BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian,Perlakuan dan Analisis Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil,

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG. Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

Lampiran 1 Hasil analisis tanah sawah Babakan Dramaga (SBD), University Farm Institut Pertanian Bogor

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 12. Dinamika unsur N pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

BAB I PENDAHULUAN. diolah menjadi makanan seperti kue, camilan, dan minyak goreng. kacang tanah dari Negara lain (BPS, 2012).

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Juli 2017 memiliki suhu harian rata-rata pada pagi hari sekitar 27,3 0 C dan rata rata

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI VARIETAS MEKONGGA TERHADAP KOMBINASI DOSIS PUPUK ANORGANIK NITROGEN DAN PUPUK ORGANIK CAIR

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

PENERAPAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO JAGUNG HIBRIDA UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DI LAHAN INCEPTISOLS GUNUNGKIDUL

BAB II KAJIAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh :

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

Sumber : Nurman S.P. (

PEMBINAAN KELOMPOKTANI MELALUI PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KOMPOS JERAMI PADA TANAMAN PADI SAWAH

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah

PERAKITAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN HARA SPESIFIK LOKASI PADI SISTEM GOGO RANCAH DI DESA SEMAWUNG KECAMATAN ANDONG KABUPATEN BOYOLALI

I. PENDAHULUAN. dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kata kunci : kompos, Azolla, pupuk anorganik, produksi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Silikat Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Sawah pada Tanah Ultisol

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

Imam Purwanto, Eti Suhaeti, dan Edi Sumantri Teknisi Litkaysa Penyelia Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

I. PENDAHULUAN. pokok bagi sebagian besar rakyat di Indonesia. Keberadaan padi sulit untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang disajikan dalam bab ini diperoleh dari dua sumber data pengamatan, yaitu pengamatan selintas dan pengamatan utama. Pengamatan selintas dilakukan untuk mendukung pengamatan utama dan pembahasan selanjutnya. Pengamatan utama dilakukan terhadap komponen pertumbuhan dan hasil kemudian dianalisis secara statistika. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang dilakukan diluar pengamatan utama dan hasilnya tidak diuji secara statistik akan tetapi sangat bermanfaat untuk mendukung hasil pengamatan utama. Pengamatan selintas yang dilakukan meliputi : analisis tanah sebelum dan sesudah penelitian, analisis jaringan tanaman dan gabah serta hama dan penyakit tanaman. 4.1.1. Analisis Tanah Analisis tanah dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor. Analisis tanah dilakukan dua kali yaitu sebelum dan sesudah penelitian. Hasil analisis tanah sebelum penelitian dapat dilihat di tabel 4.1. dan hasil analisis tanah setelah penelitian dapat dilihat di tabel 4.2. Tabel 4.1. Hasil analisis tanah awal di lahan penelitian Parameter Tanah Nilai Kriteria Tekstur Pasir (%) 6.12 Tanah Debu (%) 30.66 bertekstur liat (clay) Liat (%) 63.22 ph (H 2 O) 5.74 Agak masam Bahan Organik C-Organik (%) 1.6 Rendah N-total (%) 0.56 Sedang C/N 3 Sangat rendah Ekstrak HCl 25% P2O5 (mg/100g) 93.73 Sangat tinggi K2O (mg/100g) 18.85 Sedang 19

Parameter Tanah Nilai Kriteria Bray I P2O5 (mg/kg) 18.93 Sangat tinggi Ekstrak Amonium Asetat (CH 3 COONH 4 ) 1 M ph 7 K (cmol(+)/kg) 0.3 Rendah Ca (cmol(+)/kg) 34.1 Sangat rendah Mg (cmol(+)/kg) 7.5 Tinggi Na (cmol(+)/kg) 0.3 Rendah KTK (cmol(+)/kg) 35.6 Tinggi Keterangan: Kriteria hasil analisis tanah rendah, sangat rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi (Klasifikasi menurut Balitan, 2009). SR= Sangat Rendah, R= Rendah S=Sedang, T=Tinggi, ST=Sangat Tinggi Berdasarkan hasil analisis tanah awal di lahan penelitian yang disajikan di (tabel 4.1.) diketahui bahwa tanah di lahan penelitian, tepatnya di Desa Semawung Kec. Andong Kab. Boyolali bertekstur liat, agak masam, C-organik rendah, dan N- total sedang. Kadar P terekstrak HCl 25% tergolong sangat tinggi, sedangkan K terekstrak HCl 25% tergolong sedang. Hal ini menunjukan bahwa sebenarnya pemberian pupuk P hanya perlu diberikan untuk perawatan sesuai dengan hara P yang terangkut panen. Berdasarkan hasil analisis tanah awal, maka Balai Penelitian Tanah Bogor mengeluarkan rekomendasi pemupukan di lahan penelitian sebanyak 250 kg per hektar urea, 50 kg per hektar SP-36 dan 100 kg per hektar KCl dengan potensi hasil yang bingin dicapai sekitar 4.5 ton per hektar. Doberman dan Fairhust (2000) dalam Anonim (2015) mengatakan bahwa tanaman padi membutuhkan hara 165 kg N, 19 kg P, dan 112 Kg K/ha atau setara dengan 350 kg urea, 120 kg SP36, dan 225 kg KCL/ha. Kation tanah didominasi oleh hara Ca dan Mg, kadar Na tergolong rendah, dan kejenuhan K tergolong rendah. Hal ini menunjukan bahwa kandungan hara K tanah dalam kondisi kurang. Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah dalam keadaan tinggi. Hardjowigeno (1987) mengatakan bahwa tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik dari pada tanah dengan KTK rendah. Hasil analisis tanah setelah penelitian berakhir, seperti yang tercantum dalam (tabel 4.2.) menunjukan bahwa kandungan C-organik tanah masih rendah, bahkan cenderung terjadi penurunan jika dibanding dengan analisis tanah awal seperti yang terlihat pada tabel (4.1.). Hal ini dikarenakan bahan organik yang ada di dalam tanah maupun bahan organik yang dihasilkan dari pemberian pupuk sudah 20

