BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian 3.2 Alat dan bahan 3.3 Metode pengambilan data

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat.

PENYUSUNAN MODEL PENDUGA SEDIAAN TEGAKAN DAN BIOMASSA HUTAN JATI (Tectona grandis Linn.f) MENGGUNAKAN CITRA DIJITAL NON-METRIK RESOLUSI TINGGI

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

3 METODOLOGI PENELITIAN

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Pelayanan Jasa Pelabuhan Sunda Kelapa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan hutan tanaman yang berkelanjutan dan lestari membutuhkan

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian Pengumpulan Data

BAB III METODE PENELITIAN

MODEL PENDUGA POTENSI DAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN HUJAN TROPIS MENGGUNAKAN CITRA SPOT 5 SUPERMODE

III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial

PEMBAHASAN ... (3) RMSE =

Lampiran 1 Rekapitulasi data tegakan akasia (Acacia mangium)

III. METODOLOGI PE ELITIA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungpinang Timur,

MODEL PENDUGAAN ISI POHON JENIS TOREM (Manilkara kanosiensis, H.J. Lam & B.J.D. Meeuse) DI PULAU YAMDENA KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur L/O/G/O

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga

4. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Hutan sendiri

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

3 METODE. Waktu dan Tempat. Rancangan Sampling. Jumlah anakan Intensitas sampling (ind)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN AIR DAN KOMPOSISI MEDIA TANAM PADA PERTUMBUHAN BIBIT TEBU BUCHIP (Saccharum officinarum L.

Diagram pie perbandingan zona pasang tertinggi dan terendah


Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000)

ASPEK GROWTH AND YIELD

Model Persamaan Massa Karbon Akar Pohon dan Root-Shoot Ratio Massa Karbon Equation Models of Tree Root Carbon Mass and Root-Shoot Carbon Mass Ratio

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Latar belakang. Kerusakan hutan. Perlu usaha: Perlindungan Pemantauan 22/06/2012

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. METODOLOGI. A. Metode survei

ANALISIS POTENSI SERAPAN KARBON PADA AREA KONSERVASI MANGROVE PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, Tbk KALIMANTAN SELATAN

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korelasi antar peubah Besarnya kekuatan hubungan antar peubah dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya (r). Nilai koefisien korelasi memberikan pengertian seberapa saling berhubungannya bila secara positif atau negatif. Nilai koefisien korelasi ini tidak dapat menggambarkan hubungan kausal atau sebab akibat antara nilai dua peubah tersebut. Matrik hubungan korelasi antar peubah bebas C (persentase penutupan tajuk (crown cover)), D (diameter tajuk), dan N (jumlah pohon) yang diukur di lapangan dan hasil pengamatan pada citra dijital resolusi tinggi dengan volume bebas cabang (Vbc) di lapangan. Hubungan keeratan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus Peubah Vbc-Lap Cc Dc Nc C-Lap D-Lap Cc 0,784 (0,000**) Dc 0,585 0,301 (0,000**) (0,066tn) Nc -0,115 0,097-0,647 (0,491tn) (0,562tn) (0,000**) C-Lap 0,500 0,72-0,169 0,59 (0,001**) (0,000**) (0,310tn) (0,000**) D-Lap 0,830 0,577 0,813-0,547 0,114 (0,000**) (0,000**) (0,000**) (0,000**) (0,496tn) N-Lap -0,303-0,075-0,786 0,883 0,494-0,747 (0,064tn) (0,656tn) (0,000**) (0,000**) (0,002**) (0,000**) Keterangan: Angka yang diatas menunjukkan nilai koefisien korelasi Angka dalam kurung adalah nilai P-valuenya. Nilai-p {** = sangat nyata (α = 0,01); * = nyata (α = 0,05); tn = tidak nyata } Pada Tabel 7 dijelaskan tentang besarnya korelasi antar peubah-peubah C (persentase penutupan tajuk (crown cover)), D (diameter tajuk) dan N (jumlah tajuk) baik pada citra dijital non-metrik ataupun pada pengukuran di lapangan. Pada lokasi BKPH Dungus, nilai korelasi yang tinggi ditunjukkan pada hubungan antara diameter tajuk lapangan (D-Lap) dengan nilai volume bebas cabang di lapangan (Vbc-Lap). Korelasi antara Vbc-lap dengan D-lap adalah sebesar 0,830

