IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Enkapsulasi Minyak Cengkeh Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan perbandingan konsentrasi yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan ditentukan pada penelitian utama. Kombinasi dan jumlah bahan pengisi Menurut Reinecius (1989), jumlah bahan pengisi adalah faktor yang sangat penting dalam enkapsulasi flavor. Etzel dan King (1984) dalam Bhandari et al (1992) menyatakan jenis dan kombinasi bahan pengisi berkaitan erat dengan kemampuan memerangkap flavor. Penilaian terhadap masing-masing komposisi dengan menggunakan suhu pengeringan outlet 180 0 C dan inlet 100 0 C dinilai melalui parameter kadar air, rendemen, densitas kamba, daya kelarutan dan organoleptik. Jika suhu pengeringan dinaikkan atau terlalu tinggi maka produk yang dihasilkan banyak yang gosong, sedangkan jika suhu yang digunakan di bawah 180 0 C, maka akan menghasilkan powder yang masih basah, membentuk gumpalan gumpalan sehingga menyulitkan dalam penanganan selanjutnya. Mutu fisik dan kimia cengkeh powder 1. Kadar air Kadar air dari cengkeh powder merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat kekeringan dan secara tidak langsung berhubungan dengan tingkat keawetan produk. Pada Gambar 6. Dapat dilihat nilai kadar air yang dihasilkan cukup rendah yaitu sekitar 3.79 7.15 %.
41 Hal ini mencerminkan bahwa cengkeh powder tersebut cukup kering. Dengan kadar air yang cukup rendah produk yang dihasilkan dari proses pengeringan ini relatif tahan terhadap kerusakan mikrobiologis, sehingga apabila disimpan pada kondisi penyimpanan yang cukup baik, produk ini akan mempunyai stabilitas penyimpanan yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan dalam proses pengolahannya, produk dipanaskan (dikeringkan) pada suhu 180 0 C, sehingga dapat membunuh mikroba mikroba patogen yang tidak tahan suhu tinggi. Gambar 6 Hasil analisa kadar air pada kombinasi jumlah bahan pengisi Pada Gambar 6. Kadar air terlihat bahwa semakin tinggi rasio tapioka pada perbandingan komposisi antara gum arabika dan tapioka maka kadar air yang dihasilkan juga semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil dari Bhandari et al. (1992) yang menyatakan semakin tinggi viskositas adonan, kadar air produk akan semakin tinggi. Hasil analisa anova single faktor pada tingkat kepercayaan 95%,
42 menunjukan bahwa variasi nilai kadar air dari berbagai kombinasi dan jumlah bahan pengisi tidak berbeda nyata. 2. Densitas Kamba Densitas kamba merupakan salah satu karakteristik fisik produk dalam bentuk tepung tepungan yang sering digunakan untuk merencanakan luas atau volume bahan pengemas produk tersebut. Densitas kamba dipengaruhi oleh jenis bahan, kadar air, bentuk dan ukuran bahan (Suratmi 1993). Semakin tinggi kadar air, maka gaya tarik menarik antar partikel akan semakin kuat, sehingga ruang kosong antar partikel makin kecil (porositas rendah), akibatnya densitas kamba akan semakin besar (Aula 1987). Gambar 7 Hasil analisa densitas kamba pada kombinasi jumlah bahan pengisi
43 Semakin tinggi kadar air, porositas makin rendah, sehingga pada berat yang sama cengkeh powder mempunyai volume yang lebih kecil, akibatnya densitas kamba akan meningkat. Gambar 7. Menunjukan perbandingan gum arabika : tapioka 100:0 memiliki densitas kamba yang paling kecil, hal ini disebabkan oleh ukuran partikel produk dengan menggunakan gum arabika 100% menghasilkan produk yang sangat halus, sehingga ruang kosong antar partikel sedikit sehingga volume produk menjadi lebih besar. Hasil analisa anova single faktor pada tingkat kepercayaan 95%, menunjukan bahwa variasi nilai berat jenis dari berbagai kombinasi dan jumlah bahan pengisi tidak berbeda nyata. 3. Daya kelarutan Daya kelarutan dari cengkeh powder menentukan daya terima produk. Pada Gambar 8. Terlihat bahwa daya kelarutan menurun sejalan dengan meningkatnya komposisi dari tapioka. Penurunan daya kelarutan ini berkaitan dengan peningkatan kadar air dan densitas kamba, tidak terdapat masalah pada kelarutan karena kelarutan rata rata diatas 98%. Menurut Master (1979), pada produk yang berbentuk tepung konsentrat maka makin tinggi kadar air produk maka daya kelarutan akan semakin berkurang, karena cenderung membentuk butiran yang besar tetapi tidak berpori (porous). Semakin kecil porositas produk maka densitas kamba akan semakin meningkat sehingga makin sulit produk tersebut didispersikan kedalam air. Selain itu peningkatan kadar air menyebabkan powder akan makin banyak diselubungi oleh cairan dan menahan udara di dalamnya, sehingga tegangan permukaan makin tinggi, akibatnya tepung menjadi
44 sukar larut (Winarno 1992). Hasil analisa anova single faktor pada tingkat kepercayaan 95%, menunjukan bahwa variasi nilai kelarutan dari berbagai kombinasi dan jumlah bahan pengisi tidak berbeda nyata. Gambar 8 Hasil analisa daya kelarutan pada kombinasi jumlah bahan pengisi Menurut Master (1979), pada produk yang berbentuk tepung konsentrat maka makin tinggi kadar air produk maka daya kelarutan akan semakin berkurang, karena cenderung membentuk butiran yang besar tetapi tidak berpori (porous). Semakin kecil porositas produk maka densitas kamba akan semakin meningkat sehingga makin sulit produk tersebut didispersikan kedalam air. Selain itu peningkatan kadar air menyebabkan powder akan makin banyak diselubungi oleh cairan dan menahan udara di dalamnya, sehingga tegangan permukaan makin tinggi, akibatnya tepung menjadi sukar larut (Winarno 1992). Hasil analisa anova single faktor pada tingkat kepercayaan 95%, menunjukan bahwa variasi nilai kelarutan dari berbagai kombinasi dan jumlah bahan pengisi tidak berbeda nyata.
45 4. Rendemen Rendemen merupakan presentase berat produk yang dihasilkan dari bahan yang diolah. Dengan demikian rendemen merupakan parameter penting dalam pengolahan terutama untuk melakukan perhitungan ekonomi. Rendemen minyak cengkeh dipengaruhi oleh kadar air atau makin kering produk tersebut, maka rendemen produk akan semakin tinggi. Semakin tinggi konsentrasi bahan pengisi yang ditambahkan, makin tinggi berat tepung yang dihasilkan. Hasil analisa anova single faktor pada tingkat kepercayaan 95%, menunjukan bahwa variasi nilai rendemen dari berbagai kombinasi dan jumlah bahan pengisi tidak berbeda nyata. Dari hasil pengukuran rendemen yang disajikan pada Gambar 9. Terlihat bahwa pembuatan cengkeh powder dengan perbandingan konsentrasi gum arabika 100% dan tapioka 100% memiliki rendemen yang rendah. Hal ini disebabkan penambahan 100% ke dalam formula hanya akan meningkatkan kekentalan namun tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan total padatan, demikian juga dengan penambahan tapioka 100 %, hanya meningkatkan kekentalan, sehingga pada saat pemanasan dalam pengeringan semprot, partikel partikel tepung yang terbentuk tidak bisa kering seluruhnya, bahkan banyak ditemukan bagian dalamnya masih basah. Apabila pemanasan diteruskan, maka bagian tengah akan kering tetapi permukaannya gosong.
46 Gambar 9 Hasil analisa rendemen pada kombinasi jumlah bahan pengisi Menurut bhandari et al.(1992), total padatan yang tinggi dan rasio antara pati tapioka dan gum arab yang tinggi akan berpengaruh terhadap kekentalan adonan. Adonan yang viskous akan menghasilkan partikel yang besar. Partikel yang besar akan memakan waktu lebih lama saat pengeringan, akibatnya terjadi akumulasi partikel yang tidak kering pada dinding ruang pengering. Hal ini menjelaskan mengapa total padatan tinggi rendemen justru rendah. 5. Daya mawur / free flowing Hasil analisa anova single faktor pada tingkat kepercayaan 95%, menunjukan bahwa variasi waktu dari daya mawur yang dihasilkan dari berbagai kombinasi dan jumlah bahan pengisi adalah berbeda nyata terutama untuk komposisi gum arabika : tapioka 25 :75 dan 0:100 terhadap 50:50 dan 100:0. Pada perbandingan komposisi gum arabika : tapioka 0 : 100 dihasilkan waktu alir terlama dibandingkan waktu alir komposisi yang lain, hal ini disebabkan butiran / partikel produk tidak rata, sehingga
47 pada bagian sempit tabung alir menjadi tidak bergerak dan butiran agak basah karena viskositas larutan sebelum proses pengeringan semprot cukup tinggi. Gambar 10 Hasil analisa daya mawur pada kombinasi bahan pengisi 6. Uji Organoleptik Panelis merupakan alat ukur dalam uji organoleptik. Seperti halnya instrumen analitik, panelis harus dapat memberikan data yang objektif, tepat dan cocok dengan keseluruhan data pendukungnya. Kemampuan tersebut dapat dimiliki oleh panelis terlatih. Sejumlah kecil panelis terlatih akan memberikan data yang lebih akurat dan konsisten dibandingkan dengan panelis yang banyak namun tidak terlatih. Kelompok panelis seperti ini memiliki variasi respon yang kecil (Poste at al. 1991). Tim panelis beranggotakan 10 15 orang dari berbagai latar belakang dan perlu mengetahui pengetahuan mengenai parameter produk yang diuji dan memilki kepekaan yang tinggi terhadap aroma dan bau (Heath 1991).
48 Panelis yang dapat memenuhi persyaratan yang tercantum dalam lampiran 1 berjumlah 10 orang panelis. Panelis dilatih agar terbiasa dengan flavor cengkeh dengan memberikannya latihan penciuman menggunakan komponen kimia utama yang terdapat pada cengkeh. Para panelis ini tidak perlu orang yang telah terbiasa dengan produk yang diuji, tetapi melalui pengalaman, pelatihan dan kepekaan terhadap produk dapat terus ditingkatkan. Kelompok panelis seperti ini memiliki variasi respon yang kecil, walaupun demikian, kelompok panelis ini terlalu kecil jumlahnya untuk dapat mewakili konsumen (Durr 1994). Gambar 11 Uji organoleptik untuk aroma spicy cengkeh powder Pada Gambar 11. Menunjukan hasil organoleptik untuk aroma spicy cengkeh powder, nilai yang diperoleh adalah 4.9 5.1, artinya panelis berada pada posisi biasa/netral sampai agak suka pada saat melakukan penilaian terhadap cengkeh powder.
49 Pada Gambar 12. Menunjukan hasil organoleptik untuk aroma manis cengkeh powder, nilai yang diperoleh adalah 5 5.3, artinya panelis berada pada posisi penerimaan agak suka pada saat melakukan penilaian terhadap cengkeh powder. Aroma manis lebih berkarakter dibandingkan dengan aroma spicy, hal ini bisa dilihat dengan membandingkan penerimaan panelis terhadap aroma manis dan spicy, meskipun nilainya tidak berbeda jauh. Gambar 12 Uji organoleptik untuk aroma sweet cengkeh powder Pada Gambar 13. Menunjukan hasil organoleptik untuk warna cengkeh powder, nilai yang diperoleh adalah 4.8 5.1, artinya panelis berada pada posisi biasa/netral sampai agak suka pada saat melakukan penilaian warna terhadap cengkeh.
50 Gambar 13 Uji organoleptik untuk warna cengkeh powder Hasil penilaian terhadap warna untuk komposisi tapioka 100 % memiliki nilai yang paling rendah dibandingkan komposisi lainnya, hal ini disebabkan karena warna cengkeh powder yang dihasilkan agak kecoklatan sedangkan sampel lainnya bewarna off white sampai kekuningan. B. Penentuan Umur Simpan Pemilihan komposisi terbaik dari kombinasi bahan pengisi ditentukan dari hasil pengamatan karakterisasi cengkeh powder dan perhitungan ekonomi. Kombinasi bahan pengisi yang dipilih untuk ditentukan umur simpannya adalah perbandingan gum arabika dan tapioka 50 : 50. Pendekatan model yang digunakan dalam menentukan umur simpan pada penelitian ini adalah model kurva sorspsi isotermis. Model ini banyak digunakan untuk menentukan umur simpan produk pangan kering.
