PENYUSUNAN MODEL PENDUGA SEDIAAN TEGAKAN DAN BIOMASSA HUTAN JATI (Tectona grandis Linn.f) MENGGUNAKAN CITRA DIJITAL NON-METRIK RESOLUSI TINGGI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENYUSUNAN MODEL PENDUGA SEDIAAN TEGAKAN DAN BIOMASSA HUTAN JATI (Tectona grandis Linn.f) MENGGUNAKAN CITRA DIJITAL NON-METRIK RESOLUSI TINGGI"

Transkripsi

1 PENYUSUNAN MODEL PENDUGA SEDIAAN TEGAKAN DAN BIOMASSA HUTAN JATI (Tectona grandis Linn.f) MENGGUNAKAN CITRA DIJITAL NON-METRIK RESOLUSI TINGGI ERI SEPTYAWARDANI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 PENYUSUNAN MODEL PENDUGA SEDIAAN TEGAKAN DAN BIOMASSA HUTAN JATI (Tectona grandis Linn.f) MENGGUNAKAN CITRA DIJITAL NON-METRIK RESOLUSI TINGGI Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor ERI SEPTYAWARDANI E DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

3 SUMMARY ERI SEPTYAWARDANI. E Developing Estimation Model of Standing Stock and Biomass Stock for Teak (Tectona grandis, Linn.F) Forest Using High Resolution Non-metric Digital Imagery. Report Forest Management, Bogor Agricultural University. Supervised by I NENGAH SURATI JAYA. Forest inventory is part of the forest planning that holds an important role in sustainable forest management. Forest inventory activities are usually conducted to collect data and information related to forest resource potential. It can be done either by terrestrial method, remote sensing method or by combining both the remote sensing technology and terrestrial method. To facilitate forest survey, forest inventory usually uses an aid tools such as stand volume table, tree volume table or aerial stand volume table. In this research the author focused on the establishment of standing stock estimation model using digital a high resolution non-metric imagery. Furthermore, the estimated standing stock can be converted into biomass volume. Biomass is one of the several parameter that can be used to determine the forest structure and condition. The volume of stand biomass is depended on forest condition, such as natural regeneration, disturbed state of the forest and the forest use (IPCC 2001). The objective of this study is to establish the standing stock and biomass estimation model of teak forest (Tectona grandis Linn.f) in KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur using digital a high resolution non-metric imagery. Digital high resolution non-metric imagery data used were recoded on April The softwares used were ArcView GIS 3.2, Erdas Imagine 9.1, Microsoft Excel 2007 and SPSS ver. 16. For ground surveys, the equipments included GPS, brunton compass, phi-band, haga hypsometer, suunto clinometers, digital camera and SLR camera with fish eye lens. The study encompasses the following steps, i.e., images pre-processing, ground sampling and data analysis. This study shows that crown density derived from the image ( C-Image) has close correlation with field volume (Vbc) having correlation coefficient of 0,784 for BKPH Dungus. For the BKPH Dagangan the close correlation was also found between number of tree from the image (N-Image) and field volume (Vbc) providing 0,786 of correlation coefficient. Based on statistical analysis, evaluation and verification of the model, the best model for BKPH Dungus is Vbc = 1,499E- 5C 2,693 D 1,159 N 0,267 which have a coefficient of determination (R 2 ) of 73,7%, while for BKPH Dagangan the best model is Vbc= -10,164+1,027N+1,752D+0,081C with R 2 = 85,7%. Models having the lowest biomass estimation was obtained by using Brown equation while highest biomass estimation was obtained from BEF equation. The forest biomass estimation in both the BKPH Dungus and BKPH Dagangan decreased after the stand having use older then 70 years (KU VII). Keywords: Remote sensing technology, standing stock, biomass, digital high resolution non metric imagery, unmanned aircraft, aerial volume table.

4 RINGKASAN ERI SEPTYAWARDANI. E Penyusunan Model Penduga Sediaan Tegakan dan Biomassa Hutan Jati (Tectona grandis linn.f) Menggunakan Citra Dijital Non-Metrik Resolusi Tinggi. Skripsi. Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh I NENGAH SURATI JAYA. Inventarisasi hutan merupakan bagian dari perencanaan hutan yang memegang peranan penting dalam pengelolaan hutan lestari. Kegiatan inventarisasi hutan dilakukan guna mengumpulkan data dan informasi tentang potensi sumberdaya hutan yang dapat dilakukan dengan metode terestris, metode teknologi penginderaan jauh atau dengan mengkombinasikan metode terestris dan teknologi penginderaan jauh. Dalam kegiatan inventarisasi hutan umumnya diperlukan alat bantu, yang diantaranya dapat berupa tabel volume pohon, tabel volume tegakan dan atau tabel volume udara tegakan. Lebih lanjut penelitian ini ditujukan untuk menghasilkan model penduga sediaan dan biomassa tegakan dengan menggunakan citra dijital non-metrik resolusi tinggi. Biomasa menjadi salah satu parameter yang digunakan dalam mengetahui perubahan struktur hutan, karena stok biomassa bergantung pada kondisi tegakan seperti kondisi permudaan alam, kondisi gangguan dan peruntukan hutan (IPCC 2001). Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model penduga sediaan dan biomassa tegakan jenis jati (Tectona grandis Linn.f) di areal kerja KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dengan menggunakan citra dijital non-metrik resolusi tinggi. Data citra dijital non-metrik resolusi tinggi KPH Madiun yang digunakan direkam pada April Dalam proses analisis data, pada penelitian ini digunakan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak ArcView GIS 3.2, Erdas Imagine, Microsoft Excel 2007 dan SPSS ver. 16. Alatalat bantu yang digunakan selama pengambilan data di lapangan mencakup GPS, kompas brunton, meteran, phi-band, suunto clinometers, haga hypsometer, alat tulis, kamera digital dan kamera SLR dengan lensa fish eye. Rangkaian penelitian ini mencakup pra pengolahan citra, pengambilan contoh di lapangan dan pengolahan data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase penutupan tajuk (crown cover) citra (C-citra) memiliki korelasi yang erat dengan volume lapangan (Vbc) dengan nilai r sebesar 0,784 untuk lokasi BKPH Dungus, sedangkan untuk BKPH Dagangan ditemukan korelasi yang erat antara jumlah pohon citra (N-citra) dengan Vbc dengan nilai r sebesar 0,786. Berdasarkan analisis statistik, evaluasi, dan verifikasi model maka model penduga terbaik untuk lokasi BKPH Dungus adalah Vbc = 1,499E-5C 2,693 D 1,159 N 0,267 dengan R 2 = 73,7% sedangkan untuk lokasi BKPH Dagangan adalah Vbc= -10,164+1,027N+1,752D+0,081C dengan R 2 = 85,7%. Model yang nilai estimasi biomassanya paling rendah adalah menggunakan persamaan Brown sedangkan estimasi paling tinggi adalah menggunakan formula BEF. Secara umum, penelitian ini menemukan bahwa volume biomassa tegakan di BKPH Dungus dan BKPH Dagangan cenderung mengalami penurunan setelah KU VII. Kata kunci : Remote sensing technology, standing stock, biomass, high resolution non metric digital imagery, unmanned aircraft, aerial volume table.

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyusunan Model Penduga Sediaan Tegakan dan Biomassa Hutan Jati (Tectona grandis Linn.f) Menggunakan Citra Dijital Non-Metrik Resolusi Tinggi adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dibawah bimbingan dosen Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2012 Eri Septyawardani NRP. E

6 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian Nama Mahasiswa Nomor pokok : Penyusunan Model Penduga Sediaan Tegakan dan Biomassa Hutan Jati (Tectona grandis Linn f) Menggunakan Citra Dijital Non-Metrik Resolusi Tinggi : Eri Septyawardani : E Menyetujui: Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr NIP Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Hutan IPB Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. NIP Tanggal Lulus :

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Penyusunan Model Penduga Sediaan Tegakan dan Biomassa Hutan Jati (Tectona grandis Linn f) Menggunakan Citra Dijital Non-Metrik Resolusi Tinggi dengan baik. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan juga sebagai wahana untuk melatih keterampilan dan wawasan penulis dalam menyusun sebuah Karya Ilmiah. Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam pembuatan skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna memperbaiki skripsi ini. Atas perhatian penulis ucapkan terima kasih. Bogor, Maret 2012 Penulis

8 ii UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi, atas segala bimbingan pengarahan, motivasi, kesabaran, biaya dan waktu yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Ibunda tercinta Nanik Pujiastuti S.pd, ayahanda Budi Utomo, dan adik Eris Agustin Wardani serta keluarga besar penulis yang tak pernah lelah memberikan perhatian, semangat dan kasih sayang, serta kepercayaan dan doa yang selalu dipanjatkan untuk keberhasilan penulis. 3. Dr. Nining Puspaningsih, M.Si dan Dr. Ir. M. Buce Saleh, M.S. 4. Dr. Ir. Ahmad Budiaman MSc selaku ketua sidang dan Ir. Oemijati Rahmatsjah selaku dosen penguji atas kebijaksanaan, ilmu, dan motivasi yang diberikan. 5. Bpk. Uus Saepul M dan aa Edwine Setia P, S.Hut atas segala bantuan dan pengarahan yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini. 6. Dr. Tatang Tiryana, S.Hut, MSc selaku dosen uji petik komisi pendidikan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 7. Ir. Lukman Hakim yang telah memberikan kepercayaan akan data yang diolah penulis. 8. Bpk. Administratur KPH Madiun Ir. FX Istiono, MM dan Bpk. Waka Adm KPH Madiun Bambang Cahyo Purnomo S.Hut yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di KPH Madiun. 9. Kepada segenap pihak KPH Madiun, Asper BKPH Dungus Bpk Yanto, Asper BKPH Mojorayung Bpk Bob, dan Asper BKPH Dagangan Bpk Noor, Bpk Sugiono, mas Eko, mas Giri, mas Heri, Mbah, Pak Nyoto, Roni, Pak Samsul, Pak Joko dan Bpk Djumali beserta keluarga atas bantuan dilapangan baik itu moril dan materil serta bantuan lain yang sangat berarti bagi penulis.

9 iii 10. Saudara-saudara satu bimbingan Fathia Amalia Ramadhani S.Hut, Sri Wahyuni S.Hut dan I Putu Arimbawa Pande S.Hut atas motivasi dan dukungan semangat serta bantuan yang sangat banyak dalam penyelesaian skripsi ini. 11. Sahabat-sahabat seperjuangan di laboratorium fisik remote sensing Tantri Janiatri S.Hut, Erry Maulana Wicaksono S.Hut, Aditya Pradhana S.Hut, Aditya Sani Sasmita S.Hut, I Made Haribhawana Wijaya S.Hut, Vivi Selviana S.Hut, Nuraini Erisa, S.Hut dan Monica Turana atas bantuan semangat yang sangat berarti bagi penulis, serta keluarga besar laboratorium fisik Remote Sensing Kak pipit, Kak Wulan, Kak Ratih, Kak Puan, Kak Anom, Kak Puin, Kak Ina, Kak Chika, Kak Dian, Kak Baki, Kak Puut, Ibu Eva,Ibu Immy, Ibu Tien, Bunda, Pak Sigit, Pak Anwar, Pak Jaya, Pak Sam dan Tulang atas semangat yang diberikan. 12. Sahabat-sahabat yang selalu setia menemani dan tempat bercerita Sani, Buret, Eno, Mayang, Devi dan semua penghuni Wisma Cendrawasih. 13. Seluruh dosen dan staf Departemen Manajemen Hutan, seluruh temanteman Manajemen Hutan dan Fakultas Kehutanan angkatan 44 atas kebersamaannya selama ini yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu-satu.

10 iv RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Malang, Jawa Timur pada tanggal 14 September 1988, dari pasangan Bapak Budi Utomo dan Ibu Nanik Pujiastuti S.pd sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Purwantoro I lulus tahun 2001, pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 3 Malang lulus tahun 2004, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 8 Malang lulus tahun Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur masuk Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan memilih sendiri mayor Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Selama aktif menjadi mahasiswa, penulis pernah bergabung dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Institut Pertanian Bogor di Departemen Kajian Strategi Daerah pada periode pengurusan penulis juga aktif dalam keorganisasian departemen sebagai sekretaris Himpunan Profesi (Himpro) Forest Management Student Club (FMSC) tahun Penulis aktif sebagai asisten mata kuliah Inventarisasi Sumberdaya Hutan pada tahun ajaran Penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Kamojang dan Sancang pada tahun 2009, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi tahun 2010 serta Praktek Kerja Lapang di PT Balikpapan Forest Industri di Kalimantan Timur. Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Penyusunan Model Penduga Sediaan Tegakan dan Biomassa Hutan Jati (Tectona grandis Linn.f) Menggunakan Citra Dijital Non- Metrik Resolusi Tinggi dibawah bimbingan dosen Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr.

