HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Gulma Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunitas Gulma Lingkungan.

dokumen-dokumen yang mirip
PENGELOLAAN GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PELAKSANAAN TEKNIS LAPANGAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman karet (Hevea brasiliensis [Muell.] Arg.) berasal dari Brazil, Amerika

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Gulma

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) diklasifikasikan ke dalam kelas

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit mempunyai nilai ekonomi yang sangat penting bagi

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit adalah salah satu sumber utama minyak nabati di

I. PENDAHULUAN. Karet merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia seharihari,

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman industri penting penghasil

PENGENDALIAN GULMA KELAPA SAWIT

PENGENDALIAN GULMA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT

KAJIAN EFIKASI, EFISIENSI DAN PERKEMBANGAN GULMA JANGKA PENDEK DARI 3 HERBISIDA PADA KELAPA SAWIT RAKYAT DI PROVINSI BENGKULU

TUGAS I. MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara agraris yang artinya pertanian memegang

Pada mulsa eceng gondok dan alang-alang setelah pelapukan (6 MST), bobot gulma naik dua kali lipat, sedangkan pada mulsa teki dan jerami terjadi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsep Pemupukan (4T) BPE Jenis Pupuk

II. TINJAUAN PUSTAKA

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

percobaan pemupukan, berdasarkan jumlah dan macam unsur hara yang diangkut hasil panen, berdasarkan ketersediaan unsur hara dalam tanah (analisis

V. ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. Semua kegiatan lapangan yang dilakukan harus benar-benar diamati dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit Desa Mujimulyo, Kecamatan

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman penghasil minyak

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Universitas Lampung (Unila),

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah plastik Laboratorium Lapang Terpadu Natar

PENGENALAN HERBISIDA (Laporan Praktikum Ilmu Dan Teknik Pengendalian Gulma) Oleh Yudi Des Yulian

KEADAAN UMUM KEBUN Letak Geografis Keadaan Iklim, Tanah, dan Topografi

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG. Pelaksanaan Teknis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas

Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut

I. PENDAHULUAN. mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di Pulau

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN HERBISIDA KONTAK TERHADAP GULMA CAMPURAN PADA TANAMAN KOPI

TINJAUAN PUSTAKA. yang terkait erat dengan jarak tanam dan mutu benih. Untuk memenuhi populasi

= Paraquat diklorida 414 g b.a./ha + Metil metsulfuron 15 g b.a./ha. 1,5 L Gramoxone/ha + 75 g Ally/ha

I. PENDAHULUAN. Gulma adalah tumbuhan yang tumbuh pada areal yang tidak dikehendaki

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Pengendalian Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Bangun Koling

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas penting

Pengendalian Gulma Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Perkebunan Padang Halaban, Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Ekologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

METODOLOGI Waktu dan Tempat Metode Pelaksanaan Kerja Praktek Langsung di Kebun

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman pangan semusim yang termasuk golongan rerumputan

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG. Aspek Teknis

keja pengendalian gulma secara manual tidak pernah dapat dicapai oleh tenaga kerja, ha1 ini disebabkan oleh kerapatan dan penutupan gulma.

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

DOSIS RENDAH, HASIL LEBIH BAIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia, kelapa sawit pertama kali didatangkan oleh pemerintah Hindia

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

III. BAHAN DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet

TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Gulma

ANALISA PENGARUH PENGGUNAAN SUNGKUP TERHADAP EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI PENYEMPROTAN HERBISIDA DI PEMBIBITAN UTAMA KELAPA SAWIT. Aang Kuvaini.

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Tebu adalah tanaman jenis rumput-rumputan yang ditanam untuk bahan baku gula.

MENGENDALIKAN GULMA DAN BIJINYA

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

TINJAUAN PUSTAKA. sering kali tumbuh pada tempat dimana menimbulkan kerugian pada

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

PEMBAHASAN Konsep Pemupukan Tepat Jenis

Warlinson Girsang Staf Pengajar Kopertis Wilayah I DPK USI

MENGENAL DAN MERAWAT MESIN PENYEMPROT

HASIL DAN PEMBAHASAN Metode Pewarnaan Blok

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan sayuran rempah yang tingkat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERGESERAN DOMINANSI SPESIES GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT SETELAH APLIKASI HERBISIDA SISTEMIK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Potensi produksi tanaman kelapa sawit ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut.

EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN KNAPSACK SPRAYER

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia produksi nanas memiliki prospek yang baik. Hal ini dilihat dari

UJI EFEKTIFITAS PENGENDALIAN GULMA. KARET (Hevea brasiliensis Muell.Arg.) di DUSUN SUKA DAMAI DESA PONDOK MEJA KABUPATEN MUARO JAMBI

TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Ekologi Kelapa Sawit

PEMBAHASAN. Waktu Pangkas

Manajemen Pengendalian Gulma Kelapa Sawit Berdasarkan Kriteria ISPO dan RSPO di Kebun Rambutan Sumatera Utara

Manajemen gulma di Kebun Kelapa Sawit Bangun Bandar: Analisis Vegetasi dan Seedbank Gulma

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

PELAKSANAAN TEKNIS MAGANG

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PELAKSANAAN. Pelaksanaan kegiatan PKPM berlokasi di CILIANDRA PERKASA GROUP

PENGELOLAAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT. ERAMITRA AGRO LESTARI, BAKRIE SUMATERA PLANTATION, JAMBI (DENGAN ASPEK KHUSUS PEMANENAN)

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

PEMBAHASAN Prosedur Gudang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di lahan perkebunan PTPN VII Unit Usaha Way Galih

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman yang penting bagi Indonesia.

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

KOMBINASI HERBISIDA GOLONGAN BIPIRIDILIUM DENGAN GOLONGAN SULFONILURA UNTUK MENGENDALIKAN PAKIS Stenochlaena pallustris

PEMBAHASAN. Tipe Pangkasan

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun milik petani di desa Muara Putih, Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Pengelolaan Gulma Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Studi Kasus di Kalimantan Selatan

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman yang dibudidayakan secara

= pemanen. Sistem Penunasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN. Aspek Teknis

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Gulma Jenis gulma yang tumbuh di suatu tempat berbeda-beda, tergantung faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Menurut Sastroutomo (1990), komunitas tumbuhan memperlihatkan adanya diferensiasi baik secara vertikal maupun horizontal. Setiap jenis tumbuhan tersebar dengan ketinggian tempat berbedabeda dan tersebar pada lokasi dan jarak yang berbeda-beda pula. Untuk mengetahui kondisi gulma di suatu lahan, perlu dilakukan analisis vegetasi. Komunitas gulma dibedakan menjadi gulma di gawangan dan gulma di piringan. Untuk gulma di gawangan, data diambil dengan menggunakan metode kuadran berukuran 1 m x 1 m yang dilemparkan secara acak. Pelemparan dilakukan pada 5 gawangan pada setiap blok dengan setiap gawangan dilakukan pelemparan sebanyak 5 kali. Untuk gulma di piringan, data diambil dengan mencatat populasi gulma pada 5 gawangan untuk setiap blok dengan setiap gawangan diambil 10 pokok contoh secara acak. Setiap individu yang ditemukan pada petak pengamatan dihitung jumlah masing-masing. Data persentase populasi gulma diperoleh dengan cara membandingkan antara jumlah individu suatu jenis gulma yang ditemukan pada semua petak pengamatan dengan total individu semua jenis gulma yang ditemukan pada petak. Jenis gulma yang ada di blok C13 dan B15 Divisi III disajikan pada Tabel 8. Data pada Tabel 8 tentu belum bisa menggambarkan keadaan gulma yang sebenarnya di lapangan. Blok C13 dan B15 memiliki kedalaman yang berbedabeda. Blok C13 memiliki kedalaman gambut antara 2-8 m, sedangkan Blok B15 memiliki kedalaman gambut 6 m sampai lebih dari 8 m. Hal ini tentu memiliki pengaruh terhadap kondisi gulma yang ada pada masing-masing blok. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunitas Gulma Lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi komunitas gulma adalah iklim terutama curah hujan. Daerah yang memiliki curah hujan tinggi memiliki pertumbuhan gulma yang cepat, beragam, dan kerapatannya tinggi.

