HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH BAHAN PERBANYAKAN TANAMAN DAN JENIS PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

Pengaruh Bahan Perbanyakan Tanaman dan Jenis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. yang dihasilkan dari proses-proses biosintesis di dalam sel yang bersifat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di dalam setiap media tanam. Pertumbuhan tinggi caisim dengan sistem

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

SYEKHFANI Fakultas Pertanian Universitas Brawijyaa

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN. tanaman yang bersifat tak terbalikkan (irreversible) Bertambah besar ataupun

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk),

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Pertanaman

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4. Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil percobaan menujukkan bahwa pemberian sludge limbah tapioka dan pupuk

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35

HASIL DAN PEMBAHASAN. memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman, berat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1 Desember Januari

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

RESPON TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.) TERHADAP PEMBERIAN KOMPOS SAMPAH KOTA

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

Transkripsi:

14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan bereaksi masam (ph 5.5). Kandungan N-total dan unsur P tergolong rendah yaitu 0.14 % dan 10.8 ppm. Unsur Ca tergolong sedang yaitu 6.32 me/100g, unsur Mg tergolong tinggi (4.15 me/100g), dan unsur K tergolong sangat tinggi (1.25 me/100g). Jenis tanah yang digunakan adalah latosol. Tekstur tanahnya tergolong liat karena kandungan liaya lebih tinggi dibanding pasir dan debu. Perbandingan pasir : debu : liat adalah 10.87 : 35.60 : 53.53 (Lampiran 2). Keadaan iklim secara umum selama penelitian menunjukkan bahwa curah hujan rata-rata 272.9 mm per bulan dengan curah hujan tertinggi yaitu 330.9 mm (bulan Mei). Suhu rata-rata dari bulan Maret Juni 2010 sebesar 27.7 0C. Suhu rata-rata maksimum dari bulan Maret Juni 2010 sebesar 33.2 0C dan minimum sebesar 23.2 0C (Lampiran 3). Berdasarkan hasil analisis pupuk organik, masing-masing pupuk memiliki keunggulan dalam unsur hara tertentu. Kandungan N tertinggi terdapat pada pupuk kandang ayam yaitu 2.76 %, sedangkan kandungan P dan K tertinggi terdapat pada pupuk kandang sapi yaitu 2.40 dan 7.69 %. Kandungan unsur N pupuk kandang sapi dan ayam lebih tinggi dibandingkan kompos. Pupuk kandang sapi mengandung unsur N lebih tinggi dibanding kompos namun lebih rendah dibanding pupuk kandang ayam (Tabel 2). Tabel 2. Kandungan Hara Makro dan Mikro, Pupuk Kandang Sapi, dan Pupuk Kandang Ayam. Pupuk Pupuk kandang sapi Pupuk kandang ayam N P 0.64 Ca Kandungan Hara Mg C/N Fe 0.55 K (%) 0.33 3216.2 Cu Zn ( ppm ) 26.8 512.4 0.18 0.39 25.47 0.94 2.40 7.69 1.45 0.36 2.76 0.92 0.72 0.16 0.39 Mn 98.3 35.78 1930.0 23.1 77.4 355.2 15.13 2463.1 102.3 417.6 102.8

15 Sampai akhir penelitian, bahan perbanyakan tanaman yang tumbuh sebanyak 95 tanaman (79.2 %) dari 120 tanaman yang ditanam, dan sisanya mati. Kematian tanaman sebagian besar diakibatkan oleh penyakit busuk pangkal batang. Serangan penyakit ini terjadi pada 5 MST dan diduga diakibatkan oleh serangan cendawan. Selama penelitian berlangsung, terdapat beberapa tanaman yang terserang hama dan penyakit. Hama yang menyerang adalah belalang, ulat api, dan kepik. Belalang dan ulat api merupakan hama yang menyerang tanaman dengan cara memakan daun-daun muda dan batang muda. Penyakit yang muncul adalah penyakit busuk pangkal batang (Gambar 2a). Gejala yang ditimbulkan biasanya daun bagian bawah menguning, menjadi layu, pucuk tanaman mengering, dan tanaman mati. Serangan penyakit tersebut mengakibatkan 25 tanaman mati (20.8 %) dari populasi tanaman. Pengendalian yang dianjurkan untuk mengurangi serangan hama adalah dengan sanitasi lahan dan penyiangan gulma. Jenis gulma dominan antara lain Axonopus compressus, Cynodon dactylon, Mimosa pudica, dan Ageratum conyzoides. Pengendalian dilakukan setiap dua minggu sekali sesuai kondisi. Namun, serangan penyakit sangat berarti karena penyakit busuk pangkal batang telah menularkan ke beberapa tanaman dengan cepat sehingga tanaman yang telah tertular perlu disingkirkan dari populasi tanaman. (a) (b) Gambar 2. Kondisi tanaman yang terserang (a) Penyakit Busuk Pangkal Batang dan (b) tanaman Binahong (Anredera cordifolia) pada 12 MST