39 dengan (ρ = 0,000) pada taraf nyata 1%. Nilai korelasi positif dan p-value yang sangat nyata memiliki arti bahwa antara dua peubah apabila terjadi kenaikan satu satuan diameter tajuk maka akan diikuti dengan kenaikan volume pohon sebesar 0,830 satuan dan sebaliknya. Selanjutnya nilai koefisien korelasi antara Vbc-lap dengan N-lap adalah sebesar -0,303 (ρ = 0,064) tidak nyata. Nilai negatif dari koefisien korelasi tersebut memiliki arti bahwa jika jumlah pohonnya banyak maka volume perpohon akan bernilai kecil dan sebaliknya. Hal tersebut disebabkan karena pertumbuhannya yang tidak normal dan juga belum dilakukannya penjarangan pada kelas umur kecil sehingga mengakibatkan hubungannya negatif. Untuk hubungan korelasi antara Vbc-lap dengan C-lap memiliki nilai sebesar 0,500 (ρ = 0,001) sangat nyata. Nilai ini menunjukkan bahwa apabila nilai C-lap meningkat maka akan selalu diikuti oleh nilai Vbc-lap nya. Hubungan antara peubah citra dengan sediaan tegakan di lapangan yang memiliki korelasi tinggi adalah antara Vbc-lap dengan Cc (persentase penutupan tajuk (crown cover) citra). Nilai koefisien korelasinya sebesar 0,784 (ρ = 0,000) sangat nyata. Demikian pula hubungan antara Vbc-lap dengan Dc (diameter tajuk citra). Nilai korelasinya sebesar 0,585 (ρ = 0,000) sangat nyata. Hal tersebut memiliki arti bahwa apabila terjadi kenaikan satu satuan pada persentase penutupan tajuk (crown cover) dan diameter tajuknya maka diikuti pula kenaikan pada satu satuan volumenya. Lain halnya dengan jumlah pohon yang memiliki nilai korelasi yang negatif. Korelasi antara Vbc-lap dengan Nc (jumlah pohon citra) bernilai sebesar -0,115 (ρ = 0,491) seperti yang sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya. Untuk lokasi BKPH Dagangan hubungan matrik korelasi dapat dilihat pada Tabel 8.

40 Tabel 8 Hubungan matrik korelasi antar peubah pada lokasi BKPH Dagangan Peubah Vbc-Lap Cc Dc Nc C-Lap D-Lap Cc 0,655 (0,000**) Dc 0,494 0,222 (0,002**) (0,181tn) Nc 0,786 0,615-0,022 (0,000**) (0,000**) (0,895tn) C-Lap 0,334 0,69-0,091 0,388 (0,041*) (0,000**) (0,588tn) (0,016*) D-Lap 0,180 0,125 0,777-0,317 0,009 (0,280tn) (0,454tn) (0,000**) (0,052*) (0,959tn) N-Lap 0,773 0,644 0,027 0,942 0,52-0,295 (0,000**) (0,000**) (0,871tn) (0,000**) (0,001**) (0,073tn) Keterangan: Angka yang diatas menunjukkan nilai koefisien korelasi Angka dalam kurung adalah nilai P-valuenya. Nilai-p {** = sangat nyata (α = 0,01); * = nyata (α = 0,05); tn = tidak nyata } Korelasi tertinggi pada BKPH Dagangan adalah antara Vbc-Lap dengan N-lap dengan nilai korelasi sebesar 0,773 (ρ = 0,000). Ini berarti bahwa semakin besar pohon maka semakin besar pula volumenya. Hubungan terendah adalah antara diameter tajuk lapangan (D-Lap ) dengan Vbc-lap sebesar 0,180 (ρ = 0,280). Hal itu disebabkan pada saat dilakukannya penelitian ini pada saat musim kemarau yang menyebabkan tegakan jati meranggas yang mempengaruhi interpretasi visual di lapangan terganggu dan hasilnya menjadi kecil. Korelasi antara volume lapangan (Vbc-lap) dengan jumlah pohon citra (Nc) memiliki korelasi yang sangat tinggi yaitu sebesar 0,786 (ρ = 0,000) sehingga memiliki hubungan yang positif dan erat. Sedangkan untuk hubungan terendahnya yaitu hubungan antara Vbc-lap dengan Dc (diameter tajuk citra) yaitu sebesar 0,494 (ρ = 0,002) sangat nyata. 4.2 Konsistensi Dimensi Tegakan Hasil pengukuran dimensi tegakan di lapangan dan di citra didapatkan beberapa peubah, diantaranya persentase penutupan tajuk (crown cover)(c), diameter tajuk (D), dan jumlah pohon (N). Masing-masing peubah dibandingkan antara di citra dan dilapangan yang selanjutnya dikaji korelasi antara hasil pengukuran antara dilapangan dan dicitra guna mengetahui konsistensinya. Pada

41 Tabel 9 dijelaskan tentang nilai kisaran rata-rata antara peubah berdasarkan data hasil pengamatan pada citra dan lapangan yang dilampirkan pada Lampiran 3 dan 4. Tabel 9 Kisaran dan rata-rata hasil pengukuran BKPH Peubah Kisaran Dungus C (Persentase penutupan tajuk (crown cover)) citra 45% - 87% C (Persentase penutupan tajuk (crown cover)) lapang 29% - 86% D (Diameter tajuk) citra D (Diameter tajuk) lapang N (Jumlah pohon) citra 5-22 N (Jumlah pohon) lapang 6-25 3,57 m- 8,5 m 4,48 m 11,57 m Dagangan C (Persentase penutupan tajuk (crown cover)) citra 62% - 94% C (Persentase penutupan tajuk (crown cover)) lapang 40% - 85% D (Diameter tajuk) citra 6 m - 10,49 m D (Diameter tajuk) lapang 7,49 m 12,21m N (Jumlah pohon) citra 5 17 N (Jumlah pohon) lapang 4-17 Berdasarkan rata-rata konsistensi tersebut, maka dapat digambarkan pada diagram pencar dari hasil pengamatan di citra dijital non-metrik dengan hasil pengukuran dilapangan (Gambar 15 sampai dengan Gambar 17) untuk BKPH Dungus. Sedangkan data hasil lapangan dan citra dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Diameter lapang (m) 14 12 10 8 6 4 2 0 Diameter tajuk citra & lapangan (D) y = 1,203x + 0,416 R² = 66,1% 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 Diameter citra (m) Gambar 15 Diagram pencar hubungan antara diameter tajuk pada citra dijital nonmetrik dan di lapangan BKPH Dungus.

42 Persentase penutupan tajuk citra & lapangan (C) C lapangan (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 50 100 C citra (%) y = 0,938x - 7,565 R² = 51,8% Gambar 16 Diagram pencar hubungan antara persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra dijital non-metrik dan di lapangan BKPH Dungus. N Lapangan 30 25 20 15 10 5 0 Jumlah pohon citra & lapangan (N) y = 1,079x - 1,148 R² = 78% 0 5 10 15 20 25 N citra Gambar 17 Diagram pencar hubungan antara jumlah pohon pada citra dijital nonmetrik dan di lapangan BKPH Dungus. Berdasarkan hasil diagram pencar tersebut diketahui bahwa ada konsistensi yang tinggi antara hasil pengukuran peubah tegakan pada citra dan lapangan. Nilai koefisien determinasi jumlah pohon, diameter tajuk dan persentase penutupan tajuk (crown cover), adalah sebesar 78%; 66,1%; dan 51,8%. Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran jumlah pohon memiliki keberagaman yang tinggi.

43 Diagram pencar pada BKPH Dagangan disajikan pada Gambar 18 sampai dengan Gambar 20. Diameter tajuk citra & lapangan (D) D lapangan (m) 14 12 10 8 6 4 2 0 0 5 10 15 D Citra (m) y = 4,537e 0,086x R² = 59,8% Gambar 18 Diagram pencar hubungan antara diameter tajuk pada citra dijital nonmetrik dan di lapangan BKPH Dagangan. Persentase penutupan tajuk citra & lapangan (C) C Lapangan (%) 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 50 100 C Citra (%) y = 16,80e 0,015x R² = 52,7% Gambar 19 Diagram pencar hubungan antara persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra dijital non-metrik dan di lapangan BKPH Dagangan.

44 N lapangan 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Jumlah pohon citra & lapangan (N) y = 1,007x - 0,100 R² = 88,7% 0 5 10 15 20 N citra Gambar 20 Diagram pencar hubungan antara jumlah pohon pada citra dijital nonmetrik dan di lapangan BKPH Dagangan. Diagram pencar pada BKPH Dagangan yang memiliki koefisien determinasi yang tinggi yaitu antara jumlah pohon adalah sebesar 88,7%. Sedangkan persentase penutupan tajuk (crown cover) memiliki hasil koefisien determinasi yang relatif kecil yaitu 52,7%. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut diketahui bahwa konsistensi yang tinggi yaitu perbandingan antara jumlah pohon citra dan jumlah pohon lapangan untuk di kedua BKPH. Sedangkan konsistensi yang rendah baik di BKPH Dungus maupun di BKPH Dagangan yaitu antara persentase penutupan tajuk citra dengan persentase penutupan tajuk lapangan. Hal tersebut disebabkan oleh pengamatan persen penutupan tajuk yang sangat subyektif, yaitu tergantung kepada keahlian dan ketrampilan interpreter. Sehingga menyebabkan hasil yang berbeda antara interpreter satu dengan yang lain.salah satu sifat jati yang meranggas pada musim kemarau juga menjadi salah satu penyebab nilai konsistensi antara penutupan tajuk citra dengan lapangan kecil. Sebab adanya perbedaan musim saat pengambilan sampel dengan pemotretan foto udara yang dapat menyebabkan nilai konsistensinya kecil. 4.3 Pemilihan Model Persamaan Regresi Antar Peubah Dalam pemilihan model yang digunakan pertama yaitu pertimbangan besarnya nilai koefisien determinasi. Koefisien determinasi (R 2 ) merupakan suatu ukuran dari besarnya keragaman peubah tidak bebas yang dapat diterangkan oleh

