HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Dari hasil penampungan semen yang berlangsung pada bulan Oktober 2003 sampai dengan Juli 2004 dan rusa dalam kondisi rangga keras memperlihatkan bahwa rataan nilai sifat-sifat semen segar rusa Timor yang diperoleh selama penelitian cukup baik (Tabel 3) Tabel 3 Rataan nilai karakteristik semen segar rusa Timor Karakteristik semen Volume (ml) Warna Konsistensi Gerakan massa Konsentrasi (10 6 sperma/ml) ph Spermatozoa hidup (%) Motilitas (%) MPU (%) Nilai rataan 3.11 ± 1.47 krem - kuning sedang dan kental ++ dan ± ± ± ± ± 3.20 Rataan volume semen yang diperoleh selama penelitian adalah 3.11± 1.47 ml (kisaran antara 1.4 sampai 5.3 ml). Hasil penelitian ini sedikit lebih tinggi dari yang dilaporkan Drajad (2000) yakni 0.68 ml, Masyud dan Taurin (2000) yakni berkisar ml dan Semiadi et al. (1998a) yakni berkisar antara 0.4 sampai 1.9 ml. Menurut Semiadi et al. (1998a) rendahnya volume semen yang terkumpul disebabkan oleh variasi umur, tingkat rangsangan elektroejakulator, ukuran probe dan lama pejantan berada dalam kondisi rangga keras. Warna semen berkaitan erat dengan konsentrasi dan konsistensi, semakin tinggi konsentrasi spermatozoa menyebabkan meningkatnya konsistensi dan kepekatan warna semen. Semen rusa yang normal berwarna krem kekuningan karena terdapat riboflavin hasil sekresi kelenjat vesikularis. Warna semen yang di dapat pada penelitiaan umumnya krem kuning dengan konsistensi berkisar

2 29 antara sedang dan kental (rata-rata sedang). Hal ini sama dengan yang dilaporkan Masyud dan Taurin (2000). Konsistensi semen segar yang diperoleh selama penelitian termasuk baik dengan kisaran sedang dan kental, dengan gerakan massa berkisar antara ++ dan +++, persentase hidup rata-rata ± 3.46, persentase motilitas rata-rata ± 3.37 serta persentase MPU rata-rata ± Nilai motilitas ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Semiadi et al. (1998a). yaitu 38% pada rusa Sambar. Perbedaan hasil ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan bangsa ternak, individu ternak dan umur ternak yang digunakan. Menurut Everett dan Bean (1992); Shukla et al. (1992) persentase motilitas sangat nyata dipengaruhi oleh jumlah ejakulat, umur pejantan, perubahan temperatur, dan jenis pejantan. Nilai fisiologis derajat keasaman (ph) semen segar yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 6.5 sampai 7.7 (rata-rata 6.96 ± 0.54), dimana hasil ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan yang dilaporkan Masyud dan Taurin (2000), yakni berkisar 7.67 sampai Pada rusa, ph semen ini tidak berbeda jauh dengan hewan-hewan lain seperti kambing ( ) dan domba (7.12). Hal tersebut menjadi dasar untuk larutan pengencer karena ph larutan dapat mempengaruhi viabilitas spermatozoa. Perbedaan nilai fisiologis ph kemungkinan disebabkan oleh perbedaan ras, lingkungan dan perbedaan complex buffer system (Evans & Maxwel 1987). Derajat keasaman ini akan mempengaruhi daya tahan spermatozoa. Semakin rendah atau semakin tinggi dari ph normal, akan membuat spermatozoa lebih cepat mati. Penurunan ph dapat terjadi karena semen dibiarkan pada suhu kamar tanpa diencerkan. Ini akibat dari penimbunan asam laktat yang merupakan hasil akhir proses metabolisme, yakni pemecahan fruktosa (fruktolisis). Asam laktat ini dalam jangka waktu lama dapat menurunkan ph semen. Penurunan ph ekstraseluler secara efektif dapat menurunkan ph intraseluler. Penentuan konsentrasi spermatozoa sangat penting dalam penentuan kualitas spermatozoa. Konsentrasi bersama dengan volume dan persentase motilitas akan menggambarkan tingkat pengenceran dan banyaknya betina yang dapat diinseminasi. Konsentrasi spermatozoa yang didapatkan pada penelitian ini

3 30 termasuk golongan konsentrasi sedang yaitu rata-rata ± juta spermatozoa/ml. Hasil penelitian ini relatif sama dengan hasil penelitian Masyud dan Taurin (2000) yakni berkisar antara 840 sampai 1140 juta sel/ml. Bila dibandingkan dengan rusa Sambar, konsentrasi rusa Timor ini lebih tinggi, yakni pada rusa Sambar konsentrasi rataannya adalah sel spermatozoa/ml (Semiadi et al. 1998a). Variasi nilai konsentrasi spermatozoa ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan individu ternak yang digunakan dan kondisi ternak. Menurut Everett dan Beans (1982) konsentrasi spermatozoa sangat nyata dipengaruhi oleh jumlah ejakulat, interval penampungan, kondisi pejantan, dan lingkungan. Perbedaan konsentrasi spermatozoa dapat juga dipengaruhi oleh kondisi individu, genetik, dan pakan. Apabila individu cukup sehat dan dalam kondisi yang optimal serta diberi pakan dengan kualitas baik, maka konsentrasi spermatozoa akan memiliki nilai yang lebih baik. Dibandingkan dengan hewan lain, konsentrasi spermatozoa rusa ini lebih mendekati sapi yaitu x 10 6 spermatozoa/ml semen (Hafez 2000). Pengaruh Jenis Pengencer terhadap Kualitas Semen Cair Hasil pengenceran semen menggunakan pengencer tris maupun natrium sitrat dengan sumber karbohidrat glukosa dan fruktosa didapatkan adanya perbedaan, tetapi secara statistik menunjukkan tidak terjadi interaksi antara jenis pengencer dengan sumber karbohidrat yang berpengaruh terhadap kualitas semen cair rusa Timor selama disimpan dalam lemari es (P>0.05), namun jenis pengencer maupun karbohidrat masing-masing memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap beberapa parameter kualitas semen cair pada beberapa tahap evaluasi. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh jenis karbohidrat terhadap kualitas semen rusa Timor tidak tergantung atau dipengaruhi oleh jenis pengencer yang digunakan, baik pengencer tris maupun natrium sitrat. Pengaruh Jenis Pengencer terhadap Persentase Motilitas Hasil penelitian menunjukkan penyimpanan dalam pengencer tris maupun natrium sitrat dengan sumber karbohidrat glukosa dan fruktosa setelah disimpan dalam lemari es (suhu 3 5 o C) selama 48 jam relatif stabil (Tabel 4). Perbedaan yang nyata (P<0.05) mulai terjadi setelah penyimpanan lebih dari 60 jam, dimana