16 Kegiatan pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 12 MST. Umur 12 MST (Gambar 2b) merupakan waktu yang dimulainya pemanenan daun binahong dan memenuhi kriteria untuk dikonsumsi. Setelah dibersihkan, hasil panen kemudian ditimbang untuk mengukur bobot basahnya. Setelah itu diukur bobot keringnya dengan cara dikeringkan pada suhu 60 0C selama tiga hari. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam (Tabel 3), diketahui bahwa perlakuan bahan perbanyakan tanaman menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada peubah tinggi tanaman, jumlah dan lebar daun, dan jumlah cabang. Di sisi lain, perlakuan pupuk organik menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada peubah tinggi tanaman, jumlah dan lebar daun, bobot basah dan bobot kering akar, bobot basah dan bobot kering batang, bobot basah dan bobot kering total tanaman, dan bobot basah daun, namun perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering daun (Tabel 4). Interaksi antara perlakuan bahan perbanyakan tanaman dan pupuk organik berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman pada 2 MST dan bobot kering akar.

17 Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Pertumbuhan Peubah MST Tinggi tanaman Jumlah daun Lebar daun Jumlah cabang Keterangan : ax) bx) cx) dx) ex) fx) gx) hx) ix) 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 Bahan Tanaman (A) Pupuk Organik (M) AM KK 19.56 hx 19.32 ix 19.87 ax 18.86 ax 16.20 17.26 15.03 13.80 cx 16.37 ax 17.18 ax 12.57 ax 13.22 ax 12.40 19.01 16.45 13.83 cx 15.51 bx 13.24 18.05 11.90 9.92 10.03 9.62 7.33 19.11dx cx 18.70 ex 19.70 ex 19.94 ex 19.55 fx 19.38 ex 19.22 fx 17.74 gx Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % Berbeda nyata pada taraf 5 % Sangat berbeda nyata pada taraf 5 % Hasil transformasi (x) Hasil transformasi (x + 0.5) Hasil transformasi (x + 1) Hasil transformasi (x + 1.5) Hasil transformasi (x + 3) Hasil transformasi (x + 3.5) Hasil transformasi (x + 6.5) Hasil transformasi (x + 8) Hasil transformasi (x + 19) (Keterangan berlaku untuk semua variabel yang memiliki tanda yang sama).

18 Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Hasil Peubah Bobot basah akar Bobot basah batang Bobot basah daun Bobot basah total Bobot kering akar Bobot kering batang Bobot kering daun Bobot kering total Keterangan : ax) bx) Bahan Tanaman (A) Pupuk Organik (M) AM KK 19.52 bx 14.95 bx 13.07 bx 11.26 bx 12.13 bx 11.82 bx 13.25 bx 11.25 ax Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % Berbeda nyata pada taraf 5 % Sangat berbeda nyata pada taraf 5 % Hasil transformasi (x) Hasil transformasi (x + 0.5) (Keterangan berlaku untuk semua variabel yang memiliki tanda yang sama). Hasil Tinggi Tanaman Tinggi tanaman mulai diamati pada 1 minggu setelah tanam (MST). Nilai rata-rata pada Tabel 5 menunjukkan perlakuan pupuk organik berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman kecuali pada 1 MST. Perlakuan pupuk kandang sapi berbeda sangat nyata dengan perlakuan tanpa pupuk (kontrol) pada 2, 3, 5, 6, 7, dan 8 MST. Pada 4 MST, perlakuan kompos dan pupuk kandang sapi berbeda nyata terhadap kontrol. Tanaman yang diberi perlakuan pupuk kandang sapi menghasilkan tinggi tanaman tertinggi sebesar 184.83 cm. Perlakuan bahan perbanyakan tanaman memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada 1 sampai 8 MST. Pada 8 MST, perlakuan setek batang menghasilkan rata-rata tinggi tanaman 185.08 cm, sedangkan perlakuan setek rimpang sebesar 127.90 cm. Interaksi antara bahan perbanyakan tanaman dan pupuk organik berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada 2 MST (Tabel 3). Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa penggunaan setek batang dan pupuk kandang sapi memberikan hasil yang terbaik.

