IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Suhu pada Respirasi Brokoli Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa brokoli mempunyai respirasi yang tinggi. Namun pada suhu yang rendah, hasil pengamatan menunjukkan bahwa konsentrasi O 2 yang dikonsumsi dan produksi CO 2 semakin sedikit (Lampiran 1) yang menunjukkan bahwa respirasi brokoli pada suhu rendah lebih lambat dibandingkan dengan suhu ruang. Lampiran 2 menunjukkan laju respirasi (konsumsi O 2 dan produksi CO 2 ) pada suhu 5 o C, 10 o C, 15 o C, 20 o C, dan 27 o C (suhu ruang). Pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa laju respirasi untuk tiap-tiap suhu penyimpanan berbeda. Konsumsi O 2 suhu 27 o C pada hari pertama adalah 153.6±15.5 ml/kg jam sampai 76.7±22.8 ml/kg jam pada hari keempat. Sedangkan produksi CO 2 pada hari pertama adalah 135.7±17.2 ml/kg jam sampai 83.9±14.5 ml/kg jam pada hari keempat. Pada suhu penyimpanan 5 o C memiliki laju respirasi yang paling rendah (konsumsi O 2 dan produksi CO 2 yang paling rendah dibandingkan dengan perlakuan suhu lainnya). Pada suhu 5 o C konsumsi O 2 pada hari pertama adalah 33.5±7.4 ml/kg jam sampai 28.2±1.7 ml/kg jam pada hari ke tujuh. Sedangkan produksi CO 2 pada hari pertama adalah 28.9±9.5 ml/kg jam sampai 18.2±4.7 ml/kg jam pada hari ketujuh. Pada penyimpanan suhu rendah (5 o C) brokoli dapat bertahan lebih dari tujuh hari sedangkan pada suhu ruang (27 o C) brokoli hanya bertahan sampai hari ketujuh. Hal ini sesuai dengan (Rokhani, 1995) dan (Pantastico, l986) bahwa laju respirasi semakin menurun dengan semakin rendahnya suhu penyimpanan dan penyimpanan dingin dapat menghambat aktivitas respirasi, karena pada suhu yang lebih tinggi akan meningkatkan aktivitas respirasi brokoli yaitu pembakaran senyawa kompleks seperti pati, gula, protein, lemak, dan asam organik, sehingga 18
menghasilkan molekul yang sederhana seperti CO 2, sehingga pada suhu penyimpaan yang lebih tinggi konsentrasi CO 2 yang semakin besar dan konsumsi O 2 yang semakin besar pula. B. Karakteristik Respirasi B.1. Pola Respirasi Brokoli Laju respirasi petunjuk yang baik untuk daya simpan buah dan sayuran sesudah dipanen. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme, oleh karena itu sering dianggap sebagai petunjuk mengenai potensi daya simpan buah. Menurut Soesarsono (1988) dalam Nugroho (1997) buah dan sayuran dapat digolongkan atas dasar laju pemasakan yaitu golongan klimakterik dan non klimakterik. Golongan klimakterik ditandai dengan proses yang cepat pada fase pemasakan (ripening) dan peningkatan respirasi yang mencolok. Sebaliknya golongan non klimakterik tidak terlihat nyata perubahan pada fase pemasakannya karena proses respirasi berjalan lambat. Penurunan laju respirasi merupakan petunjuk terjadinya kerusakan enzim (Pantastico, 1989). Gambar 4 dan Gambar 5 menunjukkan pola laju respirasi brokoli pada 5 tingkatan suhu penyimpanan. Untuk suhu penyimpanan 27 o C dilakukan pengukuran sampai hari ketujuh dan untuk suhu 15 o C serta 20 o C dilakukan pengukuran sampai hari keenam karena brokoli yang digunakan telah busuk. 19
Gambar 4. Grafik laju konsumsi O 2 pada 7 hari penyimpanan Gambar 5. Grafik laju produksi CO 2 pada 7 hari penyimpanan Jika dilihat posisi grafik untuk masing-masing perlakuan suhu, Gambar 4 dan Gambar 5 menunjukkan bahwa laju respirasi brokoli sangat dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Pada suhu penyimpanan 5 o C posisi grafik berada pada paling bawah yang menunjukkan bahwa pada suhu 5 o C brokoli mengkonsumsi O 2 dan memproduksi CO 2 paling sedikit diantara suhu penyimpanan lainnya. Sedangkan pada suhu penyimpanan 27 o C posisi grafik berada paling atas dan menunjukkan bahwa pada suhu 27 o C (suhu ruang) memiliki laju respirasi yang paling tinggi. Respirasi brokoli menunjukkan pola yang menurun dan tidak terdapat kenaikan konsumsi O 2 dan produksi CO 2 yang tajam (Gambar 4 dan 5). Untuk beberapa suhu penyimpanan, terdapat kenaikan jumlah konsumsi O 2 dan produksi CO 2, sebagai contoh adalah pada suhu 5 o C, pada hari jumlah CO 2 yang dihasilkan pada hari pertama 28.9±9.5 ml/kg jam, hari kelima 16.8±4.5 ml/kg jam, hari keenam 31.9±20.6 ml/kg jam, sedangkan hari ketujuh (18.2±4.7 ml/kg jam) sudah mulai mengalami kerusakan. Jumlah CO 2 yang dihasilkan pada hari keenam lebih besar daripada hari kelima. Hal ini dapat disebabkan karena terjadinya disorganisasi sel yang ditandai dengan meningkatnya permeabelitas sel membran seluler dan meningkatnya keempukan daging buah sehingga merangsang aktivitas 20
enzim respiratoris (Solomos, 1983 dalam Asrofi, 1986). Kondisi demikian menyebabkan terjadinya peningkatan proses metabolisme dalam jaringan, sehingga sayuran dapat membusuk. Menurunnya jumlah CO 2 yang dihasilkan dapat disebabkan karena menurunnya konsentrasi ADP yang bersifat sebagai akseptor fosfat dan terjadinya kerusakan mitokondria (Winarno dan Kartakusuma, 1981). Konsentrasi ADP yang menurun dan kerusakan mitokondria menyebabkan ATP yang dihasilkan juga menurun. ATP yang berfungsi sebagi penyuplai energi dalam bentuk fosfat berenergi tinggi dengan cara memecah ikatan fosfatnya (Wills et al., 1981 dalam Asrofi, 1986). Karena ATP menurun, maka energi yang dapat digunakan untuk melangsungkan reaksi metabolik selanjutnya juga menurun. Keadaan demikian menyebabkan jumlah CO 2 yang dihasilkan semakin menurun. Pada penelitian ini pola respirasi brokoli menunjukkan kecenderungan yang terus menurun dan tidak terjadi kenaikan produksi CO 2 yang mendadak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa brokoli termasuk sayuran non klimakterik. B.2. Respiratory Quotient (RQ) Respirasi membutuhkan O 2 dan menghasilkan zat sisa metabolisme berupa uap air, CO 2, dan panas sebagai entropi (energi panas yang tidak termanfaatkan). Kuosien respirasi (respiratory quotient) merupakan perbandingan CO 2 terhadap O 2. Nilai RQ brokoli ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil uji Duncan laju respirasi dan respiratory quotient (RQ) brokoli Suhu ( o C) Laju respirasi (ml/kg jam) O 2 CO 2 RQ 5 24.9 a 24.3 d 0.98 10 48.4 a 46.5 c 0.96 15 75.0 ab 70.5 b 0.94 20 87.3 bc 84.2 b 0.96 27 105.2 c 105.9 a 1.01 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 21
Hasil uji Duncan (Lampiran 3 dan 4) menunjukkan bahwa laju konsumsi O 2 berbeda nyata untuk suhu 15 o C, 20 o C, dan 27 o C berbeda nyata. Hasil uji pada suhu 5 o C dan 10 o C tidak berbeda nyata yang berarti laju konsumsi O 2 hampir sama. Sedangkan laju produksi CO 2 berbeda nyata untuk suhu 5 o C, 10 o C, dan 27 o C. Hasil uji pada suhu 15 o C dan 20 o C tidak berbeda nyata. Laju konsumsi O 2 dan laju produksi CO 2 pada suhu 5 o C dan 10 o C (Gambar 4 dan 5) merupakan laju terkecil diantara suhu penyimpanan lainnya. Sehingga dalam penelitian ini, suhu tersebut merupakan suhu terbaik untuk penyimpanan brokoli. Pada Tabel 3 menunjukkan nilai RQ brokoli yang disimpan pada lima suhu penyimpanan yang berbeda. Nilai RQ brokoli hampir seluruhnya bernilai 1.0, hal ini menunjukkan bahwa proses metabolisme berlangsung secara normal menggunakan substrat karbohidrat, protein atau lemak dengan ketersediaan oksigen yang cukup. Komponen terbesar pada brokoli setelah air adalah karbohidrat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa substrat yang digunakan untuk proses respirasi sebagian besar adalah karbohidrat. Pada kondisi respirasi anaerobik umumnya nilai RQ lebih besar dari satu. B.3. Q 10 (Kuosien Suhu) Karakter perubahan pada laju reaksi akibat suhu tersebut biasanya ditentukan dengan kuosien suhu (Q 10 ), yaitu rasio laju reaksi tertentu pada suatu tingkat suhu (T 1 ) terhadap laju reaksi tersebut saat suhu naik 10 o C (T 1 + 10 o C). Nilai Q 10 brokoli ditunjukkan pada Tabel 5. Nilai Q 10 brokoli hasil pendugaan laju respirasi dengan menggunakan model berkisar antara 1.72 1.88 (Tabel 5). Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa pada skala suhu 5 15 o C brokoli mempunyai nilai Q 10 2.18 untuk konsumsi O 2 dan 2.19 untuk produksi CO 2, yang berarti bahwa setiap peningkatan suhu 10 o C, maka laju konsumsi O 2 meningkat sebesar 2.18 kali lipat dan laju produksi CO 2 meningkat sebesar 2.19 kali lipat. Namun pada skala suhu 15 25 o C nilai Q 10 mengalami penurunan. Pada skala suhu 25-35 o C nilai Q 10 terus menurun dan laju reaksi cenderung terhambat dikarenakan denaturasi enzim. Enzim yang 22
diperlukan mulai mengalami denaturasi dengan cepat pada suhu yang tinggi, mencegah peningkatan metabolik yang semestinya terjadi. Tabel 5. Nilai Q 10 berdasarkan perhitungan model Model nilai Q 10 Linear sederhana Konsumsi O 2 1.72 Produksi CO 2 1.75 Eksponensial Konsumsi O 2 1.82 Produksi CO 2 1.82 Logaritmik Konsumsi O 2 1.88 Produksi CO 2 1.85 Arrhenius Konsumsi O 2 1.88 Produksi CO 2 1.88 Nilai Q 10 pada suhu 15 25 o C dan rata-rata empat model tidak sesuai dengan Kays (1991) yang menyatakan pada kebanyakan produk, nilai Q 10 berkisar antara 2.0 2.5 saat suhu 5 o C hingga 25 o C hal ini dimungkinkan karena brokoli mempunyai laju respirasi yang terlalu tinggi sehingga suhu dalam stoples lebih tinggi dari ruang penyimpanan akibat panas respirasi yang mengakibatkan enzim terdenaturasi lebih cepat. Tabel 6. Nilai Q 10 pada 3 skala suhu Nilai Q 10 Suhu ( o C) Konsumsi O 2 Produksi CO 2 5-15 2.18 2.19 15-25 1.71 1.71 25-35 1.58 1.58 Rata-rata 1.82 1.83 23
C. Model Pendugaan Respirasi Pengukuran laju respirasi dilakukan karena laju respirasi merupakan salah satu parameter yang dibutuhkan untuk menduga konsentrasi O 2 dan CO 2. Penurunan konsentrasi O 2 dan peningkatan konsentrasi gas CO 2 merupakan suatu tanda bahwa sayuran mengalami proses respirasi. Laju respirasi ditentukan berdasarkan konsentrasi gas sebelum dan setelah melewati sampel bahan. Komposisi gas dianalisis menggunakan gas analyzer. Dengan menggunakan persamaan (1) dan (2) maka diperoleh laju respirasi yang menyatakan konsumsi O 2 dan laju produksi CO 2. Model digunakan untuk menghitung estimasi laju respirasi brokoli pada waktu tertentu untuk mengoptimalkan waktu penyimpanan. Untuk menyusun sebuah persamaan terlebih dahulu harus mendapatkan pasangan data yang akan dianalisis. Data yang akan diambil untuk dijadikan bahan penyusunan persamaan adalah data hari pertama sampai keempat, karena setelah hari keempat data suhu yang didapatkan tidak lengkap karena brokoli pada suhu ruangan telah busuk, sehingga tidak dimungkinkan untuk pengambilan sampel gas (Lampiran 1). Dari data eksperimen laju respirasi brokoli pada berbagai suhu selama 4 hari ditunjukkan pada Lampiran 2. Pendugaan laju respirasi dilakukan dengan analisis regresi untuk menentukan model persamaan dan akan dipilih empat kemungkinan model regresi, yatu model regresi linear sederhana, eksponensial, logaritmik, dan Arrhenius. Laju respirasi adalalah peubah tak bebas, sedangkan peubah bebas yang digunakan adalah suhu. Suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi, kecepatan reaksi meningkat seiring dengan peningkatan suhu. Hasil dari penyususunan model akan dibandingkan dengan hasil pengukuran respirasi dan akan ditentukan model terbaik dari model yang telah disusun. Pemilihan model terbaik berdasarkan nilai R 2 yang terbesar. Dalam analisis regresi, koefisien determinasi adalah ukuran dari goodness-of-fit dan mempunyai nilai antara 0 dan 1, apabila nilai mendekati 1 menunjukkan ketepatan yang lebih baik. Sebagai contoh, dengan nilai koefisisen determinasi pada model regresi linear sederhana 0.9663 menunjukkan bahwa sekitar 90 % dari variasi dari Y dapat dijelaskan/diselesaikan dengan hubungan 24
antara X dan Y dalam persamaan tersebut. Koefisien determinasi, adalah sebuah besaran yang mengukur ketepatan garis regresi. Nilai R 2 ini menunjukkan persentase besarnya variabilitas dalam data yang dijelaskan oleh model regresi. Maksimum nilai R 2 adalah 100% dan minimal 0. Jika nilai R 2 = 100 %, misalnya untuk regresi linier sederhana semua titik data akan menempel ke garis regresi, semakin kecil R 2 maka data makin menyebar jauh dari garis. Oleh karena itu jika R 2 kecil maka keeratan hubungan antara X dan Y lemah dan jika R 2 = 0 menunjukkan bahwa X tidak memiliki hubungan dengan Y. Tabel 7. Model perhitungan hasil transformasi untuk konsumsi O 2 Model Parameter model (rata-rata) α β R 2 1. Regresi linear sederhana 11.12 3.69 0.9663 2. Eksponensial 3.11 0.06 0.8705 3. Logaritmik 0.78 0.90 0.9848 4. Arrhenius 22.80 5404.00 0.8854 Tabel 8. Model perhitungan hasil transformasi produksi CO 2 Model Parameter model (rata-rata) α β R 2 1. Regresi linear sederhana 9.36 3.70 0.9861 2. Eksponensial 3.09 0.06 0.9028 3. Logaritmik 0.78 0.88 0.9943 4. Arrhenius 22.80 5411.07 0.9155 Keterangan: R 2 = Koefisien determinasi Tabel 7 dan 8 menyajikan transformasi persamaan dari empat model yang digunakan untuk pendugaan laju respirasi rata-rata, sedangkan untuk hasil ulangan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Gambar 6, 7, 8, dan 9 menyajikan grafik dari keempat model persamaan respirasi rata-rata brokoli, sedangkan untuk hasil ulangan dapat dilihat pada Lampiran 5, 6, 7, dan 8. Untuk laju konsumsi O 2 didapatkan koefisien determinasi yang bervariasi dari keempat model tersebut yaitu 0.9663 untuk model linear sederhana, 0.8705 untuk 25
model eksponensial, 0.9848 untuk model logaritmik, dan 0.8854 untuk model Arrhenius. Koefisien determinasi terbesar untuk pendugaan konsumsi O 2 adalah dengan model logaritmik. Untuk produksi CO 2 juga mempunyai koefisien determinasi yang bervariasi yaitu diantara 0.9861 untuk model linear sederhana, 0.9028 untuk model eksponensial, 0.9943 untuk model logaritmik dan 0.9155 untuk model Arrhenius. Koefisien determinasi terbesar untuk pendugaan produksi CO 2 adalah dengan linear sederhana dan model logaritmik. Gambar 6, 7, 8, dan 9 menyajikan grafik laju respirasi brokoli pada berbagai suhu penyimpanan keempat model matematika. Data laju respirasi brokoli pada berbagai suhu penyimpanan empat model dapat dilihat pada Lampiran 11. Laju konsumsi O 2 pada hasil percobaan pada suhu 5 o C adalah 24.0 ml/kg jam, model regresi linear 29.57 ml/kg jam, model eksponensial 30.28 ml/kg jam, model logaritmik 25.67 ml/kg jam, dan model Arrhenius 28.90 ml/kg jam. Laju produksi CO 2 pada hasil percobaan pada suhu 5 o C adalah 24.3 ml/kg jam, model regresi linear 27.86 ml/kg jam, model eksponensial 29.53 ml/kg jam, model logaritmik 24.94 ml/kg jam, dan model Arrhenius 29.74 ml/kg jam. Dari keempat model tersebut model logaritmik yang paling mendekati nilai laju respirasi hasil percobaan. Y = 3.69x + 11.12 R 2 = 0.9663 Y = 3.70x + 9.36 R 2 = 0.9861 Gambar 6. Grafik laju konsumsi O 2 dan laju produksi CO 2 pada berbagai suhu penyimpanan hasil uji model linear sederhana 26
Y = 22.43e 0.06x R 2 = 0.8705 Y = 21.88e 0.06x R 2 = 0.9028 Gambar 7. Grafik laju konsumsi O 2 dan laju produksi CO 2 pada berbagai suhu penyimpanan hasil uji model eksponensial Y = 6.03x 0.90 R 2 = 0.9848 Y = 6.05x 0.88 R 2 = 0.9944 Gambar 8. Grafik laju konsumsi O 2 dan laju produksi CO 2 pada berbagai suhu penyimpanan hasil uji model logaritmik Y = 8E+09e -5405x R 2 = 0.8854 Y = 8E+09e -5396x R 2 = 0.9152 Gambar 9. Grafik laju konsumsi O 2 dan laju produksi CO 2 pada berbagai suhu penyimpanan hasil uji model Arrhenius 27