45 keragaman bebasnya. Dimana koefisien ini digunakan untuk mengetahui tingkat ketelitian dan keeratan hubungan antar peubah yang digunakan pada model terpilih. Namun dalam pemilihan model tidak hanya di titik beratkan pada nilai koefisien determinasi yang terbesar. Sebab masih harus dilakukan uji verifikasi model berdasarkan peringkat hasil skor uji verifikasi dari masing-masing nilai Uji-χ 2, е (Bias), SA (Simpangan Agregat), SR (Simpangan Rata-rata) dan RMSE (Root Mean Square Error) untuk dapat menentukan hasil pemilihan model terbaik. Model-model yang memenuhi syarat untuk pendugaan volume tegakan disajikan pada Tabel 10. Berdasarkan hasil analisis korelasi, model-model tersebut memiliki nilai r yang relatif tinggi. Seperti pada lokasi BKPH Dungus nilai r berkisar antara 0,77 sampai 0,89 sedangkan pada BKPH Dagangan kisaran nilai r relatif tinggi yaitu sebesar 0,75 sampai 0,93. Berdasarkan analisis uji Z, diketahui bahwa peubah bebas pada keseluruhan model yang terbangun memiliki hubungan yang cukup erat terhadap nilai volumenya. Hal tersebut diketahui dari nilai Z-hitung yang lebih kecil dari nilai Z-tabelnya. Demikian pula dengan nilai koefisien determinasinya (R 2 ). Baik di BKPH Dungus dan BKPH Dagangan memiliki nilai R 2 yang lebih dari 50%. Rata-rata di BKPH Dungus sebesar 57,2% - 79,3% dan di BKPH Dagangan sebesar 56% - 85,7% sehingga model terbangun pada BKPH Dungus dan Dagangan layak untuk digunakan.

46 Tabel 10 Model penduga volume tegakan BKPH No Model R 2 (%) R 2 -adj (%) F- tabel α= 0.05 α= 0.01 F- hit r Z-hitung Dungus 1 Vbc = -93,741+1,107C+5,451D+0,419N 75,4 72,6 2,98 4,64 26,59 0,87-0,298 2 Vbc = -62,221+1,266C 57,2 55,7 4,20 7,64 37,48 0,76-0,216 Dagangan Keterangan: Z-tabel = 1,96 3 Vbc = -36,72+0,008C 2 +0,422D 2 +0,015N 2 74,6 69,3 2,98 4,64 80,56 0,86-0,381 4 Vbc = 90,582-3,033C+0,03C 2 60 51,6 4,20 7,64 49,64 0,77-0,463 5 Vbc = -16,190-2,068C+21,02D-0,004CD+0,022C 2-1,323D 2 79,3 75 2,51 3,67 99,96 0,89-0,195 6 Vbc = 1,735E-5C 3,336 59,6 51,1 4,18 7,6 49,10 0,77-0,339 7 Vbc = 1,499E-5C 2,693 D 1,159 N 0,267 73,7 68,1 2,93 4,54 77,57 0,86-0,36 8 Vbc = -32,512 + 0,008C 2 + 0,359D 2 74 68,5 3,35 5,49 78,58 0,86-1,08 1 Vbc=10,361+1,169N 56,4 54,8 4,20 7,64 36,18 0,75-0,24 2 Vbc=-10,164+1,027N+1,752D+0,081C 85,7 84 2,98 4,64 51,78 0,93-0,15 3 Vbc=6,909N 0,507 56 50,9 4,20 7,64 588,88 0,75-0,22 4 Vbc=0,461 C 0,278 D 0,744 N 0,449 85,5 83,85 2,98 4,64 1800,89 0,93-0,22 5 Vbc=3,945+0,001C 2 +0,102D 2 +0,05N 2 85,1 83,4 2,98 4,64 1752,96 0,92-4,47 6 Vbc=-28,279-0,595C+14,229D+0,045CD+0,003C 2-0,989D 2 71,5 65,6 2,51 3,67 560,57 0,84-3,96 46