19 Tabel 5. Rata-rata Tinggi Tanaman pada Perlakuan Pupuk Organik dan Bahan Perbanyakan Tanaman Jenis Pupuk Organik Tanpa pupuk (kontrol) Pupuk kandang sapi Pupuk kandang ayam Bahan perbanyakan Setek rimpang Setek batang Keterangan: 1 7.79 7.15 11.52 3.74 2 17.85ab 29.83ab 35.33a 14.05b 3 31.47b 64.15ab 71.91a 31.64b 0.68 14.41 2.82 45.71 13.68 85.90 MST (cm) 4 5 53.59b 77.39c 110.33a 133.72ab 120.20a 147.17a 57.47b 92.47bc 6 104.95c 153.70ab 163.20a 115.72bc 7 117.11c 164.03ab 175.00a 127.42bc 8 128.61c 173.95ab 184.83a 138.56bc 41.87 128.92 103.75 165.03 116.02 175.76 127.90 185.08 76.71 148.67 Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama (faktor pupuk) menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji BNJ pada α = 5 % () atau 1 % () sedangkan pada faktor bahan perbanyakan berdasarkan uji F. Tabel 6. Pengaruh Interaksi antara Bahan Tanaman dan Pupuk Organik terhadap Tinggi Tanaman pada 2 MST Bahan Tanaman Setek Rimpang Setek Batang Rata-rata Tanpa Pupuk 1.75c 33.94b 17.85 6.04c 53.61a 29.83 Pupuk Organik Pupuk Kandang Sapi cm 2.72c 67.93a 35.33 Pupuk Kandang Ayam 0.75c 17.60bc 9.18 Rata-rata 2.82 43.27 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom, yang tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5 %. 19

20 Jumlah Daun Jumlah daun terus meningkat pada setiap minggunya. Perlakuan pupuk organik menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap jumlah daun pada umur 2 sampai 4 MST. Jumlah daun pada 2 dan 3 MST pada perlakuan pupuk kandang sapi sangat berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan pupuk kandang ayam. Pada 4 MST perlakuan pupuk kandang sapi memberikan jumlah daun tertinggi sebesar 20.3 helai meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan kompos dan pupuk kandang ayam (Tabel 7). Perlakuan bahan perbanyakan tanaman berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun pada umur 1 sampai 6 MST. Pada 6 MST perlakuan setek batang menghasilkan rata-rata jumlah daun lebih banyak yaitu 32.2 helai, sedangkan perlakuan setek rimpang sebanyak 27.0 helai (Tabel 7). Lebar Daun Nilai rata-rata pada Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik berpengaruh sangat nyata terhadap lebar daun tanaman binahong pada 2 sampai 8 MST. Pada 2 dan 3 MST perlakuan pupuk kandang sapi sangat berbeda nyata dengan kontrol. Pada 4 dan 5 MST perlakuan kompos dan pupuk kandang sapi berpengaruh sangat nyata terhadap kontrol sedangkan pada 6 sampai 8 MST, perlakuan kompos, pupuk kandang sapi, dan pupuk kandang ayam sangat berbeda nyata terhadap kontrol. Perlakuan kompos, pupuk kandang sapi, dan pupuk kandang ayam menghasilkan rata-rata lebar daun pada 8 MST sebesar 6.03, 6.11, dan 5.61 cm (Tabel 8). Perlakuan bahan perbanyakan tanaman berpengaruh sangat nyata terhadap lebar daun pada umur 1, 2, 3, 4, dan 8 MST. Pada 8 MST, setek batang menghasilkan rata-rata lebar daun lebih besar yaitu 5.90 cm, sedangkan setek rimpang yaitu 5.38 cm (Tabel 8).

21 Tabel 7. Rata-rata Jumlah Daun pada Perlakuan Pupuk Organik dan Bahan Perbanyakan Tanaman Jenis Pupuk Organik Tanpa pupuk (kontrol) Pupuk kandang sapi Pupuk kandang ayam Bahan perbanyakan Setek rimpang Setek batang Keterangan: MST 1 2.0 3.3 3.0 1.6 2 5.3bc 7.3ab 8.0a 4.8c 3 8.3b 11.2ab 12.5a 8.2b 4 13.3b 19.7ab 20.3a 14.2ab 5 20.5 25.2 28.8 20.3 6 26.8 31.7 33.2 26.7 7 33.8 38.2 38.3 33.8 8 41.2 44.2 44.3 40.7 1.4 3.6 3.8 8.9 6.5 13.6 11.7 22.1 20.4 27.0 27.0 32.2 33.8 38.3 40.2 45.0 Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama (faktor pupuk) menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji BNJ pada α = 5 % () atau 1 % () sedangkan pada faktor bahan perbanyakan berdasarkan uji F. Tabel 8. Rata-rata Lebar Daun pada Perlakuan Pupuk Organik dan Bahan Perbanyakan Tanaman Jenis Pupuk Organik Tanpa pupuk (kontrol) Pupuk kandang sapi Pupuk kandang ayam Bahan perbanyakan Setek rimpang Setek batang Keterangan: MST (cm) 1 1.11 1.24 1.93 0.85 2 1.92b 2.86ab 3.14a 1.95b 3 2.62c 3.76ab 4.13a 2.88bc 4 3.18b 4.83a 5.07a 3.59b 5 3.49c 5.22a 5.42a 4.33b 6 3.85b 5.59a 5.62a 5.02a 7 4.32b 5.81a 5.96a 5.27a 8 4.82b 6.03a 6.11a 5.61a 0.68 1.88 1.93 3.01 2.83 3.87 3.83 4.48 4.42 4.80 4.88 5.16 5.15 5.53 5.38 5.90 21 Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama (faktor pupuk) menunjukkan perbedaan nyata menurut uji BNJ pada α = 5 % () atau 1 % () sedangkan pada faktor bahan perbanyakan berdasarkan uji F.

22 Jumlah Cabang Perlakuan bahan perbanyakan tanaman berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang pada 3, 4, 5, dan 7 MST (Tabel 9). Pada 7 MST setek batang menghasilkan 7.7 cabang, sedangkan setek rimpang hanya menghasilkan 4.7 cabang. Perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang dari 1 hingga 8 MST. Tabel 9. Rata-rata Jumlah Cabang pada Perlakuan Pupuk Organik dan Bahan Perbanyakan Tanaman Jenis Pupuk Organik Tanpa pupuk (kontrol) Pupuk kandang sapi Pupuk kandang ayam Bahan perbanyakan Setek rimpang Setek batang Keterangan: 1 2.7 1.0 1.0 1.2 2 2.8 1.3 1.3 1.8 3 3.7 2.5 3.5 2.3 MST 4 5 4.0 4.3 3.0 4.5 4.5 5.7 2.7 4.2 1.3 1.6 1.8 1.9 1.9 4.1 2.0 5.1 3.3 6.0 6 4.7 6.0 6.7 4.5 7 5.7 6.7 7.5 4.8 8 7.2 7.8 8.7 5.3 4.2 4.7 6.8 7.7 6.1 8.4 Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama (faktor pupuk) menunjukkan perbedaan nyata menurut uji BNJ pada α = 5 % () sedangkan pada faktor bahan perbanyakan berdasarkan uji F. Bobot Basah Akar, Batang, Daun, dan Total Hasil sidik ragam (Tabel 10) menunjukkan bahwa perlakuan bahan perbanyakan tanaman tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot basah akar, batang, daun, dan total tanaman. Perlakuan pupuk organik menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap peubah bobot basah panen tanaman binahong (akar, batang, daun, dan total tanaman). Perlakuan kompos dan pupuk kandang sapi berbeda nyata terhadap kontrol pada pengamatan peubah bobot basah akar. Perlakuan kompos memberikan perbedaan sangat nyata terhadap kontrol pada peubah bobot basah batang. Perlakuan pupuk organik (kompos, pupuk kandang sapi, dan pupuk kandang ayam) berbeda sangat nyata dengan kontrol pada peubah bobot basah daun dan total tanaman. Perlakuan kompos dapat meningkatkan hasil bobot basah daun hampir lima kali lipat dibanding tanpa penggunaan pupuk organik.

23 Tabel 10. Rata-rata Bobot Basah Akar, Batang, Daun, dan Total pada Perlakuan Pupuk Organik dan Bahan Perbanyakan Tanaman Jenis Pupuk Organik Tanpa pupuk (kontrol) Pupuk kandang sapi Pupuk kandang ayam Bahan perbanyakan Setek rimpang Setek batang Keterangan: Akar 15.66b 62.63a 49.81a 44.72ab Bobot Basah (g) Batang Daun 17.15b 35.76b 67.22a 177.66a 55.00ab 148.57a 51.49ab 153.31a Total 68.56b 307.51a 253.38a 249.53a 40.23 46.18 45.09 50.34 200.57 238.91 115.25 142.40 Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama (faktor pupuk) menunjukkan perbedaan nyata menurut uji BNJ pada α = 5 % () atau 1 % () sedangkan pada faktor bahan perbanyakan berdasarkan uji F. Bobot Kering Akar, Batang, Daun, dan Total Hasil sidik ragam (Tabel 11) menunjukkan bahwa perlakuan bahan perbanyakan tanaman tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering akar, batang, daun, dan total tanaman. Tabel 11. Rata-rata Bobot Kering Akar, Batang, Daun, dan Total pada Perlakuan Pupuk Organik dan Bahan Perbanyakan Tanaman Jenis Pupuk Organik Tanpa pupuk (kontrol) Pupuk kandang sapi Pupuk kandang ayam Bahan perbanyakan Setek rimpang Setek batang Keterangan: Akar 4.55b 16.15a 13.34ab 11.45ab 10.97 11.77 Bobot Kering (g) Batang Daun 3.14b 3.03 10.60a 10.87 8.90a 9.95 7.72ab 10.38 6.91 8.26 7.88 9.24 Total 10.72b 37.61a 32.18a 29.55ab 25.76 29.27 Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama (faktor pupuk) menunjukkan perbedaan nyata menurut uji BNJ pada α = 5 % () atau 1 % () sedangkan pada faktor bahan perbanyakan berdasarkan uji F. Perlakuan pupuk organik menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot kering akar, batang, dan total tanaman, namun tidak berbeda nyata terhadap bobot kering daun. Perlakuan kompos berbeda sangat nyata terhadap kontrol pada peubah bobot kering akar. Perlakuan kompos dan pupuk kandang

24 sapi berbeda nyata dengan kontrol pada peubah bobot kering batang dan total tanaman. Bobot kering total tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan kompos sebesar 37.61 g, sedangkan bobot kering total tanaman terendah terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 10.72 g. Pada Tabel 12, peubah bobot kering akar terdapat interaksi antara bahan perbanyakan tanaman dengan pupuk organik. Perlakuan setek batang dengan pupuk kandang ayam memberikan hasil bobot kering akar yang terbaik. Tabel 12. Pengaruh Interaksi antara Bahan Tanaman dan Pupuk Organik terhadap Bobot Kering Akar Bahan Tanaman Setek Rimpang Setek Batang Rata-rata Keterangan : Tanpa Pupuk Pupuk Organik Pupuk Kandang Sapi g 4.71b 17.39a 4.39b 14.91a 4.55 16.15 17.57a 9.10ab 13.34 Pupuk Kandang Ayam Ratarata 4.22b 10.97 18.68a 11.77 11.45 Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom, yang tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5 %. Pembahasan Pertumbuhan tanaman merupakan suatu proses bertambahnya ukuran dan bobot tanaman yang disebabkan oleh bertambahnya ukuran organ tanaman (Sitompul dan Gurio, 1995). Soepardi (1983) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh enam faktor lingkungan, yaitu cahaya, tanah, suhu, udara, air, dan lingkungan. Apabila salah satu faktor tersebut tidak optimal maka akan menghambat atau bahkan menghentikan pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman memerlukan tanah yang subur, gembur, dan beraerasi baik. Menurut Yufdi (1996), usaha untuk mempertahankan kesuburan tanah dapat dilakukan dengan pemupukan, baik dengan pupuk organik maupun anorganik. Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari bahan organik seperti tanaman, hewan, dan limbah organik. Menurut Gardner et al. (1991), bahan organik merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena mampu menyediakan unsur hara. Syukur dan Harsono (2008)

25 menyatakan bahwa fungsi lain dari bahan organik yaitu memperbaiki struktur tanah, meningkatkan daya simpan air, menyuplai asam organik untuk meningkatkan kandungan hara, dan meningkatkan jumlah dan aktivitas mikroorganisme tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah dan lebar daun, bobot basah dan bobot kering akar, bobot basah dan bobot kering batang, bobot basah dan bobot kering total tanaman, dan bobot basah daun. Namun perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang dan bobot kering daun (Tabel 3 dan 4). Menurut Atmojo (2003), pencampuran tanah dan pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah yang menyebabkan pergerakan air secara vertikal atau infiltrasi dan menyerap air lebih cepat sehingga aliran permukaan dan erosi dapat diperkecil. Aerasi tanah menjadi lebih baik karena ruang pori tanah (porositas) bertambah akibat terbentuknya agregat. Syukur (2005) menyatakan bahwa pencampuran tanah dengan bahan organik mampu meningkatkan pori mikro dan makro sehingga tanah akan menjadi lebih gembur. Tingginya pori mikro dan makro mampu menyimpan air lebih baik dan mempermudah penetrasi akar tanaman sehingga meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Penambahan pupuk organik (kompos, pupuk kandang sapi, dan pupuk kandang ayam) meningkatkan nilai rata-rata komponen pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah dan lebar daun, dan jumlah cabang) dan komponen hasil (bobot basah dan bobot kering akar, batang, daun, dan total tanaman) lebih tinggi dibandingkan perlakuan tanpa pupuk (kontrol). Peningkatan komponen pertumbuhan dan hasil diduga disebabkan oleh unsur nitrogen, fosfor, dan kalium yang terkandung dalam pupuk organik sehingga dapat memberikan pertumbuhan yang optimal bagi tanaman binahong. Hal tersebut terlihat pada Tabel 2 dimana pupuk kandang sapi memiliki kadar fosfor dan kalium lebih tinggi dibanding kompos dan pupuk kandang ayam. Menurut Soepardi (1983), unsur fosfor sangat berperan bagi perkembangan akar dan transfer energi. Peningkatan suplai P hingga pada dosis yang mencukupi bagi tanaman, dapat memacu proses metabolisme dalam tanaman sehingga dapat meningkatkan asimilat untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Bertambahnya

26 fosfor dalam media pertumbuhan tanaman akan memacu proses metabolisme dan pembentukan akar sehingga jumlah unsur hara yang akan diserap akar semakin tinggi. Kondisi ini menyebabkan meningkaya tinggi tanaman, jumlah dan lebar daun binahong. Unsur kalium merupakan unsur hara makro kedua setelah nitrogen yang paling banyak diserap tanaman. Menurut Hanafiah (2005), secara fisiologi kalium berfungsi dalam metabolisme karbohidrat seperti pembentukan, pemecahan pati dan translokasi sukrosa serta percepatan pertumbuhan dan perkembangan jaringan meristem (pucuk dan tunas). Ramadhan (2004) menyatakan penambahan kalium pada tanaman sambiloto memberikan pengaruh yang nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, bobot basah batang, dan bobot kering total tanaman. Perlakuan pupuk kandang sapi mampu meningkatkan tinggi tanaman sebesar 184.83 cm (Tabel 5). Penambahan kompos dan pupuk kandang sapi dapat meningkatkan unsur hara dalam tanah. Menurut Noggle dan Fritz (1993), pupuk kandang merupakan pupuk organik yang dapat melengkapi persediaan unsur hara di tanah sehingga jumlah nitrogen, fosfor, dan kalium dapat lebih sesuai. Dalam prosesnya, kompos dan pupuk kandang dipecah oleh mikroorganisme tanah menjadi unsur-unsur hara yang mudah diserap oleh tanaman. Perlakuan pupuk kandang sapi mampu meningkatkan jumlah daun pada 4 MST sebanyak 20 helai (Tabel 7). Meningkaya jumlah daun binahong sejalan dengan hasil penelitian Nurmawati dan Suhardianto (2000) yang menyatakan penggunaan pupuk kandang sapi dapat meningkatkan jumlah daun tanaman selada. Peningkatan jumlah daun berhubungan dengan tersedianya unsur nitrogen dalam tanah. Menurut Junita et al. (2002), unsur nitrogen sangat dibutuhkan tanaman terutama pada fase vegetatif untuk pembentukan daun, batang, dan akar. Semakin banyak nitrogen tersedia di dalam tanah, pembentukan daun pun akan semakin banyak. Perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh secara nyata terhadap lebar daun pada 6 sampai 8 MST. Namun pada 2 sampai 5 MST, pupuk kandang ayam berbeda nyata dengan kompos dan pupuk kandang sapi (Tabel 8). Hal tersebut diduga disebabkan oleh adanya sekam padi pada pupuk kandang ayam sehingga

27 memperlambat proses dekomposisi dan C/N rasio pupuk kandang ayam yang jauh lebih rendah. Menurut Sutanto (2002) sekam adalah bagian terluar yang keras dari bulir padi. Sifat kekerasan pada sekam padi disebabkan oleh tingginya kandungan silikat sehingga sulit menyerap air dan tidak dapat mempertahankan kelembaban, serta memerlukan waktu lama untuk mendekomposisinya. Perlakuan pupuk organik (kompos, pupuk kandang sapi, dan pupuk kandang ayam) mampu meningkatkan nilai rata-rata komponen hasil (bobot basah dan bobot kering akar, batang, daun, dan total tanaman) lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk (kontrol). Perlakuan kompos, pupuk kandang sapi, dan pupuk kandang ayam memberikan pengaruh secara nyata dan berbeda dengan perlakuan tanpa pupuk terhadap bobot basah akar, batang, daun, dan total tanaman (Tabel 10). Pemberian pupuk organik mampu menunjang ketersediaan unsur hara dalam tanah. Menurut Wiroatmodjo et al. (1990) unsur hara yang diserap oleh tanaman dapat merangsang perkembangan tanaman dan membantu pembentukan hijau daun yang diperlukan untuk fotosintesis, dengan demikian dapat meningkatkan bobot basah tanaman. Selain itu, perlakuan pupuk organik berpengaruh nyata dan berbeda dengan perlakuan tanpa pupuk terhadap bobot kering akar, batang, dan total tanaman (Tabel 11). Hal tersebut diduga disebabkan oleh tersedianya nitrogen yang cukup tinggi pada setiap pupuk organik. Hakim et al. (1986) menyatakan bahwa unsur nitrogen berperan dalam meningkatkan produksi bobot basah dan bobot kering tanaman. Salah satu masalah yang sering dihadapi dari penggunaan pupuk organik adalah adanya sumber penyakit yang terbawa pupuk dan terjadinya serangan penyakit (Sutanto, 2002). Pada penelitian ini penggunaan pupuk organik terutama kompos dan pupuk kandang sapi menyebabkan timbulnya busuk pangkal batang yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora sp. Serangan tersebut mulai muncul pada 6 MST dengan gejala penyakit antara lain pangkal batang layu dan mengering hingga menyebabkan kematian tanaman. Munculnya serangan penyakit busuk pangkal batang diduga karena kondisi lingkungan yang lembab sehingga menguntungkan bagi perkembangan cendawan. Munculnya penyakit tersebut menyebabkan 25 tanaman (20.8 %) mati pada akhir penelitian.

28 Diantara pupuk organik, perlakuan pupuk kandang sapi menghasilkan serangan penyakit busuk pangkal batang paling tinggi (10.8 %) dibandingkan tanpa pupuk dan kompos (0.83 dan 9.16 %). Berdasarkan bahan tanam, perlakuan setek batang menghasilkan serangan penyakit busuk pangkal batang lebih tinggi (12.5 %) dibandingkan setek rimpang (8.33 %). Kombinasi perlakuan setek rimpang dan pupuk kandang sapi; dan perlakuan setek batang dan kompos menyebabkan kematian tanaman lebih tinggi dibandingkan kombinasi yang lainnya. Penggunaan setek rimpang dan setek batang memberikan pengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah dan lebar daun, dan jumlah cabang. Penggunaan setek batang (bagian tengah) mampu meningkatkan peubah tinggi tanaman, jumlah dan lebar daun, dan jumlah cabang lebih tinggi dari setek rimpang masing-masing sebesar 6.66, 1.85, 1.90, dan 11.56 %. Menurut Kastono et al. (2005), penanaman kumis kucing dengan setek bagian tengah menghasilkan tanaman yang berkualitas baik dibandingkan bagian pangkal dan ujung. Hal tersebut disebabkan karena bagian pangkal batang umumnya terlalu tua dan kuliya sudah mengeras sehingga primordia akar sulit menembus dinding sel. Lebih tingginya nilai peubah tanaman yang berasal dari penggunaan setek batang diduga karena adanya daun pada bahan setek yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan penyembuhan luka. Adanya daun pada setek batang memungkinkan adanya tambahan source untuk berlangsungnya proses fotosintesis sehingga tanaman mampu membentuk fotosintat lebih tinggi. Selain itu, tanaman mampu membentuk auksin yang akan ditranslokasikan dan menumpuk di dasar setek sehingga mampu menutup luka akibat pemotongan setek. Selain itu, bagian-bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman memiliki respon berbeda-beda terhadap pertumbuhan setek. Setek yang diambil dari bagian rimpang dapat memberikan respon berbeda maupun sama dari setek yang diambil dari bagian batang. Perbedaan dan persamaan respon dari tiap bagian tanaman tersebut dipengaruhi oleh perbedaan kandungan cadangan makanan, air dan zat pengatur tumbuh yang terkandung dalam bahan tanaman. Hal tersebut tampak pada penelitian ini dimana setek

29 rimpang dan setek batang pada awal pertumbuhan menghasilkan respon yang berbeda. Namun pada akhir pengamatan menghasilkan respon yang sama. Perlakuan bahan perbanyakan tanaman memberikan pengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada 1 sampai 8 MST (Tabel 5). Tinggi tanaman semakin meningkat seiring bertambahnya umur tanaman. Menurut Gardner et al. (1991) bertambah tingginya tanaman disebabkan oleh pergerakan auksin yang tinggi akibat pemotongan setek menuju ujung batang dan pangkal batang. Pemotongan setek dari batang akan memicu bekerjanya meristem ujung yang menghasilkan sel-sel baru di ujung akar atau batang sehingga mengakibatkan tumbuhan bertambah tinggi. Peningkatan tinggi tanaman diikuti meningkaya jumlah daun yang dihasilkan tanaman binahong. Perlakuan bahan perbanyakan tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun pada umur 1 sampai 6 MST (Tabel 7). Menurut Gardner et al. (1991), perkembangan daun dalam jumlah yang cukup pada awal pertumbuhan setek merupakan kondisi yang baik untuk proses fisiologi tanaman pada tahaptahap pertumbuhan berikuya karena jumlah daun yang cukup dapat mendukung proses fotosintesis. Perlakuan bahan perbanyakan tanaman berpengaruh nyata terhadap lebar daun pada 1, 2, 3, 4, dan 8 MST (Tabel 8). Lebih lebarnya daun diduga karena penyerapan unsur hara nitrogen oleh tanaman cenderung tinggi. Menurut Rukmana (1995), adanya pertambahan lebar daun pada tanaman petsai akan meningkatkan serapan nitrogen sehingga tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman akan meningkat. Perlakuan bahan perbanyakan tanaman berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang pada 3, 4, 5, dan 7 MST (Tabel 9). Pembentukan cabang baru mulai terlihat pada minggu pertama setelah tanam. Tahap pembentukan cabang diawali dengan munculnya tonjolan berwarna hijau yang terdapat pada bagian pangkal batang dan ketiak daun. Perlakuan setek batang mampu meningkatkan jumlah cabang secara nyata. Menurut Gardner et al. (1991), percabangan pada tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah air dan mineral. Percabangan sangat tergantung pada faktor-faktor yang menguntungkan sehingga pertumbuhan vegetatif berkembang cepat.

30 Interaksi antara bahan perbanyakan tanaman dan pupuk organik berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 2 MST (Tabel 3) dan bobot kering akar (Tabel 4). Pada Tabel 6 terlihat bahwa perlakuan pupuk kandang sapi dengan menggunakan setek batang menghasilkan tinggi tanaman pada 2 MST lebih tinggi dibandingkan kombinasi perlakuan bahan tanaman dan pupuk organik yang lain. Bertambahnya tinggi tanaman berkaitan dengan unsur nitrogen pada pupuk kandang sapi dalam pertumbuhan vegetatif tanaman. Menurut Soepardi (1983), unsur hara nitrogen dapat merangsang pertumbuhan vegetatif secara nyata dan cepat. Berdasarkan Tabel 12, penggunaan setek batang dan pupuk kandang ayam memberikan hasil bobot kering akar lebih tinggi dibandingkan kombinasi perlakuan bahan tanaman dan pupuk organik yang lain. Meningkaya bobot kering akar disebabkan kondisi media tumbuh yang ideal bagi terbentuknya akar. Menurut Danu dan Nurhasybi (2003), pembentukan akar pada setek tingkat keberhasilannya lebih ditentukan oleh sifat fisik media tumbuh karena sifat fisik ini berkenaan dengan ketersediaan air dan adanya kelancaran sirkulasi udara dalam media tumbuh yang dibutuhkan setek dalam proses pembentukan akar.