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i RIWAYAT HIDUP... iv DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Kerangka Pemikiran... 4 BAB II METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Pengambilan Data Data, Software, Hardware dan Alat Metode Penelitian Pra Pengolahan Data Citra Pengambilan Data Lapangan Pengolahan Data Lapangan Pendugaan Biomassa Penyusunan Tabel Volume Monogram Pelaporan BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Topografi, Daerah Aliran Sungai, Tanah, dan Iklim Kondisi Sosial Ekonomi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Korelasi antar peubah... 38

12 x 4.2 Konsistensi Dimensi Tegakan Pemilihan Model Persamaan Regresi Antar Peubah Verifikasi Model Pendugaan Biomassa Penyusunan Tabel Volume Monogram BAB V KESIMPULAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 64

13 No. DAFTAR TABEL Halaman 1. Luas petak ukur pada hutan tanaman jati Bentuk model-model yang diuji cobakan dalam melakukan penyusunan model sediaan tegakan jati Model-model penduga potensi sediaan tegakan dengan foto udara Analisis ragam untuk regresi sederhana Analisis ragam untuk regresi berganda Mata pencaharian penduduk di kecamatan sekitar hutan tahun 1998 di wilayah KPH Madiun Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus Hubungan matrik korelasi antar peubah pada lokasi BKPH Dagangan Kisaran dan rata-rata hasil pengukuran Model penduga volume tegakan Uji verifikasi model Peringkat hasil verifikasi model terbaik Total biomassa di BKPH Dungus Total biomassa di BKPH Dagangan Tabel Volume (m 3 /ha) BKPH Dungus Tabel Volume (m 3 /ha) BKPH Dagangan... 54

14 No. DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pemikiran dalam penelitian Peta kawasan KPH Madiun Citra dijital resolusi sedang (Landsat TM perekaman 18 Juli 2006) KPH Madiun Citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi penelitian BKPH Dungus Citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi penelitian BKPH Dagangan.9 6. (a) GPSmap 60CSx (b) kompas brunton, dan (c) Haga Hipsometer Peta pembuatan grid plot contoh Peta sebaran plot penelitian lokasi BKPH Dungus Peta sebaran plot penelitian lokasi BKPH Dagangan Plot contoh persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra Plot contoh persentase penutupan tajuk (crown cover) pada lapangan (a) Plot contoh jumlah pohon pada citra. (b) Plot contoh jumlah pohon di lapangan Plot contoh diameter tajuk Diagram alir kegiatan Diagram pencar hubungan antara diameter tajuk pada citra dijital non-metrik dan di lapangan BKPH Dungus Diagram pencar hubungan antara persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra dijital non-metrik dan di lapangan BKPH Dungus Diagram pencar hubungan antara jumlah pohon pada citra dijital nonmetrik dan di lapangan BKPH Dungus Diagram pencar hubungan antara diameter tajuk pada citra dijital non-metrik dan di lapangan BKPH Dagangan Diagram pencar hubungan antara persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra dijital non-metrik dan di lapangan BKPH Dagangan Diagram pencar hubungan antara jumlah pohon pada citra dijital non-metrik dan di lapangan BKPH Dagangan Grafik total biomassa alometrik Brown, Ketterings, Vademecum, dan BEF pada BKPH Dungus Grafik total biomassa alometrik Brown, Ketterings, Vadenicum, dan BEF pada BKPH Dagangan

15 xiii 23. Monogram dan profil pohon plot 241 KU III BKPH Dungus Monogram dan profil pohon plot 192 KU VI BKPH Dungus Monogram dan profil pohon plot 215 KU VII BKPH Dungus Monogram dan profil pohon plot 246 KU VIII BKPH Dungus Monogram dan profil pohon plot 38 KU IV BKPH Dagangan Monogram dan profil pohon plot 18 KU V BKPH Dagangan Monogram dan profil pohon plot 184 KU VI BKPH Dagangan Monogram dan profil pohon plot 194 KU VII BKPH Dagangan Monogram dan profil pohon plot 19 KU VIII BKPH Dagangan

16 No. DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. GCP BKPH Dungus GCP BKPH Dagangan Data Hasil Pengamatan Pada Citra dan Lapangan BKPH Dungus Data Hasil Pengamatan Pada Citra dan Lapangan BKPH Dagangan Data Penyusunan Model Penduga Potensi Tegakan BKPH Dungus Data Penyusunan Model Penduga Potensi Tegakan BKPH Dagangan Data Validasi Model Penduga Potensi Tegakan BKPH Dungus Data Validasi Model Penduga Potensi Tegakan BKPH Dagangan Data Perhitungan Biomassa BKPH Dungus Data Perhitungan Biomassa BKPH Dagangan... 73

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman Jati (Tectona grandis Linn.f.) merupakan tanaman yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan memiliki prospek yang bagus di masa mendatang (Jumani 2009). Kayu jati merupakan kayu kelas satu karena kekuatan, keawetan dan keindahannya. Secara teknis, kayu jati memiliki kelas kekuatan I dan kelas keawetan I. Kayu ini sangat tahan terhadap serangan rayap. Meskipun keras dan kuat, kayu jati mudah dipotong dan dikerjakan, sehingga disukai untuk membuat furnitur dan ukir-ukiran. Oleh sebab itu kayu jati sangat diminati oleh konsumen. Tidak hanya konsumen dalam negeri, konsumen luar negeri juga sangat menggemari jati sebagai bahan baku furnitur. Jati Indonesia selain juga dikirim ke Jepara sebagai pusat furnitur jati di Indonesia juga diekspor ke luar negeri seperti di negara-negara Amerika, Taiwan, Hongkong, Korea, Uni Emirat Arab dan Italia. Pulau Jawa adalah penghasil jati terbesar di Indonesia. Sebagian besar pohon jati diproduksi oleh Perhutani. Sekitar 512 ribu m 3 kayu jati dihasilkan oleh Perhutani pada tahun 2007 dan sebanyak 200 ribu m 3 kayu jati kualitas menengah telah dijual oleh perusahaan ini. Menurut Fauzan (2011) harga kayu jati pada lelang Perhutani terakhir tertanggal Februari 2010 untuk kualitas jati medium adalah Rp 6,5 juta /m 3. Kebutuhan jati tiap tahun terus meningkat. Untuk memenuhi permintaan, upaya penanaman kembali sangat diperlukan karena penebangan yang tidak diikuti dengan penanaman kembali jelas akan berdampak terjadinya kerusakan dan penurunan produksi. Oleh karena itu, tanaman jati perlu mendapat perhatian tersendiri (Sumarna 2005). Sehingga untuk menjaga keberadaan dan keberlanjutannya harus dijaga dan dikelola dengan baik. Sumber daya hutan hanya dapat dikelola dengan baik apabila didukung pula dengan datadata yang akurat yang dapat mendeteksi seluruh persediaan hutan dengan baik. Kegiatan pengelolaan hutan yang baik memerlukan proses dan tahapan perencanaan yang seksama, lengkap, cermat dan terarah guna memperoleh hasil yang optimal dan lestari baik dari segi kelestarian hasil, ekologis maupun sosial. Bagian dari kegiatan perencanaan hutan yang memegang peranan penting adalah

18 2 inventarisasi hutan karena data yang dihimpun akan menjadi dasar bagi usaha pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang akan dilakukan. Mengingat semakin cepatnya pertumbuhan hutan maka data informasi yang dibutuhkan adalah data terbaru yang diperoleh secara cepat, akurat dan efisien. Penerapan teknik penginderaan jauh melalui citra dijital yang menggabungkan antara metode terestris dan penginderaan jauh lebih mendapatkan hasil yang maksimal. Sebab dapat menekan biaya yang tinggi tetapi tetap mendapatkan data yang akurat dan tepat. Sehingga memberikan kesempatan penelitian dengan menggunakan citra dijital non-metrik tak berawak (unmanned) beresolusi tinggi untuk dapat mengetahui potensi yang tinggi yang ada di wilayah hutan tersebut. Salah satu alat yang sangat membantu dalam penerapan inventarisasi hutan guna mengetahui sediaan hutan adalah dengan tersedianya tabel volume. Tabel volume dapat dikelompokkan atas tabel volume lokal, tabel volume standar, dan tabel kelas bentuk. Tabel volume lokal adalah tabel yang disusun berdasarkan peubah bebas diameter pohon setinggi dada (Dbh) atau tinggi pohon saja, tetapi pada umumnya yang digunakan adalah diameter pohon setinggi dada (Dbh) sebagai peubah bebasnya. Tabel ini dapat disusun untuk individu spesies maupun kelompok spesies dari berbagai wilayah geografis yang lebih khusus lagi tidak hanya terutama pada spesies maupun tempat, tetapi juga pada kesamaan karakteristik-karakteristik tinggi, diameter, dan bentuk pohon. Sedangkan tabel kelas bentuk disiapkan untuk menunjukkan volume menurut beberapa ukuran bentuk pohon disamping diameter pohon setinggi dada (Dbh) dan tinggi pohon (Husch 1987). Tabel volume tegakan udara (Aerial Stand Volume Table, TVU) adalah tabel yang memuat tentang nilai taksiran volume tegakan di lapangan yang dinyatakan dalam satuan m 3 per hektar, untuk berbagai ukuran dimensi penaksirannya (peubah) yang di ukur pada potret udara. Tabel volume tersebut disusun berdasarkan model sistematis yang menggambarkan hubungan antara peubah potret udara dengan volume tegakan lapangan (Hardjoprajitno et al. 1996). Pada studi ini, peubah-peubah potret yang diujicobakan adalah persentase penutupan tajuk (crown cover) (C), diameter tajuk (D) dan jumlah pohon (N).

19 3 Tabel volume inilah yang nantinya digunakan dalam pembentukan pendugaan volume tegakan, yang gunanya adalah sebagai pembanding volume dugaan hasil penginderaan jauh dengan volume hasil pengukuran di lapangan. Menurut Simon (1993) persamaan volume dan tabel volume semestinya disusun dengan sampel yang cukup dan hanya berlaku di daerah pengambilan sampel tersebut. Berdasarkan pengukuran pengukuran rinci sejumlah kecil pohon dalam suatu wilayah hutan, tabel volume dapat membantu pendugaan sejumlah besar volume pohon di daerah tersebut. Tabel volume ini nantinya dapat juga digunakan untuk menduga volume total dari suatu wilayah (Pambudhi 1995, dalam Tyas 2009). Menurut Jaya (2006) pembuatan tabel volume pohon udara hanya baik digunakan pada potret-potret berskala besar maka oleh karena itu dengan menggunakan citra dijital non-metrik beresolusi 20 cm ini akan menghasilkan tabel volume yang baik untuk menduga potensi hutan. Selain penyusunan tabel volume dari pemanfaatan citra dijital non-metrik ini, dapat pula diketahui nilai estimasi biomassa dari sediaan tegakan jati. Sehingga selain pemanfaatan kayunya, jati juga dapat berperan dalam menjaga keseimbangan kapasitas gas rumah kaca di atmosfer dari nilai biomassanya. Brown (1997) mendefinisikan biomassa hutan sebagai bahan-bahan organik hidup maupun yang sudah mati dan berada di atas permukaan tanah hutan atau di bawah permukaan tanah hutan, seperti: pohon, tumbuhan bawah, semak, serasah, akar dan lain-lain. Biomassa di atas permukaan tanah terdiri atas semua biomassa hidup di atas permukaan tanah meliputi batang, tungak, cabang, kulit, buah/biji dan daun. Biomassa dibawah permukaan tanah terdiri atas semua akar pohon yang masih hidup kecuali serabut akar (berdiameter < 2mm). Sehingga dalam penelitian ini akan dikaji pemanfaatan citra dijital non-metrik beresolusi tinggi dalam penyusunan tabel volume dan estimasi biomassa sediaan tegakan jati. 1.2 Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang tersebut maka permasalahan yang muncul yaitu sudah jarang dilakukannya foto udara untuk melakukan kegiatan inventarisasi hutan, dengan menggunakan citra satelit memerlukan biaya yang besar dan juga resolusi yang dimilikinya masih rendah sedangkan dengan menggunakan

20 4 inventarisasi secara terestris biaya yang dikeluarkan relatif mahal dan memerlukan waktu yang lama maka perlunya menggunakan citra dijital resolusi tinggi non metrik dalam penginderaan jauh untuk melakukan kegiatan inventarisasi hutan. 1.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun model penduga sediaan tegakan jenis jati (Tectona grandis Linn.f) dan pendugaan biomassanya di areal kerja KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dengan menggunakan citra dijital non-metrik resolusi tinggi. 1.4 Manfaat Hasil penelitian ini berupa model penduga sediaan tegakan jati menggunakan citra dijital non metrik resolusi tinggi yang dapat digunakan untuk menduga potensi di areal kerja KPH Madiun secara cepat, murah, dan akurat dalam rangka pengaturan kelestarian hasil, menambah wawasan dan pengembangan ilmu pengetahuan serta dapat sebagai alat pemantauan potensi hutan secara cepat. 1.5 Kerangka Pemikiran Pengelolaan hutan lestari dapat diwujudkan melalui perencanaan hutan. Perencanaan hutan merupakan proses penetapan tujuan yaitu mewujudkan penyelenggaraan kehutanan yang efektif dan efisien untuk mencapai manfaat fungsi hutan yang optimum dan lestari. Pengelolaan hutan yang lestari membutuhkan data dan informasi tentang kondisi fisik kawasan hutan. Data dan informasi tersebut didapat dari salah satu kegiatan perencanaan hutan yaitu inventarisasi. Menurut Hush (1987) inventarisasi hutan merupakan suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik areal tanah tempat tumbuhnya. Sedangkan menurut Sutarahardja (1976), kegiatan inventarisasi hutan didefinisikan sebagai suatu kegiatan guna menyajikan data atau kebenaran tentang keadaan hutan serta kemungkinan tindakan pengusahaannya. Kegiatan inventarisasi hutan dilakukan dengan tiga cara, yaitu inventarisasi lapangan (terestris), inventarisasi dengan penginderaan jauh (foto udara atau citra dijital resolusi tinggi) dan kombinasi antar keduanya.

21 5 Inventarisasi terestris dalam menduga estimasi volume tegakan dalam luasan kecil akan dapat menghasilkan data yang teliti dan akurat, namun apabila arealnya luas maka akan memerlukan biaya, waktu dan tenaga yang banyak dan hasilnya cenderung kurang teliti dan akurat. Sedangkan dengan pengukuran penginderan jauh dengan menggunakan citra dijital resolusi tinggi untuk menduga estimasi volume tegakan akan lebih cepat dan relatif akurat, namun memerlukan investasi awal yang mahal meskipun nantinya dari citra dijital tersebut menyebabkan biaya operasional pengelolaan hutan menjadi rendah. Kombinasi kegiatan inventarisasi hutan menggunakan penginderaan jauh (remote sensing) dan lapangan (terestris) akan menghasilkan data yang akurat dengan waktu yang relatif singkat untuk areal yang luas. Dari hasil permasalahan-permasalahan yang muncul yaitu sudah jarangnya menggunakan foto udara dalam melakukan inventarisasi hutan, mahalnya harga citra satelit dengan didukung resolusi yang rendah dan inventarisasi secara terestris yang relatif mahal dengan waktu yang lama maka untuk melakukan inventarisasi hutan saat ini tepat dengan memanfaatkan penginderaan jauh dengan citra dijital non-metrik resolusi tinggi. Menurut Lu (2006) dalam bidang kehutanan, penggunaan teknologi penginderaan jauh telah banyak diaplikasikan dalam kegiatan pemetaan tutupan lahan, evaluasi perubahan tutupan dan penggunaan lahan. Selain itu, penggunaan peubah-peubah biofisik yang dapat ditaksir melalui data citra satelit seperti kerapatan tutupan tajuk dan diameter tajuk untuk menduga tegakan hutan di lapangan seperti volume tegakan dan biomassa tegakan. Dari hasil estimasi volume tegakan dengan citra resolusi tinggi tersebut maka dapat diketahui juga estimasi biomassa dari suatu pohon berdiri. Penggunaan teknologi penginderaan jauh yang dikombinasikan dengan pengukuran lapangan (survey lapangan) dapat digunakan dalam pendugaan biomassa (Foody et al. 2003). Kerangka pemikiran penelitian ini dikerjakan secara ringkas yang disajikan pada Gambar 1 dengan fokus penelitian pada penyusunan model penduga sediaan tegakan dan biomassa jati.

22 6 Pengelolaan Hutan Lestari Perencanaan Hutan Inventarisasi Hutan Pengukuran Terestris: Biaya mahal Waktu relatif lama Akurasi relatif tinggi Tabel Volume Tegakan Korelasi Pengukuran Remote Sensing: Biaya relatif murah Waktu relatif cepat Akurasi relatif lebih rendah Dimensi tegakan bisa diukur lebih cermat Tabel Volume Tegakan Citra Dijital Resolusi Tinggi Estimasi Volume Tegakan Verifikasi Estimasi Volume Tegakan dengan Citra Dijital Resolusi Tinggi Estimasi Biomassa dengan Citra Dijital Resolusi Tinggi Gambar 1 Kerangka pemikiran dalam penelitian.

23 BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan di BKPH Dungus dan BKPH Dagangan KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur pada bulan Oktober sampai November Pengolahan data di lakukan di Laboratorium fisik remote sensing dan GIS Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB Desember sampai Maret Data, Software, Hardware dan Alat a. Data utama yang digunakan adalah sebagai berikut: (1). Peta kawasan kerja KPH Madiun (Gambar 2). Gambar 2 Peta kawasan KPH Madiun.

24 8 (2). Citra dijital resolusi sedang Landsat TM KPH Madiun (Gambar 3) Gambar 3 Citra dijital resolusi sedang (Landsat TM perekaman 18 Juli 2006) KPH Madiun.

25 9 (3). Peta citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi Dungus (Gambar 4) Gambar 4 Citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi penelitian BKPH Dungus. (4). Peta citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi Dagangan (Gambar 5) Gambar 5 Citra dijital non-metrik resolusi tinggi lokasi penelitian BKPH Dagangan.

26 10 b. Data Pendukung yang digunakan pada penelitian ini adalah peta kerja di lokasi BKPH Dungus dan lokasi BKPH Dagangan serta koordinat GPSnya pada setiap BKPH yang disajikan pada Lampiran 1 dan 2. c. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS map 60CSx (Gambar 6a), kompas brunton (Gambar 6b), meteran, tali tambang, Haga (Gambar 6c), kamera SLR dengan lensa fish eye, kamera digital, dan alat tulis. (a) (b) Gambar 6 (a) GPSmap 60CSx (b) kompas brunton, dan (c) Haga Hipsometer. (c) d. Software yang digunakan dalam pengolahan data adalah software Arcview 3.2, Microsoft Excel 2007 dan SPSS ver 16. e. Hardware yang digunakan dalam pengolahan data yaitu seperangkat komputer dan printer.

27 Metode Penelitian Tahapan dalam kegiatan penelitian adalah sebagai berikut: Pra Pengolahan Data Citra Sebelum melakukan pengolahan citra lebih lanjut, citra foto udara perlu dilakukan koreksi geometrik. Sedangkan koreksi geometrik adalah koreksi yang dilakukan untuk menghilangkan distorsi geometrik dari suatu citra dan sistem koordinat geometrik. Koreksi yang umum dilakukan adalah koreksi geometrik atau rektifikasi. Citra dijital yang telah terkoreksi dengan menggunakan koreksi geometrik lalu di overlay dengan data citra pada citra Landsat TM. Desain untuk plot contoh di lapangan ditentukan dengan menggunakan extension IHMB dengan menggunakan metode purposive sampling. Agar mewakili keseluruhan area maka untuk setiap kelompok umur, jumlah minimum plot contoh yang diambil adalah 3 sampai 4 plot. a. Koreksi Geometrik (rektifikasi) Rektifikasi yang dilakukan adalah rektifikasi citra-ke-citra (image-to-image rectification). Pada penelitian ini dilakukan koreksi yang digunakan untuk mengoreksi citra digital non-metrik menggunakan citra LANDSAT yang telah terkoreksi sebelumnya, hal ini dilakukan agar koordinat geografis sama. Sistem koordinat yang digunakan dalam koreksi geometrik adalah Universal Transvers Mercator (UTM), zone 48 selatan (south UTM 1984). Koreksi geometrik dimulai dengan memilih sejumlah titik-titik control lapangan (GCP). Untuk penelitian ini jumlah total titik GCP (Lampiran 1 dan 2) adalah sebanyak 17 titik, 7 titik GCP di BKPH Dungus dan 10 titik GCP di BKPH Dagangan. GCP adalah suatu titik-titik pada permukaan bumi yang diketahui koordinatnya baik pada citra (kolom/piksel dan baris) maupun pada peta (yang diukur dalam lintang bujur meter). Syarat pemilihan GCP adalah tersebar merata di seluruh citra dan relatif permanen atau tidak berubah dalam kurun waktu yang pendek (seperti jalan, jembatan, sudut bangunan dan sebagainya) (Jaya 2009). Jumlah GCP minimum dihitung dengan menggunakan persamaan : GCP min = (t+1)(t+2)/ 2

28 12 dimana, t : orde dari persamaan transformasi. RMSE (Root Mean Square Error) yang dihasilkan pada koreksi geometrik ini adalah didapatkan dari GCP yang terpilih. Nilai RMSE tidak boleh lebih dari 0,5 piksel. Kesalahan rata-rata dari rektifikasi ini dihitung dengan rumus sebagai berikut: RMSE = x r x 2 i + (y r y i ) 2 Dimana: RMSE xr, x i dan yr, y i = Root Mean Square Error = Kesalahan ke arah x dan y untuk GCP ke-i b. Desain Sampling Desain sampling untuk pengambilan plot contoh di lapangan dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan bantuan extension IHMB. Pemilihan desain sampling pertama-tama dilakukan secara acak. Menurut Jaya et al. (2010) pengacakan pada arah Timur-Barat (sumbu X) dilakukan antara m (karena jarak antar jalur adalah 1000m), sedangkan pengacakan pada sumbu Y (arah Utara-Selatan) pengacakan dilakukan antara 0 sampai dengan jarak antar plot. Pada penelitian ini jarak antar plot yang digunakan sebesar 75 m. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan grid dengan menggunakan ekstensi IHMB-Jaya Versi 6 yang disajikan pada Gambar 7.

29 13 Gambar 7 Peta pembuatan grid plot contoh. c. Pemilihan Plot Contoh Setelah dilakukannnya desain sampling, maka untuk selanjutnya yaitu tahap pemilihan plot contoh pada peta kerja. Pemilihan plot contoh tersebut didapatkan 38 titik plot di masing-masing lokasi, yaitu di BKPH Dungus (Gambar 8) dan BKPH Dagangan (Gambar 9). Pemilihan plot contoh tersebut tersebar di seluruh areal BKPH dan telah mewakili kelas-kelas umur yang ada.

30 Gambar 8 Peta sebaran plot penelitian lokasi BKPH Dungus. 14

31 15 Gambar 9 Peta sebaran plot penelitian lokasi BKPH Dagangan. 15

32 Pengambilan Data Lapangan Pengambilan data lapangan dilakukan di atas peta kerja dan peta administrasi KPH Madiun, Perhutani Unit II Jawa Timur. Pemilihan titik plot pengukuran lapangan dilakukan berdasarkan sebaran kelas umur di lokasi penelitian, Bagian Hutan dan kenampakan citra dijital non metrik resolusi tinggi. Terpilih masingmasing 38 titik pada lokasi BKPH Dungus dan pada lokasi BKPH Dagangan. Plot contoh yang digunakan berbentuk lingkaran dengan luasan sesuai dengan KU (Kelas Umur) yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Luas petak ukur pada hutan tanaman jati Kelas Hutan Petak Ukur Luas (Ha) Radius (m) Kelas Umur I - II 0,02 7,92 Kelas Umur III - IV 0,04 11,28 Kelas Umur V ke atas 0,1 17,85 Data yang diambil di lapangan di antaranya adalah : a. nomor plot b. keliling pohon setinggi dada c. keliling pohon setinggi 0,5 meter d. tinggi total pohon e. tinggi bebas cabang (tbc). f. diameter tajuk g. jarak dan sudut azimuth setiap pohon dari titik pusat plot h. koordinat plot contoh i. koordinat pohon Untuk data pembantu, diambil juga beberapa foto lapangan dan foto persentase penutupan tajuk (crown cover) menggunakan kamera SLR berlensa fish eye. Semua data tersebut dicatat pada tally sheet yang telah dipersiapkan pada tahapan persiapan.

33 Pengolahan Data Lapangan Sebelum pengolahan data lapangan, data pada citra diolah terlebih dahulu, yaitu dengan mencari persentase penutupan tajuk (crown cover) dari masingmasing plot, menghitung jumlah pohon pada citra dan menghitung diameter tajuk pohon di setiap plot. a. Teknik mengukur persentase tutupan tajuk pada citra (crown cover) (C) 1) Mengukur persentase tajuk citra Persentase penutupan tajuk merupakan persentase areal tertutup oleh proyeksi vertikal tajuk-tajuk pohon. Menghitung persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra dilakukan secara perhitungan visual dengan menghitung antara areal tutupan tajuk dan gap tajuk. Adapun rumus dalam menghitung persentase penutupan tajuk yaitu : Luas wilayah bertajuk Persentase penutupan tajuk citra (%) = Luas plot contoh x 100% Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa hasil luasan tajuk tersebut didapatkan dari hasil deliniasi areal tutupan tajuk dan gap tajuk. Gap tajuk Areal tutupan tajuk Gambar 10 Plot contoh persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra. 2) Memetakan persentase penutupan tajuk hasil pengukuran lapangan Memetakan hasil pengukuran tajuk di lapangan didapatkan dari persamaan y = 0,173x + 1,443 yaitu yang berasal dari hasil perhitungan setiap kerapatan pohon (jari-jari tajuk) di satu keterwakilan plot pada setiap kelas umur di lapangan dengan nilai dbh-nya. Kemudian dipetakan pada masing-masing plot contoh, sehingga dapat membandingkannya antara

34 18 hasil di citra dan di lapangan (Gambar 10 dan 11). Terdapat pada plot contoh 105 dengan persentase tajuk di citra sebesar 72% dan persentase tajuk lapangannya 48%. Persentase tajuk di lapangan Gambar 11 Plot contoh persentase penutupan tajuk (crown cover) pada lapangan. b. Teknik mengukur jumlah pohon pada citra (N) Menghitung jumlah pohon pada citra dilakukan secara visual langsung dengan memberikan tanda pada pohon yang berada dalam luasan tajuk. Kemudian dibandingkan antara pohon citra dengan lapangan seperti pada Gambar 12. Posisi pohon (a) (b) Gambar 12 (a) Plot contoh jumlah pohon pada citra. (b) Plot contoh jumlah pohon di lapangan.

35 19 c. Menghitung diameter tajuk (crown diameter) (D) Menghitung diameter tajuk (crown diameter) dilakukan dengan metode interpretasi visual dengan mengukur panjang diameter terpanjangnya dengan arah dari utara ke selatan dan barat ke timur (Gambar 13). Perhitungan tersebut dengan menggunakan icon measure pada software Arc View Gis ver 3.2. Arah pengukuran diameter tajuk Gambar 13 Plot contoh diameter tajuk. d. Penyusunan model 1). Model-model alternatif Penyusunan model regresi dan pemilihan parameter tegakan di citra foto udara (citra dijital non-metrik resolusi tinggi) yang akan digunakan sebagai peubah bebas dibuat sesederhana mungkin, tetapi mempunyai ketelitian yang cukup tinggi. Pada penelitian ini model penduga potensi yang dikembangkan antara lain dijelaskan pada Tabel 2.

36 20 Tabel 2 Bentuk model-model yang diuji cobakan dalam melakukan penyusunan model sediaan tegakan jati Model Persamaan 1) Linier a. Sederhana V = a + b.c V = a + c.d V = a + d.n b. Berganda V = a + b.c + c.d + d.n 2) Non Linier a. Sederhana V = a.cb V = a.dc V = a.nd b. Berganda V = a.cb.dc.nd c. Kuadratik V = a + b.c 2 + c.d 2 + d.n 2 d. Polynomial V = a + b.c + c. C 2 V = a + b.d + c. D 2 V = a + b.c + c. D + d. C. D + e. C 2 + f. D 2 Selain model-model umum yang biasa digunakan tersebut, ada beberapa model penduga potensi dengan foto udara yang dihasilkan dari penelitianpenelitian terdahulu yang disajikan pada Tabel 3.

37 21 foto udara. Pada Tabel 3 disajikan beberapa model penduga sediaan tegakan dengan Tabel 3 Model-model penduga potensi sediaan tegakan dengan foto udara No Persamaan 1. Log V = 0,06 + 1,11 Log C + 0,133 Log D R 2 Penelitian (%) 69,2 Model penduga volume tegakan dengan foto udara di hutan alam studi kasus di HPH PT. Sura Asia, Propinsi Dati I Riau 81 Model penduga volume 2. V = 1, H 1,42 D 0,35 N 2,21 terbaik dengan foto udara skala 1 : untuk tegakan pinus (Pinus merkusii) di KPH 3 a). V = 54,2 0,469 C untuk SFNAP b). V = 32,4 0,246 C untuk CAP 76,2 69,1 Pekalongan Barat dengan pendekatan stratifikasi dan tanpa stratifikasi Kajian teknis pemanfaatan potret udara non-metrik format kecil pada bidang kehutanan Sumber Budi 1998 Hidayatullah 1996 Cahyono a). Ln V = -1,65 + 0,798LnC + 1,58 Ln D untuk bonita 3 74,5 64,9 Tabel volume udara (Aerial Volume Tabel) Hardjoprajitno S b). Ln V = -0, ,206 LnC + 0,219 Ln D untuk bonita 4 5. V = ,92 C 3,00 79,3 Penyusunan tabel tegakan hutan tanaman dengan potret udara 6. V = -10,2 + 0,169N + 53,8 Penduga Volume 8,20D Tegakan Jati di BKPH Cikampek KPH Purwakarta melalui foto 7. Ln V = -5, ,427 Ln N + 2,591Ln H udara 67,4 Hubungan Antara Volume Tegakan Dengan Peubah Potret Udara Sebagai Alat Inventarisasi Hutan Prihanto 1996 Suar 1993 Atmosoemarto 1993

38 22 2). Penduga regresi Tahap selanjutnya berkaitan dengan pembangunan model di atas adalah penyusunan persamaan regresi. Penduga regresi bagi nilai tengah (rata-rata) populasi dapat diperoleh sebagai berikut: (a). Penyusunan model dengan peubah tunggal y = a + b. x Dimana: y = V dalam m 3 /ha x = dapat berupa C, D, N Kemiringan (slope) garis regresi dapat dihitung dengan rumus: JHK xy b dan a y - bx JK x JHK xy = x y n n 1 xy JK x = x 2 n 1 x 2 /n Dimana: y = Rata-rata peubah tak bebas (y berupa V dalam m 3 /ha) x = Rata-rata peubah bebas (x berupa C, D, N) JHK = Jumlah hasil kuadrat JK = Jumlah kuadrat a = Koefisien elevasi b = Koefisien regresi n = Banyaknya plot (b). Penyusunan model dengan peubah ganda y = a + b.x 1 + c.x 2 Dimana: y = V dalam m 3 /ha x = x berupa C, D, N a, b, c= Konstanta dengan rumus: Maka kemiringan (slope) garis regresi antar pasangan data dapat dihitung n x 1i x 2i x 1i 2 x 1i x 1i x 2i x 2i x 1i x 2i 2 x 1i a b c = y i x 1i y i x 2i y i

39 23 (c). Korelasi Antar Peubah Penyusunan model pendugaan sediaan tegakan ini masing-masing menggunakan metode persamaan regresi terbaik. Namun, sebelumnya dilakukan terlebih dahulu perhitungan koefisien korelasi menggunakan pendekatan korelasi product moment (r) yang menyatakan tingkat keeratan hubungan antar peubah yang akan digunakan dalam pendugaan tegakan. Nilai r dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: r = x y ( x )( y ) / n i j x i ( x ) / n y j ( y ) / n i i j j Dimana: x i = Dimensi pohon ke i y j = Dimensi pohon lainnya ke j n = Jumlah pohon Besarnya nilai r berkisar antara -1 sampai +1. Jika nilai r = -1 maka hubungan antara dua peubah adalah korelasi negatif sempurna. Artinya, apabila salah satu peubah nilainya menurun, maka peubah lainnya akan meningkat. Sebaliknya jika nilai r = 1 maka hubungan antara dua peubah merupakan korelasi positif sempurna. Artinya, apabila salah satu peubah meningkat, maka peubah lainnya akan meningkat pula. Bila r mendekati -1 atau +1 maka hubungan antara peubah itu kuat dan terdapat korelasi yang tinggi antara kedua peubah itu (Walpole 1995). Hipotesisnya: H 0 : p = 0, artinya tidak ada korelasi antara 2 peubah H 1 : p 0, artinya ada korelasi antara 2 peubah H 0 diterima apabila p > α dan H 1 diterima apabila p < α. Untuk menguji apakah nilai koefisien korelasi memiliki nilai yang signifikan (nilai r > 0,7071 dalam hubungannya terhadap tegakan), perlu dilakukan perhitungan Uji-Z pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,005). Hipotesis yang digunakan dalam pengujian keeratan koefisien korelasi adalah H 0 : ρ 0,7071 dan H 1 : ρ < 0,7071. Rumus yang digunakan dalam Uji Z yaitu: Z hitung ( Z Zr)

40 24 Dimana: Z = Sebaran normal Z σ = Pendekatan simpangan baku tranformasi Z ρ = Nilai koefisien korelasi yang diharapkan pada populasi r = Nilai koefisien korelasi n = Jumlah data Jika hasil Z-hitung 1,96, maka H 0 diterima, yang berarti bahwa hubungan antara peubah bebas dengan volume cukup erat dengan r 0,7071. Sedangkan jika Z-hitung > 1,96, maka H 1 diterima, yang berarti bahwa hubungan antara peubah bebas dalam model dengan volume adalah kurang erat. 3) Uji Koefisien regresi Pengujian hipotesis dilakukan terhadap model guna mengetahui keberartian hubungan peubah pada citra dengan volume tegakan di lapangan. Analisis yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah analisis ragam sebagai berikut: Tabel 4 Analisis ragam untuk regresi sederhana Sumber db JK KT F Hit Keragaman Regresi Dbr = p-1 JKR =b.jhkxy KTR =JKR/dbr KTR/KTS Sisa Dbs = n-p JKS = JKy - JKR KTS = JKS/dbs Total n-1 JKT = JKy Keterangan: p = banyaknya peubah regresi n = banyaknya plot contoh yang diamati Tabel 5 Analisis ragam untuk regresi berganda Keragaman db JK KT F Hit Regresi Dbr = p-1 JKR = b.jhkxy KTR = JKR/dbr KTR/KTS Sisa Dbs = (m-1) (p-1) JKS = JKy - JKR KTS = JKS/dbs Total m-1 JKT = JKy Keterangan: p = banyaknya parameter m = banyaknya plot contoh Hipotesis yang diuji adalah: H 0 : βi = 0, i = 1,2,3,,p H 1 : sekurang-kurangnya ada satu βi 0.

41 25 Bila hasil analisis keragaman tersebut diperoleh F-hit > F-tab maka terima H 1, yang berarti minimal ada satu peubah yang bebas yang berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas dan sebaliknya (Walpole 1995). Jika H 1 diterima melalui Uji F, maka selanjutnya dilakukan uji signifikansi koefisien masing-masing peubah bebas dengan menggunakan perhitungan Uji-t. Rumus yang digunakan dalam perhitungan Uji-t adalah: t hitung s / n Dimana: X = Pengamatan μ = Nilai tengah s = Standar deviasi n = Jumlah sampel Dengan hipotesis sebagai berikut: H 0 : μ = μ0, H 1 : μ μ0. Selanjutnya kriteria uji bagi hipotesis dengan menggunakan t-hitung, yaitu jika t hitung > t tabel maka terima H 1, yang berarti pengukuran di lapangan dan di citra berbeda nyata. Sedangkan jika t hitung < t tabel maka terima H 0, yang berarti pengukuran di lapangan dan di citra tidak berbeda nyata. 4) Uji Verifikasi Model Setelah model terbangun dan secara statistik dapat diterima, maka perlu dilakukan uji verifikasi terhadap model tersebut. Uji verifikasi model terbangun dengan menggunakan perhitungan Uji-χ 2, е (Bias), SA (Simpangan Agregat), SR (Simpangan Rata-rata) dan RMSE (Root Mean Square Error) (Spurr 1952 dalam Divayana 2011). Pada penelitian ini, perhitungan Uji-χ2 menunjukkan besarnya kecocokan antara hasil perhitungan menggunakan model (nilai harapan) dengan perhitungan data lapangan (nilai observasi/nilai aktual). Jika nilai χ²-hitung lebih kecil dari nilai χ²-tabel, maka dapat dinyatakan bahwa hasil dugaan menggunakan model terbangun tidak berbeda dengan perhitungan data lapangan (nilai aktual).

42 26 Dimana: χ2 = Nilai Chi-square E i = Nilai ekspetasi/ dugaan = Nilai observasi/ aktual O i k ( Oi E i 1 E 2 2 i ) hitung i RMSE digunakan untuk mengetahui seberapa besar error yang terjadi pada hasil perhitungan model jika dibandingkan dengan nilai aktual. Semakin kecil nilai RMSE, maka semakin kecil pula kesalahan yang terjadi pada penggunaan model. Perhitungan RMSE menggunakan rumus sebagai berikut: RMSE n i 1 Hti Hai [ ] Ha n i 2 100% Dimana: RMSE = Root Mean Square Error Ht i = Nilai dugaan Ha i = Nilai aktual n = Jumlah pengamatan Bias ( ) adalah kesalahan sistematis yang dapat terjadi karena kesalahan dalam pengukuran, baik kesalahan teknis pengukuran maupun kesalahan karena alat ukur. Nilai yang dapat diterima adalah jika nilainya mendekati nol. Perhitungan (Bias) dapat dirumuskan sebagai berikut: e n i 1 Y Y {( YAi n Dimana: = Bias Y T = Nilai dugaan Y A = Nilai aktual N = Jumlah pengamatan Ti Ai ) 100% }

43 27 Simpangan Agregat (SA) adalah perbedaan antara jumlah nilai aktual dan jumlah nilai dugaan (Spur 1952). Nilai SA diharapkan berkisar antara -1 sampai +1. Nilai SA dapat dihitung dengan rumus: YTi YA i SA YTi Dimana: SA = Simpangan Agregat Y T = Nilai dugaan = Nilai aktual Y A Nilai SR menunjukkan suatu model dapat dikatakan baik jika nilainya tidak lebih dari 10%. Perhitungan SR yaitu dengan rumus sebagai berikut: n YTi YAi i { 100%} 1 YTi SR n Dimana: SR = Simpangan Rata-rata Y T = Nilai dugaan Y A = Nilai aktual n = Jumlah pengamatan Untuk mendapatkan model yang akurat dan valid, perlu adanya penyusunan peringkat terhadap model dengan acuan kriteria-kriteria uji yang dilakukan. Penyusunan peringkat dilakukan dengan memberikan skor pada model-model yang diperoleh. Kemudian akan terbentuk model terbaik yang dapat digunakan sesuai kriteria yang ada yaitu model yang memuat sedikit peubah penduga, kemudahan mengukur peubah bebas dan potensial kesalahannya rendah. Pemberian skor dilakukan berdasarkan nilai SA, SR, RMSE, dan е dengan menggunakan rumus sebagai berikut: max SA SA e max Skor 4 1 Skor e 4 1 min max min max max SR SR max Skor 4 1 Skor RMSE RMSE 4 1 min max min max

44 Pendugaan Biomassa Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup di atas tanah pada pohon termasuk ranting, daun, cabang, batang utama dan kulit yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area (Brown 1997). Biomassa dibedakan menjadi dua kategori, yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (bellow ground biomass). Biomassa di atas permukaan tanah terdiri atas semua biomassa hidup di atas permukaan tanah yang meliputi batang, tunggak, cabang, kulit, buah/biji, dan daun. Biomassa dibawah permukaan tanah terdiri atas semua akar pohon yang masih hidup kecuali serabut akar (diameter < 2mm). Biomassa hutan di atas permukaan merupakan komponen penting yang sangat terkait dengan siklus karbon, alokasi nutrisi hutan, akumulasi bahan bakar fosil dan habitat dalam ekosistem hutan. Ekosisitem hutan juga mempunyai peranan penting dalam siklus karbon secara global. Hutan menyimpan karbon sekitar 80% (IPCC 2001). Tegakan hutan yang masih produktif untuk tumbuh mampu menyerap gas CO2 yang ada di atmosfer dan menyimpannya dalam bentuk biomassa pohon (Losi et al. 2003). Metode pengukuran biomassa pada dasarnya ada empat cara utama yaitu metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling), metode sampling tanpa pemanenan (non-destructive sampling), metode pendugaan melalui pengindraan jauh, dan metode pembuatan model. Metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling) merupakan metode pengukuran biomassa dengan cara merusak atau menebang pohon untuk selanjutnya dilakukan pengukuran berat basah di berbagai carbon pool yang terdiri dari biomassa atas, biomassa bawah/akar, biomassa kayu mati, biomassa serasah dan biomassa tanah organik (Ostwald 2008). Sedangkan metode sampling tanpa pemanenan (nondestructive sampling) merupakan pengukuran biomassa dengan cara tidak merusak pohon dan hanya mengukur biomassa atas kemudian mengukur diameter dan tinggi pohon serta serasah yang ada. Metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling) memberikan hasil yang paling akurat untuk menduga biomassa, tetapi teknik ini tidak dapat diterapkan pada semua areal hutan karena kerusakan yang diakibatkan cukup

45 29 besar. Selain kerusakan yang cukup besar, mahalnya biaya dan lamanya waktu serta besarnya tenaga yang dibutuhkan dibandingkan dengan teknik pendugaan biomassa lain menjadi bahan pertimbangan dalam penggunaan teknik ini. Metode sampling tanpa pemanenan (non-destructive sampling) merupakan teknik pendugaan yang saat ini banyak dilakukan karena tidak perlu melakukan pemanenan pohon. Teknik ini memiliki efisiensi yang baik jika dibandingkan dengan teknik sampling destruktif. Parameter penyusun metode non-destructive sampling yaitu diameter pohon, tinggi pohon, volume batang, dan basal area untuk menduga biomassa. Menurut Brown (1997) ada dua pendekatan untuk menduga biomassa pohon, yang pertama berdasarkan pendugaan volume kulit sampai batang bebas cabang yang kemudian diubah menjadi jumlah biomassa (ton/ha) dan yang kedua secara langsung dengan menggunakan regresi biomassa. Seperti dikemukakan oleh Tiryana (2005), potensi biomassa hutan juga dapat diketahui melalui data hasil inventarisasi baik dengan menggunakan faktor konversi volume ke biomassa maupun persamaan alometrik yang menghubungkan dimensi pohon (diameter dan atau tinggi) dengan biomassanya. Diameter pohon merupakan salah satu variabel yang penting bagi pendugaan biomassa selain kerapatan jenis pohon dan tipe hutan (Chave et al. 2001). Sehubungan dengan pernyataan tersebut Ketterings et al. (2001) membuat model penduga biomassa hutan dengan menggunakan variabel diameter dan kerapatan jenis dalam persamaan sebagai berikut: W = 0,11 ρ D 2,62 Dimana: W = biomassa (kg/pohon) ρ = kerapatan jenis (gr/cm 3 ) ρ pohon jati sebesar 0,75 ton/m 3 (Martawijaya 1992). D = diameter setinggi dada (cm) Selain menggunakan rumus Ketterings, pendugaan biomassa dapat pula menggunakan model alometrik Brown. Pada pendugaan nilai biomassa tegakan jati di lokasi penelitian digunakan model alometrik Brown (1997) yang dikembangkan oleh Hendri (2001) yang diformulasikan kembali oleh Tiryana

46 30 (2011) di daerah KPH Cepu. Hutan Tanaman jati di KPH Cepu memiliki iklim yang sama dengan hutan jati di KPH Madiun yaitu tipe iklim C sehingga kurang lebih kondisi umum lapangan baik kondisi tegakannya memiliki kesamaan. Berikut ini adalah persamaan alometrik Brown yang digunakan: W = 0,2759D 2,2227 (R 2 = 0,941) Dimana: W = biomassa tegakan (kg/pohon) D = diameter setinggi dada (cm) Dapat pula dengan menggunakan metode perhitungan Vademecum Kehutanan (1976) dalam Ginoga et al. (2005) sebagai berikut: B = (4/3) V ρ Dimana: B = biomassa tegakan (ton/ha) V = volume pohon (m 3 /ha) ρ = kerapatan jenis kayu (ton/m 3 ) Model Vademecum tersebut digunakan karena mudah diaplikasikan serta cukup sederhana. Menurut IPCC (2003) dalam Janiatri 2012 terdapat dua pendekatan untuk mengestimasi nilai kandungan biomassa yaitu, pendekatan langsung, menggunakan persamaan allometrik pada sampel plot dan pendekatan tidak langsung menggunakan nilai Biomass Exspansion Factor (BEF). Metode ini termasuk metode non-destructive sampling karena tidak memerlukan pemanenan pohon contoh dalam pendugaan biomassanya. Pengkonversian hasil inventarisasi hutan dalam bentuk volume dilakukan dengan mengalikan nilai tersebut dengan konstanta nilai Biomass Exspansion Factor (BEF). Biomass Expansion Factor (BEF) didefinisikan sebagai rasio total bobot kering tanur di atas permukaan tanah pada diameter minimum (dbh) 10 cm atau lebih dengan bobot biomassa kering tanur pada volume yang diinventarisasi atau rasio antara AGB total dengan biomassa batang yang dapat dimanfaatkan. Pada penelitian ini nilai Biomass Exspansion Factor (BEF) yang digunakan adalah Biomass Exspansion Factor (BEF) pada tegakan Jati yang dikembangkan di

47 31 daerah tropis Panama, di hitung dengan membagi total proporsi biomassa dengan biomassa cabang sehingga menghasilkan nilai BEF sebesar 1,53186 (Kraenzel et al. 2003). Pendugaan biomassa atas permukaan menggunakan Biomass Expansion Factor (BEF) dilakukan dengan menggunakan rumus : BAP = V x ρ x BEF Dimana: BAP = Biomassa Atas Permukaan (ton/ha) V = Volume tegakan (m 3 /ha) ρ = Berat jenis kayu (ton/m 3 ) BEF = Biomass Expansion Factor dengan koefisien 1,53186 untuk Jati pada hutan tropis (Kraenzel et al. 2003). 2.5 Penyusunan Tabel Volume Penyusunan tabel volume berasal dari model penduga yang terpilih berdasarkan hasil penentuan peringkat gabungan tersebut diatas. Dari model penduga volume yang terpilih akan didapatkan nilai volume untuk nilai tertentu yang diukur atau diamati dilapangan. Kemudian terakhir dapat disusun dalam bentuk tabel volume lokal atau standar untuk jenis tegakan jati (Tectona grandis Linn f.) di KPH Madiun Unit II Jawa Timur pada BKPH Dungus dan BKPH Dagangan. 2.6 Monogram Monogram adalah suatu tema atau bentuk yang dibuat untuk melengkapi atau mengkombinasikan dua bentuk citra atau beberapa grafik kedalam satu simbol. Jenis objek yang ditaksir dalam menyusun monogram ini adalah kelas potensi penutupan tajuk, kelas diameter tajuk dan jumlah pohon pada citra dijital resolusi tinggi. Penyusunan monogram digunakan sebagai penyajian gambar dari hasil analisis atau interpretasi citra sehingga dapat dilihat perbandingan kelas potensi di lapangan dengan di citra.

48 Pelaporan Tahapan terakhir dari serangkaian kegiatan penelitian ini adalah pembuatan laporan. Secara keseluruhan tahapan pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada diagram alir berikut.

49 33 Mulai Citra Dijital Persiapan Data Pendukung Rektifikasi Citra Terkoreksi Pra Pengolahan Citra Desain Penarikan Contoh Ya Peubah Lapangan Tidak Pengambilan Data Lapangan Analisis Statistik dan Penyusunan Model Tabel Volume Tegakan Model Penduga Sediaan Diterima Ya Verifikasi Model Terbaik Model Penduga Sediaan Tabel Volume Estimasi Biomassa Selesai Pembuatan Monogram Gambar 14 Diagram alir kegiatan.

50 BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak dan Luas Letak Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Madiun secara administratif berada di daerah tingkat II dalam tiga wilayah Kabupaten yaitu Kabupaten Madiun (16.075,4 Ha), Kabupaten Ponorogo (12.511,2 Ha) dan Kabupaten Magetan (1.642,6 Ha). Dari ketiga kabupaten tersebut, wilayah hutan KPH Madiun terbagi ke dalam beberapa distrik yaitu Madiun, Caruban dan Kanigoro yang berada dalam wilayah Kabupaten Madiun; Ponorogo, Arjowinangum dan Sumoroto dalam wilayah Ponorogo; serta Gorang-gareng dan Magetan berada dalam wilayah Kabupaten Magetan. Secara geografis KPH Madiun terletak diantara garis lintang selatan dan BT dengan baris batas sebagai berikut: 1). Sebelah Utara : KPH Saradan 2). Sebelah Timur : KPH Saradan dan Lawu Ds 3). Sebelah selatan : KPH Lawu Ds. 4). Sebelah Barat : KPH Lawu Ds dan Ngawi Luas Kawasan Hutan KPH Madiun adalah ,62 Ha dengan Kelas Perusahaan Jati Ha dan Kelas Perusahaan Kayu Putih 3.137,7 Ha yang dibagi menjadi empat bagian hutan, termasuk didalamnya alur dan sungai. Empat bagian hutan tersebut adalah sebagai berikut: (a) Bagian Hutan Caruban yang terletak di Kabupaten Madiun dengan luas ,72 Ha. (b) Bagian Hutan Pagotan di Kabupaten Madiun dan Kabupaten Ponorogo dengan luas Ha. (c) Bagian Hutan Ponorogo Timur terletak di Kabupaten Ponorogo dengan luas 5.193,7 Ha untuk kelas perusahaan jati dan Bagian Hutan Ponorogo Timur/Sukun untuk kelas perusahaan kayu putih terletak di Kabupaten Ponorogo dengan luas 3.736,1 Ha. (d) Bagian Hutan Ponorogo Barat yang terletk di Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Magetan dengan luas 6.260,3 Ha.

51 35 Keempat bagian hutan kelas perusahaan jati tersebut terbagi lagi menjadi 11 BKPH dan 34 RPH. Secara struktural, KPH Madiun terbagi menjadi dua SKPH, yaitu SKPH Madiun Utara dan SKPH Madiun Selatan, masing-masing dibagi menjadi beberapa BKPH dengan pembagian sebagai berikut: 1. SKPH Madiun Utara, membawahi enam BKPH: a. BKPH Brumbun : 1.756,2 Ha b. BKPH Caruban : 3.316,8 Ha c. BKPH Dagangan : 2.240,4 Ha d. BKPH Dungus : 3.456,9 Ha e. BKPH Mojorayung : 2.833,5 Ha f. BKPH Ngadirejo : 2.238,5 Ha 2. SKPH Madiun Selatan, membawahi lima BKPH: a. BPKH Bondrang : 2.925,5 Ha b. BKPH Pulung : 2.207,4 Ha c. BKPH Sampung : 3.613,5 Ha d. BKPH Sukun : 3.701,1 Ha e. BKPH Somoroto : 2.538,6 Ha 3.2 Topografi, Daerah Aliran Sungai, Tanah, dan Iklim Wilayah kawasan hutan KPH Madiun mempunyai kemiringan lereng, landai, bergelombang, sampai dengan bergunung-gunung. Sungai yang ada yaitu anak sungai madiun yang membentang dari arah selatan ke utara. Wilayah kawasan hutan KPH Madiun termasuk DAS Solo Hulu dan merupakan salah satu penyangga kestabilan serta keseimbangan ekosistem pada Sub DAS Solo Hulu. berikut : Gambaran secara lebih terinci kondisi setiap bagian hutan adalah sebagai 1. Bagian Hutan Caruban Keadaan lapangan rata-rata bergelombang sebelah tenggara curam, secara keseluruhan miring kearah barat laut (daerah kecamatan Balerejo). 2. Bagian Hutan Pagotan Keadaan lapangan rata, bergelombang, lapangan pada umumnya miring ke barat. 3. Bagian Hutan Ponorogo Barat Sebelah utara Kali Galah lapangan bergelombang miring ke tenggara, sungai di areal miring ke arah tenggara mengalir ke kali Galali menuju ke

52 36 Madiun, sedangkan sebelah selatan Kali Galah bergunung-gunung sampai dengan curam dengan aliran sungai ke arah timur merupakan hulu Kali Madiun. 4. Bagian Hutan Ponorogo Timur Keadaan lapangan bergunung-gunung sampai dengan curam. dengan gunung-gunung antara lain; Gunung Rayang Kaki dan Gunung Tumpak Pring. Pada lereng sebelah utara dan barat laut miring ke utara//barat sehingga aliran sungai di daerah ini menuju ke arah barat, di bagian barat aliran sungai menuju ke arah barat, sedangkan di bagian barat laut bertemu dengan Kali Madiun. Wilayah kawasan KPH Madiun termasuk DAS Solo Hulu dan merupakan salah satu penyangga kestabilan serta keseimbangan ekosistem pada sub DAS Solo Hulu. Sungai yang ada di Wilayah KPH Madiun yaitu sungai Catur yang melintasi Bagian Hutan Caruban dan Bagian Hutan Pagotan yang bermuara di Kali Madiun terus ke Bengawan Solo. Sebagian besar jenis tanah di kawasan hutan KPH Madiun untuk SKPH Madiun Utara terdiri dari Mediteran Cokelat Kemerahan dan Litosol Coklat Kemerahan, sedangkan di wilayah KPH Madiun Selatan terdiri dari jenis Aluvial Kelabu Tua, Glei humus dan Mediteran Coklat Kemerahan. Wilayah hutan KPH Madiun terletak pada suatu daerah dengan musim hujan dan musim kemarau yang jelas. Berdasarkan perbandingan bulan basah dan bulan kering selama empat tahun yaitu tahun maka menurut klasifikasi type iklim Schmidt dan Ferguson (1951), KPH Madiun termasuk ke dalam tipe curah hujan C dimana mempunyai nilai Q = 57% (33,3% - 60%) dengan rata-rata bulan basah adalah 7 bulan dan rata-rata bulan kering 4 bulan selama setahun. Dengan tipe iklim C. KPH Madiun cocok untuk tempat tumbuh jati. Berdasarkan peta hutan RPKH KPH Madiunjangka , tipe ilkim C untuk sebagian wilayah Bagian Hutan Ponorogo Timur dan Pagotan dan tipe iklim D untuk Bagian Hutan Caruban, sebagian besar Pagotan, Ponorogo Barat dan sebagian Ponorogo Timur.

53 Kondisi Sosial Ekonomi 1. Pengembangan Desa Hutan Tingkat kemampuan suatu desa dalam penyelenggaraan pemerintahan yang berkaitan dengan sosial ekonomi, dinyatakan pengembangan desanya dengan status swakarya, swadaya dan swasembada. Desa-desa dilingkungan kawasan hutan KPH Madiun pada urnumnya mempunyai kategori Desa Swasembada. 2. Kependudukan Jumlah penduduk dalarn kecamatan yang masuk dalam wilayah kerja KPH Madiun adalah ; orang, terdiri dan ; laki-laki dan perempuan. 3. Mata Pencaharian Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa mata pencaharian masyarakat sekitar bervariasi yaitu petani, pedagang, buruh, pegawai negeri/abri, dan lain-lain, seperti yang terlihat pada Tabel 6 berikut: Tabel 6 Mata pencaharian penduduk di kecamatan sekitar hutan tahun 1998 di wilayah KPH Madiun Mata Kabupaten pencaharian Jumlah Madiun Magetan Ponorogo (orang) Petani Pedagang Pensiunan Buruh Peg/TNI Lain-lain Jumlah Sumber data : RPKH madiun

54 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korelasi antar peubah Besarnya kekuatan hubungan antar peubah dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya (r). Nilai koefisien korelasi memberikan pengertian seberapa saling berhubungannya bila secara positif atau negatif. Nilai koefisien korelasi ini tidak dapat menggambarkan hubungan kausal atau sebab akibat antara nilai dua peubah tersebut. Matrik hubungan korelasi antar peubah bebas C (persentase penutupan tajuk (crown cover)), D (diameter tajuk), dan N (jumlah pohon) yang diukur di lapangan dan hasil pengamatan pada citra dijital resolusi tinggi dengan volume bebas cabang (Vbc) di lapangan. Hubungan keeratan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus Peubah Vbc-Lap Cc Dc Nc C-Lap D-Lap Cc 0,784 (0,000**) Dc 0,585 0,301 (0,000**) (0,066tn) Nc -0,115 0,097-0,647 (0,491tn) (0,562tn) (0,000**) C-Lap 0,500 0,72-0,169 0,59 (0,001**) (0,000**) (0,310tn) (0,000**) D-Lap 0,830 0,577 0,813-0,547 0,114 (0,000**) (0,000**) (0,000**) (0,000**) (0,496tn) N-Lap -0,303-0,075-0,786 0,883 0,494-0,747 (0,064tn) (0,656tn) (0,000**) (0,000**) (0,002**) (0,000**) Keterangan: Angka yang diatas menunjukkan nilai koefisien korelasi Angka dalam kurung adalah nilai P-valuenya. Nilai-p {** = sangat nyata (α = 0,01); * = nyata (α = 0,05); tn = tidak nyata } Pada Tabel 7 dijelaskan tentang besarnya korelasi antar peubah-peubah C (persentase penutupan tajuk (crown cover)), D (diameter tajuk) dan N (jumlah tajuk) baik pada citra dijital non-metrik ataupun pada pengukuran di lapangan. Pada lokasi BKPH Dungus, nilai korelasi yang tinggi ditunjukkan pada hubungan antara diameter tajuk lapangan (D-Lap) dengan nilai volume bebas cabang di lapangan (Vbc-Lap). Korelasi antara Vbc-lap dengan D-lap adalah sebesar 0,830

55 39 dengan (ρ = 0,000) pada taraf nyata 1%. Nilai korelasi positif dan p-value yang sangat nyata memiliki arti bahwa antara dua peubah apabila terjadi kenaikan satu satuan diameter tajuk maka akan diikuti dengan kenaikan volume pohon sebesar 0,830 satuan dan sebaliknya. Selanjutnya nilai koefisien korelasi antara Vbc-lap dengan N-lap adalah sebesar -0,303 (ρ = 0,064) tidak nyata. Nilai negatif dari koefisien korelasi tersebut memiliki arti bahwa jika jumlah pohonnya banyak maka volume perpohon akan bernilai kecil dan sebaliknya. Hal tersebut disebabkan karena pertumbuhannya yang tidak normal dan juga belum dilakukannya penjarangan pada kelas umur kecil sehingga mengakibatkan hubungannya negatif. Untuk hubungan korelasi antara Vbc-lap dengan C-lap memiliki nilai sebesar 0,500 (ρ = 0,001) sangat nyata. Nilai ini menunjukkan bahwa apabila nilai C-lap meningkat maka akan selalu diikuti oleh nilai Vbc-lap nya. Hubungan antara peubah citra dengan sediaan tegakan di lapangan yang memiliki korelasi tinggi adalah antara Vbc-lap dengan Cc (persentase penutupan tajuk (crown cover) citra). Nilai koefisien korelasinya sebesar 0,784 (ρ = 0,000) sangat nyata. Demikian pula hubungan antara Vbc-lap dengan Dc (diameter tajuk citra). Nilai korelasinya sebesar 0,585 (ρ = 0,000) sangat nyata. Hal tersebut memiliki arti bahwa apabila terjadi kenaikan satu satuan pada persentase penutupan tajuk (crown cover) dan diameter tajuknya maka diikuti pula kenaikan pada satu satuan volumenya. Lain halnya dengan jumlah pohon yang memiliki nilai korelasi yang negatif. Korelasi antara Vbc-lap dengan Nc (jumlah pohon citra) bernilai sebesar -0,115 (ρ = 0,491) seperti yang sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya. Untuk lokasi BKPH Dagangan hubungan matrik korelasi dapat dilihat pada Tabel 8.

