A. Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan percobaan pembuatan emulsi lilin dan pelapisan lilin terhadap buah sawo dengan konsentrasi 0%, 2%,4%,6%,8%,10%, dan 12%. Pengamatan hanya dilakukan secara visual terhadap lama simpan masing-masing perlakuan pelilinan pada suhu ruang (25-31 C), sehingga dari penelitian pendahuluan ini akan ditentukan konsentrasi yang paling baik terhadap daya simpan buah sawo. Untuk menentukan lama simpan buah sawo ini yaitu dengan melihat parameter kesegaran dan warna dari buah sawo. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah buah sawo dengan perlakuan konsentrasi emulsi mempunyai daya simpan yang paling baik, yaitu selama 5 hari. Untuk mengetahui pengaruhnya pada tingkat konsentrasi dibawah dan diatas 10%, maka penelitian selanjutnya menggunakan selang konsentrasi 9%, 10%, dan 11%. Selain itu juga digunakan buah sawo tanpa pelapisan lilin sebagai kontrol. Buah sawo selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 2, 3, 4 dan 5. Kontrol Sawo dengan lapisan lilin 2% Sawo dengan lapisan lilin 4% Sawo dengan lapisan lilin 6% Sawo dengan lapisan lilin 8% Sawo dengan lapisan Sawo dengan lapisan lilin 12% Gambar 2. Sawo pada penyimpanan suhu ruang hari ke 0 12
Kontrol Sawo dengan lapisan lilin 2% Sawo dengan lapisan lilin 4% Sawo dengan lapisan lilin 6% Sawo dengan lapisan lilin 8% Sawo dengan lapisan Sawo dengan lapisan lilin 12% Gambar 3. Sawo pada penyimpanan suhu ruang hari ke 2 Sawo dengan lapisan lilin 6% Sawo dengan lapisan lilin 8% Sawo dengan lapisan Sawo dengan lapisan lilin 12% Gambar 4. Sawo pada penyimpanan suhu ruang hari ke 4 13
Gambar 5. Sawo dengan konsentrasi pelapisan pada penyimpanan suhu ruang hari ke 5 B. Mutu Sawo Pada Berbagai Konsentrasi Pelilinan dan Suhu Penyimpanan Pada penelitian ini dilakukan pelilinan buah sawo dengan konsentrasi 9%, 10%, dan 11%, serta buah sawo tanpa lapisan lilin sebagai kontrol. Secara umum, Setiap penurunan suhu 10 0 C akan mengurangi laju reaksi kerusakan bahan pangan setengah kalinya. Untuk mengetahui perbedaan umur simpan buah sawo pada tingkat suhu yang lebih rendah, maka dilakukan juga pelilinan dan pengukuran laju respirasi, kekerasan, susut bobot, total padatan terlarut, serta organoleptik pada buah sawo di suhu ruang dan 15 C. 1. Laju Respirasi Suhu Ruang dan 15 C Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah sesudah dipanen. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolism oleh karena itusering dianggap petunjuk mengenai potensi daya simpan buah. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur simpan pendek (Pantastico, 1986) Laju respirasi dihitung dari perubahan konsentrasi CO2 dan O2 pada dua suhu yang berbeda, yaitu suhu ruang dan suhu 15 C dan suhu ruang dengan satuan ml/kg/ jam. Berdasarkan pengukuran, diperoleh laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2 berbeda. Perubahan laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2 buah sawo suhu ruang dan 15C dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7 dan tabel pada Lampiran 1 dan 2. Laju produksi CO2 (ml CO2/kg jam) 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 1 2 3 4 5 Penyimpanan () kontrol Gambar 6. Laju produksi CO2 buah sawo dengan pelapisan lilin dan tanpa pelapisan lilin sebagai kontrol) pada suhu ruang. 14
