BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Intensi keluar adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri (Wickramasinghe dan Wickramasinghe, 2011). Intensi keluar menjadi penting untuk dipelajari karena bila jumlah karyawan yang berhenti dari suatu perusahaan itu banyak maka dapat menimbulkan biaya yang bisa mencapai 5% dari biaya operasional organisasi (Hinkin dan Tracey, 2000). Intensi keluar sendiri, bisa dipengaruhi banyak hal mulai dari rendahnya tingkat kepuasaan kerja karyawan, rendahnya tingkat kepercayaan pada organisasi serta tidak terpenuhinya kontrak psikologis dari karyawannya (Robinson dan Rosseau, 1994). Dalam penelitian kali ini, peneliti akan lebih berfokus pada isu kontrak psikologis yang dianggap penting. Pentingnya isu kontrak psikologis, terbukti pada hasil survei yang dilakukan oleh Chartered Institute of Personel and Development (CIPD) bahwa keadaan positif dari kontrak psikologis berhubungan dengan tingkat kepuasaan kerja yang lebih tinggi, komitmen dalam perusahaan, keamanan kerja, kepuasaan antara hubungan pengusaha dan pekerja, motivasi dan niat untuk tetap bertahan dalam perusahaan (Guest dan Conway, 2005).
Survei ini juga menjadikan kontrak psikologis sebagai sebuah indikator kesehatan hubungan kerja. Kontrak psikologis kemudian semakin sering digunakan sebagai cara untuk menggali dan memahami hubungan kerja. Bahkan dalam survei, lebih dari 1300 para senior pembuat kebijakan sumber daya manusia, sebanyak 90 persen setuju bahwa kontrak psikologis adalah sebuah konsep yang berguna dan 36 persen mengatakan mereka menggunakannya untuk membantu mengelola hubungan kerja (Guest dan Conway, 2005). Definisi kontrak psikologis adalah suatu kontrak informal tidak tertulis yang terdiri dari ekspektasi karyawan dan atasan mengenai hubungan kerja yang bersifat timbal balik sebagai balasan dari kontribusi kewajiban yang telah dilakukan (Robinson dan Rousseau, 1994). Sedangkan kegagalan organisasi untuk memenuhi janji-janji, ekspektasi, dan kewajiban telah didefinisikan sebagai pelanggaran kontrak psikologis (Rosseau dan Tijoriwala, 1998). Pelanggaran kontrak psikologis merujuk pada tanggapan bahwa individu atau karyawan menerima kurang dari atau lebih sedikit dari apa yang sudah dijanjikan, atau bahkan tidak menerima sama sekali yang telah dijanjikan kepada mereka (Morrison dan Robinson, 1997). Ketika karyawan percaya bahwa telah terjadi pelanggaran kontrak psikologis maka akan mempengaruhi munculnya reaksi negatif, seperti rendahnya tingkat kinerja, rendahnya kepuasan kerja, dan menimbulkan niat untuk keluar organisasi (Aselage dan Eisenberg, 2003). Sebaliknya
keberhasilan organisasi dalam memenuhi kontrak psikologis karyawannya dapat menimbulkan adanya keterikatan antara karyawan dengan organisasinya sehingga karyawan tidak mempunyai niatan untuk berhenti dari pekerjannya (Turnley dan Feldman, 2000; Guest dan Conway, 2005). Paracha (2014) juga menyebutkan jika kontrak psikologis karyawan banyak yang terpenuhi maka akan dapat menurunkan keinginan keluar, sebaliknya jika kontrak psikologis karyawan sedikit atau bahkan tidak terpenuhi maka akan dapat meningkatkan keinginan keluar karyawannya. Dengan kata lain, tercapainya kontrak psikologis karyawan berpengaruh negatif signifikan terhadap intensi keluar. Konsep yang tak kalah penting terkait dengan kontrak psikologis dan intensi keluar adalah komitmen. Konsep ini berdasarkan pada teori pertukaran sosial dimana para pihak dalam suatu hubungan pertukaran menyediakan manfaat satu sama lain dalam bentuk manfaat yang nyata seperti uang atau manfaat yang tidak berwujud seperti dukungan sosial (Suazo et al., 2005). Ketika terjadi pelanggaran kontrak psikologis, karyawan percaya bahwa ada perbedaan antara apa yang dijanjikan dan apa yang disampaikan oleh organisasi (Morrison dan Robinson, 1997). Perbedaan merupakan ketidakseimbangan hubungan pertukaran di bidang sosial antara karyawan dan atasan. Kemudian ditinjau dari perspektif keadilan (Suazo et al., 2005) dalam rangka mengembalikan keseimbangan hubungan pertukaran setelah terjadi pelanggaran kontrak psikologis, karyawan akan cenderung untuk
