IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keragaman Sifat Pertumbuhan dan Taksiran Repeatability Penelitian tentang klon JUN hasil perkembangbiakan vegetatif ini dilakukan untuk mendapatkan performa pertumbuhan serta menaksir nilai repeatability dari setiap tapak mikro. Tabel 3 menyajikan nilai koefisien keragaman serta pertumbuhan maksimal dan minimal klon JUN pada 4 tapak mikro. Tabel 3 Nilai rata-rata variabel pertumbuhan pada setiap tapak mikro TM 1 TM 2 Mean Range CV % Mean Range CV % D 3,50 ± 0,04 0,2 6,19 29,69 3,36 ± 0,04 0,6 7,03 30,04 T 343,66 ± 4, ,74 334,08 ± 4, ,5 34,69 DS 94,14 ± 0, ,59 91,47 ± 0, ,13 TM 3 TM 4 Mean Range CV % Mean Range CV % D 3,48 ± 0,04 0,09 6,95 30,35 3,38 ± 0,04 0,21 7,64 33,31 T 349,65 ± 4,22 58, ,08 325,80 ± 4,49 5, ,22 DS 96,56 ± 0, ,36 93,13 ± 0, ,91 TM=tapak mikro; D=diameter; T=tinggi; DS=daya sintas Tabel 3 menunjukkan pertambahan diameter tertinggi klon JUN pada umur 15 bulan adalah sebesar 7,64 cm yaitu pada tapak mikro 4. Demikian juga dengan pertambahan tinggi klon JUN yang mencapai 7,33 meter. Koefisien keragaman pada setiap tapak mikro menunjukkan angka <50% yang menunjukkan bahwa keragaman pertumbuhan tinggi dan diameter klon JUN umur 15 bulan ini rendah. Semakin rendah nilai koefisien keragaman menunjukkan bahwa tinggi dan diameter klon JUN relatif seragam. Hasil untuk karakter daya sintas, keempat tapak mikro menunjukkan performa yang baik yang ditunjukkan dengan rataan daya sintas yang bernilai >90%. Menurut Na iem (2004) dalam Mahfuz et al. (2010) nilai daya sintas sebesar 90% sudah termasuk indikator yang baik dalam pertanaman uji, karena faktor lingkungan dianggap sudah sesuai dengan jenis pohon pertanaman uji. Hasil dari taksiran repeatability terhadap diameter, tinggi, dan daya sintas disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa variabel klon memiliki andil yang tinggi terhadap pertumbuhan diameter dan tinggi JUN pada umur 15

2 13 bulan. Hal ini ditunjukkan oleh persentase keragaman klon yang lebih tinggi daripada tapak mikro dan interaksi antara klon dengan tapak mikro. Pernyataan tersebut juga diperkuat dengan nilai repeatability karakter tinggi dan diameter yang besar. Nilai repeatability menunjukkan seberapa besar klon/faktor genetik berpengaruh terhadap pertumbuhan suatu tanaman. Tabel 4 Analisis ragam, komponen ragam (%), dan repeatability Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F % % variance R c 2 Diameter 0,855 ± 0,028 TM 3 7,12 2,37 2,48 0,0591 tn 0,10 Klon ,63 10,75 11,25 <,0001 ** 12,37 TM x klon ,39 1,56 1,63 <,0001 ** 3,20 Error ,71 0,96 84,32 Tinggi 0,729 ± 0,044 TM , ,10 5,22 0,0014 ** 0,48 Klon , ,38 5,78 <,0001 ** 5,83 TM x klon , ,38 1,57 <,0001 ** 3,09 Error ,63 90,60 DS 0,044 ± 0,022 TM 3 0,595 0,198 4,09 0,0069 ** 1,74 Klon 41 2,038 0,050 1,03 0,4303 tn 0,27 TM x klon 123 5,845 0,048 0,98 0,5444 tn -0,46 Error ,275 0,048 98,45 **= sangat nyata pada taraf 1%; tn= tidak nyata; TM=tapak mikro; DS=daya sintas Peranan tapak mikro terhadap tinggi juga menunjukkan pengaruh yang sangat nyata pada taraf 1% namun tidak demikian dengan pengaruhnya terhadap diameter. Hal ini diduga terjadi karena kecenderungan pohon muda akan tumbuh ke atas (tinggi) terlebih dahulu sebelum melakukan pertumbuhan ke samping (diameter). Namun demikian, interaksi antara klon dengan tapak mikro-nya menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata terhadap diameter dan tinggi JUN. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan pohon tidak hanya dipengaruhi oleh genetik atau lingkungan semata, namun perpaduan atau interaksi antara genetik dengan lingkungan (Kramer dan Kozlowski dalam Sofyan et al. 2011). Matheson dan Raymond (1984) dalam Sofyan et al. (2011) menyatakan bahwa penelitian yang menggunakan materi dari perbanyakan vegetatif akan seringkali menghasilkan interaksi yang sangat kuat antara klon dengan lingkungannya.

