Pewarna Anorganik Dari Kompleks Besi Formazan Sebagai Fotosensitizer Pada Sel Surya Pewarna Tersensitisasi (SSPT) Nening Listari, Syafsir Akhlus*

dokumen-dokumen yang mirip
Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN EKSTRAKSI DAUN BAYAM SEBAGAI DYE SENSITIZER DENGAN VARIASI JARAK SUMBER CAHAYA PADA DSSC

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Ana Thoyyibatun Nasukhah Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang yang kaya akan radiasi matahari yang tinggi,

Peranan Elektrolit Pada Performa Sel Surya Pewarna Tersensitisasi (SSPT)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Listrik merupakan kebutuhan esensial yang sangat dominan kegunaannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang dialami hampir oleh seluruh negara di dunia

TiO 2 jatuh pada 650 nm sedangkan pada kompleks itu sendiri jatuh pada 600 nm, dengan konstanta laju injeksi elektron sekitar 5,5 x 10 8 s -1 sampai

F- 1. PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA

SEL SURYA FOTOELEKTROKIMIA DENGAN MENGGUNAKAN NANOPARTIKEL PLATINUM SEBAGAI ELEKTRODA COUNTER GROWTH

BAB III METODE PENELITIAN

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.2, (2013) X 1

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar sumber energi yang dieksploitasi di Indonesia berasal dari energi fosil berupa

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi saat ini yang melanda dunia masih dapat dirasakan terutama di

PENGGUNAAN CAMPURAN PEWARNA ALAMI PADA SEL SURYA PEWARNA TERSENSITISASI (SSPT)

Pengaruh Konsentrasi Ruthenium (N719) sebagai Fotosensitizer dalam Dye-Sensitized Solar Cells (DSSC) Transparan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11. Rangkaian pengukuran karakterisasi I-V.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Studi Eksperimental Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Performa DSSC (Dye Sensitized Solar Cell) dengan Ekstrak Buah dan Sayur sebagai Dye Sensitizer

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

FOTOVOLTAIK PASANGAN ELEKTRODA CUO/CU DAN CUO/STAINLESS STEEL MENGGUNAKAN METODE PEMBAKARAN DALAM BENTUK TUNGGAL DAN SERABUT DENGAN ELEKTROLIT NA2SO4

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI KLOROFIL TERHADAP DAYA KELUARAN DYE-SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC)

VARIASI KECEPATAN PUTAR DAN WAKTU PEMUTARAN SPIN COATING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

3 Metodologi penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih

3. Metodologi Penelitian

FABRIKASI SEL SURYA PEWARNA TERSENSITISASI (SSPT) DENGAN MEMANFAATKAN EKSTRAK ANTOSIANIN UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tahapan penelitian ini secara garis besar ditunjukkan oleh Gambar 3.1. Preparasi sampel. Pembuatan pasta ZnO dan TiO2

BAB III METODE PENELITIAN

Pengaruh Variasi Ketebalan Titanium Dioksida (TiO 2 ) Terhadap Daya Keluaran Dye Sensitized Solar Cell (DSSC)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Mariya Al Qibriya, 2013

Preparasi Lapisan Tipis ZnO Dengan Metode Elektrodeposisi Untuk Aplikasi Solar Cell

KESTABILAN SEL SURYA DENGAN FOTOSENSITIZER EKSTRAK ZAT WARNA KULIT JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT

PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI

3 Metodologi Penelitian

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Karakterisasi Ekstrak Antosianin Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L) sebagai Fotosensitiser pada Sel Surya Pewarna Tersensitisasi

BAB I PENDAHULUAN. energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sel surya generasi pertama berbahan semikonduktor slikon (Si) yang

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas

1. Werthein E, A Laboratory Guide for Organic Chemistry, University of Arkansas, 3 rd edition, London 1953, page 51 52

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Metodologi Penelitian

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan

KIMIA FISIKA I. Disusun oleh : Dr. Isana SYL, M.Si

BAB III METODOLOGI III.1

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS KIMIA ORGANIK

SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3

BAB I PENDAHULUAN. 1. UU Presiden RI Kegiatan Pokok RKP 2009: b. Pengembangan Material Baru dan Nano Teknologi

Bab III Metodologi Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam

3 Percobaan. Garis Besar Pengerjaan

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional

I. PENDAHULUAN. senyawa kompleks bersifat sebgai asam Lewis sedangkan ligan dalam senyawa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SEBAGAI DYE SENSITISER ALAMI PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL

3. Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sederhana Natar-Lampung Selatan.