51 1. Kadar air awal (Mi) cengkeh powder. Nilai kadar air awal di peroleh dari hasil penelitian pendahuluan untuk cengkeh powder konsentrasi tapioka : gum arabik 50:50 % dengan menggunakan metoda oven. Nilai yang diperoleh untuk cengkeh powder formula 50 : 50 % adalah 3.79%. 2. Kadar air kesetimbangan (Me) cengkeh powder. Kadar air kesetimbangan yang diperlukan untuk membuat kurva sorpsi isotermis produk cengkeh powder diperoleh dengan mengkondisikan cengkeh powder dalam beberapa jenis larutan garam jenuh dengan kelembaban relatif yang berbeda-beda. Menurut Duckworth (1975), metode tersebut tergolong dalam metode statis. Metode statis dilakukan dengan cara meletakan bahan pangan pada suatu tempat dengan RH dan suhu yang terkontrol. Menurut Arpah (2001), kurva yang menggambarkan hubungan antara aktivitas air atau kelembaban relatif seimbang ruang penyimpanan (ERH) dengan kandungan air per gram suatu bahan pangan disebut kurva sorpsi isotermis. Kurva sorpsi isotermis dalam penelitian ini menggunakan nilai kadar air terukur untuk menyesuaikan dengan kondisi penyimpanan cengkeh powder selama percobaan dalam menentukan kadar air kesetimbangan cengkeh powder. Keseimbangan tercapai untuk semua larutan sekitar kurang lebih dua sampai tiga minggu dengan nilai berkisar antara 5.65 20.88%. Keseimbangan tercapai karena tekanan uap air di bahan sama dengan tekanan uap air lingkungan sekitar. 3. Kadar air kritis (Mc) cengkeh powder. Pada tabung dengan larutan garam jenuh sekitar RH 84 sampai RH 93 %, sampel menjadi lembab, kemudian minyak dalam enkapsulasi keluar, sekitar hari ke 7
52 sampai ke 10, namun kerusakan belum terlalu parah sebagian sampel masih dalam keadaan baik dan dapat diterima oleh panelis. Kondisi penyimpanan pada RH 84 93% diharapkan akan memberikan kelembaban lingkunganyang lebih tinggi dari lingkungan sebenarnya, dimana kondisi aktual di kota bogor sekitar (75 78%). Dengan menggunakan pengamatan selama beberapa hari pada beberapa desikator yang berisi larutan garam jenuh, setelah hari ke 21, diperoleh bahwa pada desikator berisi KCl, produk sudah mengalami penolakan yaitu berupa terbentuknya gumpalan gumpalan kecil dan minyak sudah keluar dari produk powder tersebut sehingga diperoleh kadar air kritis (Mc) adalah pada RH 84% yaitu 11.76 (%bk). Kerusakan terjadi karena pada saat masuk ke tabung garam jenuh pertama kali, kadar air bahan berada sekitar kurang dari 3.79 % sehingga terdapat ikatan hidrogen dan ikatan Van Der Wall antar matrik molekul yang ada dan ikatannya demikian kuat. Pada saat penyimpanan dalam larutan garam jenuh selama beberapa hari, ikatan hidrogen dari bahan mengikat air berkurang sehingga terjadi penyerpan air selama penyimpan konstnan dan akan berhenti apabila sudah dicapai berat konstan. Pada RH min 84%, tekstur cengkeh powder mengalami perubahan yang signifikan. 4. Permeabilitas kemasan, luas kemasan dan berat solid perkemasan cengkeh powder. Permeabilitas uap air merupakan kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luas bahan yang permukaannya rata dengan ketebalan tertentu sebagai
53 akibat perbedaan suatu unit tekanan uap antara dua permukaan tertentu pada suhu dan kelembaban tertentu. Menurut ASTM E 96-80, permeabilitas uap air adalah kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan yang permukaannnya rata dengan ketebalan tertentu, sebagai akibat perbedaan unit tekanan uap antara dua permukaan tertentu pada suhu dan kelembaban tertentu. Tabel 5 Perhitungan laju transmisi uap air, permeabilitas dan luas kemasan flexible Film Kemasan WVTR Permeabilitas Luas Kemasan g/m 2 /hari g/m 2.hari.mmHg 10-2 m 2 Alufo / LDPE 0.2 0.012829 1.00 HDPE 1.1 0.070558 1.00 Dari Tabel 5 dapat dilihat kedua nilai WVTR, maka laminasi film kemasan dengan kantong Alumunium foil memberikan nilai yang rendah, hal ini dipengaruhi oleh karakteristik Alumunium foil yang mempunyai barrier terhadap uap air dan cahaya cukup baik, sehingga diharapkan memberikan umur simpan yang paling lama, tetapi mengingat jenis film ini mempunyai nilai ekonomi yang tinggi Permeabilitas didapat dari nilai WVTR dibagi dengan daya penggerak (perbedaan tekanan) (Labuza 1982) : Keterangan : P 1 : P = P o P 1 Tekanan uap air dalam kemasan / tekanan uap air dari makanan
54 P o : Tekanan uap air di luar kemasan, yaitu tekanan pada suhu 28 0 C. Sesuai Labuza (1982), Po = 28.35 mmhg Menurut Labuza (1982), P 1 = P o x a w, maka : P 1 = 28.35 mmhg x 0.45 = 12.76 mmhg P = (28.35 mmhg 12.76 mmhg) = 15.59 mmhg 5. Umur simpan cengkeh powder. Yang dimaksud dengan kurva isotermis sorpsi air adalah kurva yang menunjukan hubungan antara kadar air kesetimbangan dengan RH ruang penyimpanan atau aktivitas airnya. Pada Gambar 14, terlihat bahwa kurva mempunyai bentuk sigmoid (bentuk huruf S), meskipun tidak sigmoid sempurna. Gambar 14 Kurva isotermis sorpsi air dari cengkeh powder Nilai slope kurva isothermis (b) ditentukan pada daerah liniar (Arpah 2001). Menurut Labuza (1982), daerah linier untuk menentukan slope kurva
55 sorpsi isotermis diambil antara daerah kdar air awal dan kadar air kritis. Nilai slope yang didapat dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil analisa korelasi antara kadar air kestimbangan dengan RH Garam RH (%) Kadar Air Slope Intersep Kesetimbangan MgCl2 32.4 5.65 0.257586-5.05348 NaBr 57.5 7.12 KI 69 10.98 NaCl 75.5 13.47 KCl 84 17.55 KNO3 93 20.88 Perhitungan analisa umur simpan berdasarkan persamaan Labuza dan perhitungan pembanding untuk semua kemasan yang diuji coba adalah sebagai berikut : Ln Me Mi θ gain = Me - Mc k A Po x W s b Keterangan : θ gain : waktu perkiraan umur simpan (hari) m e : kadar air kesetimbangan (%bk) m i : kadar air awal (%bk) m c : kadar air kritis (%bk) W s : berat kering bahan (g) 2 A : luas permukaan kemasan (m ) 2 k/x : permeabilitas uap air kemasan (g/m. hari. mmhg) Po : tekanan uap jenuh (mmhg) b : slope kurva sorpsi isothermis
56 Rangkuman nilai faktor faktor pendukung untuk menentukan umur simpan, dirangkum dalam Tabel 7 Tabel 7 Penentuan Umur Simpan dengan Metode Labuza Menggunakan 2 Jenis Film Kemanasan untuk Minyak Cengkeh Powder (Labuza 1982). Parameter Alumunium Foil HDPE Mi (%bk) 3.79 3.79 Me (%bk) 17.55 17.55 Mc (%bk) 11.76 11.76 k/x (g/m2.hari.mmhg) 0.012829 0.070558-2 -2 A (m2) 2. 1.00. 10 2. 1.00. 10 Ws (gram) 25 25 Po (mmhg) 28.35 28.35 Slope (b) 0.257586 0.257586 Umur Simpan (bulan) 25.56 3.40