47 47 4.4 Verifikasi Model Berdasarkan peringkat hasil skor uji verifikasi dari masing-masing nilai Uji-χ 2, е (Bias), SA (Simpangan Agregat), SR (Simpangan Rata-rata) dan RMSE (Root Mean Square Error) (Tabel 12), maka dapat diketahui bahwa model terbaik untuk menduga sediaan tegakan jati pada lokasi BKPH Dungus yaitu Vbc = 1,499E-5C 2,693 D 1,159 N 0,267 dengan R 2 = 73,7% dan skor total sebesar 18,99 sedangkan model terbaik untuk menduga sediaan tegakan jati pada lokasi BKPH Dagangan yaitu Vbc= -10,164+1,027N+1,752D+0,081C dengan R 2 = 85,7% dan skor totalnya sebesar 22,79. Hal ini dapat diketahui berdasarkan nilai uji koefisien regresi, nilai koefisien determinasi serta nilai uji verifikasi seperti pada Tabel 10, 11, dan 12. Berikut ini akan disajikan Tabel 11 dan 12 yang akan menjelaskan model mana yang terpilih serta data penyusunan model yang terlampir pada Lampiran 5 sampai 8.

48 Tabel 11 Uji verifikasi model BKPH No Model SA SR e RMSE t- hit t- tabel Dungus 1 Vbc = -93,741+1,107C+5,451D+0,419N 0,04 51,57 54,71 33,54 0,343 1,895 56 66,34 2 Vbc = -62,221+1,266C 0,01 51,76 66,88 3,53-0,091 1,895 56 66,34 3 Vbc = -36,72+0,008C 2 +0,422D 2 +0,015N 2 0,02 37,50 39,82 26,02 0,208 1,895 56 66,34 Dagangan 4 Vbc = 90,582-3,033C+0,03C 2 0,12 28,82 64,70 36,55-1,322 1,895 56 66,34 5 Vbc = -16,190-2,068C+21,02D-0,004CD+0,022C 2-1,323D 2 0,01 48,17 35,91 21,54 0,111 1,895 56 66,34 6 Vbc = 1,735E-5C 3,336 0,05 25,75 48,78 29,52-0,53 1,895 56 66,34 7 Vbc = 1,499E-5C 2,693 D 1,159 N 0,267 0,05 20,65 30,77 16,29-0,667 1,895 56 66,34 8 Vbc = -32,512 + 0,008C 2 + 0,359D 2 0,11 77,00 48,30 28,15 0,986 1,895 56 66,34 1 Vbc= 10,361+1,169N 0,05 13,58 15,76 8,62 0,872 1,895 48 58,12 2 Vbc= -10,164+1,027N+1,752D+0,081C 0,04 7,60 7,44 2,91 1,33 1,895 56 66,34 3 Vbc= 6,909N 0,507 0,05 13,74 15,78 8,34 1,028 1,895 48 58,12 4 Vbc= 0,461 C 0,278 D 0,744 N 0,449 0,04 8,54 8,44 3,42 1,367 1,895 56 66,34 5 Vbc= 3,945+0,001C 2 +0,102D 2 +0,05N 2 0,05 8,61 10,00 4,86-1,763 1,895 56 66,34 6 Vbc= -28,279-0,595C+14,229D+0,045CD+0,003C 2-0,989D 2 0,02 9,99 9,93 4,55 0,333 1,895 56 66,34 χ2- hit χ2- tabel (0.05) 48

