. Gambar 3.1: Kerangka konsep tentang pola kelainan kulit pada pasien AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

LAMPIRAN. 1. Personil Penelitian 1. Ketua Penelitian Nama : dr. Cherie Nurul F Lubis Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSHAM

BAB I PENDAHULUAN. PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani

STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : UJI LATIHAN PERNAFASAN TERHADAP FAAL PARU, DERAJAT SESAK NAFAS DAN KAPASITAS FUNGSIONAL PENDERITA PPOK STABIL

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan semakin tingginya penjanan faktor resiko, seperti faktor pejamu

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kejadiannya (Depkes, 2006). Perkembangan teknologi dan industri serta. penyakit tidak menular (Depkes, 2006).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) yang berjumlah 96 pasien sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH MENGIKUTI PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

BAB III METODE PENELITIAN

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : NOLDI DANIAL NDUN NPM :

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini

Kode. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) YANG DIRAWAT INAP DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MEDAN TAHUN SKRIPSI.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis dan Rancangan Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif

BAB I PENDAHULUAN juta orang di seluruh dunia (Junaidi, 2010). Asma bronkial bukan hanya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BAB III METODE PENELITIAN. obeservasional analitik dengan pendekatan cross sectional. ( ) ( ) ( )

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. o Riwayat Operasi Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB 1 PENDAHULUAN. prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

STATUS PENELITIAN. Agama : 1. Islam 2. Kristen Protestan 3. Kristen Katolik. 2. SD / sederajat. 3. SMP / sederajat. 4.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

Transkripsi:

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Pada penelitian ini kerangka konsep mengenai karakteristik pasien PPOK eksaserbasi akut akan diuraikan berdasarkan variabel katagorik dan variabel numerik. Variabel katagorik mencakup jenis kelamin, suku, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, sumber pembiayaan, status merokok, gejala klinis, derajat keparahan penyakit, tipe eksaserbasi, dan jenis pengobatan. Variabel numerik mencakup usia dan lama rawatan. 1. Sosiodemografi: Usia Jenis Kelamin Suku Agama Tingkat Pendidikan Pekerjaan Status Perkawinan 2. Sumber Pembiayaan 3. Status Merokok 4. Gejala Klinis 5. Derajat Keparahan Penyakit 6. Tipe Eksaserbasi 7. Jenis Pengobatan 8. Lama Rawatan Penyakit Paru Obstruktif Kronik Eksaserbasi Akut Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Rekam medis adalah keterangan baik yang tertulis maupun terekam tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnosis, segala pelayanan dan tindakan medik yang diberikan kepada pasien dan pengobatan baik yang dirawat inap, rawat jalan maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat (Gondodiputro, 2007). 3.2.2. Karakteristik adalah kualitas atau atribut yang menunjukkan sifat suatu objek atau organisme. 3.2.3. Pasien PPOK eksaserbasi akut adalah pasien yang dinyatakan menderita PPOK eksaserbasi akut berdasarkan hasil diagnosis dokter dan tercatat dalam rekam medis. 3.2.4. Sosiodemografi adalah berasal dari dua kata, yaitu sosial dan demografi. Sosial adalah salah satu komponen variabel nondemografi, seperti pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain, sedangkan demografi adalah suatu ilmu yang mempelajari penduduk di suatu wilayah terutama mengenai jumlah, struktur (usia, jenis kelamin, agama, dan lain-lain), dan proses perubahannya (kelahiran, kematian, perkawinan, dan lain-lain) (Desa, 2008). Dalam penelitian ini, sosiodemografi terdiri dari: a. Usia adalah lamanya hidup pasien PPOK eksaserbasi akut yang dihitung berdasarkan tahun sejak pasien lahir, sesuai yang tercatat pada rekam medis. b. Jenis kelamin adalah jenis kelamin pasien PPOK eksaserbasi akut sesuai yang tercatat pada rekam medis, yang dikategorikan atas: 1. Laki-laki 2. perempuan c. Suku adalah etnik pasien PPOK eksaserbasi akut sesuai yang tercatat pada rekam medis, yang dikategorikan atas: 1. Batak 2. Jawa

3. Melayu 4. Aceh 5. Nias d. Agama adalah kepercayaan yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia yang dianut pasien PPOK eksaserbasi akut sesuai yang tercatat pada rekam medis, yang dikategorikan atas: 1. Islam 2. Kristen protestan 3. Kristen katolik 4. Buddha 5. Hindu e. Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal pasien PPOK eksaserbasi akut sesuai yang tercatat pada rekam medis, yang dikategorikan atas: 1. Tidak Tamat SD 2. SD 3. SLTP 4. SLTA 5. Perguruan Tinggi f. Pekerjaan adalah aktivitas utama pasien PPOK eksaserbasi akut sesuai yang tercatat pada rekam medis, yang dikategorikan atas: 1. Petani 2. Wiraswasta 3. Pegawai Swasta 4. PNS/ TNI/ POLRI 5. Pensiunan PNS/ TNI/ POLRI 6. Ibu Rumah Tangga 7. Pekerja Lepas 8. Tidak Bekerja

