BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk memengaruhi perilaku

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berupa gerakan, tindakan atau simbol-simbol yang dapat dimengerti oleh pihak lain.

Komunikasi Interpersonal. Dwi Kurnia Basuki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN TEORITIS. Komunikasi berasal dari bahasa latin Communication, yang artinya sama.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi untuk kelangsungan hidupnya. Komunikasi diibaratkan seperti. namun kita sering melupakan betapa besar peranannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasar untuk berafiliasi, yaitu menjalin hubungan dengan orang lain. Dalam menjalin

BAB I PENDAHULUAN. maupun masyarakat sendiri. Kondisi seperti ini memberikan dampak. bisnis baru yang berkembang di Indonesia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang

Bernadheta Damaris Mutiara Isya Riska Ardila P Ukhtiani Putri S

3. PERILAKU KELOMPOK DAN INTERPERSONAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. PBL merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana mahasiswa

Komunikasi Bisnis Kelompok 7 1

BAB I PENDAHULUAN. di tempat bekerja, di pasar, dan sebagainya. Sejalan hal tersebut komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan hal yang esensial dalam kehidupan kita. Kita

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komunikasi Interpersonal Individu Dengan Ciri-ciri Avoidant

KOMUNIKASI INTERPERSONAL PEGAWAI DI DINAS PEMUDA DAN OLAHRAGA PROVINSI SUMATERA BARAT

BENTUK KOMUNIKASI. By : Lastry. P, SST

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

BAB II LANDASAN TEORI

05FIKOM. Pengantar Ilmu Komunikasi. Prinsip-prinsip Atau Dalil Dalam Komunikasi. Reddy Anggara. S.Ikom., M.Ikom. Modul ke: Fakultas

BAB 1 PENDAHULUAN. makna kepada orang lain dalam bentuk lambang-lambang, simbol, atau bahasabahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. informasi baik verbal atau non verbal (Chitty, 2001, dalam Marquis,

TUGAS KECAKAPAN ANTAR PERSONAL. Communication Skill. Dosen Utama : Ria Wulandari S.Kom. Disusun oleh :

PERILAKU KELOMPOK DAN INTERPERSONAL

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya sering dipertemukan satu sama lainnya dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Manajemen Asuhan Keperawatan. RAHMAD GURUSINGA, Ns., M.Kep.-

Pengantar Ilmu Komunikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemimpin adalah merupakan inisiator, motivator, stimulator, dinamisator, dan

BAB I PENDAHULUAN. akar dalam pohon, dimana akar tersebut dijadikan sebagai penopang dasar untuk

BAB III METODE PENELITIAN. pengajar muda dan peserta didik di desa tertinggal dalam meningkatkan motivasi

Manusia sebagai Makhluk Sosial

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong dan memperbaiki,

BAB II URAIAN TEORITIS. Komunikasi adalah medium penting bagi pembentukan atau. pengembangan pribadi untuk kontak sosial. Komunikasi adalah pertukaran

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Komunikasi Terapeutik

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan selalu membutuhkan orang lain untuk kelangsungan hidupnya. Salah

Dari asal kata common yg bermakna bersama-sama, istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin, yaitu communicatio yg berarti

BAB II STUDI PUSTAKA. oleh Gunter K. Stahl, L. A. (2010 : ) berjudul Quality of Communication

KOMUNIKASI DAN ETIKA PROFESI

BAB II URAIAN TEORITIS. Komunikasi berasal dari bahasa Latin Communicatio, yang artiya sama. Maksudnya

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Setiap organisasi harus mampu menghadapi tantangan bagaimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI DAN MOTIVASI BELAJAR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan (Nurhasanah, 2009).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka

Psikologi Komunikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seperti halnya, makan dan minuman, manusia, membutuhkan komunikasi

I. PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan salah satu hal yang sangat vital dalam kehidupan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN. Setiap organisasi atau perusahaan baik skala kecil maupun besar terbentuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. communicatio. Istilah ini bersumber dari perkataan communis yang berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. maka hampir dipastikan semua sektor akan berdampak kemacetan, oleh sebab itu

BAB 1 PENDAHULUAN. satunya dengan komunikasi yang baik dalam organisasi dimana komunikasi

PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI BENTUK DAN JENIS-JENIS KOMUNIKASI

Komunikasi dan Etika Profesi

PEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Everett M. Rogers dalam Mulyana (2012:69) komunikasi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi antara dua orang. dan pengalaman masing-masing dalam percakapan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. canggih ini membutuhkan sarana atau media untuk menyampaikan informasi.

B A B I PENDAHULUAN. yang sangat mendasar dan vital dalam kehidupan manusia. Dikatakan mendasar,

KBBI, Effendy James A. F. Stoner Prof. Drs. H. A. W. Widjaya

Pengertian Komunikasi

BAB II URAIAN TEORITIS. oleh komunikasi sebesar 22,22% dan 77,8% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi berawal dari gagasan yang ada pada seseorang. Gagasan itu

I. PENDAHULAN. Manusia dalam kehidupannya sering dipertemukan satu sama lainnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. semakin ketat dan tuntutan dunia kerja yang semakin tinggi. Manusia sebagai sumber

BAB II KAJIAN TEORITIS. agar terhubung dengan lingkungan dengan orang lain. Menurut Handoko (1994)

KOMUNIKASI ORGANISASI TIM DOSEN PERPUSINFO

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsinya sebagai individu maupun makhluk sosial. Komunikasi

PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial. Dalam

Materi Minggu 1. Komunikasi

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari hari, maupun dalam kehidupan suatu perusahaan/organisasi.

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Komunikasi Antar Pribadi (Interpersonal Communication) Pengertian Komunikasi Antar Pribadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal terpenting bagi kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Komunikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENTINGNYA KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. organisasi. Komunikasi merupakan aktifitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. telah menempatkan dokter dalam peran sebagai pelaku ekonomi, yakni sebagai

BAB II LANDASAN TEORI

O u t l I n e. T P U & T P K P e n d a h u l u a n P e m b a h a s a n

Kecakapan Antar Personal. Mia Fitriawati, S. Kom, M.Kom

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi 2.1.1. Pengertian Komunikasi Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk memengaruhi perilaku orang lain. Stimulus atau rangsangan dapat berupa suara/bunyi atau bahasa lisan berupa gerakan, tindakan atau simbol-simbol yang dapat dimengerti oleh pihak lain. Oleh sebab itu reaksi atau respon dalam bentuk simbol merupakan pengaruh atau hasil proses komunikasi (Notoatmojo, 2007). Proses komunikasi yang menggunakan stimulus atau respon dalam bentuk bahasa baik lisan maupun tulisan selanjutnya disebut komunikasi verbal. Sedangkan apabila proses komunikasi tersebut menggunakan simbol-simbol disebut komunikasi non-verbal (Setiawati,2008). Komunikasi merupakan proses dimana seorang individu berusaha untuk memperoleh pengertian yang sama melalui pengiriman pesan simbolik. Komunikasi menekankan pada tiga hal penting yaitu pertama, komunikasi melibatkan individu dan oleh karenanya pemahaman komunikasi mencakup upaya memahami bagaimana individu berhubungan dengan individu lain. Kedua, komunikasi melibatkan pengertian yang sama, artinya agar dua individu atau lebih dapat berkomunikasi, mereka harus sepakat mengenai definisi dari istilah yang digunakan sebagai alat komunikasi. Ketiga, komunikasi bersifat simbolik, yaitu gerak isyarat, bunyi, huruf, 8

angka dan kata-kata hanya dapat mewakili atau mengira-ngirakan gagasan yang hendak dikomunikasikan. 2.1.2. Unsur-unsur Komunikasi Komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh komunikan. Dengan kata lain, komunikasi adalah proses membuat sebuah pesan setala (tuned) bagi komunikator dan komunikan.komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka asuan (frame of reference), yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang pernah diperoleh komunikan. Menurut Wilbur Schramm untuk dapat berkomunikasi diperlukan paling sedikit tiga unsur yaitu the source, the message dan the destination, yang diperinci menjadi lima unsur komunikasi yaitu : 1. Sumber (Source) Adalah pihak yang mensponsori atau ide yang melandasi kegiatan-kegiatan komunikasi. Sumber dapat merupakan sebuah lembaga, atau sebuah kejadian atau sipenyampai pesan itu sendiri. 2. Komunikator (Encoder) Komunikator adalah pihak yang menjalankan atau yang menyampaikan pesan dalam suatu proses komunikasi. Seorang komunikator dalam suatu proses komunikasi terkadang dapat berubah menjadi komunikan dan sebaliknya komunikan dapat berubah menjadi komunikator. Komunikator dalam

