HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif

PENGARUH FREKUENSI PENAMPUNGAN SEMEN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA PADA AYAM BANGKOK

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP MOTILITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA SEMEN CAIR SAPI SIMMENTAL

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Ayam Dalam Pengencer Glukosa Kuning Telur Fosfat pada Penyimpanan 3-5 C

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

Pengaruh Bobot Badan Terhadap Kualitas dan Kuantitas Semen Sapi Simmental

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP.

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH ABSTRACT

Tatap mukake 6 KUANTITAS DAN KUALITAS SPERMA

I. PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di

Tatap muka ke 4&5 PENILAIAN ATAU EVALUASI SPERMA

PENGARUH PENGHILANGAN RAFINOSA DALAM PENGENCER TRIS AMINOMETHANE KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER SELAMA SIMPAN DINGIN SKRIPSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

PENGARUH UMUR PEJANTAN DAN FREKUENSI PENAMPUNGAN TERHADAP VOLUME DAN MOTILITAS SEMEN SEGAR SAPI SIMMENTAL DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

PENGARUH BOBOT BADAN TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS SEMEN SAPI SIMMENTAL THE EFFECT OF WEIGHT ON SIMMENTAL CATTLE SEMEN QUALITY AND QUANTITY

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen

PENETAPAN INTERVAL INSEMINASI BUATAN (IB) PADA AYAM BURAS

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO

KUALITAS SEMEN DOMBA LOKAL PADA BERBAGAI KELOMPOK UMUR SEMEN QUALITY OF RAM AT DIFFERENT AGE-GROUP

UJI KU <klitas SPERMA DAN PENGHITUNGAN JUMLAH PENGENCER DALAM UPAYA MENENTUKAN KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA EVALUASI SEMEN Hari dan tanggal : Senin, 21 Desember 2015

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati

PERBEDAAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF SEMEN SEGAR PADA BERBAGAI BANGSA SAPI POTONG. Candra Aerens D.C, M. nur ihsan, Nurul Isnaini ABSTRACT

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu jenis bangsa sapi asli Indonesia

Spermatogenesis dan sperma ternak

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pejantan Peranakan Etawah berumur 1,5-3 tahun dan dipelihara di Breeding

KARAKTERISTIK SEMEN AYAM ARAB PADA FREKUENSI PENAMPUNGAN YANG BERBEDA SKRIPSI GILANG SURYA PRATAMA

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi.

BAB III MATERI DAN METODE

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

Perbedaan Kualitas Semen Segar Domba Batur dalam Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis

PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis.

PENGARUH PENGENCER SEMEN TERHADAP ABNORMALITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA KAMBING LOKAL PADA PENYIMPANAN SUHU 5ºC

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai

Jurnal Nukleus Peternakan (Juni 2014), Volume 1, No. 1: ISSN :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Unit Pelayanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

AKTIVITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE SEMEN ENTOG MENGGUNAKAN PENGENCERAN DAN LAMA SIMPAN BEDA SUHU 27 0 C. Fitriani dan Erna Yuniati ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi perkawinan silang dengan kambing kacang. Masyarakat menyebut

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ayam kampung juga dikenal dengan sebutan ayam bukan ras

JURNAL INFO ISSN :

PENGARUH KOMBINASI KUNING TELUR DENGAN AIR KELAPA TERHADAP DAYA TAHAN HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA DOMBA PRIANGAN PADA PENYIMPANAN 5 0 C

TINJAUAN PUSTAKA. dan merupakan hasil domestifikasi dari Banteng liar (Bibos banteng) (Ngadiyono,