g. Status perkawinan adalah status pasien PPOK eksaserbasi akut berdasarkan riwayat pernikahan, sesuai yang tercatat pada rekam medis, yang dikategorikan atas: 1. Kawin 2. Tidak Kawin 3.2.5. Sumber pembiayaan adalah jenis sumber pembiayaan pasien PPOK eksaserbasi akut selama di rawat di rumah sakit sesuai yang tercatat pada rekam medis, yang dikategorikan atas: 1. Biaya Sendiri/umum 2. Asuransi Kesehatan (Askes) 3. Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) 3.2.6. Status merokok adalah riwayat mengenai perilaku merokok pada pasien PPOK eksaserbasi akut sesuai yang tercatat pada rekam medis, yang dikategorikan atas: 1. Bekas Perokok 2. Perokok 3. Bukan Perokok 3.2.7. Penentuan derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun, sesuai yang tercatat pada rekam medis, yang dikatagorikan atas: 1. Derajat ringan : 0-200 2. Derajat sedang: 200-600 3. Derajat berat : > 600 3.2.8. Gejala klinis adalah gejala yang dikeluhkan pasien PPOK eksaserbasi akut selama di rawat di rumah sakit sesuai yang tercatat pada rekam medis, yang dikategorikan atas: 1. Sesak Napas 2. Batuk Berdahak 3. Demam

4. Nyeri Dada 5. Mengi 3.2.9. Derajat keparahan penyakit adalah tingkatan keparahan penyakit berdasarkan nilai pengukuran spirometri, yaitu Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP 1 ) dan Arus Puncak Ekspirasi (APE) pada pasien PPOK eksaserbasi akut sesuai yang tercatat pada rekam medis, dibagi atas (tabel 2.2): 1. PPOK Ringan 2. PPOK Sedang 3. PPOK Berat 4. PPOK Sangat Berat 3.2.10. Tipe eksaserbasi adalah klasifikasi keparahan eksaserbasi pada pasien PPOK eksaserbasi akut berdasarkan 3 gejala utama, yaitu peningkatan sesak, produksi sputum meningkat, dan adanya perubahan konsistensi atau warna sputum (Anthonisen, 1987), sesuai yang tercatat pada rekam medis, yang dikategorikan atas: 1. Tipe I (eksaserbasi berat): apabila memiliki 3 gejala utama 2. Tipe II (eksaserbasi sedang): apabila hanya memiliki 2 gejala utama 3. Tipe III (eksaserbasi ringan) apabila memiliki 1 gejala utama ditambah adanya infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline 3.2.11. Jenis pengobatan adalah tindakan pengobatan yang diberikan pada pasien PPOK eksaserbasi akut selama dirawat di rumah sakit sesuai yang tercatat pada rekam medis, yang terdiri dari: 1. B2-agonis 2. Antikolinergik 3. Xantin 4. Kortikosteroid 5. Terapi Oksigen

3.2.12. Lama rawatan adalah keterangan yang menunjukkan periode atau lamanya perawatan pasien PPOK eksaserbasi akut di rumah sakit dihitung dari tanggal mulai di rawat sampai dengan keluar (baik dengan izin dokter maupun meninggal dunia) berdasarkan pencatatan pada rekam medis. 3.2.13. Cara Ukur Semua variabel penelitian diukur dengan survei rekam medis. 3.2.14. Alat Ukur Semua variabel penelitian diukur dengan menggunakan rekam medis. 3.2.15. Hasil Pengukuran Untuk variabel numerik berupa Rerata dan untuk variabel kategorik berupa Persentase. 3.2.16. Skala pengukuran Untuk variabel numerik, yaitu usia berupa skala rasio, sedangkan lama rawatan berupa skala interval. Untuk variabel kategorik, yaitu tingkat pendidikan, derajat keparahan penyakit, dan tipe eksaserbasi berupa skala ordinal, sedangkan jenis kelamin, suku, agama, pekerjaan, status perkawinan, sumber pembiayaan, status merokok, gejala klinis, dan jenis pengobatan berupa skala nominal.

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang akan menggambarkan karakteristik pasien PPOK eksaserbasi akut. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah retrospective study, dimana akan dilakukan pengumpulan data berdasarkan rekam medis. 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, dengan pertimbangan yaitu tersedianya data pasien penyakit paru obstruksi kronik eksaserbasi akut tahun 2009 dan belum pernah dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita penyakit paru obstruksi kronik eksaserbasi akut yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009. 4.2.2. Waktu Penelitian Waktu penelitian dimulai dari pengumpulan data sampai pelaporan hasil penelitian adalah dari bulan Juni 2010 sampai bulan November 2010. 4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian Populasi penelitian ini adalah semua data pasien PPOK eksaserbasi akut yang dirawat inap di Ruang Rindu A3 Paru RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009. 4.3.2. Sampel Penelitian Sampel penelitian adalah data semua pasien PPOK eksaserbasi akut yang di rawat inap dari bulan Januari 2009 sampai bulan Desember 2009 dengan besar sampel adalah sama dengan populasi (total sampling).