56 40 Tabel 8 Hubungan matrik korelasi antar peubah pada lokasi BKPH Dagangan Peubah Vbc-Lap Cc Dc Nc C-Lap D-Lap Cc 0,655 (0,000**) Dc 0,494 0,222 (0,002**) (0,181tn) Nc 0,786 0,615-0,022 (0,000**) (0,000**) (0,895tn) C-Lap 0,334 0,69-0,091 0,388 (0,041*) (0,000**) (0,588tn) (0,016*) D-Lap 0,180 0,125 0,777-0,317 0,009 (0,280tn) (0,454tn) (0,000**) (0,052*) (0,959tn) N-Lap 0,773 0,644 0,027 0,942 0,52-0,295 (0,000**) (0,000**) (0,871tn) (0,000**) (0,001**) (0,073tn) Keterangan: Angka yang diatas menunjukkan nilai koefisien korelasi Angka dalam kurung adalah nilai P-valuenya. Nilai-p {** = sangat nyata (α = 0,01); * = nyata (α = 0,05); tn = tidak nyata } Korelasi tertinggi pada BKPH Dagangan adalah antara Vbc-Lap dengan N-lap dengan nilai korelasi sebesar 0,773 (ρ = 0,000). Ini berarti bahwa semakin besar pohon maka semakin besar pula volumenya. Hubungan terendah adalah antara diameter tajuk lapangan (D-Lap ) dengan Vbc-lap sebesar 0,180 (ρ = 0,280). Hal itu disebabkan pada saat dilakukannya penelitian ini pada saat musim kemarau yang menyebabkan tegakan jati meranggas yang mempengaruhi interpretasi visual di lapangan terganggu dan hasilnya menjadi kecil. Korelasi antara volume lapangan (Vbc-lap) dengan jumlah pohon citra (Nc) memiliki korelasi yang sangat tinggi yaitu sebesar 0,786 (ρ = 0,000) sehingga memiliki hubungan yang positif dan erat. Sedangkan untuk hubungan terendahnya yaitu hubungan antara Vbc-lap dengan Dc (diameter tajuk citra) yaitu sebesar 0,494 (ρ = 0,002) sangat nyata. 4.2 Konsistensi Dimensi Tegakan Hasil pengukuran dimensi tegakan di lapangan dan di citra didapatkan beberapa peubah, diantaranya persentase penutupan tajuk (crown cover)(c), diameter tajuk (D), dan jumlah pohon (N). Masing-masing peubah dibandingkan antara di citra dan dilapangan yang selanjutnya dikaji korelasi antara hasil pengukuran antara dilapangan dan dicitra guna mengetahui konsistensinya. Pada

57 41 Tabel 9 dijelaskan tentang nilai kisaran rata-rata antara peubah berdasarkan data hasil pengamatan pada citra dan lapangan yang dilampirkan pada Lampiran 3 dan 4. Tabel 9 Kisaran dan rata-rata hasil pengukuran BKPH Peubah Kisaran Dungus C (Persentase penutupan tajuk (crown cover)) citra 45% - 87% C (Persentase penutupan tajuk (crown cover)) lapang 29% - 86% D (Diameter tajuk) citra D (Diameter tajuk) lapang N (Jumlah pohon) citra 5-22 N (Jumlah pohon) lapang ,57 m- 8,5 m 4,48 m 11,57 m Dagangan C (Persentase penutupan tajuk (crown cover)) citra 62% - 94% C (Persentase penutupan tajuk (crown cover)) lapang 40% - 85% D (Diameter tajuk) citra 6 m - 10,49 m D (Diameter tajuk) lapang 7,49 m 12,21m N (Jumlah pohon) citra 5 17 N (Jumlah pohon) lapang 4-17 Berdasarkan rata-rata konsistensi tersebut, maka dapat digambarkan pada diagram pencar dari hasil pengamatan di citra dijital non-metrik dengan hasil pengukuran dilapangan (Gambar 15 sampai dengan Gambar 17) untuk BKPH Dungus. Sedangkan data hasil lapangan dan citra dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Diameter lapang (m) Diameter tajuk citra & lapangan (D) y = 1,203x + 0,416 R² = 66,1% 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 Diameter citra (m) Gambar 15 Diagram pencar hubungan antara diameter tajuk pada citra dijital nonmetrik dan di lapangan BKPH Dungus.

58 42 Persentase penutupan tajuk citra & lapangan (C) C lapangan (%) C citra (%) y = 0,938x - 7,565 R² = 51,8% Gambar 16 Diagram pencar hubungan antara persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra dijital non-metrik dan di lapangan BKPH Dungus. N Lapangan Jumlah pohon citra & lapangan (N) y = 1,079x - 1,148 R² = 78% N citra Gambar 17 Diagram pencar hubungan antara jumlah pohon pada citra dijital nonmetrik dan di lapangan BKPH Dungus. Berdasarkan hasil diagram pencar tersebut diketahui bahwa ada konsistensi yang tinggi antara hasil pengukuran peubah tegakan pada citra dan lapangan. Nilai koefisien determinasi jumlah pohon, diameter tajuk dan persentase penutupan tajuk (crown cover), adalah sebesar 78%; 66,1%; dan 51,8%. Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran jumlah pohon memiliki keberagaman yang tinggi.

59 43 Diagram pencar pada BKPH Dagangan disajikan pada Gambar 18 sampai dengan Gambar 20. Diameter tajuk citra & lapangan (D) D lapangan (m) D Citra (m) y = 4,537e 0,086x R² = 59,8% Gambar 18 Diagram pencar hubungan antara diameter tajuk pada citra dijital nonmetrik dan di lapangan BKPH Dagangan. Persentase penutupan tajuk citra & lapangan (C) C Lapangan (%) C Citra (%) y = 16,80e 0,015x R² = 52,7% Gambar 19 Diagram pencar hubungan antara persentase penutupan tajuk (crown cover) pada citra dijital non-metrik dan di lapangan BKPH Dagangan.

60 44 N lapangan Jumlah pohon citra & lapangan (N) y = 1,007x - 0,100 R² = 88,7% N citra Gambar 20 Diagram pencar hubungan antara jumlah pohon pada citra dijital nonmetrik dan di lapangan BKPH Dagangan. Diagram pencar pada BKPH Dagangan yang memiliki koefisien determinasi yang tinggi yaitu antara jumlah pohon adalah sebesar 88,7%. Sedangkan persentase penutupan tajuk (crown cover) memiliki hasil koefisien determinasi yang relatif kecil yaitu 52,7%. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut diketahui bahwa konsistensi yang tinggi yaitu perbandingan antara jumlah pohon citra dan jumlah pohon lapangan untuk di kedua BKPH. Sedangkan konsistensi yang rendah baik di BKPH Dungus maupun di BKPH Dagangan yaitu antara persentase penutupan tajuk citra dengan persentase penutupan tajuk lapangan. Hal tersebut disebabkan oleh pengamatan persen penutupan tajuk yang sangat subyektif, yaitu tergantung kepada keahlian dan ketrampilan interpreter. Sehingga menyebabkan hasil yang berbeda antara interpreter satu dengan yang lain.salah satu sifat jati yang meranggas pada musim kemarau juga menjadi salah satu penyebab nilai konsistensi antara penutupan tajuk citra dengan lapangan kecil. Sebab adanya perbedaan musim saat pengambilan sampel dengan pemotretan foto udara yang dapat menyebabkan nilai konsistensinya kecil. 4.3 Pemilihan Model Persamaan Regresi Antar Peubah Dalam pemilihan model yang digunakan pertama yaitu pertimbangan besarnya nilai koefisien determinasi. Koefisien determinasi (R 2 ) merupakan suatu ukuran dari besarnya keragaman peubah tidak bebas yang dapat diterangkan oleh

61 45 keragaman bebasnya. Dimana koefisien ini digunakan untuk mengetahui tingkat ketelitian dan keeratan hubungan antar peubah yang digunakan pada model terpilih. Namun dalam pemilihan model tidak hanya di titik beratkan pada nilai koefisien determinasi yang terbesar. Sebab masih harus dilakukan uji verifikasi model berdasarkan peringkat hasil skor uji verifikasi dari masing-masing nilai Uji-χ 2, е (Bias), SA (Simpangan Agregat), SR (Simpangan Rata-rata) dan RMSE (Root Mean Square Error) untuk dapat menentukan hasil pemilihan model terbaik. Model-model yang memenuhi syarat untuk pendugaan volume tegakan disajikan pada Tabel 10. Berdasarkan hasil analisis korelasi, model-model tersebut memiliki nilai r yang relatif tinggi. Seperti pada lokasi BKPH Dungus nilai r berkisar antara 0,77 sampai 0,89 sedangkan pada BKPH Dagangan kisaran nilai r relatif tinggi yaitu sebesar 0,75 sampai 0,93. Berdasarkan analisis uji Z, diketahui bahwa peubah bebas pada keseluruhan model yang terbangun memiliki hubungan yang cukup erat terhadap nilai volumenya. Hal tersebut diketahui dari nilai Z-hitung yang lebih kecil dari nilai Z-tabelnya. Demikian pula dengan nilai koefisien determinasinya (R 2 ). Baik di BKPH Dungus dan BKPH Dagangan memiliki nilai R 2 yang lebih dari 50%. Rata-rata di BKPH Dungus sebesar 57,2% - 79,3% dan di BKPH Dagangan sebesar 56% - 85,7% sehingga model terbangun pada BKPH Dungus dan Dagangan layak untuk digunakan.

62 46 Tabel 10 Model penduga volume tegakan BKPH No Model R 2 (%) R 2 -adj (%) F- tabel α= 0.05 α= 0.01 F- hit r Z-hitung Dungus 1 Vbc = -93,741+1,107C+5,451D+0,419N 75,4 72,6 2,98 4,64 26,59 0,87-0,298 2 Vbc = -62,221+1,266C 57,2 55,7 4,20 7,64 37,48 0,76-0,216 Dagangan Keterangan: Z-tabel = 1,96 3 Vbc = -36,72+0,008C 2 +0,422D 2 +0,015N 2 74,6 69,3 2,98 4,64 80,56 0,86-0,381 4 Vbc = 90,582-3,033C+0,03C ,6 4,20 7,64 49,64 0,77-0,463 5 Vbc = -16,190-2,068C+21,02D-0,004CD+0,022C 2-1,323D 2 79,3 75 2,51 3,67 99,96 0,89-0,195 6 Vbc = 1,735E-5C 3,336 59,6 51,1 4,18 7,6 49,10 0,77-0,339 7 Vbc = 1,499E-5C 2,693 D 1,159 N 0,267 73,7 68,1 2,93 4,54 77,57 0,86-0,36 8 Vbc = -32, ,008C 2 + 0,359D ,5 3,35 5,49 78,58 0,86-1,08 1 Vbc=10,361+1,169N 56,4 54,8 4,20 7,64 36,18 0,75-0,24 2 Vbc=-10,164+1,027N+1,752D+0,081C 85,7 84 2,98 4,64 51,78 0,93-0,15 3 Vbc=6,909N 0, ,9 4,20 7,64 588,88 0,75-0,22 4 Vbc=0,461 C 0,278 D 0,744 N 0,449 85,5 83,85 2,98 4, ,89 0,93-0,22 5 Vbc=3,945+0,001C 2 +0,102D 2 +0,05N 2 85,1 83,4 2,98 4, ,96 0,92-4,47 6 Vbc=-28,279-0,595C+14,229D+0,045CD+0,003C 2-0,989D 2 71,5 65,6 2,51 3,67 560,57 0,84-3,96 46

63 Verifikasi Model Berdasarkan peringkat hasil skor uji verifikasi dari masing-masing nilai Uji-χ 2, е (Bias), SA (Simpangan Agregat), SR (Simpangan Rata-rata) dan RMSE (Root Mean Square Error) (Tabel 12), maka dapat diketahui bahwa model terbaik untuk menduga sediaan tegakan jati pada lokasi BKPH Dungus yaitu Vbc = 1,499E-5C 2,693 D 1,159 N 0,267 dengan R 2 = 73,7% dan skor total sebesar 18,99 sedangkan model terbaik untuk menduga sediaan tegakan jati pada lokasi BKPH Dagangan yaitu Vbc= -10,164+1,027N+1,752D+0,081C dengan R 2 = 85,7% dan skor totalnya sebesar 22,79. Hal ini dapat diketahui berdasarkan nilai uji koefisien regresi, nilai koefisien determinasi serta nilai uji verifikasi seperti pada Tabel 10, 11, dan 12. Berikut ini akan disajikan Tabel 11 dan 12 yang akan menjelaskan model mana yang terpilih serta data penyusunan model yang terlampir pada Lampiran 5 sampai 8.

64 48 Tabel 11 Uji verifikasi model BKPH No Model SA SR e RMSE t- hit t- tabel Dungus 1 Vbc = -93,741+1,107C+5,451D+0,419N 0,04 51,57 54,71 33,54 0,343 1, ,34 2 Vbc = -62,221+1,266C 0,01 51,76 66,88 3,53-0,091 1, ,34 3 Vbc = -36,72+0,008C 2 +0,422D 2 +0,015N 2 0,02 37,50 39,82 26,02 0,208 1, ,34 Dagangan 4 Vbc = 90,582-3,033C+0,03C 2 0,12 28,82 64,70 36,55-1,322 1, ,34 5 Vbc = -16,190-2,068C+21,02D-0,004CD+0,022C 2-1,323D 2 0,01 48,17 35,91 21,54 0,111 1, ,34 6 Vbc = 1,735E-5C 3,336 0,05 25,75 48,78 29,52-0,53 1, ,34 7 Vbc = 1,499E-5C 2,693 D 1,159 N 0,267 0,05 20,65 30,77 16,29-0,667 1, ,34 8 Vbc = -32, ,008C 2 + 0,359D 2 0,11 77,00 48,30 28,15 0,986 1, ,34 1 Vbc= 10,361+1,169N 0,05 13,58 15,76 8,62 0,872 1, ,12 2 Vbc= -10,164+1,027N+1,752D+0,081C 0,04 7,60 7,44 2,91 1,33 1, ,34 3 Vbc= 6,909N 0,507 0,05 13,74 15,78 8,34 1,028 1, ,12 4 Vbc= 0,461 C 0,278 D 0,744 N 0,449 0,04 8,54 8,44 3,42 1,367 1, ,34 5 Vbc= 3,945+0,001C 2 +0,102D 2 +0,05N 2 0,05 8,61 10,00 4,86-1,763 1, ,34 6 Vbc= -28,279-0,595C+14,229D+0,045CD+0,003C 2-0,989D 2 0,02 9,99 9,93 4,55 0,333 1, ,34 χ2- hit χ2- tabel (0.05) 48

65 49 Tabel 12 Peringkat hasil verifikasi model terbaik BKPH No Model SA SR е RMSE Skor R 2 Total Peringkat Dungus 1 Vbc = -93,741+1,107C+5,451D+0,419N 3,72 2,80 2,35 1,36 1,71 11, Vbc = -62,221+1,266C 4,92 2,79 1,00 5,00 5,00 18, Vbc = -36,72+0,008C 2 +0,422D 2 +0,015N 2 4,63 3,80 4,00 2,28 1,85 16, Vbc = 90,582-3,033C+0,03C 2 1,00 4,42 1,24 1,00 4,49 12, Vbc = -16,190-2,068C+21,02D-0.004CD+0,022C 2-1,323D 2 5,00 3,05 4,43 2,82 1,00 16, Vbc = 1,735E-5C 3,336 3,49 4,64 3,01 1,85 4,57 17, Vbc = 1,499E-5C 2,693 D 1,159 N 0,267 3,52 5,00 5,00 3,45 2,01 18, Vbc = -32, ,008C 2 + 0,359D 2 1,18 1,00 3,06 2,02 1,96 9,22 8 Dagangan 1 Vbc= 10,361+1,169N 1,71 1,11 1,00 1,00 1,05 5, Vbc= -10,164+1,027N+1,752D+0,081C 2,79 5,00 5,00 5,00 5,00 22, Vbc= 6,909N 0,507 1,00 1,00 0,99 1,19 1,00 5, Vbc= 0,461 C 0,278 D 0,744 N 0,449 2,20 4,39 4,52 4,64 4,97 20, Vbc= 3,945+0,001C 2 +0,102D 2 +0,05N 2 1,06 4,34 3,77 3,63 4,92 17, Vbc= -28,279-0,595C+14,229D+0,045CD+0,003C 2-0,989D 2 5,00 3,45 3,80 3,85 3,09 19,

66 Pendugaan Biomassa Setelah mendapatkan volume dari hasil model pendugaan sediaan tegakan kemudian dapat pula menentukan nilai biomassanya. Brown (1997) mendefinisikan biomassa hutan sebagai bobot total materi organisme hidup setiap pohon di atas permukaan tanah yang dinyatakan dalam bobot kering ton per unit area. Biomassa dapat pula didefinisikan sebagai bobot dari material tumbuhan hidup per unit area. Pada penelitian ini nilai estimasi biomasa dibedakan dalam KU (Kelas Umur) pada kedua BKPH. Pada BKPH Dungus kelas umur yang ada yaitu kelas umur III, VI, VII, dan VIII. Sedangkan pada BKPH Dagangan dibedakan dalam kelas umur IV, V, VI, VII, dan VIII. Pada penelitian ini menggunakan rumus alometrik Brown (1997), Ketterings, Vademecum Kehutanan (1976) dan menggunakan rumus biomassa menggunakan BEF. Berdasarkan Gambar 21 dan perhitungan biomassa pada Lampiran 9 total nilai biomassa pada BKPH Dungus dengan menggunakan BEF (Biomassa Expantion Factor ) memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan pendugaan biomassa Brown, Ketterings, dan Vademecum Biomassa (ton/ha) Brown Ketterings Vademecum BEF 0 III VI VII VIII KU (Kelas Umur) Gambar 21 Grafik total biomassa alometrik Brown, Ketterings, Vademecum, dan BEF pada BKPH Dungus. Nilai biomassa total terendah yang disajikan pada Tabel 13 pada lokasi BKPH Dungus terdapat pada kelas umur III dengan nilai sebesar 451,17ton/ha

67 51 untuk persamaan Brown, 452,05 ton/ha untuk persamaan Ketterings, 1.291,35 ton/ha untuk persamaan Vademecum dan 1.483,63 ton/ha untuk persamaan menggunakan BEF. Sedangkan nilai total biomassa tertinggi pada kelas umur VII sebesar 2.988,09 ton/ha untuk persamaan Brown, 4.310,8 ton/ha pada persamaan Ketterings, 5.503,57 ton/ha untuk persamaan Vademecum dan 6.323,03 ton/ha dengan menggunakan BEF. Tabel 13 Total biomassa di BKPH Dungus KU Plot per Total Biomassa per KU(ton/ha) KU Brown Ketterings Vademecum BEF III 4 451,17 452, , ,63 VI 7 930, , , ,65 VII , , , ,03 VIII 3 478,03 685, , ,43 Sedangkan pada lokasi BKPH Dagangan seperti yang disajikan pada Gambar 22, kelas umur V memiliki nilai total biomassa yang rendah untuk keempat persamaan pendugaan biomassa dan pada kelas umur VII memiliki nilai biomassa total tertinggi Biomassa (ton/ha) IV V VI VII VIII KU (Kelas Umur) Brown Ketterings Vademecum BEF Gambar 22 Grafik total biomassa alometrik Brown, Ketterings, Vademecum, dan BEF pada BKPH Dagangan.

68 52 Berdasarkan Tabel 14 dan hasil perhitungan total (Lampiran 10) nilai estimasi biomassa terendah terdapat pada kelas umur V yaitu sebesar 633,68 ton/ha untuk persamaan Brown, 750,74 ton/ha untuk persamaan Ketterings, 887,51 ton/ha untuk persamaan Vademecum dan 1.019,65 ton/ha dengan menggunakan BEF. Tabel 14 Total biomassa di BKPH Dagangan KU Plot per KU Total Biomassa per KU(ton/ha) Brown Ketterings Vademecum BEF IV 4 916, , , ,80 V 4 633,68 750,74 887, ,65 VI 4 713, , , ,76 VII , , , ,64 VIII 4 749, ,08 987, ,91 Sedangkan untuk nilai estimasi total tertinggi terdapat pada kelas umur VII yaitu sebesar 2.134,05 ton/ha untuk persamaan Brown, 3.056,13 ton/ha untuk persamaan Ketterings, 3.110,50ton/ha untuk persamaan Vademecum dan 3.573,64 ton/ha dengan menggunakan formula BEF. Perhitungan biomassa dengan menggunakan BEF menghasilkan nilai biomassa yang lebih tinggi baik di lokasi BKPH Dungus dan BKPH Dagangan sedangakan menggunakan alometrik Brown cenderung underestimate sehingga lebih tepat menggunakan persamaan Ketterings dan Vedemecum. Pada alometrik Ketterings peubah yang digunakan yaitu diameter untuk mencari estimasi biomassanya. Sedangkan pada persamaan Vedemecum peubah yang digunakan adalah volume. Volume tersebut didapatkan dari hasil pemilihan persamaan model terbaik yang memiliki unsur peubah C-c(persentase penutupan tajuk citra), D-c (diameter tajuk citra), N-c (jumlah pohon citra), sehingga dapat dihubungkan bahwa dengan menggunakan pemanfaatan citra dijital non-metrik dapat pula diduga nilai estimasi biomassanya. Besarnya nilai pendugaan dengan menggunakan BEF dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah BEF yang digunakan untuk menghitung biomassa tidak dihasilkan dari data pada daerah penelitian. Nilai BEF pada tegakan jati ini dikembangkan oleh Kraenzel et al. (2003) berdasarkan data perhitungan biomassa

69 53 tegakan jati secara destruktif di daerah Panama. Oleh sebab itu nilai estimasi biomassanya sangat overestimate sebab nilai BEF tersebut tidak mewakili kondisi tegakan di KPH Madiun baik di BKPH Dungus ataupun di BKPH Dagangan. Sehingga sebaiknya pendugaan biomassa menggunakan BEF tidak digunakan pada lokasi ini. Berdasarkan Gambar 21 dan Gambar 22 dapat dilihat bahwa baik pada BKPH Dungus dan BKPH Dagangan memiliki nilai estimasi tertinggi pada kelas umur VII. Hal tersebut disebabkan pada kelas umur tersebut yang hampir mendominasi pada KPH Madiun khususnya pada BKPH Dungus dan BKPH Dagangan. Pada kelas umur VIII nilai estimasi biomassanya selalu menurun sebab jumlah pohonnya sedikit. Hal tersebut disebabkan salah satunya oleh pencurian kayu yang terjadi di daerah tersebut. Menurut (Lugo dan Snedaker 1974 dalam Kusmana 1993) besarnya biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan serta faktor iklim seperti curah hujan dan suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju peningkatan biomassa pohon. 4.6 Penyusunan Tabel Volume Berdasarkan hasil uji-uji sebelumnya didapatkan hasil model terbaik penduga sediaan tegakan jati (Tectona grandis Linn f) dengan rumus Vbc = 1,499E-5C 2,693 D 1,159 N 0,267 untuk BKPH Dungus, sedangkan untuk BKPH Dagangan model terbaik dengan rumus ivbc=--10, n+1,752d+0,081c. Pada penelitian ini dalam pembuatan tabel volume sediaan tegakannya dipilih model yang memuat sedikit peubah, kemudahan dalam pengukuran dan potensi kesalahannya rendah. Maka dipilihlah model dengan peringkat 2 pada BKPH Dungus yaitu model Vbc = -62,221+1,266C dengan nilai R 2 sebesar 57,2%. Sedangkan di BKPH Dagangan dipilihkan model pada peringkat 5 yaitu Vbc=10,361+1,169N dengan R 2 sebesar 56,4%. Tabel 15 akan menjelaskan tabel volume BKPH Dungus dan Tabel 16 akan menjelaskan tabel volume BKPH Dagangan.

70 54 Tabel 15 Tabel Volume (m 3 /ha) BKPH Dungus C (%) ,79 23,45 36,11 48,77 61,43 74,09 86,75 99,41 112,07 124, ,39 150,05 162,71 175,37 188,03 200,69 213,35 226,01 238,67 251, ,99 276,65 289,31 301,97 314,63 327,29 339,95 352,61 365,27 377, ,59 403,25 415,91 428,57 441,23 453,89 466,55 479,21 491,87 504, ,19 529,85 542,51 555,17 567,83 580,49 593,15 605,81 618,47 631,13 Keterangan: SA = 0,01 e = 66,88 SR = 51,76 RMSE = 3,53 Tabel 16 Tabel Volume (m 3 /ha) BKPH Dagangan N ,05 33,74 45,43 57,12 68,81 80,50 92,19 103,88 115, ,95 150,64 162,33 174,02 185,71 197,40 209,09 220,78 232, ,85 267,54 279,23 290,92 302,61 314,30 325,99 337,68 349,37 Keterangan: SA = 0,05 e = 15,76 SR = 13,58 RMSE = 8, Monogram Monogram merupakan hasil interpretasi dan model penduga pada citra yang disajikan dalam bentuk gambar. Profil tajuk pada hutan tanaman jati ini dapat dilihat penampakannya dengan suatu bahasa pemrograman yang disebut dengan script avenue. Dari script ini dapat dilihat profil pohon dan profil tajuk pada hutan tersebut dengan cepat dan efisien sehingga tidak memerlukan banyak waktu. Pada lokasi BKPH Dungus dengan gambar monogram dan profil pohon yang disajikan pada Gambar 23 sampai dengan Gambar 26, hasil pengukuran pada KU III, VI dan VIII persentase penutupan tajuk (crown cover) masuk kedalam kelas sedang dengan rata-rata 59% - 73% sedangkan KU VII persentase penutupan tajuk (crown cover) termasuk dalam kelas besar dengan rata-rata 74% - 87%. Untuk dimensi tegakan diameter tajuk KU III termasuk dalam kelas kecil dengan rata-rata sebesar 3,57m 5,21m sedangkan pada KU VI, VII dan VIII termasuk kedalam kelas besar dengan rata-rata 6,86m 8,5m. Sedangkan untuk jumlah pohon dengan kelas kecil terdapat pada KU VIII dengan rata-rata 5-11, untuk jumlah pohon sedang terdapat pada KU VI dan VII serta untuk KU III memiliki jumlah pohon yang besar sebab belum dilakukannya penjarangan.

71 55 Gambar 23 Monogram dan profil pohon plot 241 KU III BKPH Dungus. Gambar 24 Monogram dan profil pohon plot 192 KU VI BKPH Dungus.

72 56 Gambar 25 Monogram dan profil pohon plot 215 KU VII BKPH Dungus. Gambar 26 Monogram dan profil pohon plot 246 KU VIII BKPH Dungus.

73 57 Sedangkan pada lokasi BKPH Dagangan, yang disajikan pada Gambar 27 sampai dengan Gambar 31 hasil pengukuran persentase penutupan tajuk (crown cover) pada KU IV, V dan VII termasuk dalam kategori kelas sedang dengan kisaran 73% - 84%. Pada KU VI dan VIII masing-masing memiliki kelas persentase penutupan tajuk besar dengan rata-rata 84% - 95%. Nilai kisaran untuk diameter tajuk, pada KU IV termasuk dalam kelas diameter tajuk kecil dengan kisaran 6m 7,5 m. KU VI dan KU VIII termasuk dalam diameter tajuk besar (9m 10,5m) sedangkan KU V dan VII termasuk dalam kelas diameter tajuk sedang dengan nilai kisaran 7,5 m 9 m. Berbeda dengan jumlah pohon. Pada jumlah pohon, KU IV dan VIII termasuk dalam jumlah pohon kecil dengan nilai kisaran sebesar 5 9 sedangkan pada untuk KU VI, V dan VII termasuk dalam jumlah pohon sedang dengan kisaran pohon. Gambar 27 Monogram dan profil pohon plot 38 KU IV BKPH Dagangan.

74 58 Gambar 28 Monogram dan profil pohon plot 18 KU V BKPH Dagangan. Gambar 29 Monogram dan profil pohon plot 184 KU VI BKPH Dagangan.

75 59 Gambar 30 Monogram dan profil pohon plot 194 KU VII BKPH Dagangan. Gambar 31 Monogram dan profil pohon plot 19 KU VIII BKPH Dagangan.

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan di BKPH Dungus dan BKPH Dagangan KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur pada bulan Oktober sampai November

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korelasi antar peubah Besarnya kekuatan hubungan antar peubah dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya (r). Nilai koefisien korelasi memberikan pengertian seberapa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 21 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di KPH Kebonharjo Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah. Meliputi Bagian Hutan (BH) Tuder dan Balo, pada Kelas Perusahaan Jati.

Lebih terperinci

PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI

PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI (Tectona grandis Linn.F) MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 50 M DAN 12,5 M (Studi Kasus : KPH Kebonharjo Perhutani Unit

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2011-Februari 2012. Lokasi penelitian terletak di KPH Madiun, yaitu: BKPH Dagangan dan BKPH Dungus (Gambar 2). Pra

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di KPH Banyumas Barat (Bagian Hutan Dayeuluhur, Majenang dan Lumbir). Penelitian ini dilakukan dengan mengolah dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian 3.2 Alat dan bahan 3.3 Metode pengambilan data

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian 3.2 Alat dan bahan 3.3 Metode pengambilan data BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2011 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. 3.2 Alat dan bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan inventarisasi sumberdaya hutan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam perencanaan hutan. Inventarisasi hutan diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Areal Kerja perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di petak 209 dan 238 pada RKT 2009 di IUPHHK-HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Kabupaten Kepulauan

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Nopember 2010. Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya, Provinsi

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat.

BAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat. BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan hutan mangrove di hutan alam Batu Ampar Kalimantan Barat. Pengambilan data di lapangan dilaksanakan dari bulan Januari

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA POTENSI DAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN HUJAN TROPIS MENGGUNAKAN CITRA SPOT 5 SUPERMODE

MODEL PENDUGA POTENSI DAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN HUJAN TROPIS MENGGUNAKAN CITRA SPOT 5 SUPERMODE MODEL PENDUGA POTENSI DAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN HUJAN TROPIS MENGGUNAKAN CITRA SPOT 5 SUPERMODE (Studi Kasus di Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Bungo) URIP AZHARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM START MENGGUNAKAN UNIT CONTOH LINGKARAN KONVENSIONAL

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni hingga bulan Juli 2011 di IUPHHK-HA PT Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua. 3.2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian Pengumpulan Data

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian Pengumpulan Data 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur pada Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bubulan, Dander, Clebung,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 25 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemilihan Pohon Contoh Pohon contoh yang digunakan dalam penelitian ini jenis keruing (Dipterocarpus spp.). Pemilihan pohon contoh dilakukan secara purposive pada RKT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengambilan Plot Contoh di Lapangan Berdasarkan jumlah pohon yang ditemukan di lapangan, jumlah pohon yang diperoleh dari 38 plot lokasi BKPH Dagangan ada sebanyak 372

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Pinus 2.1.1. Habitat dan Penyebaran Pinus di Indonesia Menurut Martawijaya et al. (2005), pinus dapat tumbuh pada tanah jelek dan kurang subur, pada tanah

Lebih terperinci

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO

Lebih terperinci

PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TEGAKAN REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT ZANI WAHYU RAHMAWATI

PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TEGAKAN REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT ZANI WAHYU RAHMAWATI PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TEGAKAN REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT ZANI WAHYU RAHMAWATI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UNIT CONTOH LINGKARAN DAN UNIT CONTOH N-JUMLAH POHON DALAM PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DITO SEPTIADI MARONI SITEPU

PERBANDINGAN UNIT CONTOH LINGKARAN DAN UNIT CONTOH N-JUMLAH POHON DALAM PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DITO SEPTIADI MARONI SITEPU PERBANDINGAN UNIT CONTOH LINGKARAN DAN UNIT CONTOH N-JUMLAH POHON DALAM PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DITO SEPTIADI MARONI SITEPU DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI ( Tectona grandis Linn. f) PADA PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA AHSAN MAULANA DEPARTEMEN HASIL HUTAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 49 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penentuan Data Pohon Contoh Untuk penyusunan tabel volume pohon sebagai alat bantu IHMB di PT. Ratah Timber ini diperlukan data-data dimensi pohon dari setiap pohon contoh

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN LAHAN KERING DENGAN TEKNIK DOUBLE SAMPLING MENGGUNAKAN CITRA RESOLUSI TINGGI DI KABUPATEN PASAMAN, SUMATERA BARAT

PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN LAHAN KERING DENGAN TEKNIK DOUBLE SAMPLING MENGGUNAKAN CITRA RESOLUSI TINGGI DI KABUPATEN PASAMAN, SUMATERA BARAT PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN LAHAN KERING DENGAN TEKNIK DOUBLE SAMPLING MENGGUNAKAN CITRA RESOLUSI TINGGI DI KABUPATEN PASAMAN, SUMATERA BARAT MUHAMMAD SETYAWAN ANWAR DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemilihan Pohon Contoh Pengambilan data pohon contoh ini dilakukan secara purposive sampling pada areal petak tebangan dan areal pembuatan jalan. Pengukuran dilakukan pada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2009

Lebih terperinci

PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT

PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT CHOIRIDA EMA WARDASANTI E14070041 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENYUSUNAN TABEL VOLUME JATI (Tectona grandis, Linn.f) MENGGUNAKAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DI KPH JATIROGO, PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR

PENYUSUNAN TABEL VOLUME JATI (Tectona grandis, Linn.f) MENGGUNAKAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DI KPH JATIROGO, PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR PENYUSUNAN TABEL VOLUME JATI (Tectona grandis, Linn.f) MENGGUNAKAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DI KPH JATIROGO, PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR DWI NYOTO PRASETIYANING TIYAS DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Desember 2009. Penelitian ini terbagi atas pengambilan dan pengumpulan

Lebih terperinci

PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS DAN AGATHIS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT WIWID ARIF PAMBUDI

PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS DAN AGATHIS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT WIWID ARIF PAMBUDI PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS DAN AGATHIS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT WIWID ARIF PAMBUDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA PUTRI KOMALASARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 di Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK

POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK SKRIPSI Tandana Sakono Bintang 071201036/Manajemen Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. DAS ini memiliki panjang sungai utama sepanjang 124,1 km, dengan luas total area sebesar

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA PEUBAH TEGAKAN PINUS PADA AREAL REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT FADEL IBNU PERDANA

MODEL PENDUGA PEUBAH TEGAKAN PINUS PADA AREAL REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT FADEL IBNU PERDANA MODEL PENDUGA PEUBAH TEGAKAN PINUS PADA AREAL REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT FADEL IBNU PERDANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PERAMBAHAN KOTA (URBAN SPRAWL) TERHADAP LAHAN PERTANIAN DI KOTA MAKASSAR BERDASARKAN CITRA SATELIT LANDSAT 5 TM (STUDI KASUS KECAMATAN BIRINGKANAYA)

PERAMBAHAN KOTA (URBAN SPRAWL) TERHADAP LAHAN PERTANIAN DI KOTA MAKASSAR BERDASARKAN CITRA SATELIT LANDSAT 5 TM (STUDI KASUS KECAMATAN BIRINGKANAYA) PERAMBAHAN KOTA (URBAN SPRAWL) TERHADAP LAHAN PERTANIAN DI KOTA MAKASSAR BERDASARKAN CITRA SATELIT LANDSAT 5 TM (STUDI KASUS KECAMATAN BIRINGKANAYA) SRI WAHYUNI WERO G 621 08 264 Skripsi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENEBANGAN RATA TANAH UNTUK POHON JATI (Tectona grandis Linn f ) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur RIZQIYAH

ANALISIS KEBIJAKAN PENEBANGAN RATA TANAH UNTUK POHON JATI (Tectona grandis Linn f ) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur RIZQIYAH ANALISIS KEBIJAKAN PENEBANGAN RATA TANAH UNTUK POHON JATI (Tectona grandis Linn f ) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur RIZQIYAH DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI. Oleh : PUTRI SINAMBELA /MANAJEMEN HUTAN

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI. Oleh : PUTRI SINAMBELA /MANAJEMEN HUTAN ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI Oleh : PUTRI SINAMBELA 071201035/MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011 LEMBAR PENGESAHAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni Juli 2012 di area Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo Alasmandiri,

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H.

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013. 30 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang penting untuk kehidupan manusia karena hutan memiliki fungsi sosial, ekonomi dan lingkungan. Fungsi lingkungan dari hutan salah

Lebih terperinci

PENYUSUNAN TABEL VOLUME POHON Eucalyptus grandis DI HUTAN TANAMAN PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk SEKTOR TELE, KABUPATEN SAMOSIR

PENYUSUNAN TABEL VOLUME POHON Eucalyptus grandis DI HUTAN TANAMAN PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk SEKTOR TELE, KABUPATEN SAMOSIR PENYUSUNAN TABEL VOLUME POHON Eucalyptus grandis DI HUTAN TANAMAN PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk SEKTOR TELE, KABUPATEN SAMOSIR SKRIPSI OLEH TETTY HRU PARDEDE 031201029 / MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di petak tebang Q37 Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2011 IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Desa Mamahak Teboq,

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000) Artikel (Article) PENDUGAAN BIOMASSA POHON BERDASARKAN MODEL FRACTAL BRANCHING PADA HUTAN SEKUNDER DI RANTAU PANDAN, JAMBI Fractal Branching Model

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada daerah kajian Provinsi Kalimantan Barat. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan Sistem

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG Rina Sukesi 1, Dedi Hermon 2, Endah Purwaningsih 2 Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENAFSIRAN VISUAL ANTARA CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 50 M DENGAN CITRA LANDSAT RESOLUSI 30 M DALAM MENGIDENTIFIKASI PENUTUPAN LAHAN

PERBANDINGAN PENAFSIRAN VISUAL ANTARA CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 50 M DENGAN CITRA LANDSAT RESOLUSI 30 M DALAM MENGIDENTIFIKASI PENUTUPAN LAHAN PERBANDINGAN PENAFSIRAN VISUAL ANTARA CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 50 M DENGAN CITRA LANDSAT RESOLUSI 30 M DALAM MENGIDENTIFIKASI PENUTUPAN LAHAN (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di hutan rakyat Desa Dlingo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai analisis data Landsat 7 untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit mengambil daerah studi kasus di areal perkebunan PTPN VIII

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di IUPHHK HA (ijin usaha pemamfaatan hasil hutan kayu hutan alam) PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut,

Lebih terperinci

Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat MAULIDIAN

Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat MAULIDIAN Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas Sanggau Kalimantan Barat MAULIDIAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di anak petak 70c, RPH Panggung, BKPH Dagangan, KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI VOLUME, BIOMASSA, DAN CADANGAN KARBON TEGAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT VIVI SELVIANA

PENDUGAAN POTENSI VOLUME, BIOMASSA, DAN CADANGAN KARBON TEGAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT VIVI SELVIANA PENDUGAAN POTENSI VOLUME, BIOMASSA, DAN CADANGAN KARBON TEGAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT VIVI SELVIANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus. 3.2 Objek

Lebih terperinci

PENDUGAAN CADANGAN KARBON HUTAN TANAMAN

PENDUGAAN CADANGAN KARBON HUTAN TANAMAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON HUTAN TANAMAN Eucalyptus grandis TAHUN TANAM 2004 DAN 2005 DI AREAL HPHTI PT TPL SEKTOR AEK NAULI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM SKRIPSI Oleh: NORA V. BUTARBUTAR 051201030 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN SKRIPSI Oleh : WARREN CHRISTHOPER MELIALA 121201031 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian 19 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur (Lampiran 14). Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan alam tropika di areal IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 3.1 Data BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 1. Citra Landsat-5 TM, path 122 row 065, wilayah Jawa Barat yang direkam pada 2 Juli 2005 (sumber: LAPAN). Band yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan gambut merupakan salah satu tipe hutan yang terdapat di Indonesia dan penyebarannya antara lain di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan Pulau

Lebih terperinci

Jaya, I N.S Fotogrametri dan Penafsiran Potret Udara di Bidang Kehutanan. Bogor: Laboratorium Inventarisasi Sumberdaya Hutan.

Jaya, I N.S Fotogrametri dan Penafsiran Potret Udara di Bidang Kehutanan. Bogor: Laboratorium Inventarisasi Sumberdaya Hutan. DAFTAR PUSTAKA Budi, C. 1998. Penyusunan Model Penduga Volume Tegakan dengan Foto Udara (Studi kasus di HPH PT. Sura Asia Provinsi Dati I Riau). Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Cochran, W.G.

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

PENYUSUNAN TABEL TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA (Acacia crassicarpa A. CUNN. EX BENTH) STUDI KASUS AREAL RAWA GAMBUT HUTAN TANAMAN PT.

PENYUSUNAN TABEL TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA (Acacia crassicarpa A. CUNN. EX BENTH) STUDI KASUS AREAL RAWA GAMBUT HUTAN TANAMAN PT. i PENYUSUNAN TABEL TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA (Acacia crassicarpa A. CUNN. EX BENTH) STUDI KASUS AREAL RAWA GAMBUT HUTAN TANAMAN PT. WIRAKARYA SAKTI GIANDI NAROFALAH SIREGAR E 14104050 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI Oleh : Ardiansyah Putra 101201018 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

STUDI MODEL STRUKTUR TEGAKAN HUTAN TANAMAN Pinus merkusii Jungh et de Vriese TANPA PENJARANGAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MUTIA ADIANTI

STUDI MODEL STRUKTUR TEGAKAN HUTAN TANAMAN Pinus merkusii Jungh et de Vriese TANPA PENJARANGAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MUTIA ADIANTI STUDI MODEL STRUKTUR TEGAKAN HUTAN TANAMAN Pinus merkusii Jungh et de Vriese TANPA PENJARANGAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MUTIA ADIANTI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN (LAND USE) DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2015

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN (LAND USE) DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2015 EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN (LAND USE) DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2015 SKRIPSI Oleh: Chandra Pangihutan Simamora 111201111 BUDIDAYA HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb. KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.) FARIKA DIAN NURALEXA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

LAPORAN ECOLOGICAL SOCIAL MAPPING (ESM) 2012 FOREST MANAGEMENT STUDENT S CLUB

LAPORAN ECOLOGICAL SOCIAL MAPPING (ESM) 2012 FOREST MANAGEMENT STUDENT S CLUB LAPORAN ECOLOGICAL SOCIAL MAPPING (ESM) 2012 FOREST MANAGEMENT STUDENT S CLUB The Exploration of Resources and Communities Interaction in Gunung Walat University Forest DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Sebaran Stok Karbon Berdasarkan Karaktristik Jenis Tanah (Studi Kasus : Area Hutan Halmahera Timur, Kab Maluku Utara)

Sebaran Stok Karbon Berdasarkan Karaktristik Jenis Tanah (Studi Kasus : Area Hutan Halmahera Timur, Kab Maluku Utara) Sebaran Stok Karbon Berdasarkan Karaktristik Jenis Tanah (Studi Kasus : Area Hutan Halmahera Timur, Kab Maluku Utara) Eva Khudzaeva a a Staf Pengajar Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT PENENTUAN HUBUNGAN TINGGI BEBAS CABANG DENGAN DIAMETER POHON MERANTI PUTIH (Shorea bracteolata Dyer) DI AREAL HPH PT. AYA YAYANG INDONESIA, TABALONG, KALIMANTAN SELATAN Oleh/by EDILA YUDIA PURNAMA 1) ;

Lebih terperinci