49 Tabel 12 Peringkat hasil verifikasi model terbaik BKPH No Model SA SR е RMSE Skor R 2 Total Peringkat Dungus 1 Vbc = -93,741+1,107C+5,451D+0,419N 3,72 2,80 2,35 1,36 1,71 11,94 7 2 Vbc = -62,221+1,266C 4,92 2,79 1,00 5,00 5,00 18,71 2 3 Vbc = -36,72+0,008C 2 +0,422D 2 +0,015N 2 4,63 3,80 4,00 2,28 1,85 16,56 4 4 Vbc = 90,582-3,033C+0,03C 2 1,00 4,42 1,24 1,00 4,49 12,15 6 5 Vbc = -16,190-2,068C+21,02D-0.004CD+0,022C 2-1,323D 2 5,00 3,05 4,43 2,82 1,00 16,30 5 6 Vbc = 1,735E-5C 3,336 3,49 4,64 3,01 1,85 4,57 17,55 3 7 Vbc = 1,499E-5C 2,693 D 1,159 N 0,267 3,52 5,00 5,00 3,45 2,01 18,99 1 8 Vbc = -32,512 + 0,008C 2 + 0,359D 2 1,18 1,00 3,06 2,02 1,96 9,22 8 Dagangan 1 Vbc= 10,361+1,169N 1,71 1,11 1,00 1,00 1,05 5,87 5 2 Vbc= -10,164+1,027N+1,752D+0,081C 2,79 5,00 5,00 5,00 5,00 22,79 1 3 Vbc= 6,909N 0,507 1,00 1,00 0,99 1,19 1,00 5,18 6 4 Vbc= 0,461 C 0,278 D 0,744 N 0,449 2,20 4,39 4,52 4,64 4,97 20,72 2 5 Vbc= 3,945+0,001C 2 +0,102D 2 +0,05N 2 1,06 4,34 3,77 3,63 4,92 17,72 4 6 Vbc= -28,279-0,595C+14,229D+0,045CD+0,003C 2-0,989D 2 5,00 3,45 3,80 3,85 3,09 19,19 3 49

50 4.5 Pendugaan Biomassa Setelah mendapatkan volume dari hasil model pendugaan sediaan tegakan kemudian dapat pula menentukan nilai biomassanya. Brown (1997) mendefinisikan biomassa hutan sebagai bobot total materi organisme hidup setiap pohon di atas permukaan tanah yang dinyatakan dalam bobot kering ton per unit area. Biomassa dapat pula didefinisikan sebagai bobot dari material tumbuhan hidup per unit area. Pada penelitian ini nilai estimasi biomasa dibedakan dalam KU (Kelas Umur) pada kedua BKPH. Pada BKPH Dungus kelas umur yang ada yaitu kelas umur III, VI, VII, dan VIII. Sedangkan pada BKPH Dagangan dibedakan dalam kelas umur IV, V, VI, VII, dan VIII. Pada penelitian ini menggunakan rumus alometrik Brown (1997), Ketterings, Vademecum Kehutanan (1976) dan menggunakan rumus biomassa menggunakan BEF. Berdasarkan Gambar 21 dan perhitungan biomassa pada Lampiran 9 total nilai biomassa pada BKPH Dungus dengan menggunakan BEF (Biomassa Expantion Factor ) memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan pendugaan biomassa Brown, Ketterings, dan Vademecum. 7000 6000 Biomassa (ton/ha) 5000 4000 3000 2000 1000 Brown Ketterings Vademecum BEF 0 III VI VII VIII KU (Kelas Umur) Gambar 21 Grafik total biomassa alometrik Brown, Ketterings, Vademecum, dan BEF pada BKPH Dungus. Nilai biomassa total terendah yang disajikan pada Tabel 13 pada lokasi BKPH Dungus terdapat pada kelas umur III dengan nilai sebesar 451,17ton/ha

51 untuk persamaan Brown, 452,05 ton/ha untuk persamaan Ketterings, 1.291,35 ton/ha untuk persamaan Vademecum dan 1.483,63 ton/ha untuk persamaan menggunakan BEF. Sedangkan nilai total biomassa tertinggi pada kelas umur VII sebesar 2.988,09 ton/ha untuk persamaan Brown, 4.310,8 ton/ha pada persamaan Ketterings, 5.503,57 ton/ha untuk persamaan Vademecum dan 6.323,03 ton/ha dengan menggunakan BEF. Tabel 13 Total biomassa di BKPH Dungus KU Plot per Total Biomassa per KU(ton/ha) KU Brown Ketterings Vademecum BEF III 4 451,17 452,05 1291,36 1483,63 VI 7 930,07 1226,77 2201,81 2529,65 VII 16 2988,09 4310,80 5503,57 6323,03 VIII 3 478,03 685,86 1028,31 1181,43 Sedangkan pada lokasi BKPH Dagangan seperti yang disajikan pada Gambar 22, kelas umur V memiliki nilai total biomassa yang rendah untuk keempat persamaan pendugaan biomassa dan pada kelas umur VII memiliki nilai biomassa total tertinggi. 4000 3500 Biomassa (ton/ha) 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 IV V VI VII VIII KU (Kelas Umur) Brown Ketterings Vademecum BEF Gambar 22 Grafik total biomassa alometrik Brown, Ketterings, Vademecum, dan BEF pada BKPH Dagangan.

52 Berdasarkan Tabel 14 dan hasil perhitungan total (Lampiran 10) nilai estimasi biomassa terendah terdapat pada kelas umur V yaitu sebesar 633,68 ton/ha untuk persamaan Brown, 750,74 ton/ha untuk persamaan Ketterings, 887,51 ton/ha untuk persamaan Vademecum dan 1.019,65 ton/ha dengan menggunakan BEF. Tabel 14 Total biomassa di BKPH Dagangan KU Plot per KU Total Biomassa per KU(ton/ha) Brown Ketterings Vademecum BEF IV 4 916,36 1068,12 1384,64 1590,80 V 4 633,68 750,74 887,51 1019,65 VI 4 713,90 1061,60 1043,36 1042,76 VII 14 2134,05 3056,13 3110,50 3573,64 VIII 4 749,21 1069,08 987,82 1134,91 Sedangkan untuk nilai estimasi total tertinggi terdapat pada kelas umur VII yaitu sebesar 2.134,05 ton/ha untuk persamaan Brown, 3.056,13 ton/ha untuk persamaan Ketterings, 3.110,50ton/ha untuk persamaan Vademecum dan 3.573,64 ton/ha dengan menggunakan formula BEF. Perhitungan biomassa dengan menggunakan BEF menghasilkan nilai biomassa yang lebih tinggi baik di lokasi BKPH Dungus dan BKPH Dagangan sedangakan menggunakan alometrik Brown cenderung underestimate sehingga lebih tepat menggunakan persamaan Ketterings dan Vedemecum. Pada alometrik Ketterings peubah yang digunakan yaitu diameter untuk mencari estimasi biomassanya. Sedangkan pada persamaan Vedemecum peubah yang digunakan adalah volume. Volume tersebut didapatkan dari hasil pemilihan persamaan model terbaik yang memiliki unsur peubah C-c(persentase penutupan tajuk citra), D-c (diameter tajuk citra), N-c (jumlah pohon citra), sehingga dapat dihubungkan bahwa dengan menggunakan pemanfaatan citra dijital non-metrik dapat pula diduga nilai estimasi biomassanya. Besarnya nilai pendugaan dengan menggunakan BEF dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah BEF yang digunakan untuk menghitung biomassa tidak dihasilkan dari data pada daerah penelitian. Nilai BEF pada tegakan jati ini dikembangkan oleh Kraenzel et al. (2003) berdasarkan data perhitungan biomassa

53 tegakan jati secara destruktif di daerah Panama. Oleh sebab itu nilai estimasi biomassanya sangat overestimate sebab nilai BEF tersebut tidak mewakili kondisi tegakan di KPH Madiun baik di BKPH Dungus ataupun di BKPH Dagangan. Sehingga sebaiknya pendugaan biomassa menggunakan BEF tidak digunakan pada lokasi ini. Berdasarkan Gambar 21 dan Gambar 22 dapat dilihat bahwa baik pada BKPH Dungus dan BKPH Dagangan memiliki nilai estimasi tertinggi pada kelas umur VII. Hal tersebut disebabkan pada kelas umur tersebut yang hampir mendominasi pada KPH Madiun khususnya pada BKPH Dungus dan BKPH Dagangan. Pada kelas umur VIII nilai estimasi biomassanya selalu menurun sebab jumlah pohonnya sedikit. Hal tersebut disebabkan salah satunya oleh pencurian kayu yang terjadi di daerah tersebut. Menurut (Lugo dan Snedaker 1974 dalam Kusmana 1993) besarnya biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan serta faktor iklim seperti curah hujan dan suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju peningkatan biomassa pohon. 4.6 Penyusunan Tabel Volume Berdasarkan hasil uji-uji sebelumnya didapatkan hasil model terbaik penduga sediaan tegakan jati (Tectona grandis Linn f) dengan rumus Vbc = 1,499E-5C 2,693 D 1,159 N 0,267 untuk BKPH Dungus, sedangkan untuk BKPH Dagangan model terbaik dengan rumus ivbc=--10,164+1.027n+1,752d+0,081c. Pada penelitian ini dalam pembuatan tabel volume sediaan tegakannya dipilih model yang memuat sedikit peubah, kemudahan dalam pengukuran dan potensi kesalahannya rendah. Maka dipilihlah model dengan peringkat 2 pada BKPH Dungus yaitu model Vbc = -62,221+1,266C dengan nilai R 2 sebesar 57,2%. Sedangkan di BKPH Dagangan dipilihkan model pada peringkat 5 yaitu Vbc=10,361+1,169N dengan R 2 sebesar 56,4%. Tabel 15 akan menjelaskan tabel volume BKPH Dungus dan Tabel 16 akan menjelaskan tabel volume BKPH Dagangan.