dimanfaatkan oleh tanaman maupun mikroorganisme yang ada di dalam tanah. Atmojo (2003) menyatakan bahwa untuk mempertahankan dan meningkatkan bahan organik tanah, diperlukan pengelolaan yang tepat, yaitu dengan melakukan penambahan bahan organik. Tabel 4.2. Hasil analisis tanah setelah penelitian Perlakuan C-organik (%) N-total (%) C/N (%) P 2 O 5 (mg/10 0g) K 2 O (mg/100g) Kontrol (tanpa pupuk) (D1) 1.18 R 0.16 R 8.89 R 48.14 T 8.69 SR NPK tunggal (D2) 1.43 R 0.14 R 10.15 R 53.06 T 5.14 SR 100% NPK 15-15-15 (D3) 1.64 R 0.14 R 12.94 S 54.41 T 2.81 SR 75% NPK 15-15-15 (D4) 1.43 R 0.14 R 11.05 S 57.14 T 4.92 SR 100% NPK + Organofosfat (D5) 1.54 R 0.12 R 14.00 S 61.53 ST 4.21 SR 75% NPK + Organofosfat (D6) 1.20 R 0.15 R 7.98 R 61.18 ST 5.63 SR 100% NPK + PO dari Jerami (D7) 1.32 R 0.17 R 7.70 R 51.46 T 3.15 SR 75% NPK + PO dari Jerami (D8) 1.50 R 0.19 R 7.86 R 54.09 T 8.48 SR Keterangan: Kriteria hasil analisis tanah rendah, sangat rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi (Klasifikasi menurut Balitan, 2009). SR= Sangat Rendah, R= Rendah S=Sedang, T=Tinggi, ST=Sangat Tinggi Selain kandungan C-organik, kandungan N-total pada analisis tanah akhir pada semua perlakuan juga tergolong rendah. Hal ini disebabkan karena N yang ada di dalam tanah maupun yang berasal dari pupuk telah dimanfaatkan oleh tanaman maupun terbawa oleh air pada saat terjadi pencucian tanah. Hakim, dkk (1986) mengatakan bahwa nitrogen dapat hilang dari dalam tanah melalui beberapa cara, yaitu: (1) menguap ke udara, (2) tercuci bersama air drainase, (3) terfiksasi oleh mineral, dan (4) terangkut bersama panen Kadar C/N ratio pada analisis tanah akhir tergolong rendah pada perlakuan Kontrol (D1), NPK tunggal (D2), 75% NPK + Organofosfat (D6), 100% NPK + PO dari Jerami (D7), 75% NPK + PO dari Jerami (D8) dan tergolong sedang pada perlakuan 100% NPK 15-15-15 (D3), 75% NPK 15-15-15 (D4), 100% NPK + Organofosfat (D5). Kandungan P total pada hasil analisis tanah akhir masih tergolong sangat tinggi, sedangkan kandungan K totalnya sangat rendah. Meskipun kandungan P total masih tergolong sangat tinggi, akan tetapi sudah terjadi penurunan dibandingkan dengan hasil analisis P total pada tanah awal. Sedangkan unsur hara K, yang pada analisis tanah awal tergolong sedang terjadi penurunan yang sangat jika 21

