BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Chronic Myelogenous Leukemia (CML) merupakan suatu. keganasan hematologi yang berupa kelainan klonal dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya sel myeloid (Perrotti et al., 2010). Di Asia,

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012).

RESPON HEMATOLOGI PASIEN LEUKEMIA MIELOID KRONIK YANG MENDAPAT PENGOBATAN TYROSINE KINASE INHIBITOR SELAMA SETAHUN DI RSUP SANGLAH DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. Polisitemia Vera (PV) adalah salah satu jenis keganasan mieloproliferatif.

BAB 1 PENDAHULUAN. perifer dan hiperplasia mieloid di sumsum tulang. Leukemia granulositik kronik juga

PERAN SITOGENETIK PADA KEGANASAN DARAH. Ninik Sukartini Dept. Patologi Klinik FKUI / RSCM

CHRONIC MYELOID LEUKEMIA DIAGNOSIS AND TREATMENT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kejadian Anemia Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut di RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloek Provinsi Lampung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik yang

Korelasi Mutasi JAK2 V617F dengan Keparahan Klinis pada Pasien Neoplasma Myeloproliferatif yang Memiliki Kromosom Philadelphia Negatif

KARAKTERISTIK KLINIS PASIEN CHRONIC MYELOID LEUKEMIA DENGAN TERAPI TYROSINE KINASE INHIBITOR DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH ABSTRAK

LEUKEMIA. - pendesakan kegagalan sumsum tulang - infiltrasi ke jaringan lain

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan

Pola Gambaran Darah Tepi pada Penderita Leukimia di Laboratorium Klinik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

MANIFESTASI KLINIS DAN GAMBARAN LABORATORIK LEUKEMIA MIELOID RONIK DI RSUP DR. KARIADI Periode 1 Januari Maret 2007 ARTIKEL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Kanker Darah Pada Anak Wednesday, 06 November :54

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sepsis didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme atau toksin /zat beracun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kanker yang sering terjadi pada anak adalah leukemia, mencapai

BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA. jaringan periodonsium yang dapat terlihat secara langsung sehingga mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Cancer Society (2014), Leukemia adalah jenis kanker yang

ANALISIS KADAR KREATININ PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT DI PUSAT KANKER ANAK ESTELLA BLU RSUP PROF DR RD KANDOU

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan. tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang paling sering dijumpai pada anak. Data di Departemen Ilmu Kesehatan Anak,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kanker atau keganasan merupakan pertumbuhan sel-sel yang abnormal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Amerika Serikat prevalensi tahunan sekitar 10,3%, livetime prevalence mencapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian. nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. penyakit idiopatik, yang diperkirakan melibatkan. reaksi imun dalam tubuh terhadap saluran

RINGKASAN. Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. tahun dan penyebab kematian kedua pada kelompok anak usia 5-14 tahun (Minino

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel, yang dapat

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014).

KEGANASAN HEMATOLOGI PADA ORANG DEWASA

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

Pola Lekemia Limfoblastika akut di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RS. Dr. Pirngadi Medan

Bab 1 PENDAHULUAN. tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu

Penyakit Leukimia TUGAS 1. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Browsing Informasi Ilmiah. Editor : LUPIYANAH G1C D4 ANALIS KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Al Baqarah ayat 233: "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,.

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

LEUKEMIA KRONIK A. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Hockenberry, Wilson, Winkelstein & Schwartz, 2008; American Cancer. sisanya sebagian besar AML (Rudolph, 2007).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. seluruhnya berjumlah 270 dengan 9 penderita diantaranya memiliki penyakit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sirosis hati merupakan salah satu permasalahan. penting dalam bidang kesehatan karena dapat menimbulkan

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh

LEUKEMIA. Disusun Oleh: DIAN SHEILA APRILIA HANAN MEI FATMAWATI

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. pemeriksaan kultur darah menyebabkan klinisi lambat untuk memulai terapi

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2012(25% dari semua kasus kanker). Angka ini mampu menyumbang

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun Oleh : UT UILA J

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit. tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi dunia berumur dibawah 45 tahun (Werner & Engelhard, 2007). Penyebab