46 Berdasarkan Schmidth-Ferguson, kebun PT JAW memiliki tipe iklim A dengan curah hujan 2 673.98 mm/tahun. Kondisi tanah, yang didominasi oleh tanah gambut, pada musim penghujan sangat basah. Hal ini menjadikan kebun PT JAW sebagai lahan yang baik bagi pertumbuhan gulma. Pertumbuhan gulma di kebun sangat cepat karena didukung oleh curah hujan yang tinggi. Hal ini bisa dilihat dari kondisi gulma yang berat ketika pelaksanaan penyemprotan dan sudah tumbuh lagi dengan baik sebelum rotasi pengendalian gulma pertama selesai. Tabel 8. Jenis-jenis Gulma di Blok C13 dan B15 No. Jenis gulma di gawangan Populasi 1 Nephrolepis bisserata 26. 6 % 2 Paspalum conjugatum 22. 4 % 3 Axonopus compressus 14. 9 % 4 Ottochloa nodosa 1. 3 % 5 Ageratum conyzoides 8. 7 % 6 Mikania micrantha 6. 2 % 7 Borreria alata 4. 9 % 8 Chromolaena odorata 3. 8 % 9 Melastoma malabathricum 1. 2 % Total 100.0 % No. Jenis gulma di piringan Populasi 1 Nephrolepis bisserata 33. 6 % 2 Asystasia coromandeliana 31. 8 % 3 Kentosan (anakan sawit liar) 17. 3 % 4 Pteridium esculentum 11. 9 % 5 Paspalum conjugatum 5. 4 % Total 100.0 % Sumber : Pengamatan di Lapangan Kultur teknis. Kegiatan teknis kebun yang berpengaruh terhadap komunitas gulma adalah pengolahan lahan, pemupukan, dan pengendalian gulma sebelumnya. Pengolahan lahan berpengaruh terhadap penyebaran gulma.

47 Pemupukan berkaitan dengan daya saing gulma dalam penyerapan hara. Gulma di piringan akan tumbuh baik jika pemupukan dilakukan tanpa pembersihan gulma. Pengendalian gulma sebelumnya berkaitan dengan rotasi pengendalian gulma yang tepat. Jika rotasi dilakukan hanya 2 kali setahun, maka gulma sudah tumbuh berat sebelum satu rotasi selesai dilaksanakan. Kondisi tanaman pokok. Kondisi tanaman pokok mempengaruhi komunitas tanaman di bawahnya, yaitu gulma. Tanaman pokok yang baik memiliki tajuk yang saling menutup sehingga cahaya yang masuk ke permukaan tanah tidak banyak. Hal ini akan menghambat pertumbuhan gulma di bawah tajuk karena intensitas cahaya matahari kurang bagi pertumbuhan gulma. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa areal yang tajuk tanamannya sudah menutup rapat memiliki sedikit populasi gulma. Gulma tumbuh banyak di bagian luar gawangan karena penerimaan intensitas cahaya matahari lebih tinggi, sedangakan di dalam gawangan relative lebih sedikit. Pertumbuhan tanaman pada lahan gambut memang tidak sebaik pada tanah mineral berkaitan dengan daya dukung tanah terhadap pertumbuhan kelapa sawit. Banyak pokok kelapa sawit yang tumbuh miring akibat fisik tanah tidak mampu menopang bobot tanaman. Teknik Pengendalian Gulma Aplikasi Herbisida Pengendalian gulma secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan herbisida. Menurut Moenandir (1993), herbisida adalah bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan bahkan mematikan tumbuhan. Selanjutnya herbisida bisa diklasifikasikan menurut cara kerjanya menjadi herbisida kontak dan herbisida sistemik. Herbisida kontak bekerja pada bagian yang terkena herbisida dan tidak ditranslokasikan, sedangkan herbisida sitemik adalah herbisida yang ditranslokasikan ke jaringan tumbuhan. Masalah keselamatan kerja kurang menjadi perhatian oleh para pekerja sendiri. Pekerja tidak menggunakan perlengkapan keselamatan kerja penyemprotan, seperti pakaian khusus penyemprot dan masker. Pekerja menganggap perlengkapan tersebut menghambat kerja. Pakaian khusus