drastis pada hasil analisis tanah akhir. Hal ini disebabkan karena hara P dan K sudah dimanfaatkan oleh tananaman untuk proses pertumbuhan maupun tercuci oleh air drainase. 4.1.2. Analisis Jaringan Sama halnya dengan analisis tanah, analisis jaringan juga dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor. Analisis jaringan dilakukan setelah penelitian selesai. Analisis jaringan yang dilakukan yaitu berupa analisis jaringan tanaman dan analisis jaringan gabah. Hasil analisis jaringan tanaman dan gabah dapat dilihat Tabel 4.3. Tabel 4.3. Hasil analisis jaringan tanaman dan gabah Perlakuan N (%) P (%) K (%) tanaman gabah tanaman gabah Tanaman gabah Kontrol (tanpa pupuk) (D1) 0.43 0.86 0.10 0.43 1.02 0.54 NPK tunggal (D2) 0.36 0.76 0.12 0.43 0.64 0.58 100% NPK 15-15-15 (D3) 0.33 0.84 0.12 0.40 1.21 0.51 75% NPK 15-15-15 (D4) 0.37 0.85 0.10 0.47 0.92 0.60 100% NPK + Organofosfat (D5) 0.42 0.95 0.11 0.19 0.99 0.39 75% NPK + Organofosfat (D6) 0.33 0.95 0.10 0.46 0.75 0.58 100% NPK + PO dari Jerami (D7) 0.35 0.84 0.10 0.37 1.33 0.48 75% NPK + PO dari Jerami (D8) 0.35 0.88 0.11 0.40 1.47 0.52 Rerata 0.37 (D) 0.11 (S) 1.04 (S) 22

Keterangan: Kriteria hasil analisis jaringan tanaman defisiensi dan safisien (Klasifikasi menurut Tanaka and Yoshida (1970) dalam (Sanchez 1973)) D= Defisiensi S=Safisien Menurut Sanchez (1973) tanaman padi mengalami defisiensi unsur hara N P dan K jika hasil analisis jaringan tanaman ialah < 2.5% (nitrogen) < 0.1% (fosfor) dan < 1.0% (kalium). Berdasarkan hasil analisis jaringan tanaman diketahui bahwa rerata kadar jaringan hara N pada jerami padi ialah 0.37% ini berarti bahwa tanaman padi di lahan penelitian mengalami defisiensi hara nitrogen. Marschner (1986) dalam Syahri (2013) mengatakan bahwa tanaman yang kahat nitrogen pertumbuhannya lamban daun pucat dan tidak hijau berseri warnanya. Kekurangan hara N diduga disebabkan N banyak terbawa oleh air drainase atau terjadi penguapan sehingga tidak bisa dimanfaatkan secara optimal oleh tanaman. Rerata kadar jaringan hara P pada pada tanaman padi ialah 0.11% hal ini menunjukan bahwa kebutuhan hara P pada tanaman sudah tercukupi. Disaat kebutuhan fosfor terpenuhi maka pertumbuhan tanaman baik itu pada fase vegetatif maupun fase generatif akan berjalan dengan baik. Selain hara fosfor berdasarkan hasil analisis jaringan tanaman dapat dilihat bahwa rerata jaringan hara K pada jerami yang memiliki rerata 1.04% tergolong cukup hal ini berarti kebutuhan hara K pada tanaman juga terpenuhi. 4.1.3. Hama dan Penyakit Tanaman Hama tanaman padi merupakan salah satu kendala bagi petani untuk bisa meningkatkan produksi usaha taninya. Bahkan serangan hama tertentu bisa mengakibatkan puso atau gagal panen.selama penelitian berlangsung hama yang menyerang tanaman adalah wereng coklat dan walang sangit. Wereng coklat (Nilaparvata lugens) adalah serangga sebesar butir beras sebagai hama tanaman padi daya sebarnya kuat dan sangat ganas sulit diberantas karena bertengger di pangkal daun padi. Sedangkan Walang sangit (Leptocorisa acuta Thumb) adalah salah satu hama penting bagi usaha budidaya tanaman padi. Hama ini menyerang saat tanaman padi tengah berada pada fase generatif. Pengendalian hama ini dilakukan secara kimiawi yaitu menggunakan insektisida Matador (bahan aktif Lamda sihalotrin) Mipcin (bahan aktif MIPC) Afidor (bahan aktif Imidakloprid 25 23

WP) dan Bassa (bahan aktif BPMC). Penyemprotan dilakukan satu kali dalam seminggu akan tetapi pada saat terjadi serangan yang berat penyemprotan dilakukan 3 hari sekali. 4.2. Pengamatan Utama Pengamatan utama yang dilakukan selama penelitian meliputi tinggi tanaman jumlah individu per rumpun jumlah malai per rumpun panjang malai jumlah bulir per rumpun persentase bulir bernas berat Gabah Kering Panen (GKP) berat Gabah Kering Giling (GKG) dan bobot 1000 butir. Semua data hasil pengamatan utama diolah dengan menggunakan microsoft excel kemudian dilakukan uji F (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan s Multiple Range Test (DMRT) 5% untuk mengetahui perbedaan rata-rata antar perlakuan. Setiap angka dalam tabel pada hasil pengamatan utama diikuti dengan kode huruf dengan tujuan untuk mempermudah dalam pembacaan tabel. Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukan pengaruh yang tidak beda nyata sedangkan angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukan pengaruh yang berbeda nyata. 4.2.1. Pengaruh Pengelolaan Hara terhadap Tinggi Tanaman Data hasil analisis pengaruh pemberian perlakuan hara terhadap tinggi tanaman dapat dilihat di Grafikl 4.1. dan tabel 4.3 Tinggi Tanaman (cm) 100 80 60 40 20 0 15 hst 30 hst 45 hst 60 hst Waktu pengukuran D1 D2 D3 D4 D5 D7 D8 D6 Grafik 4.1. Pengaruh pengelolaan hara terhadap tinggi tanaman pada 15-60 HST. Umur 15-45 hst merupakan fase pertumbuhan vegetatif bagi tanaman padi salah satunya adalah fase dimana tanaman padi mengalami pertumbuhan tinggi tanaman cepat. Dari (grafik 4.1.) dapat dilihat bahwa pada pengukuran tinggi 24