4.4. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan berupa data sekunder yaitu rekam medis pasien PPOK eksaserbasi akut yang dirawat inap dimana hal yang diperlukan dalam menggambarkan karakteristik pasien dicatat dan diuraikan berdasarkan kebutuhan peneliti. 4.5. Metode Analisis Data Data yang telah dikumpulkan, dimasukkan ke dalam komputer kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions). Data disajikan dalam bentuk narasi dan tabel distribusi proporsi.

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1.Hasil Penelitian 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A sesuai SK Menkes No.335/Menkes/SK/VII/1990 dan sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai SK Menkes No.502/Menkes/SK/IX/1991 yang memiliki visi sebagai pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan serta merupakan pusat rujukan kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, D.I. Aceh, Sumatera Barat dan Riau. Lokasinya dibangun di atas tanah seluas ±10 Ha dan terletak di Jalan Bunga Lau No.17, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. 5.1.2. Distribusi Proporsi Pasien PPOK Eksaserbasi Akut berdasarkan Waktu Distribusi proporsi pasien PPOK eksaserbasi akut yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan waktu dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut. Tabel 5.1 Distribusi Proporsi Pasien PPOK Eksaserbasi Akut berdasarkan Bulan di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009 No. Bulan Frekuensi (f) Persentase (%) 1. Januari 6 6,8 2. Februari 7 8,0 3. Maret 1 1,1 4. April 4 4,5 5. Mei 8 9,1 6. Juni 8 9,1 7. Juli 9 10,2 8. Agustus 14 15,9 9. September 14 15,9 10. Oktober 3 3,4 11. November 7 8,0 12. Desember 7 8,0 Jumlah 88 100,0

Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa jumlah pasien rawat inap terbanyak adalah pada bulan Agustus dan September dengan proporsi masingmasing 15,9%, sedangkan proporsi pasien rawat inap terkecil adalah 1,1% pada bulan Maret. Proporsi pasien yang dirawat inap di bagian paru adalah 3,6% dari seluruh pasien yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009. Sedangkan proporsi pasien yang dirawat inap dengan diagnosis bronkitis, emfisema, dan PPOK adalah 19,8% dari seluruh pasien yang dirawat inap di bagian paru. 5.1.3. Distribusi Proporsi Pasien PPOK Eksaserbasi Akut berdasarkan Sosiodemografi Distribusi proporsi pasien PPOK eksaserbasi akut berdasarkan sosiodemografi di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.2 dan 5.3 berikut. Tabel 5.2 Distribusi Proporsi Pasien PPOK Eksaserbasi Akut berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin No. Usia Jenis kelamin Jumlah (Tahun) Laki-laki Perempuan f % f % f % 1. <50 Tahun 7 8,0 3 3,4 10 11,4 2. 50-60 Tahun 19 21,6 6 6,8 25 28,4 3. >60 Tahun 44 50,0 9 10,2 53 60,2 Jumlah 70 79,6 18 20,4 88 100,0 Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi usia pasien adalah usia diatas 60 tahun, yaitu 60,2% dengan proporsi laki-laki 50,0% dan perempuan 10,2%. Proporsi terendah usia pasien adalah usia dibawah 50 tahun, yaitu 11,4% dengan proporsi laki-laki 8,0% dan perempuan 3,4%.

Tabel 5.3 Distribusi Proporsi Pasien PPOK Eksaserbasi Akut berdasarkan Sosiodemografi No. Sosiodemografi f % 1. Suku Batak Jawa Melayu Aceh 54 20 10 4 61,4 22,7 11,4 4,5 Jumlah 88 100,0 2. Agama Islam Protestan Katolik 36 48 4 40,9 54,5 4,6 Jumlah 88 100,0 3. Pendidikan Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Sarjana 1 26 20 35 6 1,1 29,6 22,7 39,8 6,8 Jumlah 88 100,0 4. Pekerjaan Petani Wiraswasta Pegawai Swasta Pegawai Negeri Pensiunan Ibu Rumah Tangga Pekerja Lepas Supir Tukang Tidak Bekerja 28 8 3 11 18 15 1 1 1 2 31,8 9,1 3,4 12,5 20,6 17,0 1,1 1,1 1,1 2,3 Jumlah 88 100,0 5. Status Perkawinan Kawin Tidak Kawin 87 98,9 1 1,1 Jumlah 88 100,0

Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi pasien berdasarkan suku adalah suku batak (61,4%) dan berdasarkan agama adalah agama protestan (54,5%). Proporsi tertinggi pasien berdasarkan tingkat pendidikan adalah tamat SLTA (39,8%) dan proporsi terendah adalah tidak tamat SD (1,1%). Proporsi tertinggi pasien berdasarkan pekerjaan adalah petani (31,8%) dan proporsi terendah adalah pekerja lepas, tukang, dan supir dengan proporsi masing-masing 1,1%. Proporsi tertinggi pasien berdasarkan status perkawinan adalah kawin (98,9%). 5.1.4. Distribusi Proporsi Pasien PPOK Eksaserbasi Akut berdasarkan Sumber Pembiayaan Distribusi proporsi pasien PPOK eksaserbasi akut berdasarkan sumber pembiayaan di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut. Tabel 5.4 Distribusi Proporsi Pasien PPOK Eksaserbasi Akut berdasarkan Sumber Pembiayaan No. Sumber Pembiayaan Jumlah f % 1. Umum 14 15,9 2. Askes 30 34,1 3. Jamkesmas 44 50,0 Jumlah 88 100,0 Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa sumber pembiayaan pasien lebih banyak bukan berasal dari biaya sendiri yaitu Jamkesmas dengan proporsi sebesar 50,0% dan Askes dengan proporsi sebesar 34,1% dibandingkan menggunakan biaya sendiri/umum dengan proporsi sebesar 15,9%.

5.1.5. Distribusi Proporsi Pasien PPOK Eksaserbasi Akut berdasarkan Status Merokok Distribusi proporsi pasien PPOK eksaserbasi akut berdasarkan status merokok dan derajat indeks Brinkman di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.5 dan tabel 5.6 berikut. Tabel 5.5 Distribusi Proporsi Pasien PPOK Eksaserbasi Akut berdasarkan Status Merokok No. Status Merokok Jumlah f % 1. Bekas Perokok 31 35,2 2. Perokok 37 42,1 3. Bukan Perokok 20 22,7 Jumlah 88 100,0 Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa mayoritas pasien memiliki riwayat merokok, dengan proporsi perokok adalah 42,1% dan bekas perokok 35,2%. Proporsi pasien bukan perokok adalah 22,7%. Tabel 5.6 Distribusi Proporsi Pasien PPOK Eksaserbasi Akut berdasarkan Derajat Indeks Brinkman No. Derajat Indeks Brinkman Jumlah f % 1. Ringan, 1-200 15 17,1 2. Sedang, 200-600 33 37,5 3. Berat, >600 20 22,7 Jumlah 68 77,3 Berdasarkan tabel 5.6 dapat dilihat bahwa proporsi terbanyak derajat indeks Brinkman pasien adalah derajat sedang dengan proporsi sebesar 37,5% dan proporsi terendah adalah derajat ringan sebesar 17,1%. Rerata indeks Brinkman pasien adalah 431,2 (SD 502,4). Nilai indeks Brinkman terbesar adalah 2960.

5.1.6. Distribusi Proporsi Pasien PPOK Eksaserbasi Akut berdasarkan Gejala Klinis Distribusi proporsi pasien PPOK eksaserbasi akut berdasarkan gejala klinis di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut. Tabel 5.7 Distribusi Proporsi Pasien PPOK Eksaserbasi Akut Berdasarkan Gejala Klinis No. Gejala Klinis Jumlah f % 1. Sesak Napas 87 98,9 2. Batuk Berdahak 80 90,9 3. Nyeri Dada 24 27,3 4. Mengi 19 21,6 5. Demam 30 34,1 Berdasarkan tabel 5.7 dapat dilihat bahwa gejala yang paling banyak dikeluhkan pasien adalah sesak napas (98.9%), diikuti batuk berdahak (90,9%), demam (34,1%), nyeri dada (27,3%), dan mengi (21,6%). 5.1.7. Distribusi Proporsi Pasien PPOK Eksaserbasi Akut berdasarkan Derajat Keparahan Penyakit Distribusi proporsi pasien PPOK eksaserbasi akut berdasarkan derajat keparahan penyakit di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut. Tabel 5.8 Distribusi Proporsi Pasien PPOK Eksaserbasi Akut Berdasarkan Derajat Keparahan Penyakit No. Derajat Keparahan Penyakit Jumlah f % 1. Ringan, VEP 1 80% prediksi 0 0 2. Sedang, 50% VEP 1 < 80% prediksi 5 21,7 3. Berat, 30% VEP 1 < 50% prediksi 5 21,7 4. Sangat Berat, VEP 1 < 30% prediksi 13 56,6 Jumlah 23 100,0 Berdasarkan tabel 5.8 dapat dilihat bahwa dari 23 pasien yang dilakukan pemeriksaan spirometri, proporsi tertinggi derajat keparahan penyakit adalah derajat sangat berat yaitu sebesar 56,6%.

5.1.8. Distribusi Proporsi Pasien PPOK Eksaserbasi Akut berdasarkan Tipe Eksaserbasi Distribusi proporsi pasien PPOK eksaserbasi akut berdasarkan tipe eksaserbasi di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut. Tabel 5.9 Distribusi Proporsi Pasien PPOK Eksaserbasi Akut Berdasarkan Tipe Eksaserbasi No. Tipe Eksaserbasi Jumlah f % 1. Tipe I 17 19,3 2. Tipe II 33 37,5 3. Tipe III 38 43,2 Jumlah 88 100,0 Berdasarkan tabel 5.9 dapat dilihat bahwa proporsi tipe eksaserbasi pasien terbanyak adalah tipe III (43,2%), diikuti tipe II (37,5%), dan tipe I (19,3%). 5.1.9. Distribusi Proporsi Pasien PPOK Eksaserbasi Akut berdasarkan Jenis Pengobatan Distribusi proporsi pasien PPOK eksaserbasi akut berdasarkan jenis pengobatan di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut. Tabel 5.10 Distribusi Proporsi Pasien PPOK Eksaserbasi Akut Berdasarkan Jenis Pengobatan No. Jenis Pengobatan Jumlah f % 1. B2 Agonis 81 92,0 2. Xantin 12 13,6 3. Antikolinergik 11 12,5 4. Kortikosteroid 56 63,6 5. Antibiotik 82 93,2 6. Terapi Oksigen 74 84,1 Berdasarkan tabel 5.10 dapat dilihat bahwa proporsi jenis pengobatan pasien terbanyak adalah antibiotik (93,2%), diikuti B2 agonis (92,0%), terapi oksigen (84,1%), kortikosteroid (63,6%), xantin (13,6%), antikolinergik (12,5%).

5.1.10. Rerata Lama Rawatan Pasien PPOK Eksaserbasi Akut Rerata lama rawatan pasien adalah 7,4 hari (SD 5,4) dengan lama rawatan paling lama adalah 29 hari dan lama rawatan paling singkat adalah 1 hari. 5.1.11. Jenis Kelamin berdasarkan Riwayat Merokok Jenis kelamin berdasarkan riwayat merokok pasien PPOK eksaserbasi akut di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.11 berikut. Tabel 5.11 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Pasien PPOK Eksaserbasi Akut berdasarkan Riwayat Merokok No. Jenis kelamin Riwayat Jumlah Laki-laki Perempuan Merokok f % f % f % 1. Perokok 63 71,5 5 5,7 68 77,3 2. Bukan Perokok 7 8,0 13 14,8 20 22,7 Jumlah 70 79,5 18 20,5 88 100 Berdasarkan tabel 5.11 dapat dilihat bahwa dari semua pasien dengan riwayat merokok, proporsi pasien laki-laki adalah 71,5% dan proporsi perempuan adalah 5,7%. Dari semua pasien dengan riwayat bukan perokok, proporsi pasien laki-laki adalah 8,0% dan proporsi perempuan adalah 14,8%. 5.1.12. Riwayat Merokok berdasarkan Tingkat Pendidikan Riwayat merokok berdasarkan tingkat pendidikan pasien PPOK eksaserbasi akut di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.12 berikut.

Tabel 5.12 Distribusi Proporsi Riwayat Merokok Pasien PPOK Eksaserbasi Akut berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Riwayat Merokok Tingkat Jumlah Pendidikan Perokok Bukan Perokok f % f % f % 1. Tidak Tamat 34 38,6 13 14,8 47 53,4 SD/Tamat SD/Tamat SLTP 2. Tamat 34 38,6 7 8,0 41 46,6 SLTA/Sarjana Jumlah 68 77,3 20 22,7 88 100 Berdasarkan tabel 5.12 dapat dilihat bahwa dari semua pasien dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD/tamat SD/tamat SLTP, 38,6% memiliki riwayat merokok dan 14,8% tidak memiliki riwayat merokok. Dari semua pasien dengan tingkat pendidikan tamat SLTA/sarjana, 38,6% memiliki riwayat merokok dan 8,0% tidak memiliki riwayat merokok. 5.1.13. Rerata Lama Rawatan berdasarkan Sumber Pembiayaan Rerata lama rawatan berdasarkan sumber pembiayaan pasien PPOK eksaserbasi akut di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.13 berikut. Tabel 5.13 Rerata Lama Rawatan Pasien PPOK Eksaserbasi Akut berdasarkan Sumber Pembiayaan No. Sumber Biaya f Rerata SD 1. Umum 14 3,1 2,8 2. Askes 30 7,4 4,3 3. Jamkesmas 44 8,8 6,0 Berdasarkan tabel 5.13 dapat dilihat bahwa rerata lama rawatan pasien yang berobat dengan biaya sendiri adalah 3,1 hari, rerata lama rawatan pasien yang berobat dengan menggunakan Askes adalah 7,4 hari, dan rerata lama rawatan pasien yang berobat dengan menggunakan Jamkesmas adalah 8,8 hari.

5.1.14. Rerata Lama Rawatan berdasarkan Tipe Eksaserbasi Rerata lama rawatan berdasarkan tipe eksaserbasi pasien PPOK eksaserbasi akut di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.14 berikut. Tabel 5.14 Rerata Lama Rawatan Pasien PPOK Eksaserbasi Akut berdasarkan Tipe Eksaserbasi No. Tipe Eksaserbasi f Rerata SD 1. Tipe I 17 8,0 5,1 2. Tipe II 33 7,6 6,1 3. Tipe III 38 7,0 4,9 Berdasarkan tabel 5.14 dapat dilihat bahwa rerata lama rawatan pasien dengan tipe eksaserbasi I adalah 8,0 hari, rerata lama rawatan pasien dengan tipe eksaserbasi II adalah 7,6 hari, dan rerata lama rawatan pasien dengan tipe eksaserbasi III adalah 7,0 hari. 5.2. Pembahasan Kecenderungan pasien PPOK eksaserbasi akut yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009 berdasarkan data kunjungan per bulan mengalami peningkatan menurut persamaan garis linear y=0,328x+5,197. Hal ini tidak menunjukkan secara langsung bahwa terjadi peningkatan kasus PPOK di masyarakat, namun hanya menunjukkan peningkatan pasien PPOK yang berobat di RSUP H. Adam Malik Medan. Peningkatan kunjungan ini dapat dikaitkan dengan fungsi rumah sakit tersebut sebagai rumah sakit rujukan yang juga melayani Askes dan Jamkesmas. Pasien PPOK eksaserbasi akut paling banyak berusia diatas 60 tahun, yaitu sebesar 60,2% dengan proporsi laki-laki 50% dan perempuan 10,2%. Sex ratio adalah 70:18 ~ 4:1, yang sesuai dengan angka prevalensi PPOK di Indonesia yaitu jumlah pasien PPOK laki-laki lebih besar daripada perempuan. Hal ini dapat disebabkan lebih banyak perokok pada laki-laki daripada perempuan. Hasil penelitian Rahmatika (2009) di RSUD Aceh Tamiang dari bulan Januari sampai Mei 2009 mendapatkan proporsi tertinggi usia pasien PPOK adalah pada kelompok usia 60 tahun (57,6%)

dengan proporsi laki-laki 43,2% dan perempuan 14,4%. Hasil penelitian Shinta (2007) di RSU Dr. Soetomo Surabaya pada pasien PPOK eksaserbasi akut yang menjalani rawat inap dari tanggal 1 Januari 2006 30 Juni 2006, diperoleh 46 pasien dengan 39 pasien laki-laki (84,8%) dan 7 pasien perempuan (15,2%). Distribusi proporsi usia pasien yaitu usia 31-40 tahun (2,2%), 41-50 tahun (2,2%), 51-60 tahun (10,8%), dan proporsi terbesar berasal dari kelompok umur diatas 61 tahun (84,8%). Rerata usia pasien adalah 64,1 tahun (SD 10,0). Usia paling muda adalah 40 tahun dan usia paling tua adalah 85 tahun. Hasil penelitian Setiyanto dkk. (2008) di ruang rawat inap RS. Persahabatan Jakarta mendapatkan rerata usia pasien PPOK eksaserbasi akut adalah 65,9 tahun (SD 9,35). Usia paling muda adalah 40 tahun dan usia paling tua adalah 81 tahun. Berdasarkan sosiodemografi didapatkan bahwa proporsi tertinggi adalah suku batak (61,4%), agama Kristen protestan (55,0%), dan pendidikan tamat SLTA (40%). Hal ini bukan berarti pada kelompok tersebut lebih berisiko menderita PPOK, melainkan hanya menunjukkan bahwa pasien yang berobat ke RSUP H. Adam Malik Medan adalah paling banyak pada kelompok tersebut. Mayoritas pekerjaan pasien adalah sebagai petani (31,8%). Hal ini dapat dikaitkan dengan fungsi rumah sakit tersebut sebagai rumah sakit rujukan yang juga melayani Askes dan Jamkesmas. Selain itu, faktor pekerjaan berhubungan erat dengan alergi dan hipereaktifitas bronkus, dimana pekerja yang bekerja di lingkungan berdebu akan lebih berisiko menderita PPOK. Hasil penelitian Rahmatika (2009) di RSUD Aceh Tamiang mendapatkan bahwa dari 139 pasien proporsi tertinggi pasien PPOK adalah pada tingkat pendidikan SLTA (29,6%) dan petani (30,2%). Sumber pembiayaan pasien lebih banyak menggunakan Jamkesmas dengan proporsi sebesar 50,0% Hal ini dapat dikarenakan RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit rujukan bagi pasien yang menggunakan Askes dan Jamkesmas. Selain itu, proporsi Jamkesmas lebih tinggi dapat dikaitkan dengan proporsi pekerjaan pasien lebih banyak sebagai petani yaitu sebesar 31,8%.

Proporsi pasien yang masih perokok cukup banyak yaitu sebesar 42,0%. Merokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya PPOK. Menurut hasil penelitian Shinta (2007) di RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2006, faktor resiko yang diidentifikasi sebagai penyebab PPOK yaitu kebiasaan merokok yaitu sebanyak 29 pasien (63,0%), dan faktor lain yang tidak diketahui sebanyak 17 pasien (37,0%). Namun, pasien PPOK yang tidak memiliki riwayat merokok juga mempunyai risiko menderita PPOK akibat paparan asap rokok (perokok pasif) dan polusi udara. Menurut Russel (2002) dalam Suradi (2009), kelainan struktur jaringan berkaitan erat dengan respons inflamasi ditimbulkan oleh paparan partikel atau gas beracun, tetapi dinyatakan faktor utama dan paling dominan ialah asap rokok dibanding yang lain. Hasil penelitian Setiyanto dkk. (2008) di ruang rawat inap RS. Persahabatan Jakarta mendapatkan hampir semua pasien adalah bekas perokok yaitu sebanyak 109 pasien dengan proporsi sebesar 90,8%. Risiko menderita PPOK akibat merokok dapat diketahui melalui penilaian derajat berat merokok seseorang. Semakin banyak jumlah batang rokok yang dihisap dan makin lama masa waktu menjadi perokok, semakin besar risiko dapat mengalami PPOK (Suradi, 2009). Hasil penelitian Setiyanto dkk. (2008) di RS. Persahabatan Jakarta mendapatkan rerata indeks Brinkman pasien sebesar 684,0 dengan indeks Brinkman paling besar 2640. Derajat indeks Brinkman pasien terbanyak adalah derajat berat (40,0%0 diikuti derajat sedang (38,3%) dan derajat ringan (21,7%). Gejala klinis yang paling banyak dikeluhkan pasien adalah sesak napas dengan sensitivitas terhadap PPOK yaitu sebesar 98,9%, artinya dari 100 pasien PPOK terdapat 99 pasien yang mengalami keluhan sesak napas. Dari 23 pasien yang dilakukan pemeriksaan spirometri, didapatkan banyak pasien dengan derajat keparahan penyakit sangat berat yaitu sebesar 56,6%. Hal ini disebabkan pasien dengan derajat penyakit ringan biasanya masih tidak menunjukkan gejala klinis, sehingga membuat pasien tidak datang untuk mencari pengobatan. Hasil penelitian Setiyanto dkk. (2008) di ruang rawat inap RS. Persahabatan Jakarta

mendapatkan proporsi pasien terbanyak adalah derajat sedang (61,7%), diikuti derajat berat (29,2%), derajat sangat berat (8,3%) dan paling sedikit derajat ringan (0,8%). Data pengukuran spirometri menunjukkan hasil rerata pengukuran VEP 1 pasien adalah 861,3 ml (SD 629,27). Nilai VEP 1 paling rendah adalah 249 ml sedangkan VEP 1 paling besar adalah 2910 ml. Rerata pengukuran VEP 1 prediksi pasien adalah 33,3% (SD 15,9). Nilai VEP 1 prediksi paling rendah adalah 14% sedangkan VEP 1 prediksi paling besar adalah 68%. Rerata pengukuran KVP pasien adalah 1107,4 ml (SD 759,3). Nilai KVP paling rendah adalah 460 ml sedangkan KVP paling besar adalah 3730 ml. Rerata pengukuran KVP prediksi pasien adalah 36,4% (SD 17,3). Nilai KVP prediksi paling rendah adalah 16% sedangkan KVP prediksi paling besar adalah 83%. Hasil penelitian Setiyanto dkk. (2008) di ruang rawat inap RS. Persahabatan Jakarta mendapatkan hasil pemeriksaan faal paru relatif masih cukup baik. Rerata VEP 1 adalah 1114,9 ml (SD 367,34) dan rerata VEP 1 prediksi adalah 54,2% (SD 15,6). Rerata KVP adalah 1747,5 ml (SD 602,1) dan rerata KVP prediksi adalah 73,0% (SD 65,64). Tipe eksaserbasi yang paling banyak adalah tipe III yaitu sebesar 43,0%. Hal ini dapat dimaklumi karena mayoritas pasien PPOK eksaserbasi akut yang datang untuk mencari pengobatan sebagian besar dengan keluhan sesak napas, sehingga tidak semua gejala kriteria eksaserbasi didapatkan pada pasien. Hasil penelitian Setiyanto dkk. (2008) di ruang rawat inap RS. Persahabatan Jakarta mendapatkan tipe eksaserbasi yang terbanyak ditemukan adalah tipe II (52,5%), diikuti tipe I (29,2%), dan tipe III (18,3%). Jenis pengobatan yang paling banyak diberikan adalah antibiotik yaitu sebesar 93,2%. Hal ini dapat dikaitkan dengan gejala utama yang biasanya dikeluhkan oleh pasien yaitu batuk berdahak dan sesak napas. Selain itu, Infeksi bakteri mempunyai peranan dalam patogenesis eksaserbasi PPOK dan pada dasarnya antibiotik menunjukkan efek yang menguntungkan bagi pasien PPOK dengan eksaserbasi akut (Shinta, 2007). Menurut GOLD (2009), antibiotik harus diberikan kepada pasien eksaserbasi yang mempunyai tiga gejala kardinal, yaitu adanya peningkatan volume

sputum, sputum menjadi semakin purulen, dan peningkatan sesak. Hasil penelitian Shinta (2007) di RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2006 mendapatkan bahwa terapi yang diberikan pada pasien PPOK eksaserbasi akut meliputi bronkodilator, antibiotik, kortikosteroid, dan terapi lain seperti mukolitik, serta penekan batuk. Proporsi perokok lebih banyak pada laki-laki (71,5%) dibandingkan pada perempuan (5,7%). Hasil Susenas tahun 2001 menunjukkan bahwa sebanyak 62,2% penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,3% perempuan yang merokok. Prevalensi merokok pada laki-laki dewasa meningkat dari 53,4% pada tahun 1995 menjadi 62,2% pada tahun 2001. Prevalensi merokok pada perempuan menurun dari 1,7% pada tahun 1995 menjadi 1,3% tahun 2001. Pasien bukan perokok justru lebih banyak pada tingkat pendidikan rendah daripada tingkat pendidikan tinggi. Hal ini menunjukkan tingginya tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap kebiasaan merokok. Menurut Susenas tahun 2001, sebanyak 73% laki-laki tanpa pendidikan formal merupakan perokok, dibandingkan dengan 44,2% pada mereka yang tamat SLTA. Pada tahun 2001, prevalensi tertinggi perokok terjadi pada kelompok tamat SD dan tamat SMA masing-masing sebesar 33,3% dan 33,5%. Kondisi ini berbeda dengan tahun 1995 dimana prevalensi tertinggi terjadi pada kelompok tidak sekolah/tidak tamat SD (29,3%) dan tamat SD (27,3%). Lama rawatan pasien yang menggunakan Jamkesmas lebih lama dibandingkan Askes dan biaya sendiri. Hasil penelitian Rahmatika (2009) di RSUD Aceh Tamiang mendapatkan lama rawatan pasien PPOK yang menggunakan biaya sendiri relatif lebih singkat (5,5 hari) dibandingkan Jamkesmas (6,2 hari) dan Askes (7,4 hari). Lama rawatan pasien dengan tipe eksaserbasi I lebih lama dibandingkan tipe II dan tipe III. Menurut Bahadori dkk. (2007), pasien yang memiliki gejala lebih banyak pada waktu eksaserbasi cenderung datang lebih awal untuk mendapat pengobatan, dan eksaserbasi tersebut dengan gejala lebih dikatakan lebih berat sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 6.1.1. Proporsi pasien PPOK eksaserbasi akut berdasarkan sosiodemografi diperoleh proporsi tertinggi yaitu pada usia diatas 60 tahun dengan proporsi laki-laki 50,0% dan perempuan 10,2%, dengan sex ratio 4:1, suku batak 61,4%, agama kristen protestan 55,0%, tingkat pendidikan tamat SLTA 40,0%, pekerjaan petani 31,8%, dan berstatus kawin 99,0%. 6.1.2. Proporsi pasien PPOK eksaserbasi akut berdasarkan sumber pembiayaan diperoleh proporsi tertinggi pada bukan biaya sendiri 84,1% yaitu Jamkesmas 50,0% dan Askes 34,1%. 6.1.3. Proporsi pasien PPOK eksaserbasi akut berdasarkan status merokok diperoleh proporsi tertinggi pada riwayat merokok 77,0%, yaitu perokok 42,0% dan bekas perokok 35,0%. 6.1.4. Proporsi tertinggi pasien PPOK eksaserbasi akut berdasarkan gejala klinis adalah sesak napas dengan sensitivitas 98,9%. 6.1.5. Proporsi tertinggi pasien PPOK eksaserbasi akut berdasarkan derajat keparahan penyakit adalah derajat sangat berat 56,5%. 6.1.6. Proporsi tertinggi pasien PPOK eksaserbasi akut berdasarkan tipe eksaserbasi adalah tipe III 43,0%. 6.1.7. Proporsi tertinggi pasien PPOK eksaserbasi akut berdasarkan jenis pengobatan adalah antibiotik 93,2%. 6.1.8. Rerata lama rawatan pasien PPOK eksaserbasi akut adalah 7,4 hari (SD 5,4).

6.2. Saran 6.2.1. Kepada pihak RSUP H. Adam Malik Medan agar menjaga kelengkapan data rekam medis karena pada penelitian ini banyak terdapat data pemeriksaan spirometri yang hilang maupun dibawa pulang oleh pihak pasien. 6.2.2. Kepada dokter maupun petugas kesehatan lainnya agar mampu memberi pengetahuan dan anjuran bagi pasien yang masih perokok, karena pada penelitian ini didapatkan proporsi perokok masih cukup banyak. 6.2.3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman terhadap penelitian selanjutnya. Selain itu, diharapkan dapat memperluas variabel lainnya seperti derajat sesak napas, komplikasi, jenis antibiotik, maupun hasil identifikasi biakan sputum.