3 14 Kondisi tapak mikro menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap daya sintas JUN. Variabel klon serta interaksi klon dengan tapak mikro belum menunjukkan pengaruh yang nyata untuk karakter daya sintas di lapangan. Variabel klon serta interaksi antara klon dengan tapak mikro tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap daya sintas JUN. Hal ini diduga berhubungan dengan perawatan lahan JUN oleh petani penggarap yang berbeda-beda sehingga mengakibatkan tempat tumbuh jati yang beragam. Pengolahan lahan yang intensif oleh petani penggarap membuat unsur hara yang ada di dalam tanah menjadi lebih kaya karena asupan nutrisi yang ditujukan pada tanaman pertanian secara tidak langsung berpengaruh pada pertumbuhan JUN. Pernyataan ini diperkuat oleh argumen Seldbourne (1972) dalam Sofyan et al. (2011) yang menyatakan bahwa faktor lingkungan edafis memberikan pengaruh yang lebih kuat jika dibandingkan dengan faktor klimatis. Ragam error/kesalahan dalam penelitian ini cukup besar yakni lebih dari 80%. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya heterogenitas lingkungan tempat tumbuh JUN. Hal yang sama juga terjadi pada penelitian Yu dan Pulkkinen (2003) pada penelitian klon hibrid Populus spp. umur 3 tahun yang memiliki keragaman error berkisar 80%. Penelitian Yu dan Pulkkinen (2003) memiliki keragaman tempat tumbuh berupa tipe lahan yaitu lahan pertanian dan kehutanan. Burdon (1977) dalam Yu dan Pulkkinen (2003) menyatakan bahwa seharusnya perhatian yang utama ditujukan pada faktor lingkungan daripada faktor genetik itu sendiri untuk pertanaman uji karena karakter lingkungan menjadi sangat penting apakah dapat menjadi lokasi yang baik dalam pertanaman uji ataukah tidak. Pada lokasi penelitian ini, lahan yang kini digunakan untuk uji klon diduga beragam. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya tunggak-tunggak pohon bekas penebangan pada beberapa tempat di salah satu tapak mikro (Gambar 2), sedangkan pada tapak mikro yang lain tidak ditemukan tunggak-tunggak pohon. Hal ini diduga terdapat perbedaan kegunaan lahan, yaitu pertanian dan perkebunan. Namun demikian standar eror repeatability yang dihasilkan pada masing-masing karakter menunjukkan nilai yang sangat kecil yaitu 0,028 untuk karakter diameter; 0,044 untuk karakter tinggi; serta 0,022 untuk karakter daya sintas. Menurut Mathew dan Vasudeva (2003) nilai standar eror yang sangat kecil

4 15 mengindikasikan bahwa nilai kepercayaan untuk taksiran repeatability yang didapat sangat kuat. Gambar 2 Trubusan pohon bekas tebangan (lingkaran merah) pada tapak mikro 1 dan 2 Repeatability menunjukkan konsistensi dari klon-klon JUN terhadap performa tumbuhnya. Repeatability dianggap sedang jika berkisar antara 0,4 0,6 sedangkan untuk nilai repeatability kurang dari 0,4 dianggap rendah dan lebih dari 0,6 dianggap tinggi. Nilai repeatability yang disajikan pada Tabel 4 menunjukkan nilai yang tinggi yakni 0,86 untuk pertumbuhan diameter serta 0,73 untuk pertumbuhan tinggi. Nilai repeatability berpengaruh pada korelasi genetik antar beberapa sifat, semakin besar nilai repeatability maka nilai korelasi juga akan semakin tinggi. Nilai repeatability juga menunjukkan kemungkinan pertumbuhan pada generasi selanjutnya akan mirip atau tidak dengan indukannya jika ditanam pada kondisi tempat tumbuh serta perlakuan yang sama. Nilai repeatability pada setiap tapak mikro disajikan dalam Tabel 5. Nilai repeatability pada Tabel 5 memperlihatkan nilai rata-rata yang tinggi untuk karakter diameter yaitu 0,770 dan bernilai sedang pada karakter tinggi yaitu bernilai 0,592. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa karakter tinggi memiliki tingkat sensitif yang lebih tinggi daripada karakter diameter. Nilai repeatability untuk daya sintas menunjukkan nilai yang sangat kecil. Hal ini disebabkan nilai repeatability pada tapak mikro 1, 2, dan 3 tidak dapat diestimasi karena ragam eror pada saat pengolahan data yang sangat tinggi (Lampiran 2). Hal ini membuat proses penghitungan untuk taksiran repeatability bernilai negatif.

5 16 Tabel 5 Taksiran nilai repeatability pada setiap tapak mikro Tapak mikro Repeatability Diameter Tinggi Daya Sintas 1 0,760±0,043 0,629±0, ,693±0,050 0,236±0, ,822±0,034 0,781±0, ,806±0,036 0,723±0,046 0,393±0,078 Rata-rata Tabel 5 memperlihatkan hasil yang paling kecil untuk repeatability karakter tinggi pada tapak mikro 2 yaitu sebesar 0,236. Hal ini disebabkan faktor genetik (klon) pada tapak mikro 2 belum menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi JUN (Lampiran 3), sedangkan pada tapak mikro yang lain, terlihat bahwa faktor genetik (klon) berpengaruh sangat signifikan pada pertumbuhan JUN. Kecilnya nilai repeatability pada tapak mikro diduga karena serangan hama penggerek pucuk pada tapak mikro 2 paling besar jika dibandingkan dengan tapak mikro yang lain berdasarkan uji Duncan (Lampiran 3). Serangan hama penggerek pucuk membuat nilai tinggi beberapa klon JUN yang terserang di lapangan menjadi kecil. 4.2 Korelasi antar variabel pertumbuhan Penelitian klon JUN pada umur 15 bulan juga mengamati korelasi antara 2 sifat dalam pertumbuhan. Dua sifat yang berbeda dari suatu populasi yang diukur memungkinkan adanya korelasi antara keduanya (White et al. 2009). Tabel 6 menyajikan korelasi antar ketiga variabel yang diukur. Nilai-nilai yang berada di atas diagonal menunjukkan korelasi genetik dan nilai-nilai yang berada di bawah diagonal menunjukkan korelasi fenotipik. Korelasi fenotipik merupakan korelasi yang terjadi pada interaksi faktor genetik dengan lingkungan, sedangkan korelasi genetik merupakan korelasi yang terjadi pada faktor genetik antara 2 sifat yang diukur (Isik 2009). Korelasi genetik dalam pendugaan nilai korelasi juga dihitung karena menurut White et al. (2009) korelasi antar dua sifat yang berbeda mungkin disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan, sehingga dalam penelitian ini korelasi genetik juga dihitung untuk mengetahui apakah faktor genetik dari klon

6 17 JUN tersebut memiliki korelasi untuk pertumbuhan 2 sifat yang berbeda. Menurut Williams et al. (2002) korelasi genetik yang dihitung dapat digunakan untuk memprediksi respon pada saat dilakukannya penjarangan atau seleksi, membantu prediksi respon suatu sifat yang sulit diukur dengan menggunakan sifat lain yang mudah diukur, memprediksi respon terhadap seleksi di lokasi satu dengan lokasi yang lain, dan untuk memaksimalkan keunggulan dari sifat tertentu yang dipilih pada waktu yang sama melalui indeks seleksi yang dibangun menggunakan korelasi genetik dan heritabilitas. Tabel 6 Korelasi fenotipik (bawah diagonal) dan genotipik (atas diagonal) Diameter Tinggi Daya Sintas Diameter *** 0,884 0,056 Tinggi 0,801 *** 0,070 Daya Sintas 0,002 0,005 *** ***=garis diagonal Tabel 6 menyajikan korelasi genetik antara tinggi dan diameter sebesar 0,884 sedangkan untuk korelasi fenotipik antara tinggi dan diameter sebesar 0,801. Nilai tersebut memperlihatkan korelasi yang kuat antara tinggi dan diameter. Hal ini berarti semakin besar diameter batang klon JUN, semakin besar pula nilai tinggi dari klon JUN tersebut. Korelasi antara daya sintas dengan tinggi maupun dengan diameter menunjukkan angka yang kecil, yang berarti bahwa pertumbuhan tinggi serta diameter pohon masih belum diimbangi dengan daya hidup klon JUN di lapangan. Daya sintas suatu tanaman di lapangan dipengaruhi oleh kemampuan adaptasi tanaman terhadap lingkungan. Selain kemampuan adaptasi, serangan hama dan penyakit juga sangat berpengaruh kepada daya sintas tanaman di lapangan. Hasil korelasi pada Tabel 6 nantinya akan digunakan sebagai patokan dalam kegiatan seleksi (Sofyan et al. 2011). Keputusan untuk melakukan seleksi dilihat dari hasil terbesar yang ditunjukkan pada Tabel 6, dalam hal ini karakter tinggi bisa menjadi dasar kegiatan seleksi. Kesimpulan ini didapat dari hasil korelasi antara tinggi dengan daya sintas (0,070) lebih tinggi daripada korelasi diameter dengan daya sintas (0,056), karena dengan hanya memprioritaskan karakter tinggi JUN maka akan diikuti perbaikan dari karakter daya sintas dan diameter (Sofyan et al. 2011). Namun jika dilihat hasil pada penelitian sebelumnya pada umur 6 bulan hingga 15 bulan, korelasi genetik yang