tanaman 15-60 hari setelah tumbuh (hst) pertumbuan tinggi tanaman terhambat pada perlakuan kontrol (tanpa pupuk). Shculte and Kelling (2006) dalam Devinta (2011) mengatakan bahwa tanaman padi membutuhkan unsur N P K yang lebih banyak untuk pertumbuhan vegetatif dan kekurangan unsur tersebut menyebabkan tanaman kerdil. Dari grafik juga dapat dilihat bahwa penambahan tinggi tanaman terus terjadi secara signifikan mulai dari umur 15 hst sampai 45 hst. Akan tetapi setelah 45 hst menuju ke 60 hst grafik penambahan tinggi tanaman sudah mulai melandai. Hal ini dikarenakan pada 15-45 merupakan fase dimana tanaman padi mengalami fase pertumbuhan vegetatif sedangkan pada 45 hst-60 hst tanaman padi sudah memasuki fase pertumbuhan generatif. Berdasarkan hasil uji anova terhadap tinggi tanaman yang terdapat pada (lampiran 2) pengelolaan pupuk berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 15 dan berpengaruh sangat nyata pada umur 30 45 60 dan menjelang panen. Pengujian lanjut dengan DMRT (5%) pada tinggi tanaman menjelang panen disajikan pada tabel (tabel 4.4.). Tabel 4.4. Hasil analisis pengaruh pengelolaan hara terhadap tinggi tanaman menjelang panen Perlakuan Tinggi Tanaman Menjelang Panen (cm) Kontrol (tanpa pupuk) (D1) 87.17a NPK tunggal (D2) 112.37c 100% NPK 15-15-15 (D3) 110.70c 75% NPK 15-15-15 (D4) 106.63b 100% NPK + Organofosfat (D5) 113.63c 75% NPK + Organofosfat (D6) 110.63c 100% NPK + PO dari Jerami (D7) 110.90c 75% NPK + PO dari Jerami (D8) 107.23b Ket: angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan analisis DMRT pada kepercayaan 95% Pemberian pupuk NPK rekomendasi di lahan penelitian diperlukan guna meningkatkan tinggi tanaman dapat dilihat dengan membandingan perlakuan kontol (D1) dengan perlakuan NPK tunggal (D2) maupun 100% NPK 15-15-15 (D3). Perlakuan NPK baik tunggal maupun majemuk memiliki tinggi tanaman yang nyata lebih tinggi dibanding kontrol. Putra (2012) yang menyatakan bahwa 25

pemberian pupuk baik itu jenis atau takaran pemupukan sangat mempengaruhi respons tanaman padi sehingga berdampak terhadap pertumbuhan padi khususnya pada tinggi tanaman. Untuk penggunaan jenis pupuk NPK baik itu tunggal (D2) maupun NPK majemuk (D3) saling tidak berbeda nyata hal ini dikarenakan ketersediaan NPK baik dari pupuk tunggal maupun majemuk sudah setara. Hal ini berarti bahwa petani bebas memilih untuk menggunakan pupuk NPK tunggal maupun majemuk di lahan penelitian karena tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap hasil. Pada perlakuan D4 saat dilakukan pengurangan 25% dosis NPK tinggi tanaman nyata lebih pendek dibandingkan dengan perlakuan 100% NPK 15-15- 15 (D3). Jika ingin mengurangi 25% NPK maka petani dapat menambahkan pupuk Organofosfat. Perlakuan D6 menunjukan bahwa pengurangan 25% pupuk NPK jika ditambah Organofosfat maka tinggi tanaman tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang menggunakan 100% NPK (D3). Hal ini karena sumbangan fosfat yang didapatkan dari pupuk Organofosfat dapat dimanfaatkan oleh tanaman guna pertumbuhan tinggi tanaman. Unsur P berperan penting dalam meningkatkan efisiensi kerja kloroplas yang berfungsi sebagai penyerap energi matahari dalam proses fotosintesis selain itu unsur P juga berperan aktif mentransfer energi dalam sel (Hakim dkk. 1986) serta Mulyani (1988) mengatakan bahwa unsur hara fosfat dapat mempercepat pertumbuhan tanaman. Penambahan jerami pada dosis NPK 75% (D8) belum mampu menggantikan kekurangan 25% dosis NPK. Terlihat dari (tabel 4.4) yang menunjukan bahwa perlakuan 75%NPK+ PO dari jerami (D8) memiliki tinggi tanaman yang nyata lebih pendek dibandingkan dengan perlakuan 100%NPK 15-15-15 (D5). Hal ini dikarenakan kandungan hara terbesar dari jerami ialah kalium hara kalium banyak digunakan oleh tanaman padi pada saat proses pengisian bulir. Perlakuan pengelolaan hara menghasilkan tinggi tanaman antara 10663 cm sampai 113.7 cm jika dibandingkan dengan deskripsi varietas padi Situbagendit yang dikeluarkan oleh Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian yang menyatakan bahwa padi situbagendit memiliki tinggi tanaman 95-105 cm menunjukan bahwa rekomendasi pupuk yang diberikan oleh balai 26