mengurangi komitmen mereka terhadap organisasi atau berkontribusi lebih sedikit untuk organisasi dalam hal kinerja (Turnley dan Feldman, 1999). Ketidakseimbangan ini lama kelamaan semakin mengikis komitmen dalam diri karyawan yang kemudian dapat menimbulkan intensi keluar pada karyawan (Bunderson, 2001; Raja et al., 2004). Dari penjelasan di atas jelas terlihat bahwa komitmen merupakan bentuk yang signifikan dalam menjelaskan pengaruh kontrak psikologis terhadap intensi keluar karyawan. Dengan adanya komitmen yang tinggi dalam diri karyawan dipandang sebagai kunci untuk mempertahankan keanggotaan suatu anggota organisasi karena karyawan yang berkomitmen tinggi cenderung berpartisipasi aktif dalam kegiatan organisasi dan memiliki intensi keluar yang rendah. Menurut Allen dan Meyer (1991), terdapat tiga komponen dari komitmen organisasional, yaitu : komitmen normatif, komitmen afektif dan komitmen kontinuan. Komitmen afektif merupakan keterikatan secara emosional yang diidentifikasi dengan keterlibatan karyawan di dalam perusahaan (Allen dan Meyer, 1991). Adanya keterikatan emosional akan membuat karyawan merasa nyaman berada di perusahaan dan melakukan tugasnya dengan baik. Karyawan yang merasa cocok dengan perusahaan tempatnya bekerja akan berusaha melakukan yang terbaik untuk perkembangan perusahaan dan ingin terus bekerja di perusahaan tersebut. Maka dalam penelitian ini, hanya akan difokuskan pada komitmen afektif karena komitmen afektif disinyalir sebagai prediktor intensi keluar yang
lebih baik dibandingkan dengan jenis komitmen lainnya (Allen dan Meyer, 1997). Zhao et al. (2007) menyebutkan komitmen afektif yang ada dalam diri karyawan akan mempengaruhi proses pertukaran sosial yang menghubungkan antara kontrak psikologis dan intensi keluar. Hal ini menunjukkan bahwa komitmen afektif merupakan faktor yang dapat memediasi hubungan antara kontrak psikologis dan intensi keluar.senada dengan pernyataan tersebut, Cantisano et al. (2008) berpendapat bahwa ketika kontrak psikologis terpenuhi, individu akan bersedia memberikan sesuatu atas kehendak sendiri demi tercapainya tujuan perusahaan. Hal ini terjadi karena adanya kedekatan secara emosional terhadap organisasi atau yang sering disebut dengan komitmen afektif. Kemudian adanya komitmen afektif dalam diri karyawan dapat mempengaruhi keputusan individu untuk tetap tinggal dalam suatu organisasi atau dengan kata lain komitmen afektif mampu memediasi hubungan antara kontrak psikologis dan intensi keluar. Beberapa penjelasan di atas kemudian mendorong peneliti untuk menggunakan komitmen afektif sebagai variabel pemediasi dalam penelitian ini. Penelitian ini selanjutnya akan menyasar responden pada industri perhotelan. Pertimbangan ditetapkannya karyawan pada industri perhotelan sebagai responden dikarenakan karyawan pada industri ini tingkat turnovernya cukup tinggi dibandingkan karyawan pada industri lain. Hal ini berdasarkan survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik,
industri perhotelan di Indonesia mengalami peningkatan tingkat turnover semenjak tahun 2012. Dimana, pada tahun 2012 tingkat turnover pada industri ini berada pada presentase 20,12%, dan pada tahun 2013 meningkat, menjadi 20,62%, serta pada tahun 2014 mencapai angka 21,43% (Amin dan Rosiana, 2015). Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingkan tingkat turnover pada industri yang sama secara global yang hanya mencapai 20,2% (CompData Surveys, 2014). Temuan ini kemudian dikhawatirkan bisa berdampak pada biaya operasional hotel yang tinggi. Adanya tingkat turnover yang tinggi mengindikasikan kurangnya komitmen afektif karyawan (Allen dan Meyer, 1991), karena dengan memiliki komitmen afektif seharusnya karyawan akan nyaman di perusahaan sehingga tidak menginginkan untuk keluar atau berpindah ke perusahaan lain. Rasa nyaman yang ditimbulkan karena terpenuhinya kontrak psikologis akan menimbulkan keterlibatan emosional seorang karyawan pada organisasinya berupa perasan cinta pada organisasi atau yang lebih dikenal dengan komitmen afektif. Hal ini tentu akan menyebabkan seorang karyawan lebih memilih untuk tetap bertahan dalam organisasi daripada mencari alternatif pekerjaan lain. Oleh karena itu mengelola kontrak psikologis menjadi salah satu strategi manajerial yang paling penting untuk menjaga hubungan baik antara karyawan dengan perusahaannya. Maka adanya penelitian ini diharapkan akan dapat membantu perusahaan mengerti mengenai peran
kontrak psikologis pada intensi keluar karyawan dengan komitmen afektif sebagai variabel pemediasi khususnya untuk karyawan pada industri perhotelan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan paparan di atas, penelitian ini melihat bahwa kontrak psikologis mempunyai pengaruh terhadap intensi keluar melalui komitmen afektif. Sehingga penelitian ini ingin menguji peranan variabel pemediasi yang terdapat dalam hubungan kontrak psikologis dengan intensi keluar khususnya pada karyawan beberapa hotel di Yogyakarta. Berdasarkan rumusan masalah di atas, peneliti ingin mengetahui: a. Apakah kontrak psikologis berpengaruh negatif terhadap intensi keluar? b. Apakah komitmen afektif memediasi pengaruh kontrak psikologis terhadap intensi keluar? 1.3 Tujuan Penelitian Beberapa tujuan penelitian yaitu : a. Menguji pengaruh negatif kontrak psikologis terhadap intensi keluar b. Menguji peran komitmen afektif sebagai variabel pemediasi pada pengaruh negatif kontrak psikologis terhadap intensi keluar
1.4 Batasan Masalah Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, antara lain : a. Penelitian ini hanyalah terbatas pada karyawan dan organisasi tertentu yang menjadi objek penelitian. b. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini juga terbatas pada variabel-variabel tertentu yang diteliti dalam penelitian ini, meskipun sebenarnya ada beberapa kemungkinan untuk memasukkan variabelvariabel lain di luar model yang bisa berpengaruh terhadap variabelvariabel yang diteliti nantinya. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak, antara lain : a. Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk mengetahui dan membuktikan hasil empiris yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, sehingga diharapkan mampu memberikan insight lebih terkait dengan aplikasi dari teori yang diteliti terutama mengenai kontrak psikologis, komitmen afektif, dan intensi keluar. b. Bagi perusahaan Penelitian ini dapat digunakan untuk melihat gambaran komitmen afektif sebagai variabel pemediasi dalam pengaruh kontrak psikologis terhadapintensi keluar. Maka hasil penelitian ini diharapkan dapat
membantu perusahaan dalam rangka mengatur strategi untuk mendesain kebijakan yang mendukung kontrak psikologis karyawan sehingga dapat meningkatkan komitmen afektif dan menurunkan intensi keluar dari karyawannya. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan merupakan gambaran umum mengenai isi dari keseluruhan skripsi penelitian saya, yang bertujuan untuk memudahkan pembaca dalam mengikuti alur pembahasan yang terdapat dalam penulisan skripsi penelitian saya ini. Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut : - BAB I : PENDAHULUAN Bagian pendahuluan menjelaskan tentang latar belakang penelitian yaitu tentang mengapa memilih untuk meneliti kontrak psikologis sebagai pendekatan untuk mengetahui komitmen pada karyawan, selain itu terdapat juga rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. - BAB II : LANDASAN TEORI Pada bab ini mencakup tentang teori dasar yang mendasari analisis dan penerapan kontrak psikologis. Terdapat kutipan dari buku-buku, website, maupun sumber literatur lainnya yang mendukung penyusunan skripsi ini. Berisi pula teori-teori khusus yang berhubungan dengan
permasalahan yang akan diteliti khususnya tentang kontrak psikologis dan dampaknya. Selain itu dalam bab dua ini juga terdapat hipotesis beserta uraiannya, variabel penelitian, dan model penelitian. - BAB III : OBJEK DAN METODE PENELITIAN Pada bab ini akan berisi tentang metode yang digunakan peneliti utuk melaksanakan serangkaian proses penelitian. Aspek-aspek yang dijelaskan yakni desain penelitian, populasi, sampel penelitian, metode pengumpulan data, definisi operasional dan pengukuran variabel, uji instrumen yang berupa uji validitas dan reliabilitas, serta uji hipotesis yang menggunakan model regresi sederhana dan berganda. - BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab empat ini berisi penjabaran analisis data yang sudah berhasil diperoleh peneliti. Hal-hal yang peneliti uraikan pada bagian ini antara lain hasil pengumpulan data, karakteristik responden, hasil uji instrumen, hasil uji hipotesis yang menggunakan model regresi sederhana dan berganda serta pembahasan hasil penelitian berdasarkan hasil uji hipotesis tersebut. - BAB V : SIMPULAN DAN SARAN Berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan terutama tentang diterima atau ditolaknya hipotesis dalam penelitian ini. Selain itu dalam bab lima ini juga terdapat implikasi penelitian, keterbatasan penelitian dan saran sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.