Laju konsumsi O2 (ml O2/kg jam) 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 1 2 3 4 5 Penyimpanan () kontrol Gambar 7. Laju Konsumsi O2 buah sawo dengan pelapisan lilin dan tanpa pelapisan lilin (sebagai kontrol) pada suhu ruang. Pada Gambar 6 dan Gambar 7, dapat dilihat buah sawo dengan pelilinan 10% dan 11% mempunyai umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan buah sawo kontrol dan buah sawo dengan pelilinan 9% dan kontrol, yaitu selama 5 hari. Hal ini diakibatkan oleh laju respirasi yang lebih rendah. Pada pelilinan konsentrasi pelilinan 11% memiliki rata-rata laju respirasi terendah yaitu 8.37 mlco2/kg/jam dan 5.29 mlo2/kg/jam dibandingkan dengan konsentrasi pelilinan 10% yaitu 9.83 mlco2/kg/jam dan 6.42 mlo2/kg/jam, buah sawo kontrol 12.82 mlco2/kg/jam dan 7.73 mlo2/kg/jam, serta buah sawo dengan pelilinan 9% 13.25 mlco2/kg/jam dan 7.95 mlo2/kg/jam. Laju produksi CO2 (ml CO2/kg jam) 7 6 5 4 3 2 1 0 Kontrol 0 2 4 6 8 10 12 Penyimpanan () Gambar 8. Laju produksi CO2 buah sawo dengan pelapisan lilin dan tanpa pelapisan lilin (sebagai kontrol) pada suhu 15C. 15
Laju konsumsi O2 (ml O2/kg jam) 7 6 5 4 3 2 1 0 0 2 4 6 8 10 12 Penyimpanan () kontrol Gambar 9. Laju Konsumsi O2 buah sawo dengan pelapisan lilin dan tanpa pelapisan lilin (sebagai kontrol) pada suhu 15C Pada grafik Gambar 8 dan 9, dapat dilihat bahwa buah sawo dengan konsentrasi pelilinan sebesar 9% memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan buah sawo dengan buah sawo kontrol, dengan pelapisan, serta buah sawo dengan pelapisan. Hal ini juga disebabkan karena buah sawo dengan pelilinan 9% memiliki laju respirasi yang lebih rendah dibandingkan dengan buah sawo kontrol, pelilinan 10%, dan pelilinan 11%. Konsentrasi pelilinan 9% menghasilkan rata-rata laju respirasi terendah, yaitu sebesar 3.07 mlco2/kg/jam dan 2.83 mlo2/kg/jam, pada konsentrasi pelilinan 10% yaitu 3.18 mlco2/kg/jam dan 2.75 mlo2/kg/jam, buah sawo kontrol 3.74 mlco2/kg/jam dan 2.93 mlo2/kg/jam, serta pada buah sawo dengan pelilinan 11% 4.09 mlco2/kg/jam dan 3.22 mlo2/kg/jam. Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi ada dua: faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi tingkat perkembangan, susunan kimia jaringan, ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal antara lain suhu, etilen, O 2 yang tersedia, zat-zat pengatur pertumbuhan dan kerusakan buah (Pantastico, 1986). Dari hasil penelitian, terlihat bahwa pelapisan lilin lebih menghambat laju respirasi buah sawo dibandingkan kontrol, hanya saja suhu penyimpanan, mempengaruhi ketebalan lilin yang digunakan untuk mencapai umur simpan yang optimal. Pada suhu ruang umur simpan maksimum yang dapat dicapai adalah selama 5 hari, sedangkan pada suhu 15 C umur simpan maksimum yang dapat dicapai adalah selama 11 hari. 2. Susut Bobot Selama penyimpanan pada suhu ruang dan suhu 15 C, presentase susut bobot yang dialami oleh buah sawo dengan perlakuan pelapisan lilin lebih rendah dibandingkan dengan buah sawo tanpa pelapisan lilin. Pada buah sawo dengan pelapisan lilin, jumlah air yang hilang dalam proses transpirasi lebih sedikit, karena sebagian pori-pori kulit buah tertutup oleh lilin. Sedangkan pada buah sawo tanpa pelapisan lilin, pori-pori terbuka sehingga jumlah air yang hilang lebih banyak. Menurut (kader, 1992), kehilangan air ini tidak saja berpengaruh langsung terhadap kehilangan kuantitatif (susut bobot), tetapi juga menyebabkan kerusakan tekstur (kelunakan, kelembekan), kerusakan kandungan gizi, dan kerusakan lain (kelayuan, pengerutan). Pengukuran susut bobot dilakukan sebanyak tiga kali 16
pengulangan. Data yang didapat dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4, dan disajikan pada Gambar 10 dan 11. Susut Bobot (g/100g) 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Kontrol 2 4 6 Penyimpanan () Gambar 10. Susut bobot buah sawo dengan pelapisan lilin dan tanpa pelapisan lilin (sebagai kontrol) pada suhu ruang. Susut Bobot (g/100g) 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Kontrol 2 4 6 8 10 12 Penyimpanan () Gambar 11. Susut bobot buah sawo dengan pelapisan lilin dan tanpa pelapisan lilin (sebagai kontrol) pada suhu 15 C Dari hasil uji analisis sidik ragam diperoleh bahwa konsentrasi pelapisan lilin dan suhu penyimpanan, yang diujikan berpengaruh nyata terhadap susut bobot, namun interaksi antara suhu dan konsentrasi pelilinan tidak berpengaruh nyata pada susut bobot. Uji analisis sidik ragam susut bobot buah sawo pada suhu ruang dan 15 C dapat dilihat pada Lampiran 9. Dari grafik susut bobot buah sawo yang disimpan pada suhu ruang, terlihat bahwa buah sawo dengan konsentrasi 11% memiliki susut bobot paling rendah, lalu diikuti dengan buah sawo dengan konsentrasi 10% dan konsentrasi 9%, dan buah sawo kontrol memiliki susut bobot paling tinggi. Pada grafik susut bobor buah sawo 17
dengan suhu penyimpanan 15 C, susut bobot paling rendah dialami oleh buah sawo dengan konsentrasi 10%, lalu diikuti dengan buah sawo dengan konsentrasi 9%, dan 11%, dan buah sawo kontrol memiliki tingkat susut bobot paling tinggi. 3. Kekerasan Salah satu perubahan pada penyimpanan buah-buahan dan sayur-sayuran adalah menjadi lunaknya jaringan buah dan sayuran tersebut. Pada suhu ruang buah sawo yang diberi perlakuan pelapisan lilin mengalami perubahan kekerasan yang lebih rendah disbanding yang tanpa pelapisan lilin (buah kontrol). Perubahan kekerasan buah sawo selama penyimpanan pada suhu ruang dan 15 C dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6, serta dapat diamati pada Gambar 12 dan 13. Kekerasan (Newton) 6 5 4 3 2 1 kontrol 0 0 1 2 3 4 5 6 7 Penyimpanan () Gambar 12. Perubahan kekerasan buah sawo dengan pelapisan lilin dan tanpa pelapisan lilin (sebagai kontrol) selama penyimpanan pada suhu ruang. Dari Gambar 12 dapat dilihat bahwa kekerasan terendah yaitu buah sawo kontrol, diikuti dengan sawo dengan perlakuan pelapisan dan perlakuan sawo 11%, hingga kekerasan tertinggi adalah sawo yang diberi perlakuan pelapisan. Namun, dari hasil uji statistik, menunjukan bahwa konsentrasi lilin dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan buah sawo, begitupula dengan interaksi antara suhu dan konsentrasi pelilinan tidak berpengaruh nyata pada kekerasan buah sawo. Uji analisis sidik ragam kekerasan buah sawo pada suhu ruang dapat dilihat pada Lampiran 10. Pada suhu 15 C perlakuan pelapisan lilin pada buah sawo memberikan hasil yang berbeda dengan penyimpanan buah sawo pada suhu ruang. Grafik kekerasan buah sawo dengan pelilinan dan kontrol yang disimpan pada suhu 15 C dapat dilihat pada gambar 13. 18
Kekerasan (Newton) 6 5 4 3 2 1 0 0 2 4 6 8 10 12 14 Penyimpanan () kontrol Gambar 13. Perubahan kekerasan buah sawo dengan pelapisan lilin dan tanpa pelapisan lilin (sebagai kontrol) selama penyimpanan pada suhu 15 C Pada Gambar 13, dapat dilihat bahwa dari hari ke 0 sampai hari ke 2, buah sawo dengan perlakuan pelapisan memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi daripada ketiga perlakuan buah sawo lainnya, namun pada hari berikutnya, buah sawo dengan perlakuan pelilinan 9% nilai kekerasannya terus menurun hingga hari ke 5, sedangkan pada buah sawo kontrol, pada hari ke 5 nilainya cenderung naik. Hal ini diakibatkan oleh buah sawo kontrol pada hari ke 5 telah mengalami pengeriputan kulit luar, sehingga terjadi peningkatan nilai kekerasan. 4. Total Padatan Terlarut Selama penyimpanan buah sawo, selain terjadinya perubahan fisik, juga terjadi perubahan non fisik. Perubahan non fisik tersebeut terutama pada rasa manis daging buahnya yang dapat ditunjukkan melalui total padatan terlarut. Perubahan total padatan terlarut buah sawo selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 14 dan 15 serta pada Lampiran 7 dan 8. Uji statistik dengan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 11. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa secara umum konsentrasi lilin dan suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar total padatan terlarut buah sawo pada tiap tahap penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa semua perlakuan konsentrasi lilin dan suhu penyimpanan memiliki nilai total padatan terlarut yang tidak jauh berbeda, begitupula dengan interaksi antara suhu dan konsentrasi pelilinan tidak berpengaruh nyata pada total padatan terlarut buah sawo. 19
Total padatan terlarut (%Brix) 30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Penyimpanan () kontrol Gambar 14. Total padatan terlarut buah sawo dengan pelapisan lilin dan tanpa pelapisan lilin (sebagai kontrol) selama penyimpanan pada suhu ruang. Total padatan terlarut (%Brix) 30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 kontrol 0 2 4 6 8 10 12 14 Penyimpanan () Gambar 15. Total padatan terlarut sawo dengan pelapisan lilin dan tanpa pelapisan lilin (sebagai kontrol) pada suhu 15 C 5. Organoleptik Uji Organoleptik akan sangat relatif hasilnya karena setiap orang mempunyai kepekaan indra yang berbeda-beda terutama jika panelisnya tidak terlatih khusus untuk keperluan ini (Winarno, 1973). Uji Organoleptik yang dilakukan adalah uji organoleptik warna, aroma, kekerasan, rasa, dan organoleptik keseluruhan (total organoleptik). 20
a. Warna Warna merupakan salah satu parameter pembelian yang dapat dikenali oleh panelis, sehingga berpengaruh dalam pengambilan keputusan untuk membeli. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna buah sawo selama penyimpanan menunjukkan nilai yang berbeda-beda untuk setiap perlakuan. Nilai Organoleptik Warna 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0 1 2 3 4 5 6 7 Penyimpanan () Kontrol Gambar 16. Nilai organoleptik warna buah sawo dengan pelapisan lilin dan tanpa pelapisan lilin (sebagai kontrol) pada suhu ruang. Perubahan nilai kesukaan terhadap warna buah sawo dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17. Dari kedua grafik dapat dilihat bahwa secara umum, buah sawo kontrol memiliki nilai organoleptik warna yang paling rendah dibandingkan sawo yang xdilapisi lilin dengan konsentrasi 9%, 10%, dan 11%. Nilai Organoleptik Warna 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0 2 4 6 8 10 12 14 Penyimpanan () Kontrol Gambar 17. Nilai organoleptik warna buah sawo dengan pelapisan lilin dan tanpa pelapisan lilin (sebagai kontrol) pada suhu 15 C 21