penelitian tanah sudah tepat guna memaksimalkan tinggi tanaman padi Situbagendit di lahan sawah tadah hujan. 4.2.2. Pengaruh Pengelolaan Hara terhadap Jumlah Individu Per rumpun Data hasil analisis pengaruh pemberian perlakuan hara terhadap jumlah individu per rumpun dapat dilihat di grafik 4.2 dan hasil analisis pengaruh pemberian perlakuan hara terhadap jumlah individu per rumpundapat dilihat pada tabel 4.4. Jumlah Individu (batang) 25 20 15 10 5 0 15 hst 30 hst 45 hst 60 hst Waktu Pengukuran D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 Grafik 4.2. Pengaruh pengelolaan hara terhadap jumlah individu per rumpun pada 15-60 HST. Berdasarkan grafik 4.2. dapat terlihat bahwa pembetukan anakan terhambat pada perlakuan kontrol (tanpa pupuk). Hal ini menunjukan bahwa pemupukan NPK di lahan penelitian diperlukan guna meningkatkan jumlah individu tiap rumpun.poulton et al. (1989) menyatakan bahwa unsur hara menjadi komponen penting bagi tanaman khususnya unsur hara makro seperti unsur hara N P dan K dalam jumlah cukup dan berimbang karena dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman baik pada fase pertumbuhan vegetatif maupun fase generatif Umur 15-30 hst merupakan fase dimana tanaman padi menghasilkan anakan semakin banyak jumlah anakan yang dihasilkan maka jumlah individu per rumpun akan meningkat. Akan tetapi setelah melewati umur 30 hst terjadi penurunan jumlah individu. Hal ini disebabkan ada beberapa tanaman yang mati dikarenakan tanaman kekurangan hara N. Berdasarkan uji F terhadap jumlah individu yang terdapat pada (lampiran 2) menunjukan bahwa pengelolaan hara tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah individu pada umur 15 hst berpengaruh nyata pada 45 hst dan berpengaruh sangat 27

nyata pada umur 30 60 serta menjelang panen.hasil analisa statistik lanjut dengan DMRT (taraf 5%) pada jumlah individu 60 hst tersaji pada (tabel 4.5). Tabel 4.5. Hasil analisis pengaruh pengelolaan hara terhadap jumlah individu 60 hst Perlakuan Jumlah Individu Kontrol (tanpa pupuk) (D1) 9.30a NPK tunggal (D2) 15.50c 100% NPK 15-15-15 (D3) 13.47bc 75% NPK 15-15-15 (D4) 14.63bc 100% NPK + Organofosfat (D5) 13.57bc 75% NPK + Organofosfat (D6) 12.90b 100% NPK + PO dari Jerami (D7) 12.80b 75% NPK + PO dari Jerami (D8) 12.77b Ket: angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan analisis DMRT pada kepercayaan 95% Pemberian 100% NPK (D2 dan D3) menghasilkan jumlah individu yang nyata lebih banyak jika dibanding dengan kontrol (D1). Hal ini menunjukan bahwa pemupukan NPK sangat signifikan guna meningkatkan jumlah individu per rumpun.untuk penggunaan jenis pupuk NPK baik itu NPK tunggal (D2) maupun NPK majemuk (D3) memiliki jumlah individu yang berbeda namun tidak nyata hal ini dikarenakan ketersediaan NPK baik dari pupuk tunggal maupun majemuk sudah setara. Ini berarti bahwa petani bebas memilih untuk menggunakan pupuk NPK tunggal maupun majemuk di lahan penelitian karena tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap jumlah individu per rumpun. Perlakuan 75% NPK + Organofosfat (D6) dan 75% NPK + PO dari Jerami (D8) dibandingkan dengan perlakuan 100 NPK 15-15-15 (D3) memiliki jumlah individu per rumpun saling berbeda namun tidak nyata. Ini menunjukan bahwa di lahan penelitian petani bisa mengurangi dosis NPK sebanyak 25% dengan syarat harus dilakukanpenambahan Organofosfat maupun jerami.terlihat dari (tabel 4.2.1) bahwa hara yang diserap oleh tanaman pada perlakuan 75% NPK + Organofosfat (D6) dan 75% NPK + PO dari Jerami (D8)tidak jauh berbeda dengan perlakuan yang menggunakan 100% dosis NPK. Hal ini diduga karena peran bahan organik yang terdapat dalam pupuk Organofosfat maupun jerami mampu meningkatkan kapasitas pertukaran kation sehingga pada saat dilakukan pemupukan pupuk tidak mudah tercuci sehingga bisa dimanfaatkan oleh tanaman 28

secara maksimal. Rosmarkam dan Yuwono (2002) menyatakan bahwa bahan organik mampu meningkatkan Kapasitas Penukaran Kation (KPK) sehingga pada saat dilakukan pemupukan hara tidak mudah tercuci. Berdasarkan deskripsi varietas padi yang dikeluarkan oleh Balai Besar Penelitian Tanaman Padi bahwa padi varietas Situbagendit memiliki jumlah anakan sekitar 12-13 batang per rumpun. Ini menunjukan bahwa pengelolaan hara di lahan penelitian yang memiliki jumlah individu antara 12.77-15.50 batang per rumpun sudah bisa meningkatkan jumlah individu secara optimal. 4.2.3. Pengaruh Pengelolaan Hara terhadap Komponen Hasil Berdasarkan uji F (ANOVA) terhadap komponen hasil yang terdapat dalam (lampiran 2) menunjukan bahwa pengelolaan hara menunjukan pengaruh yang nyata terhadap jumlah malai per rumpun panjang malai jumlah bulir bernas dan berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah bulir akan tetapi tidak berpengaruh terhadap persentase bulir bernas. Hasil analisis lanjut DMRT 5% pada komponen hasil disajikan dalam (tabel 4.6.). Hasil analisa (tabel 4.6.) menunjukan bahwa penggunaan pupuk NPK tunggal (D2) maupun majemuk (D3) menghasilkan jumlah malai nyata lebih banyak malai yang nyata lebih panjang jumlah bulir yang nyata lebih banyak dan bulir bernas yang nyata lebih banyak dibanding dengan perlakuan kontrol (D1). Kaderi (2004) menyatakan bahwa keberhasilan membetuk anakan produktif pada tanaman menjadi lebih tinggi jika diberi pupuk NPK. Tabel 4.6. Hasil analisis pengaruh pengelolaan hara terhadap komponen hasil Perlakuan Jumlah Malai Per rumpun Panjang Malai (cm) Jumlah Bulir Per rumpun Bulir Bernas (butir) Persentase bulir bernas (%) Kontrol (tanpa pupuk) (D1) 7.67a 21.14a 628.60a 500.47a 79.59 NPK tunggal (D2) 12.90b 24.03b 1217.53b 973.67b 79.72 100% NPK 15-15-15 (D3) 11.47b 23.75b 1076.07b 834.87b 77.48 75% NPK 15-15-15 (D4) 12.13b 23.85b 1114.27b 856.10b 77.24 100% NPK + Organofosfat (D5) 13.33b 23.97b 1269.67b 963.10b 75.88 75% NPK + Organofosfat (D6) 11.37b 24.40b 1102.20b 885.40b 80.29 100% NPK + PO dari Jerami (D7) 11.67b 24.34b 1115.97b 844.27b 75.84 75% NPK + PO dari Jerami (D8) 11.50b 24.27b 1100.13b 850.90b 77.60 Ket: angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan analisis DMRT pada kepercayaan 95% 29

Penggunaan jenis pupuk NPK baik tunggal (D2) maupun majemuk (D3) di lahan penelitian saling tidak berbeda nyata terhadap jumlah malai per rumpun panjang malai jumlah bulir dan bulir bernas yang dikarenakan kandungan hara pada pupuk NPK baik tunggal dan majemuk sudah setara. Hal ini berarti petani bebas memilih jenis pupuk yang akan digunakan. Penambahan pupuk Organofosfat maupun jerami pada NPK dosis 100% belum dapat meningkatkan jumlah malai panjang malai jumlah bulir per rumpun dan jumlah bulir bernas. Berdasarkan (tabel 4.5.) Perlakuan 100% NPK + Organofosfat (D5) dan 100% NPK + PO dari Jerami (D7) dibandingkan dengan perlakuan 100 NPK 15-15-15 (D3 memiliki jumlah malai per rumpun panjang malai jumlah bulir dan bulir bernas yang tidak berbeda nyata. Pengurangan 25% dosis NPK jika ditambahkan Organofosfat maupun jerami akan menghasilkan jumlah malai per rumpun panjang malai jumlah bulir dan bulir bernas yang nyata tidak berbeda. Terlihat dari perlakuan 75% NPK + Organofosfat (D6) dan 75% NPK + PO dari Jerami (D8) yang menghasilkan jumlah malai per rumpun panjang malai jumlah bulir dan bulir bernas yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan 100 NPK 15-15-15 (D3). Hal ini diduga karena kehilangan hara 25% akibat pengurangan dosis NPK dapat digantikan oleh hara hara yang berasal dari pupuk organik Organofosfat maupun jerami. Rosmarkan dan Yuwono (2002) menyatakan bahwa dalam proses mineralisasinya bahan organik akan melepaskan hara tanaman yang lengkap (N P K Ca Mg S serta hara mikro) meskipun dalam jumlah tidak tentu. Perlakuan 75% NPK 15-15-15 (D4) dibandingkan dengan 100% NPK 15-15-15 (D3) keduanya memiliki jumlah malai per rumpun panjang malai jumlah bulir dan bulir bernas yang nyata tidak berbeda. Meski pengurangan 25% dosis NPK juga tidak berpengaruh terhadap jumlah malai per rumpun panjang malai jumlah bulir dan bulir bernas akan tetapi dalam hal ini peneliti lebih menyarankan kepada petani untuk tetap menambahkan pupuk Orgaofosfat maupun jerami dengan pertimbangan untuk memperbaiki kesuburan tanah di lahan penelitian. Rosmarkam dan Yuwono (2002) menyatakan bahwa penambahan bahan organik mampu memperbaiki struktur tanah menyebabkan tanah menjadi ringan dan 30

mudah diolah mudah ditembus akar serta mampu meperbaiki kehidupan biologi tanah (baik hewan tingkat tinggi ataupun tingkat rendah). Meski perlakuan hara berpengaruh terhadap panjang malai dan jumlah bulir bernas akan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase bulir bernas. Menurut Toha dan Permadi (1990) dalam Permadi et al. (2006) rendahnya komponen hasil seperti variabel persentase gabah isi mengakibatkan hasil gabah yang dicapai menjadi rendah. Hal ini diduga karena pada tahap penyuplaian hasil asimilasi ke malai untuk pengisian bulir pada malai yang lebih panjang membutuhkan waktu yang lebih lama sehingga tidak semua bulir dapat terisi. Di dukung oleh hasil korelasi antara panjang malai dengan jumlah bulir bernas dan persentase bulir bernas (tabel 4.6) yang menunjukan bahwa panjang malai memiliki nilai korelasi yang positif terhadap jumlah bulir dengan nilai korelasi 0.57. Hal ini berarti bahwa semakin panjang malai maka jumlah bulir yang dihasilkan juga akan semakin banyak. Rohaeni dan Karsidi (2012) menyatakan bahwa malai yang panjang menjamin adanya jumlah gabah bernas yang lebih banyak. Akan tetapi pajang malai memiliki nilai korelasi negatif terhadap persentase bulir bernas dengan nilai korelasi -0.39. Semakin panjang malai yang dihasilkan tidak diikuti dengan kenaikan persentase bulir bernas akan tetapi sebaliknya semakin panjang malai maka persentase bulir bernas semakin kecilatau cenderung sama. Tabel 4.7. Data korelasi komponen hasil Data korelasi Nilai Korelasi Jumlah individu per rumpun - jumlah malai 088 Panjang malai - jumlah bulir 057 Panjang malai - persentase bulir bernas -039 Berdasarkan data korelasi (tabel 4.7) dapat dilihat bahwa jumlah individu per rumpun dan jumlah malai memiliki korelasi yang positif dengan nilai korelasi 0.88 artinya bahwa semakin banyak jumlah individu per rumpun maka jumlah malai yang dihasilkan juga bertambah banyak. Menurut Gasperz (1992) dua karakter yang memiliki korelasi positif cenderung berubah secara bersama dalam arah yang sama atau cenderung meningkat atau menurun secara bersama. 31

4.2.4. Pengaruh Pengelolaan Hara terhadap Bobot 1000 Butir GKP dan GKG Berdasarkan uji ANOVA bobot 1000 butir GKP dan GKG yang terdapat pada tabel (lampiran 2) menunjukan bahwa pengelolaan hara tidak berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 butir berpengaruh sangat nyata terhadap berat gabah GKP dan GKG.Hasil uji lanjut DMRT (5%) terhadap GKP dan GKG disajikan dalam (tabel 4.8.) Tabel 4.8. Hasil analisis bobot 1000 Butir GKP dan GKG Parameter Perlakuan Bobot 1000 butir (gram) GKP (ton/ha) GKG (ton/ha) Kontrol (tanpa pupuk) (D1) 25.91 4.41a 3.06a NPK tunggal (D2) 27.34 7.18bc 4.88b 100% NPK 15-15-15 (D3) 25.60 7.50c 4.96b 75% NPK 15-15-15 (D4) 26.84 6.70bc 4.58b 100% NPK + Organofosfat (D5) 26.99 7.14bc 4.69b 75% NPK + Organofosfat (D6) 26.80 7.24bc 4.97b 100% NPK + PO dari Jerami (D7) 27.55 6.95bc 4.67b 75% NPK + PO dari Jerami (D8) 28.18 6.48b 4.58b Ket: angka dalam kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan analisis DMRT pada kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil analisis bobot 1000 butir GKP dan GKG (tabel 4.8) menunjukan bahwa bobot 1000 butir yang dihasilkan pada penelitian ini sekitar 25.91-28.18 gram. Berdasarkan deskripsi varietas padi Situbagendit yang dikeluarkan oleh Balai Besar Penelitian Tanaman Padi yang menyatakan bahwa padi situbagendit memiliki bobot 1000 butir mencapai 27.5 gram maka hanya perlakuan 100% NPK + PO dari Jerami (D7) dan 75% NPK + PO dari Jerami (D8) yang bisa mencapainya. Hal ini dikarenakan kandungan hara yang berasal dari jerami membantu tanaman disaat pengisian bulir padi. Di Indonesia rata-rata kandungan unsur hara yang terkandung dalam jerami adalah 04 % N 002 % P 14 % K dan 56 % Si dengan kata lain ketika kita memanen padi 5 ton/ha akan dihasilkan jerami sebanyak 75 ton yang mengandung 45 kg N 10 Kg P 125 Kg K 350 Kg Si (Maspary 2010). Penggunaan pupuk NPK tunggal (D2) maupun majemuk (D3) menghasilkan GKP dan GKG nyata lebih banyak dibanding dengan perlakuan kontrol (D1).Penggunaan jenis pupuk NPK baik tunggal (D2) maupun majemuk (D3) di lahan penelitian saling tidak berbeda nyata terhadap hasil GKP dan GKG 32

dikarenakan kandungan hara pada pupuk NPK baik tunggal dan majemuk sudah setara. Penambahan Organofosfat dan jerami pada NPK dosis 75% mampu menghasilkan GKP dan GKG yang nyata tidak berbeda dengan perlakuan 100% dosis NPK akan tetapi penambahan Organofosfat dan jerami pada NPK dosis 100% belum mampu meningkatkan hasil GKP dan GKP. Terlihat dari perlakuan 100% NPK + Organofosfat (D5) dan 100% NPK + PO dari Jerami (D7) dibandingkan dengan perlakuan 100 NPK 15-15-15 (D3) memiliki hasil GKP dan GKG yang nyata tidak berbeda. Hasil analisis jaringan tanaman dan gabah (tabel 4.3) menunjukan bahwa tanaman sudah mendapatkan hara fosfat dan kalium yang cukup dengan menggunakan perlakuan 75% NPK + Organofosfat (D6) dan 75% NPK + jerami (D8). Pupuk kalium dan fosfat dibutuhkan oleh tanaman pada saat proses pembungaan dan pengisian bulir. Rosmarkam dan Yuwono (2002) menyatakan bahwa kalium berfungsi untuk membantu meningkatkan pengisian biji tanaman supaya lebih berisi dan padat. Perlakuan 75% NPK 15-15-15 (D4) dibandingkan dengan 100% NPK 15-15-15 (D3) keduanya juga memiliki GKP dan GKG yang nyata tidak berbeda. Akan tetapi peneliti lebih menyarankan ke petani untuk tetap menambahkan pupuk organosofat maupun jerami guna meningkatkan kesuburan tanah di lahan penelitian. Perlakuan hara dilahan penelitaian menghasilkan GKP sebanyak 4.58-4.97 ton per hektar hasil tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan deskripsi varietas padi Situbagendit yang dikeluarkan oleh Balai Besar Penelitian Tanaman Padi yang menyatakan bahwa padi Situbagendit memiliki rerata hasil 40 ton per hektar dan memiliki potensi hasil 60 ton per hektar. Meskipun sudah melebihi dari rerata hasil akan tetapi semua perlakuan belum bisa mecapai potensi hasil secara genetis seperti yang dikeluarkan oleh balai. Hal ini dikarenakan tanaman mengalami kahat nitrogen didukung oleh hasil penelitian Yahya dkk. (1990) yang mengatakan bahwa nitrogen merupakan unsur hara paling menentukan dalam peningkatan hasil padi gogo rancah di Jeneponto. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat baik dari segi pertumbuhan maupun hasil maka peneliti lebih menyarankan 75% NPK 15-15-15 + jerami 33

sebagai teknologi Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) di Desa Semawung Kec. Andong Kab. Boyolali dikarenakan jerami merupakan materi lokal yang lebih mudah didapatkan oleh petani yang ada di Desa Semawung tanpa harus mengeluarkan biaya karena petani bisa mendapatkan jerami dari hasil panen di lahan mereka. 34