Perbandingan Stabilitas Lapisan Hidrofobik Pada Substrat Kaca Dengan Metode Sol-Gel Berbasis Water-glass dan Senyawa Alkoksida

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

DYE - SENSITIZED SOLAR CELLS (DSSC) MENGGUNAKAN PEWARNA ALAMI DARI EKSTRAK KOL MERAH DAN COUNTER ELECTRODE BERBASIS KOMPOSIT TiO2-GRAFIT

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. PROSEDUR PERCOBAAN. XRD dilakukan di Laboratorium Pusat Survey Geologi, Bandung dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

Pengujian dan Analisis Performansi Dye-sensitized Solar Cell (DSSC) terhadap Cahaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

Uji karakterisasi I-V Sel Surya Tersensitisasi Pewarna Alami Chotimah 1), Indriana Kartini 2), Ngadiwiyana 3)

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September

Transkripsi:

Pewarna Anorganik Dari Kompleks Besi Formazan Sebagai Fotosensitizer Pada Sel Surya Pewarna Tersensitisasi (SSPT) Nening Listari, Syafsir Akhlus* Kimia FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Laboratorium Kimia Fisika, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya Abstrak *Email: akhlus@gmail.com, Telp: 031-71739003 Dalam penelitian ini, dibuat suatu bentuk sel surya pewarna tersensitisasi (SSPT) dengan pewarna anorganik yaitu kompleks besi formazan yang diharapkan dapat meningkatkan stabilitas dan kinerja sel surya. Pewarna kompleks besi formazan merupakan pewarna tekstil selain itu afinitasnya baik untuk reagen analitik seperti protein dan fiber poliamida. Pemilihan kompleks besi formazan didasarkan pada logam besi terletak pada logam transisi dimana konfigurasi elektronnya d 6 sama seperti logam rutenium dan osmium (telah digunakan sebagai pewarna sel surya), logam besi lebih mudah didapat karena kelimpahan di alam lebih banyak di bandingkan logam yang lain, memiliki kuantum yang relatif tinggi untuk menghasilkan sensitisasi pada nanokristalin TiO 2, harganya lebih murah dan bisa di peroleh di Indonesia dengan mudah dibanding logam lain yang pernah diteliti sebelumnya sebagai kompleks untuk sel surya, larut dalam pelarut polar, panjang gelombangnya pada daerah UV-vis (Sokolowska, 1995). Pewarna besi kompleks formazan dibuat dengan cara disintesis.. Adapun efisiensi terbesar dari pewarna kompleks besi formazan dengan variasi konsentrasi 10-1 M, 10-2 M, 10-3 M, dan 10-4 M berturut-turut adalah 4.22%, 3.83%, 3.51%, dan 3.13% dibawah intensitas penyinaran matahari sebesar 59.9 mw/cm 2 selama lima hari. Pengkarakterisasian untuk pewarna kompleks besi formazan dengan menggunakan Uv-vis dan untuk mengukur arus-tegangan menggunakan multimeter. Kata kunci: Kompleks Besi Formazan, Sel Surya Pewarna Tersensitisasi (SSPT)