Pada Gambar 16, dapat dilihat buah sawo kontrol mempunyai nilai organoleptik warna yang cenderung menurun dimulai hari ke 2, sedangkan untuk buah sawo pada konsentrasi lainnya mempunyai nilai organoleptik cenderung meningkat dimulai dari hari ke 2, mungkin ini disebabkan karena palilinan pada buah sawo yang mempertahankan warna buah sawo sehingga dapat tetap disukai konsumen. Buah sawo yang terlihat konsisten berada diantara nilai 3.50-4.49 adalah sawo dengan pelapisan, yang berarti panelis suka terhadap warna buah sawo hingga hari ke 6. Namun, pada buah sawo dengan konsentrasi pelilinan 9% dan 11%, terjadi penurunan yang cukup tajam dimulai dari hari ke 0, dan mengalami kenaikan pada hari ke 2 hingga hari ke 6. Secara keseluruhan, nilai organoleptik buah sawo pada penyimpanan suhu ruang dengan hanya konsentrasi 10% memiliki nilai organoleptik warna yang konsistern berada diatas 3.50-4.49, artinya, panelis suka hingga hari ke 6. Pada Gambar 17, dapat dilihat buah sawo kontrol mempunyai nilai organoleptik yang cenderung menurun dari hari ke 0 hingga hari ke 10, dan buah sawo yang paling stabil berada pada selang suka dengan nilai organoleptik warna antara 3.50-4.49 adalah buah sawo dengan pelilinan konsentrasi 10%, namun pada hari ke 10 telah kurang disukai oleh panelis. Pada buah sawo dengan konsentrasi pelilinan 11%, terlihat terus mengalami penurunan dan mulai kurang disenangi panelis pada hari ke 8. Buah sawo dengan konsentrasi pelilinan 9% masih diterima oleh konsumen hingga hari ke 10, namun pada hari ke 6 dan 8 kurang disukai oleh panelis, mungkin hal ini disebabkan terbatasnya sensitivitas indrawi dari panelis yang melaksanakan uji organoleptik ini. Analisis statistik yang digunakan adalah metode Kruskal Wallis yang menyatakan bahwa pelilinan terhadap perubahan warna pada buah sawo selama penyimpanan suhu ruang berpengangaruh nyata pada hari ke 2 dan hari ke 4, sedangkan pada buah sawo yang disimpan pada suhu 15 C, berpengaruh nyata pada hari ke 8, 10, dan 12. Hasil analisis metode Kruskall Wallis perubahan warna buah sawo selama penyimpanan suhu ruang dan 15 C dapat dilihat pada Lampiran 12 dan 13.. b. Aroma Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma buah sawo untuk setiap perlakuan berbeda-beda. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma buah sawo dapat dilihat pada Gambar 18 dan 19. Analisis statistik yang digunakan adalah metode Kruskal Wallis yang menyatakan bahwa pelilinan terhadap perubahan warna pada buah sawo selama penyimpanan suhu ruang berpengaruh nyata pada hari ke 2, sedangkan pada buah sawo yang disimpan pada suhu 15 C, berpengaruh nyata pada hari ke 8, 10, dan 12. Hasil analisis metode Kruskall Wallis perubahan warna buah sawo selama penyimpanan suhu ruang dan 15 C dapat dilihat pada Lampiran 14 dan Lampiran 15. 22
Nilai Organoleptik Aroma 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0 1 2 3 4 5 6 7 Penyimpanan () Kontrol Gambar 18. Organoleptik aroma buah sawo dengan pelapisan lilin dan tanpa pelapisan lilin (sebagai kontrol) pada suhu ruang. Nilai Organoleptik Aroma 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0 2 4 6 8 10 12 14 Penyimpanan () Kontrol Gambar 19. Organoleptik aroma buah sawo dengan pelapisan lilin dan tanpa pelapisan lilin (sebagai kontrol) pada suhu 15 C. Pada Gambar 18 pelilinan buah sawo dengan penyimpanan suhu ruang, buah kontrol dan buah sawo dengan konsentrasi pelilinan 10% terlihat mempunyai nilai organoleptik yang meningkat hingga hari ke dua lalu cenderung menurun panelis hingga hari ke 6. Pada Gambar 19, nilai organoleptik warna secara keseluruhan tidak begitu tinggi, secara umum hanya pada selang nilai 2.60-3.49 yaitu kurang disukai oleh panelis, mungkin hal ini karena efek dari perlakuan pelilinan dan pendinginan, sehingga aroma buah sawo tidak begitu terasa secara indrawi oleh panelis. 23
c. Kekerasan Perubahan nilai kesukaan kekerasan buah sawo dapat dilihat pada Gambar 20 dan 21. Analisis statistik yang digunakan adalah metode Kruskal Wallis yang menyatakan bahwa pelilinan terhadap perubahan kekerasan pada buah sawo selama penyimpanan suhu ruang berpengaruh nyata pada hari ke 2 sampai hari ke 6, sedangkan pada buah sawo yang disimpan pada suhu 15 C, berpengaruh nyata pada hari ke 12. Hasil analisis metode Kruskall Wallis perubahan warna buah sawo selama penyimpanan suhu ruang dan 15 C dapat dilihat pada Lampiran 16 dan Lampiran 17. Nilai Organoleptik Kekerasan 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0 1 2 3 4 5 6 7 Penyimpanan () Kontrol Gambar 20. Nilai organoleptik kekerasan buah sawo dengan pelapisan lilin dan tanpa pelapisan lilin (sebagai kontrol) pada suhu ruang. Nilai Organoleptik Kekerasan 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 Kontrol 0 2 4 6 8 10 12 14 Penyimpanan () Gambar 21. Nilai organoleptik kekerasan buah sawo dengan pelapisan lilin dan tanpa pelapisan lilin (sebagai kontrol) pada suhu 15 C. Pada Gambar 20, secara umum dapat dilihat bahwa buah sawo kontrol dan buah sawo dengan konsentrasi pelilinan 11% memiliki nilai organoleptik yang disukai panelis hingga hari ke 5, 24
namun telah kurang disukai oleh penelis hingga hari ke 6, buah sawo pada konsentrasi pelilinan 10%, telah kurang disukai oleh panelis pada hari ke 4, sedangkan buah sawo yang tetap disukai panelis hingga hari ke 6 adalah buah sawo dengan konsentrasi pelilinan 9%. Pada Gambar 21, nilai organoleptik kekerasan secara umum cenderung meningkat dari hari ke 0, hari ke 2, hingga hari ke 4, hal ini mungkin disebabkan oleh karena buah sawo pada hari ke 0 dan hari ke 2, belum mencapai tingkat kematangan yang maksimal, terlalu keras sehingga panelis memberi nilai organoleptik yang rendah, namun pada hari ke 4, secara umum sudah dapat dilihat peningkatan nilai organoleptik dari masing-masing konsentrasi. Hingga hari ke 11 buah sawo dengan konsentrasi pelilinan 9% masih disukai oleh konsumen (dalam selang nilai organoleptik 3.50-4.49). d.rasa Rasa merupakan parameter konsumsi yang sangat berpengaruh pada tingkat kesukaan panelis ketika mengkonsumsi produk. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa buah sawo selama penyimpanan menunjukkan nilai yang berbeda-beda untuk setiap perlakuan. Perubahan nilai kesukaan terhadap rasa buah sawo selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 22 dan 23.. Nilai Organoleptik Rasa 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0 1 2 3 4 5 6 7 Penyimpanan () Kontrol Gambar 22. Nilai organoleptik rasa buah sawo dengan pelapisan lilin dan tanpa pelapisan lilin (sebagai kontrol) pada suhu ruang. 25
Nilai Organoleptik Rasa 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0 2 4 6 8 10 12 14 Penyimpanan () Kontrol Gambar 23. Nilai organoleptik rasa buah sawo dengan pelapisan lilin dan tanpa pelapisan lilin (sebagai kontrol) pada suhu 15 C. Pada Gambar 22 dapat dilihat secara umum, sawo kontrol dan sawo dengan konsentrasi pelilinan 9% memiliki nilai organoleptik rasa yang terus meningkat dimulai dari hari ke 0 hingga tetap disukai oleh panelis sampai pada hari ke 6, pada sawo dengan pelilinan 10% nilai organoleptik rasa mulai kurang disukai oleh panelis pada hari ke 4, sedangkan buah sawo dengan konsentrasi pelilinan 11% disukai oleh panelis sampai hari ke 5. Pada Gambar 23, sawo kontrol dan sawo dengan konsentrasi pelilinan 9% memiliki nilai organoleptik rasa yang meningkat dihari kedua, sedangkan pada buah sawo dengan konsentrasi pelilinan 10% dan 11% mulai meningkat pada hari ke 4, hal ini mungkin saja disebabkan buah sawo dkontrol dan dengan konsentrasi pelilinan 9% lebih dahulu mencapai tingkat kematangan dibandingkan dengan sawo pada konsentrasi lapisan dan 11%. Pada hari ke 10, hanya sawo dengan konsentrasi 10% dan 11% memiliki nilai organoleptik yang disukai oleh panelis. Analisis statistik yang digunakan adalah metode Kruskal Wallis yang menyatakan bahwa pelilinan terhadap perubahan rasa pada buah sawo selama penyimpanan suhu ruang berpengaruh nyata pada hari ke 2, sedangkan pada buah sawo yang disimpan pada suhu 15 C, berpengaruh nyata pada hari ke 8 dan 12. Hasil analisis metode Kruskall Wallis perubahan rasa buah sawo selama penyimpanan suhu ruang dan 15 C dapat dilihat pada Lampiran 18 dan Lampiran 19. e. Total Organoleptik Perubahan nilai total organoleptik buah sawo dapat dilihat pada Gambar 24 dan 25. Pada penyimpanan buah sawo suhu 15 C, tingkat kesukaan panelis terhadap buah sawo kontrol selama penyimpanan cenderung menurun lebih cepat dibandingkan perlakuan lain. Secara umum pada grafik dapat dilihat bahwa buah sawo kontrol memiliki nilai organoleptik terendah baik pada suhu ruang, maupun pada suhu 15 C. 26
Nilai Organoleptik Total 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0 1 2 3 4 5 6 7 Penyimpanan () Kontrol Gambar 24. Total organoleptik buah sawo dengan pelapisan lilin dan tanpa pelapisan lilin (sebagai kontrol) pada suhu ruang. Nilai Organoleptik Total 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0 2 4 6 8 10 12 14 Penyimpanan () Kontrol Gambar 25. Total organoleptik buah sawo dengan pelapisan lilin dan tanpa pelapisan lilin (sebagai kontrol) pada suhu 15 C Pada Gambar 25 dapat dilihat bahwa nilai total organoleptik pada pelilinan dengan konsentrasi 11% meningkat setelah hari ke 6, hal ini mungkin disebabkan karena pada hari ke 6, sawo dengan konsentrasi lapisan baru saja mencapai tahap kematangan yang mengakibatkan penilaian panelis secara keseluruhan memberikan nilai yang tinggi untuk sawo dengan kosentrasi pelapisan. Sedangkan untuk konsentrasi lilin lainnya, tingkat kematangan terjadi setelah hari ke 2, setelah itu, nilai yang diberikan panelis terhadap organoleptik keseluruhan cenderung menurun.. Analisis statistik yang digunakan adalah metode Kruskal Wallis yang menyatakan bahwa pelilinan terhadap perubahan total organoleptik pada buah sawo selama penyimpanan suhu ruang berpengaruh nyata pada hari ke 6, sedangkan pada buah sawo yang disimpan pada suhu 15 C, berpengaruh nyata pada hari ke 10 dan 12. Hasil analisis metode Kruskall Wallis perubahan total organoleptik buah sawo selama penyimpanan suhu ruang dan 15 C dapat dilihat pada Lampiran 20 dan Lampiran 21. Berikut ini ditampilkan gambar buah sawo selama penyimpanan suhu ruang dan 27
suhu 15 C, pada Gambar 25 dan 26. Perhitungan biaya pelilinan buah sawo utuh/kg dapat dilihat pada lampiran 22. ke 0 Kontrol Dengan Pelapisan Lilin 9% ke 1 ke 2 ke 3 28
ke 4 ke 5 ke 6 Dengan pelapisan Dengan pelapisan ke 0 29
ke 1 ke 2 ke 3 ke 4 30
ke 5 ke 6 Gambar 26. Buah sawo pada penyimpanan suhu ruang Kontrol Dengan pelapisan ke 0 ke 2 31
ke 4 ke 6 ke 8 ke 11 32
Dengan pelapisan Dengan pelapisan ke 0 ke 2 ke 4 ke 6 33
ke 8 ke 11 Gambar 27. Buah sawo pada penyimpanan suhu 15 C 34