BAB I PENDAHULUAN. (Tim Cancer Helps, 2010). Data di Eropa pada tahun 1988 dan 1997 telah

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

2 kromosom Y diduga mempunyai pengaruh terhadap fenotip seks secara tidak langsung.8 Hal ini dapat dipahami oleh karena kromosom Y mengandung lokus kr

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas intelektual dapat belajar keterampilan baru tetapi lebih lambat

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. KHS terjadi di negara berkembang. Karsinoma hepatoseluler merupakan

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit distrofi otot Duchenne dan Becker (Duchenne Muscular. kongenital terkait kromosom X yang disebabkan adanya mutasi pada gen

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah (NPB) sering disebut sebagai nyeri pinggang

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Chronic Myelogenous Leukemia (CML) merupakan suatu keganasan hematologi yang berupa kelainan klonal dari sel hematopoietik, dan mempunyai karakteristik jumlah leukosit yang sangat meningkat dalam darah (Pasternak, Hochhaus, Schultheis, & Hehlmann, 1998). Ciri lain CML adalah imaturitas sel-sel granulosit dan basophil, anemia, trombositosis dan splenomegali (Liesveld, Szych, Iqbal, Siebert, & Asmus, 2007). Secara umum, leukemia merupakan keganasan yang sering dijumpai, tetapi hanya merupakan sebagian kecil dari kanker secara keseluruhan. Beberapa data epidemiologi menunjukkan bahwa insidensi leukemia di negara barat adalah 13/100.000 penduduk/tahun. Leukemia merupakan 2,8% dari seluruh kasus kanker, dan belum ada angka pasti mengenai insidensi leukemia di Indonesia. Insidensi Acute Myeloid Leukemia (AML) kira-kira 2-3/100.000 penduduk, dan AML lebih sering di temukan pada usia dewasa (85%) dari pada anak-anak (15%). 1

2 Insidensi Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) sebesar 2-3/100.000 penduduk, dan lebih sering di temukan pada usia dewasa (83%) daripada anak-anak (18%). Chronic Myelogenous Leukemia (CML) merupakan 15-20% kasus dari leukemia dan merupakan leukemia kronik yang paling sering dijumpai di Indonesia (Handayani & Sulistyo, 2008). Resiko terjadinya CML meningkat seiring usia. Usia rerata pasien saat terdiagnosis adalah 65 tahun, dan hanya 10-15% yang berusia kurang dari 50 tahun. Angka insidensi di negara Barat sebesar 3/100.000 per tahun. Pada populasi geriatrik, insidensi di atas usia 70 tahun sekitar 50/100.000 per tahun. Perbandingan risiko relatif pada pria tua terhadap perempuan tua adalah 2,8:1. Kebanyakan pasien memiliki ras Kaukasia dan berpendapatan menengah (Sudoyo, 2010). Chronic Myelogenous Leukemia (CML) mempunyai 3 fase penyakit yang penting, yaitu fase kronis, fase akselerasi dan fase krisis blast. Fase kronis ditandai dengan adanya jumlah sel granulosit dan trombosit hampir mendekati normal, dan secara umum pasien terlihat asimtomatik. Fase akselerasi adalah fase dimana penyakit lebih agresif. Pada fase ini pasien

3 merasa mudah lelah, kehilangan berat badan, berkeringat pada malam hari, dan terkadang terdapat nyeri tulang. Hepatosplenomegali muncul dan bertambah buruk yang ditandai dengan rasa yang tidak nyaman pada perut yang progresif. Pada pemeriksaan darah akan banyak didapatkan proliferasi prekursor myeloid dan trombosit. Pada fase krisis blas, seiring dengan perjalanan penyakit jumlah sel blas di sumsum tulang dan darah perifer terus meningkat. Manifestasi fase ini adalah anemia yang semakin memburuk, thrombositopenia dan hilangnya sel granulosit matur yang signifikan sehingga dapat mengakibatkan penderita mempunyai risiko infeksi (Hillman, Ault, Leporrier, & Rinder, 2011). Diagnosis umum CML secara hematologi ditentukan dengan adanya leukositosis dan sel myeloid imatur pada darah perifer. Pada fase stabil, angka leukosit yang ditemukan lebih dari 50 x 10 9 /L darah. Pada fase kronis, ditemukan banyak sel myeloid pada apusan darah tepi, mulai dari sel blas sampai neutrofil. Beberapa pasien juga menunjukkan adanya basofilia, eosinofilia, thrombositosis dengan anisositosis trombosit, biasanya jumlah trombosit lebih dari 1000 x 10 9 /L. Pemeriksaan sumsum tulang pada pasien CML menunjukkan adanya hiperplasia sel myeloid yang sangat signifikan.

4 Megakariosit meningkat dan dapat membentuk klaster yang sangat terlihat pada spesimen biopsi. Selain itu, nampak adanya hipoplasia eritroid yang disebabkan karena peningkatan rasio myeloid dan eritroid (Kantarjian & Cortes, 2014). Kejadian CML mempunyai keterkaitan dengan translokasi kromosom 9 dan 22 yang menghasilkan kromosom Philadelphia (Kromosom Ph). Translokasi kromosom 9 dan 22 menyebabkan terjadinya penggabungan antara gen BCR dan ABL yang kemudian menjadi gen fusi BCR-ABL yang mengkode beberapa protein fusi yang memiliki aktivitas tirosin kinase yang tinggi. Gen fusi BCR-ABL mempunyai ukuran bervariasi, tergantung tipe breakpoint gen BCR (Pasternak et al., 1998). Secara garis besar, saat ini dikenal 3 breakpoint cluster region (BCR), yaitu BCR mayor (M-BCR), minor (m-bcr) dan mikro (µ-bcr). Berdasarkan 3 macam pengelompokkan tersebut dikenal 7 macam tipe breakpoint pada gen fusi BCR-ABL, yaitu mayor b3a2, mayor b2a2, minor e1a2, mikro e19a2, rare type e1a3, rare type e13a3 dan rare type e12a1 (Quintás-Cardama & Cortes, 2009).

5 Lebih dari 95% pasien CML dengan kromosom Ph(+) mempunyai tipe breakpoint M-BCR (mayor). Kadang-kadang juga ditemukan tipe kombinasi antara mayor b3a2 dan mayor b2a2, namun kedua tipe breakpoint tersebut mengkode protein sebesar 210 kd (Goh et al., 2006). Gen fusi BCR-ABL tipe minor mengkode protein sebesar 190 kd dan tipe mikro mengkode protein dengan ukuran 230 kd (Pasternak et al., 1998). Seringkali breakpoint yang tidak umum pada ABL menyebabkan terjadinya transkrip yang jarang (rare type). Tipe rare type merupakan transkrip BCR-ABL yang menunjukkan gabungan yang berbeda, dan biasanya terlibat dalam splicing antara semua ekson, insersi sekuen pendek atau genomic breakpoint dengan ekson-ekson. Namun demikian, analisis mutan BCR-ABL menunjukkan bahwa domain ABL SH2 yang dikode oleh ekson a3 dan a4 diperlukan untuk transformasi (Goh et al., 2006). Oleh karena itu, gabungan BCR-ABL yang kehilangan ekson tersebut akan menyebabkan CML. Secara klinis diindikasikan bahwa tipe gen fusi BCR-ABL mempunyai kaitan dengan kejadian CML dan hasil pengobatan (Goh et al., 2006). Tiga macam protein yang dikode oleh onkogen BCR- ABL adalah P190, P210, dan P230 BCR-ABL. Ketiga protein tersebut mempunyai perbedaan aktivitas leukemogenik,

6 terutama pada aktivitas enzim tirosin kinase (Li, Ilaria, Million, Daley, & Etten, 1999). Ekspresi protein yang berbeda menyebabkan perbedaan manifestasi klinis dan prognosis. Tipe breakpoint minor BCR-ABL yang menghasilkan protein sebesar 190 kda adalah tipe CML yang jarang terjadi dan ditandai dengan adanya monositosis yang signifikan dengan rasio neutrofil dan monosit yang rendah (Ohsaka, Shiina, Kobayashi, Kudo, & Kawaguchi, 2002). Chronic Myelogenous Leukemia (CML) dengan tipe breakpoint mikro BCR-ABL (µ-bcr) yaitu e19a2 mengkode protein sebesar 230 kda (p230) dan mempunyai gejala klinis yang ringan, kecuali jika terdapat abnormalitas kromosomal yang lain, yang biasa disebut sebagai CML neutrofilik (Oshikawa, Kurosu, Arai, Murakami, & Miura, 2010). Fenotip yang disebabkan oleh protein P230 adalah granulositosis ringan, angka platelet yang tinggi, infiltrasi megakariosit pada beberapa organ dan perjalanan penyakit yang lebih panjang jika dibandingkan CML dengan ekspresi protein P210 atau CML dengan tipe breakpoint mayor (Inokuchi et al., 2003). Berdasarkan penelitian dalam 25 tahun terakhir ini, terapi untuk CML dilakukan dengan mentarget aktivitas tirosin kinase, yaitu dengan menggunakan

7 inhibitor tirosin kinase. Terapi ini dilakukan tanpa membedakan tipe breakpoint-nya. Hanya pasien CML yang terbukti memiliki gen fusi BCR-ABL yang akan diterapi dengan inhibitor tirosin kinase, sehingga deteksi gen BCR-ABL atau kromosom Ph merupakan keharusan Data mengenai transkrip gen fusi BCR-ABL dan tipe breakpoint-nya pada pasien CML belum ada, baik di Indonesia pada umumnya maupun di Yogyakarta khususnya belum ada. Tim CML Fakultas Kedokteran UGM-RSUP Dr. Sardjito telah melakukan analisis tipe fragmentasi pada 200 sampel dengan metode PCR multipleks atau gabungan PCR multipleks dan nested. Berdasarkan pemeriksaan tersebut ditemukan sebanyak 60,5% (121/200) sampel mempunyai tipe mayor b3a2, 15% (30/200) sampel mempunyai tipe mayor b2a2, 2,5% (5/200) diduga mempunyai tipe minor, 4% (8/200) diduga mempunyai tipe mikro dan sebanyak 11 fragmen berukuran 500 bp, 6 fragmen berukuran 600-700 bp, 6 sampel mempunyai band yang bervariasi serta 13 sampel memberikan hasil negatif. Dengan demikian, pada pasien CML dengan BCR- ABL positif di Yogyakarta, ditemukan tipe mayor b3a2 sebanyak 64,7% (121/187), tipe mayor b2a2 16%(30/187), diduga mempunyai tipe minor 2,7%(5/187), diduga

8 mempunyai tipe mikro 4,3% (8/187) dan tipe yang belum diketahui sebanyak 12,3% (23/187). Selama ini kontrol positif yang digunakan adalah cell line K562 yang membawa sekuen gen fusi BCR-ABL tipe breakpoint mayor b3a2 (Goh et al., 2006). Penentuan tipe mikro dan minor sejauh ini dilakukan berdasarkan ukuran pita fragmen gen fusi BCR-ABL. Saat ini belum ada kontrol yang dapat digunakan untuk mengkonfirmasi tipe minor dan mikro. Oleh karena itu, perlu dilakukan konfirmasi terhadap fragmen yang diduga mempunyai tipe minor dan mikro agar meningkatkan ketepatan deteksi BCR-ABL pada pasien. I.2. Perumusan Masalah Pemeriksaan gen fusi BCR-ABL pada 200 pasien CML di RSUP Dr. Sardjito menunjukkan 13 sampel pasien diduga mempunyai tipe breakpoint minor (n=5) dan mikro (n=8). Selama ini, kontrol yang digunakanan hanya kontrol untuk tipe breakpoint mayor b3a2 yaitu cell line K562, sehingga penentuan tipe breakpoint minor dan mikro hanya dilakukan berdasarkan perkiraan ukuran pita fragmen gen fusi BCR-ABL yang didapatkan yaitu pada ukuran 429 bp dengan PCR multipleks untuk minor dan

9 1167 bp dengan PCR multipleks dan 923 bp dengan PCR nested untuk mikro. Hal ini menimbulkan pertanyaan: 1) Apakah fragmen pada ukuran 429 bp dengan PCR multipleks adalah benar tipe breakpoint minor? 2) Apakah fragmen pada ukuran 1167 bp dengan PCR multipleks dan 923 bp dengan PCR nested adalah benar tipe breakpoint mikro? I.3. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menentukan fragmen tipe breakpoint minor dan mikro gen fusi BCR-ABL pada CML. 2. Tujuan khusus Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk melakukan konfirmasi pada sampel yang diduga memiliki tipe breakpoint minor dan mikro, dan jika terbukti dilanjutkan dengan analisis sekuen dari fragmen tersebut.

10 I.4. Manfaat Penelitian 1. Klinis Penelitian ini memberikan manfaat untuk diagnosis pasien yaitu dengan mendapatkan metode yang tepat untuk diagnosis CML dan menentukan tipe breakpoint. Jika pada penelitian ini sampel terbukti mempunyai tipe breakpoint minor dan mikro, maka sampel tersebut bisa digunakan sebagai standar untuk menentukan tipe breakpoint sampel selanjutnya. 2. Ilmu Pengetahuan Jika terbukti sampel penelitian adalah tipe breakpoint minor dan mikro, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai tipe-tipe yang ada di Indonesia khususnya tipe minor dan mikro. Jika 13 fragmen yang ditemukan terbukti sebagai tipe minor dan mikro dilanjutkan dengan analisis sekuen, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai sekuen gen fusi BCR-ABL tipe minor dan mikro yang ada di Indonesia.

11 I.5. Keaslian Penelitian 1. Penelitian dengan judul Identifikasi Secara Sitogenetik Philadelphia Chromosome pada penderita Chronic Myeloid Leukemia (CML) dilakukan oleh Yahwadiah Siregar. Metode yang dilakukan adalah kultur dan pewarnaan G-banding pada sel yang terinfeksi CML. Sampel penelitian yang digunakan adalah darah yang berasal dari pasien RS HAM, RS Swasta dan praktek dokter. Hasil penelitian tersebut didapatkan Penemuan karyotypingterhadap CML yang umumnya (>85%) menemukan translokasi kromosom 9 dengan 22, tetapi pada hasil penelitian ini ditemukan translokasi antara kromosom 9 dan kromosom 21 dan untuk kasus lain dijumpai monosomi pada kromosom 16 disamping delesi sebagian kecil lengan q di kromosom 3 nya. Penelitian tersebut mengidentifikasi kromosom BCR-ABL dengan menggunakan metode karyotyping, sedangkan penelitian yang dilakukan adalah mengidentifikasi kromosom BCR-ABL dengan menggunakan metode PCR. 2. Penelitian dengan judul Profile of BCR-ABL Transcript Levels Based on Sokal Prognostic Score in Chronic Myeloid Leukemia Patients Treated with

12 Imatinib dilakukan oleh Ami Ashariati et al. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional yang dilakukan di Instalasi Rawat Jalan Hematologi, RSU Dr. Soetomo Surabaya, pada semua pasien CML fase kronis, sejak Juni 2008 hingga Juni 2012. Hasil penelitian didapatkan kadar transkrip BCR-ABL tidak terdeteksi (molekuler respons lengkap) pada 7(70%), 8(66,7%), dan 9(50%) berturut-turut pada kelompok subjek risiko Sokal rendah-, sedang-, dan tinggi (p=0,417) setelah 18 bulan terapi imatinib. Tidak ada perbedaan kadar transkrip BCR-ABL antara subkelompok skor prognostik sokal pada pasien CML fase kronik yang diterapi dengan imatinib. Penelitian tersebut meneliti tentang respon terapi pada pasien CML, sedangkan penelitian ini adalah melakukan konfirmasi tipe breakpoint sampel BCR-ABL.