4 31 terjadi penurunan persentase motilitas sebesar 2.14% pada pengencer tris glukosa, nilai penurunan ini nyata lebih rendah jika dibandingkan dengan pengencer natrium sitrat glukosa (4.29%), natrium sitrat fruktosa (2.29 %), dan tris-fruktosa (9.29%). Dari hasil penelitian motilitas spermatozoa menunjukkan bahwa spermatozoa dalam pengencer natrium sitrat glukosa, natrium sitrat fruktosa, dan tris glukosa secara teknis layak dipakai untuk IB pada rusa Timor dengan menggunakan semen cair sampai penyimpanan 60 jam, karena memiliki persentase motilitas progresif di atas 50%, sedangkan spermatozoa dalam pengencer tris fruktosa layak digunakan sampai dengan penyimpanan 36 jam. Tabel 4 Rataan persentase motilitas spermatozoa yang disimpan dalam lemari es (3 5 o C) pada berbagai jenis pengencer Lama penyimpanan (Jam) Jenis pengencer NsG NsF TG TF...% ± 3.8 a ± 3.4 a ± 3.9 a ± 3.8 a ± 5.3 a ± 6.4 a ± 5.0 a ± 4.7 a ± 5.7 a ± 7.5 a ± 7.0 a ± 6.7 a ± 7.3 a ± 11.0 a ± 3.9 a ± 7.1 a ± 7.5 a ±13.2 a ± 6.4 a ± 10.7 a ± 3.9 a ± 14.8 a ±7.6 a ± 16.4 b ± 5.7 a ± 18.7 a ± 7.5 a ± 17.9 b ± 9.3 a ± 20.1 a ± 7.3 a ± 17.2 b ±15.7 a ± 23.1 ab ± 9.3 ab ± 16.0 b Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) NsG : Natrium sitrat glukosa TG : Tris glukosa NsF : Natrium sitrat fruktosa TF : Tris fruktosa Hasil evaluasi pengaruh jenis pengencer yang dikombinasikan dengan sumber karbohidrat terhadap rataan persentase motilitas spermatozoa rusa Timor yang disimpan selama 96 jam dalam lemari es (3 5 o C) menunjukkan bahwa persentase motilitas spermatozoa cenderung lebih tinggi pada jenis pengencer yang ditambahkan dengan glukosa (Tabel 4). Hal ini diduga karena spermatozoa rusa Timor lebih memilih menggunakan glukosa sebagai sumber energinya dibandingkan dengan menggunakan fruktosa. Menurut Toelihere (1981), spermatozoa akan lebih mudah menggunakan glukosa dalam metabolismenya

5 32 dibandingkan dengan fruktosa. Hal ini sependapat dengan yang dikemukakan oleh Hawab (2001) yang menyatakan bahwa walaupun sel hidup dapat memetabolisme semua karbohidrat heksosa melalui glikolisis, namun glukosa merupakan molekul karbohidrat utama yang berfungsi sebagai penghasil energi utama untuk semua tipe sel. Semen rusa yang telah diencerkan menggunakan pengencer tris maupun natrium sitrat dengan sumber karbohidrat glukosa dan fruktosa setelah disimpan dalam lemari es (suhu 3 5 o C) akan mengalami penurunan (Gambar 7). Motilitas (%) Lama penyimpanan (jam) NsG NsF TG TF Keterangan: NsG : Natrium sitrat glukosa TG : Tris glukosa NsF : Natrium sitrat fruktosa TF : Tris fruktosa Gambar 7 Grafik penurunan persentase motilitas spermatozoa yang disimpan dalam lemari es (3 5 o C) pada berbagai kombinasi jenis pengencer dan karbohidrat. Penurunan motilitas spermatozoa mulai tampak setelah penyimpanan 12 jam dan terus turun secara gradual. Pada penyimpanan 84 jam pengencer natrium sitrat glukosa ternyata mampu mempertahankan motilitas (40%) lebih tinggi 44.28% dengan penurunan 27.15%, disusul dengan tris glukosa 40.71% dengan penurunan 31.43%, natrium sitrat fruktosa 36.43% dengen penurunan 34.28%, dan tris glukosa 24.28% dengan penurunan sebesar 47.15%. Terjadinya penurunan motilitas ini diduga akibat pengaruh metabolisme spermatozoa (Hafez 1987). Metabolisme spermatozoa akan menghasilkan asam laktat yang bila ada dalam jumlah yang banyak akan dapat merubah suasana semen menjadi asam

6 33 yang berakibat mempercepat proses kematian spermatozoa. Menurut Setiadi dan Julizar (2001), fenomena penurunan motilitas spermatozoa setelah penyimpanan yang lama lebih diakibatkan oleh menurunnya zat makanan spermatozoa dan pengaruh zat toksik hasil sampingan dari proses metabolisme spermatozoa. Rizal et al. (2002) menambahkan bahwa motilitas spermatozoa sangat bergantung pada suplai energi berupa adenosin triphosphate (ATP) hasil dari proses metabolisme sel. Pengaruh Jenis Pengencer terhadap Persentase Hidup Spermatozoa Semen rusa yang telah diencerkan menggunakan pengencer tris maupun natrium sitrat dengan sumber karbohidrat glukosa dan fruktosa setelah disimpan dalam lemari es (suhu 3-5 o C) akan mengalami penurunan kualitas. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengencer tris dan natrium sitrat memiliki pengaruh yang nyata (P<0.05) dalam mempertahankan persentase hidup spermatozoa selama penyimpanan dalam lemari es (suhu 3 5 o C). Rataan persentase hidup spermatozoa rusa Timor yang disimpan selama 96 jam dalam lemari es sekali lagi menunjukkan bahwa glukosa merupakan sumber karbohidrat terbaik untuk preservasi semen rusa dibandingkan dengan fruktosa (Tabel 5). Tabel 5 Rataan persentase hidup spermatozoa yang disimpan dalam lemari es (3 5 o C) pada berbagai jenis pengencer Lama Jenis pengencer penyimpanan (Jam) NsG NsF TG TF.....% ± 4.1 a ± 4.9 a ± 6.5 a ± 5.5 a ± 6.8 a ± 6.2 ab ± 7.0 a ± 11.0 ab ± 10.3 ab ± 3.1 a ± 4.1 a ± 4.8 a ± 8.3 a ± 7.4 a ± 9.8 a ± 7.5 ab ± 12.9 ab ± 24.3 ab ± 3,2 a ± 3.8 a ± 5.8 a ± 2.4 a ± 4.8 a ± 6.3 a ± 6.5 a ± 5.7 a ± 3.8 a ± 3.7 a ± 1.5 a ± 4.4 a ± 2.9 a ± 5.0 a ± 12.7 b ± 13.7 b ± 24.6 b ± 29.4 b Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) NsG : Natriu m sitrat glukosa TG : Tris glukosa NsF : Natriu m sitrat fruktosa TF : Tris fruktosa

7 34 Selama penyimpanan persentase spermatozoa hidup rusa Timor cenderung menurun secara gradual. Laju penurunan persentase hidup spermatozoa selama penyimpanan dalam lemari es sangat mencolok pada pengencer tris fruktosa (Gambar 8). Dari keempat jenis pengencer yang digunakan ternyata pengencer tris-glukosa dapat mempertahankan persentase spermatozoa hidup rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan pengencer natrium sitrat-glukosa, natrium sitratfruktosa dan tris-fruktosa. Secara umum rataan penurunan persentase hidup spermatozoa pada jenis pengencer yang ditambahkan glukosa cenderung lebih rendah dibandingkan dengan fruktosa, terutama yang dikombinasikan dengan tris. Hal ini diduga karena tris memiliki kapasitas sebagai penyangga yang paling optimal dalam mempertahankan kesetabilan ph semen rusa Timor, sehingga menguntungkan untuk memelihara kelangsungan hidup spermatozoa. Lapwood et al. (1966) menyatakan bahwa kemampuan karbohidrat dalam melindungi sel spermatozoa tergantung pada berat molekul karbohidrat dan tipe penyangga yang ditambahkan dalam pengencer. Hidup (%) Lama penyimpanan (jam) NsG NsF TG TF Keterangan: NsG : Natrium sitrat glukosa TG : Tris glukosa NsF : Natrium sitrat fruktosa TF : Tris fruktosa Gambar 8 Grafik penurunan persentase hidup spermatozoa yang disimpan di dalam lemari es (3 5 o C) pada berbagai kombinasi jenis pengencer dan karbohidrat. Meskipun secara statistik tidak menunjukkan interaksi yang nyata antara jenis pengencer dan sumber karbohidrat, namun secara umum menunjukkan

8 35 bahwa glukosa cenderung lebih tinggi dalam mempertahankan persentase hidup spermatozoa dibandingkan dengan fruktosa. Hal ini kemungkinan disebabkan glukosa yang ditambahkan dalam pengencer tris dan natrium sitrat mampu memelihara kestabilan ph, melindungi spermatozoa terhadap terjadinya cekaman dingin, dan mempertahankan tekanan osmotik. Menurut Lapwood et al. (1966), karbohidrat yang ditambahkan dalam pengencer dapat memelihara tekanan osmotik, memfasilitasi metabolisme fruktosa, mengurangi kerusakan akibat pengencer dan melindungi spermatozoa terhadap terjadinya cekaman dingin. Woelder et al. (1997) menambahkan bahwa sumber karbohidrat yang ditambahkan dalam pengencer dapat mengurangi kerusakan sel spermatozoa selama dilakukan penurunan suhu secara cepat. Hasil pengamatan semen cair menunjukkan bahwa tingkat penurunan persentase hidup spermatozoa selama penyimpanan lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat penurunan persentase motilitas spermatozoa pada keempat jenis pengencer. Tingkat penurunan persentase hidup dan persentase motilitas spermatozoa pada awal hingga 96 jam penyimpanan masing-masing adalah 16.74% dan 41.43% pada pengencer tris glukosa, 24.51% dan 32.86% pada pengencer natrium sitrat glukosa, 28.51% dan 39.57% pada pengencer natrium sitrat fruktosa, serta 37.84% dan 50.00% pada pengencer tris fruktosa. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan persentase motilitas spermatozoa yang dratis tidak diikuti dengan penurunan persentase hidup yang dratis pula, karena persentase spermatozoa yang tergolong hidup dihitung tidak saja yang motil progresif tetapi juga yang bergerak di tempat atau melingkar. Pengaruh Jenis Pengencer terhadap Persentase MPU Membran plasma utuh mutlak harus dimiliki oleh spermatozoa supaya terjamin kelangsungan hidupnya dan tercapai keberhasilan saat proses fertilisasi. Selain berfungsi untuk melindungi organel-organel yang berada di dalam sel, membran plasma berfungsi juga untuk mengatur keluar masuknya zat-zat makanan serta keseimbangan elektrolit intra maupun ekstraseluler. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan glukosa dan fruktosa ke dalam pengencer tris dan natrium sitrat yang disimpan selama 72 jam relatif stabil

9 36 (Tabel 6). Perbedaan yang nyata (P<0.01) mulai terjadi pada saat penyimpanan lebih dari 84 jam, dimana terjadi penurunan persentase MPU sebesar 0,39% pada pengencer tris glukosa, nilai ini nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan pengencer natrium sitrat glukosa (2.76%), natrium sitrat fruktosa (3.30%), dan tris fruktosa (12.16%). Kenyataan ini memberikan indikasi bahwa pengencer tris glukosa lebih mampu berinteraksi dengan membran plasma spermatozoa dengan jalan melenturkannya sehingga dapat melindungi membran plasma spermatozoa dari kerusakan. Tabel 6 Rataan persentase MPU spermatozoa yang disimpan dalam lemari es (3 5 o C) pada berbagai jenis pengencer Lama penyimpanan (Jam) Jenis pengencer NsG NsF TG TF...% ± 4.1 a ± 4.8 a ± 6.6 a ± 5.6 a ± 5.7 a ± 4.3 a ± 6.4 a ± 11.2 ab ± 11.1 ab ± 3.7 a ± 4.5 a ± 3.6 a ± 6.9 a ± 6.0 a ± 10.3 a ± 9.8 a ± 12.4 ab ± 26.2 ab ± 2.8 a ± 3.2 a ± 4.5 a ± 2.2 a ± 4.2 a ± 6.5 a ± 5.8 a ± 4.4 a ± 3.1 a ± 3.7 a ± 1.5 a ± 4.4 a ± 2.9 a ± 5.0 a ± 12.7 a ± 13.7 a ± 24.6 b ± 29.4 b Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) NsG : Natriu m sitrat glukosa TG : Tris glukosa NsF : Natriu m sitrat fruktosa TF : Tris fruktosa Glukosa dapat melindungi membran plasma spermatozoa selama proses penurunan suhu karena glukosa dapat bersifat sebagai krioprotektan ekstraseluler. Sebagai krioprotektan ekstraseluler glukosa dapat melindungi membran plasma dengan cara melenturkannya. Menurut Garcia dan Graham (1989) yang dikutip dalam Yildiz et al. (2000) monosakarida (glukosa) yang ditambahkan dalam pengencer dapat menurunkan persentase kerusakan akrosom, mempertahankan motilitas selama proses preservasi semen. Paulenz et al. (2002) menambahkan kerusakan membran plasma dapat terjadi pada saat penurunan penanganan semen yaitu ketika penurunan temperatur terutama pada saat penurunan cepat dari suhu

10 37 20 o C menuju 5 o C yang menyebabkan kerusakan sel akibat cekaman dingin. Cekaman dingin ini menyebabkan perubahan pada lipid membran plasma dan menyebabkan membran plasma kehilangan daya selektivitasnya. Rusaknya membran plasma dapat juga disebabkan adanya peroksidasi lipid pada bagian membran sel. Membran plasma terdiri dari 60% protein dan 40% lipid dimana lipid yang membentuk membran plasma terdiri atas 65% fosfolipid, 25% kolesterol dan 10% lipid lainnya. Lipid pada bagian membran plasma sangat rentan terhadap adanya reaksi peroksidasi. Gambar 9 memperlihatkan grafik MPU spermatozoa pada setiap 12 jam pengamatan dari masing-masing perlakuan. Grafik ini memperlihatkan dengan jelas terjadi penurunan MPU spermatozoa dengan semakin lamanya waktu penyimpanan. Penurunan persentase MPU yang sangat dratis terlihat setelah semen disimpan selama 84 jam. MPU (%) Lamanya penyimpanan (jam) NsG NsF TG TF Keterangan: NsG : Natrium sitrat glukosa TG : Tris glukosa NsF : Natrium sitrat fruktosa TF : Tris fruktosa Gambar 9 Grafik penurunan MPU spermatozoa yang disimpan di dalam lemari es (3 5 o C) pada berbagai kombinasi jenis pengencer dan karbohidrat. Tingkat penurunan persentase MPU selama penyimpanan lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat penurunan persentase motilitas spermatozoa pada keempat jenis pengencer. Tingkat penurunan persentase MPU dan motilitas spermatozoa pada awal hingga 96 jam penyimpanan masing-masing adalah