melancarkan kegiatan komunikasi dapat melakukannya dalam situasi antar personal, komunikasi kelompok dan komunikasi massa. 3. Pesan (Message) Pesan yaitu materi pernyataan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Materi pernyataan ini dapat diwujudkan secara lisan dan tulisan, juga dalam bentuk gambar, warna, isyarat dan segala lambang yang ada di alam pikiran manusia, asal saja lambang-lambang ini sama-sama dapat dipahami oleh komunikator maupun komunikan. Wilbur Schramm menampilkan apa yang ia sebut The condition of success in communication yakni kondisi yang harus dipatuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki: 1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian komunikan. 2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan sehingga sama-sama dimengerti. 3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikator dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut. 4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.

4. Komunikan / Sasaran (Decoder) Komunikan atau sasaran adalah orang atau pihak yang menerima pesan dalam suatu kegiatan komunikasi. Komunikan dalam suatu kegiatan komunikasi dapat berbentuk : - Masyarakat umum (general public) - Masyarakat khusus (special public) - Individu-individu yang berasal dari suatu particular group atau massa seperti pendengar radio, pemirsa televisi, pembaca surat kabar dan lain-lain. 5. Tujuan (Destination) Setiap komunikasi yang dilancarkan pasti mempunyai tujuan, yakni bagaimana hasil dari komunikasi yang dijalankan mendapat umpan balik positif. Atau dengan kata lain komunikan dapat memberikan respon/ tanggapan yang merupakan umpan balik (feed back) yang positif. (Meinanda, 1981) Model komunikasi David K.Berlo dalam Cangara (2006) melibatkan empat komponen komunikasi meliputi : komunikator, pesan, media, komunikan dan umpan balik. Sumber Pesan Media Penerima Efek Umpan Balik David K. Berlo menjelaskan bahwa proses komunikasi bersifat timbal balik, berawal dari seorang sumber informasi (komunikator) yang menciptakan dan

mengirimkan pesan kepada penerima atau komunikan. Selanjutnya komunikan memberi tanggapan, respon, umpan balik atau feedback kepada komunikator. 2.1.3. Bentuk-bentuk Komunikasi Secara garis besar komunikasi dibagi menjadi empat bentuk, yaitu komunikasi personal (komunikasi intrapersonal dan komunikasi interpersonal), komunikasi kelompok, komunikasi massa, dan komunikasi medio (Effendy, 2002). Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang dilakukan pada diri sendiri, yang terdiri dari sensasi, persepsi, memori dan berpikir. Komunikasi ini biasanya dilakukan oleh seseorang ketika merenung tentang dirinya atau pada saat melakukan evaluasi diri. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan kepada orang lain atau komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Komunikasi kelompok terdiri dari dua bentuk yaitu komunikasi kelompok kecil dan komunikasi kelompok besar. Komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan dengan perantara atau media komunikasi yang ada dimasyarakat seperti radio, televise, film, pers, dan lain-lain. Komunikasi medio adalah bentuk komunikasi yang menggunakan media atau alat peraga tertentu seperti surat, telepon, e-mail, pamphlet, poster, spanduk dan sebagainya (Effendy, 2002). Agar proses komunikasi tentang kesehatan efektif dan terarah dapat dilakukan melalui bentuk komunikasi interpersonal yang merupakan salah satu bentuk komunikasi yang paling efektif, karena antara komunikan dan komunikator dapat langsung tatap muka, sehingga timbul stimulus yakni pesan atau informasi yang

disampaikan oleh komunikan, langsung dapat direspon atau ditanggapi pada saat itu juga (Notoatmodjo, 2003). Pada pembahasan berikutnya akan dijelaskan lebih lanjut mengenai komunikasi interpersonal. 2.1.3.1. Komunikasi Interpersonal a. Pengertian Komunikasi Interpersonal Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik (dyadic communication) melibatkan hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya (Mulyana, 2011). Menurut Effendi dalam Sunarto (2003), pada hakekatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya. Menurut Devito, komunikasi interpersonal adalah pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok orang dengan efek dan

umpan balik yang langsung. Dalam menerangkan komunikasi interpersonal, maka perlu dijelaskan pengertian komunikasi diadik serta komunikasi interpersonal. Karena dalam proses komunikasi interpersonal secara universal adalah karakteristik atau konsep-konsep yang relevan dengan semua bentuk komunikasi interpersonal. Konsep-konsep ini adalah konsep komunikasi kelompok, oleh karenanya, sebagai konsekuensinya ialah bahwa dalam komunikasi interpersonal tidak ada pemecahan unit dari komunikasi diadik maupun komunikasi kelompok. Komunikasi diadik adalah komunikasi antara dua orang individu, sedangkan komunikasi interpersonal ialah komunikasi dengan pribadi sendiri. Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula (Hardjana, 2003). Sehingga komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi dapat meningkatkan hubungan insani (humans relations), menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain (Cangara, 1998). Proses komunikasi interpersonal adalah suatu proses dua arah, lingkaran interaktif dimana pihak-pihak yang berkomunikasi saling bertukar pesan. Kedua pihak menjadi pengirim maupun penerima pesan. Dalam proses ini si penerima menafsirkan pesan pengirim sebelumnya dan memberi tanggapan dengan pesan yang baru. Dengan kata lain komunikasi interpersonal adalah tatap muka penyampaian informasi dan saling pengertian antara dua orang atau lebih.

b. Bentuk Komunikasi Interpersonal Bentuk komunikasi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu : 1. Komunikasi verbal (verbal communication) Komunikasi verbal menggunakan kat-kata, mencakup komunikasi bahasa lisan. Bahasa terbanyak dan terpenting digunakan dalam berkomunikasi. Hal ini disebabkan karena bahasa selain dapat mewakili kenyataan konkrit dalam dunia sekeliling, juga dapat mewakili hal-hal yang abstrak. Sebagai contoh pengertian seseorang tentang :kursi disatu pihak akan mengatakan sebagai tempat duduk. Mungkin di pihak lain akan mengatakan sebagai :kedudukan atau jabatan. 2. Komunikasi nonverbal (nonverbal communication) Yakni yang menyangkut gerak-gerik, sikap, ekspresi wajah, penampilan, dan lain sebagainya. Misalnya seorang siswa sekolah perawat kesehatan maju ke depan kelas untuk menyajikan hasil diskusinya. Namun kelihatan yang bersangkutan gemetar (Kariyoso,1994). c. Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Interpersonal Menurut teori Devito (1997), faktor-faktor efektifitas komunikasi interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu : 1. Keterbukaan (Openness) Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus

dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya, memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut. Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk daripada ketidak acuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih menyenangkan. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain. Aspek ketiga menyangkut kepemilikan perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggungjawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata Saya (kata ganti orang pertama tunggal). 2. Empati (Empathy) Empati adalah sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu. Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih.

Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya. 3. Sikap Mendukung (Supportiveness) Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empati tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategik, dan (3) provisional, bukan sangat yakin. 4. Sikap Positif (Positiveness) Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu

pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi. 5. Kesetaraan (Equality) Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain. Kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan penghargaan positif tak bersyarat kepada orang lain.

2.1.3.2. Komunikasi Kelompok (Forum) a. Pengertian Komunikasi Kelompok Komunikasi kelompok ialah komunikasi antara seseorang dengan sekelompok orang dalam situasi tatap muka. Kelompok ini bisa kecil dapat juga besar, tetapi berapa jumlah orang yang termasuk kelompok kecil dan berapa jumlahnya yang termasuk kelompok besar tidak ditentukan perhitungan secara eksak, dengan ditentukan berdasarkan ciri dan sifat komunikan dalam hubungannya dengan proses komunikasi. Oleh karena itu, dalam komunikasi kelompok dibedakan antara kelompok kecil dan kelompok besar. Komunikasi kelompok kecil ialah komunikasi antara seorang manajer atau administrator dengan sekelompok karyawan yang memungkinkan terdapatnya kesempatan bagi salah seorang untuk memberikan tanggapan secara verbal. Dengan lain perkataan, dalam komunikasi kelompok kecil si pemimpin dapat melakukan komunikasi antarpersonal dengan salah seorang peserta kelompok. Komunikasi kelompok besar adalah kelompok komunikan yang karena jumlahnya yang banyak, dalam suatu situasi komunikasi hampir tidak terdapat kesempatan untuk memberikan tanggapan secara verbal. Dengan lain perkataan, dalam komunikasi kelompok besar, kecil sekali kemungkinannya bagi komunikator untuk berdialog dengan komunikan. Dalam hal-hal tertentu seorang kepala jawatan atau pemimpin perusahaan berkesempatan tampil dalam forum menghadapi kelompok besar seperti konferensi atau kongres.

Sehubungan dengan itu, berikut ini disarankan untuk memperhatikan hal-hal seperti berikut : 1. Adakanlah persiapan yang saksama sebelum berkomunikasi 2. Bangkitkanlah perhatian sebelum komunikasi dimulai 3. Peliharalah kontak pribadi selama berkomunikasi 4. Tunjukkan diri sebagai komunikator terpercaya 5. Bicaralah secara menyakinkan 6. Aturlah intonasi sehingga menimbulkan gairah 7. Kemukakanlah pesan komunikasi yang menyangkut kepentingan komunikasi, bukan kepentingan komunikator semata-mata (Effendy, 1990). Dalam komunikasi kelompok (forum), juga melibatkan komunikasi interpersonal. Karena itu kebanyakan teori komunikasi interpersonal berlaku juga bagi komunikasi kelompok. b. Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Kelompok (Forum) Anggota-anggota kelompok bekerja sama dalam mencapai dua tujuan yaitu melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok disebut prestasi (performance), tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jika kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauhmana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.

Faktor-faktor keefektifan komunikasi kelompok dapat dilihat dari karakteristik kelompok, yaitu : 1. Ukuran kelompok Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan kelompok. Tugas kelompok dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara terorganisasi untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada kelompok tugas koaktif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan pelaksanaan tugas. Yakni semakin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Misalnya, satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara keseluruhan akan berkurang. Faktor lain yang memengaruhi hubungan antara prestasi dengan ukuran kelompok adalah tujuan kelompok.bila tujuan kelompok memerlukan kegiatan konvergen (mencapai satu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, ketrampilan dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang diverges (seperti memhasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota yang lebih besar.

2. Jaringan Komunikasi Terdapat berbagai tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut : roda, rantai, Y, lingkaran dan bintang. Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir. 3. Kohesi kelompok Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok. Mc David dan Harari dalam Jalaluddin (2004) menyarankan bahwa kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut : ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personal. Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota, kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota, kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka dan lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas. 2.2. Kinerja 2.2.1. Pengertian Kinerja Kinerja adalah penampilan hasil karya personal, baik secara kualitas maupun kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu

maupun kelompok kerja personal. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personal yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personal di dalam organisasi (Illyas, 2001). Menurut Robbins, (2006) Kinerja merupakan ukuran hasil kerja yang mana hal ini menggunakan sejauhmana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Menurut Mangkunegara (2002), kinerja adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya karyawan dalam menjalankan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui dengan melakukan penilaian terhadap kinerja karyawannya. 2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Mangkunegara, (2002), mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). a. Faktor kemampuan (ability) Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatannya dan ketrampilan dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari, maka ia lebih mudah untuk mencapai kinerja yang diharapkan. b. Faktor motivasi (motivation) Motivasi merupakan interaksi antara perilaku dan lingkungan sehingga dapat meningkatkan, menurunkan atau mempertahankan perilaku. Motivasi sebagai

kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja. Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Davis (2004) menyatakan bahwa faktor-faktor memengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (Ability) dan faktor motivasi (Motivation). Secara psikologis kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge+Skill). Artinya karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan ketrampilan dalam mengerjakan pekerjaan, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Sedangkan Robbin (2006), menambahkan dimensi baru yang menentukan kinerja seseorang yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang bersedia (motivasi) dan mampu (kemampuan). Mungkin ada rintangan yang menjadi kendala kinerja seseorang, yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan kerja yang tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung, prosedur kerja yang tidak jelas dan sebagainya. 2.2.3. Kinerja Perawat Pelaksana Rawat Inap Praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerjasama berbentuk kolaborasi dengan klien Dalam melaksanakan peran dan fungsi seorang perawat memiliki kemampuan dan motivasi yang berpengaruh terhadap kinerjanya. Pimpinan perawat harus memiliki ketrampilan dalam memengaruhi perawat lain dibawah pengawasannya untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dalam memberikan pelayanan keperawatan melalui proses keperawatan sehingga tujuan keperawatan tercapai. Pemberian pelayanan