7 18 dihasilkan belum stabil. Oleh sebab itu perlu adanya kajian mengenai korelasi genetik pada tahun-tahun berikutnya agar mendapatkan hasil yang maksimal. Kerangka penyebaran untuk korelasi fenotipik dapat dilihat dalam Gambar Tinggi (cm) y = 95.34x R² = Kekokohan batang y = x x R² = Diameter (cm) Daya sintas (%) Diameter (cm) y = 0.020x R² = Tinggi (m) y = 2.099x R² = Daya sintas (%) Daya sintas (%) Gambar 3 Kerangka penyebaran korelasi fenotipik Kekokohan batang yang dihitung merupakan perbandingan antara tinggi total dengan diameter batang (Jayusman 2005 dalam Hidayah 2011). Kekokohan batang menunjukkan keseimbangan pertumbuhan antara tinggi dengan diameter. Semakin tinggi nilai kekokohan batang, maka pertumbuhan JUN di lapangan semakin tidak seimbang. Korelasi antara kekokohan batang dengan daya sintas dihitung untuk mengetahui seberapa besar pengaruh ukuran bibit terhadap daya hidup di lapangan. Gambar 3 menunjukkan kekokohan batang yang optimal untuk kemampuan hidup JUN di lapangan ialah ±100.

8 19 Selain menghitung korelasi antar dua sifat klon JUN, dalam penelitian ini juga dihitung korelasi genetik antar tapak mikro. Tabel 7 menyajikan korelasi genetik antar tapak mikro yang diukur. Tabel 7 Korelasi genetik antar tapak mikro Korelasi Diameter Tinggi Tapak mikro 1-2 0,293 0,582 Tapak mikro 1-3 0,227 0,225 Tapak mikro 1-4 0,144 0,224 Tapak mikro 2-3 0,241 0,216 Tapak mikro 2-4 0,210 0,436 Tapak mikro 3-4 0,189 0,135 Rata-rata Korelasi genetik yang dihasilkan antar tapak mikro menunjukkan korelasi yang lemah (digambarkan dengan nilai korelasi yang rendah). Korelasi genetik antar tapak mikro ini menunjukkan bahwa kekuatan hubungan keeratan antar tapak mikro yang diukur sangat lemah. Hal ini berarti bahwa antara tapak mikro satu dengan yang lainnya belum ada hubungan yang mempengaruhi pertumbuhan tinggi dan diameter JUN yang diukur. 4.3 Implikasi pada pemuliaan pohon Uji Duncan dilakukan untuk melihat pengaruh tapak mikro atau klon terhadap pertumbuhan pohon setelah dilihat sidik ragamnya untuk mengetahui apakah antar tapak mikro atau antar klon berbeda atau tidak dalam hal pertumbuhan. Tabel 8 menyajikan hasil uji beda Duncan terhadap keempat tapak mikro. Tabel 8 Rangking tapak mikro berdasarkan uji Duncan Diameter (cm) Tinggi (cm) Daya sintas (%) Tapak mikro mean Tapak mikro mean Tapak mikro Mean 1 3,5 A 3 349,6 A 3 96,6 A 3 3,5 AB 1 343,7 AB 2 94,1 AB 4 3,4 BC 2 334,1 BC 4 91,7 B 2 3,4 C 4 325,8 C 1 91,5 B Nilai mean (rata-rata) dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata

9 20 Pada Tabel 8 di atas memperlihatkan tapak mikro terbaik adalah tapak mikro 1 untuk diameter dan tapak mikro 3 untuk tinggi. Tapak mikro 1 dan 3 konsisten pada urutan pertama dan kedua pada variabel tinggi dan diameter. Hal ini diduga disebabkan pengelolaan lahan oleh petani pada tapak mikro 1 dan 3 sudah baik jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya umur 6 bulan oleh Yunus (2011). Jika dilihat kondisi lapangan tapak mikro 1 dan 3 mayoritas telah bersih dari gulma, sedangkan pada tapak mikro 2 dan 4 masih ada lahan yang belum digarap oleh petani sehingga banyak tumbuh gulma yang bisa mengganggu pertumbuhan JUN. Gambar 4 menunjukkan lokasi pada keempat tapak mikro. (A) (B) (C) (D) Gambar 4 Penampakan lokasi pada: A) tapak mikro 1, B) tapak mikro 2, C) tapak mikro 3, D) tapak mikro 4 Pada penelitian sebelumnya oleh Yunus (2011) rangking tapak mikro terbaik adalah tapak mikro 2. Tapak mikro 2 merupakan tapak mikro dengan perlakuan pemberian pupuk dasar sebesar 5 kg per lubang tanam. Diduga pengaruh pupuk dasar ini hanya untuk pertumbuhan awal tanaman jati pada tapak mikro, sehingga pada penelitian JUN pada umur 6 bulan pengaruh pupuk dasar tersebut masih terlihat. Penelitian pada umur 15 bulan ini lebih berpengaruh kepada pemeliharaan lahan oleh petani serta respon klon terhadap lingkungannya. Selain rangking tapak mikro, rangking klon juga dihitung untuk mengetahui klon yang memiliki performa paling baik hingga umur 15 bulan. Klon bernomor 1 sampai 42 dibuat untuk menandai nama-nama klon yang diteliti. Sepuluh besar klon terbaik disajikan pada Tabel 9.

10 21 Tabel 9 Diameter (cm) Mean Rangking (cm) Rangking sepuluh besar klon-klon terbaik untuk pertumbuhan diameter, tinggi, dan daya sintas Σ Klon No Klon Tinggi (cm) Mean Σ (cm) Klon No Klon Daya Sintas (%) Mean Σ (%) Klon No Klon 1 4, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Estimasi Perolehan Genetik Estimasi perolehan genetik dan pendugaan respon pertumbuhan klon JUN berumur 15 bulan disajikan pada Tabel 10. Perolehan genetik merupakan respon dari adanya seleksi, sedangkan proses seleksi didasarkan pada prinsip bahwa nilai genetik dari rata-rata individu terseleksi lebih baik daripada nilai genetik rata-rata seluruh individu dalam populasi (Leksono et al. 2007). Tabel 10 Rata-rata pertumbuhan dan Estimasi perolehan genetik (%) Kriteria seleksi Tapak mikro 1 Tapak mikro 2 D (cm) T (cm) DS (%) D (cm) T (cm) DS (%) D (cm) 0,50 (14,55) 0,46 (13,43). 0,45 (13,27) 0,28 (8,22). T (cm) 56,52 (16,73) 46,13 (13,66). 53,97 (15,98) 17,31 (5,12). DS (%) 0,43 (0,45) 0,48 (0,51). 0,41 (0,43) 0,29 (0,31). Tapak mikro 3 Tapak mikro 4 D (cm) 0,54 (15,74) 0,51 (14,96). 0,53 (15,44) 0,49 (14,39) 0,02 (0,67) T (cm) 58,78 (17,40) 57,28 (16,96). 58,21 (17,23) 53,03 (15,70) 3,17 (0,94) DS (%) 0,44 (0,47) 0,53 (0,57). 0,44 (0,47) 0,51 (0,55) 3,44 (3,67) Nilai perolehan genetik ditulis dalam tanda kurung; D=diameter; T=tinggi; DS=daya sintas Estimasi perolehan genetik merupakan nilai kuantitatif dari respon sebuah populasi terhadap seleksi yang dilakukan pada populasi tersebut. Perolehan genetik berkaitan erat dengan nilai repeatability dari masing-masing karakter. Semakin besar nilai repeatability sebuah karakter maka nilai dari perolehan genetik juga akan semakin besar.

11 22 Hasil pada Tabel 10 menunjukkan kemungkinan jika dilakukan seleksi berdasarkan diameter maka respon yang dihasilkan terhadap tinggi berkisar 8,22 14,96%. Hasil yang didapatkan jika dilakukan seleksi berdasarkan tinggi maka respon terhadap diameter berkisar 15,98 17,40%. Pernyataan ini memperkuat argumen sebelumnya bahwa karakter tinggi bisa menjadi dasar dalam proses seleksi.

UJI KLON JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) UMUR 30 BULAN DI KABUPATEN PURWAKARTA JAWA BARAT TINTIN GIGIH WIDHYASTUTI

UJI KLON JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) UMUR 30 BULAN DI KABUPATEN PURWAKARTA JAWA BARAT TINTIN GIGIH WIDHYASTUTI UJI KLON JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) UMUR 30 BULAN DI KABUPATEN PURWAKARTA JAWA BARAT TINTIN GIGIH WIDHYASTUTI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

UJI PERTUMBUHAN KLON JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) UMUR 15 BULAN DI KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT ARGHA ADITYA CIPTA NUGRAHA

UJI PERTUMBUHAN KLON JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) UMUR 15 BULAN DI KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT ARGHA ADITYA CIPTA NUGRAHA UJI PERTUMBUHAN KLON JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) UMUR 15 BULAN DI KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT ARGHA ADITYA CIPTA NUGRAHA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 UJI

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan kayu meningkat setiap tahun, sedangkan pasokan yang dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu dunia diperkirakan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jati (Tectona grandis Linn F.) merupakan salah satu produk kayu mewah

BAB I PENDAHULUAN. Jati (Tectona grandis Linn F.) merupakan salah satu produk kayu mewah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn F.) merupakan salah satu produk kayu mewah hasil hutan yang sangat diminati di pasaran. Kayu jati sering dianggap sebagai kayu dengan serat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah sengon (Falcataria moluccana). Jenis ini dipilih karena memiliki beberapa

BAB I PENDAHULUAN. adalah sengon (Falcataria moluccana). Jenis ini dipilih karena memiliki beberapa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan salah satu program untuk penyediaan kayu dalam jumlah cukup, berkualitas baik secara terus menerus dan lestari. Salah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Peubah yang diamati dalam penelitian ini ialah: tinggi bibit, diameter batang, berat basah pucuk, berat basah akar, berat kering pucuk, berak kering akar, nisbah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan jati merupakan bagian dari sejarah kehidupan manusia di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Hutan jati merupakan bagian dari sejarah kehidupan manusia di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan jati merupakan bagian dari sejarah kehidupan manusia di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, karena kayu jati telah dianggap sebagai sejatining kayu (kayu yang sebenarnya).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perum Perhutani merupakan Perusahaan milik negara yang diberikan mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di Pulau Jawa dan Madura dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani merupakan sebuah badan usaha yang diberikan mandat oleh pemerintah untuk mengelola hutan tanaman yang ada di Pulau Jawa dan Madura dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Hasil analisis kondisi iklim lahan penelitian menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika setempat menunjukkan bahwa kondisi curah hujan, tingkat kelembaban,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1

Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1 Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1 Arif Irawan 2, Budi Leksono 3 dan Mahfudz 4 Program Kementerian Kehutanan saat ini banyak bermuara pada kegiatan rehabillitasi hutan dan lahan serta kegiatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang diminati dan paling banyak dipakai oleh masyarakat, khususnya di Indonesia hingga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST)

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST) Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST) Perlakuan Persentase Hidup (%) 0% 100 25% 100 50% 100 75% 100 Total

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA. Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta

IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA. Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta Hasil penilaian yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kering yang nyata, tipe curah hujan C F, jumlah curah hujan rata-rata 1.200

BAB I PENDAHULUAN. kering yang nyata, tipe curah hujan C F, jumlah curah hujan rata-rata 1.200 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati merupakan tanaman komersil yang tumbuh pada tanah sarang, terutama pada tanah yang berkapur. Jenis ini tumbuh di daerah dengan musim kering yang nyata, tipe curah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jati merupakan jenis kayu komersil yang bermutu dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu kayu penting yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan BAB I PENDAHULUAN Peningkatan produksi karet yang optimal harus dimulai dengan pemilihan klon yang unggul, penggunaan bibit yang berkualitas sebagai batang bawah dan batang atas serta pemeliharaan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan alam Papua, dengan potensi merbaunya yang tinggi, merupakan satusatunya hutan alam di Indonesia yang dianggap masih relatif utuh setelah hutan alam Kalimantan dieksploitasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, Lampung Selatan mulai Maret 2013 sampai dengan Maret 2014. 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan upaya strategis dalam mengatasi permasalahan kelangkaan bahan baku industri pengolahan kayu domestik di Indonesia. Tujuan pembangunan

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN AWAL KLON JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) DI KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT

RESPON PERTUMBUHAN AWAL KLON JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) DI KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT i RESPON PERTUMBUHAN AWAL KLON JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN) DI KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT EKA PERDANAWATI YUNUS DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 ii RESPON PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ragam Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 2), menunjukkan adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Namun, pada tahun 2010 produksi kedelai nasional mengalami penurunan menjadi 907.031

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. 2 memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. Analisis Root re-growth (RRG) Pengukuran Root Regrowth (RRG) dilakukan dengan cara mengukur panjang akar pada saat akhir perlakuan cekaman Al dan pada saat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah diameter pangkal, diameter setinggi dada (dbh), tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jabon merah ( Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Havil.) merupakan salah satu jenis tanaman hutan yang cepat tumbuh (fast growing species) dan relatif tahan terhadap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB yang berada pada ketinggian 220 m di atas permukaan laut dengan tipe tanah latosol. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

Arus materi Arus informasi

Arus materi Arus informasi Pengertian Uji keturunan berarti mengevaluasi suatu individu melalui perbandingan keturunannya dalam suatu eksperimen Individu A dikatakan unggul dibanding B jika ketrunan A lebih Ind baik dari keturunan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

III.METODE PENELITIAN

III.METODE PENELITIAN 20 III.METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan November 2015 sampai dengan bulan Februari 2016 di lahan percobaan di desa Giriharjo, Ngrambe, Ngawi, Jawa Timur.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dilahan Pertanian, Fakultas Pertanian, Medan, dengan ketinggian tempat 25 meter di atas permukaan laut, yang di mulai

Lebih terperinci

PENDUGAAN REPITABILITAS SIFAT KECEPATAN DAN KEMAMPUAN MEMPERTAHANKAN KECEPATAN PADA KUDA PACU SULAWESI UTARA

PENDUGAAN REPITABILITAS SIFAT KECEPATAN DAN KEMAMPUAN MEMPERTAHANKAN KECEPATAN PADA KUDA PACU SULAWESI UTARA 55 PENDUGAAN REPITABILITAS SIFAT KECEPATAN DAN KEMAMPUAN MEMPERTAHANKAN KECEPATAN PADA KUDA PACU SULAWESI UTARA Pendahuluan Kuda pacu Indonesia merupakan ternak hasil silangan antara kuda lokal Indonesia

Lebih terperinci

penghujan sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Penyiraman dilakukan digunakan 80%. Pada umur 1-2 MST dilakukan penyulaman pada benih-benih

penghujan sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Penyiraman dilakukan digunakan 80%. Pada umur 1-2 MST dilakukan penyulaman pada benih-benih 4.1 Keadaan Umum Lokasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2013. Kondisi ril di Lapangan menunjukkan bahwa saat awal penanaman telah memasuki musim penghujan sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian berlangsung dari bulan Mei 2011 sampai bulan Juli 2011 di lahan Pembibitan Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian diawali dengan pemilihan pohon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yaitu di Aceh, Tapanuli dan Kerinci. Dalam perkembangannya tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yaitu di Aceh, Tapanuli dan Kerinci. Dalam perkembangannya tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pinus merkusii merupakan spesies pinus yang tumbuh secara alami di Indonesia yaitu di Aceh, Tapanuli dan Kerinci. Dalam perkembangannya tanaman P. merkusii banyak dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korelasi antar peubah Besarnya kekuatan hubungan antar peubah dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya (r). Nilai koefisien korelasi memberikan pengertian seberapa

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan Lahan Penelitian. Ulangan I. a V1P2 V3P1 V2P3. Ulangan II. Ulangan III. Keterangan: a = jarak antar ulangan 50 cm.

Lampiran 1. Bagan Lahan Penelitian. Ulangan I. a V1P2 V3P1 V2P3. Ulangan II. Ulangan III. Keterangan: a = jarak antar ulangan 50 cm. Lampiran 1. Bagan Lahan Penelitian V1P2 V3P2 V2P1 V2P3 V1P3 V2P4 V3P3 V3P1 V3P4 Ulangan I U V1P4 V2P2 b V1P1 a V1P2 V3P1 V2P3 V3P4 V2P1 V1P1 V2P2 V3P3 V3P2 Ulangan II V1P3 V2P4 V1P4 V2P1 V3P3 V1P4 V3P1

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas 23 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Kampus Gedung Meneng, Bandar Lampung pada bulan Desember 2013

Lebih terperinci

PEMANFAATAN EKSTRAK BAWANG MERAH SEBAGAI PENGGANTI ROOTON F UNTUK MENSTIMULASI PERTUMBUHAN AKAR STEK PUCUK JATI (Tectona grandis L)

PEMANFAATAN EKSTRAK BAWANG MERAH SEBAGAI PENGGANTI ROOTON F UNTUK MENSTIMULASI PERTUMBUHAN AKAR STEK PUCUK JATI (Tectona grandis L) PKMP-1-8-1 PEMANFAATAN EKSTRAK BAWANG MERAH SEBAGAI PENGGANTI ROOTON F UNTUK MENSTIMULASI PERTUMBUHAN AKAR STEK PUCUK JATI (Tectona grandis L) R.M. Aulia El Halim, B. Pramudityo, R. Setiawan, I.Y. Habibi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0. HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-ukuran Tubuh pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Penggunaan ukuran-ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Politeknik Negeri Lampung, Bandar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Politeknik Negeri Lampung, Bandar 1 III. METODE PENELITIAN 1.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung mulai bulan November 2011 sampai dengan Februari 2012. 1.2

Lebih terperinci

MENAKSIR VOLUME POHON BERDIRI DENGAN PITA VOLUME BUDIMAN

MENAKSIR VOLUME POHON BERDIRI DENGAN PITA VOLUME BUDIMAN MENAKSIR VOLUME POHON BERDIRI DENGAN PITA VOLUME BUDIMAN Oleh Budiman Achmad Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Ciamis HP : 081320628223 email : budah59@yahoo.com Disampaikan pada acara Gelar Teknologi

Lebih terperinci

PENGARUH KLON DAN WAKTU OKULASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERSENTASE HIDUP OKULASI JATI (Tectona grandis )

PENGARUH KLON DAN WAKTU OKULASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERSENTASE HIDUP OKULASI JATI (Tectona grandis ) PENGARUH KLON DAN WAKTU OKULASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERSENTASE HIDUP OKULASI JATI (Tectona grandis ) Effect of Clone and Budgraft Time on Growth and Survival Rate Teak (Tectona grandis) Sugeng Pudjiono

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu Sumber Keragaman. db JK KT F Hitung Pr > F

Lampiran 1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu Sumber Keragaman. db JK KT F Hitung Pr > F LAMPIRAN Lampiran 1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu Asal Kebun 1 651.11 651.11 35.39** 0.0003 Ulangan 2 75.11 37.56 2.04 0.1922 Galat I 2 92.82 46.41 2.52 0.1415 Posisi Batang 2 444.79 222.39

Lebih terperinci

UJI PERTANAMAN GENETIK MATERI PEMULIAAN POHON

UJI PERTANAMAN GENETIK MATERI PEMULIAAN POHON UJI PERTANAMAN GENETIK MATERI PEMULIAAN POHON Sub pokok bahasan Tujuan uji genetik Uji spesies Uji provenans Uji keturunan Tujuan uji pertanaman genetik Uji pertanaman genetik diperlukan untuk dapat mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. umumnya disebabkan oleh beberapa hal seperti berkurangnya luas kawasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. umumnya disebabkan oleh beberapa hal seperti berkurangnya luas kawasan hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dua dekade terakhir ini, industri pulp dan kertas di Indonesia berkembang pesat sehingga menyebabkan kebutuhan bahan baku meningkat dengan cepat. Sementara itu,

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1 Analisis Produksi Stochastic Frontier 7.1.1 Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2017 di Lahan Fakultas

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2017 di Lahan Fakultas 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2017 di Lahan Fakultas Peternakan dan Pertanian dan Laboratorium Ekologi dan Produksi Tanaman Fakultas Peternakan dan Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada areal pertanaman jeruk pamelo di lahan petani Desa Bantarmara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat dengan ketinggian tempat

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 12 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman Berdasarkan Tabel 2 di bawah parameter tinggi tanaman umumnya perlakuan jarak tanam berbeda nyata pada 2, 4 dan 6 MST.Variasi varietas tanaman jagung berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukangan dan termasuk kelas kuat dan awet II (Martawijaya et al., 1981). sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. pertukangan dan termasuk kelas kuat dan awet II (Martawijaya et al., 1981). sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. F) merupakan salah satu jenis penghasil kayu pertukangan yang memiliki nilai ekonomi tinggi untuk berbagai macam keperluan pertukangan

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi Peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik bercocok tanam yang baik dan dengan peningkatan kemampuan berproduksi sesuai harapan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Parung Farm yang terletak di Jalan Raya Parung Nomor 546, Parung, Bogor, selama satu bulan mulai bulan April sampai dengan Mei 2011. Bahan

Lebih terperinci

BAB III. Tahap penelitian yang dilakukan terdiri dari beberapa bagian, yaitu : Mulai. Perancangan Sensor. Pengujian Kesetabilan Laser

BAB III. Tahap penelitian yang dilakukan terdiri dari beberapa bagian, yaitu : Mulai. Perancangan Sensor. Pengujian Kesetabilan Laser BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Tahapan Penelitian Tahap penelitian yang dilakukan terdiri dari beberapa bagian, yaitu : Mulai Perancangan Sensor Pengujian Kesetabilan Laser Pengujian variasi diameter

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan Juli

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian secara keseluruhan terbagi dalam tiga percobaan sebagai berikut: 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 2. Studi Keragaan Karakter Agronomis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Areal Kerja perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo

Lebih terperinci

KAJIAN PERIMBANGAN PEMBENTUKAN ORGAN SOURCE-SINK TANAMAN BABY CORN PADA TLNGKAT PENYIANGAN DAN PEMBERIAN UREA YANG BERBEDA

KAJIAN PERIMBANGAN PEMBENTUKAN ORGAN SOURCE-SINK TANAMAN BABY CORN PADA TLNGKAT PENYIANGAN DAN PEMBERIAN UREA YANG BERBEDA KAJIAN PERIMBANGAN PEMBENTUKAN ORGAN SOURCE-SINK TANAMAN BABY CORN PADA TLNGKAT PENYIANGAN DAN PEMBERIAN UREA YANG BERBEDA Agus Mulyadi Purnawanto dan Oetami D. H. Fakultas Pertanian, Unmuh Purwokerto,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Aliran permukaan Data hasil pengamatan aliran permukaan pada setiap perlakuan disajikan pada Lampiran 4. Analisis ragam disajikan masing-masing pada Lampiran 11. Analisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pengaruh Mikoriza, Bakteri dan Kombinasinya terhadap parameter pertumbuhan semai jabon Hasil analisis sidik ragam terhadap parameter pertumbuhan semai jabon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang TINJAUAN PUSTAKA SistematikaTernak Kambing Ternak kambing merupakan ruminansia kecil yang mempunyai arti besarbagi rakyat kecil yang jumlahnya sangat banyak. Ditinjau dari aspek pengembangannya ternak

Lebih terperinci

PENGARUH ASAL BAHAN DAN MEDIA STEK TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG TEMBESU

PENGARUH ASAL BAHAN DAN MEDIA STEK TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG TEMBESU PENGARUH ASAL BAHAN DAN MEDIA STEK TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG TEMBESU (Fragraea fragarans ROXB) 1) Oleh : Agus Sofyan 2) dan Imam Muslimin 2) ABSTRAK Tembesu (Fragraea fragrans ROXB) merupakan jenis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan waktu penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Metode pemupukan lanjutan

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan waktu penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Metode pemupukan lanjutan BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat penelitian (Kebun I dan Kebun II) di Dusun Tawakal, Jalan Cifor Kelurahan Bubulak RT 01/RW 05 selama 2 bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano 23 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano 4.1.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat sebelah selatan, di antara 6

Lebih terperinci

MURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN OLEH : SUGENG PUDJIONO LINCAH ANDADARI

MURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN OLEH : SUGENG PUDJIONO LINCAH ANDADARI MURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN OLEH : SUGENG PUDJIONO LINCAH ANDADARI BALAI BESAR PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN PEMULIAAN TANAMAN HUTAN YOGYAKARTA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

MURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN MANFAAT PERSUTERAAN ALAM KPH

MURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN MANFAAT PERSUTERAAN ALAM KPH MURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN OLEH : SUGENG PUDJIONO LINCAH ANDADARI BALAI BESAR PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN PEMULIAAN TANAMAN HUTAN YOGYAKARTA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci