BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida. (ton) ,19 52,56 64,59 85,95 101, , , ,53

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

6.1.1 Hasil Analisis RTH pada Kabupaten Mimika. b. Hasil perhitungan berdasarkan status kepemilikan RTH eksisting: ha dengan pembagian:

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Program Studi Geografi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

A JW Hatulesila. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon. Abstrak

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

Gambar 1. Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011

PENDAHULUAN Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

TUGAS AKHIR. Oleh: MELANIA DAMAR IRIYANTI L2D

MODEL BANGKITAN PERJALANAN YANG DITIMBULKAN PERUMAHAN PURI DINAR MAS DI KELURAHAN METESEH KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian,

IV. METODOLOGI PENELITIAN

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, jasa, dan industri. Penggunaan lahan di kota terdiri atas lahan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

I. PENDAHULUAN. Lingkungan adalah semua benda, daya serta kondisi, termasuk di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha)

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Tengah, Lampung Timur, dan Lampung Selatan, maka dibuat peta lahan. daya alam dan manusia serta memperluas lapangan pekerjaan dan

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODOLOGI. Tempat dan Waktu

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Posisi wilayah Kota Metro berada di tengah Provinsi Lampung, secara

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

BAB II KAJIAN PUSTAKA...

Sejalan dengan berkembangnya suatu kota atau wilayah dan meningkatnya kebutuhan manusia, infrastruktur jalan sangat diperlukan untuk menunjang proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODOLOGI. Tabel 1. Jenis, Sumber, dan Kegunaan data No Jenis Data Sumber Data Kegunaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Metro adalah kota hasil pemekaran Kabupaten Lampung Tengah dan memperoleh otonomi daerah pada tanggal 27 April 1999 sesuai dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2009 (Bapedda Kota Metro, 2012). Kota Metro berada di jalur yang strategis karena berada pada jalur lintas Sumatera dengan empat persimpangan jalur kabupaten, yaitu 1) Kota Metro Tegineneng, Kabupaten Pesawaran, 2) Kota Metro Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Tengah, 3) Kota Metro Natar, Kabupaten Lampung Selatan, dan 4) Kota Metro Pekalongan, Kabupaten Lampung Timur. Kota Metro selain sebagai kota persimpangan empat jalur juga merupakan salah satu kota pendidikan unggulan di Provinsi Lampung. Kondisi tersebut menjadikan Kota Metro sebagai kota transit dan kota fasilitas pendidikan. Kota Metro sebagai kota transit akan mengalami peningkatan mobilitas atau migrasi penduduk dari dan keluar Kota Metro dan Kota Metro sebagai kota pendidikan akan membutuhkan pembangunan fasilitas dan utilitas untuk menunjang kegiatan dan proses pembelajaran. Konsekuensi lain kondisi tersebut akan meningkatkan jumlah penduduk jumlah penduduk, sesuai data Kota Metro dalam Angka BPS tahun 2016 jumlah penduduk Kota Metro berjumlah 149.361 jiwa pada tahun 2013 meningkat kisaran 9.000 jiwa dalam kurun dua tahun pada tahun 2015 meningkat menjadi 158.415 jiwa. Pembangunan fisik dengan membangun infrastruktur dan utilitas kota sebagai salah satu dampak meningkatnya jumlah penduduk dengan beragam pemenuhan kebutuhan. Perkembangan fisik kota yang menonjol akan mengurangi kenampakan visualisasi alami kota (Rijai, 2008). Peningkatan jumlah penduduk sejalan dengan meningkatnya kebutuhan Oksigen dan berkurangnya lahan terbuka hijau akan menurunkan pasokan ketersediaan Oksigen. 1

2 Menurut dokumen masterplan Ruang Terbuka Hijau Tahun 2012, Kota Metro dengan luas wilayah kurang lebih 6874 Ha memiliki luasan Ruang Terbuka Hijau kurang lebih 1056,15 Ha. Luasan Ruang Terbuka Hijau tersebut merupakan 15,36 % dari luasan wilayah Kota Metro. Pemenuhan proporsi Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 mengenai Penataan Ruang, Kota Metro harus menyediakan Ruang Terbuka Hijau seluas kurang lebih 950 Ha atau 14,64 % dari luas wilayah Kota Metro. Menurut Fandelli (2004) Ruang Terbuka Hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Bentuk bentuk ruang terbuka hijau wilayah kota, terdiri atas kawasan pertamanan kota, kawasan hutan kota, kawasan hijau untuk rekreasi, kawasan hijau untuk olahraga, dan kawasan hijau untuk perkarangan. Ruang Terbuka Hijau merupakan komponen penyeimbang kualitas lingkungan, karena ruang terbuka hijau memiliki peranan sebagai pemasok atau penyedia udara bersih yaitu Oksigen yang digunakan oleh manusia sebagai kegiatan bernafas, dan menjaga kualitas iklim mikro kota (Rahmy dkk, 2012). Konsentrasi dalam penelitian ini ditujukan pada kegiatan, yaitu inventarisasi keberadaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Metro dengan tujuan untuk mendata Ruang Terbuka Hijau yang masih ada di Kota Metro. Inventarisasi ditujukan dengan harapan data tersebut dapat digunakan sebagai kontrol atau pengendali oleh masyarakat dan pemerintah agar mempertahankan Ruang Terbuka Hijau yang telah ada. Konsentrasi lain, mengestimasi ketersediaan dan kebutuhan Oksigen di Kota Metro dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar Kota Metro membutuhkan Ruang Terbuka Hijau, dan memetakan dalam prioritas arahan pengembangan Ruang Terbuka Hijau. Penghitungan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau didapat dari komponen penduduk dan jumlah kendaraan, serta jumlah industri besar. Ketersediaan Oksigen diperoleh dari kerapatan vegetasi. Informasi vegetasi dan penutup lahan dapat diperoleh dari analisis indeks vegetasi. Indeks vegetasi merupakan salah satu teknik analisis digital data penginderaan jauh untuk memperoleh informasi distribusi spasial vegetasi dan atributnya.

3 1.2. Rumusan Masalah Kota Metro memiliki Ruang Terbuka Hijau publik dan Ruang Terbuka Hijau privat sebesar 15,36 % atau sebesar 1.056 Ha dari luas wilayah Kota Metro (Bappeda Kota Metro, 2012). Apabila ingin sesuai dengan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Ruang Terbuka Hijau pada wilayah kota minimal 30 % dari luas wilayah kota, maka Kota Metro harus menyediakan Ruang Terbuka Hijau sebesar 14,64 % atau kurang lebih menyediakan 950 Ha Ruang Terbuka Hijau dari luas kota. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Irwansyah (1998), mengestimasi pertumbuhan lahan untuk permukiman per 10 tahun di setiap unit administrasi kecamatan Kota Metro, 13 kecamatan menunjukkan 7 kecamatan di Kota Metro, yaitu Kecamatan Yosodadi, Ganjaragung, Hadimulyo, Banjarsari, Tejosari, Mulyojati, dan Margorejo termasuk klas pertumbuhan lahan untuk permukiman cepat dengan kisaran nilai persentase pertumbuhan 2,64 % - 7,56 %. Irwansyah memprediksi pertumbuhan tersebut akan terus terjadi di setiap tahunnya. Keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang perlu dilakukan inventarisasi Ruang Terbuka Hijau untuk data, kontrol, dan pedoman untuk kegiatan pemanfaatan ruang dan pengembangan Ruang di masa yang akan datang. Bentuk alih fungsi lahan dari lahan terbuka (hijau dan non hijau) diindikasikan akan memberikan dampak terhadap ketersediaan Oksigen. Oksigen merupakan udara yang sangat vital diperlukan manusia dan makhluk hidup lainnya untuk respirasi. Kebutuhan Oksigen di suatu kota akan meningkat tinggi apabila di kota tersebut menghasilkan emisi dan jumlah penduduk yang tinggi. Kebutuhan Oksigen dan ketersediaan Oksigen yang diketahui dapat diperkirakan apakah keberadaan Ruang Terbuka Hijau yang telah dapat memenuhi kebutuhan Oksigen di Kota Metro. Apabila terjadi kebutuhan Oksigen lebih tinggi dibandingkan dengan ketersediaan Oksigen, maka kota tersebut mengalami defisit Oksigen. Informasi ketersediaan dan kebutuhan Oksigen dapat dapat digunakan untuk arahan pengembangan Ruang Terbuka Hijau. Kondisi kekurangan ketersediaan Oksigen dapat dipenuhi dengan adanya perencanaan pemenuhan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau dan kondisi ketercukupan Ruang Terbuka Hijau di suatu kota tidak

4 hanya dipemeliharaan tetapi luasan Ruang Terbuka Hijau terus ditingkatkan. Penyediaan Ruang Terbuka Hijau untuk menciptakan keseimbangan dan kesehatan lingkungan yang baik. Sesuai dengan uraian di atas, maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan dalam pertanyaan pertanyaan penelitian berikut : 1. Bagaimana sebaran Ruang Terbuka Hijau di Kota Metro? 2. Bagaimana kondisi ketersediaan dan kebutuhan Oksigen di Kota Metro? 3. Bagaimana arahan pengembangan ruang terbuka hijau di Kota Metro berdasarkan kebutuhan dan ketersediaan Oksigen? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun beberapa tujuan penelitian sebagai berikut : 1. Menginventarisasi Ruang Terbuka Hijau eksisting di Kota Metro; 2. Menganalisis kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Metro; 3. Menentukan prioritas arahan pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Kota Metro. 1.4. Kegunaan Penelitian Teoritis 1. Kontribusi data penelitian mengenai Ruang Terbuka Hijau; 2. Acuan untuk penelitian lanjut mengenai Ruang Terbuka Hijau di daerah penelitian. Praktisi 1. Hasil penelitian dapat digunakan untuk rencana pengembangan Ruang Terbuka Hijau di daerah penelitian oleh Pemerintah Daerah setempat; 2. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menentukan suatu kebijakan akan suatu kegiatan atau pemanfaatan lahan di daerah penelitian. 1.5. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai tema arahan pengembangan RTH berdasarkan kebutuhan RTH telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Persamaan

5 penelitian yang dilakukan oleh peneliti, antara lain : 1) mengkaji mengenai Ruang Terbuka Hijau, 2) mengestimasi kebutuhan Ruang Terbuka Hijau dengan metode Gerarkis, 3) memanfaatkan citra penginderaan jauh untuk memperoleh indeks vegetasi yang akan digunakan untuk menganalisis kerapatan vegetasi dan memperoleh data mengenai ketersediaan Oksigen, dan 4) mendesain arahan prioritas pengembangan Ruang Terbuka Hijau. Perbedaan penelitian adalah perbedaan pada pengambilan lokasi penelitian dan tujuan peneliti yang berkeinginan memetakan atau menginventarisasi secara spasial keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di daerah penelitian dan mendesain arahan prioritas pengembangan Ruang Terbuka Hijau dari hasil perbandingan antara ketersediaan Oksigen dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau. Perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti disajikan dalam Tabel 1. Berikut penjelasan mengenai penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian oleh Sidiq (2013) yang melakukan penelitian mengenai desain arahan pengembangan Ruang Terbuka Hijau yang diharapkan dapat menciptakan kenyamanan lingkungan di Kota Semarang. Pemetaan arahan pengembangan Ruang Terbuka Hijau diperoleh dengan metode tumpangsusun dari empat variabel peta. Variabel variabel tersebut yaitu, persebaran iklim mikro, kebutuhan Ruang Terbuka Hijau, dan tutupan hijau. Penelitian ini menggunakan citra ALOS AVNIR- 2 tahun 2009 untuk memperoleh persentase tutupan hijau dari nilai indeks vegetasi. Tutupan hijau pada penelitian ini digunakan untuk menghitung luasan Ruang Terbuka Hijau yang dapat digunakan untuk memperkirakan ketersediaan Oksigen. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau diestimasi dengan menggunakan metode Gerrarkis, dan pengukuran langsung persebaran iklim mikro di Kota Semarang. Hasil yang diperoleh pada penelitian tersebut menunjukkan Kota Semarang memiliki arahan prioritas pengembangan sangat prioritas untuk di Kota Semarang bagian Utara sampai Kota Semarang bagian Tengah karena wilayah tersebut sebagian besar merupakan kawasan perindustrian. Kurniasari dan Puspitaningrom (2011) melakukan penelitian mengenai analisis kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta (Kelurahan Kotabaru,

6 Ngampilan, dan Purwokinanti). Penelitian ini menggunakan metode analisis kebutuhan dan sebaran Ruang Terbuka Hijau dengan metode Gerrarkis. Variabel data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, antara lain : jumlah penduduk, data konsumsi bahan bakar minyak, jumlah kendaraan bermotor, distribusi dan luasan Ruang Terbuka Hijau, dan suhu udara (pagi, siang, dan sore). Analisis temperatur ideal diperoleh dari pengukuran di lapangan dengan menggunakan Termohygrometer, estimasi kebutuhan Ruang Terbuka Hijau diperoleh dari perhitungan data jumlah penduduk, konsumsi bahan bakar minyak, dan jumlah kendaraan bermotor, dan distribusi Ruang Terbuka Hijau merupakan upaya pemenuhan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniasari dan Puspitaningrom (2011) menunjukkan bahwa fungsi keberadaan Ruang Terbuka Hijau terhadap suhu udara berkaitan erat, Kelurahan Kotabaru memiliki Ruang Terbuka Hijau mempunyai suhu udara pada pagi hari berkisar 26º C - 31º C, siang hari berkisar 29º C 33º C, dan sore hari 26º C - 33º C, berbeda dengan Kelurahan Purwokinanti dan Ngampilan dengan Ruang Terbuka Hijau yang masih kurang dengan suhu udara lebih panas daripada Kelurahan Kotabaru, suhu udara pagi berkisar 28º C - 31º C, siang hari 33º C - 37º C, dan sore hari berkisar 29º C - 33º C. Distribusi Ruang Terbuka Hijau difokuskan kepada kelurahan yang Ruang Terbuka Hijau belum terpenuhi yaitu Kelurahan Purwokinanti dan Kelurahan Ngampilan. Penambahan Ruang Terbuka Hijau dilakukan dengan merekomendasi jenis tanaman yang dapat dikembangkan praktis dan tidak membutuhkan lahan luas di kawasan permukiman dan sempadan sungai. Hartini (2008) melakukan penelitian mengenai analisis konversi Ruang Terbuka Hijau menjadi penggunaan perumahan di Kecamatan Tembalang, Kota Semarang. Tujuan dari penelitian tersebut untuk : 1) mengetahui sebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Tembalang, Kota Semarang tahun 2003 2007, 2) mengetahui konversi alih guna lahan Ruang Terbuka Hijau ke penggunaan perumahan di Kecamatan Tembalang, Kota Semarang tahun 2003 2007, dan 3) memproyeksikan konversi Ruang Terbuka Hijau tahun 2010. Sebaran Ruang Terbuka Hijau diperoleh dari hasil interpretasi visual pada Citra Quickbird dan

7 Citra Ikonos, hasil interpretasi di digitasi dan kemudian dicek ke lapangan. Konversi alih guna lahan diperoleh dari data sosial dan ekonomi serta dokumen RTRW Kota Semarang. Proyeksi konversi lahan dianalisis dengan metode Gravitasi Hansen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RTH tahun 2003 seluas 2.736,84 Ha mengalami penurunan pada tahun 2007 seluas 2.488,73 Ha, sehingga terjadi pengurangan RTH seluas 248,11 Ha atau 9,07 %. Perubahan RTH tersebut menjadi perumahan seluas 73,43 Ha (29,59 %), lahan terbuka seluas 165,44 Ha (66,68 %), penggunaan lain seluas 4,63 Ha (1,87 %) dan sisanya seluas 4,61 Ha (1,86 %) perubahan masih dalam kategori RTH. Kecamatan Tembalang memiliki daya Tarik tertinggi sebesar 124,46 dibandingakn dengan kecamatan pembanding, sehingga diproyeksikan hingga tahun 2010 Kecamatan Tembalang masih akan terus berkembang dan mengalami konversi RTH ke perumahan kurang lebih seluas 29,58 Ha. Taufik (2009) mengkaji mengenai kebututuhan Ruang Terbuka Hijau dan konversi Ruang Terbuka Hijau di Kota Padang. Penelitian Taufik (2009) bertujuan untuk : 1) Menghitung luas dan sebaran RTH (existing condition) di Kota Padang tahun 2006 dengan menggunakan citra Landsat 7 ETM+; 2) Menghitung jumlah kebutuhan dan ketercukupan RTH di Kota Padang berdasarkan luas kawasan, jumlah penduduk, dan kebutuhan Oksigen, 3) Mengidentifikasi kesesuaian jumlah dan sebaran RTH dalam RTRW tahun 2004 2013 terhadap kebutuhan RTH tahun 2006; dan 4) Menghitung perubahan RTH menjadi permukiman (lahan terbangun) di Kota Padang tahun 1990 2006 dan perkiraan RTH ke perumahan sampai dengan tahun 2013, pada kawasan pengembangan kota. Hasil interpretasi Citra Landsat TM+ 7 liputan 10 Maret tahun 2006 path/row 127/061 diperoleh existing condition RTH Kota Padang seluas 55.325 Ha atau 79,61 % dari wilayah kota secara administratif, dan tersebar tidak merata. Kecamatan Padang Barat kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan Oksigen seluas 917 Ha, Padang Timur seluas 607 Ha, Padang Utara seluas 147 Ha. Seusai analisis berdasarkan luas wilayah Kota Padang kekurangan RTH pada Kecamatan Padang Barat 140 Ha, Padang Timur 163 Ha, dan Padang Utara seluas 117 Ha. Kekurangan RTH berdasarkan jumlah penduduk

8 Kecamatan Padang Barat seluas 240 Ha, Kecamatan Padang Timur seluas 337 Ha, dan Kecamatan Padang Utara seluas 250 Ha. Merligon (2017) melakukan pe nelitian dengan menginventarisasi Ruang Terbuka Hijau Kota Metro dan membuat arahan prioritas pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Kota Metro. Interpretasi Ruang Terbuka Hijau berdasarkan interpretasi citra WorldView-II dan sumber data sekunder yang kemudian dilakukan survei ke lapangan. Arahan prioritas pengembangan Ruang Terbuka Hijau diperoleh dari analisis antara ketersediaan dan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau. Arahan prioritas pengembangan RTH diklasifikasikan dalam tiga golongan yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Prioritas tinggi berarti daerah tersebut harus diutamakan pengembangan Ruang Terbuka Hijau, prioritas sedang berarti tingkat penanganan menengah, dan prioritas rendah berarti daerah tersebut telah memiliki Ruang Terbuka Hijau yang telah tercukupi sehingga hanya perlu ditingkatkan pemeliharaan terhadap Ruang Terbuka Hijau yang ada. Ketersediaan Oksigen diperoleh dari analisis luasan Ruang Terbuka Hijau dari hasil konversi transformasi indeks vegetasi citra Landsat-8. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau diperoleh dari penghitungan estimasi kebutuhan Oksigen dari variabel jumlah penduduk, jumlah daging ternak yang dipotong, jumlah industri besar, dan jumlah kendaraan bermotor.

Tabel 1.1. Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Rencana Penelitian No. Peneliti, Tahun, dan Judul Tujuan Metode Hasil 1. Wahid Akhsin Budi Nur Mengkaji citra ALOS AVNIR-2 untuk Arah pengembangan RTH Peta arahan pengembangan Shidiq. 2013. Pemanfaatan Penginderaan kajian Ruang Terbuka Hijau di Kota Semarang; diperoleh dari tumpangsusun peta kebutuhan RTH, peta Ruang Terbuka Hijau yang nantinya diharapkan dapat Jauh dan SIG untuk Evaluasi Mengevaluasi persebaran RTH eksisting di persebaran kondisi iklim menciptakan kondisi dan Arahan Pengembangan Kota Semarang. mikro, dan peta kelas tutupan nyaman di Kota Semarang. Ruang Terbuka Hijau (RTH) di hijau. Kota Semarang. 2. Heni Dwi Kurniasari dan Alvie Mengidentifikasi kondisi dan distribusi Analisis temperatur ideal Temperatur ideal, Puspitaningrom, 2011 ruang terbuka hijau (RTH) Kelurahan dengan menggunakan perhitungan kebutuhan Estimasi Luasan dan Distribusi Kotabaru, Ngampilan, dan Purwokinanti. metode Thorn; RTH, dan analisis distribusi Ruang Terbuka Hijau Membuat estimasi kebutuhan RTH di Analisis kebutuhan RTH RTH di Kota Yogyakarta dalam Menurunkan Suhu Kelurahan Ngampilan, dan Purwokinanti. dengan menggunakan (Kelurahan : Kotabaru, Udara Mikro di Kota Memetakan kawasan yang dianggap perlu metode Gervakis; Ngampilan, dan Yogyakarta (Kelurahan pengembangan RTH. Analisis distribusi RTH Purwokinanti). Kotabaru, Ngampilan, dengan memanfaatkan citra Purwokinanti) penginderaan jauh. 3. Sri Hartini. 2008. Mengetahui sebaran Ruang Terbuka Hijau Interpretasi visual; Informasi sebaran Ruang Analisis Konversi Ruang (RTH) di Kecamatan Tembalang, Kota Digitasi on screen Terbuka Hijau, konversi, Terbuka Hijau (RTH) menjadi Semarang tahun 2003 hingga tahun 2007; Analisis model gravitasi dan prediksi konversi Penggunaan Perumahan di Mengetahui konversi (alih guna) Ruang Hansen. Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Tembalang, Kota Terbuka Hijau (RTH) ke penggunaan lahan (RTH) di Kecamatan Semarang. perumahan di Kecamatan Tembalang, Kota Tembalang tahun 2010. Semarang tahun 2003 2007; Memproyeksikan konversi Ruang Terbuka Hijau tahun 2010. 9

Lanjutan Tabel 1.1. Peneliti, Tahun, dan No. Judul 4. Faziul Taufik. 2009. Kajian Kebutuhan dan Konversi Ruang Terbuka Hijau di Kota Padang. Tujuan Metode Hasil Menghitung luas dan sebaran RTH (existing condition) di Kota Padang tahun 2006 dengan menggunakan citra Landsat 7 ETM+; Menghitung jumlah kebutuhan dan ketercukupan RTH di Kota Padang berdasarkan luas kawasan, jumlah penduduk, dan kebutuhan Oksigen. Mengidentifikasi kesesuaian jumlah dan sebaran RTH dalam RTRW tahun 2004 2013 terhadap kebutuhan RTH tahun 2006; Menghitung perubahan RTH menjadi permukiman (lahan terbangun) di Kota Padang tahun 1990 2006 dan perkiraan RTH ke perumahan sampai dengan tahun 2013, pada kawasan pengembangan kota. Perhitungan luasan dan sebaran RTH berdasarkan Permendagri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dihitung berdasarkan persentase luas ideal minimal yaitu 20 % dari luasan kawasan perkotaan; Perhitungan kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk; Perhitungan kebutuhan Oksigen berdasarkan kebutuhan Oksigen di Kota Padang; Analisis kesesuaian RTRW untuk kawasan hijau terhadap kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Model gravitasi Hansen untuk memperkirakan pengalihan atau konversi RTH menjadi permukiman di Kota Padang tahun 2006 2013. Analisis luasan dan sebaran RTH; Tabulasi dan penjelasan deksriptif hasil perhitungan kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan Oksigen dan jumlah penduduk di Kota Padang; Perkiraan konversi RTH menjadi lahan permukiman di Kota Padang tahun 2006 2013. 10

Lanjutan Tabel 1.1. Peneliti, Tahun, dan No. Judul 5. Merligon, 2017 Inventarisasi dan Arahan Prioritas Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Kota Metro. Tujuan Metode Hasil Menginventarisasi Ruang Terbuka Hijua (RTH) Kota Metro; Menganalisis kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Metro; Menentukan arahan prioritas pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Metro. Digitasi on screen dan cek lapangan; Penghitungan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan metode Gerrakis dengan menggunakan data jumlah penduduk, ternak, kendaraan bermotor, dan jumlah industri untuk setiap unit administrasi; Overlay atau tumpangsusun antara peta kebutuhan oksigen dengan peta ketersediaan Oksigen. Peta Inventarisasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Metro; Hasil perhitungan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan metode Gerrakis dengan menggunakan data jumlah penduduk, kendaraan bermotor, ternak, dan jumlah industri untuk setiap unit administrasi; Peta Arahan Prioritas Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Kota Metro. 11