BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dan menurut Rangkuti (2007) Persediaan bahan baku adalah:

3 BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB II LANDASAN TEORI

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB II LANDASAN TEORI. berharga bagi yang menerimanya. Tafri (2001:8).

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Persediaan

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan antar perusahaan akhir-akhir ini tidak lagi terbatas secara lokal,

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) PPB. Christian Kuswibowo, M.Sc. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang_(MRP) Lot for Lot. Dinar Nur Affini, SE., MM. Modul ke: 10Fakultas Ekonomi & Bisnis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 Landasan Teori

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB III LANDASAN TEORI

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN. penggerakan, dan pengendalian aktivitas organisasi atau perusahaan bisnis atau jasa

BAB II LANDASAN TEORI

PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL (MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING) (MRP) BAB - 8

BAB 2 LANDASAN TEORI

K E L O M P O K S O Y A : I N D A N A S A R A M I T A R A C H M A N

MANAJEMEN PERSEDIAAN Modul ini akan membahas tentang gambaran umum manajemen persediaan dan strategi persdiaan barang dalam manajemen persediaan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN LITERATUR. dengan tahun 2016 yang berkaitan tentang pengendalian bahan baku.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. secara lebih baik, karena dalam era perdagangan tanpa batas tersebut mengakibatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai dengan banyaknya perusahaan yang berdiri. Kelangsungan proses bisnis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan suatu sistem. Menurut Jogiyanto (1991:1), Sistem adalah

BAB III. Metode Penelitian. untuk memperbaiki keterlambatan penerimaan produk ketangan konsumen.

BAB II LANDASAN TEORI. melaksanakan kegiatan utama suatu perusahaan.

Perencanaan Kebutuhan Komponen Tutup Ruang Transmisi Panser Anoa 6x6 PT PINDAD Persero

Material Requirements Planning (MRP)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

Berupa persediaan barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari supplier

BAB II KONSEP PERSEDIAAN DAN EOQ. menghasilkan barang akhir, termasuk barang akhirnya sendiri yang akan di jual

MANAJEMEN KEUANGAN. Kemampuan Dalam Mengelola Persediaan Perusahaan. Dosen Pengampu : Mochammad Rosul, Ph.D., M.Ec.Dev., SE. Ekonomi dan Bisnis

MANAJEMEN PERSEDIAAN

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) -EOQ. Prepared by: Dr. Sawarni Hasibuan. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

TUGAS AKHIR ANALISA PERSEDIAAN MATERIAL PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEKS PASAR TRADISIONAL DAN PLASA LAMONGAN. Oleh : Arinda Yudhit Bandripta

BAB II LANDASAN TEORI

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAHAN AJAR : Manajemen Operasional Agribisnis

Bab 1. Pendahuluan. Keadaan perekonomian di Indonesia telah mengalami banyak perubahan.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam jadwal produksi induk. Contoh dari depended inventory adalah

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

Manajemen Keuangan. Pengelolaan Persediaan. Basharat Ahmad, SE, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

BAB II LANDASAN TEORI

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bagian bab ini memuat teori-teori dari para ahli yang dijadikan sebagai

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan baku atau yang lebih dikenal dengan sebutan raw material

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam produk, baik itu berupa barang ataupun jasa. Salah satu

Jurnal Distribution Requirement Planning (DRP)

PERENCANAAN MATERIAL YANG DIBUTUHKAN (MATERIAL REQUIREMENT PLANNING)

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, Indonesia tidak luput

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. yang ada pada perusahaan ini. Pembahasan pada bagian ini dimulai dari landasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan pengendalian persediaan. Render dan Heizer (2001:314) merencanakan untuk persediaan bahan baku pada perusa haan.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II BAHAN RUJUKAN. dagang maupun manufaktur. Bagi perusahaan manufaktur, persediaan menjadi. berpengaruh pada kegiatan produksi dan penjualan.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Heizer & Rander

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN. By: Rini Halila Nasution, ST, MT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan setiap waktu.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan)

Jurnal String Vol.1 No.2 Tahun 2016 ISSN : PENENTUAN TEKNIK PEMESANAN MATERIAL PADA PROYEK STEEL STRUCTURE MENGGUNAKAN WINQSB

BAB 3 METODOLOGI. Kerangka kerja yang digunakan oleh tim penulis adalah dengan mengkombinasikan

Manajemen Persediaan (Inventory Management)

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Robbins dan Coulter (2012:36) manajemen mengacu pada proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Griffin (2011:7) manajemen adalah suatu rangkaian aktivitas (termasuk perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya organisasi (manusia, finansial, fisik, dan informasi) dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Menurut Hasibuan dalam Suprapto (2009:124), manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu ilmu dan seni mengenai proses pengelolaan sumber daya untuk mencapai suatu ekfektivitas yang efisiensi. Terry dalam Heru (2013) berpendapat bahwa manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. 2.1.1 Manajemen Operasi Menurut Heizer dan Render (2009:04), untuk menghasilkan barang dan jasa, semua jenis organisasi menjalankan tiga fungsi. Fungsi-fungsi ini merupakan hal penting, bukan hanya untuk proses produksi, tetapi juga demi kelangsungan hidup sebuah organisasi. Fungsi-fungsi ini adalah sebagai berikut. - Pemasaran yang menghasilkan permintaan, paling tidak, menerima pemesanan untuk sebuah barang atau jasa (tidak akan ada aktivitas jika tidak ada penjualan). - Produksi/operasi yang menghasilkan produk. - Keuangan/akuntansi yang mengawasi sehat tidaknya sebuah organisasi, membayar tagihan, dan mengumpulkan uang.

Kita mempelajari MO (Manajemen Operasi) karena empat alasan berikut: 1. MO adalah satu dari tiga fungsi utama dari setiap organisasi dan berhubungan secara utuh dengan semua fungsi bisnis lainnya. Semua organisasi memasarkan (menjual), membiayai (mencatat rugi laba), dan memproduksi (mengoperasikan), maka sangat penting untuk mengetahui bagaimana aktivitas MO berjalan. Karena itu pula, kita mempelajari bagaimana orang-orang mengorganisasikan diri mereka bagi perusahaan yang produktif. 2. Kita mempelajari MO karena kita ingin mengetahui bagaimana barang dan jasa diproduksi. Fungsi produksi adalah bagian dari masyarakat yang menciptakan produk yang kita gunakan. 3. Kita mempelajari MO untuk memahami apa yang dikerjakan oleh manajer operasi. Dengan memahami apa saja yang dilakukan oleh manajer ini, kita dapat membangun keahlian yang dibutuhkan untuk dapat menjadi seorang manajer seperti itu. Hal ini akan membantu Anda untuk menjelajahi kesempatan kerja yang banyak dan menggiurkan di bidang MO. 4. Kita mempelajari MO karena bagian ini merupakan bagian yang paling banyak menghabiskan biaya dalam sebuah organisasi. Sebagian besar pengeluaran perusahaan digunakan untuk fungsi MO. Walaupun demikian, MO memberikan peluang untuk meningkat keuntungan dan pelayanan terhadap masyarakat. Menurut Heizer dan Render (2009:4), manajemen operasi adalah serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output. Sedangkan menurut Herjanto (2008:2), manajemen operasi merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan barang, jasa, atau kombinasinya, melalui proses transformasi dari sumberdaya produksi menjadi keluaran yang diinginkan. Menurut Heizer dan Render (2009:56-57), diferensiasi, biaya rendah dan respons yang cepat dapat dicapai saat manajer membuat keputusan efektif dalam sepuluh wilayah manajemen operasional. Keputusan ini dikenal sebagai keputusan operasi (operations decisions). Berikut sepuluh keputusan manajemen operasional yang mendukung misi dan menerapkan strategi:

1. Perancangan barang dan jasa. Perancangan barang dan jasa menetapkan sebagian besar proses transformasi yang akan dilakukan. Keputusan biaya, kualitas dan sumber daya manusia bergantung pada keputusan perancangan. 2. Kualitas. Ekspektasi pelanggan terhadap kualitas harus ditetapkan, peraturan dan prosedur dibakukan untuk mengidentifikasi serta mencapai standar kualitas tersebut. 3. Perancangan proses dan kapasitas. Keputusan proses yang diambil membuat manajemen mengambil komitmen dalam hal teknologi, kualitas, penggunaan sumber daya manusia dan pemeliharaan yang spesifik. Komitmen pengeluaran dan modal ini akan menentukan struktur biaya dasar suatu perusahaan. 4. Pemilihan lokasi. Keputusan lokasi organisasi manufaktur dan jasa menentukan kesuksesan perusahaan. 5. Perancangan tata letak. Aliran bahan baku, kapasitas yang dibutuhkan, tingkat karyawan, keputusan teknologi dan kebutuhan persediaan mempengaruhi tata letak. 6. Sumber daya manusia dan rancangan pekerjaan. Manusia merupakan bagian yang integral dan mahal dari keseluruhan rancang sistem. Karenanya, kualitas lingkungan kerja diberikan, bakat dan keahlian yang dibutuhan, dan upah yang harus ditentukan dengan jelas. 7. Manajemen rantai pasokan. Keputusan ini menjelaskan apa yang harus dibuat dan apa yang harus dibeli. 8. Persediaan. Keputusan persediaan dapat dioptimalkan hanya jika kepuasan pelanggan, pemasok, perencanaan produksi dan sumber daya manusia dipertimbangkan. 9. Penjadwalan. Jadwal produksi yang dapat dikerjakan dan efisien harus dikembangkan. 10. Pemeliharaan. Keputusan harus dibuat pada tingkat kehandalan dan stabilitas yang diinginkan. 2.1.2 Manajemen Persediaan 2.1.2.1 Pengertian Persedian Menurut R. Agus Sartono (2010 ; 443) persediaan pada umumnya merupakan salah satu jenis aktiva lancer yang jemlhnya cukup besar dalam satu perusahaan. Hal ini mudah dipahami karena persediaan merupakan factor penting dalam menentukan kelancaran operasi perusahaan ditinjau dari segi neraca

persediaan adalah barang-barang atau bahan yang masih tersisa pada tanggal neraca, atau barang barang yang akan segera dijual, digunakan atau diproses dalam periode normal perusahaan. Menurut Mamduh M. Hanafi (2010 ; 87) persediaan biasanya mencangkup beberapa jenis persediaan, seperti persediaan bahan mentah, persediaan bahan setengah jadi, dan persediaan barang jadi atau barang dagangan. Bahan mentah dalah bahan baku yang akan digunakan untuk memproduksi barang barang dagangan. barang setengah jadi adalah barang yang belum selesai sepenuhnya menjadi barang dagangan. Sementara barang jadi adalah barang yang sudah selesai dikerjakan dan siap untuk dijual. Gambar 2.1 Proses Transformasi Produk Sumber : Mamduh M. Hanafi (2010 ; 87) Dari gambar 2.1 proses transformasi produk tersebut dapat disimpulkan ada tiga macam jenis persediaan pada perusahaan dagang : 1. Bahan baku, yaitu merupakan input awal dari proses transformasi menjadi produk jadi. 2. Barang setengah jadi, yaitu merupakan bentuk peralihan antara bahan baku dengan produk setengah jadi. 3. Barang jadi, yaitu merupakan hasil akhir proses transformasi yang siap dipasarkan kepada konsumen. Persediaan merupakan komponen dari aktiva lancer yang keadaannya selalu mengalami perputaran menurut Bambang Riyanto ( 2010;70 ). Pembagian jenis persediaan dapat berdasarkan proses manufaktur yang dijalani

dan berdasarkan tujuan. Maka persediaan dibagi dalam tiga kategori yang sebagaimana dijelaskan oleh Ristono (2009:7) yaitu: 1. Persediaan pengamanan (safety stock) Persediaan pengamanan atau sering pula disebut sebagai safety stock adalah persediaan yang dilakukan untuk mengantisipasi unsur ketidakpastian permintaan dan persediaan. Apabila persediaan pengamanan tidak mampu mengantisipasi tersebut, maka akan terjadi kekurangan persediaan (stockout). Faktor- faktor yang menentukan besarnya safety stock a. Penggunaan bahan baku rata-rata b. Faktor lama atau lead time (procurement time) 2. Persediaan antisipasi Persediaan antisipasi disebut sebagai stabilization stock merupakan persediaan yang dilakukan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yng sudah dapat diperlukan sebelumnya. 3. Persediaan dalam pengiriman (transit stock) Persediaan dalam pengiriman disebut workin process stock adalah persediaan yang masih dalam pengiriman, yaitu : a. Eksternal transit stock adalah persediaan yang masih berada dalam transportasi. b. Internal transit stock adalah persediaan yang masih menunggu untuk proses atau menunggu sebelum dipindahkan. 2.1.2.2 Biaya Persediaan Menurut Mamduh M. Hanafi ( 2010;218) persediaam juga mempunyai biayabiaya yang berkaitan. Beberapa contoh biaya yang berkaitan dengan persediaan antara lain : 1. Biaya Investasi Investasi pada persediaan, seperti investasi pada piutang atau modal kerja lainnya, memerlukan biaya investasi. Biaya investasi bisa berupa biaya kesempatan karena dana tertanam di persediaan, dan bukannya tertanam pada investasi lainnya. 2. Biaya Penyimpanan Biaya penyimpanan mencangkup biaya eksplisit, seperti biaya sewa gudang,

asuransi, pajak, dan biaya kerusakan persediaan. Biaya inplisit mencangkup biaya kesempatan seperti pada item 1 diatas. 3. Biaya Order Untuk memperoleh persediaan, perusahaan akan melakukan order persediaan tersebut. Biaya administrasi yang berkaitan dengan aktifitas memesan persediaan, biaya transportasi dan biaya pengangkutan persediaan. Menurut Darmawan Sjahrial (2009;201) penentuan besarnya investasi atau alokasi modal dalam persediaan merupakan masalah penting bagi perusahaan, karena persediaan mempunyai efek langsung. bila investasi dalam persediaan lebih besar daripada kebutuhannya maka : 1. Akan memperbesar beban bunga, terutama sumber modal kerjanya berasal dari dana pinjaman. 2. Akan memperbesar biaya penyimpanandan biaya pemeliharaan 3. Akan memperbesar kerugian karena kerusakan bahan baku 4. Turunnya kualitas persediaan 5. Persediaan dapat mengalami keusangan atau obsolescence dan akan memperkecil keuntungan. Sebaliknya investasi pada persediaan yang terlalu keci akan mengakibatkan kekurangan bahan baku sehingga kapasitas produksi tidak terpenuhi yang pada akhirnya biaya produksi rata-rata menjadi tinggi. Hal ini juga menyebabkan menurunnya keuntungan perusahaan. 2.1.2.3 Fungsi Persediaan Persediaan yang diadakan mulai dari yang berbentuk bahan mentah, barang setengah jadi sampai dengan barang jadi menurut Prawirosentono (2009:74) adalah sebagai berikut : 1. Menghilangkan risiko keterlambatan datangnya atau bahan yang dibutuhkan. 2. Mengurangi risiko penerimaan bahan baku yang dipesan tetapi tidak sesuai dengan pesanan sehingga harus dikembalikan. 3. Menyimpan barang/bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga dapat digunakan seandainyapun barang/bahan itu tidak tersedia di pasaran.

4. Mempertahankan stabilitas proses produksi perusahaan atau menjamin kelancaran proses produksi. 5. Upaya penggunaan mesin yang optimal, karena terhindar dari terhentinya operasi produksi karena ketidakadaan persediaan. 6. Memberikan pelayanan kepada pelanggan secara lebih baik. Barang cukup tersedia di pasaran, agar ada setiap waktu diperlukan. Khusus untuk barang yang dipesan, barang dapat selesai pada waktunya sesuai dengan yang dijanjikan. 2.1.2.4 Jenis-Jenis Persediaan Terdapat 4 jenis persediaan yang harus dipelihara perusahaan untuk mengakomodasi fungsi-fungsi persediaan menurut Heizer dan Render (2009:82), yaitu : 1. Persediaan bahan mentah (raw material inventory) Bahan-bahan yang biasanya dibeli, tetapi belum memasuki proses manufaktur dan digunakan untuk melakukan decouple (memisahkan) pemasok dari proses produksi. 2. Persediaan barang setengah jadi (WIP inventory) Komponen atau bahan mentah yang telah melewati beberapa proses perubahan, tetapi belum selesai. WIP ada karena waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sebuah produk (disebut waktu siklus). 3. MRO (Maintenance, Repair, Operating) Persediaan yang disediakan untuk pesediaan pemeliharaan, perbaikan, operasi, yang dibutuhkan untuk menjaga agar mesin-mesin dan proses-proses tetap produktif. 4. Persediaan barang jadi Produk yang telah selesai dan tinggal menunggu pengiriman tetapi masih merupakan asset dalam pembukuan perusahaan. 2.1.2.5 Proses Alur Persediaan (Flow Process Inventory) Flow Inventory adalah alur jalannya inventory tersebut dalam bisnis perusahaan. Jadi dapat dikatakan bahwa bentuk dari flow process tersebut ditentukan dari

bagaimana bentuk dari bisnis perusahaan tersebut. Semakin kompleks bisnis maka flow process dari inventory ini akan semakin panjang, sedangkan jika bisnis tidak kompleks maka flow process akan pendek. Flow process inventory dapat digambarkan secara umum menjadi : Gambar 2.2 Flow Process Inventory Sumber : http//digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=98qual Gambar 2.2 merupakan gambaran secara umum dari flow process inventory. Supplier merupakan mata rantai pertama dari flow process, dimana tugas utama dari supplier adalah mendatangkan raw material dan sparepart. Raw material yang telah didatangkan dan sparepart disimpan dalam gudang raw material karena diasumsikan barang dari supplier akan langsung diproses sehingga nantinya akan menghasilkan work in process bahkan finished goods ini nantinya akan disimpan dalam gudang finished goods untuk memenuhi customer demand.

2.1.2.6 Tujuan Pengendalian Persediaan Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan sudah tentu mempunyai tujuan tertentu. Persediaan yang diadakan mulai dari yang berbentuk bahan mentah, barang setengah jadi sampai dengan barang jadi menurut Prawirosentono (2009:74) adalah sebagai berikut : 1. Menghilangkan risiko keterlambatan datangnya atau bahan yang dibutuhkan. 2. Mengurangi risiko penerimaan bahan baku yang dipesan tetapi tidak sesuai dengan pesanan sehingga harus dikembalikan. 3. Menyimpan barang/bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga dapat digunakan seandainyapun barang/bahan itu tidak tersedia di pasaran. 4. Mempertahankan stabilitas proses produksi perusahaan atau menjamin kelancaran proses produksi. 5. paya penggunaan mesin yang optimal, karena terhindar dari terhentinya operasi produksi karena ketidakadaan persediaan. 6. Memberikan pelayanan kepada pelanggan secara lebih baik. Barang cukup tersedia di pasaran, agar ada setiap waktu diperlukan. Khusus untuk barang yang dipesan, barang dapat selesai pada waktunya sesuai dengan yang dijanjikan. Menurut Agus Risotono ( 2009;6 ) memaparkan bahwa besr kecilnya persediaan bahan baku dan bahan penolong dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni: 1. Volume atau jumlah yang dibutuhkan, yakni persediaan ditaksir berdasarkan ramalan kebutuhan proses produksi per periode missal berdasarkan anggaran penjualan. Dengan tujuan menjaga kelangsungan atau kontinuitas proses produksi. 2. Kontinuitas produk tidak terhenti, diperhatikan tingkat persediaan bahan baku yang tinggi dan sebaliknya. 3. Sifal bahan baku / penolong, perlu diketahui apakah cepat rusak (durable good) atau tahan lama (undurable good). Apakah bahan atau persediaan termasuk kedalam kategori barang cepat rusak maka persediaan yang disimpan tidak perlu terlalu banyak. sedangkan untuk bahan baku yang memiliki sifat tahan lama, maka tidak ada salahnya perusahaan menyimpan dalam jumlah besar.

Dari penjelasan yang telah disebutkan, maka diketahuibahwa perusahaan dalam menentukan besar atau kecilnya tingkat persediaan harus melakukan beberapa pertimbangan. Pertimbangan tersebut akan selalu dipengaruhi oleh volume jumlah persediaan yang di butuhkan atau direncanakan, biaya persediaan yang dikeluarkan yang dipengaruhi oleh kegiatan produksi, sifat bahan baku yang digunakan, dan waktu pemesanan barang hingga barang tiba. 2.1.2.7 Model-Model Persediaan Perusahaan manufaktur dalam menjalankan usahanya membutuhkan persediaan mulai dari keperluan bahan mentah sampai pada barang jadi. Manajemen persediaan ini bertujuan unutuk membantu perusahaan dalam meningkatkan dan memberikan pelayanan yang maksimal kepada konsumen. Pengadaaan stok barang-barang agar tidak terjadi kekurangan atau kelebihan, karena jika terjadi kekurangan pelanggan akan merasa tidak puas atas badan usaha tersebut. Sebaliknya jika terjadi kelebihan stok bisa menimbulkan kerusakan terhadap barang-barang tersebut dan biaya yang dikeluarkan tidak seimbang dengan hasil penjualan. Disamping itu, harus diperhatikan juga segi-segi meminimalkan biayanya sebab banyak biaya yang diperlukan dalam mengadakan stok barang tersebut. Di antara biaya pembelian, biaya pengadaan atau pemesanan, biaya penyimpanan, dan biaya kehilangan penjual. Untuk itu maka diperlukan metode persediaan yang dapat mengantisipasi penentuan diadakannya persediaan pada perusahaan tersebut. Sedangkan model model manajemen persediaan pada prinsipnya menurut Heizer & Render (2010:102) ditunjukan untuk menentukan jumlah pesanaan yang optimal serta saat pemesanan kembali yang tepat agar biaya total persediaan diminimlkan. Model model ini secara garis besar dibedakan atas dua jenis permintaan terhadap bahan baku / komponen, yaitu sebagai berikut : 7. Persediaan dependen (dependent demand), yaitu persediaan atau bahan baku atau komponen yang permintaannya atau penggunaannya bergantung pada item lainnya. 8. Persediaan independent (independent demand), yaitu persediaan barang atau bahan baku atau komponen yang permintaannya berdiri sendiri sesuai dengan itemnya, tidak bergantung pada item lain.

Umumnya untuk mengendalikan persediaan dependent demand digunakan metode Material Requirement Planning (MRP), sedangkan untuk mengendalikan persediaan yang bersifat independent demand dapat digunakan metode Economic Quantity Order (EOQ). Jadi menurut penjelasan diatas, manajemen persediaan menghasilkan dua keputusan yakni : 1. How much to order Yaitu berapa banyak jumlah yang akan dipesan. jumlah pesanan ini berdasarkan besarnya kebutuhan yang sudah ditentukan besarnya menggunakan metode MRP. 2. When to order Kapan pemesanan akan dilakukan berkaitan dengan reorder point, yaitu saat dimana persediaan sudah mencapai tingkat tertentu dan harus segera dilakukan pemesanan kembali. 2.3 Perencanaan Kebutuhan Material (Material Requirement Planning or MRP) 2.3.1 Tujuan MRP Suatu sistem MRP pada dasarnya bertujuan untuk merancang suatu sistem yang mampu menghasilkan informasi untuk mendukung tindakan yang tepat baik berupa pembaatalan pesanan, pesan ulang, atau penjadwalan ulang. Tindakan ini sekaligus merupakan suatu pegangan untuk melakukan pembelian bahan baku atau produksi. Menurut Eddy Herjanto (2008:276) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Operasi, mengemukakan beberapa tujuan dari MRP, diantaranya : 1. Meminimalkan persediaan. MRP menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen diperlukan sesuai dengan jadwal induk produksi (Master Production Schedule). Dengan menggunakan metode ini pengadaan atau pembelian atas komponen-komponen yang diperlukan untuk suatu rencana produksi dapat dilakukan sebatas yang diperlukan saja sehingga meminimalkan biaya persediaan. 2. Mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman. MRP mengidentifikasi banyaknya bahan dan komponen yang diperlukan baik dari segi jumlah dan waktu dengan memperhatikan waktu tenggang produksimaupun pengadaan komponen, sehingga dapat memperkecil resiko tidak tersedianya bahan yang akan diproses yang dapat mengakibatkan terganggunya rencana produksi

3. Komitmen yang realistis. Dengan MRP, jadwal produksi diharapkan dapat dipenuhi sesuai dengaan rencana, sehingga komitmen terhadap pengiriman barang dapat dilakukan secara lebih realistis. Hal ini mendorong meningkatnya kepuasan dan kepercayaan konsumen. 4. Meningkatnya efisiensi. MRP juga mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan lebih baik sesuai dengan jadwal induk produksi. 2.3.3 Komponen MRP Komponen dasar MRP terdiri dari jadwal induk proses, daftar material dan data persediaan, yang dapat digambarkan dalam suatu sistem MRP. Berdasarkan informasi dari jadwal induk produksi dapat diketahui permintaan dari suatu produk akhir yang selanjutnya dengan mengetahui komponen produk akhir itu, status persediaan, waktu tenggang yang diperlukan untuk memesan barang atau merakit komponen-komponen yang bersangkutandapat disusun suatu perencanaan kebutuhan dari komponen yang diperlukan.

Daftar Material Jadwal Induk Data Persediaan Perencanaan Kebutuhan Material Rencana Pembelian Daftar Material Gambar 2.3 Komponen MRP Sumber: Herjanto (2008 :277) 2.3.4 Prosedur Sistem MRP Sistem MRP memiliki empat langkah utama, yang selanjutnya keempat langkah ini harus diterapkan satu per satu pada periode perencanaan dan pada setiap item. Prosedur ini dapat dilakukan secara manual bila jumlah item yang terlibat dalam produksi relatif sedikit. Suatu program (software) diperlukan bila jumlah item sangat banyak. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut : Netting : Perhitungan kebutuhan bersih. Lotting : Penentuan ukuran lot. Offseting :Penetapan besarnya lead time. Explosion : Perhitungan selanjutnya untuk item level dibawahnya Berikut penjelasan dari langkah-langkah diatas : a) Netting, proses ini adalah perhitungan kebutuhan bersih yang besarnya

merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaaan persediaan (yang telah tersedia dan yang akan diterima). Data yang diperlukan dalam netting ini adalah jumlah kebutuhan kotor (produk akhir) yang akan diproduksi pada suatu jangka waktu atau periode tertentu, rencana penerimaan dari sub kontraktor selama periode tersebut dan tingkat ketersediaan yang dimiliki pada awal periode perencanaan. b) Lotting adalah suatu proses untuk menentukan besarnya pesanan optimal untuk setiap item secara individual dedasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih yang telah dilakukan. Ada banyak alternatif metode atau teknik untuk menentukan ukuran lot, yang pada umumnya diarahkan untuk meminimalkan total ongkos setup dan ongkos simpan. Teknik-teknik yang dipakai dalam penentuan ukuran lot ini antara lain : 1. Fixed Order Quantity (FOQ). Dalam metode FOQ, ukuran lot ditentukan secara subjektif. Berapa besarnya dapat ditentukan berdasarkan pengalaman produksi atau instuisi. Tidak ada teknik yang dapat dikemukakan untuk menentukan berapa ukuran lot ini. Kapasitas produksi selama lead time produksi dalam hal ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan besarnya lot. Sekali ukuran lot ditetapkan, maka lot ini akan digunakan untuk seluruh periode selanjutnya dalam perencanaan. Berapa pun kebutuhan bersihnya, rencana pesan akan tetap sebesar lot yang telah ditentukan tersebut. Metode ini dapat ditempuh untuk item-item yang biaya pemesanannya sangat mahal. 2. Lot For Lot (LFL) adalah ukuran pemesanan yang dilakukan adalah sebesar kebutuhan bersih pada periode tersebut. Metode ini pada umumnya mengurangi biaya simpan karena ukuran pemesanan dipakai habis untuk periode tersebut. 3. Economic Order Quantity (EOQ) adalah ukuran pemesanan dihitung dengan suatu rumus dimana biaya yang minimal dapat dicapai apabila kebutuhan dalam bentuk yang sama untuk setiap periode. Bagi kebutuhan persediaan yang diketahui besarnya dan seragam dari satu periode ke periode lain, ukuran lot yang optimal dapat dicari dengan menggunakan metode EOQ, namun bagi

permintaan yang tidak seragam, metode EOQ tidak sesuai karena umumnya tidak memberikan hasil yang optimal. Penetapan ukuran lot dengan teknik ini sangat populer sekali dalam sistem persediaan tradisional. Metode EOQ ini biasanya digunakan untuk horizon perencanaan selama satu tahun sebesar 12 bulan. Metode EOQ baik digunakan bila semua data konstan dan perbandingan biaya pesan dan simpan sangat besar. 4. Fixed Period Requirement (FPR) adalah jangka waktu pemesanan ditentukan secara bebas, tetapi berulang secara tetap. Ukuran pemesanan sesuai jumlah kebutuhan pada jangka waktu yang ditentukan tersebut. 5. Period Order Quantity (POQ). Sistem period order quantity ini merupakan perbaikan dari sistem economic order quantity (EOQ), teknik POQ berprinsip pada penentuan frekuensi pemesanan pertahun yang diperoleh dengan cara membagi jumlah periode dengan frekuensi pemesanan. c) Offsetting proses ini dapat menentukan saat yang tepat untuk melakukan rencana pemesanan dalam memenuhi tingkat kebutuhan bersih yang diperlukan dalam proses ini adalah lead time produk tersebut. Pemesanan harus dilakukan lebih awal dari periode kebutuhan material tersebut. Periode kebutuhan material dikurangi dengan lead time menghasilkan periode pemesanan yang dilakukan. d) Explosion proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat item / komponen yang lebih bawah. Perhitungan kebutuhan kotor ini didasarkan pada rencana pemesanan item-item produk pada level yang lebih atas. Untuk perhitungan kebutuhan kotor ini, diperlukan struktur produk dan informasi mengenai berapa jumlah kebutuhan tiap item untuk item yang akan dihitung. Dalam proses explosion ini data mengenai struktur produk harus tersedia secara akurat. Ketidakakuratan data struktur produk akan mengakibatkan kesalahan pada perhitungan.

2.3.5 Terminologi Perhitungan MRP Tabel 2.1 Tabel MRP Part No. : Description : BOM UOM : On-hand : Lead Time : Order Policy : Safety Stock : Lot Size : Period Gross Requirement Scheduled Receipts PAB 1 Net Requirement Planned Order Receipts Planned Order Release PAB 2 Past Due 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Keterangan untuk tabel MRP pada tabel 2.1 diatas adalah sebagai berikut : 1. Part No menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit. 2. BOM UOM menyatakan satuan komponen atau material yang akan dirakit. 3. Lead Time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk me-release atau memanufaktur suatu komponen. 4. Safety Stock menyatakan cadangan material yang harus ada di tangan sebagai antisipasi kebutuhan di masa yang akan datang. 5. Description menyatakan deskripsi material secara umum. 6. On hand menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa periode sebelumnya. 7. Order Policy menyatakan jenis pendekatan yang digunakan untuk menentukan ukuran lot yang dibutuhkan saat memesan barang. 8. Lot Size menyatakan penentuan ukuran lot saat memesan barang. 9. Gross Requirement menyatakan jumlah yang akan diproduksi atau dipakai pada setiap periode. Untuk end item (finished product), kuantitas gross requirement sama dengan Master Production Scheduled (MPS). Untuk komponen, kuantitas gross requirement diturunkan dari Planned Order Release induknya. 10. Scheduled Receipts menyatakan material yang dipesan dan akan diterima pada

periode tertentu. 11. Projected Available Balance 1 (PAB 1) menyatakan kuantitas material yang ada di tangan sebagai persediaan pada awal periode. Project Available Balance 1 dapat dihitung dengan menambahkan material on hand periode sebelumnya dengan Scheduled Receipts pada periode itu dan menguranginya dengan gross requirement pada periode yang sama. Atau jika dimasukkan pada rumus adalah sebagai berikut : PAB1 = (PAB2)t-1 - (Gross Requirement)t + (Scheduled Receipts)t 12. Net Requirement menyatakan jumlah bersih (netto) dari setiap komponen yang harus disediakan untuk memenuhi induk komponennya atau untuk memenuhi Master Production Scheduled. Net Requirement = 0 jika PAB1 >i 0 dan Net Requirement = (-) PAB1 jika PAB1 0. Net Requirement = (-)(PAB 1)t + Safety Stock 13. Planned Order Receipts menyatakan kuantitas pemesanan yang dibutuhkan pada suatu periode. Planned Order Receipts muncul pada saat yang sama dengan Net Requirements, akan tetapi ukuran pemesanannya (lot sizing) bergantung kepada order policy-nya. Selain itu juga harus mempertimbangkan Safety Stock juga. 14. Planned Order Release menyatakan kapan suatu order sudah harus di-release atau dimanufaktur sehingga komponen ini tersedia ketika dibutuhkan oleh induk itemnya. Kapan suatu order harus di-release ditetapkan dengan lead time period sebelum dibutuhkan. 15. Projected Available Balance 2 (PAB 2) menyatakan kuantitas material yang ada di tangan sebagai persediaan pada akhir periode. Project Available Balance 2 dapat dihitung dengan cara mengurangkan Planned Order Receipt pada Net Requirements. PAB 2 = (PAB2)t-1 + (Scheduled Receipt)t (Gross Requirement)t + (Planned Order Receipt)t Atau dapat disingkat : PAB2 = (PAB1)t + (Planned Order Receipt)t

2.3.6 Output MRP Menurut, Herjanto (2004), secara garis besar, out put MRP ini dibagi dalam tiga bagian, yaitu : 1. MRP Primary Report (Laporan Utama) Primary Report atau yang biasa dikenal dengan MRP Report, nerupakan format laporan yang terdiri dari dua bentuk, yaitu format horizontal (dalam harian dan mingguan) dan format vertikal (dengan waktu dalam setiap harinya). 2. Action Report (Laporan Kegiatan) Output ini biasa disebut dengan MRP Expection Report (laporan pengecualian), perencanaan MRP memfokuskan perhatian langsung terhadap kebutuhan item dan keputusan selama melakukan kegiatannya. 3. MRP Pegging Report (Laporan Penetapan MRP) Output ini akan menyediakan sumber dari kebutuhan pada level tertinggi selanjutnya dalam Bill of material, seperti tiap pesanan perusahaan yang dikeluarkan dari item pada setiap kebutuhan kotor.

2.4 Kerangka Pemikiran PT Ace Media Utama Customer Oder and Inventory Record Master Production Schedule Bill Of Materials Purchase Orders MRP Stock Lead Times Hasil Data dengan Penerapan Sistem MRP Analisis Perbandingan Hasil Antara Sistem yang Berjalan dengan Data Hasil Pengolahan MRP Kesimpulan dan Saran

Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran