TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab Ayam Arab merupakan ayam lokal pendatang yang asal muasalnya adalah ayam lokal Eropa. Beberapa jenis ayam lokal petelur unggul di Eropa antara lain Bresse di Perancis, Hamburg di Jerman, Mesian di Belanda, dan Braekels di Belgia. Ayam Braekels adalah jenis ayam lokal petelur introduksi yang paling dikenal di Indonesia (Sulandari et al., 2007). Tubuh ayam Braekels berwarna putih dengan kombinasi totol-totol hitam yang berbaris di sekujur tubuhnya, bagian kakinya memiliki pigmen warna hitam, jengger berwarna merah, dan terdapat bercak putih di telinganya. Ayam berjengger kembang ini ditemukan dan diternakkan pertama kali oleh Ulysses Aldrovandi ( ) di Bologna, Italia dan sejak tahun 1599 ayam bernama latin Gallus turcicus ini diberi nama Braekels. Akhir-akhir ini, ayam Braekels sering disebut dengan Camoine serta di Inggris dan Amerika dikenal ayam Braekels yang berwarna silver dan gold. Ayam Arab terdiri dari dua jenis, yaitu ayam Arab Silver (Brakel kriel silver) dan ayam Arab Golden (Brakel kriel gold), namun dalam perkembangannya di masyarakat ayam Arab Silver lebih banyak dikenal dan dibudidayakan (Sulandari et al., 2007). Konon, ayam Arab pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh seseorang yang pulang dari ibadah haji di Arab Saudi, membawa delapan butir telur tetas kemudian ditetaskan dan dikembangkan di Batu, Malang, Jawa Timur. Ayam ini kemudian dibesarkan dan diumbar di pekarangan rumah sehingga ada yang kawin dengan ayam lokal. Perkawinan silang ini memperlihatkan produksi telur dari hasil kawin silang dengan ayam Arab lebih tinggi dibandingkan dengan produksi telur ayam lokal lainnya (Sulandari et al., 2007). Ayam Arab kemudian berkembang dengan cepat di Surabaya dan terakhir di Jakarta, tetapi strain aslinya (parent stock) sudah tidak ada. Ayam Arab yang ada sekarang adalah ayam Arab hasil kawin silang dengan ayam lokal. Strain asli ayam Arab yang dikembangkan di Indonesia adalah ayam Arab Silver (Sulandari et al., 2007). Secara genetis ayam Arab tergolong rumpun ayam lokal pendatang yang unggul, karena memiliki kemampuan memproduksi telur yang tinggi. Masyarakat 3

2 pada umumnya memanfaatkan ayam Arab ini untuk menghasilkan telur, bukan daging karena ayam Arab memiliki warna kulit yang kehitaman dan daging yang tipis dibanding ayam lokal biasa, sehingga dagingnya kurang disukai (Sulandari et al., 2007). Penampilan ayam Arab lebih menarik dibandingkan ayam lokal biasa, produktivitas telur tinggi, dan bentuk dan warna telur sama dengan ayam lokal. Ayam Arab Silver memiliki bobot badan jantan dewasa sekitar 1,4 2,3 kg dan betina mencapai 0,9 1,8 kg, sedangkan ayam Arab Golden memiliki bobot badan jantan dewasa 1,4 2,1 kg dan betina sekitar 1,1 1,6 kg. Produksi telur ayam Arab dapat mencapai 300 butir per tahun dengan bobot telur g dan kerabang berwarna putih. Selama usia produktif (1-2 tahun) ayam Arab betina hampir setiap hari bertelur. Jika pakan yang diberikan cukup berkualitas, produksi telur bisa mencapai 75 85% (Sulandari et al., 2007). Ayam ini termasuk tipe ayam kecil sehingga konsumsi pakan relatif lebih efisien dan ayam ini hampir tidak memiliki sifat mengeram sehingga waktu bertelur panjang. Ayam Arab jantan memiliki libido seksualitas yang tinggi serta mudah dikawinkan dengan ayam-ayam lain dan dalam waktu 15 menit dapat kawin sebanyak tiga kali (Sulandari et al., 2007). Menurut hasil penelitian Iskandar et al. (2006), karakteristik semen segar ayam Arab jantan dewasa adalah sebagai berikut : volume 0,3 ± 0,072 ml, berwarna putih, konsistensi agak kental sampai kental, konsentrasi spermatozoa 2200 ± 372 juta/ml, ph 6,95 ± 0,32, gerakan massa (+++) sampai (++++), motilitas 80%, spermatozoa hidup 84 ± 4,48% dan abnormalitas spermatozoa 14,75 ± 1,28%. Nataamijaya et al. (2003) menyatakan bahwa karakteristik semen ayam Arab adalah sebagai berikut : volume per ejakulasi yaitu 0,26 ± 0,01 ml, semen berwarna putih susu, konsistensi semen kental, kerapatan sel sperma densum, gerakan massa spermatozoa (+++) (baik) dan motilitas spermatozoa 4,02±0,00 (skala 0-5). Isnaini (2000) menunjukkan bahwa semen ayam Arab yang diperoleh dalam keadaan segar yaitu : volume 0,24 ml; ph 7,4; konsentrasi 216 x 10 6 / ml; gerakan massa (+++); motilitas individu 80,2 % dan spermatozoa hidup 91,5 %. 4

3 Organ Reproduksi Ayam Jantan Menurut Toelihere (1993), organ reproduksi ayam jantan terdiri dari sepasang testis dengan epididimis, sepasang duktus deferens (vas deferens) dan sebuah alat kopulasi yang disebut phallus, yang seluruhnya terletak di dalam rongga perut. Fungsi dari organ reproduksi ayam jantan adalah untuk memproduksi dan menyalurkan spermatozoa ke dalam alat reproduksi betina (Gilbert, 1980). Alat kopulatori pada kalkun dan ayam terdiri dari dua papila (phallus) dan organ kopulatori rudimenter yang terletak pada lubang kloaka. Organ ini cukup berkembang dengan baik dan dapat ereksi secara alami pada bebek dan angsa tetapi tidak pada kalkun dan ayam (Ensminger, 1992). Unggas jantan tidak memiliki kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap, akan tetapi semen unggas dari vas deferens sudah diencerkan dengan cairan dari badan-badan vaskuler yang terletak dekat ujung posterior vas deferens (Toelihere, 1993). Menurut Setijanto (1998), phallus dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu phallus non protudens dan phallus protudens. Phallus non protodens dibentuk dari penebalan mukosa corpus phallicum medianum yang terletak di dasar protodaeum. Phallus protudens berupa penjuluran dari dasar protodens yang hanya akan tampak bila dalam keadaan ereksi. Fungsi utama dari phallus adalah sebagai alat kopulasi. Testis unggas terletak di atas rongga perut, sepanjang bagian punggung dan dekat dengan ujung anterior ginjal dan tidak pernah turun ke skrotum pada bagian luar tubuh (Nesheim et al., 1979). Testis tersebut melekat pada bagian dorsal dari rongga abdomen dan dibatasi oleh ligamentum mesorchium. Testis ayam berbentuk bulat oval seperti kacang dengan warna pucat kekuningan. Berat sebuah testis pada ayam jantan tipe berat mencapai g, sedangkan pada tipe petelur berat testis berkisar antara 8 12 g. Testis sebagai organ kelamin primer mempunyai dua fungsi yaitu : 1) menghasilkan sepermatozoa, dan 2) mensekresikan hormon kelamin jantan (testosteron) (Toelihere, 1993). Testis memiliki saluran-saluran kecil yang jumlahnya sangat banyak dan berbelit-belit. Saluran ini disebut seminiferous tubules (tubuli seminiferi) yang muncul dalam kelompok yang dipisahkan oleh membran tipis yang memanjang ke dalam dari membran sekitar organ. Saluran ini akhirnya mengarah ke duktus deferens, yaitu suatu pembuluh yang menyalurkan sperma ke luar tubuh. Duktus 5

4 deferens adalah saluran yang melekat di sepanjang medio ventral ginjal dan terletak kuat secara zig zag pararel dengan ureter. Masing-masing duktus deferens mengembang menjadi papila kecil, yang bersama-sama berfungsi sebagai organ intromitten (Nesheim et al., 1979). Vas deferens atau duktus deferens berfungsi untuk mengangkut semen dari testis dan epididimis ke alat kopulatoris dan juga berfungsi sebagai reservoir semen (Toelihere, 1993). Tubuli seminiferi terdiri atas beberapa lapisan sel spermatogonia yang akan menghasilkan spermatozoa. Spermatozoa dihasilkan di dalam tubuli seminiferi atas pengaruh FSH (Follicle Stimulating Hormone), sedangkan testosteron diproduksi oleh sel-sel interstisial dari sel leydig atas pengaruh ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone) (Toelihere, 1993). Epididimis pada ayam berbentuk pipa pendek dan pipih dengan diameter sekitar 3 mm yang terletak di dorsal medial testis. Saluran reproduksi ayam tidak memiliki epididimis seperti mamalia yang memiliki caput, corpus dan cauda, namun pada testis ayam terdapat bagian exstremitas cranialis dan caudalis (Setijanto, 1998). Epididimis mempunyai empat fungsi utama, yaitu transport, konsentrasi, maturasi, dan penyimpanan sperma (Toelihere, 1993). Organ reproduksi dan urinasi pada unggas jantan ditunjukkan pada Gambar 1. Spermatogenesis Spermatozoa merupakan sel gamet pejantan yang dibentuk di dalam tubuli seminiferi pada testis. Spermatozoa yang sudah terbentuk seluruhnya merupakan perpanjangan sel yang terdiri dari kepala yang hampir seluruhnya terdiri dari kromatin, dan ekor yang memberikan daya gerak sel (Garner dan Hafez, 1980). Spermatozoa dibentuk melalui proses spermatogenesis, yaitu suatu proses kompleks yang meliputi pembelahan dan diferensiasi sel dan dimulai pada saat hewan mencapai dewasa kelamin. Selama proses tersebut, jumlah kromosom direduksi dari diploid (2n) menjadi haploid (n) pada setiap sel, dan terjadi reorganisasi komponenkomponen inti sel dan sitoplasma secara meluas. Spermatogenesis meliputi spermatositogenesis yaitu pembentukan spermatosit primer dan sekunder dari spermatogonia tipe A serta spermiogenesis yaitu pembentukan spermatozoa dari spermatid. Spermatositogenesis dikendalikan oleh FSH dari adenohypophysa dan spermiogenesis berada dibawah pengaruh LH dan testosteron (Toelihere, 1985). 6

5 Spermatosit primer mulai muncul di dalam tubuli seminiferi pada ayam jantan berumur sekitar enam minggu dan berlangsung terus selama 2-3 minggu. Spermatosit sekunder mulai muncul pada minggu ke-10 sebagai hasil pembelahan meiosis dari spermatosit primer. Spermatosit sekunder membelah diri menjadi spermatid pada umur 12 minggu yang selanjutnya mengalami metamorfosis menjadi spermatozoa. Spermatid dan spermatozoa terlihat di dalam tubuli seminiferi menjelang minggu ke-20 dan pada periode ini tubuli seminiferi berkembang pesat (Toelihere, 1993). Proses Spermatogenesis pada ayam ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 1. Organ Reproduksi dan Urinasi Unggas Jantan (Ensminger, 1992) 7

6 Gambar 2. Spermatogenesis pada Ayam (Etches, 1996) Morfologi Spermatozoa Unggas Spermatozoa merupakan perpanjangan dari sel haploid yang dihasilkan dari proses spermatogenik dan pematangan pada pejantan dan merupakan sel khusus dengan fungsi terbatas, yaitu untuk membawa informasi genetik ke sel telur betina (Garner dan Hafez, 1980). Walaupun berbeda spesies, spermatozoa pada hewan ternak dan vertebrata lainnya memiliki struktur yang sama, yaitu memiliki akrosom, nukleus, dan terpasang flagella dengan mitokondria, annulus, dense fibers, dan selubung yang berserat (Garner dan Hafez, 1980). Sperma merupakan suatu sel kecil, kompak dan sangat khas yang tidak bertumbuh atau membagi diri. Secara esensial, sperma terdiri dari kepala yang membawa materi herediter paternal, dan ekor sebagai sarana penggerak. Ukuran dan bentuk spermatozoa berbeda pada berbagai jenis hewan, namun memiliki struktur 8

7 morfologi yang sama (Toelihere, 1985). Bentuk dan ukuran spermatozoa antara bangsa unggas cukup sama dan konsisten, tetapi sperma unggas berbeda dengan sperma mamalia karena lebih kecil, lebih panjang, kepala berfilamen dan tidak memiliki butiran kinoplasmik (Gilbert, 1980). Sperma unggas memiliki bentuk kepala yang silindris memanjang dengan akrosom yang meruncing. Kepala sperma pada unggas sedikit melengkung dengan ukuran panjang µm dan diselimuti akrosom (2 µm). Ekor spermatozoa terdiri dari leher, bagian tengah, bagian utama dan ujung. Bagian tengah ekor memiliki panjang 4 µm, dan selebihnya dari panjang sperma 100 µm terdiri dari bagian ekor dan pada bagian terlebar sperma berukuran 0,5 µm (Gilbert, 1980). Bagian tengah dan ekor spermatozoa tersusun dari mitokondria dan sitoskeleton sel yang menyebabkan spermatozoa bergerak motil (Etches, 1996). Menurut Toelihere (1985), akrosom mengandung suatu enzim yang dibutuhkan spermatozoa pada saat fertilisasi yaitu proakrosin, hialuronidase, zona lisin esterase, dan asma hidrolase. Struktur spermatozoa unggas ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3. Struktur Spermatozoa Unggas (Ensminger, 1992) 9

8 Metabolisme Spermatozoa Menurut Salisbury dan Vandemark (1985), energi yang digunakan untuk pergerakan spermatozoa berupa adenosin triphosphat (ATP) yang terdapat pada ekor spermatozoa. Toelihere (1993) menambahkan bahwa energi untuk motilitas sperma berasal dari perombakan ATP di dalam selubung mitokondria melalui reaksi-reaksi penguraiannya menjadi adenosin diphosphat (ADP) dan adenosin monophosphat (AMP). Reaksi metabolisme tersebut adalah sebagai berikut : ATP ADP Fosfatase Fosfatase ADP + HPO 3 + Energi AMP + HPO 3 + Energi Energi yang dihasilkan dari proses metabolisme tersebut dapat digunakan untuk energi mekanik (pergerakan spermatozoa) dan energi kimia (biosintesis) dan energi yang tidak terpakai akan dibuang sebagai kalor (panas). Metabolisme spermatozoa berlangsung melalui proses glikolisis dan respirasi. Glikolisis adalah reaksi terurainya 6-karbon monosakarida menjadi asam laktat. Monosakarida yang digunakan dalam reaksi tersebut adalah glukosa dan fruktosa. Respirasi adalah penggunaan oksigen oleh spermatozoa pada saat proses metabolisme untuk mengembalikan ikatan fosfat pada ATP (Salisbury dan Vandemark, 1985). Sekurang-kurangnya ditemukan empat bahan organik di dalam semen yang dapat dipakai secara langsung ataupun tidak langsung oleh sperma sebagai sumber energi. Bahan-bahan tersebut adalah fruktosa, serbitol, GPC (gliseril fosforil colin/ plasma semen) dan plasmalogen. Fruktosa, serbitol dan GPC adalah kandungan atau isi dari plasma semen, sedangkan plasmalogen adalah bahan organik yang terdapat di dalam sel spermatozoa. Keempat zat tersebut dapat dipergunakan secara langsung oleh sperma apabila tersedia oksigen, kecuali GPC yang harus bereaksi dahulu dengan enzim tertentu di dalam sekresi saluran reproduksi betina. Berdasarkan hal tersebut, pembentukan ATP sebagai pemberi energi dapat terjadi pada keadaan tanpa oksigen oleh fruktosa dan dengan oksigen melalui respirasi dan fruktolisis (perombakan fruktosa) (Toelihere, 1993). Derajat pengikatan atau pemakaian fruktosa oleh spermatozoa optimal pada ph 6 8. Oksidasi asam laktat tidak dapat berlangsung dalam keadaan anaerob dan 10

9 seluruh fruktosa akan dikonversi menjadi asam laktat. Spermatozoa akan bergantung seluruhnya pada perombakan fruktosa menjadi asam laktat sebagai sumber energi pada keadaan anaerob (Toelihere, 1993) Fisiologi Semen Unggas Semen adalah sekresi kelamin jantan yang secara normal diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari dua bagian, yaitu spermatozoa atau sel kelamin jantan dan plasma semen yang merupakan suatu cairan semi gelatin. Spermatozoa dihasilkan di dalam testis, sedangkan plasma semen merupakan campuran sekresi yang dibuat oleh epididimis dan kelenjar kelamin pelengkap. Perbedaan anatomi kelenjar-kelenjar pelengkap pada berbagai jenis hewan akan menyebabkan perbedaan volume dan komposisi semen hewan tersebut (Toelihere, 1993). Plasma semen memiliki ph sekitar 7,0 dan tekanan osmosis yang sama dengan darah (ekuivalen dengan 0,9 % NaCl). Fungsi utama plasma semen adalah sebagai media pembawa spermatozoa dari saluran reproduksi jantan ke dalam saluran reproduksi betina. Plasma semen merupakan larutan esensial yang terdiri dari garam dan beberapa asam amino. Plasma semen unggas mengandung kadar klorida yang rendah dan hampir kekurangan fruktosa, sitrat, ergotionin, inositol, fosforil kolin, dan gliserofosforil kolin dengan anion utamanya adalah glutamat (Gilbert, 1980). Semen ayam mengandung kadar glukosa dan fruktosa yang rendah dan memiliki lebih banyak asam glutamat dan glisin dan sedikit asam aspartik (Toelihere, 1993). Penampungan Semen pada Ayam Metode penampungan atau pengoleksian semen untuk pelaksanaan inseminasi buatan terdapat tiga cara, yaitu dengan bantuan vagina buatan, metode pengurutan (massage), dan menggunakan elektroejakulator. Metode penampungan semen yang paling sering digunakan pada ayam yaitu dengan metode pengurutan (massage), yaitu melakukan pengurutan pada bagian punggung ayam ke arah belakang hingga ujung kaudal tepat di bawah tulang pubis. Pemijatan ujung kaudal tersebut harus dilakukan secara cepat dan kontinyu dengan tekanan tertentu sampai terjadi ereksi yang ditandai dengan keluarnya papila dari kloaka dan kaki yang 11

10 meregang. Pejantan dipijat secara ritmik dengan jari tangan hingga ejakulasi terjadi dan efek ejakulatoris berhenti (Toelihere, 1993). Menurut Etches (1996), teknik penampungan semen yang efektif pada unggas dibedakan berdasarkan bangsa. Penampungan semen lebih efektif dengan menggunakan rangsangan pijatan di daerah abdominal pada bangsa gallinaceus seperti ayam dan kalkun, sedangkan pada unggas air (itik, angsa, dan entog) lebih efektif menggunakan cara intercepting yaitu menampung semen saat pejantan melakukan kopulasi. Produksi semen yang didapatkan dengan metode pengurutan sering menghasilkan semen yang berkualitas rendah karena semen yang diejakulasikan sering tercampur dengan urin atau feses sehingga akan merusak spermatozoa. Selain itu, ejakulat yang diperoleh dengan metode pengurutan sering tercampur dengan cairan bening atau disebut transundat kloaka. Cairan ini sulit dihindari pada saat pengoleksian semen dan dapat mengganggu viabilitas spermatozoa (Toelihere, 1985). Evaluasi Semen Evaluasi semen dibutuhkan dalam penerapan inseminasi buatan untuk dua alasan, yaitu : 1) mendapatkan informasi mengenai kualitas semen dari setiap pejantan, dan 2) konsentrasi spermatozoa dan volume semen dibutuhkan untuk memperhitungkan kebutuhan bahan pengencer untuk pelaksanaan inseminasi dengan dosis tertentu. Walaupun evaluasi semen bertujuan untuk memperkirakan kapasitas pembuahan dari sel sperma, namun pengujian mengenai morfologi sperma dan aktivitas metabolis sperma kurang berkorelasi dengan kapasitas pembuahan (Etches, 1996) Evaluasi semen harus dilakukan sesegera mungkin setelah penampungan dan ejakulat harus dijaga dan diperlakukan secara wajar sebelum diperiksa. Evaluasi semen bukanlah suatu penilaian kesuburan ternak, tetapi hanya untuk mengetahui kualitas semen yang dihasilkan seekor pejantan (Toelihere, 1993). Menurut Toelihere (1993), beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam evaluasi semen adalah : 1) air dan urin merusak spermatozoa dengan menimbulkan tingkat osmotik yang berbeda, 2) jumlah darah dan serum yang berlebihan akan berpengaruh buruk terhadap spermatozoa, 3) pemanasan atau pendinginan yang terlampau cepat akan mematikan 12

11 spermatozoa, 4) guncangan atau pengocokan yang terlampau keras akan merusak spermatozoa, dan 5) penyinaran langsung sinar matahari harus dihindari. Evaluasi semen harus meliputi keadaan umum semen, yaitu volume, konsentrasi, dan motilitas. Evaluasi ini perlu dilakukan untuk menentukan kualitas semen, daya reproduksi pejantan, dan untuk menentukan kadar pengenceran semen. Evaluasi lebih detail meliputi penghitungan sel-sel abnormal, pewarnaan untuk menentukan sel hidup dan mati, penentuan daya metabolisme spermatozoa, dan penentuan resistensi sel spermatozoa terhadap kondisi-kondisi merugikan (Toelihere, 1993). Evaluasi kualitas semen yang paling jelas adalah warna. Semen seharusnya berwarna putih dan terlihatnya warna lain mengindikasikan adanya kontaminasi. Warna kekuningan dan ada endapan putih mengindikasikan adanya kontaminasi feses, sedangkan berwarna merah kecoklatan menandakan adanya sel eritrosit. Setiap kontaminan akan menurunkan kapasitas pembuahan dari semen, dan laju penurunannya tergantung pada konsentrasi kontaminan, ada tidaknya kontaminan lain, tingkat pengenceran, waktu dari koleksi semen menuju inseminasi, dan jumlah spermatozoa yang digunakan dalam inseminasi. Peluang untuk memperoleh fertilitas yang baik adalah jika semen yang dikoleksi berwarna putih (Etches, 1996). Karakteristik Semen Semen ayam merupakan campuran dari spermatozoa dan cairan yang disekresikan oleh tubuli seminiferi, epididimis, dan vas deferens. Warna semen merupakan gambaran dari kenormalan dan kekentalannya. Warna semen dapat tercemar oleh feses, transundat kloaka, dan butir darah merah. Warna semen, konsistensi semen, dan konsentrasi spermatozoa saling berhubungan. Warna semen akan semakin intensif dan konsistensi semen akan semakin kental dengan semakin tingginya konsentrasi spermatozoa. Konsistensi semen bervariasi, yaitu dari suspensi keruh dan tebal sampai suatu cairan encer (Toelihere, 1993). Volume semen unggas relatif sedikit dengan jumlah berbeda-beda dan konsentrasi spermatozoa yang cukup tinggi (Toelihere, 1993). Volume semen unggas yang rendah disebabkan karena unggas tidak mempunyai kelenjar aksesoris seperti pada mamalia, sehingga volume plasma semen rendah (Ensminger, 1992). Perbedaan volume semen per ejakulat dipengaruhi oleh perbedaan bangsa, umur, ukuran tubuh, 13

12 nutrisi pakan, frekuensi penampungan semen, lama periode siang hari, suhu lingkungan, serta defisiensi vitamin A dan E (Toelihere, 1993). Tingkat fertilitas tidak dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya volume semen (Etches, 1996). Derajat keasaman atau ph semen unggas adalah sedikit basa dengan kisaran 7,0-7,6. Nilai ph dapat menurun dengan peninggian suhu dan penambahan waktu pada penyimpanan (Toelihere, 1993). Aktivitas ph banyak dipengaruhi oleh aktivitas enzim spermatozoa. Apabila ph semen dipertahankan pada keadaan normal, maka laju metabolisme spermatozoa akan tinggi. Derajat keasaman atau ph semen yang mengarah ke basa atau asam akan menurunkan laju metabolisme spermatozoa. Semen yang terkontaminasi oleh kuman dan semen yang banyak mengandung spermatozoa mati akan meningkatkan ph semen karena terbentuk amoniak di dalam semen. Semen yang mengalami penyimpanan dan peningkatan suhu akan mengalami penurunan ph. Hal ini disebabkan oleh peningkatan aktivitas spermatozoa yang menguraikan fruktosa pada kondisi anaerob. Penguraian fruktosa menyebabkan terbentuknya asam laktat pada semen (Salisbury dan Vandemark, 1985). Gerakan massa spermatozoa adalah gerakan spermatozoa dalam satu kelompok yang mempunyai kecenderungan bergerak bersama-sama ke satu arah sehingga gerakan tersebut terlihat seperti gelombang yang tebal atau tipis dan bergerak cepat atau lambat. Gerakan massa ini tergantung pada konsentrasi sperma di dalam semen dan pergerakan individu spermatozoa (Toelihere, 1993). Motilitas spermatozoa menunjukkan presentase spermatozoa yang bergerak motil progresif. Penilaian motilitas spermatozoa digunakan untuk menilai tingkat kesanggupan spermatozoa membuahi sel telur (ovum) (Toelihere, 1993). Menurut Salisbury dan Vandemark (1985), penghitungan motilitas spermatozoa dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penghitungan secara kualitatif dilakukan secara perbandingan dan hasilnya tidak mutlak. Perhitungan tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi spermatozoa dan hasil perhitungan bersifat subjektif. Metode kuantitatif digunakan agar diperoleh hasil penghitungan motilitas spermatozoa yang objektif. Semen dengan motilitas rendah pada umumnya akan memiliki fertilitas rendah, tetapi semen dengan motilitas tinggi tidak selalu memiliki fertilitas yang tinggi (Etches, 1996). 14

13 Lebih dari 80% ejakulat pada unggas menunjukkan motilitas sperma yang progresif. Sperma unggas tetap mempunyai daya gerak dalam kisaran suhu yang luas dari 2 C - 43 C dan pergerakan meninggi dengan peningkatan suhu (Toelihere, 1993). Spermatozoa yang didinginkan pada suhu 2 C akan kembali motil ketika dihangatkan kembali, tetapi motilitas hilang secara permanen setelah spermatozoa dipanaskan beberapa jam pada suhu 40 C. Motilitas spermatozoa unggas dapat dipertahankan lebih lama pada lingkungan yang netral sampai sedikit basa. Derajat keasaman atau ph yang paling baik untuk mengadakan motilitas spermatozoa berkisar antar 6,5-8. Salisbury dan Vandemark (1985) menyatakan bahwa tingkat motilitas spermatozoa progresif in vitro dipengaruhi oleh kepadatan pengencer, suhu lingkungan, dan umur spermatozoa. Konsentrasi spermatozoa menggambarkan sifat-sifat semen dan digunakan sebagai salah satu kriteria penentuan kualitas semen. Konsentrasi spermatozoa juga menentukan jumlah ternak betina yang dapat diinseminasi dengan ejakulat yang dihasilkan. Konsentrasi spermatozoa dipengaruhi oleh frekuensi penampungan semen, libido, pakan, suhu, dan musim (Toelihere, 1993). Salisbury dan Vandemark (1985) menambahkan bahwa konsentrasi spermatozoa dipengaruhi oleh perkembangan seksual, tingkat kedewasaan pejantan, kualitas pakan, umur, musim, dan perbedaan letak geografis. Kekentalan atau konsistensi semen akan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi spermatozoa. Abnormalitas spermatozoa dibagi menjadi dua bagian, yaitu abnormalitas primer dan sekunder. Abnormalitas primer terjadi karena kelainan-kelainan pada tubuli seminiferi dan gangguan testikuler (Toelihere, 1993). Abnormalitas primer dapat disebabkan oleh gangguan patologis, panas, perlakuan suhu dingin pada testis, defisiensi pakan, perubahan musim, temperatur yang berubah-ubah, faktor keturunan, penyakit, pengaruh lingkungan yang buruk, kejutan dingin (cold shock), dan tekanan osmosis (osmotic shock) pada saat pembentukan spermatozoa (Salisbury dan Vandemark, 1985). Abnormalitas sekunder terjadi setelah sel sperma meninggalkan tubuli seminiferi, yaitu dalam perjalanan melalui epididimis dan vas deferens serta pada saat ejakulasi seperti agitasi, pemanasan yang berlebihan, pendinginan yang terlalu cepat, kontaminasi dengan air, urin, dan antiseptik (Toelihere,1993). Spermatozoa abnormal yang paling banyak ditemukan pada semen 15

14 unggas adalah spermatozoa dengan ekor melingkar, ekor patah, dan spermatozoa tanpa ekor, sedangkan kelainan bentuk kepala jarang ditemukan. Abnormalitas spermatozoa yang terjadi pada ekor dapat menghambat pergerakan dan menurunkan fertilitas spermatozoa (Toelihere, 1993). Macam-macam bentuk abnormalitas spermatozoa unggas ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 4. Macam-macam Bentuk Abnormalitas Spermatozoa Unggas. A: Normal; B: Ekor Melingkar; C: Ekor Patah; D: Tanpa Ekor; E: Kepala Melingkar; F: Kepala Berkait; G: Kepala Pecah; H: Kepala Kecil; I: Kepala Tumpul; J: Kepala Bengkok; K: Kepala Seperti Balon; L: Bagian Tengah Filliformis (Parker et al., 1968). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Semen Volume semen yang dihasilkan unggas relatif sedikit dan berbeda-beda menurut bangsa unggas, tetapi memiliki konsentrasi spermatozoa yang cukup tinggi. Menurut Toelihere (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas semen adalah makanan, nutrisi makanan, suhu dan musim, frekuensi ejakulasi, serta libido dan faktor psikis. Peninggian suhu testis karena infeksi penyakit, luka lokal, demam yang tak kunjung reda karena penyakit dan peninggian suhu udara karena kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan kegagalan pembentukan dan penurunan produksi spermatozoa. Frekuensi ejakulasi yang terlampau sering dalam satu satuan waktu yang relatif pendek cenderung untuk menurunkan libido, volume semen, dan jumlah spermatozoa per ejakulat. Rangsangan atau stimulasi yang diberikan pada pejantan 16

15 untuk mempertinggi libido dapat meninggikan volume semen dan konsentrasi sperma motil per ejakulat (Toelihere, 1993). Produksi sperma distimulasi oleh peninggian periode siang hari, sedangkan berkurangnya periode siang hari akan berpengaruh sebaliknya (Toelihere, 1993). Semakin lama periode siang hari maka aktivitas reproduksi bekerja semakin lama sehingga akan menghasilkan produksi sperma dalam jumlah yang tinggi. Suhu lingkungan juga dapat mempengaruhi produksi semen, suhu sampai 30 C dapat membahayakan produksi sperma. Makanan merupakan faktor yang esensial terhadap produksi semen, kekurangan vitamin A dan vitamin E dalam pakan dapat menghambat produksi semen (Toelihere, 1993). 17

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SEMEN AYAM ARAB PADA FREKUENSI PENAMPUNGAN YANG BERBEDA SKRIPSI GILANG SURYA PRATAMA

KARAKTERISTIK SEMEN AYAM ARAB PADA FREKUENSI PENAMPUNGAN YANG BERBEDA SKRIPSI GILANG SURYA PRATAMA KARAKTERISTIK SEMEN AYAM ARAB PADA FREKUENSI PENAMPUNGAN YANG BERBEDA SKRIPSI GILANG SURYA PRATAMA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 i

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Burung Puyuh Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif lebih besar dari jenis burung-burung puyuh lainnya. Burung puyuh ini memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Entok (Cairina moschata) Entok (Cairina moschata) merupakan unggas air yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Entok lokal memiliki warna bulu yang beragam

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Semen Kambing Semen adalah cairan yang mengandung gamet jantan atau spermatozoa dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari suspensi

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Texel di Indonesia telah mengalami perkawinan silang dengan domba lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan kemudian menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkawinan Perkawinan yang baik yaitu dilakukan oleh betina yang sudah dewasa kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat melahirkan (Arif, 2015).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab Ayam Arab berasal dari Belgia yang disebut dengan nama Brakel Kriel yang termasuk ke dalam galur ayam petelur unggul di Belgia. Produksi telur ayam Arab setara dengan ayam Leghorn,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar HASIL DAN PEMBAHASAN Semen adalah cairan yang mengandung suspensi sel spermatozoa, (gamet jantan) dan sekresi dari organ aksesori saluran reproduksi jantan (Garner dan Hafez, 2000). Menurut Feradis (2010a)

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan 4 BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Semen merupakan suatu produk yang berupa cairan yang keluar melalui penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan oleh testis dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

Sistem Reproduksi Pria meliputi: A. Organ-organ Reproduksi Pria B. Spermatogenesis, dan C. Hormon pada pria Organ Reproduksi Dalam Testis Saluran Pengeluaran Epididimis Vas Deferens Saluran Ejakulasi Urethra

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. Persilangan antara kedua jenis kambing ini telah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen Domba Pengukuran volume semen domba dilakukan untuk mengetahui jumlah semen yang dihasilkan oleh satu ekor domba dalam satu kali ejakulat. Volume semen domba dipengaruhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang dikenal di Indonesia sebagai ternak penghasil daging dan susu. Kambing adalah salah satu ternak yang telah didomestikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab HASIL DAN PEMBAHASAN Inseminasi Buatan pada Ayam Arab Ayam Arab yang ada di Indonesia sekarang adalah ayam Arab hasil kawin silang dengan ayam lokal. Percepatan perkembangbiakan ayam Arab dapat dipacu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Domba Ekor Tipis Domba ekor tipis merupakan domba yang bersifat profilik yaitu mampu mengatur jumlah anak yang akan dilahirkan sesuai dengan ketersediaan pakan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian rataan suhu dan kelembaban harian kandang berturut-turut 28,3 o C dan 91,3% yang masih dalam kisaran normal untuk hidup kelinci. Adapun suhu dan kelembaban

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Hasil evaluasi semen segar merupakan pemeriksaan awal semen yang dijadikan dasar untuk menentukan kelayakan semen yang akan diproses lebih lanjut. Pemeriksaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Arab

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Arab TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab Asal Usul Beberapa ayam lokal petelur unggul Eropa, antara lain Bresse di Prancis, Hamburg di Jerman, Mesian di Belanda, dan Braekels di Belgia. Ayam Braekels adalah jenis ayam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Spermatogenesis Spermatogenesis adalah suatu proses pembentukan spermatozoa (sel gamet jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Beku Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai prosedur teknis pengawasan mutu bibit ternak kemudian dimasukkan ke dalam straw dan dibekukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan masyarakat akan daging domba setiap tahunnya terus meningkat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, konsistensi, ph dan secara mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentrasi sperma,

Lebih terperinci

Tatap mukake 6 KUANTITAS DAN KUALITAS SPERMA

Tatap mukake 6 KUANTITAS DAN KUALITAS SPERMA Tatap mukake 6 PokokBahasan: KUANTITAS DAN KUALITAS SPERMA 1. Tujuan Intruksional Umum Mengerti Kuantitas dan Kualitas Sperma pada berbagai ternak Mengerti faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas dan

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.)

Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.) Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.) Budi Setyono, SPi dan Suswahyuningtyas Balai Benih Ikan Punten Batu email:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan I. PENDAHULUAN Infertilitas merupakan suatu masalah yang dapat mempengaruhi pria dan wanita di seluruh dunia. Kurang lebih 10% dari pasangan suami istri (pasutri) pernah mengalami masalah infertilitas

Lebih terperinci

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian 2 spermatozoa yang diambil dari cauda epididimis domba lokal yang diberi pakan limbah tauge dan Indigofera.sp. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengamati kualitas dan kemampuan/daya simpan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak dipelihara petani-peternak di Sumatra Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi Pesisir mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa negara berkembang seperti Indonesia memiliki kepadatan penduduk yang cukup besar sehingga aktivitas maupun pola hidup menjadi sangat beraneka ragam. Salah satu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Limousin Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis. Karakteristik Sapi Limousin adalah pertambahan badan yang cepat perharinya sekitar 1,1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap evaluasi semen domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani bagi tubuh. Hal ini

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kambing merupakan salah satu jenis ternak yang mudah dipelihara dan dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara tradisional. Salah satu bangsa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo Lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang memiliki bentuk tubuh memanjang, memiliki sungut dengan permukaan tubuh

Lebih terperinci

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (1): 39-44 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi

Lebih terperinci

Pengaruh Bobot Badan Terhadap Kualitas dan Kuantitas Semen Sapi Simmental

Pengaruh Bobot Badan Terhadap Kualitas dan Kuantitas Semen Sapi Simmental Pengaruh Bobot Badan Terhadap Kualitas dan Kuantitas Semen Sapi Simmental M. Adhyatma, Nurul Isnaini dan Nuryadi Abstract Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bobot badan pejantan terhadap

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat di Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Non Ruminansia (BPBTNR) Provinsi Jawa Tengah di Kota Surakarta.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Sapi adalah hewan sosial yang hidupnya berkelompok (Bouissou dan Boissy 2005), sedangkan bangsa sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang mahal (Rivai,2001). Durasi suara kokok pelung jantan terlama yang pernah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang mahal (Rivai,2001). Durasi suara kokok pelung jantan terlama yang pernah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ayam Pelung Ayam pelung adalah ayam asli dari Cianjur dengan tubuh yang besar dan tinggi jika dibanding dengan ayam lokal yang lain. Ayam pelung mempunyai suara yang merdu bagus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik Kucing domestik (Felis catus, Linneaus 1758) (Gambar 1) menempati sebagian besar penjuru dunia. Bukti arkeologi menunjukkan domestikasi kucing terjadi di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan komoditas ternak yang banyak dikembangkan di Indonesia. Salah satu jenis kambing yang banyak dikembangkan yaitu jenis kambing Peranakan Etawah (PE).

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Kambing Peranakan Etawah Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah yang berasal dari India yang memiliki iklim tropis/subtropis dan beriklim kering dengan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Kambing PE Semen ditampung dari satu ekor kambing jantan Peranakan Etawah (PE) menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada ternak sapi telah banyak diterapkan di Indonesia. Menurut SNI 4896.1 (2008),

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik Bobot Badan Tikus Ekstrak rumput kebar yang diberikan pada tikus dapat meningkatkan bobot badan. Pertambahan bobot badan tikus normal yang diberi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli

TINJAUAN PUSTAKA. domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Sapi Bali Sapi bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli Indonesia ini sudah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Dari hasil penampungan semen yang berlangsung pada bulan Oktober 2003 sampai dengan Juli 2004 dan rusa dalam kondisi rangga keras memperlihatkan bahwa rataan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi daging merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan sekaligus memajukan tingkat kecerdasan sumber daya manusia Indonesia.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) adalah ketersediaan semen beku. Semen beku yang akan digunakan untuk IB biasanya

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah 1 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Hubungan Bobot Badan dengan Konsentrasi, Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah dilaksanakan pada bulan Juli -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inseminasi Buatan (IB) adalah proses perkawinan yang dilakukan dengan campur tangan manusia, yaitu mempertemukan sperma dan sel telur agar dapat terjadi proses pembuahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak ke arah pencapaian swasembada protein hewani untuk memenuhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Abnormalitas Spermatozoa Pemeriksaan abnormalitas spermatozoa dihitung dari jumlah persentase spermatozoa yang masih memiliki cytoplasmic droplet dan spermatozoa yang mengalami abnormalitas sekunder.

Lebih terperinci

PENGARUH BOBOT BADAN TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS SEMEN SAPI SIMMENTAL THE EFFECT OF WEIGHT ON SIMMENTAL CATTLE SEMEN QUALITY AND QUANTITY

PENGARUH BOBOT BADAN TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS SEMEN SAPI SIMMENTAL THE EFFECT OF WEIGHT ON SIMMENTAL CATTLE SEMEN QUALITY AND QUANTITY PENGARUH BOBOT BADAN TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS SEMEN SAPI SIMMENTAL Adhyatma, M., Nurul Isnaini dan Nuryadi Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat, menyebabkan kebutuhan akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani berkualitas yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan babi yang ada di Indonesia khususnya di daerah Bali masih merupakan peternakan rakyat dalam skala kecil atau skala rumah tangga, dimana mutu genetiknya masih kurang

Lebih terperinci

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH Gambar mas Disusun oleh Mas Mas Mas Faisal Ernanda h0510030 Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 Mas tolong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual, sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Straight,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai 22 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah (UPTD-BIBD) Lampung Tengah. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu jenis bangsa sapi asli Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu jenis bangsa sapi asli Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu jenis bangsa sapi asli Indonesia yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan dan sapi bali ini juga merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI Oleh: Connie AstyPakpahan Ines GustiPebri MardhiahAbdian Ahmad Ihsan WantiDessi Dana Yunda Zahra AinunNaim AlfitraAbdiGuna Kabetty T Hutasoit Siti Prawitasari Br Maikel Tio

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Broiler Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan spesies Gallusdomesticus. Ayam broiler merupakan ayam tipe pedaging yang lebih muda dan

Lebih terperinci

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Titta Novianti OOGENESIS Pembelahan meiosis yang terjadi pada sel telur Oogenesis terjadi dalam dua tahapan pembelahan : yaitu mitosis meiosis I dan meiosis II Mitosis : diferensaiasi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK Suatu penelitian untuk mengetahui penggunaan kuning telur itik

Lebih terperinci

S. Suharyati Jurusan Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bandarlampung ABSTRAK

S. Suharyati Jurusan Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bandarlampung ABSTRAK PENGARUH PENAMBAHAN VITAMIN E DAN MINERAL Zn TERHADAP KUALITAS SEMEN SERTA FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR KALKUN LOKAL [The Effect of Vitamin E and Zinc Suplementation on the Quality of Semen, Egg Fertility

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini

Lebih terperinci

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Perbedaan Kualitas Semen Segar Domba Batur dalam Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 27 Maret sampai dengan 1 Mei

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) merupakan kelinci hasil persilangan dari Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Semen Kambing Semen adalah sekresi kelamin jantan yang secara umum diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang

Lebih terperinci

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO 1 ISI I. Fungsi Komponen Sistem Reproduksi Pria II. Spermatogenesis III. Aktivitas Seksual Pria IV. Pengaturan Fungsi Seksual

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai 242.013.800 jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya (Anonim,2013). Jumlah penduduk yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan semakin meningkat pula permintaan masyarakat terhadap bahan pangan untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Etawah dengan kambing lokal (Kacang). Kambing Etawah sendiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Etawah dengan kambing lokal (Kacang). Kambing Etawah sendiri 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing Etawah dengan kambing lokal (Kacang). Kambing Etawah sendiri berasal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki kebutuhan konsumsi daging sapi yang meningkat setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi. Ketersediaan daging sapi ini

Lebih terperinci

Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Ayam Dalam Pengencer Glukosa Kuning Telur Fosfat pada Penyimpanan 3-5 C

Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Ayam Dalam Pengencer Glukosa Kuning Telur Fosfat pada Penyimpanan 3-5 C Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Ayam Dalam Pengencer Glukosa Kuning Telur Fosfat pada Penyimpanan 3-5 C (MOTILITY AND VIABILITY SPERMATOZOA OF CHICKEN IN DILUENTGLUCOSE EGG YOLK PHOSPHAT IN STORAGE3-5

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang meliputi motilitas, dan morfologinya. Salah satu penyebab menurunnya kualitas dan kuantitas sperma

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Burung Puyuh Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa burung liar yang mengalami proses domestikasi. Ciri khas yang membedakan burung

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia (Teen.) Steenis) dalam pengencer tris kuning telur tehadap kualitas semen kambing Peranakan Etawah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting. Ikan mas telah memasyarakat dan tersebar hampir di seluruh

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting. Ikan mas telah memasyarakat dan tersebar hampir di seluruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L) adalah salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis penting. Ikan mas telah memasyarakat dan tersebar hampir di seluruh Indonesia. Dewasa ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

HORMON REPRODUKSI JANTAN

HORMON REPRODUKSI JANTAN HORMON REPRODUKSI JANTAN TIU : 1 Memahami hormon reproduksi ternak jantan TIK : 1 Mengenal beberapa hormon yang terlibat langsung dalam proses reproduksi, mekanisme umpan baliknya dan efek kerjanya dalam

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba.

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ternak unggas merupakan ternak yang sangat populer di Indonesia sebagai sumber daging. Selain cita rasanya yang disukai, ternak unggas harganya relatif lebih murah dibandingkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Gallus gallus gallus) dan Ayam Hutan Merah Jawa ( Gallus gallus javanicus).

TINJAUAN PUSTAKA. (Gallus gallus gallus) dan Ayam Hutan Merah Jawa ( Gallus gallus javanicus). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Menurut Mansjoer (1985) bahwa ayam kampung mempunyai jarak genetik yang paling dekat dengan Ayam Hutan Merah yaitu Ayam Hutan Merah Sumatra (Gallus gallus gallus)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. ` Bahan dan Peralatan 3.1.1. Objek Penelitian Objek pada penelitian ini yaitu semen yang berasal dari domba yang ada di breeding station Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC Sains Peternakan Vol. 9 (2), September 2011: 72-76 ISSN 1693-8828 Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC Nilawati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara kambing Kacang dengan kambing etawah. Spesifikasi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara kambing Kacang dengan kambing etawah. Spesifikasi dari 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Etawah merupakan bangsa kambing dari hasil persilangan antara kambing Kacang dengan kambing etawah. Spesifikasi dari kambing

Lebih terperinci