KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah

Transkripsi

1 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Semen Kambing Semen adalah sekresi kelamin jantan yang secara umum diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah ditampung dimaksudkan untuk mengetahui kadar pengenceran yang dibutuhkan serta untuk menentukan apakah semen tersebut layak atau tidak diproses lebih lanjut. Kualitas dan kuantitas semen dapat dilihat baik secara makroskopis (volume, warna, ph, konsistensi) dan mikroskopis (motilitas, persentase hidup, konsentrasi dan gerakan massa) (Salisbury dan Vandemark, 1985). Warna semen pada kambing yaitu putih dan krem jika konsentrasi spermatozoa tinggi. Kadang-kadang sering berwarna kuning, karena mengandung riboflavin yang disekresikan oleh kelenjar vesikula (Evans dan Maxwell, 1987). Warna merah biasanya akibat semen tercampur dengan darah akibat adanya perlakuan pada saluran reproduksi jantan (Herdis dan Rizal, 2008). Volume semen dapat diketahui dengan membaca skala yang terdapat pada tabung penampung. Volume semen kambing dipengaruhi oleh adanya perbedaan bangsa, umur, ukuran badan, nutrisi, frekuensi penampungan dan berbagai faktor lain (Evans dan Maxwell, 1987). Volume semen kambing PE berkisar 0,1-1,5 ml (Hafez, 2000) dan 0,5-1,5 ml (Evans dan Maxwell, 1987). Konsistensi atau derajat kekentalan dilihat dengan cara memiringkan tabung semen secara perlahan dan mengembalikan semen ke posisi semula sehingga dapat ditentukan apakah cairan semen tersebut encer, sedang atau kental. Semen sapi, domba dan kambing mempunyai konsistensi kental sedangkan semen

2 8 kuda dan babi cukup encer (Feradis, 2010). Tujuan pemeriksaan konsistensi pada semen adalah untuk menaksir konsentrasi spermatozoa dengan indera mata (Toelihere, 1993). Konsentrasi spermatozoa adalah jumlah sperma yang terkandung dalam setiap mililiter semen. Penilaian konsentrasi spermatozoa sangat penting, karena dipakai sebagai kriteria penentu kualitas semen dan menentukan tingkat pengencerannya. Konsentrasi spermatozoa semen segar kambing berkisar juta sel/ml (Cole dan Cupps, 1997) dan juta sel/ml (Evans dan Maxwell, 1987). Derajat keasaman atau ph semen diukur dengan ph meter atau kertas lakmus. Nilai ph semen kambing yang normal adalah sekitar 7,0 (Partodihardjo, 1982). ph semen dipengaruhi oleh konsentrasi spermatozoa yang terkandung didalamnya. Semakin tinggi konsentrasi spermatozoa, semakin rendah ph semen. Hal ini disebabkan oleh spermatozoa dalam jumlah banyak akan menghasilkan asam laktat dalam jumlah banyak pula sehingga semen semakin asam atau ph semakin rendah (Herdis dan Rizal, 2008). Motilitas adalah spermatozoa yang bergerak progresif (bergerak ke depan), tidak termasuk spermatozoa yang hanya bergerak ditempat, berputar-putar, dan maju-mundur. Motilitas dijadikan patokan atau cara yang paling sederhana dalam menilaian semen untuk inseminasi buatan karena motilitas merupakan indikator awal untuk mengetahui fertilitas sperma (pejantan) yang dapat diketahui secara in vitro (Toelihere, 1993). Gerakan massa merupakan cerminan dari motilitas spermatozoa. Semen yang layak dibekukan yaitu memiliki gerakan massa minimal (++) karena

3 9 gelombang massa bergerak cepat dan tebal yang diakibatkan oleh pergerakan individu yang cepat dan bergerak lurus kedepan (Tambing, 1999) Kriopreservasi Semen Teknik kriopreservasi semen merupakan teknik penyimpanan semen yang dilakukan pada suhu yang sangat rendah (-196 C) dalam nitrogen cair. Tujuan kriopreservasi semen yaitu untuk memperpanjang daya hidup sperma dan mendukung program teknologi inseminasi buatan (Gazali dan Tambing, 2001). Proses kriopreservasi pada semen menggunakan krioprotektan atau zat kimia non elektrolit yang dapat mereduksi kerusakan maupun kematian spermatozoa pada saat pembekuan. Tahapan pembekuan pada semen meliputi pengenceran semen, filling dan sealing, ekuilibrasi, proses pembekuan, penyimpanan semen, thawing dan evaluasi semen setelah pembekuan (Feradis, 2010) Evaluasi Semen Hasil Kriopreservasi Evaluasi semen hasil kriopreservasi diantaranya adalah daya hidup sperma dan tudung akrosom utuh spermatozoa. Evaluasi ini perlu dilakukan untuk menentukan kualitas semen tersebut layak atau tidaknya digunakan dalam proses inseminasi buatan Daya Hidup Spermatozoa Daya hidup sperma adalah kemampuan sperma untuk bertahan hidup selama penyimpanan yang diperlihatkan melalui presentase motilitas spermatozoa. Persentase motilitas merupakan gambaran dari aktifitas spermatozoa yang bergerak progresif dan berkorelasi sangat erat dengan fertilitas. Daya gerak progresif sperma digunakan sebagai ukuran kesanggupan sperma dalam membuahi sel telur (Toelihere, 1985). Daya tahan hidup sperma dapat diukur

4 10 dengan lamanya penurunan motilitas spermatozoa yang bergerak progresif sampai tidak adanya pergerakan lagi. Daya tahan hidup sperma dipengaruhi oleh suhu penyimpanan (Mann, 1964). Menurut Toelihere (1985) bahwa metabolisme spermatozoa berbeda-beda menurut suhu penyimpanan. Hal ini disebabkan karena adanya aktivitas spermatozoa yang meningkat seiring dengan peningkatan suhu lingkungan. Spermatozoa dapat bertahan hidup lebih lama pada suhu 3-5 c (Toelihere, 1979). Daya hidup semen cair kambing PE yang disimpan pada suhu 5 c pada pengencer sitrat dapat bertahan selama 2,67±0,58 hari (Siregar dan Hamdan, 2002). Sedangkan daya hidup semen beku kambing Boer yang telah di thawing dapat bertahan selama 10 jam (Gustari, 2003). Daya hidup spermatozoa setelah di thawing lebih rendah dari daya hidup semen cair karena pada saat pembekuan terjadiya coldshock, pembentukan kristal- kristal es dan perioksidasi lipid yang dapat menyebabkan kematian pada sel spermaozoa. Menurut Gazali dan Tambing (2001) peroksida lipid berperan utama dalam proses penuaan, memperpendek daya hidup spermatozoa, menginduksi perubahan struktur terutama pada daerah akrosom dan penurunan motilitas secara cepat. Faktor lain yang menyebabkan penurunan daya hidup setelah thawing yang diperlihatkan dengan presentase motilitas semakin rendah terjadi karena selama pembekuan sperma mengalami perubahan drastis dalam lingkungan intraseluler dan ekstraseluler karena pendinginan, pembekuan, penyimpanan dalam nitrogen cair, dan pencairan. Efek kimia dan fisik proses ini dapat menyebabkan gangguan bagi membran plasma sehingga terjadi perubahan fungsi normal spermatozoa. Gangguan pada membran plasma sel akan memberikan

5 11 dampak negatif terhadap motilitas dan daya hidup spermatozoa (Ball dan Anhony, 2001) Daya hidup dan motilitas spermatozoa sangat bergantung pada suplai energi berupa adenosine triphosphate (ATP) hasil metabolisme. Hal ini sangat tergantung kepada substrat sumber energi yang sekaligus berfungsi sebagai krioprotektan ekstraseluler dalam pengencer berupa laktosa. Sebagai substrat sumber energi, laktosa dimetabolisis melalui jalur glikolisis atau dilanjutkan dengan reaksi asam trikarboksilat dalam siklus Krebs, sehingga dihasilkan energi berupa ATP yang akan dimanfaatkan oleh spermatozoa dalam pergerakan (motilitas) dan untuk mempertahankan daya hidupnya (Liu dan Baker, 1992) Tudung Akrosom Utuh Tudung akrosom utuh (TAU) merupakan suatu selubung yang terdapat pada bagian kepala spermatozoa yang berfungsi untuk melindungi keluarnya materi genetik dan enzim enzim dari bagian kepala spermatozoa. Akrosom spermatozoa memiliki dua lapisan yaitu lapisan luar (outer acrosomal membrane) dan lapisan dalam (inner acrosomal membran). Diantara kedua lapisan tersebut diisi dengan acrosomal matrix yang mengandung enzim hidrolitik seperti hyalurodinase, acrosin dan CPE (Corona Penetrating Enzyme). Enzim enzim tersebut mempunyai peranan penting untuk melisiskan zona pelucida pada saat fertilisasi dengan merusak lapisan pembungkus sel telur melalui reaksi akrosom (Garner dan Hafez, 2000). Uji yang dilakukan untuk melihat keutuhan tudung akrosom adalah uji formalin 1% (Tambing, dkk. 2000). Spermatozoa dengan tudung akrosom utuh ditandai dengan tudung atau penutup bagian ujung kepala spermatozoa berwarna hitam karena enzim-enzim (protein) yang ada akan mengalami aglutinasi.

6 12 Sedangkan spermatozoa dengan tudung akrosom tidak utuh ditandai dengan tudung spermatozoa berwarna putih. Hal ini menandakan bahwa terjadi kerusakan pada tudung akrosom. Tingkat kerusakan akrosom pada kambing PE mencapai 20-22% (Tambing, 1999 ; Werdhany, 1999 dalam Setiadi, dkk. 2000). Keutuhan tudung akrosom pada semen segar yang kurang dari 60% dikategorikan sebagi semen yang infertil sedangkan setelah thawing minimal presentase TAU sebesar 30% (Rizal, 2002). Pada saat pembekuan, terjadi penurunan keutuhan tudung akrosom semen segar (78,07%) hingga setelah thawing (47,54%) disebabkan karena spermatozoa mudah mengalami perubahan mekanis (Tambing, dkk. 2000). Menurut Afiati, dkk. (2004) kristal-kristal es akibat dehidrasi sel yang berlebihan dalam proses pembekuan semen merupakan faktor utama yang menyebabkan kerusakan tudung akrosom spermatozoa secara mekanis, dan saat pembekuan terjadinya perioksidasi lipid yang dapat merusak pelindung atau pembungkus nukleus dari bagian anterior spermatozoa. Selain itu kerusakan tudung akrosom dipengaruhi oleh kondisi lingkungan semen, antara lain dengan adanya penurunan ph semen yang diakibatkan oleh peningkatan jumlah asam laktat. Menurut Salisbury dan Vandemark (1985) penurunan ph semen akan meningkatkan jumlah ion hidrogen dalam cairan semi gelatinous sehingga akan meningkatkan tekanan osmotik. Peningkatan ini akan menurunkan permeabilitas membran spermatozoa sehingga akan menyebabkan plasmolisis sel spermatozoa. Plasmolisis sel ini akan menyebabkan peluruhan tudung akrosom. Penambahan krioptotektan seperti gliserol mampu mengurangi kerusakan tudung akrosom spermatozoa selama proses pembekuan. Penambahan gliserol 6% memberikan presentase TAU post thawing sebesar (47,54%) lebih tinggi dibandingkan penambahan gliserol 5% (37%) dan 7% (37,14%) (Tambing, dkk.

7 ). Penambahan gliserol yang optimal, akan memberikan perlindungan yang efektif pada spermatozoa Gliserol Sebagai Krioprotektan Gliserol (C 3 H 8 O 3 ) merupakan salah satu jenis krioprotektan yang sering digunakan pada mamalia pada proses kriopreservasi semen. Gliserol merupakan komponen utama lipida yang mengandung tiga atom karbon (C) dan tiga gugus OH. Gliserol mempunyai sifat yang larut dalam lemak, sehingga dapat langsung masuk ke dalam sel menembus membran plasma (Supriatna dan Pasaribu, 1992). Penambahan gliserol pada pengencer Sitrat-kuning telur dapat melindungi sperma dari efek mematikan selama proses pembekuan karena gliserol dapat masuk ke dalam sel spermatozoa untuk mengikat sebagian air bebas, sehingga kristal-kristal es yang terbentuk pada medium pengencer saat pembekuan dapat dicegah (Azizah dan Arifiantini, 2009). Gliserol yang masuk dalam sel spermatozoa dapat dimetabolisir menghasilkan energi dan membentuk fruktosa. Fruktosa yang cukup akan menghasilkan energi berupa ATP (adenosin trifosfat) yang mengandung fosfat anorganik kaya energi yang akan digunakan untuk menghasilkan gerak spematozoa (Tambing, dkk. 2000). Selain itu, gliserol dapat mempertahankan integritas membran plasma spermatozoa dengan mengikat gugus pusat fosfolipid, dan menurunkan ketidakstabilan serta berinteraksi dengan membran untuk mengikat protein dan glikoprotein sehingga menyebabkan partikel-partikel intra membran terkumpul (Parks dan Graham, 1992). Fungsi gliserol adalah menjaga keseimbangan elektrolit intra dan ekstra seluler sehingga proses biokimia yang terjadi di dalam sel spermatozoa tetap berlangsung dan mengurangi kematian sel spermatozoa yang berlebihan (Tambing, dkk. 2000). Salah satu pengaruh yang merugikan adalah coldshock

8 14 dimana efeknya adalah kematian spermatozoa yang terjadi setelah spermatozoa di thawing, akibat tingginya daya konstraksi selubung lipoprotein dinding sel. Dengan adanya gliserol dalam pengencer maka efek dari coldshock tersebut dapat diminimalisir sehingga kematian spermatozoa dapat dicegah. Gliserol memiliki peranan lain yaitu mencegah terjadinya dehidrasi karena memiliki daya pengikat air yang kuat (Toelihere, 1993). Hal ini akan mempengaruhi tekanan uap sehingga titik beku medium menurun, akibatnya sel spermatozoa akan memperoleh kesempatan lebih lama untuk mengeluarkan air. Gliserol akan memberikan perlindungan yang efektif terhadap spermatozoa bila konsentrasi di dalam pengencer optimal. Konsentrasi gliserol yang tidak optimal akan menimbulkan penurunan kualitas spermatozoa (Tambing, dkk. 2000). Kosentrasi gliserol yang digunakan berbeda tergantung spesies hewan serta pengencer yang digunakan. Pada pengencer Tris kuning telur kosentrasi gliserol yang baik digunakan adalah 6-7% (Arifiantini dan Yusuf, 2004). Menurut Colas (1975) dosis gliserol yang optimum adalah 4% berbeda dengan hasil penelitian Tambing, dkk. (2000) penambahan gliserol 6% dalam pengencer tris lebih efektif mempertahankan motilitas (52,60%), presentase hidup (65,03%) dan TAU (47,54%) sperma kambing PE setelah Thawing dibandingkan dengan konsentrasi 5% dan 7%. Sedangkan Evan dan Maxwell (1987) menyatakan bahwa kadar gliserol dalam pengencer tris yang umum digunakan pada kambing adalah 5-8%. Konsenrasi gliserol yang berlebih akan menimbulkan efek toksik pada spermatozoa. Efek toksisitas gliserol akan menyebabkan struktur membran plasma termodifikasi, menghambat metabolisme energi (Mclaughlin, dkk. 1992), mengurangi kapasitas fertilitasnya (Molinia, dkk. 1994) dan menyebabkan kematian pada spermatozoa (Toelihere, 1993).