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per ejakulat) pada ayam Arab dengan frekuensi penampungan semen yang berbeda disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda Peubah Perlakuan A B C Warna Putih susu Putih susu Putih susu Konsistensi Kental Kental Kental ph 6,87 ± 0,10 7,09 ± 0,23 6,99 ± 0,23 Volume (ml) 0,091 ± 0,03 0,085 ± 0,06 0,088 ± 0,01 Gerakan massa +++ +++ +++ Motilitas progresif (%) 75,72 ± 4,28 73,52 ± 3,41 74,79 ± 1,09 Abnormalitas (%) 23,40 ± 4,48 24,57 ± 2,17 23,81 ± 1,83 Konsentrasi (x 10 6 /ml) 4753,12±501,58 4749,41±960,56 5125,39±1309,47 Jumlah spermatozoa per ejakulat (x 10 6 ) 441,81 ± 136,80 411,53 ± 299,94 447,04 ± 77,43 Keterangan : A = Ayam dengan penampungan semen satu kali per minggu B = Ayam dengan penampungan semen dua kali per minggu C = Ayam dengan penampungan semen tiga kali per minggu (-) = buruk (+) = sedang (++) = baik (+++) = sangat baik Warna dan Konsistensi Semen Hasil pengamatan warna dan konsistensi semen antara ayam dengan penampungan semen satu kali, dua kali, dan tiga kali per minggu adalah sama, yaitu berwarna putih susu dengan konsistensi kental. Menurut Toelihere (1993), semen ayam berwarna putih dengan konsistensi bervariasi dari suatu suspensi keruh dan tebal sampai suatu cairan encer. Menurut Etches (1996), semen unggas seharusnya berwarna putih dan jika terlihat warna lain menunjukkan adanya kontaminasi. Semen dapat tercemar oleh feses, transundat kloaka, dan butir darah merah. Warna, 23

konsistensi, dan konsentrasi semen saling berhubungan. Semakin tinggi konsentrasi spermatozoa, semakin kental konsistensi semen dan semakin keruh warna semen. Nilai ph Semen Nilai ph semen yang didapatkan dalam penelitian ini antara ketiga perlakuan relatif sama yaitu berkisar antara 6,8 7,1. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Nilai ph semen yang rendah dapat diakibatkan oleh suhu tinggi ketika penyimpanan semen selama perjalanan dari kandang menuju laboratorium pengamatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Toelihere (1993) yang menyatakan bahwa nilai ph dapat menurun selama penyimpanan akibat peninggian suhu dan penambahan waktu. Hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan aktivitas spermatozoa yang menguraikan fruktosa pada kondisi anaerob. Penguraian fruktosa menyebabkan terbentuknya asam laktat pada semen (Salisbury dan Vandemark, 1985). Semakin banyak asam laktat yang terbentuk maka ph semen akan semakin rendah dan spermatozoa akan banyak yang mati. Semakin banyak spermatozoa yang mati maka ph akan semakin meningkat karena terbentuk amoniak di dalam semen. Menurut Toelihere (1993), semen segar pada ayam biasanya bersifat agak basa dengan rata-rata ph berkisar antara 7,0 sampai 7,6. Menurut Lake (1971), spermatozoa masih dapat bertahan pada ph terendah dengan kisaran 6,8. Hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai ph semen ayam Arab sebagai pembanding disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Hasil-hasil Penelitian ph Semen Ayam Arab Peneliti ph Semen Ayam Arab Iskandar et al. (2006) 6,95 ± 0,32 Mulyadi (2007) 7,27 ± 0,16 Isnaini (2000) 7,4 Volume Semen Volume semen unggas relatif sedikit dan berbeda-beda menurut bangsa unggas, tetapi memiliki konsentrasi sperma cukup tinggi (Toelihere, 1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa volume semen antara ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi penampungan yang berbeda 24

tidak berpengaruh terhadap volume semen yang dihasilkan. Rataan volume semen dari ketiga perlakuan ini relatif rendah, sekitar 0,08-0,09 ml yang tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Mulyadi (2007) yang mendapati volume semen ayam Arab sebesar 0,10 ± 0,03 ml. Penelitian Iskandar et al. (2006) menunjukkan bahwa volume semen ayam Arab mencapai 0,3 ± 0,072 ml. Toelihere (1993) menyatakan bahwa volume semen ayam berkisar antara 0,3 hingga 1,5 ml. Hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai volume semen ayam Arab sebagai pembanding disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil-hasil Penelitian Rata-rata Volume Semen Ayam Arab Peneliti Rata-rata Volume Semen Ayam Arab (ml) Nataamijaya et al. (2003) 0,26 ± 0,01 Iskandar et al. (2006) 0,30 ± 0,072 Mulyadi (2007) 0,10 ± 0,03 Isnaini (2000) 0,24 Tabel 5. Hasil Pengamatan Volume Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda Frekuensi Penampungan Volume Semen (ml) Satu kali per minggu 0,091 ± 0,03 Dua kali per minggu 0,085 ± 0,06 Tiga kali per minggu 0,088 ± 0,01 Volume semen yang didapatkan dari penelitian ini relatif rendah (0,08-0,09 ml) karena pejantan yang digunakan adalah pejantan muda berumur 33 minggu dan belum pernah dikawinkan secara alami. Menurut Toelihere (1993), ayam bangsa petelur, mencapai berat dewasa testes pada umur 24 26 minggu dan hewan muda dan berukuran kecil dalam satu spesies menghasilkan volume semen yang rendah. Beberapa sumber menyebutkan bahwa umur pejantan yang baik untuk dikoleksi semennya adalah pada umur 1-1,5 tahun (48 72 minggu), seperti yang disebutkan Sastrodihadjo dan Resnawati (2003) bahwa umur pejantan ayam buras 40 80 minggu merupakan penghasil semen terbaik. 25

Volume (ml) 0,16 0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C 0 Gambar 5. Grafik Mingguan Volume Semen pada Frekuensi Penampungan Satu Kali per Minggu (A), Dua Kali per Minggu (B), dan Tiga Kali per Minggu (C) Volume semen yang rendah yang dihasilkan dalam penelitian ini juga diduga karena ayam belum terbiasa dikoleksi semennya. Hal ini seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5, terlihat bahwa tiga minggu pertama volume semen yang dihasilkan sangat rendah dari ketiga perlakuan, namun setelah minggu ketiga terlihat bahwa volume semen yang dihasilkan terus meningkat sampai minggu ke enam. Peningkatan volume semen ini dapat disebabkan karena seiring bertambahnya waktu, ayam semakin terlatih untuk dikoleksi semennya. Menurut Toelihere (1993), seekor pejantan yang terlatih akan memiliki libido yang tinggi dan libido yang tinggi dapat meningkatkan volume semen yang dihasilkan. Ayam yang digunakan dalam penelitian ini juga sebelumnya tidak pernah dikawinkan secara alami, sehingga tingkat libido seksualitasnya sangat rendah. Menurut Toelihere (1993), libido akan mempengaruhi kuantitas semen. Walaupun libido tidak menggambarkan kriteria fertilitas pejantan, namun percobaan-percobaan terdahulu membuktikan bahwa rangsangan yang diberikan untuk mempertinggi libido dapat meninggikan volume semen dan konsentrasi sperma motil per ejakulat (Toelihere, 1993). Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6 Minggu ke- Menurut Ensminger (1992), volume semen unggas yang rendah disebabkan karena unggas tidak mempunyai kelenjar aksesoris seperti pada mamalia, sehingga volume plasma semennya rendah, tetapi menurut Etches (1996), tinggi atau 26

rendahnya volume semen tidak akan mempengaruhi tingkat fertilitas. Menurut Toelihere (1993), volume semen per ejakulat berbeda-beda dalam jenis ternak itu sendiri menurut bangsa, umur, ukuran tubuh, tingkatan makanan, frekuensi penampungan, dan berbagai faktor lain. Suhu rata-rata selama penelitian juga sangat mempengaruhi produksi semen. Siang hari suhu dapat mencapai 32 C, dan ketika penampungan semen dilakukan, suhu dalam kandang mencapai 29 32 C. Menurut Toelihere (1993), suhu sampai 30 C dapat membahayakan produksi semen dan peninggian suhu udara karena kelembaban tinggi dapat menyebabkan kegagalan pembentukan dan penurunan produksi spermatozoa. Menurut Etches (1996), suhu lingkungan yang tinggi akan berdampak langsung pada proses spermatogenesis pada ayam karena testis ayam berada di dalam tubuh bersuhu 41 C dan tidak memiliki mekanisme termoregulasi. Gerakan Massa Spermatozoa Spermatozoa dalam suatu kelompok mempunyai kecenderungan untuk bergerak bersama-sama membentuk gelombang. Gerakan ini disebut sebagai gerakan massa spermatozoa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gerakan massa spermatozoa dari ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan frekuensi penampungan tidak berpengaruh terhadap gerakan massa spermatozoa. Ketiga perlakuan ini menunjukkan gerakan massa spermatozoa (+++) yang artinya sangat baik, yaitu memiliki gelombang besar, banyak, gelap, tebal, dan aktif berpindah tempat. Hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai gerakan massa spermatozoa ayam Arab disajikan pada Tabel 6. Gerakan massa berkaitan dengan konsentrasi dan motilitas spermatozoa. Konsentrasi dan motilitas spermatozoa yang tinggi akan menyebabkan gelombang tebal bergerak cepat (Toelihere, 1993). Penelitian ini mendapatkan hasil yang sesuai dimana rataan konsentrasi spermatozoa yang didapat sangat tinggi yaitu lebih dari 4,5 milyar sel per ml dengan rataan motilitas diatas 70% sehingga gerakan massa tampak tebal dan bergerak cepat. 27

Tabel 6. Hasil-hasil Penelitian Gerakan Massa Spermatozoa Ayam Arab Peneliti Gerakan Massa Spermatozoa Ayam Arab Nataamijaya et al. (2003) (+++) / sangat baik Mulyadi (2007) (+++) / cukup Isnaini (2000) (+++) / sangat baik Pengamatan gerakan massa dengan gelombang yang tampak tebal dan bergerak cepat ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 6. Pengamatan Gerakan Massa Spermatozoa Ayam Arab Motilitas Spermatozoa Motilitas spermatozoa yang didapatkan dalam penelitian ini antara ketiga perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi penampungan yang berbeda tidak berpengaruh terhadap motilitas spermatozoa. Rataan motilitas yang didapatkan dalam penelitian ini berkisar antara 73 75 %, tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Mulyadi (2007) yang mendapati motilitas spermatozoa ayam Arab sebesar 77,84 ± 8,49 %. Penelitian Iskandar et al. (2006) mendapati motilitas spermatozoa ayam Arab mencapai 80 %. Nilai motilitas yang berbeda ini disebabkan karena pengamatan dilakukan secara pendugaan sehingga hasil yang diperoleh akan bersifat subyektif dan dipengaruhi oleh pengalaman individu yang melakukan pengamatan. Hasil-hasil 28

penelitian sebelumnya mengenai motilitas spermatozoa ayam Arab disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil-hasil Penelitian Motilitas Spermatozoa Ayam Arab Peneliti Motilitas Spermatozoa Ayam Arab (%) Iskandar et al. (2006) 80 Mulyadi (2007) 77,84 ± 8,49 Isnaini (2000) 80,2 Tabel 8. Hasil Pengamatan Motilitas Spermatozoa Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda Frekuensi Penampungan Motilitas Spermatozoa (%) Satu kali per minggu 75,72 ± 4,28 Dua kali per minggu 73,52 ± 3,41 Tiga kali per minggu 74,79 ± 1,09 Gambar 7. Pengamatan motilitas spermatozoa pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 7. Pengamatan Motilitas Spermatozoa Ayam Arab 29

Nilai motilitas spermatozoa yang didapatkan dalam penelitian ini setiap minggunya bervariasi antar ketiga perlakuan (Gambar 8.), namun pola pada grafik yang terlihat menunjukkan adanya peningkatan dari minggu ke-1 hingga ke minggu ke-6. Variasi nilai motilitas ini disebabkan karena seiring bertambahnya waktu ayam semakin terbiasa dikoleksi semennya sehingga produksi semen yang dihasilkan semakin baik. Selain itu, penilaian dilakukan secara subjektif sehingga pengalaman pengamat akan mempengaruhi nilai pengamatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Salisbury dan Vandemark (1985) yang menyatakan bahwa metode penghitungan motilitas spermatozoa dilakukan secara perbandingan dan hasilnya tidak mutlak. 82,00 80,00 78,00 Motilitas (%) 76,00 74,00 72,00 70,00 68,00 66,00 64,00 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6 Minggu ke- Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C Gambar 8. Grafik Mingguan Motilitas Spermatozoa pada Frekuensi Penampungan Satu Kali per Minggu (A), Dua Kali per Minggu (B), dan Tiga Kali per Minggu (C) Konsentrasi Spermatozoa Penilaian konsentrasi spermatozoa sangat penting dilakukan karena faktor tersebut menggambarkan sifat-sifat semen dan dipakai sebagai salah satu kriteria penentuan kualitas semen (Toelihere, 1993). Hasil pengamatan konsentrasi spermatozoa dalam penelitian ini tidak berbeda nyata antara ketiga perlakuan (P>0,05) dengan nilai berkisar antara 4,7 5,1 milyar sel/ ml semen. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan penelitian-penelitian sebelumnya yang mendapati konsentrasi semen ayam Arab sebesar 0,2 3,9 milyar sel/ ml. Menurut Etches (1996), konsentrasi spermatozoa ayam tipe petelur ringan berkisar antara 5 7,5 milyar sel/ ml, sedangkan menurut Ensminger (1992) dan 30

Sastrodihardjo dan Resnawati (2003), konsentrasi spermatozoa ayam berkisar antara 1,75 3 milyar sel / ml. Menurut Toelihere (1993), konsentrasi spermatozoa ayam bervariasi antara 0,03 11 milyar sel/ ml tergantung bangsa, umur, ukuran badan, frekuensi penampungan, lama periode siang hari, suhu lingkungan, dan nutrisi pakan. Hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai konsentrasi spermatozoa ayam Arab sebagai pembanding disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil-hasil Penelitian Konsentrasi Spermatozoa Ayam Arab Peneliti Konsentrasi Spermatozoa Ayam Arab (milyar sel / ml) Iskandar et al. (2006) 2,2 ± 0,372 Mulyadi (2007) 3,92 ± 1,21 Isnaini (2000) 0,216 Tabel 10. Hasil Pengamatan Konsentrasi Spermatozoa Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda Frekuensi Penampungan Konsentrasi Spermatozoa (x10 6 / ml) Satu kali per minggu 4753,12±501,58 Dua kali per minggu 4749,41±960,56 Tiga kali per minggu 5125,39±1309,47 Berdasarkan perbandingan antara konsentrasi spermatozoa ayam Arab pada Tabel 9 dengan konsentrasi spermatozoa ayam Arab pada pada Tabel 10, maka rataan konsentrasi spermatozoa dalam penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaan konsentrasi spermatozoa ini dapat disebabkan oleh perbedaan libido, umur, pakan, dan frekuensi penampungan. Seperti yang disebutkan Toelihere (1993), bahwa konsentrasi spermatozoa dipengaruhi oleh perbedaan frekuensi penampungan semen, libido, pakan, suhu, dan musim. Salibury dan Vandemark (1985) menambahkan bahwa konsentrasi spermatozoa dipengaruhi oleh perkembangan seksual, tingkat kedewasaan pejantan, kualitas pakan, umur pejantan, musim, dan perbedaan letak geografis. Pengamatan konsentrasi spermatozoa setiap minggunya selama enam minggu menunjukkan hasil yang bervariasi tetapi cenderung sedikit meningkat, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9. Hal ini dapat disebabkan karena ayam semakin terbiasa dikoleksi semennya sehingga konsentrasi semen yang dihasilkan semakin baik. 31

Menurut Toelihere (1993), seekor pejantan yang terlatih akan memiliki libido yang tinggi dan libido yang tinggi dapat meninggikan volume semen dan konsentrasi sperma motil per ejakulat, tetapi jika frekuensi ejakulasi terlampau sering dalam waktu yang singkat justru akan menurunkan libido, volume semen, dan jumlah spermatozoa per ejakulat. 8000,00 7000,00 Konsentrasi (x10 6 / ml) 6000,00 5000,00 4000,00 3000,00 2000,00 1000,00 Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C Gambar 9. Grafik Mingguan Konsentrasi Spermatozoa pada Frekuensi Penampungan Satu Kali per Minggu (A), Dua Kali per Minggu (B), dan Tiga Kali per Minggu (C) Gambar 10. 0,00 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu ke- Minggu 5 Minggu 6 Pengamatan konsentrasi spermatozoa pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 10. Pengamatan Konsentrasi Spermatozoa Ayam Arab 32

Jumlah Spermatozoa per Ejakulat Jumlah spermatozoa per ejakulat akan menentukan jumlah betina yang dapat diinseminasi dengan ejakulat tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah spermatozoa per ejakulat antara ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan frekuensi penampungan tidak berpengaruh terhadap jumlah spermatozoa per ejakulat pada ayam Arab. Rataan jumlah spermatozoa per ejakulat yang didapatkan dalam penelitian ini sekitar 400-450 juta sel, yang berarti cukup untuk diinseminasikan pada 5 9 ekor betina jika dosis yang digunakan 50 100 juta sel per inseminasi. Menurut Toelihere (1993), walaupun hanya satu sperma yang membuahi satu sel telur, tetapi 50 100 juta sel sperma harus diinseminasikan untuk memperoleh fertilitas tinggi pada unggas. Abnormalitas Spermatozoa Abnormalitas spermatozoa dalam penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara ketiga perlakuan (P>0,05). Hal ini berarti bahwa perbedaan frekuensi penampungan tidak berpengaruh terhadap abnormalitas spermatozoa ayam Arab. Hasil pengamatan menunjukkan rataan abnormalitas berkisar antara 23 25 %. Menurut Toelihere (1993), pada kebanyakan ejakulat unggas, persentase sperma abnormalitas berkisar antara 5 20 persen. Penelitian Mulyadi (2007) menunjukkan abnormalitas spermatozoa ayam Arab sebesar 22,23 %, tetapi Iskandar et al. (2006) melaporkan bahwa abnormalitas spermatozoa semen ayam Arab hanya sebesar 14,75 %. Hal ini menunjukkan bahwa abnormalitas spermatozoa dalam penelitian ini relatif lebih tinggi dibanding penelitian sebelumnya. Persentase abnormalitas yang tinggi pada penelitian ini diduga karena abnormalitas primer, yaitu abnormalitas yang terjadi akibat kelainan pada tubuli seminiferi dan gangguan testikuler yang mengganggu proses pembentukan spermatozoa. Hal ini ditunjukkan oleh kelainan pada bentuk ekor yaitu ekor melingkar pada hampir seluruh abnormalitas yang ditemukan (Gambar 11). Menurut Toelihere (1993), ekor spermatozoa yang melingkar, putus atau terbelah termasuk abnormalitas primer. Menurut Salisbury dan Vandemark (1985), abnormalitas primer spermatozoa dapat disebabkan oleh gangguan patologis, panas, perlakuan suhu dingin pada testis, defisiensi pakan, perubahan musim, temperatur lingkungan yang berubah-ubah, 33

faktor keturunan, penyakit, pengaruh lingkungan yang buruk, kejutan dingin (cold shock), dan tekanan osmosis (osmotic shock) pada saat pembentukan sperma. Pengamatan abnormalitas spermatozoa pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Pengamatan Abnormalitas Spermatozoa Ayam Arab Berdasakan hasil-hasil yang sudah dikemukakan sebelumnya, diperoleh bahwa frekuensi penampungan semen yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada seluruh peubah. Hal ini menunjukkan bahwa ayam Arab masih menunjukkan kualitas semen yang baik walaupun penampungan semen dilakukan sebanyak tiga kali dalam seminggu. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mc Daniel dan Sexton (1977) yang mendapati hasil bahwa mengoleksi semen pada ayam pedaging (broiler) dan ayam petelur sampai tiga kali dalam seminggu menghasilkan semen dan produksi sperma yang terbaik. 34