11 % dan 41.43% pada pengencer tris glukosa, 22.50% dan 32.86% pada pengencer natrium sitrat glukosa, dan pada pengencer natrium sitrat fruktosa, serta 38.57% dan 50.00% pada pengencer tris fruktosa. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan persentase motilitas spermatozoa yang dratis tidak diikuti dengan penurunan persentase MPU yang dratis pula, dimana spermatozoa yang tidak motil dalam pengencer masih memiliki membran plasma yang baik. Pengaruh Jenis Pengencer dan Dosis Gliserol terhadap Kualitas Semen Beku Hasil pengenceran semen menggunakan pengencer tris maupun natrium sitrat dengan sumber karbohidrat glukosa dan fruktosa dan level gliserol 10% dan 15% didapatkan adanya perbedaan, tetapi secara statistik menunjukkan tidak terjadi interaksi antara jenis pengencer dengan dosis gliserol yang berpengaruh terhadap kualitas semen rusa Timor pada berbagai tahap pembekuan (P>0.05), akan tetapi jenis pengencer maupun dosis gliserol masing-masing memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap beberapa parameter kualitas semen beku pada beberapa tahap evaluasi. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh dosis gliserol terhadap kualitas spermatozoa semen beku rusa Timor tidak tergantung atau dipengaruhi oleh jenis pengencer yang digunakan, baik pengencer tris ataupun natrium sitrat. Pengaruh Gliserol terhadap Kualitas Semen Persentase Motilitas Motilitas merupakan salah satu kriteria yang penting untuk menilai kualitas spermatozoa yang akan digunakan untuk inseminasi buatan. Motilitas diperlukan bagi spermatozoa untuk mencapai tempat fertilisasi dan menembus dinding ovum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan gliserol ke dalam pengencer tris maupun sitrat tidak mempengaruhi motilitas spermatozoa pasca pengenceran, namun pasca ekulibrasi dan pasca thawing pengaruh gliserol sudah dapat terlihat. Hal ini didukung dari hasil analisis statistik yang menunjukkan bahwa gliserol tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap persentase motilitas spermatozoa pasca pengenceran (Tabel 7). Namun pada pasca ekulibrasi dan

12 39 pasca thawing, penambahan gliserol sudah memperlihatkan pengaruh yang nyata (P<0.05), dimana penambahan gliserol 10% ke dalam pengencer tris menghasilkan persentase motilitas spermatozoa yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kombinasi jenis pengencer dan level gliserol yang lain (tris gliserol 15%, natrium sitrat gliserol 10%, dan natrium sitrat gliserol 15%). Tabel 7 Rataan persentase motilitas spermatozoa dalam berbagai kombinasi jenis pengencer dan dosis gliserol Tahapan pengamatan Pasca pengenceran Pasca ekulibrasi Pasca thawing Tris Natrium sitrat G 10% G 15% G 10% G 15% 70.00±4.08 a 71.25±2.50 a 53.75±11.08 ab 52.50±14.43 ab 35.00±19.15 b 18.75±7.50 c 71.25±2.50 a 60.00±7.07 a 50.00±8.16 a 70.00±4.08 a 46,25±16.00 b 7.50±2.89 c Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) G : dosis gliserol (%) Penambahan gliserol 10% ke dalam pengencer tris mampu memberikan perlindungan terhadap semen rusa Timor dari pengaruh yang merugikan. Pengaruh perlindungannya yaitu memodifisier kristal-kristal es yang terbentuk selama proses pembekuan, sehingga kerusakan organel-organel sel spermatozoa dapat dihindarkan. Bila organel-organel sel spermatozoa rusak, seperti mitokondria maka rantai oksidasi akan terputus sehingga proses metabolisme tidak dapat berlangsung dan akhirnya sel mati. Peranan lain dari gliserol adalah mencegah terjadinya dehidrasi, karena memiliki daya pengikat air yang kuat. Sifat demikian mempengaruhi tekanan uap sehingga titik beku medium menurun, akibatnya sel spermatozoa akan memperoleh kesempatan lebih lama untuk mengeluarkan air. Mazur (1980), mengatakan bahwa gliserol dapat mencegah pengumpulan molekul-molekul H 2 O dan kristalisasi es pada daerah titik beku larutan. Gliserol akan memberikan perlindungan yang efektif terhadap spermatozoa selama propses pembekuan bila konsentrasinya di dalam pengencer optimal. Bila konsentrasi gliserol tidak optimal di dalam pengencer semen maka akan menimbulkan penurunan kualitas spermatozoa.

13 40 Dari hasil penelitian terlihat bahwa penambahan gliserol 15% pada pengencer tris maupun natrium sitrat dan penambahan gliserol 10% pada natrium sitrat menghasilkan rataan motilitas yang rendah pada pasca thawing. Hal ini diduga dosis gliserol yang ditambahkan ke dalam pengencer terlalu tinggi sehingga tidak mampu melindungi sprematozoa. Menurut Rizal et al. (2002) konsentrasi gliserol yang berlebihan akan menimbulkan efek toksik pada spermatozoa, sebaliknya apabila kurang, gliserol tidak akan memberikan efek yang optimal. Rendahnya persentase motilitas pasca thawing pada pengencer tris gliserol 15% dan natrium sitrat 15% kemungkinan disebabkan oleh efek toksik dari gliserol. Semakin tinggi dosis gliserol yang ditambahkan ke dalam pengencer kecendrungan efek toksik yang ditimbulkan juga semakin besar. McLaughlin et al. (1992) mengatakan bahwa efek toksisitas dari gliserol adalah memodifikasi struktur membran plasma dan pada konsentrasi yang tinggi dapat menghambat metabolisme energi. Akibat dari terganggunya mekanisme ini spermatozoa akan mengalami kekurangan energi sehingga viabilitas dan motilitasnya menurun. Faktor lain yang mungkin menjadi penyebab rendahnya motilitas spermatozoa pasca thawing adalah tingginya ion Ca 2+ intraseluler dan intoksikasi ion Ca 2+ menyebabkan spermatozoa lebih rentan terhadap cekaman dingin. Cekaman dingin menyebabkan gangguan metabolisme spermatozoa. Penyebab adanya cekaman dingin adalah daya kontraksi selubung lipoprotein sel spermatozoa yang besar dari pada kontraksi isi sel spermatozoa Persentase Hidup Spermatozoa rusa dapat dibedakan antara yang hidup dengan yang mati dengan cara penambahan zat warna eosin. Spermatozoa yang hidup ditandai dengan kepala sperma yang tidak berwarna (transparan), sedangkan yang mati ditandai dengan kepala spermatozoa yang berwarna merah. (Gambar 10). Spermatozoa yang hidup akan tetap tidak berwarna saat diberi pewarna eosin, karena zat warna eosin yang terikat pada natrium dengan mekanisme pompa natrium akan terdorong keluar sel. Sedangkan pada spermatozoa yang telah mati tidak terdapat potensial ion natrium dan kalium antara di dalam dan di luar sel,

14 sehingga eosin yang berikatan dengan natrium akan dengan mudah berdifusi dan menunjukkan warna merah pada kepala spermatozoa saat diberi pewarna eosin. 41 Gambar 10 Bentuk spermatozoa yang hidup (H = kepala sperma tidak berwarna) dan mati (M = kepala sperma berwarna merah) Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan gliserol ke dalam pengencer tris dan natrium sitrat belum mempengaruhi daya hidup spermatozoa pasca pengenceran. Hal ini terlihat dari hasil analisis statistik yang menunjukkan bahwa penambahan gliserol tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap persentase hidup spermatozoa pasca pengenceran (Tabel 8). Namun pada pasca ekulibrasi dan pasca thawing penambahan gliserol telah mampu memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap daya hidup spermatozoa. Tabel 8 Rataan persentase hidup spermatozoa dalam berbagai kombinasi jenis pengencer dan dosis gliserol Tahapan Tris Natrium sitrat pengamatan G 10% G 15% G 10% G 15% 80.27±4.02 a 79.48±2.73 a 80.50±1.02 a 65.00±6.34 a 58.99±10.24 ab 59.07±11.78 ab 57.50±9.56 a 45.25±15.90 b 36.46±15.17 b Pasca pengenceran Pasca ekulibrasi Pasca thawing 79.31±1.76 a 51.91±14.02 b 18.45±4.73 c Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) G : dosis gliserol (%)

15 42 Penambahan gliserol 10% pada tahapan pengamatan pasca ekulibrasi dapat mempertahankan daya hidup spermatozoa yang lebih baik daripada penambahan gliserol 15%, terutama yang dikombinasikan dengan pengencer tris. Pada tahapan pengamatan pasca thawing penambahan gliserol 10% yang dikombinasikan dengan pengencer tris mampu mempertahankan daya hidup yang lebih baik dibandingkan dengan kombinasi tris gliserol 15%, natrium sitrat gliserol 10%, dan natrium sitrat gliserol 15%. Hal ini berarti bahwa penambahan gliserol sebesar 10% ke dalam pengencer tris mampu melindungi spermatozoa dari pengeruh cekaman dingin selama proses pembekuan. Rendahnya persentase hidup spermatozoa pada pengencer tris gliserol 15% dan pada pengencer natrium sitrat, diduga karena pengaruh toksik gliserol. Efek toksik ini akan memodifikasi struktur membran plasma dan pada konsentrasi yang tinggi menghambat metabolisme energi (McLaughlin et al. 1992). Gliserol juga dapat merusak struktur membran spermatozoa selama proses pembekuan, menyebabkan cekaman osmotik dan menimbulkan efek negatif terhadap antibiotik di dalam pengencer (Toelihere, 1985). Menurut Fahy (1986), penggunaan krioprotektan dalam pengencer untuk pembekuan harus memperhatikan sifat toksisitasnya yang berkaitan dengan komposisi pengencer, metode pencampuran, ekulibrasi, pendinginan dan pembekuan. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya persentase hidup spermatozoa pasca thawing adalah akibat bayaknya asam laktat dari hasil metabolisme spermatozoa yang tidak dapat dioksidasi. Menumpuknya asam laktat ini mengakibatkan meningkatkan kadar keasaman larutan yang berakibat buruk bagi spermatozoa karena bersifat racun. Persentase Membran Plasma Utuh Spermatozoa yang memiliki membran plasma utuh (MPU), setelah dipapar dengan larutan hipoosmotik mengunakan metode hypoosmotik swelling test (HOS-Test) ditandai dengan ekor melingkar atau menggembung. Hal ini dapat terjadi karena medium yang masuk ke dalam sel dipertahankan oleh membran plasma yang utuh tersebut. Sebaliknya jika membran plasma sudah tidak utuh akan ditandai dengan ekor spermatozoa tetap lurus bila dipaparkan dalam larutan hipoosmotik. Hal ini terjadi karena membran plasma yang sudah tidak utuh lagi

16 tidak dapat mempertahankan medium yang telah masuk ke dalam sel (Gambar 11). 43 Gambar 11 Bentuk membran plasma yang utuh (U=ekor sperma yang melingkar) dan rusak (R=ekor sperma lurus). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan gliserol ke dalam pengencer tris maupun natrium belum mempengaruhi persentase MPU pasca pengenceran, tetapi pada tahap pasca ekulibrasi dan pasca thawing telah memberikan pengaruh yang berbeda. Hal ini terlihat dari hasil analisis statistik yang menunjukkan bahwa penambahan gliserol berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap persentase MPU spermatozoa pasca ekulibrasi dan pasca thawing (Tabel 9). Keadaan ini dapat memberikan gambaran bahwa gliserol telah memperlihatkan daya kerjanya dalam melindungi membran plasma spermatozoa pasca ekulibrasi dan pasca thawing. Tabel 9 Rataan persentase membran plasma utuh spermatozoa dalam berbagai kombinasi jenis pengencer dan dosis gliserol Tahapan Tris Natrium sitrat pengamatan G 10% G 15% G 10% G 15% Pasca pengenceran Pasca ekulibrasi Pasca thawing 81.58±1.87 a 65.00±6.34 a 59.04±9.37 a 80.37±.73 a 58.99±10.24 ab 46.57±16.67 b 80.50±1.02 a 59.07±11.78 ab 37.46±13.82 b 79.31±1.76 a 51.91±14.02 b 20.20±6.49 c Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) G : dosis gliserol (%)

17 44 Pada tahap pasca thawing nilai persentase MPU mengalami penurunan. Hal ini diduga bahwa pada tahap ini terjadi terjadi pencairan kristal-kristal es, perubahan tekanan osmotik dan arus air keluar masuk, elektrolit-elektrolit dari dalam ke luar sel yang terjadi secara hebat, sehingga akan membuat membran plasma sel spermatozoa bekerja eksrta berat dengan tanpa perlindungan, akibatnya membran plasma sel akan mengalami kerusakan. Bila dilihat dari persentase MPU pasca thawing pengencer tris gliserol 10% memperoleh hasil yang paling tinggi yaitu 59.04% dibandingakan dengan tris gliserol 10% (46.57%), natrium sitrat gliserol 10% (37.46%), dan natrium sitrat gliserol 15% (20.20%). Penambahan gliserol 10% pada pengencer tris merupakan dosis yang optimal dalam melindungi membran plasma spermatozoa dari efek peroksidasi lipid, melenturkan membran plasma supaya tidak tidak rapuh sehingga kerusakan karena retak dapat diatasi. Dalam dosis yang optimal gliserol akan mengikat gugus pusat fosfolipid sehingga mengurangi ketidakstabilan membran dan berinteraksi dengan membran untuk mengikat protein serta glikoprotein menyebabkan partikel-partikel antar membran terkumpul (Parks & Graham 1992). Menurut Toelihere (1981) gliserol akan memberikan perlindungan efektif tergantung pada konsentrasi dan lamanya kontak antara spermatozoa dengan gliserol. Tingkat konsentrasi gliserol yang tidak optimal akan menyebabkan terjadinya cekaman osmotik dan menimbulkan efek negatif terhadap antibiotik yang ada dalam pengencer. Rendahnya persentase MPU yang nyata terjadi pada pasca thawing untuk perlakuan tris gliserol 15%, natrium sitrat gliserol 10%, dan natrium sitrat gliserol 15% diduga disebabkan oleh efek toksik dari gliserol yang mengakibatkan kerusakan pada membran sel spermatozoa. Akibat efek toksik dari gliserol maka membran plasma spermatozoa akan mengalami modifikasi struktur dan mengakibatkan terganggunya transport aktif zat-zat yang menjadi sumber energi bagi spermatozoa seperti glukosa, asam amino, dan asam lemak. Akibat terganggunya mekanisme ini spermatozoa akan kekurangan energi sehingga viabilitas serta motilitasnya menurun (Correa & Zavos 1994). Faktor lain yang dapat menyebabkan tingginya kerusakan membran plasma spermatozoa pasca thawing pada perlakuan tris gliserol 15%, natrium sitrat 10%,