1. PENDAHULUAN Kebutuhan akan energi yang terus meningkat dan semakin menipisnya cadangan minyak bumi memaksa manusia untuk mencari sumber-sumber energi alternatif. Tingkat konsumsi energi di seluruh dunia saat ini diprediksikan akan meningkat sebesar 70% antara tahun 2000 sampai 2030. Cadangan sumber energi yang berasal dari fosil diseluruh dunia diperkirakan hanya sampai 40 tahun untuk minyak bumi, 60 tahun untuk gas alam, dan 200 tahun untuk batu bara. Sumber energi yang berasal dari fosil, saat ini menyumbang 87.7%, listrik tenaga air menyumbang 6%, tenaga nuklir, biomassa, sumber energi matahari dan lain-lain menyumbang 6% (Quan, 2006). Keterbatasan sumber energi di tengah semakin meningkatnya kebutuhan energi dunia dari tahun ketahun, serta untuk melindungi bumi dari pemanasan global dan polusi lingkungan membuat tuntutan untuk segera mewujudkan teknologi baru bagi sumber energi terbaharukan. Upaya pencarian sumber energi baru sebaiknya memenuhi syarat yaitu menghasilkan jumlah energi yang cukup besar, biaya ekonomis dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. Oleh karena itu pencarian tersebut diarahkan pada pemanfaatan energi matahari baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan sel surya yang dapat merubah energi matahari menjadi energi listrik. Energi listrik yang dihasilkan oleh sel surya tanpa adanya hasil samping berupa gas gas berbahaya dan sampah sampah nuklir (Cahen, 2004). Sel surya terdiri dari beberapa sel dan jenisnya beragam. Penggunaan sel surya telah banyak di gunakan di negara-negara berkembang dan negara maju dimana pemanfaatannya tidak hanya pada lingkup yang kecil tetapi sudah banyak digunakan untuk keperluan industri sehingga energi matahari dapat dijadikan sebagai sumber energi alternatif. Perkembangan sel surya saat ini memungkinkan untuk meninggalkan teknologi rangkaian divais padat klasik melalui penggantian fase yang berkontak langsung dengan semikonduktor, dengan material elektrolit baik yang berbentuk cair, gel, atau padat yang selanjutnya membentuk sel fotoelektrokimia. Kemajuan fenomenal dalam hal fabrikasi dan karakterisasi material nanokristalin membuka kesempatan untuk perkembangan sistem ini. Salah satu jenis dari kelompok divais ini adalah sel surya pewarna tersensitisasi (SSPT) yang pertama kali diperkenalkan oleh Michael Gratzel, yaitu jenis sel surya yang didalamnya terjadi proses absorpsi optis dan proses pemisahan muatan karena keberadaan sensitizer sebagai material penyerap sinar dengan semikonduktor berpita lebar yang memiliki morfologi nanokristalin. Beberapa keuntungan yang ditawarkan oleh sel surya pewarna tersensitisasi, diantaranya adalah biaya fabrikasi yang relatif murah, dapat dioperasikan dibawah kondisi penyinaran yang terhambur, bentuk sel dapat dibuat bersifat buram/ tak tembus cahaya atau transparan optis sehingga memberikan nilai lebih dari segi artistik (Gratzels, 2003). Sel surya pewarna tersensitisasi dapat menggunakan dua jenis pewarna yaitu pewarna yang berasal dari bahan organik dan anorganik. Adapun contoh pewarna dari bahan organik adalah mangsi, buah juwet, pacar air, pacar kuku, blue berry, kulit manggis dan lain sebagainya. Pewarna anorganik sebagai standar pada sel surya pewarna tersensitisasi adalah pewarna dari kompleks ruthenium dimana pewarna ini menghasilkan efisiensi sebesar 10.4% (Nazeeruddin dkk, 1997). Pewarna anorganik selain ruthenium yang telah digunakan adalah kompleks osmium, rhenium, besi, dan iridium (Sarto Polo, 2004). Keuntungan dalam menggunakan pewarna anorganik antara lain efisiensi konversi sel surya secara kimia dan thermal lebih stabil, warnanya susah terdegradasi di bandingkan pewarna organik, peningkatan efisiensi sampai 30% sedangkan pewarna organik 5%, memiliki pergerakan

elektron lebih tinggi daripada pewarna organik (www.oe-chemicals.com). Dalam penelitian ini pewarna yang digunakan adalah pewarna anorganik yaitu kompleks besi formazan. Dimana pewarna ini biasanya di gunakan sebagai pewarna tekstil dan afinitasnya baik untuk protein dan serat poliamida (Sokolowska,1996). Pemilihan kompleks besi formazan didasarkan pada, logam besi terletak pada logam transisi dimana konfigurasi elektronnya d 6 sama seperti logam rutenium dan osmium (telah digunakan sebagai pewarna sel surya), logam besi lebih mudah didapat karena kelimpahan di alam lebih banyak di bandingkan logam yang lain, memiliki kuantum yang relatif tinggi untuk menghasilkan sensitisasi pada nanokristalin TiO 2, harganya lebih murah dan bisa di peroleh di Indonesia dengan mudah dibanding logam lain yang pernah diteliti sebelumnya sebagai kompleks untuk sel surya, larut dalam pelarut polar, panjang gelombangnya pada daerah UV-vis yaitu 551 nm (Sokolowska, 1996). Beberapa komplek dari besi yang pernah dilakukan sebagai pewarna untuk sel surya pewarna tersensitisasi antara lain kompleks [Fe(L)(CN) 2 ] dan [Fe II L 3 ] dimana L adalah 2,2- bipiridin (Ferrere, 2001), kompleks besi(ii) bromopirogallol (Jayaweera, 2001), kompleks TBA 4 [Fe(dcbH 2 ) 2 (CN) 2 (Sarto Polo, 2004) dan kompleks besi phitalosianin dengan substitusi tetra-sulphonat (Balraju, 2009). Kompleks besi tersebut larut dalam pelarut polar. Dalam pelapisan TiO 2 menggunakan tehnik doctor blade. Tehnik ini merupakan tehnik yang sangat sederhana dan mudah di bandingkan dengan tehnik lainnya. Tehnik doctor blade adalah metode pelapisan suspensi TiO 2 pada kaca semikonduktor menggunakan batang pengaduk dengan cara di gelinding pada permukaan kaca untuk meratakan suspensi TiO 2 yang telah diteteskan. Karakteristik pewarna kompleks besi formazan menggunakan UV-Vis dan untuk mengukur arus serta tegangan menggunakan multimeter. 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Alat dan Bahan 2.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kaca semikonduktor (FTO), pemanas oven, cawan petri, gelas kimia, batang pengaduk, corong, termometer, pipet tetes, alat pengaduk, pensil grafit, klip penjepit, dan multimeter. 2.1.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk TiO 2 (tronox), larutan elektolit, asetil aseton, triton X-100, metanol, etanol, sulfanilamid, akuades, NaOH 30%, HCl 30%, NaNO 2 4ɴ, Na 2 SO 3, asam antranilik, Na 2 CO 3, benzaldehid, piridin, FeSO 4.7H 2 O. 2.2 Prosedur Kerja 2.2.1 Pembuatan Pasta TiO 2 Fotoelektroda TiO 2 dibuat dengan mengikuti prosedur sebagai berikut: bubuk TiO 2 (tronox) diayak untuk mendapatkan ukuran yang seragam. Selanjutnya bubuk TiO 2 ditimbang sebanyak 6 gram, kemudian ditambahkan asetil aseton sebanyak 0.2 ml yang telah dilarutkan dalam 1 ml akudes kedalam bubuk TiO 2 tersebut. Campuran ini diaduk hingga bercampur merata, kemudian digerus menggunakan mortar. setelah itu ke dalam campuran tersebut ditambahkan akuades sebanyak 8 ml, yang dimasukkan secara perlahan lahan sambil diaduk supaya merata. Suspensi TiO 2 tersebut dimasukkan ke dalam botol tertutup dan dikocok dengan menggunakan glass beads untuk memecahkan partikel partikel TiO 2. Glass beads merupakan pengaduk yang berupa manik-manik kecil berbentuk bulat yang terbuat dari keramik. Kedalam ssuspensi TiO 2 yang telah dikocok dimasukkan 0.1 ml triton X-100 yang telah dilarutkan dalam

1 ml akuades. Penambahan triton X-100 berfungsi sebagai surfaktan, larutan sebaiknya tidak dikocok lagi secara mekanik untuk menghindari terjadinya busa. Kemudian didiamkan selama 15 menit sebelum digunakan, supaya stabil dan busa serta gelembung udara berkurang (Brammer, 2004). 2.2.2 Pembuatan Pewarna Kompleks 2.2.2.1 Pembuata Benzaldehid Fenilhidrazon-4-sulfonamid Sulfanilamid (5.2 g, 0.03 mol) dilarutkan dalam 20 ml akuades yang berisi 3ml NaOH 30% dan ditambahkan 7.5 ml NaNO 2 4ɴ. Hasil campuran tersebut dimasukkan kedalam larutan 10 g pecahan es batu dalam 10 ml HCl 30% pada temperatur 5 C selama 40 menit. Kemudian dihasilkan garam diazonium dan ditambahkan secara perlahan-lahan larutan 9.995 g Na 2 SO 3 yang dilarutkan dalam 25 ml akuades pada suhu 10 C dan di aduk selama 24 jam. Setelah itu suhu dinaikkan sampai 70 C dan ditambahkan 30 ml HCl 30% kemudian diaduk selama 30 menit. Untuk memperoleh hasil maka campuran tadi diaduk lagi selama 24 jam, kemudian di saring, di bersihkan dengan air dingin, dikeringkan, dan diperoleh penilhidrazin 4-sulfonamid. Penilhidrazin-4-sulfonamid dilarutkan dalam 60 ml H 2 O yang berisi 4 ml NaOH 30% dan larutan benzaldehid 2.75 g (0.026 mol) dimasukkan pada suhu 50-55 C kemudian diaduk 24 jam sehingga di peroleh suatu campuran. Larutan campuran suhunya diturunkan menjadi 30 C kemudian di tambahkan 2.4 ml HCl 30%. Untuk memperoleh hasilnya maka larutan tersebut di saring, di bersihkan dengan air dingin dan di keringkan. 2.2.2.2 Pembuatan Pewarna Kompleks Besi Formazan Asam antranilik (0.685 g, 0.005 mol) dilarutkan dalam 7.5 ml akuades yang berisi 0.3g Na 2 CO 3 pada suhu 40 C dan ditambahkan 1.5 ml HCl 30%. Campuran didinginkan sampai suhu 0 C dan diazosiasi dengan 1.25 ml NaNO 2 4ɴ. Kemudian diazosiasi lagi selama 3 menit pada suhu 0-2 C, sehingga diperoleh garam diazonium dan pada suhu 0-5 C ditambahkan larutan ligan 1.475 g (0.0054 mol) yang dilarutkan dalam 35 ml akuades yang berisi 2.5 ml NaOH 30% dan 3 ml piridin. Kemudian campuran reaksi di aduk selama 24 jam setelah itu ditambahkan 4 ml HCl 30% sehingga diperoleh pewarna tanpa logam. Pewarna tanpa logam dilarutkan pada suhu 50 C dalam 28 ml akuades yang berisi 0.44 ml NaOH 30% dan di ditambahkan FeSO 4.7H 2 O sebanyak 0.695 g (0.0025 mol) yang dilarutkan dalam 4 ml akuades. Campuran reaksi di aduk selama 2 jam pada suhu 60-70 C sehingga diperoleh kompleks besi formazan. 2.2.3 Pembuatan Elektroda 2.2.3.1 Pembuatan Elektroda Pembanding Kaca konduktor yang telah siap pakai dilapisi permukaannya dengan pensil grafit, dimana ujung dari pensil di buat seperti mata pahat yang tujuannya dalam pelapisan pada kaca bisa lebih merata. Kemudian di panaskan pada suhu 450 C selama 30 menit. 2.2.3.2 Pembuatan Elektroda Kerja Pasta TiO 2 dilapiskan pada kaca konduktor yang telah dilapisi dengan fluorin (FTO) dengan teknik doctor blade hingga mencapai ketebalan tertentu. Kaca yang sudah terlapisi TiO 2 didiamkan pada temperatur kamar selama 45 menit kemudian dipanaskan pada suhu 450 C selama 30 menit, selanjutnya didinginkan hingga suhu 70 0 C. Kaca berlapis TiO 2 kemudian direndam dalam zat pewarna pada sebuah cawan petri selama 24 jam, hingga diperoleh penyerapan optimal (Kartini, 2004). Untuk pemakaian jangka waktu lama, setelah pelapisan, kaca disimpan dalam tempat gelap tertutup dan sedapat mungkin dihindarkan dari goresan yang dapat merusak lapisan semikonduktor TiO 2.

2.2.4 Perangkaian Alat Elektroda kerja yang telah dibuat sebelumnya, dikeluarkan dari tempat penyimpanan, kemudian diletakkan diatas meja dengan posisi lapisan yang terlapis pewarna di bagian atas. Elektroda kerja tersebut kemudian ditempeli dengan elektroda pembanding secara berhadapan. Di antara kedua elektroda diteteskan larutan elektrolit, kemudian kedua elektroda tersebut dijepit pada bagian pinggirnya dengan menggunakan klip penjepit, sehingga terbentuklah suatu rangkaian sel surya. 2.2.5 Pengkarakterisasian 2.2.5.1 Pengukuran Arus dan Voltase dengan cahaya matahari Sel surya dihubungkan dengan kabel voltameter pada kedua sisinya dengan kutub (+) adalah elektoda pembanding, dan kutub (-) adalah elektroda kerja. Sel surya yang telah terangkai dengan kabel, kemudian disinari dengan cahaya matahari langsung. Diukur arus dan tegangan maksimum. Kemudian diukur pula arus keluaran dengan menentukan luas area aktif dari sel surya. 2.2.5.1.3 Karakterisasi komponen komponen SSPT Karakterisasi struktural dari pewarna kompleks besi formazan menggunakan UV-Vis dan mengukur kinerja selnya menggunakan multimeter. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pewarna yang digunakan dalam sel surya harus memiliki panjang gelombang pada daerah tampak, hal ini dikarenakan untuk mengoptimalisasi penyerapan cahaya matahari yang akan di ubah sebagai energi listrik. Pewarna yang digunakan dalam sel surya ini adalah pewarna anorganik yaitu kompleks besi formazan. Kompleks besi ini dikarakteristik dengan UV-vis untuk mengetahui panjang gelombangnya yang telah disebutkan pada literatur (Sokowloska, 1996). Hasil yang diperoleh adalah 546 nm (gambar 1). Gamabar 1. Spektroskopi UV-Vis pada kompleks besi formazan Pada pewarna kompleks besi formazan mengandung gugus kromofor dimana memiliki gugus tak jenuh dan memiliki gugus ausokrom (NH 2, NR 2 ) yang memekatkan warna kromofor

sehingga meningkatkan intensitas dan panjang gelombang pada absorbsi. Puncak panjang gelombang menunjukkan adanya eksitasi elektron dari π ke π * dan n ke π * untuk ikatan rangkap terkonjugasinya. Adapun struktur dari kompleks besi formazan seperti pada gambar 2. Gambar 2. Pewarna kompleks besi formazan (X dan X 1 adalah COO; Y dan Y 1 adalah H; Z dan Z 1 adalah SO 2 NH 2 ) (Sokolowska, 1996). Pengukuran tegangan dan arus untuk sel surya ini menggunakan multimeter. Pengukuran dilakukan selama lima hari dibawah penyinaran sinar matahari secara langsung. Disini pengukuran dilakukan di diluar ruangan dengan variasi konsentrasi pewarna kompleks besi formazan. Adapun variasi konsentrasinya adalah 10-1 M, 10-2 M, 10-3 M, dan 10-4 M dengan luas kaca yang digunakan sebagai sel surya adalah 2 cm x 2 cm. Data Intensitas cahaya matahari Watt/ m 2 dan temperatur dari tanggal 13-17 Januari 2010 pada jam 12 siang. Tanggal 13 14 15 16 17 Data Intensitas (W/m 2 ) Intensitas (mw/cm 2 ) Temperatur ( C) 599 587 589 476 581 59.9 58.7 58.9 47.6 58.1 37.4 36.9 37.1 35.3 36.6 Pengukuran arus dan tegangan kompleks besi formazan 10-1 M Pengukuran waktu V OC V MPP FF η (%) Hari 1 0.580 40.06 10.015 0.364 27.78 6.945 0.4352 4.22% Hari 2 0.561 38.14 9.535 0.308 24.58 6.145 0.3538 3.22% Hari 3 0.541 31.01 7.7525 0.236 16.77 4.1925 0.2359 1.65% Hari 4 0.496 20.44 5.11 0.171 8.19 2.0475 0.1381 0.74% Hari 5 0.489 16.14 4.035 0.125 3.98 0.995 0.0630 0.21%

Pengukuran Kompleks Besi Formazan 10-2 M Pengukuran waktu V OC V MPP FF η (%) Hari 1 0.579 38.71 9.6775 0.357 25.68 6.42 0.4090 3.83% Hari 2 0.550 34.75 8.6875 0.281 23.31 5.8275 0.3427 2.79% Hari 3 0.538 26.11 6.5275 0.230 12.14 3.035 0.1988 1.19% Hari 4 0.490 19.44 4.86 0.156 7.16 1.79 0.1172 0.59% Hari 5 0.473 13.18 3.295 0.120 2.19 0.5475 0.0420 0.11% Pengukuran Kompleks Besi Formazan 10-3 M Pengukuran waktu V OC V MPP FF η (%) Hari 1 0.561 36.89 9.2225 0.336 25.00 6.25 0.4059 3.51% Hari 2 0.530 32.64 8.16 0.277 20.78 5.195 0.3327 2.45% Hari 3 0.526 24.17 6.0425 0.212 10.38 2.595 0.1731 0.93% Hari 4 0.485 17.72 4.43 0.131 6.47 1.6175 0.0986 0.45% Hari 5 0.452 11.66 2.915 0.087 2.17 0.5425 0.0358 0.08% Pengukuran Kompleks Besi Formazan 10-4 M Pengukuran waktu V OC V MPP FF η (%) Hari 1 0.552 34.78 8.695 0.311 24.11 6.0275 0.3906 3.13% Hari 2 0.524 29.41 7.3525 0.262 19.16 4.79 0.3257 2.14% Hari 3 0.516 21.98 5.495 0.200 9.76 2.44 0.1721 0.83% Hari 4 0.471 15.45 3.8625 0.116 5.96 1.49 0.0950 0.36% Hari 5 0.426 9.88 2.47 0.073 1.93 0.4825 0.0335 0.06% Dari data pengukuran yang diperoleh, dihasilkan efisiensi paling besar 4.22% pada konsentrasi pewarna kompleks 10-1 M dengan luas permukaan kaca sebesar 4 cm 2 dan intensitas mataharinya sebesar 59.9 mw/cm 2 pada suhu 37.4 C. Variasi konsentrasi mempengaruhi keluaran arus dari sel, karena semakin besar konsentrasi dan pekatnya warna dari sel surya maka keluaran arusnya juga besar efisiensi juga meningkat tinggi. Efisiensi sel surya dari hari ke hari memiliki penurunan. Pengaruh konsentrasi pewarna kompleks juga mempengaruhi keluaran arus sel surya, setiap variasi konsentrasi mengalami penurunan sekitar 2 ma. Luas permukaan sel surya juga mempengaruhi peningkatan arus yang dikeluarkan sel surya. Semakin besar permukaan maka absorbsi warna lebih luas, absorbsi cahaya makin banyak, arus meningkat sehingga efisiensinya juga meningkat.

Gambar 3. Hubungan arus dengan waktu (hari) pada variasi konsentrasi setiap pewarna kompleks besi formazan. Gambar 4. Hubungan efisiensi dengan waktu (hari) pada variasi konsentrasi setiap pewarna kompleks besi formazan. 4. KESIMPULAN Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan antara lain: 4.1.1 Efisiensi sel surya berdasarkan variasi konsentrasi pewarna kompleks besi formazan dari 10-1 M, 10-2 M, 10-3 M, dan 10-4 M adalah 4.22 %, 3.83 %, 3.51%, dan 3.13 %, dengan perbedaan efisiensi tiap konsentrasi sebesar 0.39 0.31 %. 4.2 Dari hari ke hari arus, tegangan, fill factor dan efisiensi dari pewarna kompleks semakin turun. Penurunan efisiensi terbesar pada hari pertama sampai hari ketiga yaitu sekitar 1-1.6 % sedangkan untuk hari ke empat sampai hari kelima 0.6 0.3%. 4.3 Pengaruh variasi konsentrasi pada sel surya sangat mempengaruhi tegangan, arus, fill factor dan efisiensi sel. Semakin besar konsentrasi maka tegangan, arus, fill factor dan efisiensi semakin tinggi. Daftar pustaka Balraju P., Manish Kumar, M.S. Roy, dan G.D. Sharma (2009), Dye sensitize d solar cells (DSSCs) based on modi fied iron phthalocyanine nanostructured TiO 2 electrode and PEDOT:PSS counter electrode, Synthetic Metal, Vol. 159, Hal. 1325-1331.

Cahen, David, Juan Bisquert, Gary Hodes, Sven Ru1hle, dan Arie Zaban (2004), Review Articles: Physical Chemical Principles of Photovoltaic Conversion with Nanoparticulate, Mesoporous Dye Sensitized Solar Cells, Journal Physics Chemistry B, Vol. 108, hal. 8106 8118. Ferrere, Suzanne (2002), New photosensitizers based upon [Fe II (L) 2 (CN) 2 ] and [Fe II L 3 ], where L is substituted 2,2-bipyridine, Inorganica Chemica Acta, Vol. 329, hal. 79-92. Gratzel, Michael (2003), Review : Dye Sensitized Solar Cells, Photochemistry and Photobiology C : Photochemistry Reviews, Vol. 4, hal. 145 153. Jayaweera P.M., S.S Palayangoda, dan K. Tennakone (2001), Nanoporous TiO 2 solar cells sensitized with iron(ii) complexes of bromopyrogallol red ligand, Photochemistry and Photobiology, Vol. 140, hal. 173-177. Nazeeruddin, M.K., A. Kay, I. Rodicio, R. Humphry-Baker, E. Muller, P. Liska, N. Vlachopoulos, dan Gratzel (1997), Conversion of Light to Electricity by cis-x 4 Bis(2,2 - bipyridil-4,4 dicarboxylate) ruthenium (II) Charge-Transfer sensitizers (X= Cl -, Br -, I -, CN and SCN - ) on Nanocrystalline TiO 2 Electrodes,J.Am.Chem.Soc., Vol. 115, hal. 6382-6390. Quan Vo Anh (2006), Degradation of the solar cell dye sensitizer N719 Preliminary building of dye-sensitized solar cell, Tesis Master, Roskilde university, Denmark. Sarto Polo André, Melina Kayoko Itokazu, dan Neyde Yukie Murakami Iha (2004), Metal complexes sensitizers in dye-sensitized solar cells, Coordination Chemistry Reviews, Vol. 248, hal. 1343-1361. Sokolowska-Gajda Jolanta, Harold S. Freeman, dan Reife Abraham (1996), Synthetic Dyes Based on Evironmental Considerations. Part 2: Iron Compleks Formazan Dye, Departemen of Textile Engineering, Chemistry, and Science, North Corolina State University, Raleigh, NC 27695-8301, USA, Vol. 30, hal. 1-20. www.oe-chemicals.com/ organic electronic chemicals/ dictionary M-Z.html#hybrid pv (2005-2008).