48 penyemprot tidak nyaman dipakai karena terasa panas. Masker khusus penyemprot dianggap menyulitkan pekerja bernafas. Meskipun sudah menyediakan, perusahaan tidak menekankan penggunaan perlengkapan tersebut karena pekerja tidak mau bekerja jika dipaksa menggunakannya. Dosis. Untuk mendapatkan hasil semprot yang baik, perlu diperhatikan dosis dan volume semprot yang dibutuhkan dalam pengendalian gulma. Manajemen PT JAW telah menetapkan dosis herbisida melalui perhitungan jumlah dosis dan volume semprot berdasarkan rekomendasi dari perusahaan. Kebutuhan herbisida perluasan dipengaruhi oleh umur tanaman dan luas bidang semprot gawangan. Berikut adalah contoh penentuan dosis herbisida Gramoxone 276 SL. Dosis rekomendasi blanket = 1.5 l/ha SPH (Stand Per Ha) = jumlah tanaman per ha = 135 pokok Jarak tanam dalam baris = 9.2 m Diameter piringan = 5 m Diameter tanaman = 0.8 m Lebar jalan pikul yang disemprot = 1.2 m Rata-rata diameter tanaman = 0.8 m Maka luas bidang semprot adalah luas piringan ditambah luas jalan pikul. L piringan/ha = (L lingkaran piringan - L areal tanaman) x SPH = (πr 2 - πr 2 ) x 135 = (3.14 x (2.5 m) 2 3.14 x (0.4 m ) 2 ) x 135 = 2578.85 m 2 L jalan pikul = panjang jalan pikul x lebar jalan pikul = x 1.2 m = x 1.2 m = 745 m 2 L bidang semprot/ha = 2578.85 m 2 + 745 m 2 = 3323.85 m 2 Maka, dosis per ha = x L bidang semprot

49 = x 3323.85 m 2 = 0.498 l, atau dibulatkan menjadi 0.5 l/ha. Dosis yang digunakan tidak selalu tepat 0.5 l/ha, tergantung pada kondisi gulma. Akan tetapi, ketika penulis melaksanakan magang, perusahaan menekan penggunaan herbisida hingga dosis 0.4 l/ha untuk efisiensi biaya,. Hal ini sering menjadi masalah di lapangan. Perusahaan menginginkan gulma bisa dikendalikan dengan dosis 0.4 l/ha, namun untuk kondisi gulma yang berat, dosis 0.4 l/ha tidak mampu menekan gulma. Mandor semprot sering memerintahkan penggunaan dosis 0.5 l/ha meskipun dengan risiko mendapat sanksi dari pimpinan. Penggunaan dosis yang melebihi anggaran biaya tersebut menyebabkan pembengkakan biaya pada realisasi penggunaan herbisida. Tabel Lampiran 8 menunjukkan realisasi pengendalian gulma secara kimiawi di Divisi III PT JAW. Sebagian besar realisasi pengendalian gulma melebihi anggaran biaya penggunaan herbisida yang telah ditetapkan, yaitu dosis 0.4 l/ha, sedangkan penggunaan herbisida di lapangan sering mencapai 0.5 l/ha. Volume semprot. Volume semprot per ha ditetapkan agar efisiensi penyemprotan bisa tercapai. Volume semprot adalah banyaknya larutan yang dibutuhkan perluasan. Volume semprot berpengaruh terhadap penggunaan dosis herbisida. Jika volume semprot tidak memenuhi standar kebun, maka herbisida yang digunakan juga tidak sama dengan dosis yang telah ditetapkan. Volume semprot yang digunakan dipengaruhi oleh kondisi jalan, kecepatan jalan, dan nozzle yang digunakan. Untuk mempermudah pekerjaan di lapangan, maka diperlukan kalibrasi volume semprot terlebih dahulu sehingga diketahui kebutuhan herbisida per knapsack. Berikut adalah contoh perhitungan standar volume semprot menggunakan nozzle hitam V = A = Ukuran lebar semprot rata-rata (m) B = jarak yang ditempuh operator semprot per menit (m/menit) C = rata-rata output semprot per menit (l/menit) L = Luas bidang semprot (m 2 )

50 V = volume semprot Maka, V = = = 148.6 liter Untuk memudahkan pelaksanaan penyemprotan, volume semprot dinyatakan dalam satuan knapsack (15 liter). Volume semprot yang dibutuhkan untuk semprot jalan pikul dan piringan per hektar (3323.85 m 2 ) adalah 148.6 liter : 15 liter sama dengan 9.9 knapsack atau dibulatkan menjadi 10 knapsack. Pada pelaksanaan teknis penyemprotan di lapangan, volume semprot yang diaplikasikan tidak selalu tepat 148.6 liter. Untuk alasan yang telah disebutkan pada pembahasan tentang dosis, perusahaan menekan penggunaan herbisida menjadi 0.4 l/ha, dengan demikian kebutuhan volume semprot juga berkurang menjadi 8 knapsack. Besarnya volume semprot yang telah ditetapkan harus dipatuhi oleh pekerja. Namun, dalam pelaksanaannya volume semprot juga dipengaruhi oleh faktor operator. Berdasarkan pengujian terhadap 5 orang operator semprot dengan cara simulasi semprot di tempat yang datar untuk mengetahui nozzle output yang dihasilkan masing-masing operator menggunakan knapsack dan nozzle merah yang sama, diperoleh data yang disajikan pada Tabel 9. Operator semprot Tabel 9. Data Pengamatan Nozzle Output. Ulangan I Ulangan II Ulangan III Rata-rata -------------------------liter/menit------------------------- A 1.52 1.39 1.42 1.44 B 1.51 1.42 1.46 1.46 C 1.38 1.51 1.44 1.44 D 1.47 1.56 1.46 1.49 E 1.39 1.46 1.38 1.41 Sumber : Pengamatan di lapangan

51 Data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa dengan nozzle dan knapsack yang sama, setiap operator menghasilkan output semprot yang berbeda. Meskipun perbedaannya kecil, jika dilakukan dalam waktu yang lama, yaitu selama kegiatan penyemprotan, bisa mempengaruhi volume semprot yang digunakan. Hal ini disebabkan perbedaan kecepatan dan kekuatan memompa. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua operator semprot menggunakan nozzle yang standar. Operator semprot biasanya memperbesar lubang pengeluaran nozzle untuk mempercepat keluarnya larutan dengan cara dicongkel atau dikorek menggunakan jarum. Tabel 10 menunjukkkan hasil pengujian terhadap 5 orang operator semprot menggunakan knapsack dan nozzle merah masing-masing. Tabel 10. Data Pengamatan Nozzle Output 5 Operator Semprot Menggunakan Knapsack dan Nozzle Merah Masing-masing. Operator semprot Ulangan I Ulangan II Ulangan III Rata-rata ------------------------- l/menit ------------------------- A 1.64 1.59 1.70 1.64 B 1.66 1.64 1.71 1.67 C 1.65 1.61 1.64 1.63 D 1.68 1.64 1.63 1.65 E 1.61 1.65 1.72 1.66 Sumber : Pengamatan di lapangan Data pada Tabel 10 menunjukkan volume semprot juga dipengaruhi oleh nozzle yang digunakan. Nozzle yang lubang pengeluarannya diperbesar menghasilkan volume semprot yang lebih besar juga. Hal ini menyebabkan penyemprotan kurang merata karena pemakaian cairan herbisida boros. Hasil uji pada Tabel 9 dan Tabel 10 belum bisa menggambarkan keadaan sebenarnya di lapangan. Volume semprot dipengaruhi juga oleh kecepatan jalan operator. Pada umumnya, kecepatan di lahan gambut lebih lambat dibandingkan pada lahan datar sehingga volume semprot yang dihasilkan pun lebih besar. Pada lahan yang kondisi gulmanya sudah berat, prestasi kerja karyawan tidak mencapai 2 ha/hk karena pekerja mengalami hambatan dalam pengerjaan yang diakibatkan oleh populasi gulma tersebut. Selain itu, kondisi lahan yang

52 sering mengalami hujan menghambat laju pekerja dalam aplikasi herbisida. Berkurangnya kecepatan jalan pekerja mempengaruhi volume herbisida yang digunakan. Semakin lambat pekerja berjalan, maka semakin banyak herbisida yang digunakan. Pengendalian gulma SP3TPH. Kegiatan SP3TPH dilaksanakan di piringan, jalan pikul, dan TPH. Gulma yang berada di piringan dibersihkan hingga W 0, sedangakan gulma di gawangan terutama jalan pikul dikendalikan hingga pada kondisi yang tidak mengganggu. Gulma di gawangan mati tidak dikendalikan secara intensif berkaitan dengan efisiensi biaya. Campuran Ally 20 WDG dan Gramoxone 276 SL sangat efektif untuk mengendalikan gulma daun lebar seperti Neprolephis biserrata, clidemia hirta, chromolaena odorata, dan Asystasia coromandeliana. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa gulma-gulma tersebut mengalami kerusakan efek bakar setelah beberapa jam dari waktu aplikasi. Pemakaian campuran Ally 20 WDG dan Gramoxone 276 SL memperlebar spektrum pengendalian kedua herbisida. Gramoxone 276 SL yang merupakan herbisida kontak berbahan aktif paraquat bekerja pada semua jenis gulma dan bekerja secara cepat menimbulkan efek bakar pada jaringan yang terkena, sedangkan Ally 20 WDG merupakan herbisida sistemik berbahan aktif metil metsulfron ditranslokasikan ke seluruh jaringan tumbuhan sehingga bisa menghambat pertumbuhan bagian gulma yang berada di bawah tanah. Menurut Tomlin (1994), metil metsulfron merupakan herbisida sistemik dan selektif. Herbisida ini kompatibel dengan banyak herbisida dan efektif dalam mengendalikan gulma daun lebar dan teki. Gambar 6 memperlihatkan hasil semprot menggunakan campuran Ally 20 WDG dan Gramoxone 276 SL yang ditandai dengan warna coklat terbakar pada bagian yang terkena cairan. Penggunaan Smart 486 AS. Smart 486 AS mengandung bahan aktif glifosat yang merupakan herbisida sistemik nonselektif yang berspektrum luas. PT JAW menggunakan Smart 486 AS untuk mengendalikan gulma rumput di gawangan. Dosis dan volume semprot Smart 486 AS sama dengan dosis dan volume semprot pada pengendalian gulma menggunakan campuran Ally 20 WDG

53 dan Gramoxone 276 SL. Hasil pengamatan pengendalian gulma menggunakan Smart 486 AS disajikan pada Tabel 11. Gambar 6. Hasil Aplikasi Campuran Gramoxone dan Ally pada Gulma Pakis Tabel 11. Hasil Aplikasi Smart 486 AS Jenis gulma Tingkat kerusakan II MSA Kemudahan dicabut Paspalum conjugatum 40 % Sangat sulit Otochloa nodosa 40 % Sangat sulit Axonopus compressus 40 % Sangat sulit Nephrolepis biserrata 20 % Sangat sulit Mikania michranta 20 % Sangat sulit Asystasia coromandeliana 20 % Sangat sulit Jenis gulma Tingkat kerusakan IV MSA Kemudahan dicabut Paspalum conjugatum 80 % Mudah Otochloa nodosa 80 % Mudah Axonopus compressus 80 % Mudah Nephrolepis biserrata 50 % Sulit Mikania michranta 50 % Sulit Asystasia coromandeliana 50 % Sulit Sumber : Pengamatan di Lapangan (2009) Data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa Smart 486 AS efektif dalam mengendalikan gulma rumput. Pengamatan hasil semprot yang lain juga

54 menunujukkan pada 7 MSA, gulma daun lebar sudah tumbuh lagi sedangkan gulma daun sempit masih dalam keadaan mati. Gambar 7 menunjukkan pertumbuhan kembali gulma daun lebar pada 7 MSA herbisida Smart 486 AS. Hal ini disebabkan matinya gulma rumput menyediakan ruang bagi cahaya masuk ke permukaan tanah sehingga biji gulma daun lebar bisa tumbuh. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Sari (2002) yang menunjukkan bahwa glifosat 486 AS dosis 1.5 l/ha efektif mengendalikan gulma rumput sampai pada 12 MSA, sedangkan pengendalian gulma daun lebar membutuhkan dosis yang lebih tinggi karena glifosat cenderung sulit berpenetrasi pada tumbuhan berdaun tebal akibat adanya lapisan kutikula yang tebal. Sukarji dan Tobing (1987) menyebutkan gulma daun lebar umumya termasuk gulma semusim dengan organ perbanyakan berupa biji. Glifosat merupakan herbisida yang diaplikasikan lewat daun, bila jatuh ke tanah bahan aktifnya menjadi tidak aktif sehingga tidak mematikan biji gulma yang berkecambah. Gambar 7. Hasil Aplikasi Smart 486 AS pada 7 MSA pada Gulma Rumput dan Daun Lebar Pengendalian Gulma Piringan Selektif Kegiatan ini merupakan kegiatan pengendalian gulma secara manual yang pelaksanaannya masih dalam tahap percobaan berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan. Kegiatan piringan selektif memerlukan biaya yang besar sedangkan hasil kerja karyawan sangat rendah. Perusahaan mengujicobakan cara pengupahan 5/7 HK dan borongan. Cara pengupahan 5/7 HK dilaksanakan dengan cara karyawan bekerja selama 5 jam dengan upah Rp 23 000,00. Dengan cara ini, prestasi pekerja adalah 17 30 pokok.

55 Sistem borongan dilakukan dengan upah Rp 375,00 / pokok dalam 5 jam kerja. Hasil pekerjaan tidak berbeda jauh dengan sistem 5/7 HK. Dengan sistem ini pekerja menyelesaikan 24-42 pokok. Hal ini disebabkan pekerjaan piringan selektif merupakan pekerjaan berat. Kondisi lahan pengerjaan piringan selektif merupakan lahan dengan kondisi gulma berat. Gulma yang tumbuh umumnya gulma daun lebar berupa Asystasia coromandeliana, Chromolaena odorata, kentosan (anakan sawit liar), Nephrolepis bisserata, dan rayutan. Masalah paling berat adalah pelepah sawit yang menumpuk di piringan, akibat dari kegiatan panen yang tidak rapi, dan harus dibongkar dan dirapikan ke gawangan mati. Ketersediaan KHL untuk kegiatan piringan selektif juga menjadi masalah. Pada umumnya karyawan merasa upah yang diterima tidak sebanding dengan pekerjaan. Hal ini menjadi perhatian penting bagi perusahaan mengingat hasil pekerjaan rendah sedangkan biaya pekerjaan tinggi. Faktor-Faktor Keberhasilan Pengendalian Gulma Pengendalian gulma ditujukan untuk mengendalikan populasi gulma hingga tahap tidak merugikan. Dalam pelaksanaanya, pengendalian gulma memenuhi efisiensi dan keefektifan pengerjaan karena akan berdampak pada penggunaan dana perusahaan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar bisa dicapai keberhasilan pengendalian gulma. Faktor iklim. Iklim berperan aktif dalam menunjang kelancaran pelaksanaan pengendalian gulma. Curah hujan yang tinggi menjadi penghambat kagiatan pengendalian gulma. Kondisi lapangan berpengaruh besar terhadap kelancaran pelaksanaan kegiatan pengendalian gulma. Kondisi lapangan yang banjir tidak memungkinkan pelaksanaan kegiatan sehingga pekerjaan tertunda. Hal ini bisa mengakibatkan jadwal rotasi pengendalian gulma terganggu dan bisa mengakibatkan mundurnya jadwal rotasi berikutnya. Keterlambatan realisasi pengendalian gulma akan berpengaruh pada keterlambatan rotasi selanjutnya dan hal ini akan menghambat kegiatan kebun yang lain. Curah hujan yang tinggi juga berpengaruh pada prestasi kerja pengendalian gulma dan hasil kerjanya. Data iklim lokasi magang, yang disajikan pada Lampiran 3, menunjukkan curah hujan rata-rata tahunan antara tahun 1998

56 sampai 2008 adalah 2 673.98 mm/tahun. Hasil pengamatan pada penyemprotan campuran Gramoxone dan Ally di lapangan menunjukkan bahwa hujan yang turun beberapa saat setelah penyemprotan dilakukan menyebabkan hasil semprot tidak baik yang ditunjukkan dengan gulma tidak mengalami kerusakan. Jika dibandingkan dengan kondisi gulma pada barisan yang disemprot pada hari berikutnya yang tidak terjadi hujan, maka secara visual bisa dilihat perbedaannya pada 3 Hari Setelah Aplikasi (HSA). Gulma pada barisan yang disemprot pada hari hujan tidak mengalami kerusakan, sedangkan gulma yang disemprot pada hari tidak hujan sudah menunjukkan gejala kerusakan yang berarti. Pengendalian gulma tidak bisa dilaksanakan pada hari hujan meskipun hanya gerimis karena hujan akan mencuci herbisida sehingga keefektifan kerja herbisida berkurang. Untuk mendapatkan hasil yang baik, minimum 6 jam setelah aplikasi tidak terjadi hujan. Alat dan bahan. Pengendalian gulma membutuhkan alat dan bahan yang tepat agar pelaksanaannya berjalan lancar dan sesuai sasaran. Alat dan bahan tersedia dalam jumlah cukup dan dalam kondisi yang baik. Ketidaktersediaan bahan akan menghambat jalannya kegiatan yang berakibat pada keterlambatan pengendalian. Gulma yang seharusnya sudah dikendalikan menjadi lebih banyak dan mengakibatkan pengendalian lebih sulit. Gangguan pada jadwal pengendalian akan mengakibatkan mundurnya jadwal rotasi. Bahan kimia berupa herbisida merupakan bahan yang sangat berharga. Di samping harganya mahal, herbisida sering mengalami ketidaktersediaan di gudang akibat keterlambatan pasokan dari pusat. Di lapangan sering ditemukan permasalahan pada alat-alat semprot seperti knapsack bocor, karet pompa macet, nozzle aus, dll. Selain mengganggu pelaksanaan kegiatan, kondisi tersebut bisa mengakibatkan kerugian dalam pemakaian materi. Knapsack yang bocor mengakibatkan herbisida terbuang siasia. Nozzle aus mengakibatkan pemborosan materi dan hasil semprot tidak merata. Rotasi Pengendalian Gulma Rotasi pengendalain gulma adalah waktu antara pengendalian gulma dengan pengendalian gulma berikutnya pada blok yang sama. Pada tahun 2009,

57 PT JAW menerapkan rotasi pengendalian gulma 2 kali per tahun pengendalian gulma secara kimia. Rotasi pertama dimulai pada Januari sampai Mei, dan rotasi kedua dimulai pada bulan Juli sampai November. Pengendalian secara manual merupakan teknik pengendalian yang masih diujicobakan dan dilaksanakan pada rotasi pertama. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, rotasi 2 kali pengendalian secara kimia per tahun memunculkan masalah pada bulan-bulan akhir rotasi. Pada bulan ketiga atau keempat, populasi gulma sudah meningkat dan menghambat kegiatan kebun. Menurut Agustine (2003), interaksi herbisida paraquat (1 l/ha) dengan metil metsulfron (20 g/ha) mampu menekan pertumbuhan gulma hanya sampai 6 MSA. Persentase penutupan gulma mulai meningkat setelah 6 MSA. Gulma rumput mengalami pertumbuhan kembali karena alat perkembangbiakan vegetatif berupa stolon masih aktif, sedangkan gulma daun lebar mengalami pertumbuhan baru oleh biji yang berada di bawah tanah. Hasil penelitian Sari (2002) menunjukkan bahwa glifosat dengan dosis 1.5 l/ha mampu mengendalian gulma pada tingkat tidak merugikan hanya sampai 12 MSA. Dalam bukunya, Pahan (2008) merekomendasikan pengendalian gulma untuk tanaman lebih dari 6 tahun dilakukan sebanyak 3 kali setahun.