keperawatan merupakan suatu kegiatan yang komplek dan melibatkan berbagai individu. Proses keperawatan adalah serangkaian tindakan sistematis berkesinambungan, yang meliputi tindakan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan individu atau kelompok, baik yang aktual maupun potensial kemudian merencanakan tindakan untuk menyelesaikan, mengurangi, atau mencegah terjadinya masalah baru dan melaksanakan tindakan atau menugaskan orang lain untuk melaksanakan tindakan keperawatan serta mengevaluasi keberhasilan dari tindakan yang dikerjakan. Menurut Rohmah dan Walid (2012), pendekatan proses keperawatan membantu perawat secara lebih teliti melaksanakan tugas identifikasi masalah dan penetapan desain perencanaan yang ilmiah sehingga hasil asuhan yang dilaksanakan dapat berkualitas. Tahap-tahap proses keperawatan merupakan suatu tahapan yang saling bergantungan, yang meliputi (1) Pengkajian,(2) Diagnosa keperawatan,(3) Perencanaan,(4) Pelaksanaan dan (5) Evaluasi. (1) Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan menentukan diagnosa keperawatan. Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data. Pengumpulan data adalah kegiatan untuk menghimpun informasi tentang status

kesehatan klien. Data yang didapat dari beberapa sumber dan merupakan dasar pengambilan keputusan untuk tahapan selanjutnya. Sehubungan dengan sistem kerja pada asuhan keperawatan di rumah sakit sebagai kerja tim, maka data pasien pada tahap pengkajian yang dibuat oleh perawat pelaksana pada saat pasien masuk ke rumah sakit menjadi acuan bagi perawat yang menangani pasien tersebut pada shift berikutnya. Berdasarkan pada kelompok filosofi keperawatan sekitar 6 atau 7 orang perawat profesional dan perawat bekerja sebagai suatu tim, disupervisi oleh ketua tim. Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu (Yulia, 2006). Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi (Nursalam, 2007): a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik, serta dari pemeriksaan penunjang. b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain. c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi : status kesehatan klien masa lalu, status kesehatan klien saat ini, status biologis-psikologis-sosialspiritual, respon terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan dan risikorisiko tinggi masalah.

d. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, relevan, dan baru). (2) Diagnosa keperawatan Pernyataan yang menggambarkan respon manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual/potensial) dari individu atau kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah perubahan. Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada pasien sangat ditentukan oleh pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan profesional. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan dan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan, maka metode sistem pemberian asuhan keperawatan harus efektif dan efisien (Nurachmad, 2001). Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yang ada, salah satunya adalah metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di ruang perawatan (Yulia,2006). Metode fungsional ini efisien, akan tetapi penugasan seperti ini tidak dapat memberikan kepuasan kepada pasien maupun perawat. Keberhasilan asuhan

keperawatan secara menyeluruh tidak bisa dicapai dengan metode ini karena asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien terpisah-pisah sesuai dengan tugas yang dibebankan kepada perawat. Di samping itu, asuhan keperawatan yang diberikan tidak profesional yang berdasarkan pada masalah pasien. Perawat senior cenderung sibuk dengan tugas administrasi dan manajerial, sementara asuhan keperawatan kepada pasien dipercayakan kepada perawat junior (Yulia, 2006). Untuk mengantisipasi kondisi tersebut maka peran perawat kepala ruang (nurse unit manager) harus lebih peka terhadap anggaran rumah sakit dan kualitas pelayanan keperawatan, bertanggung jawab terhadap hasil dari pelayanan keperawatan yang berkualitas, dan menghindari terjadinya kebosanan perawat serta menghindari kemungkinan terjadinya saling melempar kesalahan. Sekalipun diakui bahwa metode fungsional ini cocok untuk jangka waktu pendek dalam kondisi gawat atau terjadi suatu bencana, tetapi metode ini kurang disukai untuk pelayanan biasa dan jangka panjang karena asuhan keperawatan yang diberikan tidak komprehensif dan memperlakukan pasien kurang manusiawi (Yulia, 2006). Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan (Nursalam, 2007), kriteria proses meliputi : a. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosis keperawatan. b. Diagnosis keperawatan terdiri atas masalah, penyebab, dan tanda atau gejala, atau terdiri atas masalah dan penyebab.

c. Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan. d. Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru. (3) Perencanaan Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosa keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien. Konsep perencanaan tindakan keperawatan yang dilakukan kepada pasien mencakup kebutuhan pasien secara menyeluruh, dan dasar menyusun rencana tindakan keperawatan tersebut adalah data yang telah dikumpulkan pada tahap asuhan keperawatan sebelumnya yaitu pengkajian dan diagnosa keperawatan. Oleh karena itu kesesuaian data pasien antar shift kerja perawat perlu dikomunikasikan sehingga dapat dirumuskan suatu rencana tindakan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien serta menghindari terjadinya kesalahan menetapkan tindakan keperawatan (Yulia, 2006). Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup tanggung jawab merupakan dasar pertimbangan penentuan model. Model asuhan keperawatan diharapkan akan dapat meningkatkan hubungan interpersonal yang baik antara perawat dengan perawat lain maupun dengan tenaga kesehatan lainnya.

Perawat membuat rencana tindakan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien (Nursalam, 2007), kriteria proses meliputi: a. Perencanaan terdiri atas penerapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan keperawatan. b. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien. d. Mendokumentasikan rencana keperawatan. (4) Pelaksanaan Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru. Perawat terkadang tidak mempunyai waktu untuk berdiskusi dengan pasien atau mengobservasi reaksi obat yang diberikan maupun mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang diberikan. Pada model ini kepala ruangan menentukan apa yang menjadi tugas setiap perawat dalam suatu ruangan dan perawat akan melaporkan tugas-tugas yang dikerjakan kepada kepala ruangan dan kepala ruanganlah yang bertanggung jawab dalam membuat laporan pasien (Nurachmad, 2001). Dalam model fungsional ini koordinasi antar perawat sangat kurang sehingga seringkali pasien harus mengulang berbagai pertanyaan atau permintaan kepada semua petugas yang datang kepadanya dan kepala ruanganlah yang memikirkan

setiap kebutuhan pasien secara komprehensif. Informasi yang disampaikan bersifat verbal, yang seringkali terlupakan karena tidak didokumentasikan dan tidak diketahui oleh staf lain yang memberikan asuhan keperawatan (Nurachmad, 2001). Dengan menggunakan model ini, kepala ruangan kurang mempunyai waktu untuk membantu stafnya untuk mempelajari cara yang terbaik dalam memenuhi kebutuhan pasien atau dalam mengevaluasi kondisi pasien dan hasil asuhan keperawatan, kecuali terjadi perubahan yang sangat mencolok. Dan orientasi model ini hanya pada penyelesaian tugas, bukan kualitas, sehingga pendekatan secara holistik sukar dicapai. Model fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugastugas bila jumlah staf sedikit, namun pasien selalu tidak mendapat kepuasan dari asuhan keperawatan yang diberikan (Nurachmad, 2001). Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2007), kriteria proses meliputi : a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain. c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien. d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan. e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien.

(5) Evaluasi Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan (Nursalam, 2007). Konsep dan fungsi evaluasi dalam teori manajemen adalah untuk mengukur kesesuaian pelaksanaan kegiatan keperawatan dengan pedoman asuhan keperawatan yang berlaku di rumah sakit serta untuk mengetahui kendala atau hambatan yang dihadapi perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Kriteria evaluasi pada proses keperawatan, meliputi : a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus-menerus. b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan. c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat. d. Bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan. e. Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan. Adapun macam-macam evaluasi diantaranya : a. Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang merupakan hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon klien segera pada saat dan setelah intervensi keperawatan dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilakukan secara spontan dan

memberi kesan apa yang terjadi saat itu. b. Evaluasi somatif, yaitu evaluasi yang merupakan rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan pada tujuan keperawatan. 2.3 Landasan Teori Menurut teori komunikasi Devito (1989) bahwa faktor yang berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana rawat inap adalah efektivitas komunikasi interpersonal yang dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality). Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhinya, kinerja perawat pelaksana ruang rawat inap meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan/ implementasi dan evaluasi. 2.4. Kerangka Konsep Komunikasi Interpersonal : - Keterbukaan - Empati - Sikap Mendukung - Sikap Positif - Kesetaraan Kinerja Perawat : - Pengkajian - Diagnosa - Perencanaan - Pelaksanaan - Evaluasi Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian