BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

FABRIKASI KRISTAL FOTONIK ASIMETRIK SATU DIMENSI DENGAN DEFEK GEOMETRIS TAHYUDI

pembuatan sensor kristal fotonik pendeteksi gas ozon. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Transmitansi (%) Panjang gelombang (nm)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Absorbansi Probe Sensor terhadap Variasi Konsentrasi Gas H 2 S

SIMULASI PERAMBATAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK DALAM KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI DENGAN TIGA DEFEK DAN APLIKASINYA SEBAGAI SENSOR OPTIK

Interferensi Cahaya. Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung

Kumpulan Soal Fisika Dasar II.

KARAKTERISASI FIBER BRAGG GRATING (FBG) TIPE UNIFORM DENGAN MODULASI AKUSTIK MENGGUNAKAN METODE TRANSFER MATRIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III DASAR DASAR GELOMBANG CAHAYA

RANCANGAN SOFTWARE UNTUK DESAIN KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI BERBASIS GRAPHICAL USER INTERFACE DICKY ARDIYANTO WIBOWO

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia

2015 DESAIN DAN OPTIMASI FREKUENSI SENSOR LINGKUNGAN BERBASIS PEMANDU GELOMBANG INTERFEROMETER MACH ZEHNDER

KARAKTERISASI FIBER BRAG GRATING TERHADAP SUHU MENGGUNAKAN TEKNIK SAPUAN PANJANG GELOMBANG LASER

KATA PENGANTAR. Kupang, September Tim Penyusun

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal

BAB 4 PENERAPAN DGS PADA ANTENA SUSUN MULTIBAND

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

(6.38) Memasukkan ini ke persamaan (6.14) (dengan θ = 0) membawa kita ke faktor refleksi dari lapisan

GETARAN DAN GELOMBANG

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO

Karakterisasi XRD. Pengukuran

FISIKA FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 Alfan Muttaqin/M

A. DISPERSI CAHAYA Dispersi Penguraian warna cahaya setelah melewati satu medium yang berbeda. Dispersi biasanya tejadi pada prisma.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB II. Landasan Teori

BAB III METODE PENELITIAN

SIMULASI FIBER COUPLER KOMBINASI SERAT MODA TUNGGAL DAN SERAT KISI BRAGG UNTUK KOMPONEN SENSOR OPTIK

Deteksi Konsentrasi Kadar Glukosa Dalam Air Destilasi Berbasis Sensor Pergeseran Serat Optik Menggunakan Cermin Cekung Sebagai Target

Untuk terang ke 3 maka Maka diperoleh : adalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

Fisika Umum (MA-301) Getaran dan Gelombang Bunyi

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tiga jenis bahan pembuat gigi yang bersifat restorative yaitu gigi tiruan berbahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Oleh : Rionda Bramanta Kuntaraco NRP Pembimbing : Dr. Bambang Widiyatmoko M.Eng dan Dr. Ir. Sekartedjo M.Sc

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam Bab IV ini akan dipaparkan hasil penelitian aplikasi multimode fiber

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

FABRIKASI KRISTAL FOTONIK ASIMETRIK SATU DIMENSI DENGAN DEFEK GEOMETRIS TAHYUDI

SIFAT OPTIS TAK-LINIER PADA MATERIAL KDP

SEMINAR TUGAS AKHIR. Yasin Agung Sahodo PEMBIMBING Prof. Dr. rer. nat Agus Rubiyanto, M. Eng. Sc.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM

Antiremed Kelas 12 Fisika

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

INTERFERENSI DAN DIFRAKSI

BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. spektrofotometer UV-Vis dan hasil uji serapan panjang gelombang sampel dapat

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

Studi Penerapan Fiber Optic Ring Resonator Untuk Sensor Optik

SPEKTROMETER. I. TUJUAN UMUM Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa akan mampu menggunakan spectrometer untuk menentukan panjang gelombang cahaya

Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X.

INTERFERENSI GELOMBANG

Analisis Directional Coupler Sebagai Pembagi Daya untuk Mode TE

Efek Magnetooptis Pada Lapisan AgBr Terekspos

PENGUKURAN DI LABORATORIUM (POLARIMETRI)

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Cahaya

PEMODELAN PERUBAHAN INDEKS BIAS BAHAN OPTIK SEBAGAI FUNGSI FREKUENSI GELOMBANG AKUSTIK

JOM FMIPA Volume 2 No.1 Februari

SURFACE PLASMON RESONANCE

BAB II LANDASAN TEORI. pada permukaannya digoreskan garis-garis sejajar dengan jumlah sangat besar.

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. mengalami suatu gaya geser. Berdasarkan sifatnya, fluida dapat digolongkan

PENENTUAN RUGI-RUGI KELENGKUNGAN FIBER OPTIK MODE TUNGGAL SECARA KOMPUTASI

Analisis Kestabilan Linear dan Simulasi

APLIKASI DIRECTIONAL COUPLER DAN DOUBLE COUPLER SEBAGAI SENSOR PERGESERAN BERDIMENSI MIKRO

BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN METODOLOGI PENGUKURAN

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

DAB I PENDAHULUAN. komponen utama dan komponen pendukung yang memadai. Komponen. utama meliputi pesawat pengirim sinyal-sinyal informasi dan pesawat

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Serat Optik

BAB II PEMBAHASAN. Gambar 2.1 Lenturan Gelombang yang Melalui Celah Sempit

Polarisasi Gelombang. Polarisasi Gelombang

PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA

HASIL DAN ANALISIS. Karakteristik Hasil Evolusi

spektrometer yang terbatas. Alat yang sulit untuk diperoleh membuat penelitian tentang spektrum cahaya jarang dilakukan. Padahal penelitian tentang

Pengembangan Spektrofotometri Menggunakan Fiber Coupler Untuk Mendeteksi Ion Kadmium Dalam Air

Suara Di Ruang Tertutup

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN SIMULASI

ANALISIS PENGARUH PEMBENGKOKAN PADA ALAT UKUR TINGKAT KEKERUHAN AIR MENGGUNAKAN SISTEM SENSOR SERAT OPTIK

LAPORAN R-LAB. Pengukuran Panjang Gelombang Laser

SOAL SOAL TERPILIH 1 SOAL SOAL TERPILIH 2

PEMBAHASAN SOAL PRA UAN SOAL PAKET 2

BAB 3 PERANCANGAN ANTENA SEGITIGA

PEMBUATAN BIOSENSOR FIBER BERBASIS EVANESCENT WAVE SEBAGAI SENSOR SENYAWA GLUKOSA DENGAN LED

A. PENGERTIAN difraksi Difraksi

BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN KOEFISIEN LINIER ELEKTRO OPTIS PADA AQUADES DAN AIR SULING MENGGUNAKAN GELOMBANG RF

POWER LAUNCHING. Ref : Keiser

Transkripsi:

21 Analisis output dilakukan terhadap hasil simulasi yang diperoleh agar dapat mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi output. Optimasi juga dilakukan agar output meningkat mendekati dengan hasil eksperimen. BAB IV HASIL DAN PMBAHASAN 4.1 Profil PPB Terkait dengan Variasi Jumlah Lapisan Bragg Sebagaimana yang telah diketahui sebelumnya, bahwa adanya defek pada kristal fotonik menyebabkan munculnya PPB di dalam PBG. Untuk modus kristal fotonik 1D dengan dua defek, telah berhasil difabrikasi dan menghasilkan dua PPB dengan karakteristik yang bergantung pada indeks bias dan lebar lapisan. Fabrikasi modus kristal fotonik 1D dengan dua defek mengarah pada aplikasi sensor dan filter panjang gelombang. Akan tetapi, desain dan sensivitas masih sangat perlu dikembangkan mengingat keterbatasan material, minimnya alat, serta kesesuaian dengan output yang diharapkan. Gambar 11 Profil transmitansi terhadap panjang gelombang, λ ( λ 2 πc / ω) = dengan jumlah lapisan: M-N-L-R=6-8-2-1 dan ketebalan ketiga lapisan defek d = d = d = 7.6 λ / 4 d1 d2 d3 Simulasi modus kristal fotonik dengan tiga defek asimetrik menunjukkan adanya tiga PPB sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 11. Tiga PPB muncul pada tiga panjang gelombang yang berbeda, yakni: 499.75 (warna biru), 548.9 (warna

22 hijau), dan 68.96 (warna jingga). Munculnya tiga PPB dapat dipahami bahwa ketiga lapisan defek pada sistem kristal fotonik memiliki sifat yang sama, baik indeks biasnya maupun lebar defeknya, sehingga resonansi tepat terjadi pada tiga lapisan defek tersebut. Konfigurasi modus ini dapat digunakan untuk filter panjang gelombang sehingga untuk sumber cahaya polikromatik dapat melewatkan tiga panjang gelombang saja dengan pemilihan panjang gelombang yang dapat diatur, karena posisi dari tiga PPB tersebut dapat diatur dengan merubah nilai sudut datang atau lebar pada tiga lapisan defek tersebut. Salah satu contohnya adalah filter untuk gas tertentu yang memiliki indeks bias yang spesifik dan memiliki kebergantungan terhadap suhu dan panjang gelombang (N. J. Florous, 26). Aplikasi lain adalah sistem ini dapat digunakan sebagai sensor untuk larutan yang terdiri atas tiga senyawa yang berbeda dan transparan pada panjang gelombang tertentu. Tiga puncak transmitansi dari PPB tersebut dapat berubah-ubah jika indeks bias pada lapisan defek kedua divariasikan. Gambar 12 Profil transmitansi terhadap panjang gelombang, λ ( λ 2 πc / ω) = dengan variasi jumlah lapisan Bragg: merah (4-6-2-1), biru (4-5-2-1), hitam (4-7-2-1) Konfigurasi jumlah layer sangat terkait dengan profil PPB yang dihasilkan. Untuk kristal fotonik dengan 2 defek asimetrik, PPB akan memiliki nilai transmitansi satu jika konfigurasi jumlah layer memenuhi kondisi N=M+L (H.Alatas et al, 26), sedangkan untuk kristal fotonik dengan 3 defek asimetrik, PPB juga dapat memiliki nilai transmitansi satu jika konfigurasi jumlah layer memenuhi kondisi M+L+1=N+R. Pada Gambar 12 terlihat bahwa kristal fotonik dengan tiga lapisan defek dapat memiliki satu PPB dan menghasilkan transmitansi penuh saat

23 konfigurasi M-N-L-R = 6-8-2-1. Dalam prakteknya, sistem tiga defek ini adalah gabungan dari sistem satu defek dengan menempatkan ruang kosong diantaranya sebagai tempat material yang akan disensing. Gambar 13 Profil transmitansi terhadap panjang gelombang, λ ( λ 2 πc / ω) = dengan variasi jumlah lapisan Bragg yang memenuhi kondisi M+L+1=N+R: merah (3-5-2-1), biru (4-6-2-1), hitam (6-8-2-1) Nilai Full Width at Half Maximum (FWHM) dari PPB juga dapat diatur melalui variasi M-N-L-R dengan memenuhi kondisi M+L+1=N+R. Dengan memperbesar nilai konfigurasi yang memenuhi M+L+1=N+R akan didapatkan PPB yang semakin tipis dengan nilai FWHM yang semakin kecil. Kontrol nilai FWHM dengan konfigurasi sistem ini memungkinkan untuk aplikasi filter panjang gelombang tunggal (single-wavelength filter) yang menggunakan kristal fotonik dalam fiber optik. Pada Gambar 13 terlihat bahwa PPB yang paling tipis terdapat pada konfigurasi 6-8-2-1 (warna hitam). Jika nilai FWHM diplot terhadap variasi konfigurasi sistem maka akan didapatkan plot kurva non-linier seperti pada Gambar 14. 2-4-2-1 FWHM (nm) 3-5-2-1 4-6-2-1 5-7-2-1 6-8-2-1 variasi konfigurasi

24 Gambar 14 Plot hubungan nilai FWHM dari PPB terhadap konfigurasi M-N-L-R yang memenuhi M+L+1=N+R 4.2 Profil PPB Terkait dengan Variasi Ketebalan Lapisan Defek (Physical Thickness) Ketebalan lapisan ketiga defek dapat menggeser posisi PPB (frekuensi puncak PPB) yang dapat dimanfaatkan untuk filter panjang gelombang tunggal (singlewavelength filter). Dengan mengatur ketebalan lapisan ketiga defek saat fabrikasi, PPB dapat melewatkan warna yang sesuai dengan panjang gelombang puncaknya. Pada Gambar 15, PPB dapat muncul pada panjang gelombang 52 nm (warna hijau), 563 nm (warna kuning-hijau), dan 592 nm (warna orange). Aplikasi praktis dari filter panjang gelombang adalah penggunaan kristal fotonik pada Fiber Brag Grating (FBG) untuk sistem add/drop multiplexer sebagaimana telah dijelaskan pada tinjauan pustaka. Gambar 15 Profil transmitansi terhadap panjang gelombang, λ ( λ 2 πc / ω) ( m = 2.) biru ( m = 2.2), hitam ( m = 2.8) = terkait variasi ketebalan lapisan defek untuk konfigurasi 6-8-2-1: merah, Kristal fotonik dengan konfigurasi lapisan N+1=M+L+R juga dapat menghasilkan dua PPB jika ketebalan lapisan defek (physical thickness) bernilai

25 sama antara 7 λ /4 sampai 7.5 λ / 4, antara 8 λ /4 sampai 8.4 λ / 4, antara 9 λ /4 sampai 9.3 λ / 4, 1 λ / 4 sampai 1.2 λ / 4, dan antara 11 λ / 4 sampai 11.1 λ / 4. Pada Gambar 16.a terlihat dua PPB yang muncul pada panjang gelombang 525.7 nm (panjang gelombang warna hijau) dan 584.3 nm (panjang gelombang warna kuning). Posisi dua PPB tersebut bisa diatur dengan menaikan tebal ketiga lapisan defek sehingga bisa jatuh pada panjang gelombang (warna) yang kita inginkan. Δλ (nm) Gambar 16 Profil transmitansi terhadap panjang gelombang λ ( λ = 2 πc / ω) dengan konfigurasi 6-8-2-1 dan ketebalan ketiga lapisan defek 7.2 λ / 4 Plot hubungan lebar ketiga defek (m) terhadap jarak antara dua PPB ( Δλ ) pada konfigurasi 6-8-2-1 m Jarak antara dua puncak panjang gelombang dari PPB ( Δ λ ) dapat diatur secara fleksibel dengan merubah ketebalan ketiga lapisan defek yang merupakan kelipatan dari seperempat panjang gelombang d = mλ /4. Untuk ketebalan tiga lapisan defek antara 7 λ /4sampai 7.5 λ / 4 c, jarak antara dua PPB dapat diplot sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 16.b. Pada gambar tersebut, ketika tebal ketiga lapisan defek bernilai 7.5 λ / 4, jarak antara dua PPB 59.8 nm. Dua PPB tersebut jatuh pada panjang gelombang 543.1 nm (warna hijau) dan panjang gelombang 62.9 nm (warna jingga). Lebar ketiga defek masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Untuk lapisan defek kedua, ketika ketebalannya dinaikan menyebabkan posisi PPB bergeser

26 kekanan diiringi penurunan FWHM, sedangkan jika ketebalan lapisan defek pertama dan ketiga dinaikan tidak ada perubahan posisi, puncak transmitansi, maupun FWHM (Gambar 17.a, 17.b, dan 17.c). Hal ini berbeda dengan hasil yang didapatkan pada kasus dua defek, Jika ketebalan lapisan defek kedua dinaikan, terjadi penurunan FWHM tanpa perpindahan posisi sehingga bisa dihasilkan PPB dengan lebar yang tipis (H. Mayditia et al. 25). λ /4 2λ /4 3λ /4 λ /4 2λ /4 3λ /4 Gambar 17 Profil transmitansi terhadap panjang gelombang λ, ( λ = 2 πc / ω) dengan konfigurasi 4-6-2-1 dan variasi ketebalan lapisan defek pertama lapisan defek kedua (c) lapisan defek ketiga: merah ( d /4 d = λ ), biru ( dd = 2 λ /4), hitam ( d = 3 λ /4) d (c) Variasi ketebalan lapisan defek dapat pula dimodifikasi dengan mengganti material defek menggunakan bahan yang memiliki indeks bias negatif (left handed material) seperti yang sedang dikembangkan oleh Xia Li dengan beberapa rekannya.

27 Kenaikan tebal lapisan defek yang linier dalam struktur periodik ternyata menghasilkan penambahan modus defek dalam PBG (X. Li, K. Xie, H. Jiang, 28). 4.3 Profil PPB Terkait dengan Variasi Ketebalan Optik Lapisan Defek (Optical Thickness) Variasi ketebalan optik untuk lapisan ketiga defek menyebabkan munculnya PPB atau menentukan posisi PPB tepat pada panjang gelombang (atau frekuensi) operasi. Berdasarkan hasil simulasi, posisi PPB akan tepat pada panjang gelombang operasi jika memenuhi hubungan: nd d d = m λ 4 dimana m adalah kelipatan bulat dari bilangan genap:, 2, 4, 6, 8,,dst. Sedangkan untuk kelipatan nilai m ganjil, maka PPB tidak muncul. Hasil ini bisa dipahami, ketika ketebalan optik lapisan defek bernilai ganjil, maka kristal fotonik menjadi tidak berdefek, sesuai dengan ketebalan optik lapisan Bragg yang bernilai ganjil ( nd = λ /4 ), sedangkan ketika lapisan defek bernilai genap, maka kristal fotonik akan menjadi defek geometri. T ω Gambar 18 Profil transmitansi terhadap panjang gelombang, λ ( λ 2 πc / ω) ( m = 2) biru ( m = 4), hitam ( m = 6) m = bilangan ganjil: merah ( 1) ( m = 3) = dengan variasi ketebalan optik ketiga lapisan defek m = bilangan genap: merah, m =, biru, hitam ( m = 5) untuk konfigurasi 4-6-2-1

28 Berdasarkan Gambar 18, untuk nilai m genap terlihat posisi PPB pada puncak panjang gelombang tetap, yakni sama dengan panjang gelombang operasi (55 nm) dengan FWHM yang semakin mengecil, sedangkan untuk untuk nilai m ganjil, PPB hilang dan muncul PBG. Hal ini bisa dijelaskan bahwa nilai m genap merupakan modus yang menyebabkan terjadinya interferensi konstruktif sehingga PPB (penguatan medan) muncul dalam PBG, sedangkan untuk m bernilai ganjil berlaku hal sebaliknya. Untuk nilai m merupakan bilangan desimal (diantara dua bilangan bulat yang berdekatan), maka PPB dapat bergeser sama seperti respon yang dihasilkan karena variasi ketebalan lapisan defek. Plot hubungan antara ketebalan optik ketiga defek (kelipatan dari λ /4) terhadap panjang gelombang dapat menunjukkan posisi PPB yang terkait dengan puncak panjang gelombang (warna). Untuk ketebalan optik ketiga defek bernilai antara 2 λ /4 sampai 2.5518 λ / 4, PPB dapat melewatkan warna kuning, sedangkan ketebalan optik ketiga defek bernilai 2.5518 λ / 4, sampai 2.8 λ / 4 PPB dapat melewatkan warna merah (Gambar 19). m Gambar 19 Plot hubungan kelipatan tebal lapisan optik ketiga defek terhadap λ Untuk ketebalan optik salah satu defek diubah, didapatkan hasil yang berbeda. Jika ketebalan optik lapisan defek kedua diubah, terjadi perubahan puncak transmitansi, sedangkan jika ketebalan optik lapisan defek pertama dan lapisan defek ketiga dinaikkan, tidak terjadi perubahan puncak transmitansi sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.a, 2.b, dan 2c

29 Dalam tujuan praktis dan aplikasi (seperti sensor dan filter), memvariasikan ketebalan optik cacat untuk memperoleh PPB pada panjang gelombang tertentu tentunya kurang efisien karena ketebalan optik cacat dibentuk saat proses fabrikasi kristal fotonik, sehingga diperlukan parameter lain yang dapat mengatur posisi PPB, yakni sudut datang. Gambar 2 Profil transmitansi terhadap panjang gelombang, λ ( λ 2 πc / ω) = dengan variasi ketebalan optik pada lapisan defek pertama pada lapisan defek kedua (c) pada lapisan defek ketiga untuk konfigurasi 4-6-2-1: merah m = 2, biru (c) ( m = 4), hitam ( m = 6) ( ) 4.4 Profil PPB Terkait dengan Variasi Sudut Datang Variasi sudut datang dapat menggeser posisi PPB kearah panjang gelombang yang lebih kecil (frekuensi yang lebih besar). Dengan menetapkan nilai indeks bias dan ketebalan lapisan cacat, posisi PPB tetap dapat bergeser agar dapat meloloskan panjang sesuai dengan aplikasi yang diharapkan. Filter panjang gelombang

3 menggunakan kristal fotonik dengan variasi sudut ini dapat digunakan sebagai sistem pemantau tingkat kematangan buah. Berdasarkan hubungan antara perubahan sudut dengan pergeseran panjang gelombang, kita bisa mengatur panjang gelombang yang ditransmisikan sesuai dengan tingkat kematangan buah. 45 Gambar 21.a menunjukkan pergeseran PPB untuk sudut datang, 3, dan. Hasil ini berbeda dengan hasil yang telah dikerjakan oleh Kun-yuan Xu dan rekannya. Mereka menggunakan material dengan indeks bias negatif (Left handed Material) pada lapisan defek dan tidak terjadi pergerseran PPB untuk sudut datang 3. PPB baru bergeser kearah frekuensi yang lebih besar (panjang gelombang yang lebih kecil) ketika sudut datang diperbesar dari 3 (K. Xu et al, 25). Berdasarkan Gambar 21.b, perubahan sudut datang sampai 8, terjadi pergeseran puncak panjang gelombang, sehingga dapat digunakan sebagai filter panjang gelombang (warna), yakni: untuk sudut datang sampai 23.5 dapat memfilter warna kuning (55 nm nm-564.1 nm), untuk sudut datang 23.5 sampai 58.4 dapat memfilter warna hijau (5 nm-55 nm, dan untuk sudut datang 58.5 sampai 8 dapat memfilter warna biru (477.3 nm-5 nm) Gambar 21 Plot Profil transmitansi terhadap panjang gelombang, λ ( λ = 2 πc / ω) θ ( ) terkait variasi sudut datang: merah ( θ = ), biru ( θ = 3 ), hitam ( θ = 45 ) hubungan variasi sudut datang terhadap puncak panjang gelombang untuk konfigurasi sistem 4-6-2-1 Pergeseran PPB yang dipengaruhi oleh variasi sudut datang dapat diatur secara sensitif dengan memvariasikan jumlah lapisan Bragg. Sifat ini menawarkan aplikasi

31 untuk sensor rotasi frekuensi tunggal (single-frequency rotation sensing) sebagaimana dapat dilihat pada H. Hardhienata et al, 26. 4.5 Profil PPB Terkait dengan Variasi Indeks Bias Defek Pertama Adanya defek pada kristal fotonik 1D bersifat unik karena tiap lapisan defek memiliki fungsi yang berbeda terhadap karakteristik PPB. Untuk lapisan defek yang pertama, jika indeks biasnya diubah-ubah maka posisi dari PPB juga akan berubah diikuti penurunan transmitansi. Oleh karena itu, lapisan defek pertama dapat berfungsi sebagai regulator posisi dan dapat dimanfaatkan sebagai filter panjang gelombang. Gambar 22 Profil transmitansi terhadap panjang gelombang, λ ( λ 2 πc / ω) = terkait n = ), biru ( n d1 = 2.2 ), hitam ( n d1 = 2.3) untuk konfigurasi 4-6-2-1 6-8-2-1 variasi indeks bias lapisan defek pertama: merah ( 1 2.1 d Pada Gambar 22.a dan 22.b terlihat bahwa PPB pada konfigurasi sistem 4-6-2-1 dan 6-8-2-1, bergeser kekanan ketika indeks bias lapisan pertama divariasikan. Jika puncak panjang gelombang diplot terhadap variasi nilai indeks bias defek pertama, maka akan didapatkan bahwa hubungan antara λ dengan nilai indeks bias defek pertama ( n d1 ) adalah linier, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sistem sensor. Pada Gambar 23 terlihat bahwa respon perubahan indeks bias defek pertama terhadap puncak panjang gelombang untuk konfigurasi yang berbeda adalah linier. Hasil ini memberikan gambaran bahwa kristal fotonik dengan sistem konfigurasi seperti yang

32 telah disebutkan diatas berpotensi sebagai sensor dengan menempatkan material yang akan disensing pada lapisan defek pertama, sedangkan defek kedua dan defek ketiga dibuat tetap. Pengaturan konfigurasi sistem dapat mempengaruhi sensitivitas dari respon yang dihasilkan. Jika konfigurasi sistem diperbesar, akan didapatkan PPB yang tipis dan perubahan sensitivitas. Untuk konfigurasi 6-8-2-1 dihasilkan puncak PPB terhadap nilai indeks bias defek pertama ( ) yang linier dengan gradien sebesar 143.49, sedangkan untuk konfigurasi 4-6-2-1 dihasilkan gradien sebesar 15.27. n d1 n d1 Gambar 23 Plot hubungan panjang gelombang puncak terhadap variasi indeks bias lapisan defek pertama untuk konfigurasi 4-6-2-1 (biru) dan 6-8-2-1 (hitam) 4.6 Profil PPB Terkait dengan Variasi Indeks Bias Defek Kedua dan Ketiga Telah dipublikasikan dalam (H.Alatas et al, 26) bahwa untuk kristal fotonik satu- dimensi dengan dua defek menghasilkan PPB dengan dua karakteristik yang berbeda pada tiap lapisan defek tersebut, sehingga defek pertama dapat berfungsi sebagai regulator dan dan defek kedua sebagai reseptor pada aplikasi sistem sensor. Untuk kasus kristal fotonik 1 dimensi dengan tiga defek dapat menghasilkan PPB dengan tiga karakteristik sebagaimana hasil simulasi yang akan diberikan. Pada lapisan defek pertama, variasi indeks bias menyebabkan posisi dari PPB bergeser kekanan seiring penurunan transmitansi sebagaimana telah dijelaskan, sedangkan pada lapisan defek kedua dan defek ketiga hanya menyebabkan penurunan transmitansi tanpa perpindahan posisi. Pada Gambar 24 terlihat bahwa variasi indeks bias pada lapisan defek kedua dan defek ketiga menghasilkan profil PPB yang sama, yakni penurunan transmitansi

33 pada frekuansi tetap ω =.972ω. Akan tetapi, penurunan, transmitansi pada lapisan defek ketiga lebih kecil dibandingkan defek kedua, sehingga defek kedua menghasilkan sensifitas yang lebih tinggi dibandingkan defek ketiga. Karena defek kedua dan defek ketiga memberikan efek yang sama, maka kedua defek tersebut dapat berfungsi sebagai reseptor, akan tetapi seberapa besar perbedaan sensitivitas kedua defek tersebut masih belum terlihat. Tω Gambar 24 Profil transmitansi terhadap panjang gelombang, λ (λ=2πc/ω) terkait indeks bias defek lapisan defek kedua: merah ( n d 2 = 2.1), biru ( n d 2 = 1.45 ), hitam ( n d 2 = 1.33 ) lapisan defek ketiga: merah ( n d 3 = 2.1), biru ( n d 3 = 1.45 ), hitam ( n d 3 = 1.33 ) Plot variasi nilai indeks bias defek kedua dan ketiga terhadap nilai transmitansi menghasilkan fungsi yang periodik untuk rentang indeks bias antara sampai 5. Untuk aplikasi potensial, rentang panjang gelombang dapat diset antara 1.33 (air) sampai 1.5 (kaca) dengan pertimbangan lapisan defek kedua atau ketiga dapat diisi fluida (larutan dengan konsentrasi tertentu), sehingga kristal fotonik dapat berfungsi sebagai sensor indeks bias. Pada Gambar 25.a dan 25.b dapat dilihat perbandingan sensitivitas antara defek dua dan defek tiga untuk rentang indeks bias antara 1.33 sampai 1.5. Untuk variasi indeks bias ketiga, puncak transmitansi hampir mencapai maksimum, yakni.95 saat indeks bias defek kedua bernilai 1.38, kemudian turun dan mencapai.85 saat indeks bias defek kedua bernilai 1.5. Sedangkan untuk variasi indeks bias defek kedua, puncak transmitansi hanya mencapai.35 saat indeks bias defek ketiga bernilai 1.38, dan turun mencapai.24 saat defek ketiga

34 bernilai 1.5. Meskipun puncak transmitansi untuk variasi defek ketiga lebih besar dibandingkan dengan puncak transmitansi untuk variasi defek kedua, sensitivitas untuk variasi defek kedua ternyata lebih besar dibandingkan defek ketiga. Hasil ini menjadi cukup penting, bahwa ketika kita ingin menjadikan kristal fotonik berfungsi sebagai sensor dengan sensitivitas yang lebih tinggi, material/fluida yang akan disensing sebaiknya ditempatkan pada layer defek kedua, bukan pada layer defek ketiga. n d2 n d3 Gambar 25 Plot hubungan indeks bias defek kedua terhadap puncak transmitansi plot hubungan indeks bias defek ketiga terhadap puncak transmitansi Secara umum, kristal fotonik dengan tiga defek memberikan respon yang lebih sensitif dibandingkan dengan dua defek. Pada Gambar 26 terlihat bahwa sensitivitas untuk sistem tiga defek 2-4-2-1 bernilai 1.6271, sedangkan untuk sistem dua defek 2-4-2 hanya bernilai 1.2918. Untuk sistem tiga defek 4-6-2-1, sensitivitas bernilai 1.436, sedangkan untuk sistem dua defek 4-6-2 sensitivitas bernilai 1.1177. Hal ini bisa dijelaskan bahwa untuk kristal fotonik dengan tiga defek memiliki tiga derajat kebebasan yang menghasilkan sensitivitas ( dt / dn d 2 ) lebih besar dibandingkan kristal fotonik dengan dua defek yang hanya memiliki dua derajat kebebasan. Nilai sensitivitas untuk simulasi ini tentunya berbeda dengan nilai setelah fabrikasi karena metode matriks transfer untuk perhitungan simulasi ini menggunakan beberapa asumsi sebagaimana dijelaskan dalam daftar pustaka.

35 Tω n d2 Gambar 26 Perbandingan sensitivitas untuk sistem dua defek dengan tiga defek dengan konfigurasi 2-4-2-1 (biru) dengan 2-4-2 (hitam) 4-6-2-1 (biru) dan 4-6-2 (hitam) nd2 Untuk kasus larutan yang terdiri dari satu unsur/senyawa, dapat digunakan sistem yang menghasilkan dua atau tiga PPB dengan terlebih dahulu mengetahui unsur/senyawa tersebut transparan pada panjang gelombang berapa dan mengatur posisi PPB tersebut sehingga tepat pada panjang gelombang dimana unsur/ senyawa tersebut transparan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 27 dan 27. Masing-masing dari PPB tersebut dapat merespon perubahan dari indeks bias pada lapisan defek kedua.

36 Gambar 27 Profil transmitansi terhadap panjang gelombang, λ ( λ 2 πc / ω) = terkait variasi indeks bias lapisan defek kedua dd1 = dd2 = dd3 = 7.2 λ/ 4 dd1 = dd2 = dd3 = 7.6 λ/ 4: merah ( n d 2 = 2.1), biru ( n d 2 = 1.45 ), hitam ( n d 2 = 1.33) 4.7 Profil Distribusi Medan dalam Kristal Fotonik Adanya defek membuat medan terlokalisir disekitar defek sehingga terjadi peningkatan intensitas dalam lapisan defek. Intensitas yang tinggi pada lapisan defek memungkinkan adanya medan yang keluar dari lapisan defek tersebut dan dapat pula membentuk peningkatan intensitas medan yang baru pada lapisan defek berikutnya, bergantung pada konfigurasi sistem dan nilai indeks bias pada masing-masing lapisan defek. Untuk kasus tiga defek dengan nilai indeks bias ketiga defek sama dengan nilai indeks bias layer kedua ( n 1 = n 2 = n 3 = n 2 ) didapatkan peningkatan d d d medan pada defek pertama D 1, dilanjutkan pada defek kedua D 2, dan berakhir pada defek ketiga D 3 dengan puncak transmitansi berada pada frekuensi sekitar ω =.9799ω (Gambar 28.a). inc z (μm) inc inc z ( μm) z (μm) (c)

37 Gambar 28 Distribusi medan dalam PPB dengan n 1 = n 2 = n 3 = 2.1 d d d n d 2 = 2.5 dan (c) n d 3 = 2.5 untuk konfigurasi 6-8-2-1 Defek pertama dapat berfungsi sebagai microcavity yang dapat mengalami kebocoran dan membentuk rongga yang baru pada defek kedua dan ketiga. Saat nilai indeks bias defek kedua dinaikkan menjadi 2.5 hanya terjadi sedikit terjadi perubahan penurunan puncak transmitansi pada defek pertama sekitar 2.98%, sedangkan jika indeks bias defek ketiga dinaikkan menjadi 2.5, maka terjadi penguatan medan pada defek kedua dan defek ketiga sebagaimana ditunjukkan pada Gambar (28.b dan 28.c). Sehingga dapat disimpulkan bahwa, agar terjadi resonansi baru pada defek kedua dan defek ketiga maka nilai indeks bias defek ketiga harus melebihi nilai indeks bias layer kedua ( n > n ). d 3 2 Untuk kasus konfigurasi sistem yang dibalik (M-N-L-R: 1-2-8-6) terjadi pembalikan distribusi medan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 29.a dengan puncak transmitansi maksimum ditemukan pada indeks bias defek ketiga n d 3 = 2.1. Kasus ini sama artinya dengan mempertukarkan defek regulator dan defek reseptor sehingga peningkatan medan terjadi pada defek ketiga. Saat nilai M dinaikkan untuk konfigurasi M-N-L-R: 4-6-2-1, maka distribusi medan terjadi di defek pertama D dengan penurunan puncak transmitansi tetapi dengan frekuensi yang tetap ω =.9799ω ), sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 29.b. Hasil yang terpenting ( adalah ketika N+1/(M+L+R) 1, resonansi medan terkuat akan jatuh pada defek pertama sedangkan ketika N+1/(M+L+R) 1, resonansi medan terkuat akan jatuh pada defek ketiga. 1 inc inc z (μm) z (μm)

38 Gambar 29 Distribusi medan dalam PPB dengan M-N-L-R = 1-2-8-6 dan M-N-L-R = 4-6-2-1 Intensitas medan yang terlokalisir dalam lapisan defek dapat dipengaruhi oleh ketebalan lapisan defek dan sudut datang sumber cahaya relatif terhadap arah normal bidang kristal. Pada Gambar 3.a dan 3.b terlihat bahwa terdapat perbedaan intensitas medan maksimum ketika ketebalan ketiga lapisan defek divariasikan. Ketika lebar ketiga lapisan defek dinaikkan, puncak intensitas medan menurun dan menggeser frekuensi puncak. Hal ini bisa dipahami bahwa, ketika lebar lapisan defek dinaikkan osilasi medan yang terkurung didalam defek menurun karena terjadi kebocoran lebih banyak dari lapisan defek yang berfungsi sebagai cavity. Gambar 3.a terjadi pergeseran puncak frekuensi dari ω =.9799ω (Gambar 26.a) menjadi ω =.9754ω dengan ketebalan ketiga lapisan defek λ 3 /4, sedangkan Gambar 3.b. terjadi pada puncak frekuensi ω =.9724ω dengan ketebalan ketiga lapisan defek 4 λ /4. inc inc z (μm) z (μm) Gambar 3 Distribusi medan dalam PPB untuk variasi lebar ketiga defek 3 λ /4 dan 4 λ /4 Untuk kasus sudut datang ke segala arah (omnidirectional), kenaikan sudut datang dapat menggeser PPB kearah frekuensi yang lebih besar (panjang gelombang yang lebih kecil), sehingga distribusi medan yang terlokalisasi dalam lapisan defek terjadi pada puncak frekuensi yang berbeda dibandingkan untuk kasus insiden normal. Pada Gambar 31.a distribusi medan dalam lapisan defek terjadi untuk

39 puncak frekuensi ω = 1.169ω dan untuk Gambar 31.b terjadi sedikit penurunan intensitas medan untuk frekuensi puncak ω = 1.584ω. Secara umum perubahan sudut datang menghasilkan efek yang sama dengan perubahan material pada leyer defek pertama, yakni pergeseran PPB dan sedikit penurunan transmitansinya. inc inc z (μm) z (μm) Gambar 31 Distribusi medan dalam PBG dengan variasi sudut datang 3 45 Profil distribusi medan dalam bentuk tiga dimensi dapat menggambarkan medan yang merambat pada arah sumbu-z dalam kristal fotonik dengan intensitasnya. Bentuk perumusan medan yang merambat pada arah sumbu-z dapat ( ) ( ) iky y = Ae + Be e. i kzz ωt i kzz ωt ditulis sebagai berikut: ( ) z (μm) z (μm) Gambar 32 Profil tiga dimensi distribusi medan dalam PPB dengan n d 3 = 2.5 n d 3 = 2.1 dan

4 Gambar 32 a. dan 32.b menunjukkan profil 3 dimensi distribusi medan pada arah z dan y yang diputar dengan sudut 9 untuk sistem konfigurasi 6-8-2-1 dengan puncak frekuensi yang tetap, yakni ω =.9799ω. Intensitas terbesar ditunjukkan oleh garis warna merah (bernilai 1) dan intensitas terendah ditunjukkan oleh garis warna biru (bernilai.5). 4.8 Optimasi Hasil Sebagai optimasi, nilai dari indeks bias defek ketiga dapat diatur untuk selang indeks bias tertentu dari defek kedua. Nilai gradien hubungan antara transmitansi terhadap indeks bias defek kedua menunjukkan sensitivitas untuk aplikasi sensor yang akan dikembangkan. Pada gambar 33.a terlihat bahwa nilai sensivitas (gradien dari kurva) berubah akibat variasi nilai indeks bias defek ketiga. Defek ketiga memiliki indeks bias masing-masing: 2.1 (merah), 2. (biru), dan 1.9 (hitam) memiliki sensitivitas berurut-turut: 1.6271, 1.139, dan.7291. Berdasarkan hasil pada gambar 32.a, kita dapat memfungsikan defek ketiga sebagai kontrol sensitivitas (regulator sensitivitas) yang dapat digunakan untuk meningkatkan sensitivitas dengan cara memilih material yang sesuai pada lapisan defek ketiga. 2.15 d /dn d2 n d2 Gambar 33 Plot hubungan indeks bias defek kedua terhadap puncak transmitansi dengan variasi indeks bias defek ketiga: ( n d 3 = 2.1), biru ( n d 3 = 2. ), hitam ( n d3 = 1.9 ) plot sensitivitas lapisan defek kedua ( dtω / dnd 2) terhadap variasi defek ketiga n d2

41 Perubahan nilai indeks bias defek ketiga menghasilkan sensitivitas yang periodik sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 33.b. Untuk rentang indeks bias defek ketiga antara 1 sampai 2.5 menunjukkan sensitivitas maksimum untuk nilai indeks bias defek ketiga bernilai 2.15. Hasil ini menjadi cukup penting bahwa untuk mencapai kondisi sensitivitas maksimum, nilai-nilai parameter yang mendukung dapat digunakan saat fabrikasi. Variasi ketebalan salah satu lapisan defek juga dapat memberikan efek pada sensitivitas. Karena material/fluida yang akan disensing ditempatkan pada layer defek kedua, maka ketebalan layer defek kedua dapat divariasikan agar menghasilkan perubahan sensitivitas. Gambar 34 menampilkan variasi indeks bias defek kedua terhadap puncak transmitansi untuk nilai ketebalan layer defek kedua d d 2 yang berbeda, pada konfigurasi 2-4-2-1. Sensitivitas untuk untuk ketebalan 2 λ /4, 2.1 λ / 4, dan 2.2 λ / 4 berturut-turut adalah 1.6271, 1916, dan.68951. Hasil ini menunjukkan bahwa dengan mengubah ketebalan layer defek kedua, kita bisa memanipulasi divais agar bekerja pada range yang diinginkan dari indeks bias yang telah ditentukan berdasarkan pengetahuan tentang beberapa indeks bias dari sampel yang akan disensing, dan terlebih lagi divais dapat beroperasi pada kondisi optimal. Gambar 34 Plot hubungan indeks bias defek kedua terhadap puncak transmitansi dengan variasi ketebalan lapisan defek kedua: merah ( n d 3 = 2.1), biru ( n d 3 = 2. ), hitam ( n d3 = 1.9 ) n d2

42 Untuk kasus ke segalah arah (omnidirectional), variasi sudut datang menyebabkan perubahan indeks bias terhadap transmitansi menjadi tidak linier. Akan tetapi, data perubahan indeks bias terhadap transmitansi ini dapat dijadikan data baku untuk menentukan indeks bias material yang dapat dihubungkan dengan konsentrasi zat dalam suatu larutan. Pada sudut datang 3, PPB bergeser pada frekuensi ω = 3.45688ω dan menghasilkan grafik n 2 T yang hampir linier untuk sudut datang 45 dan sudut datang 6 menggeser PPB ke frekuensi ω = 3.63672ω dan ω 3.76479ω sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 35 = serta menghasilkan grafik yang tidak linier d n d2 Gambar 35 Plot hubungan indeks bias defek kedua terhadap puncak transmitansi dengan variasi sudut datang