54 Tabel 15 Tabel Volume (m 3 /ha) BKPH Dungus C (%) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 50 10,79 23,45 36,11 48,77 61,43 74,09 86,75 99,41 112,07 124,73 60 137,39 150,05 162,71 175,37 188,03 200,69 213,35 226,01 238,67 251,33 70 263,99 276,65 289,31 301,97 314,63 327,29 339,95 352,61 365,27 377,93 80 390,59 403,25 415,91 428,57 441,23 453,89 466,55 479,21 491,87 504,53 90 517,19 529,85 542,51 555,17 567,83 580,49 593,15 605,81 618,47 631,13 Keterangan: SA = 0,01 e = 66,88 SR = 51,76 RMSE = 3,53 Tabel 16 Tabel Volume (m 3 /ha) BKPH Dagangan N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 22,05 33,74 45,43 57,12 68,81 80,50 92,19 103,88 115,57 10 138,95 150,64 162,33 174,02 185,71 197,40 209,09 220,78 232,47 20 255,85 267,54 279,23 290,92 302,61 314,30 325,99 337,68 349,37 Keterangan: SA = 0,05 e = 15,76 SR = 13,58 RMSE = 8,62 4.7 Monogram Monogram merupakan hasil interpretasi dan model penduga pada citra yang disajikan dalam bentuk gambar. Profil tajuk pada hutan tanaman jati ini dapat dilihat penampakannya dengan suatu bahasa pemrograman yang disebut dengan script avenue. Dari script ini dapat dilihat profil pohon dan profil tajuk pada hutan tersebut dengan cepat dan efisien sehingga tidak memerlukan banyak waktu. Pada lokasi BKPH Dungus dengan gambar monogram dan profil pohon yang disajikan pada Gambar 23 sampai dengan Gambar 26, hasil pengukuran pada KU III, VI dan VIII persentase penutupan tajuk (crown cover) masuk kedalam kelas sedang dengan rata-rata 59% - 73% sedangkan KU VII persentase penutupan tajuk (crown cover) termasuk dalam kelas besar dengan rata-rata 74% - 87%. Untuk dimensi tegakan diameter tajuk KU III termasuk dalam kelas kecil dengan rata-rata sebesar 3,57m 5,21m sedangkan pada KU VI, VII dan VIII termasuk kedalam kelas besar dengan rata-rata 6,86m 8,5m. Sedangkan untuk jumlah pohon dengan kelas kecil terdapat pada KU VIII dengan rata-rata 5-11, untuk jumlah pohon sedang terdapat pada KU VI dan VII serta untuk KU III memiliki jumlah pohon yang besar sebab belum dilakukannya penjarangan.

55 Gambar 23 Monogram dan profil pohon plot 241 KU III BKPH Dungus. Gambar 24 Monogram dan profil pohon plot 192 KU VI BKPH Dungus.

56 Gambar 25 Monogram dan profil pohon plot 215 KU VII BKPH Dungus. Gambar 26 Monogram dan profil pohon plot 246 KU VIII BKPH Dungus.

57 Sedangkan pada lokasi BKPH Dagangan, yang disajikan pada Gambar 27 sampai dengan Gambar 31 hasil pengukuran persentase penutupan tajuk (crown cover) pada KU IV, V dan VII termasuk dalam kategori kelas sedang dengan kisaran 73% - 84%. Pada KU VI dan VIII masing-masing memiliki kelas persentase penutupan tajuk besar dengan rata-rata 84% - 95%. Nilai kisaran untuk diameter tajuk, pada KU IV termasuk dalam kelas diameter tajuk kecil dengan kisaran 6m 7,5 m. KU VI dan KU VIII termasuk dalam diameter tajuk besar (9m 10,5m) sedangkan KU V dan VII termasuk dalam kelas diameter tajuk sedang dengan nilai kisaran 7,5 m 9 m. Berbeda dengan jumlah pohon. Pada jumlah pohon, KU IV dan VIII termasuk dalam jumlah pohon kecil dengan nilai kisaran sebesar 5 9 sedangkan pada untuk KU VI, V dan VII termasuk dalam jumlah pohon sedang dengan kisaran 10 13 pohon. Gambar 27 Monogram dan profil pohon plot 38 KU IV BKPH Dagangan.

58 Gambar 28 Monogram dan profil pohon plot 18 KU V BKPH Dagangan. Gambar 29 Monogram dan profil pohon plot 184 KU VI BKPH Dagangan.

59 Gambar 30 Monogram dan profil pohon plot 194 KU VII BKPH Dagangan. Gambar 31 Monogram dan profil pohon plot 19 KU VIII BKPH Dagangan.