18 45 dan natrium sitrat 15% adalah akibat dari tidak optimalnya dosis gliserol dalam melindungi membran sel spermatozoa dari cekaman dingin, stres dingin maupun peroksidasi lipid. Membran plasma spermatozoa kaya akan lemak tak jenuh sehingga rentan sekali terhadap adanya peroksidasi lipid (Maxwell & Watson 1996). Akibat dari peroksidasi lipid adalah terbentuknya peroksid lipid, yang akan bereaksi sebagai radikat bebas dan merangsang terjadinya reaksi otokatalitik, sehingga mengakibatkan rusaknya membran plasma (Sinha et al. 1996)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, konsistensi, ph dan secara mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentrasi sperma,

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Semen Kambing Semen adalah cairan yang mengandung gamet jantan atau spermatozoa dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari suspensi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan komoditas ternak yang banyak dikembangkan di Indonesia. Salah satu jenis kambing yang banyak dikembangkan yaitu jenis kambing Peranakan Etawah (PE).

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Kambing Peranakan Etawah Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah yang berasal dari India yang memiliki iklim tropis/subtropis dan beriklim kering dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang dikenal di Indonesia sebagai ternak penghasil daging dan susu. Kambing adalah salah satu ternak yang telah didomestikasi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. Persilangan antara kedua jenis kambing ini telah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan semakin meningkat pula permintaan masyarakat terhadap bahan pangan untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Semen Kambing Semen adalah sekresi kelamin jantan yang secara umum diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Domba Ekor Tipis Domba ekor tipis merupakan domba yang bersifat profilik yaitu mampu mengatur jumlah anak yang akan dilahirkan sesuai dengan ketersediaan pakan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada ternak sapi telah banyak diterapkan di Indonesia. Menurut SNI 4896.1 (2008),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Hasil evaluasi semen segar merupakan pemeriksaan awal semen yang dijadikan dasar untuk menentukan kelayakan semen yang akan diproses lebih lanjut. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan 4 BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Semen merupakan suatu produk yang berupa cairan yang keluar melalui penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan oleh testis dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap evaluasi semen domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan masyarakat akan daging domba setiap tahunnya terus meningkat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar HASIL DAN PEMBAHASAN Semen adalah cairan yang mengandung suspensi sel spermatozoa, (gamet jantan) dan sekresi dari organ aksesori saluran reproduksi jantan (Garner dan Hafez, 2000). Menurut Feradis (2010a)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan babi yang ada di Indonesia khususnya di daerah Bali masih merupakan peternakan rakyat dalam skala kecil atau skala rumah tangga, dimana mutu genetiknya masih kurang

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Kambing PE Semen ditampung dari satu ekor kambing jantan Peranakan Etawah (PE) menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

Lebih terperinci

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING THE EFFECT OF GLYCEROL LEVEL ON TRIS-YOLK EXTENDER

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kambing merupakan salah satu jenis ternak yang mudah dipelihara dan dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara tradisional. Salah satu bangsa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Karakteristik. Volume (ml) 1,54 ± 0,16. ph 7,04±0,8

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Karakteristik. Volume (ml) 1,54 ± 0,16. ph 7,04±0,8 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Semen Segar Karakteristik semen segar yang didapatkan selama penelitian disajikan pada tabel sebagai berikut : Tabel 3. Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Karakteristik

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani bagi tubuh. Hal ini

Lebih terperinci

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (1): 39-44 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC Sains Peternakan Vol. 9 (2), September 2011: 72-76 ISSN 1693-8828 Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC Nilawati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai 242.013.800 jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya (Anonim,2013). Jumlah penduduk yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak dipelihara petani-peternak di Sumatra Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi Pesisir mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik pun meningkat. Salah satu sumber gizi yang paling penting adalah protein

BAB I PENDAHULUAN. yang baik pun meningkat. Salah satu sumber gizi yang paling penting adalah protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dari tahun ke tahun jumlah penduduk di negara Republik Indonesia semakin meningkat yang menyebabkan kebutuhan akan sumber makanan yang memiliki gizi yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Semen merupakan salah satu komponen penting dalam penghantaran spermatozoa baik secara konseptus alami maupun inseminasi buatan (IB). Keberhasilan IB sangat dipengaruhi oleh kualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Beku Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai prosedur teknis pengawasan mutu bibit ternak kemudian dimasukkan ke dalam straw dan dibekukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen Domba Pengukuran volume semen domba dilakukan untuk mengetahui jumlah semen yang dihasilkan oleh satu ekor domba dalam satu kali ejakulat. Volume semen domba dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) adalah ketersediaan semen beku. Semen beku yang akan digunakan untuk IB biasanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Abnormalitas Spermatozoa Pemeriksaan abnormalitas spermatozoa dihitung dari jumlah persentase spermatozoa yang masih memiliki cytoplasmic droplet dan spermatozoa yang mengalami abnormalitas sekunder.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang dapat menghasilkan wol

TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang dapat menghasilkan wol II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang dapat menghasilkan wol dan daging, Selain itu, pertumbuhannya yang cepat serta ukuran tubuh yang relatif kecil dapat memudahkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 12 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan yaitu semen yang berasal dari lima ekor kambing PE umur 2-3 tahun. 3.1.2 Bahan dan Peralatan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. ` Bahan dan Peralatan 3.1.1. Objek Penelitian Objek pada penelitian ini yaitu semen yang berasal dari domba yang ada di breeding station Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Semen Spermatozoa

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Semen Spermatozoa 3 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Semen Semen merupakan cairan yang mengandung spermatozoa dan plasma semen yang dihasilkan dari sekresi oleh kelanjar-kelanjar kelamin jantan (Herdis et al. 2003). Adapun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki kebutuhan konsumsi daging sapi yang meningkat setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi. Ketersediaan daging sapi ini

Lebih terperinci

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK Suatu penelitian untuk mengetahui penggunaan kuning telur itik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi daging merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan sekaligus memajukan tingkat kecerdasan sumber daya manusia Indonesia.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak ke arah pencapaian swasembada protein hewani untuk memenuhi

Lebih terperinci

Pengaruh Level Gliserol dalam Pengencer Sitrat... Ayunda Melisa

Pengaruh Level Gliserol dalam Pengencer Sitrat... Ayunda Melisa PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER SITRAT KUNING TELUR TERHADAP DAYA HIDUP DAN TUDUNG AKROSOM UTUH SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING EFFECT OF GLYCEROL LEVEL IN EGG YOLK CITRATE EXTENDER

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu jenis bangsa sapi asli Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu jenis bangsa sapi asli Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu jenis bangsa sapi asli Indonesia yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan dan sapi bali ini juga merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi perkawinan silang dengan kambing kacang. Masyarakat menyebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi perkawinan silang dengan kambing kacang. Masyarakat menyebut 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah Kambing Etawah pertama masuk ke Indonesia pada tahun 1920 dibawa oleh orang Belanda dan dikembangbiakkan di daerah Perbukitan Manoreh sebelah barat

Lebih terperinci

Tatap mukake 8&9. Universitas Gadjah Mada

Tatap mukake 8&9. Universitas Gadjah Mada Tatap mukake 8&9 PokokBahasan: PENGENCERAN SPERMA 1. Tujuan Intruksional Umum Mengerti tujuan pengenceran sperma Mengerti syarat-syarat bahan pengencer dan beberapa bahan yang digunakan Mengerti keuntungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Limousin Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis. Karakteristik Sapi Limousin adalah pertambahan badan yang cepat perharinya sekitar 1,1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Kambing Peranakan Etawah Ilustrasi 1. Penampakan Fisik Kambing Peranakan Etawah (Mulyono, 2011) Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan persilangan antara kambing lokal

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan Tris Dalam Pengencer Susu Skim Terhadap Resistensi Spermatozoa Sapi Simmental Pasca Pembekuan

Pengaruh Penggunaan Tris Dalam Pengencer Susu Skim Terhadap Resistensi Spermatozoa Sapi Simmental Pasca Pembekuan Pengaruh Penggunaan Tris Dalam Pengencer Susu Skim Terhadap Resistensi Spermatozoa Sapi Simmental Pasca Pembekuan Fachroerrozi Hoesni Fakultas Peternakan Universitas Jambi Kampus Pinang Masak Jl. Jambi-Muaro

Lebih terperinci

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH Gambar mas Disusun oleh Mas Mas Mas Faisal Ernanda h0510030 Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 Mas tolong

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KATALASE DALAM PRODUKSI SEMEN DINGIN SAPI

PENGGUNAAN KATALASE DALAM PRODUKSI SEMEN DINGIN SAPI PENGGUNAAN KATALASE DALAM PRODUKSI SEMEN DINGIN SAPI (The Use of Catalase on Cattle Chilled Semen Production) T. SUGIARTI, E. TRIWULANNINGSIH, P. SITUMORANG, R.G. SIANTURI dan D.A. KUSUMANINGRUM Balai

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO (Effect of Various Diluter on Frozen Semen Quality of Dombos Texel in Wonosobo Regency) YON SUPRI ONDHO, M.I.S.

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KUALITAS SEMEN DI DALAM PENGENCER TRIS DAN NATRIUM SITRAT DENGAN BERBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT DAN LEVEL GLISEROL PADA PROSES KRIOPRESERVASI SEMEN RUSA TIMOR (Cervus timorensis) SISWANTO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP.

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP. TUGAS AKHIR - SB 091358 Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP. 1507 100 016 DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP. Kebutuhan pangan (ikan air tawar) semakin meningkat Kualitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai 22 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah (UPTD-BIBD) Lampung Tengah. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

Pengaruh metode gliserolisasi terhadap kualitas semen domba postthawing... Labib abdillah

Pengaruh metode gliserolisasi terhadap kualitas semen domba postthawing... Labib abdillah PENGARUH METODE GLISEROLISASI TERHADAP KUALITAS SEMEN DOMBA POSTTHAWING EFFECT OF GLYCEROLISATION METHOD ON THE QUALITY OF RAM SEMEN POSTTHAWING Labib Abdillah*, Nurcholidah Solihati**, Siti Darodjah Rasad**

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 013 di Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. 3.. Materi Materi yang digunakan dalam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11--18 April 2014 di Laboratoium Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah Lampung,

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR A. Winarto dan N. Isnaini Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inseminasi Buatan (IB) adalah proses perkawinan yang dilakukan dengan campur tangan manusia, yaitu mempertemukan sperma dan sel telur agar dapat terjadi proses pembuahan

Lebih terperinci

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. diberi lima perlakuan. Domba yang digunakan ini adalah domba lokal yang

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. diberi lima perlakuan. Domba yang digunakan ini adalah domba lokal yang 20 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 TernakPercobaan Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak domba lokal jantan umur 2 tahun sebagai sumber penghasil sperma yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Kelompok Tani Ternak (KTT) Manunggal IV Dusun Wawar Lor, Desa Bedono, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di

I. PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerbau adalah salah satu ternak besar penghasil daging yang banyak dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di Indonesia dan untuk mengurangi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih

Lebih terperinci

Jurnal Pertanian ISSN Volume 2 Nomor 1, April PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR

Jurnal Pertanian ISSN Volume 2 Nomor 1, April PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR Oleh : Nilawati Widjaya Dosen Jurusan Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Bandung Raya ABSTRACT This study

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing Peranakan Etawah atau kambing PE merupakan persilangan antara kambing kacang betina asli Indonesia dengan kambing Etawah jantan yang berasal dari daerah Gangga,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Brahman merupakan sapi yang berasal dari India yang merupakan keturunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Brahman merupakan sapi yang berasal dari India yang merupakan keturunan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Brahman Sapi Brahman merupakan sapi yang berasal dari India yang merupakan keturunan dari Sapi Zebu (Bos Indicus). Ciri khas sapi Brahman adalah berpunuk besar dan berkulit

Lebih terperinci

EFEK PENAMBAHAN LAKTOSA DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS MARMUT (Cavia cobaya) SELAMA PRESERVASI SKRIPSI

EFEK PENAMBAHAN LAKTOSA DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS MARMUT (Cavia cobaya) SELAMA PRESERVASI SKRIPSI EFEK PENAMBAHAN LAKTOSA DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS MARMUT (Cavia cobaya) SELAMA PRESERVASI SKRIPSI Oleh: Alvien Nur Aini 091810401001 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP DAYA HIDUP DAN KEUTUHAN MEMBRAN PLASMA SPERMATOZOA ITIK RAMBON

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP DAYA HIDUP DAN KEUTUHAN MEMBRAN PLASMA SPERMATOZOA ITIK RAMBON PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP DAYA HIDUP DAN KEUTUHAN MEMBRAN PLASMA SPERMATOZOA ITIK RAMBON EFFECT OF DILUENTS ON VITALITY AND INTEGRATED PLASMA MEMBRANE OF SPERMATOZOA RAMBON DUCKS Thesia Ionately

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SPERMATOZOA PER INSEMINASI TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU KAMBING PERANAKAN ETAWAH

PENGARUH JUMLAH SPERMATOZOA PER INSEMINASI TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU KAMBING PERANAKAN ETAWAH PENGARUH JUMLAH SPERMATOZOA PER INSEMINASI TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU KAMBING PERANAKAN ETAWAH (The Effect of Sperm Number Per Insemination Dose to Frozen Semen Quality of Etawah Grade Goat) DAUD SAMSUDEWA,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia (Teen.) Steenis) dalam pengencer tris kuning telur tehadap kualitas semen kambing Peranakan Etawah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Semen Segar Semen segar dari ketiga jantan yang digunakan mempunyai kualitas baik (Tabel 4). Pemeriksaan makroskopis pada penelitian tahap I dan II yaitu semen berwarna

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai dengan Januari 2015 di Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. 3.2. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

PENGARUH PENGHILANGAN RAFINOSA DALAM PENGENCER TRIS AMINOMETHANE KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER SELAMA SIMPAN DINGIN SKRIPSI

PENGARUH PENGHILANGAN RAFINOSA DALAM PENGENCER TRIS AMINOMETHANE KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER SELAMA SIMPAN DINGIN SKRIPSI PENGARUH PENGHILANGAN RAFINOSA DALAM PENGENCER TRIS AMINOMETHANE KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER SELAMA SIMPAN DINGIN SKRIPSI Oleh : Abdul Rhochim NIM. 135050100111049 PROGRAM STUDI PETERNAKAN

Lebih terperinci

Pengaruh Level Gliserol dalam Pengencer Tris-Sitrat... Muthia Utami Islamiati

Pengaruh Level Gliserol dalam Pengencer Tris-Sitrat... Muthia Utami Islamiati PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS-SITRAT KUNING TELUR TERHADAP MOTILITAS DAN ABNORMALITAS SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING EFFECT OF GLYSEROL LEVEL IN EGG-YOLK TRIS-CITRATE EXTENDER

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Objek yang digunakan adalah semen yang berasal dari lima kambing

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Objek yang digunakan adalah semen yang berasal dari lima kambing III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Bahan/Objek Penelitian 2.1.1 Objek Penelitian Objek yang digunakan adalah semen yang berasal dari lima kambing peranakan etawah (PE), berumur 2-3 tahun yang berada di

Lebih terperinci

PEMBEKUAN VITRIFIKASI SEMEN KAMBING BOER DENGAN TINGKAT GLISEROL BERBEDA

PEMBEKUAN VITRIFIKASI SEMEN KAMBING BOER DENGAN TINGKAT GLISEROL BERBEDA PEMBEKUAN VITRIFIKASI SEMEN KAMBING BOER DENGAN TINGKAT GLISEROL BERBEDA Moh Nur Ihsan Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB Malang ABSTRAK Suatu penelitian dengan tujuan untuk mengetahui kualitas

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus)

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus) PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus) The effect of Thawing Lenght in Ice Water (3 o C) to viability and motility of Bali

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan

Lebih terperinci

VIABILITAS SPERMATOZOA RUSA TIMOR (Cervus timorensis) DI DALAM PENGENCER TRIS DENGAN SUMBER KARBOHIDRAT BERBEDA YANG DISIMPAN PADA SUHU RUANGAN

VIABILITAS SPERMATOZOA RUSA TIMOR (Cervus timorensis) DI DALAM PENGENCER TRIS DENGAN SUMBER KARBOHIDRAT BERBEDA YANG DISIMPAN PADA SUHU RUANGAN VIABILITAS SPERMATOZOA RUSA TIMOR (Cervus timorensis) DI DALAM PENGENCER TRIS DENGAN SUMBER KARBOHIDRAT BERBEDA YANG DISIMPAN PADA SUHU RUANGAN W.Marlene Mesang-Nalley 1) dan B Purwantara 2). 1), Fakutas

Lebih terperinci

Dosis Glukosa Ideal pada Pengencer Kuning Telur Fosfat Dalam Mempertahankan Kualitas Semen Kalkun pada Suhu 5 C

Dosis Glukosa Ideal pada Pengencer Kuning Telur Fosfat Dalam Mempertahankan Kualitas Semen Kalkun pada Suhu 5 C Dosis Glukosa Ideal pada Pengencer Kuning Telur Fosfat Dalam Mempertahankan Kualitas Semen Kalkun pada Suhu 5 C IDEAL GLUCOSE DOSAGE ON EGG YOLK PHOSPHATE BUFFER FOR MAINTAINING SEMEN TURKEYS QUALITY IN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkawinan Perkawinan yang baik yaitu dilakukan oleh betina yang sudah dewasa kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat melahirkan (Arif, 2015).

Lebih terperinci

STUDI TERHADAP KUALITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA CAUDA EPIDIDIMIDIS DOMBA GARUT MENGGUNAKAN BERBAGAI JENIS PENGENCER

STUDI TERHADAP KUALITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA CAUDA EPIDIDIMIDIS DOMBA GARUT MENGGUNAKAN BERBAGAI JENIS PENGENCER STUDI TERHADAP KUALITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA CAUDA EPIDIDIMIDIS DOMBA GARUT MENGGUNAKAN BERBAGAI JENIS PENGENCER (Study on Quality and Viability of Garut Ram Cauda Epididymides Spermatozoa

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Pengaruh polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor terhadap kecepatan motilitas spermatozoa mencit Hasil pengamatan pengaruh polisakarida

Lebih terperinci

Jurnal Nukleus Peternakan (Juni 2014), Volume 1, No. 1: ISSN :

Jurnal Nukleus Peternakan (Juni 2014), Volume 1, No. 1: ISSN : PERSENTASE NIRA LONTAR (Borassus flabellifer L) DALAM PENGENCER TRIS - KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN CAIR KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 C (PALMYRA PALM WATER (Brasses flabelliform

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian rataan suhu dan kelembaban harian kandang berturut-turut 28,3 o C dan 91,3% yang masih dalam kisaran normal untuk hidup kelinci. Adapun suhu dan kelembaban

Lebih terperinci

Kualitas Semen Cair Domba Garut pada Penambahan Sukrosa dalam Pengencer Tris Kuning Telur

Kualitas Semen Cair Domba Garut pada Penambahan Sukrosa dalam Pengencer Tris Kuning Telur Kualitas Semen Cair Domba Garut pada Penambahan Sukrosa dalam Pengencer Tris Kuning Telur YULNAWATI 1 dan HERDIS 2 1 Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Jl. Raya Bogor km. 46, Cibinong, 16911 2 Badan Pengkajian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo Lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang memiliki bentuk tubuh memanjang, memiliki sungut dengan permukaan tubuh

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai April 2012 bertempat di Indira Farm Hamtaro and Rabbit House, Istana Kelinci, dan di Unit Rehabilitasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Texel di Indonesia telah mengalami perkawinan silang dengan domba lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan kemudian menghasilkan

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI

PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI (The Effect of Thawing Method on Frozen Bull Semen Quality) DAUD SAMSUDEWA dan A. SURYAWIJAYA Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.)

Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.) Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.) Budi Setyono, SPi dan Suswahyuningtyas Balai Benih Ikan Punten Batu email:

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN LAMA SIMPAN SEMEN SEGAR TERHADAP MOTILITAS DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE)

PENGARUH SUHU DAN LAMA SIMPAN SEMEN SEGAR TERHADAP MOTILITAS DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) PENGARUH SUHU DAN LAMA SIMPAN SEMEN SEGAR TERHADAP MOTILITAS DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) Enike Dwi Kusumawati, Henny Leondro, Aju Tjatur Nugroho Krisnaningsih, Trinil Susilawati,

Lebih terperinci

Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Ayam Dalam Pengencer Glukosa Kuning Telur Fosfat pada Penyimpanan 3-5 C

Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Ayam Dalam Pengencer Glukosa Kuning Telur Fosfat pada Penyimpanan 3-5 C Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Ayam Dalam Pengencer Glukosa Kuning Telur Fosfat pada Penyimpanan 3-5 C (MOTILITY AND VIABILITY SPERMATOZOA OF CHICKEN IN DILUENTGLUCOSE EGG YOLK PHOSPHAT IN STORAGE3-5

Lebih terperinci

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C Takdir Saili, Hamzah, Achmad Selamet Aku Email: takdir69@yahoo.com Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci