KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2011

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, 7 Februari 2013 Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat & Banten) ttd

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Kajian Ekonomi Regional Banten

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

ii Triwulan I 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

Triwulan IV iii

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Kajian Ekonomi Regional Banten

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

KAJIAN. Triwulan II Kantor Bank Indonesia

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN JAWA TIMUR TRIWULAN III INDONESIA SURABAYA

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2011

KAJIAN EKONOMI REGIO ONAL JAWA TIMUR TRIWULAN II KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IV

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Transkripsi:

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-211 v

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan II-211 ini akhirnya dapat diselesaikan. Dalam kajian ini kami informasikan bahwa perekonomian Jawa Barat pada triwulan II-211 berada dalam kondisi yang cukup baik. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-211 mencapai 5,9% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,%. Dari sisi permintaan, peningkatan konsumsi dan investasi mendorong pertumbuhan berada pada level yang tinggi. Sementara itu, dari sisi penawaran, kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat. Di sisi harga, laju inflasi Jawa Barat masih berada pada tren penurunan seiring dengan membaiknya pasokan bahan pangan, menguatnya nilai tukar rupiah, serta respon sisi sektoral yang masih baik. Peran perbankan terhadap perekonomian Jawa Barat menunjukkan peningkatan ke arah yang diharapkan dan juga disertai dengan kondisi ketahanan perbankan di Jawa Barat yang cukup baik. Dari sisi keuangan daerah, pemerintah memperoleh peningkatan penerimaan pajak dibandingkan periode lalu sementara proyek-proyek pembangunan infrastruktur diupayakan agar terealisi dengan cepat. Di sisi ketenagakerjaan, tingginya pertumbuhan ekonomi mampu menurunkan tingkat pengangguran terbuka. Sementara itu dari sisi kesejahteraan, kondisi masyarakat Jawa Barat juga diperkirakan mengalami peningkatan. Uraian di atas merupakan hasil analisa kami terhadap berbagai data dan informasi, yang selain berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Bandung, juga kami peroleh dari berbagai pihak, seperti Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dinas-dinas terkait, Badan Pusat Statistik Jawa Barat, BULOG Divre III Jawa Barat, Kementerian Keuangan c.q. DJP Jawa Barat I, Kepolisian Daerah Jawa Barat, PT. Angkasa Pura II, PT. Jasa Marga, PT. PLN Distribusi Jabar dan Banten serta PT. Kereta Api, dan PT. Pelindo. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam kesempatan ini, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak tersebut yang telah membantu penyusunan buku ini. Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini. Kiranya kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang. Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-nya dan melindungi setiap langkah kita. Bandung, 9 Agustus 211 vi Lucky Fathul A.H. Pemimpin

DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Tabel Indikator Ekonomi Jawa Barat... v vii ix x xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 3 BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL... 5 1. Sisi Permintaan... 8 1.1. Konsumsi... 8 1.2. Investasi... 1 1.3. Ekspor Impor... 13 2. Sisi Penawaran...... 15 2.1. Sektor Pertanian... 15 2.2. Sektor Industri Pengolahan... 17 2.3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran... 2 2.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi... 21 2.5. Sektor Bangunan/Konstruksi... 22 2.6. Sektor Lainnya... 23 BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH... 25 1. Perkembangan Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa... 27 Inflasi Bulanan... 27 Inflasi Triwulanan... 28 Inflasi Tahunan...... 29 2. Perkembangan Inflasi Menurut Kota... 29 Kota Bandung... 3 Boks 1. Transaksi Perdagangan Bahan Pangan Di Kota Bandung... 31 Kota Bekasi... 32 Boks 2. Transaksi Perdagangan Bahan Pangan Di Kota Bekasi... 33 Kota Depok...... 34 Boks 3. Transaksi Perdagangan Komoditas Bahan Makanan Di Kota Depok... 35 Kota Bogor...... 35 Kota Cirebon...... 36 Kota Sukabumi...... 37 Boks 4. Pengukuhan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPI D) Kota Sukabumi... 38 Kota Tasikmalaya...... 39 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi...... 4 2.1. Fundamental... 4 Eksternal... 4 Ekspektasi Inflasi...... 41 Interaksi Permintaan dan Penawaran... 41 2.2. Non Fundamental... 42 Volatile Foods... 42 Boks 5. Upaya Antisipasi Dampak Ketidakpastian Iklim Terhadap Pola Tanam... 43 Administered price... 44 Boks 6. Ketersediaan Stok BBM Di Jamin Oleh Pemerintah... 44 BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH... 47 1. Struktur Perbankan di Jawa Barat... 49 2. Bank Umum Konvensional... 49 2.1. Pendanaan dan Risiko Likuiditas... 49 Perkembangan Dana Pihak Ketiga... 49 2.2. Perkembangan Kredit dan Risikonya... 5 Perkembangan Kredit... 5 vii

Intermediasi Perbankan... 53 Risiko Kredit... 53 3. Bank Umum Syariah... 54 4. Bank Perkreditan Rakyat... 55 Boks 7. BI Bandung Canangkan Gerakan Akselerasi Perbankan Syariah... 56 BAB 4 KEUANGAN DAERAH...... 57 1. Penerimaan Pemerintah Pusat di Jawa Barat... 59 2. Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja (APBD) Pemerintah Provinsi Jawa Barat... 6 Dana Perimbangan... 61 3. Perkembangan Proyek Infrastruktur Di Jawa barat... 62 Jalur Lintas Nagreg... 62 Boks 8. Pembangunan Infrastruktur Di Jawa Barat Bagian Selatan... 63 BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN... 67 1. Pengedaran Uang Kartal... 69 1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow)... 69 1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar... 7 1.3. Uang Palsu... 71 2. Sistem Pembayaran Non Tunai... 71 2.1 Kliring Lokal... 72 2.2 Real Time Gross Settlement (RTGS)... 72 BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH... 71 1. Ketenagakerjaan... 73 2. Kesejahteraan... 75 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH... 77 1. Prospek Ekonomi Makro... 8 2. Prakiraan Inflasi... 81 Boks 9. Leading Indikator Inflasi (LII) Jawa Barat... 82 LAMPIRAN... 83 DAFTAR ISTILAH... 89 viii

DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat dari Sisi Permintaan (yoy)... 9 Tabel 1.2. Proyek Infrastruktur di Jawa Barat... 14 Tabel 1.3. Pertumbuhan Nilai Ekspor Berdasarkan Benua Asal Pembeli... 16 Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat-Sisi Penawaran...... 17 Tabel 1.5. Indikator Perhotelan di Jawa Barat... 22 Tabel 1.6. Jumlah Kendaraan yang Melintasi 12 Gerbang Tol di Jawa Barat... 23 Tabel 1.7. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa Barat... 23 Tabel 1.8. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (juta kwh)... 24 Tabel 2.1. Inflasi Triwulanan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)... 3 Tabel 2.2. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)... 31 Tabel 2.3. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota & Kelompok Barang dan Jasa Triwulan I- 211 (yoy, %)... 32 Tabel 2.4. Inflasi Tahunan Kota Bandung Menurut Kelompok Barang dan Jasa... 33 Tabel 2.5. Inflasi Tahunan Kota Bekasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa... 34 Tabel 2.6. Inflasi Tahunan Kota Depok Menurut Kelompok Barang dan Jasa... 35 Tabel 2.7. Inflasi Tahunan Kota Bogor Menurut Kelompok Barang dan Jasa... 36 Tabel 2.8. Inflasi Tahunan Kota Cirebon Menurut Kelompok Barang dan Jasa... 36 Tabel 2.9. Inflasi Tahunan Kota Sukabumi Menurut Kelompok Barang dan Jasa... 36 Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Kota Tasikmalaya Menurut Kelompok Barang dan Jasa... 37 Tabel 2.11. Inflasi Tahunan Menurut Sumber Penyebab (yoy, %)... 38 Tabel 2.12. Kapasitas Produksi Terpasang Industri Pengolahan (%)... 4 Tabel 2.13. Peraturan Menteri Keuangan tentang Perolehan Cukai Hasil Tembakau... 42 Tabel 3.1. Perkembangan Kredit per Kota/Kab di Jawa Barat... 51 Tabel 3.2. Perkembangan Jumlah Kantor BPR Jawa Barat... 54 Tabel 3.3. Perkembangan Indikator Kinerja BPR Jawa Barat... 54 Tabel 4.1. Perkembangan Penerimaan Pajak Penerimaan Pusat... 59 Tabel 4.2. Plafon dan Realisasi APBD Provinsi Jawa Barat 21 211 (dlm Miliar Rp)... 6 Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan dan Dana Perimbangan Provinsi Jawa Barat... 6 Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui KBI Bandung.... 66 Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal di Jawa Barat... 69 Tabel 6.1. Penduduk Bekerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama... 74 Tabel 6.2. Nilai Tukar Petani Per Sub Sektor di Jawa Barat (27=1)... 75 Tabel 6.3. Target IPM Jawa Barat tahun 211... 76 ix

DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat (yoy)... 9 Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen... 1 Grafik 1.3. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini... 1 Grafik 1.4. Komponen Indeks Ekspektasi... 1 Grafik 1.5. Indeks Penjualan Eceran...... 1 Grafik 1.6. Indeks Penjualan Makanan dan Minuman... 11 Grafik 1.7. Konsumsi Listrik Rumah Tangga... 11 Grafik 1.8. Kredit Konsumsi... 11 Grafik 1.9. Impor Barang Konsumsi... 11 Grafik 1.1. Nilai Tukar Petani... 11 Grafik 1.11. Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Nilai Proyek... 12 Grafik 1.12. Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Jumlah Proyek... 12 Grafik 1.13. Distribusi Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota... 12 Grafik 1.14. Indeks Penjualan Bahan Konstruksi... 13 Grafik 1.15. Penjualan Semen di Jawa Barat... 13 Grafik 1.16. Impor Barang Modal... 13 Grafik 1.17. Nilai Ekspor Jawa Barat... 14 Grafik 1.18. Volume Ekspor Jawa Barat... 14 Grafik 1.19. Pangsa Nilai Produk Ekspor Jawa Barat... 15 Grafik 1.2. Nilai dan Volume Ekspor TPT... 15 Grafik 1.21. Nilai dan Volume Ekspor Alat Telekomunikasi... 15 Grafik 1.22. Nilai dan Volume Ekspor Mesin Elektrik... 16 Grafik 1.23. Nilai dan Volume Ekspor Kendaraan... 16 Grafik 1.24. Nilai Ekspor Jawa Barat Berdasarkan Benua Pembeli...... 16 Grafik 1.25. Volume Ekspor Jawa Barat... 17 Grafik 1.26. Nilai Impor Jawa Barat... 17 Grafik 1.27. Produksi Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat... 18 Grafik 1.28. Luas Panen Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat... 18 Grafik 1.29. Luas Panen Padi Menurut Subround di Jawa Barat... 18 Grafik 1.3. Indeks Penjualan Pakaian dan Perlengkapannya... 19 Grafik 1.31. Nilai Ekspor TPT... 19 Grafik 1.32. Volume Ekspor TPT... 19 Grafik 1.33. Produksi Mobil Nasional... 19 Grafik 1.34. Penjualan Motor Nasional...... 2 Grafik 1.35. Penjualan Mobil Nasional...... 2 Grafik 1.36. Nilai Ekspor Kendaraan...... 2 Grafik 1.37. Volume Ekspor Kendaraan... 2 Grafik 1.38. Indeks Penjualan Makanan dan Minuman...... 21 Grafik 1.39. Indeks Penjualan Perlengkapan Rumah Tangga......... 21 Grafik 1.4. Arus Bongkar Muat Pelabuhan Cirebon... 21 Grafik 1.41. Perkembangan Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat... 22 Grafik 1.42. Asal Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat... 22 Grafik 1.43. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara... 23 Grafik 1.44. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Konstruksi... 24 Grafik 1.45. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih... 24 Grafik 1.46. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Jasa-jasa... 25 x Grafik 2.1. Inflasi Bulanan (mtm) Jawa Barat dan Nasional... 27 Grafik 2.2. Inflasi Bulanan menurut Kelompok Barang & Jasa... 27 Grafik 2.3. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional... 28 Grafik 2.4. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional... 28 Grafik 2.5. Inflasi Tahunan Jawa Barat menurut Kota... 29 Grafik 2.6. Inflasi Tahunan Kota Bandung... 31

Grafik 2.7. Inflasi Tahunan Kota Bekasi... 32 Grafik 2.8. Inflasi Tahunan Kota Depok... 33 Grafik 2.9. Inflasi Tahunan Kota Bogor... 34 Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Kota Cirebon... 35 Grafik 2.11. Inflasi Tahunan Kota Sukabumi... 36 Grafik 2.12. Inflasi Tahunan Kota Tasikmalaya... 37 Grafik 2.13. Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia di Pasar Internasional... 38 Grafik 2.14. Perkembangan Kurs Rupiah... 39 Grafik 2.15. Ekspektasi Konsumen Terhadap Barang dan Jasa di Kota Bandung... 4 Grafik 2.16. Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Barang dan Jasa di Kota Bandung... 4 Grafik 2.17. Produksi Padi di Jawa Barat... 41 Grafik 2.18. Peta Jalur Distribusi Cabai Nasional... 41 Grafik 3.1. Perkembangan Aset Perbankan di Jawa Barat... 53 Grafik 3.2. Porsi DPK per Jenis... 53 Grafik 3.3. Perkembangan DPK per Jenis di Jawa Barat... 53 Grafik 3.4. Porsi DPK per Kelompok Bank di Jawa Barat... 54 Grafik 3.5. Perkembangan DPK berdasarkan Kelompok Bank di Jawa Barat... 54 Grafik 3.6. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah... 54 Grafik 3.7. Porsi DPK per Jenis Valuta... 54 Grafik 3.8. Perkembangan DPK per Jenis Valuta... 54 Grafik 3.9. Perkembangan Risiko Likuiditas...... 55 Grafik 3.1. Porsi Kredit Per Jenis Penggunaan... 55 Grafik 3.11. Perkembangan Kredit Per Jenis Penggunaan... 55 Grafik 3.12. Porsi Kredit Per Sektor Ekonomi... 56 Grafik 3.13. Perkembangan Kredit Per Sektor Ekonomi... 56 Grafik 3.14. Porsi Kredit Per Kelompok Bank... 56 Grafik 3.15. Perkembangan Kredit Per Kelompok Bank... 56 Grafik 3.16. Perkembangan Kredit UMKM di Jawa Barat... 57 Grafik 3.17. Porsi Kredit UMKM per Skala Usaha di Jawa Barat... 57 Grafik 3.18. Perkembangan NPL... 58 Grafik 3.19. Perkembangan FDR Perbankan Syariah di Jawa Barat... Grafik 3.2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah di Jawa Barat... 58 Grafik 3.21. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah di Jawa Barat... 58 Grafik 3.22. Perkembangan NPF Perbankan Syariah di Jawa Barat... 59 Grafik 3.23. Perkembangan Aset BPR Jawa Barat... 59 Grafik 3.24. Perkembangan DPK dan Kredit BPR di Jawa Barat... 59 Grafik 3.25. Perkembangan BOPO BPR di Jawa Barat... 6 Grafik 4.1. Penerimaan Pajak PPh Pasal 21 Non Migas... 59 Grafik 4.2. Transfer Pemerintah Pusat ke Daerah Melalui Dana Perimbangan... 61 Grafik 4.3. Rasio Transfer Pemerintah Pusat terhadap Pendapatan Daerah... 61 Grafik 4.4. Jalur Lintas Nagrek... 62 Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Jawa Barat... 72 Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung... 73 Grafik 5.3. Proposi Outflow Berdasarkan Bilyet Pecahan Uang... 74 Grafik 5.4. Proporsi PTTB Berdasarkan Bilyet Pecahan Uang... 74 Grafik 5.5. Perkembangan Transaksi BI-RTGS di Jawa Barat... 76 Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja... 73 Grafik 6.2. Ketenagakerjaan di Jawa Barat... 73 Grafik 6.3. SBT Indikator Jumlah Tenaga Kerja... 74 Grafik 6.4. Indeks Penghasilan... 75 Grafik 7.1. Indeks Keyakinan Konsumen... 8 Grafik 7.2. Impor Barang Modal... 8 Grafik 7.3. Leading Indikator Inflasi Jawa Barat... 81 xi

TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA BARAT I. MAKRO INDIKATOR 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II PDRB - harga konstan (Rp Miliar) 77.393 8.239 82.63 81.63 82.71 84.97 - Pertanian 1.698 1.532 11.6 9.31 1.11 1.4 - Pertambangan & Penggalian 1.842 524 54 1.83 1.78 1.78 - Industri Pengolahan 32.628 34.182 34.24 34.2 34.4 35.3 - Listrik. Gas. dan Air Bersih 1.784 1.513 1.51 1.83 1.87 1.92 - Bangunan 2.722 2.866 2.98 3.23 3.13 3.35 - Perdagangan. Hotel. dan 16.788 17.313 17.82 18.16 18.21 19.12 Restoran - Pengangkutan dan Komunikasi 3.399 3.695 4. 4.26 4.32 4.49 - Keuangan. Persewaan. dan Jasa 2.449 2.592 2.73 2.8 2.84 2.87 - Jasa 5.79 5.32 5.5 6. 6.5 6.1 Pertumbuhan PDRB (yoy %) 5,6 8,5 5,8 4,5 7, 5,9 Ekspor-Impor 3.254,85 3.331,82 2.948,87 3.129,43 2.91,37 2928 Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) 5.213 5.82 5.952 6.274 5.97 6.243 Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) 1.694 1.961 1.994 2.64 1.64 1.648 Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) 1.958,15 2.47,18 3.3,13 3.144,57 3.59,63 3.315 Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 339,65 373,33 43,44 434,38 419,25 445,3 Indeks Harga Konsumen* 116,94 118,68 121,74 123,5 124,17 124,21 - Kota Bandung 116,5 116,6 119,18 12,29 12,6 12,93 - Kota Bekasi 116,33 118,75 122,14 123,93 125,1 124,64 - Kota Bogor 119,81 121,53 124,86 126,29 126,92 124,92 - Kota Sukabumi 119,3 12,24 123,8 124,73 125,13 125,81 - Kota Cirebon 122,44 123,97 128,33 13,18 129,77 129,86 - Kota Tasikmalaya 121,47 122,47 124,68 126,53 127,51 127,83 - Kota Depok 116,26 118,85 121,85 124,59 125,27 125,5 Laju Inflasi Tahunan (yoy %)*) 2,99 4,68 5,41 6,62 6,18 4,66 - Kota Bandung 2,86 3,5 4,8 4,53 3,92 3,71 - Kota Bekasi 3,2 5,62 6,76 7,88 7,54 4,96 - Kota Bogor 2,47 4,23 5,28 6,57 5,93 5,26 - Kota Sukabumi 2,41 3,9 4,83 5,43 5,12 4,63 - Kota Cirebon 3,54 4,79 5,84 6,7 5,99 4,75 - Kota Tasikmalaya 4,74 4,47 5,21 5,56 4,97 4,38 - Kota Depok 2,96 5,47 5,56 7,97 7,75 5,22 Keterangan: *) Data IHK menggunakan Tahun Dasar 27 xiii

II. PERBANKAN No. Indikator 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II A Bank Umum Konvensional 1 Total Aset 187,8 197,78 21,61 21,85 239,15 253,54 2 DPK 146,76 158,91 163,23 178,5 178,3 188,94 - Giro 27,7 32,99 31,71 31,54 34,23 35,3 - Tabungan 58,26 63,22 66,81 74,21 72,15 75,98 - Deposito 6,8 62,69 64,72 72,31 71,66 77,93 3 Kredit berdasarkan lokasi proyek 18,28 193,3 27,34 21,84 224,66 24,12 - Investasi 27,51 28,23 3,19 32,25 33,32 17,49 - Modal Kerja 8,59 81,87 92,29 94,95 98,74 35, - Konsumsi 77,1 79,45 84,85 83,64 92,59 97,64 4 Kredit berdasarkan lokasi kantor cabang 111,45 118,71 123,54 13,97 135,93 144,8 - Investasi 12,15 13,38 13,21 14,51 15,3 16,45 - Modal Kerja 49,5 52,33 55,93 6,62 61,88 65,65 - Konsumsi 49,8 53, 54,4 55,83 58,74 62,7 5 LDR 75,94 74,7 75,68 73,56 74,69 76,64 6 Rasio NPL Gross 3,42 3,35 3,51 3,5 3,3 3, 7 Kredit MKM * 38,93 42,72 3,49 29,86 41,65 46,57 B Bank Umum Syariah 1 DPK 5,29 6,84 7,87 9,35 9,13 9,51 2 Pembiayaan berdasarkan lokasi kantor cabang 4,7 5,85 6,74 7,81 8,5 8,74 3 FDR 13,19 117,3 116,65 119,76 93,11 91,89 C BPR Konvensional 1 Aset 7,35 7,63 8,4 8,48 8,73 8,97 2 DPK 5,38 5,56 5,78 6,6 6,27 6,34 - Tabungan 1,27 1,25 1,26 1,39 1,47 1,46 - Deposito 4,11 4,31 4,53 4,67 4,8 4,88 3 Kredit berdasarkan lokasi kantor cabang 5,1 5,36 5,65 5,86 6,24 6,67 Keterangan: *) Konsep kredit MKM pada tahun 29 adalah berdasarkan plafon kredit sedangkan 21 menurut jenis usahanya **) Data Laporan Bank Umum per Maret 211 III. SISTEM PEMBAYARAN Indikator 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Transaksi Tunai Posisi Kas gabungan (Rp Triliun) 5.49 3.67 6.5 3.6 8.51 6.97 Inflow (Rp Triliun) 6.72 5 8.22 5.97 7.39 8.98 Outflow (Rp Triliun).8 2.18 5.9 3.14 1.37 3.74 Transaksi Non Tunai BI-RTGS Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 151.19 169.98 188.69 22.65 148.74 171.5 Volume Transaksi BI-RTGS 252,6 274,959 291,564 38,14 286,393 197,226 Rata-rata Harian Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 2.48 2.74 3.4 3.7 2.32 2.77 Rata-rata Harian Volume Transaksi BI-RTGS 4,131 4,435 4,73 9,119 4,475 3,181 Kliring Nominal Perputaran Kliring (Rp Triliun) 31.1 32.1 33.8 33.8 34.9 35.6 Volume Perputaran Kliring 1,428,796 1,468,878 1,475,93 1,328,22 1,421,771 1,478,64 Rata-rata Harian Nominal Transaksi Kliring (Rp Triliun).51.52.55.51.55.57 Rata-rata Harian Volume Transaksi Kliring 23,423 23,692 23,85 2,124 22,215 23,84 xiv

RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF 1

2 RINGKASAN EKSEKUTIF

RINGKASAN EKSEKUTIF Perekonomian Jawa Barat tumbuh melambat Dari sisi permintaan, pertumbuhan didorong oleh konsumsi rumah tangga dan investasi Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi didorong peningkatan kinerja sektor PHR Laju inflasi tahunan Jawa Barat masih berada pada tren menurun yang berasal dari faktor nonfundamental Peran perbankan terhadap perekonomian Jawa Barat menunjukkan peningkatan Penerimaan pajak di Provinsi Jawa Barat lebih tinggi dari perkiraan Pemerintah menciptakan strategi untuk percepatan pembangunan PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO Perekonomian Jawa Barat pada triwulan II-211 mengalami pertumbuhan sebesar 5,9% (yoy), atau melambat apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,%. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi didorong oleh peningkatan pertumbuhan konsumsi masyarakat dan investasi. Sementara itu perlambatan pada konsumsi pemerintah dan ekspor netto menahan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-211. Dari sisi penawaran, dari tiga sektor dominan hanya sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) yang mengalami peningkatan pertumbuhan. Sementara itu, sektor industri pengolahan mengalami perlambatan dan menekan laju pertumbuhan ekonomi. Sedangkan kinerja sektor pertanian masih tumbuh negatif meskipun sudah mengalami perbaikan dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya. PERKEMBANGAN INFLASI Selama periode laporan, laju inflasi Jawa Barat mengalami penurunan, yakni dari 6,18% menjadi 4,66%. Turunnya laju inflasi Jawa Barat semata-mata berasal dari faktor nonfundamental, yakni penurunan harga bahan makanan, seperti cabe-cabean dan bawang merah. Sementara, pada periode laporan tidak terdapat kebijakan pemerintah dalam penetapan harga produk barang/jasa strategis (administered price) yang berdampak signifikan terhadap laju inflasi. Di sisi lain, laju inflasi dari faktor fundamental sedikit meningkat terutama disebabkan oleh memburuknya ekspektasi masyarakat terhadap harga. Dari sisi interaksi permintaan-penawaran, secara sektoral industri di Jawa Barat masih dapat merespon kenaikan permintaan pada periode laporan. PERKEMBANGAN PERBANKAN Intermediasi perbankan cenderung membaik sebagaimana diindikasikan oleh Loan-to-Deposit Ratio (LDR) yang naik dari 74,7% (yoy) pada triwulan I-211 menjadi 76,64% pada triwulan II-211. Dilihat dari risiko kreditnya, perbankan Jawa Barat memiliki ketahanan yang relatif baik, sebagaimana diindikasikan oleh indikator NPL sebesar 3,%. Di lain pihak, perkembangan pertumbuhan baik pendanaan maupun pembiayaan perbankan syariah lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Pajak yang diterima oleh pemerintah pusat maupun Provinsi meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini didorong oleh peningkatan aktivitas ekonomi, yakni perdagangan, penghasilan, dan konsumsi. Khusus pada tingkat provinsi, penerimaan pajak diperkirakan akan melampaui targetnya pada akhir tahun. Melalui kerjasama dengan BUMD setempat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengharapkan dapat mempermudah percepatan pembangunan proyek infrastruktur di Jawa Barat. Selanjutnya, BUMD setempat akan secara profesional berhubungan dengan investor dan pihak perbankan. Selain itu, pembangunan Jalur Lintas Nagrek dipercepat agar dapat selesai pada bulan Ramadhan. 3

RINGKASAN EKSEKUTIF Transaksi sistem pembayaran tunai maupun non tunai di Jawa Barat mengalami kenaikan Penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat diindikasikan terus meningkat Kondisi kesejahteraan di Jawa Barat mengalami peningkatan PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran non tunai di Jawa Barat selama triwulan II- 211 mengalami kenaikan. Hal ini tercermin dari naiknya transaksi pembayaran non tunai baik melalui kliring maupun BI-RTGS di wilayah Jawa Barat. Sementara itu, transaksi secara tunai juga mengalami peningkatan, tercermin dari posisi net inflow di wilayah Jawa Barat yang semakin mengecil. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat semakin menunjukkan perbaikan, diindikasikan oleh penurunan tingkat pengangguran terbuka dari 1,57% pada Februari 21 menjadi 9,84% pada Februari 211. Penyerapan tenaga kerja juga ditunjukkan oleh penambahan lapangan kerja karena adanya kegiatan investasi PMA maupun PMDN. Kondisi kesejahteraan masyarakat Jawa Barat juga menunjukkan perbaikan sebagaimana diindikasikan oleh peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Barat menjadi 13,7 pada triwulan II-211 dan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia pada tahun 21 menjadi 72,8. Perekonomian Jawa Barat pada triwulan II-211 diperkirakan tetap tumbuh pada level yang cukup tinggi Dari sisi harga, meski sedikit meningkat pada triwulan III-211, inflasi Jawa Barat diperkirakan masih berada pada tren penurunan PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tahun 211 diperkirakan akan tetap tumbuh pada level yang tinggi. Setelah tumbuh tinggi melambat sebesar 5,9% (yoy) di triwulan II-211, pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-211 diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 6,1-6,4%. Dari sisi permintaan, konsumsi dan investasi masih menjadi pendorong perekonomian Jawa Barat. Sementara di sisi penawaran, perbaikan kinerja sektor industri pengolahan dan semakin meningkatnya sektor PHR akan mendorong kinerja perekonomian di triwulan III-211. Peningkatan laju inflasi pada triwulan III-211 disebabkan oleh faktor teknis, pergeseran bulan Ramadhan. Sementara itu, secara jangka panjang menurunnya laju inflasi Jawa Barat disebabkan oleh terjaganya ekspektasi inflasi masyarakat, respon sektoral yang cukup baik dalam mengantisipasi kenaikan permintaan domestik, nilai tukar rupiah yang cenderung mengalami apresiasi, serta pasokan volatile foods yang membaik. Meski demikian masih terdapat potensi risiko, yakni masih tingginya harga komoditas internasional, harga minyak dunia berpotensi terus meningkat, kenaikan permintaan terhadap komoditas pangan dunia. 4

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL, BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 5

6 BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Perekonomian Jawa Barat masih tumbuh pada level yang tinggi triwulan II-211, meskipun mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Setelah pada triwulan I-211 perekonomian Jawa Barat tumbuh tinggi sebesar 7,% (yoy), pada triwulan II-211 perekonomian tumbuh sebesar 5,9%. Dari sisi permintaan, komponen pengeluaran yang mengalami peningkatan pertumbuhan adalah konsumsi rumah tangga dan investasi, sedangkan pengeluaran pemerintah dan ekspor netto mengalami perlambatan. Sementara itu di sisi penawaran, dari sektor dominan hanya sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) yang mengalami peningkatan pertumbuhan sedangkan sektor industri pengolahan mengalami perlambatan. Sektor pertanian masih tumbuh negatif pada triwulan ini meskipun sudah lebih baik daripada pertumbuhan di triwulan I- 211. Struktur perekonomian Jawa Barat pada triwulan II-211 masih didominasi oleh 3 sektor utama yaitu sektor industri pengolahan (36,9%), sektor PHR (22,8%) dan sektor pertanian (11,5%). Ketiga sektor tersebut menyumbang 71,3% pada triwulan II-211, lebih rendah dibandingkan dengan sumbangan pada 71,9%. Besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Barat pada triwulan II-211 mencapai Rp211,76 triliun, atau sebesar Rp84,96 triliun atas dasar harga konstan 2. Dengan demikian pada triwulan ini Jawa Barat berkontribusi 11,69% terhadap perekonomian Indonesia, dimana Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada triwulan II 211 sudah mencapai Rp1.811,1 triliun. Kontribusi Jawa Barat tersebut relatif menurun dibandingkan dengan kontribusi pada triwulan I-211 yang mencapai 11,71%. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada periode laporan berada di bawah pertumbuhan nasional yang mencapai 6,5% dimana pada triwulan sebelumnya pertumbuhan ekonomi Jawa Barat berada di atas nasional. Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat (yoy) 9% 8% 7,6% PDRB (ADHK 2); RHS Pertumbuhan Jabar (yoy) Pertumbuhan Nasional (yoy) 7,4% 8,5% 7,% Triliun Rp 9 85 7% 6,5% 8 6% 5% 4% 3% 5,% 5,3% 3,8% 3,3% 4,5% 5,1% 5,6% 5,8% 4,5% 5,9% 75 7 65 2% Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II 28 6 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 7

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 1. Sisi Permintaan Peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi mendorong pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat pada triwulan II-211 (Tabel 1.1). Konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang terbesar dari pertumbuhan ekonomi akan tetapi kontribusinya tidak sebesar triwulan sebelumnya. Selain itu, investasi di Jawa Barat terus mengalami peningkatan baik yang dilakukan oleh pemodal asing maupun dari dalam negeri. Sebaliknya, pertumbuhan ekspor netto pada triwulan ini tidak sebesar pertumbuhan pada triwulan sebelumnya. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Sisi Permintaan (yoy) Penggunaan Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Konsumsi Rumahtangga 7.1% 5.6% 6.% 3.5% 2.5% 5.1% 3.2% 5.3% 5.2% 5.4% Konsumsi Pemerintah 12.1%.7% 8.9% 19.8% 15.9% 1.1% 9.1% 2.7% 23.3% 18.8% Pembentukan Modal Tetap Bruto 11.% 11.7% 1.3%.2% 6.1% 6.8% 6.4% 4.2% 7.7% 9.6% Ekspor 3.2% 6.2% 11.1% 5.4% 6.1% 1.2% 18.4% 19.3% 25.6% 16.4% Impor 1.5% 2.8% 5.8% 5.4% 2.6% 5.6% 11.4% 21.7% 33.4% 21.6% PDRB 3.8% 3.3% 4.5% 5.1% 5.6% 8.5% 5.8% 4.5% 7.% 5.9% Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 1.1. Konsumsi Meskipun kondisi perekonomian Jawa Barat secara umum menunjukkan perlambatan pertumbuhan, namun di triwulan II-211 konsumsi rumah tangga menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan. Pada periode ini pertumbuhan konsumsi rumah tangga mencapai 5,4% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 5,2%. Peningkatan konsumsi rumah tangga tersebut didorong oleh peningkatan daya beli masyarakat. Peningkatan daya beli masyarakat dipengaruhi oleh adanya peningkatan pendapatan dan inflasi yang relatif rendah. Pengaruh inflasi terhadap konsumsi dapat dilihat dari Indeks Tendensi Konsumen yang dilakukan oleh BPS. Salah satu variabel pembentuk indeks tersebut adalah kaitan inflasi dengan konsumsi makanan sehari-hari. Dimana pada triwulan II-211, kaitan inflasi tersebut mencapai 12,53, meningkat dari triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 97,4. 14 Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.3. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini 125 12 1 1 8 75 6 5 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 25 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Garis 1 Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung Penghasilan saat ini Pembelian durable goods Garis 1 Ketersediaan lapangan kerja saat ini Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung. 8

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Peningkatan konsumsi rumah tangga tersebut ditunjukkan pula oleh hasil survei yang dilakukan Bank Indonesia (BI) Bandung. Rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 1 pada triwulan II-211 sebesar 98,8 menunjukkan adanya peningkatan dibanding dengan keyakinan konsumen pada triwulan I- 211 yang hanya mencapai 93,15. Dari hasil survei tersebut didapatkan bahwa penghasilan, pembelian durable goods (barang tahan lama), dan ketersediaan lapangan kerja pada periode laporan menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu, indikator indeks penjualan secara eceran menunjukkan konsumsi rumah tangga relatif tumbuh stabil di triwulan II 211. Adapun penjualan eceran pada triwulan ini untuk komoditas pakaian, perlengkapan rumah tangga dan bahan konstruksi mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, sementara untuk bahan makanan dan tembakau mengalami perlambatan pertumbuhan penjualan. Selain itu, indikator Grafik 1.4. Indeks Penjualan Eceran % 2, 3 15, 15 1, 5, -15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 Indeks Penjualan Eceran Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia lain yang menunjukkan peningkatan konsumsi rumah tangga adalah peningkatan konsumsi listrik rumah tangga, penyaluran kredit konsumsi, impor barang konsumsi, dan penjualan mobil pribadi baru. Tabel 1.2. Pendaftaran Baru Mobil Pribadi dan Motor Pengajuan 21 211 Pertumbuhan Tw I Tw II Tw I Tw II Tw I 211 Tw II 211 Mobil Pribadi 23,61 21,287 24,342 22,865 3.1% 7.41% Motor 263,29 38,865 36,54 31,152 16.24%.42% Total 286,9 33,152 33,396 333,17 15.16%.87% Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat Grafik 1.6. Konsumsi Listrik Rumah Tangga Juta kwh % 4. 25% 3.2 2% 2.4 15% 1.6 1% 8 5% - % Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Grafik 1.7. Kredit Konsumsi Triliun Rp 7, Jumlah Kredit Konsumsi Pertumbuhan (yoy, RHS) 6, 5, 4, 3, 2, 1,, Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II % 3 25 2 15 1 5 Konsumsi Listrik Rumah Tangga Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: PT PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Sumber: Laporan Bank Bulanan Umum, LBU KBI Bandung 1 Hasil Survei Konsumen KBI Bandung 9

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 8 7 6 5 4 3 2 1 Grafik 1.8. Impor Barang Konsumsi 9 Ribu Ton Barang Konsumsi Pertumbuhan (yoy, RHS) 25% 2% 15% 1% 5% % -5% -1% 1234567891111212345678911112123456 Sumber: Bank Indonesia Grafik 1.9. Pertumbuhan Impor Konsumsi Komoditas Produk Jadi 25% 2% 15% 1% 5% % 5% 1% Barang tahan lama Barang semi tahan lama Barang sekali pakai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 Sumber: Bank Indonesia 21 211 1.2. Investasi Peningkatan realisasi investasi di Jawa Barat pada triwulan II-211 didorong oleh optimisme pelaku usaha dalam memandang prospek perekonomian ke depan. Investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto) mengalami pertumbuhan yaitu sebesar 9,6% (yoy) pada triwulan II-211 dari 7,7% pada periode sebelumnya. Total realisasi investasi di Jawa Barat yang dilakukan oleh perusahaan sesuai data Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah BKPPMD Provinsi Jawa Barat pada triwulan II-211 mencapai Rp14,5 triliun, tumbuh melambat sebesar 61% (yoy) dimana realisasi investasi pada triwulan I- 211dapat tumbuh sebesar 141% (yoy). Investasi tersebut didominasi oleh Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp13,4 triliun (tumbuh sebesar 94% yoy) sedangkan realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) hanya mencapai Rp1,12 triliun (tumbuh -4,6% yoy). Sementara itu, dari sisi jumlah proyek yang terealisasi pada triwulan II-211 hanya sebesar 137 proyek, pertumbuhannya mengalami penurunan sebesar -65% (yoy), dimana pada triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan sebesar 7% (yoy). Grafik 1.11. Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Nilai Proyek Rp Miliar 25. 2. 15. 1. 5. - Realisasi Investasi Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat % 2% 15% 1% 5% % -5% -1% Grafik 1.12. Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Jumlah Proyek 45 4 35 3 25 2 15 1 5 - Jumlah Proyek Pertumbuhan (yoy) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat 4% 35% 3% 25% 2% 15% 1% 5% % % -5% -1% 1

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Dengan pencapaian tersebut, maka total realisasi investasi baik PMA maupun PMDN di Jawa Barat sudah mencapai Rp33,19 triliun. Adapun target investasi berdasarkan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang ditetapkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat adalah sebesar Rp39,47 triliun. Dengan demikian sampai dengan paruh tahun 211, investasi sudah mencapai 84% dari target. Kabupaten Bekasi dan Kota Bandung merupakan tujuan realisasi terbesar di Jawa Barat sampai dengan triwulan II-211. Total nilai realisasi investasi PMA/PMDN di Kota Bandung dan Kabupaten Bekasi masing-masing sebesar 29% dan 27% dari keseluruhan di Jawa Grafik 1.13. Distribusi Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota Kabupaten Purwakarta; 7% Kota Depok; 1% Kabupaten Bekasi; 29% Lainnya; 27% Kota Bandung; 27% Barat. Selanjutnya, investasi tertinggi diikuti oleh Kota Depok (1%), dan Kabupaten Purwakarta (7%). Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat Adapun sektor yang diminati oleh investor adalah sektor Listrik, Gas dan Air yang dapat menyerap investasi sebesar Rp6,56 triliun (19,76% dari total realisasi) dan sektor Industri Logam, Mesin dan Elektronik yang menyerap Rp6,45 triliun (19,43%). Selanjutnya, penyerapan investasi diikuti pada sektor Perdagangan & Reparasi (15,87%), Jasa lainnya (16,56), dan industri lainnya (11,79%). Grafik 1.14. Penjualan Semen di Jawa Barat Grafik 1.15. Impor Barang Modal Ribu Ton 2. 1.6 Penjualan Semen Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) % 35% 3% 25% kg 6.. 5.. 35% 3% 25% 2% 4.. 2% 1.2 8 4 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 15% 1% 5% % -5% -1% -15% 3.. 2.. 1.. Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 15% 1% 5% % -5% -1 Volume Impor Barang Modal Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Asosiasi Semen Indonesia. Sumber: Bank Indonesia Investasi yang dilakukan, baik oleh swasta maupun pemerintah, dilakukan dalam bentuk Grafik 1.16. Indeks Penjualan Bahan Konstruksi bangunan maupun non bangunan. Kenaikan investasi bangunan dan proyek infrastruktur di Jawa Barat diantaranya tercermin dari meningkatnya Indeks Penjualan Eceran untuk 25, 2, 15, Bahan Konstruksi Pertumbuhan (yoy, RHS) % 8 5 2 bahan/peralatan konstruksi, serta 1, -1 pertumbuhan penjualan semen di Jawa Barat. 5, -4 Pertumbuhan Indeks Penjualan Eceran untuk bahan/peralatan konstruksi meningkat dari - 8% (yoy) pada triwulan I-211 menjadi 18%, 1234567891111212345678911112123456 Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia -7 11

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL pada triwulan II-211. Selain itu, peningkatan investasi bangunan juga diindikasikan oleh pertumbuhan penjualan semen di Jawa Barat yang masih menunjukkan tren peningkatan. Impor barang modal pada triwulan II-211 juga menunjukkan peningkatan. Volume impor barang modal pada triwulan II 211 mencapai 42 ribu ton atau tumbuh sebesar 73%. Pada triwulan sebelumnya, pertumbuhan impor barang modal adalah sebesar -4%. Meskipun demikian, kredit investasi berada pada tren yang menurun walau masih memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi di atas 2% (yoy). Outstanding kredit investasi sampai dengan triwulan II 211 adalah sebesar Rp16,45 triliun. Nilai tersebut merupakan 11,36% dari seluruh kredit yang disalurkan perbankan di Jawa Barat. Triliun Rp 18, 16, 14, 12, 1, 8, 6, 4, 2,, Grafik 1.17. Kredit Investasi Jawa Barat Ị T w Jumlah Kredit Investasi ỊI w T ỊI w T Sumber: Bank Indonesia ỊV T w Ị T w Pertumbuhan (yoy, RHS) ỊI w T ỊI w T ỊV T w Ị T w % ỊI w T 45 4 35 3 25 2 15 1 5 Grafik 1.18. Rencana Pengembangan Ekonomi di Jawa Barat Sesuai MP3EI Sumber: Kantor Menteri Koordinator Perekonomian Sesuai dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Jawa Barat termasuk ke dalam koridor Jawa dimana didalamnya akan dikembangkan industri tekstil dan manufaktur mesin dan alat angkut untuk menjadi pendorong perekonomian nasional. Selain itu untuk mempercepat akselerasi ekonomi maka diperlukan beberapa infrastruktur penunjang, yaitu jalan tol trans Jawa dan pembangkit listrik. Pembangunan infrastruktur di Jawa Barat diharapkan mampu meningkatkan perekonomian daerah, terutama dengan pembangunan jalan dan jalan tol. Beberapa proyek yang sudah hampir selesai dibangun adalah underpass Nagreg dengan total nilai investasi sebesar Rp2 miliar. Sedangkan pembangunan jalan tol yang masih dalam proses adalah tol Soreang-Pasirkoja (Soroja), tol Cisumdawu (Cileunyi Sumedang Dawuan), dan jalan tol Bandung Intra Urban Toll Road (BIUTR). Penjelasan lebih detail mengenai perkembangan proyek infrastruktur dapat dilihat pada Bab 4 Keuangan Daerah. 12

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 1.3. Ekspor Impor Kinerja ekspor Jawa Barat pada triwulan II-211 mengalami perlambatan. Pertumbuhan ekspor Jawa Barat melambat dari 14,5% (yoy) pada periode sebelumnya menjadi 7,6% di triwulan II-211. Sementara itu, laju pertumbuhan impor pada triwulan I-211 adalah sebesar 34,2% (yoy), melambat dibandingkan periode sebelumnya sebesar 56,3%. Dengan demikian, laju pertumbuhan impor masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekspor. Grafik 1.19. Nilai Ekspor Jawa Barat Grafik 1.2. Volume Ekspor Jawa Barat USD Juta 7. 35% Ribu Ton 2.5 5% 6. 5. 3% 25% 2% 2. 25% 4. 3. 15% 1% 5% % 1.5 1. % 2. 1. -5% -1% -15% 5-25% -2% -5% Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Nilai Ekspor Pertumbuhan (sumbu kanan) Volume Ekspor Pertumbuhan (sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia Terdapat empat jenis produk yang merupakan ekspor unggulan dilihat dari besarnya nilai ekspor dibanding keseluruhan ekspor Jawa Barat. Pada triwulan II-211, produk tekstil dan produksi tekstil (TPT) menyumbang 28% dari keseluruhan nilai ekspor Jawa Barat, diikuti dengan produk telokomunikasi Sumber: Bank Indonesia Grafik 1.21. Pangsa Nilai Produk Ekspor Jawa Barat Industri Lainnya 44% Mesin Elektrik 8% Kendaraan Bermotor 4% Alat Telekomunikasi 16% Tekstil dan Produk Tekstil 28% (16%), produk mesin elektrik (8%), serta produk kendaraan bermotor (4%). Sumber: Bank Indonesia Pada triwulan II-211, semua produk unggulan ekspor Jawa Barat mengalami perlambatan, baik itu industri TPT, alat komunikasi, kendaraan bermotor, dan mesin elektrik. Nilai ekspor TPT tumbuh melambat dari 28% menjadi 23%, dimana secara volume tumbuh melambat dari,2% menjadi - 5,9%. Sementara itu, nilai ekspor alat telekomunikasi tumbuh melambat dari 3,1% menjadi -6,1%. Kondisi yang sama juga terjadi untuk kendaraan bermotor, nilai ekspornya tumbuh melambat dari 28,2% menjadi 1,6%. 13

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Grafik 1.22. Nilai dan Volume Ekspor TPT USD Juta Ribu Ton 1.9 Nilai Ekspor TPT 22 1.7 Volume Ekspor TPT (RHS) 2 1.5 18 1.3 16 1.1 9 14 7 12 5 1 TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII 1.2 1. 8 6 4 2 Grafik 1.23. Nilai dan Volume Ekspor Alat Telekomunikasi USD Juta 1.4 Nilai Ekspor Alat Telkom Volume Ekspor Alat Telkom (RHS) TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII Ribu Ton 55 5 45 4 35 3 Sumber: Bank Indonesia 4 3 2 1 Grafik 1.24. Nilai dan Volume Ekspor Mesin Elektrik USD Juta 5 Nilai Ekspor Elektrik Volume Ekspor Elektrik (RHS) TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII Ribu Ton 39 37 35 33 31 29 27 25 Sumber: Bank Indonesia 3 2 1 Grafik 1.25. Nilai dan Volume Ekspor Kendaraan USD Juta Nilai Ekspor Kendaraan Volume Ekspor Kendaraan (RHS) TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII Ribu Ton 4 35 3 25 2 15 1 5 Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Berdasarkan benua asal pembeli, terlihat pertumbuhan positif nilai ekspor ke benua tujuan ekspor Jawa Barat selama triwulan II-211 kecuali ke negara-negara Australia & Oceania. Peningkatan pertumbuhan ekspor hanya terjadi ke negara-negara di Eropa. USD Ribu 1.5. 1.2. 9. 6. 3. Grafik 1.26. Nilai Ekspor Jawa Barat Berdasarkan Benua Pembeli Asia Amerika Eropa Australia Afrika 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 Tabel 1.3. Pertumbuhan Nilai Ekspor Berdasarkan Benua Asal Pembeli Benua Pertumbuhan Tw.I-211 Pertumbuhan Tw.II-211 Afrika 14,% 13,7% Amerika 2,5% 1,2% Asia 17,6% 1,4% Australia & Oceania 11,% -8,4% Eropa -3,1% 8,9% Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia 14

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Sejalan dengan ekspor, kegiatan impor ke Jawa Barat juga mengalami perlambatan pada triwulan II- 211. Pertumbuhan volume impor dikarenakan banyaknya impor untuk barang konsumsi seiring dengan tingginya pertumbuhan konsumsi di Jawa Barat pada triwulan II-211. Grafik 1.27. Nilai Impor Jawa Barat Grafik 1.28. Volume Impor Jawa Barat USD Juta Ribu Ton 3.5 16% 5 15% 3. 12% 45 4 1% 2.5 2. 1.5 1. 8% 4% % 35 3 25 2 15 5% % 5-4% 1 5-5% Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II -8% Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II -1% Nilai Impor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Volume Impor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia 2. Sisi Penawaran Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan II-211 didorong oleh meningkatnya kinerja sektor PHR. Pertumbuhan sektor PHR sejalan dengan meningkatnya aktivitas konsumsi masyarakat. Sementara itu, sektor industri mengalami perlambatan pertumbuhan karena tekanan dari menurunnya ekspor. Adapun sektor pertanian masih mengalami pertumbuhan negatif, meskipun sudah lebih baik dari triwulan sebelumnya. Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Sisi Penawaran (yoy) Lapangan Usaha Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Pertanian 13.4% 15.6% 12.5% 7.4% 14.1% 7.1% 1.6% 4.1% 6.7% 4.7% Pertambangan dan Penggalian 1.3% 4.9% 11.1% 16.% 7.1% 5.7%.7% 8.5% 3.5% 5.6% Industri Pengolahan.1% 2.4% 2.5% 1.8% 5.5% 4.6% 2.5%.7% 6.2% 3.3% Listrik, Gas, dan Air Bersih 2.2% 9.7% 19.9% 25.% 15.7% 15.2% 4.1% 4.3% 5.% 3.7% Bangunan/Konstruksi 3.9% 8.5% 2.4% 8.7% 17.% 16.6% 11.2% 14.4% 14.9% 16.8% Perdagangan, Hotel, dan Restoran 6.5% 6.7% 12.4% 14.4% 17.9% 15.5% 7.% 8.% 8.5% 1.4% Pengangkutan dan Komunikasi 2.2% 7.5% 1.6% 11.3% 13.4% 12.7% 14.7% 23.6% 27.2% 21.5% Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 2.5% 4.3% 5.% 11.8% 14.5% 1.% 7.% 8.6% 16.% 1.9% Jasa jasa 2.7% 3.7% 3.6% 3.6% 3.2% 7.2% 7.7% 16.2% 18.7% 14.6% PDRB 3.8% 3.3% 4.5% 5.1% 5.6% 8.5% 5.8% 4.5% 7.% 5.9% Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 2.1. Sektor Pertanian Sektor pertanian masih tumbuh negatif sebesar -4,7% (yoy) pada triwulan II-211. Meskipun demikian kinerja sektor ini sudah menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh -6,7%. Kinerja negatif dari sektor pertanian juga didukung data sementara dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, dimana produksi padi baik sawah maupun ladang pada triwulan ini mengalami penurunan menjadi -3,1% (yoy). Penurunan tersebut terjadi karena penurunan luasan panen padi sebesar -2,9% (yoy). Meskipun demikian, produktivitas pertanian padi 15

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL meningkat dari rata-rata 57,7 kuintal/ha pada triwulan I 211 menjadi rata-rata 6,78 kuintal/ha pada triwulan II 211. Grafik 1.29. Produksi Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat Ton 4.. 3.. 2.. 1.. - Produksi Padi Pertumbuhan (yoy) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II % 35% 3% 25% 2% 15% 1% 5% % -5% -1% -15% Grafik 1.3. Luas Panen Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat Ha 8. 6. 4. 2. - Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Tw.II Luas Panen Padi Pertumbuhan (yoy) % 4% 35% 3% 25% 2% 15% 1% 5% % -5% -1% -15% Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat *)Angka sementara Dinas Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat *)Angka sementara Dinas Berdasarkan Angka Ramalan II 211 (hasil rilis BPS) menunjukkan terjadinya perlambatan pertumbuhan panen tanaman padi selama triwulan II-211. Luas panen padi selama subround II-211 (Mei s.d Agustus 211) diperkirakan hanya mengalami pertumbuhan sebesar,3% dibandingkan dengan subround II-211, sedangkan pada subround sebelumnya dapat tumbuh 4,6%. Grafik 1.31. Luas Panen Menurut Subround Subround I Jan Apr II Mei Ags III Sep Des Jan Des,88,84,86,84 211 (Angka Ramalan II),72,72 21 (AngkaTetap),74 29,64 28,37,48,35,32 1,97 2,4 1,95 1,8 Juta Ha Grafik 1.32. Produksi Tanaman Pangan Non Padi di Jawa Barat Ton 1.5. 1.. 5. Produksi Tanaman Pangan Non Padi Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) % 75% 5% 25% %,,5 1, 1,5 2, 2,5 - Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II -25% Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Selain padi, tanaman bahan pangan lainnya secara jumlah produksi menunjukkan pertumbuhan yang stabil di triwulan ini. Produksi jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan ubi kayu menunjukkan peningkatan produksi. Sementara itu produksi ubi jalar mengalami penurunan mencapai -3% (yoy). Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat *)Angka sementara Dinas Grafik 1.33. Pertumbuhan Tanaman Pangan Non Padi 35,% 3,% 25,% 2,% 15,% 1,% 5,%,% 5,% 1,% Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Jagung Ubi Jalar Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 21 211 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat *)Angka sementara Dinas 16

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 2.2. Sektor Industri Pengolahan Industri pengolahan di Jawa Barat mengalami pertumbuhan sebesar 3,3% (yoy) selama triwulan II-211 setelah pada triwulan I-211 mengalami ekspansi sebesar 6,2%. Perlambatan pada sektor ini terlihat pada indeks produksi manufaktur hasil survey BPS yang turun menjadi 1,71% pada triwulan II 211 dimana pada triwulan sebelumnya dapat mencapai 1,91%. Beberapa industri yang menekan pertumbuhan sektor industri pengolahan adalah industri logam Grafik 1.34 Konsumsi Listrik Industri Juta kwh % 6. 4% 3% 4. 2% 2. 1% - % Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Konsumsi Listrik Industri Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: PT PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten dasar, industri kayu dan barang-barang kayu, industri kendaraan bermotor, dan industri mesin listrik. Sementara itu, industri yang tetap mendorong pertumbuhan adalah industri mesin, industri furniture, industri kertas, industri makanan dan minuman, dan industri kulit dan barang dari kulit. Subsektor Industri Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki Kinerja subsektor industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki diindikasikan mengalami peningkatan kinerja selama triwulan I-211. Peningkatan tersebut didorong oleh konsumsi rumah tangga yang meningkatkan penjualan domestik. Semetara itu, penurunan permintaan luar negeri terhadap produk TPT menahan laju pertumbuhan sub sektor ini menjadi optimal. Selain itu, industri TPT mendapat tekanan dari bahan baku yang sudah terlanjur dibeli pada saat nilai tukar melemah sehingga margin keuntungan semakin menipis jika perusahaan tekstil tersebut berorientasi ekspor. 12, 1, 8, 6, 4, 2,, Grafik 1.35. Indeks Penjualan Pakaian & Perlengkapannya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 Pakaian & Perlengkapannya Pertumbuhan (yoy, RHS) % 6 4 2-2 -4-6 -8 Sementara itu, berdasarkan hasil rilis BPS mengenai produksi industri manufaktur, pada triwulan II-211 industri tekstil, barang kulit dan alas kaki mengalami mengalami penurunan. Kinerja industri tekstil menurun dari 1,55% pada periode sebelumnya menjadi -4,8%. Sedangkan industri barang kulit dan alas kaki tumbuh sebesar 2,23% pada triwulan II-211, melambat dibandingkan periode sebelumnya sebesar 11,41%. Sumber: Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia 17

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Grafik 1.36. Nilai Ekspor TPT USD Juta 2. Nilai Ekspor TPT Pertumbuhan (yoy, RHS) 1.5 1. 5 4,% 3,% 2,% 1,%,% -1,% Grafik 1.37. Volume Ekspor TPT Ribu Ton 25 Volume Ekspor TPT Pertumbuhan (yoy, RHS) 2 15 1 5 3,% 2,% 1,%,% -1,% TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII -2,% TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII -2,% Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Subsektor Industri Mesin, Alat Angkutan, dan Peralatannya Subsektor industri mesin, alat angkutan, dan peralatannya mengalami peningkatan, terindikasikan oleh naiknya permintaan masyarakat terhadap kendaraan bermotor, terutama sepeda motor selama triwulan I-211. Peningkatan permintaan masyarakat dikarenakan banyaknya aksi promosi berupa bunga murah dan diskon yang dilakukan oleh dealer serta didukung oleh peran perusahaan multifinance yang mengucurkan kredit Grafik 1.38. Produksi Mobil Nasional Unit 25. Jumlah mobil Pertumbuhan (yoy, RHS) 8,% 2. 6,% 4,% 15. 2,% 1.,% 5. 2,% 4,% Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Sumber: Bank Indonesia, Gaikindo kendaraan bermotor. Selain itu, peningkatan tersebut juga turut didukung oleh kondisi makro ekonomi nasional, inflasi, dan nilai tukar yang stabil serta rendahnya suku bunga kredit. Kinerja subsektor industri mesin, alat angkutan, dan peralatannya dilihat dari penjualan motor dan mobil nasional mengalami pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan penjualan motor tumbuh positif 21% (yoy) selama triwulan IV-21, meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 4%. Selain itu, pertumbuhan penjualan mobil mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu sebesar 29% (yoy), namun pertumbuhan tersebut masih lebih rendah dibanding periode sebelumnya sebesar 4%. Grafik 1.39. Penjualan Motor Nasional Unit 2.5. Penjualan Motor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) 2.. 1.5. 1.. 5. Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Sumber: Bank Indonesia, AISI 9% 6% 3% % -3% Grafik 1.4. Penjualan Mobil Nasional Unit 25. Jumlah mobil Pertumbuhan (yoy, RHS) 1,% 2. 8,% 6,% 15. 4,% 1. 2,%,% 5. 2,% 4,% Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Sumber: Bank Indonesia, Gaikindo 18

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Berdasarkan hasil rilis BPS, industri kendaraan bermotor di Jawa Barat mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan IV-21. Industri kendaraan bermotor mengalami peningkatan pertumbuhan dari 7,91% pada periode sebelumnya menjadi 9,5%. Sedangkan kinerja industri mesin dan perlengkapannya di Jawa Barat mengalami pertumbuhan negatif selama triwulan I-211 sebesar - 2,79%, dimana pada periode sebelumnya tumbuh sebesar 9,56%. 3 2 1 Grafik 1.41. Nilai Ekspor Kendaraan USD Juta 4 Nilai Ekspor Kendaraan Pertumbuhan (yoy, RHS) TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII Sumber: Bank Indonesia 12,% 1,% 8,% 6,% 4,% 2,%,% -2,% -4,% -6,% 45 4 35 3 25 2 15 1 5 Grafik 1.42. Volume Ekspor Kendaraan Ribu Ton Volume Ekspor Kendaraan Pertumbuhan (yoy, RHS) TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII Sumber: Bank Indonesia 12,% 1,% 8,% 6,% 4,% 2,%,% -2,% -4,% -6,% -8,% Subsektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau Kinerja subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau di Jawa Barat mengalami pertumbuhan positif selama triwulan I-211. Kondisi tersebut tercermin dari pertumbuhan Indeks Penjualan Makanan dan Minuman dari sebesar 21,4%(yoy, rata-rata), meskipun mengalami perlambatan dimana pada periode sebelumnya mencapai 33%. Hasil rilis BPS turut menyatakan bahwa industri makanan dan minuman di Jawa Barat mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan I- 211 dari -11,11% pada periode sebelumnya 5, 4, 3, 2, 1, Grafik 1.43. Indeks Penjualan Makanan dan Minuman, Makanan & Tembakau Pertumbuhan (yoy, RHS) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 Sumber: Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia % 12 1 8 6 4 2 menjadi 4,63%. Grafik 1.44. Nilai Ekspor Makanan & Minuman USD Juta 3 Nilai Ekspor Makanan 7,% 6,% Pertumbuhan (yoy, RHS) 5,% 2 4,% 3,% 2,% 1 1,%,% -1,% -2,% TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII Sumber: Bank Indonesia Grafik 1.45. Volume Ekspor Makanan & Minuman Ribu Ton 16 12,% Volume Ekspor Makanan 14 1,% Pertumbuhan (yoy, RHS) 12 8,% 1 6,% 8 4,% 2,% 6,% 4-2,% 2-4,% -6,% TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII Sumber: Bank Indonesia 19

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL 2.3. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) kembali mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan II-211. Sektor PHR mengalami pertumbuhan sebesar 1,4% (yoy) pada triwulan II-211, dimana pada triwulan sebelumnya sektor ini tumbuh sebesar 8,5%. Tingginya pertumbuhan sektor PHR antara lain disebabkan oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga. Grafik 1.46. Indeks Penjualan Berdasarkan Komoditas %, yoy 12 1 8 6 4 2 Meningkatnya kinerja subsektor Sumber: Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia perdagangan diindikasikan dengan meningkatnya pertumbuhan indeks penjualan eceran, terutama pada penjualan pakaian, bahan konstruksi dan penjualan peralatan rumah tangga (Grafik 1.39). -2-4 -6-8 Pakaian & Perlengkapannya Perlengkapan Rumah Tangga Bahan Konstruksi Makanan & Tembakau 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 Sementara itu, arus bongkar muat di Pelabuhan Cirebon mencapai sekitar 992 ribu ton selama triwulan II-211, mengalami peningkatan dibandingkan muatan selama triwulan sebelumnya sebesar 768 ribu ton. Dengan demikian kegiatan pengangkutan di pelabuhan Cirebon tumbuh sebesar 14,5%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh -2%. Grafik 1.47. Arus Bongkar Muat Pelabuhan Cirebon 1.2 1. 8 6 4 2 Sumber: PT Pelindo II Ribu Ton Arus Bongkar Muat Pertumbuhan (yoy, RHS) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 2% 15% 1% 5% % 5% 1% 15% 2% 25% Orang 35 3 25 2 15 1 Grafik 1.48. Perkembangan Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat 5 Muarajati Pertumbuhan (yoy, RHS) Husein Sastranegara TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII Sumber: BPS Provinsi Jabar 4% 3% 2% 1% % 1% 2% Grafik 1.49. Asal Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat Singapura; 1547 Lainnya; 1313 Sumber: BPS Provinsi Jabar Eropa; 232 Amerika; 117 Australia; 139 Malaysia; 24457 2

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Tabel 1.4. Indikator Perhotelan di Jawa Barat Tingkat Hunian 29 21 211 Pertumbuhan (yoy) Kamar Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.I 11 Tw.II 11 Hotel Bintang 43,7 43,1 46,9 49,7 48,2 5, 47,9 51, 48,7 5,8 2,8% 1,1% Hotel Non Bintang 25, 28,1 27,4 32,4 31,7 35,5 36,6 38,4 32,6 36,7 18,6% 3,1% Hotel Bintang & Non Bintang 35,2 36,7 37,3 42,8 42,8 46,9 44,6 45,5 4,7 43,7 19,5% 6,4% Sumber: BPS Provinsi Jabar Keterangan: Indikator merupakan rata-rata dari data THK (Tingkat Hunian Kamar) bulanan Sementara itu, subsektor hotel mengalami perlambatan pertumbuhan, yang diindikasikan oleh menurunnya Tingkat Hunian Kamar (THK) perhotelan di Jawa Barat selama triwulan II-211 (Tabel 1.4). Secara rata-rata, THK hotel di Jawa Barat selama triwulan II-211 adalah sebesar 43,7, meningkat dibandingkan rata-rata pada periode sebelumnya sebesar 4,7. Sementara itu, pertumbuhan jumlah kunjungan wisata di Jawa Barat sedikit mengalami perlambatan dari 34,9% (yoy) pada triwulan I-211 menjadi 32% pada triwulan II-211. Dilihat dari asalnya, kenaikan jumlah wisman yang datang tersebut terutama berasal dari Malaysia, dengan pangsa sebesar 86,1% dari seluruh wisman, menurun dibandingkan pangsa pada triwulan I-211 sebesar 88%. 2.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi masih tumbuh tinggi pada triwulan II-211. Sektor ini dapat tumbuh 21,5% pada triwulan II-211, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang dapat mencaai 27,2%. Kondisi tersebut diindikasikan oleh pertumbuhan penumpang yang masuk ke Jawa Barat, baik melalui Bandara Husein Sastranegara, maupun jalan tol di Jawa Barat. Jumlah penumpang yang masuk ke Jawa Barat melalui Bandara Husein Sastranegara mengalami pertumbuhan sebesar 7% (yoy) pada triwulan II 211, melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 28%. Grafik 1.43. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara orang 28. 21. 14. 7. Di sisi lain, angkutan jalan di Jawa Barat, 2, 1, juga menunjukkan adanya perlambatan, pertumbuhan. Pada triwulan II-211, jumlah kendaraan yang melintasi 11 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung gerbang tol di Jawa Barat mengalami ratarata pertumbuhan yang menurun. Adapun pertumbuhan kendaraan masuk sebesar 5,4%, dan pertumbuhan kendaraan keluar sebesar -2,6% selama triwulan II-211. Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Jumlah Penumpang Sumber: PT Persero Angkasa Pura II Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Grafik 1.44. Penyaluran Kredit Ke Sektor Pengangkutan & Telekomunikasi Triliun Rp 8, 7, 6, 5, 4, 3, Tw.I Tw.II Tw.III Jumlah Kredit Pengangkutan Pertumbuhan (yoy, RHS) Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II % 125% 1% 75% 5% 25% % 5 45 4 35 3 25 2 15 1 5 5-25% 21

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Tabel 1.5. Jumlah Kendaraan yang Melintasi 11 Gerbang Tol di Jawa Barat Gerbang Tol Tw.II-1 Tw.II-11 Pertumbuhan (yoy) Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar Sadang 456.341 443.655 528.192 5.66 15,7% 12,8% Jatiluhur 346.922 352.27 386.923 45.762 11,5% 15,2% Padalarang 1.66.561 1.51.487 1.747.717 1.555.133 5,2% 3,% Baros 1 515612 82423 53299 879942 3,4% 7,3% Baros 2 8.768 534.323 87.66 556.666 8,7% 4,2% Pasteur 264482 269555 2758668 271343 4,3% 3,5% Pasir Koja 1.443.382 1.215.166 1.483.651 4.13 2,8% -99,7% Kopo 114961 1145765 179898 1236761-2,3% 7,9% M Toha 886.157 963.813 95.811 1.134.7 2,2% 17,7% Buah Batu 135289 141924 146128 15483 7,7% 6,% Cileunyi 1.937.44 1.947.169 2.15.795 2.145.58 8,7% 1,2% TOTAL 13.12.253 12.961.767 13.85.758 12.624.679 5,4% -2,6% Sumber: PT Jasa Marga Kantor Cabang Purbaleunyi Sementara itu, jumlah penumpang yang menggunakan jasa kereta api di Daerah Operasi Bandung dan Cirebon mengalami peningkatan pertumbuhan dari 1,74% (yoy) pada periode sebelumnya menjadi 117,8% pada triwulan I-211. Peningkatan tersebut terjadi di semua kelas kereta api baik eksekutif, bisnis dan ekonomi. Tabel 1.6. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa Barat (ribu orang) Kelas Pertumbuhan (yoy) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.I-11 Tw.II-11 Eksekutif 276.9 324.18 336.71 336.7 282.84 295.94 32.31 271.28 267.4 485.21-5.46% 63.96% Bisnis 267.2 289.77 353.28 311.61 281. 287.8 34.32 287.96 278.54 581.83 -.87% 12.67% Ekonomi 49.5 481.16 525.57 489.55 467.6 535.41 638.64 518.64 528.22 1,92.69 12.96% 14.8% Lokal Bisnis 363.1 4.71 466.27 423.81 47.98 431.97 513.55 413.19 422.69 1,338.4 3.61% 29.84% Lokal Ekonomi 1,937.72 2,227. 2,449.14 2,247.3 2,294.71 2,36.5 2,477.59 2,281.93 2,32.18 4,93.48.33% 112.59% Total 3,253.7 3,722.82 4,13.96 3,88.69 3,734.13 3,856.89 4,236.4 3,773.1 3,799.3 8,41.62 1.74% 117.83% Sumber: PT Kereta Api DAOP Jawa Barat Catatan: terdiri dari DAOP Bandung dan Cirebon Tabel 1.7. Pendaftaran Alat Angkut Baru Pengajuan 21 211 Pertumbuhan Tw I Tw II Tw I Tw II Tw I 211 Tw II 211 Angkutan Umum 1,248 1,336 1,54 1,661 23.4% 24.33% Truk/Pick up 7,383 7,37 8,754 7,726 18.57% 9.79% Total 8,631 8,373 1,294 9,387 19.27% 12.11% Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat 2.5. Sektor Bangunan/Konstruksi Sektor bangunan/konstruksi pada triwulan II- 211 mengalami pertumbuhan sebesar 16,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 14,9%. Peningkatan kinerja sektor bangunan/konstruksi diindikasikan oleh meningkatnya pembiayaan melalui kredit oleh bank umum untuk sektor Triliun Rp 4, 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1,,5, Tw.I Grafik 1.45. Penyaluran Kredit Ke Sektor Bangunan Jumlah Kredit Konstruksi Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Pertumbuhan (yoy, RHS) Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II % 4 35 3 25 2 15 1 5 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung 22

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL konstruksi. Penyaluran kredit untuk sektor konstruksi tumbuh meningkat dari 24,6% (yoy) pada periode sebelumnya menjadi 27,9%. Selain itu beberapa indikator seperti penjualan semen dan indeks penjualan eceran bahan konstruksi juga menunjukkan peningkatan (lihat sub bab investasi). 2.6. Sektor Lainnya Kinerja sektor listrik, gas, dan air bersih tumbuh sebesar 3,3% pada triwulan II 211. Dengan demikian, sektor ini mengalami perlambatan pertumbuhan karena pada triwulan sebelumnya dapat tumbuh sebesar sebesar 5% (yoy). Pertumbuhan sektor listrik, gas, dan air bersih diindikasikan oleh pertumbuhan pemakaian listrik di Jawa Barat sebesar 4,6% yang juga mengalami perlambatan jika dibandingkan pada triwulan I-211 yang tumbuh sebesar 5,1%. Kontribusi pertumbuhan didorong oleh pertumbuhan pemakaian listrik rumah tangga sebesar 6,6%. Sementara itu, konsumsi listrik oleh pengguna industri mengalami pertumbuhan yang melambat sebesar 3,5%. Dari sisi penyaluran kredit oleh bank umum di Jawa Barat untuk sektor listrik, gas, air bersih, secara umum berada pada pertumbuhan yang stabil. Penggunaan Tabel 1.8. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (Juta Kwh) 29 21 211 Pertumbuhan (yoy) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.I-11 Tw.II-11 Rumah Tangga 2,682 2,93 3, 3,58 2,995 3,16 3,235 3,23 3,2 3,367 6.9% 6.6% Industri 4,22 4,794 5,169 4,977 5,282 5,598 5,56 5,15 5,495 5,795 4.% 3.5% Total 6,884 7,697 8,17 8,35 8,276 8,757 8,741 8,335 8,695 9,162 5.1% 4.6% Sumber: PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten. Kinerja sektor jasa usaha di Jawa Barat selama triwulan II 211 dapat tumbuh sebesar 14,6%, melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 18,7%. Masih tingginya kinerja sektor jasa yang meningkat didorong oleh meningkatnya pertumbuhan sektor-sektor lainnya yang kemudian membutuhkan dukungan dari sektor jasa. Penyaluran kredit perbankan kepada sektor ini juga menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dan berada pada tren meningkat. Grafik 1.45. Penyaluran Kredit ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Triliun Rp,4,35,3,25,2,15,1,5, Ị T w Jumlah Kredit LGA ỊI w T ỊI w T ỊV w T Ị T w Pertumbuhan (yoy, RHS) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung ỊI w T ỊI w T ỊV w T Ị T w ỊI w T % 15 1 5 5 1 Grafik 1.46. Penyaluran Kredit ke Sektor Jasa- Usaha Triliun Rp 6, 5, 4, 3, 2, 1,, Ị T w Jumlah Kredit Jasa Usaha ỊI w T ỊI T w ỊV T w Ị T w Pertumbuhan (yoy, RHS) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung ỊI w T ỊI T w ỊV T w Ị T w % ỊI w T 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 23

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Halaman ini sengaja dikosongkan 24

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

26 BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Tren penurunan laju inflasi Jawa Barat masih berlanjut pada triwulan II-211. Inflasi turun dari 6,18% (yoy) menjadi 4,66% atau masih lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 5,54%. Melambatnya laju inflasi Jawa Barat secara tahunan semata-mata disebabkan oleh penurunan laju inflasi kelompok harga pangan yang bergejolak (volatile foods) yakni komoditas beras, cabe merah, cabe rawit, daging ayam ras, dan daging ayam ras. Sementara itu, inflasi administered price sedikit meningkat dari 3,71% pada triwulan I-211 menjadi 4,32% triwulan II-211, sementara inflasi inti masih persisten di kisaran level 3,3%. Berdasarkan kota pembentuk IHK (Indeks Harga Konsumen), seluruhnya mengalami penurunan laju inflasi, berturut-turut dari yang tertinggi Kota Bogor (5,26%), Depok (5,22%), Bekasi (4,96%), Cirebon (4,75%), Sukabumi (4,63%), Tasikmalaya (4,38%), dan Bandung (3,5%). 1. PERKEMBANGAN INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA Inflasi Bulanan Secara bulanan, laju inflasi pada periode laporan mengalami peningkatan meski lebih rendah dibandingkan dengan perkembangan inflasi pada periode yang sama tahun sebelumnya. Perkembangan laju inflasi/deflasi pada bulan April, Mei, dan Juni 211 berturutturut adalah sebesar -,54%,,12%, dan,45% (mtm). Berbeda halnya dengan tahun sebelumnya, pada bulan April terjadi deflasi terbesar sebagai akibat penurunan harga pangan strategis yang cukup besar. 2. % (mtm) Grafik 2.1. Inflasi Bulanan (mtm) Jawa Barat dan Nasional 1.5 1..5. -.5-1. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 21 211 Jabar.77.38 -.1.2.25 1.4 1.58.71.28.2.68.73.62.16 -.2 -.5.12.45 Nasional.84.3 -.1.15.29.97 1.57.76.45.19 -..33.89.13 -.3 -.3.12.55 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 27 Tabel 2.1. Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang dan Jasa No. Kelompok 21 211 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 1 Bahan makanan 1,59 1,9-1,28,43,65 3,19 4,82,91,8 -,5 2,8 2,17 1,62 -,31-1,76-2,34 -,2,94 2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 1,41,36,1,8,15 1,12,51,27,55,36,41,47,42,32,22,5,31,63 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar,25,8,24,23,9,19,13 1,5,4,1,11,18,11,65,35,1,14,34 4 Sandang,48 -,8,45,9,65,83,69,33,64,77,79,43, -,24,29,43,58,19 5 Kesehatan,18,1,11,2,9,1,25,24,21,16,8,6,34,22,69,16,76,28 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga,25,7,1,,1,6,4,53 -,5,36,14 -,6,29,6,64,4 -,9,9 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan,6,13,12,4,8 -,25 1,7,3,4 -,4 -,1,13,33,16,2,6,16 -,6 Umum,77,38 -,19,2,25 1,4 1,58,71,28,2,68,73,62,16 -,23 -,54,12,45 Nasional,84,3 -,14,15,29,97 1,57,76,45,6,6,92,89,13 -,32 -,31,12,55 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 27 Kelompok bahan makanan mengalami deflasi yang besar pada bulan April 211, yakni sebesar - 2,34% dan berturut-turut mengalami tekanan inflasi menjadi sebesar -,2% dan,94% pada bulan Mei dan Juni 211. Perkembangan ini diikuti oleh kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau mengingat tingginya keterkaitan bahan baku makanan jadi. Sementara itu, kelompok perumahan juga mengalami peningkatan selama periode laporan didorong oleh kenaikan harga bahan 27

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH bakar rumah tangga. Di sisi lain, tekanan inflasi kelompok sandang berangsur-angsur menurun akibat pengaruh penurunan harga emas perhiasan di pasar internasional. Inflasi Triwulanan Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Sementara itu, sesuai dengan pola Jawa Barat dan Nasional musimannya, laju inflasi Jawa Barat secara % (qtq) triwulanan pada periode laporan menurun 4 Jabar Nasional serta lebih rendah dibandingkan dengan 3 2 1 triwulan yang sama tahun sebelumnya. Jawa Barat mengalami inflasi triwulanan dari,54% (qtq) pada triwulan I-211 menjadi hanya sebesar,3% pada periode laporan. Angka tersebut lebih rendah Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II jika dibandingkan nasional yang sebesar,36%. Menurunnya tekanan inflasi disumbangkan oleh Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 27 hampir seluruh kelompok barang/jasa pembentuk harga. Kelompok bahan makanan masih melanjutkan deflasi yang terjadi pada periode lalu, dengan angka deflasi yang semakin besar, yakni 1,61%, sementara kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami penurunan laju inflasi dari 1,11% menjadi,57%. Pada periode laporan, lembaga jasa pendidikan tidak menaikkan tarif sehingga kelompok pendidikan hanya mengalami inflasi tipis, yakni,4%. Di lain pihak, kelompok sandang mengalami kenaikan laju inflasi dari,5% pada triwulan I-211 menjadi 1,21% pada triwulan II-211 seiring dengan kenaikan harga emas di pasar internasional. Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) No. Kelompok 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 1 Bahan makanan 1,39 4,3 5,85 4,25 -,48-1,61 2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 1,88 1,35 1,34 1,25,97,98 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar,58,51 1,67,38 1,11,57 4 Sandang,85 1,57 1,67 2,,5 1,21 5 Kesehatan,4,39,7,3 1,25 1,2 6 Pendidikan, rekreasi dan,33,7,88,44,99,4 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan,31 -,14 1,51 -,28,69,17 Umum,96 1,49 2,58 1,45,54,3 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 27 Inflasi Tahunan Secara tahunan, laju inflasi Jawa Barat masih berada pada tren menurun. Pada triwulan II-211 laju inflasi tahunan turun dari 6,18% (yoy) menjadi 4,66%, setelah mengalami laju inflasi tertinggi dari akhir tahun lalu yang sebesar 6,62%. Faktor utama penyebab turunnya laju inflasi terutama berasal dari harga bahan pangan yang bergejolak (volatile foods), yakni dari 14,55% pada periode triwulan I- 211 menjadi 8,5% pada periode laporan. Meski laju inflasi secara umum menurun, inflasi inti masih sekitar 3%, hal ini menunjukkan bahwa penurunan laju inflasi berpotensi hanya berlangsung 28

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH sementara. Kondisi ini juga tercermin dari dekomposisi inflasi tahunan menurut kelompok barang/jasa. Laju inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau hanya turun tipis dari 4,99% pada triwulan I- 211 menjadi 4,61% pada periode laporan. Sementara, laju inflasi kelompok sandang masih menurun 5,36% pada triwulan I-211 menjadi 5,1% pada periode laporan. % (yoy) 8 6 4 2 Grafik 2.3. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional Jabar Nasional Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 21 211 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 27 Tabel 2.3. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) No. Kelompok 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 1 Bahan makanan 3,42 9,67 1,6 16,7 14,55 8,5 2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 6,52 7,5 8,27 5,94 4,99 4,61 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 1,75 1,82 3,67 3,17 3,71 3,78 4 Sandang 1,32 4,34 5,89 6,22 5,38 5,1 5 Kesehatan 2,74 2,44 2,36 1,8 2,66 3,5 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 3,8 3,79 1,54 1,72 2,39 2,36 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan,53,38 1,22 1,4 1,78 2,9 Umum 2,99 4,68 5,41 6,62 6,18 4,66 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 27 2. PERKEMBANGAN INFLASI MENURUT KOTA Seluruh kota (7 kota) di Jawa Barat mengalami penurunan laju inflasi. Sumber turunnya inflasi di kota-kota pembentuk IHK tersebut adalah penurunan harga bahan pangan. Dengan perkembangan tersebut, seluruh kota telah berada pada kisaran sasaran inflasi nasional tahun 211 yang sebesar 5% ± 1%. Penurunan laju inflasi terbesar dialami oleh Kota Bogor, meski demikian pada periode laporan Kota Bogor mengalami laju inflasi terbesar, yakni 5,26%. Sementara itu, Kota Bandung masih memiliki laju inflasi terendah, yakni 3,5%. Grafik 2.4. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kota % (yoy) 1 Bandung Bekasi Depok Bogor 8 Cirebon Sukabumi Tasikmalaya Jabar 6 4 2 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 21 211 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Bank Indonesia Tingginya laju inflasi Kota Bogor diperkirakan akibat inflasi kelompok bahan makanan di kota tersebut yang masih tinggi, yakni 1,36%, meski inflasi kelompok makanan jadi Kota Bogor adalah yang 29

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH terendah dibandingkan kota yang lain. Di lain pihak, Kota Depok mengalami laju inflasi kelompok makanan jadi serta perumahan yang tertinggi. Hal ini yang menyebabkan penurunan laju inflasi Kota Depok tidak secepat kota-kota lain. Sementara itu, Kota Tasikmalaya adalah satu-satunya kota yang mengalami deflasi pada kelompok pendidikan serta mengalami inflasi kelompok bahan makanan yang terendah. Tabel 2.4 Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota & Kelompok Barang/Jasa Triwulan II-211 (yoy, %) No. Kelompok Kota Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab. 1 Bahan makanan 7,18 8,51 7,62 1,36 7,48 7,86 6,3 8,5 2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 4,75 5,54 7,24 2,95 4,67 4,97 4,48 4,61 3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 2,34 3,51 6,51 4,3 3,53 2,74 5,21 3,78 4 Sandang,12 6,75 4,67 3,29 4,91 7,12 5,31 5,1 5 Kesehatan 1,33 4,77 1,86 3,46 3,27 2,62 4,77 3,5 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 3,55 1,24,84 3,31 8,29 3,35-2,35 2,36 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan,63 1,92 1,31 1,27 1,48,95 1,35 2,9 Umum 3,5 4,96 5,22 5,26 4,75 4,63 4,38 4,66 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Kota Bandung Kota Bandung tercatat memiliki laju inflasi yang Grafik 2.5. Inflasi Tahunan Kota Bandung terendah di Jawa Barat, yakni 3,5%. Lebih % (yoy) 14 Umum Volatile foods Administered price Inti 12 1 8 6 4 2-2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6-4 -6-8 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat rendahnya kenaikan harga di Kota Bandung terutama disebabkan oleh terjaganya pasokan bahan pangan sehingga menahan kenaikan harga produkproduk makanan jadi seperti nasi rames, bakso, dan mie. Setelah mengalami kenaikan harga properti yang cukup tinggi pada beberapa periode sebelumnya, pada periode laporan inflasi kelompok perumahan lebih terkendali bahkan menjadi yang terendah dibandingkan kota lainnya. Meski demikian, berdasarkan sumber penyebabnya, laju inflasi inti Kota Bandung mengalami peningkatan terutama karena memburuknya ekspektasi inflasi masyarakat. Grafik 2.6. Ekspektasi Konsumen Terhadap Barang dan Jasa di Kota Bandung % (inflasi) SB 2.2 2 19 1.7 18 1.2 17 16.7 15 14.2 13 -.3 12 123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567 11 27 28 -.8 1 Inflasi Bandung(mtm) SK* SK** Sumber: SK-BI Bandung, BPS Jawa Barat Grafik 2.7. Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Barang dan Jasa di Kota Bandung % (inflasi) 5 4 3 2 1-1 12345678911121234567891112123456789111212345678911121234567 27 28 Sumber: SPE-BI Bandung, BPS Jawa Barat Inflasi (mtm) SPE* SPE** SB 16 15 14 13 12 11 1 9 3

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Penurunan laju inflasi Kota Bandung terutama didorong oleh volatile foods, sebagaimana diindikasikan oleh perkembangan inflasi kelompok bahan makanan yang menurun dari 9,31% pada triwulan I-211 menjadi 7,1% pada triwulan II-211. Berdasarkan komoditasnya, turunnya laju inflasi volatile foods disumbangkan oleh penurunan harga cabe merah, cabe rawit, bawang merah, dan beras. Dalam rangka mengidentifikasi pasokan yang ada di Kota Bandung, KBI Bandung melakukan survei arus transaksi perdagangan di pasar-pasar tradisional (lihat Boks 1. Transaksi Perdagangan Bahan Pangan di Kota Bandung). Hingga akhir bulan Juni 211, harga cabe merah secara rata-rata di pasar tradisional dan modern Kota Bandung berada pada level Rp13./kg sementara cabe rawit se besar Rp14.6/kg atau yang terendah selama triwulan II-211. Harga beras relatif stabil pada level Rp7.5/kg untuk kualitas medium dan Rp8.6/kg untuk kualitas super, meski demikian pada akhir periode laporan harga menunjukkan sedikit kenaikan seiring dengan dimulainya musim tanam padi di sentra produksi Jawa Barat bagian Selatan. Sementara, panen bawang merah di sentra produksi Brebes Jawa Tengah menyumbangkan penurunan inflasi lebih lanjut pada subkelompok bumbu-bumbuan. Tabel 2.5. Inflasi Tahunan Kota Bandung Menurut Kelompok Barang dan Jasa No. Kelompok 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 1 Bahan makanan 3,96 7,18 8,87 12,61 9,31 7,1 2 Makanan jadi 5,39 4,75 3,49 2,57 1,81 2,35 3 Perumahan 1,97 2,34 3,71 2,2 2,18 1,93 4 Sandang -1,74,12 2,49 3,44 3,36 4, 5 Kesehatan 2,2 1,33 1,5,97,98 3,7 6 Pendidikan 3,71 3,55 1,14 2,13 4, 4,7 7 Transpor 1,9,63 1,51 2,4 2,98 3,52 Umum 2,86 3,5 4,8 4,53 3,92 3, 71 Keterangan : *) nama kelompok disingkat Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat BOKS 1. TRANSAKSI PERDAGANGAN BAHAN PANGAN DI KOTA BANDUNG Beras Secara rata-rata atau pada kondisi normal, jumlah beras yang masuk ke Kota Bandung adalah 29,8 ribu ton/bulan. Pasokan beras tersebut digunakan sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat di Kota Bandung. Beras yang datang sebagian besar (78% dari total penjual) didatangkan oleh pedagang grosir kemudian dijual kembali oleh pedagang eceran (72% dari total pembeli). Dari sejumlah beras yang masuk, sebagian besar diperdagangkan terlebih dahulu di Pasar Induk Gedebage (61,4%), sementara jumlah beras yang diperdagangakan di Pasar Induk Caringin hanya 7% dari total pasokan. Dari Pasar Induk Gedebage, beras masuk ke pedagang eceran yang tersebar di Kota Bandung dan hanya sebagain kecil dari beras yang masuk ke Kota Bandung diperdagangkan di pasar tradisional. Asal beras yang diperdagangkan di Kota Bandung sebagian besar dari Kabupaten Tasikmalaya (24%), Kabupaten Bandung (18%), serta dari Jawa Tengah yang diperjualbelikan di Kota Banjar (22%). Cabe Merah Jumlah kebutuhan cabe merah di Kota Bandung secara rata-rata adalah 2,7 ribu ton/bulan dengan gerbang awal masuknya komoditas cabe merah adalah Pasar Induk Caringin. Pasokan cabe merah di 31

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Pasar Induk Caringin terbesar berasal dari Tasikmalaya (88,24%), selain itu terdapat pasokan dari daerah lain yang dapat berubah sesuai dengan waktu panen. Selain Pasar Induk Caringin, cabe merah di Pasar Baru juga dipasok dan Brebes sebesar 28,7% dan daerah lain di Jawa sebesar 28,54% dari total barang yang masuk, sementara Pasar Andir paling banyak berasal dari Sumedang sebesar 46,11% dari total pasokan. Ketiga pasar tersebut memasok cabe merah kepada pasar-pasar tradisional di wilayah Kota Bandung. Bawang Merah Komoditas bawang merah yang masuk ke Kota Bandung secara rata-rata adalah 6,78 ribu ton/bulan. Pasokan bawang merah mayoritas berasal dari Brebes, Jawa Tengah meski terdapat sentra produksi di daerah-daerah lain seperti Kabupaten Bandung dan Majalengka. Berbeda halnya dengan komoditas bahan pangan yang masuk terlebih dahulu ke Pasar Induk, sebagian pasar tradisional tingkat pengecer, seperti Pasar Baru dan Sederhana langsung bertransaksi dengan agen di sentra produsen bawang merah di Brebes, Jawa Tengah sehingga rantai distribusi tidak terlalu panjang. Sementara, Pasar Kosambi dan Pasar Kiara Condong memperoleh pasokan dari pedagang lain di Kota Bandung. Kota Bekasi Grafik 2.8. Inflasi Tahunan Kota Bekasi % (yoy) 2 15 1 5-5 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 29 Umum Volatile foods Administered price Inti Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 21 211 Laju penurunan inflasi tahunan Kota Bekasi tinggi pada periode laporan. Hal ini disebabkan oleh penurunan inflasi volatile foods yang drastis pada periode laporan, setelah pada triwulan sebelumnya menurunnya laju inflasi kelompok bahan makanan tertahan akibat keterbatasan pasokan beras. Pada periode laporan pasokan beras dari DKI Jakarta yang hasil panen padi dari Jawa Barat bagian Utara meningkat serta dengan pasokan bawang merah yang meningkat menyebabkan, inflasi kelompok bahan makanan mengalami penurunan cukup drastis (lihat ketergantungan pasokan komoditas bahan pangan pada Boks 2. Transaksi Perdagangan Bahan Pangan di Kota Bekasi). Kondisi ini menyebabkan inflasi kelompok makanan jadi di Kota Bekasi menurun pula. Tingkat ketergantungan Kota Bekasi yang cukup tinggi terhadap DKI Jakarta serta karakteristiknya sebagai kota konsumen menyebabkan perkembangan harga khususnya bahan makanan di kota tersebut menjadi lebih begejolak. Tabel 2.6. Inflasi Tahunan Kota Bekasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa No. Kelompok 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 1 Bahan makanan 2,85 9,61 1,97 16,55 17,23 8,51 2 Makanan jadi 8,54 1,75 1,84 1,8 7,4 5,54 3 Perumahan,45,97 3,91 3,57 3,63 3,51 4 Sandang 6,23 1,85 12,81 12,16 9,14 6,75 5 Kesehatan 4,21 4,8 4,79 3,97 5,36 4,77 6 Pendidikan 3,85 3,86 1,1,79,99 1,24 7 Transpor,68,58 1,4 1,34 1,78 1,92 Umum 3,2 5,62 6,76 7,88 7,54 4,96 Keterangan : *) nama kelompok disingkat Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 32

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Selain itu, inflasi inti yang merupakan sumber persistennya laju inflasi di Kota Bekasi tercatat menurun pada periode laporan. Penurunan terjadi pada bulan Juni 211 akibat relatif stabilnya tarif jasa pendidikan di Kota Bekasi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (base-effect). Selain itu, harga sandang mengalami penurunan akibat pasokan dari industri TPT yang meningkat sebagaimana yang diindikasikan oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KBI Bandung atas kapasitas terpakai industri TPT (lihat Grafik 2.16. Kapasitas Terpakai Industri Pengolahan). BOKS 2. TRANSAKSI PERDAGANGAN BAHAN PANGAN DI KOTA BEKASI Beras Jumlah beras yang masuk ke Kota Bekasi secara rata-rata atau pada kondisi normal adalah 1,8 ribu ton/bulan, dan sebagian di perdagangkan ke Kabupaten Bekasi sebesar 1%. Pasokan terbesar berasal dari Karawang (44,7%). Sementara itu, pasaokan yang berasal dari Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur adalah sebesar 24,7%. Beras yang datang sebagian besar (73% dari total penjual) didatangkan oleh distributor kemudian di perdagangkan sebagian besar di Pasar Kranji (29%) dan Pasar Baru Bekasi (39%). Bawang merah Komoditas bawa ng merah yang masuk ke Kota Bekasi secara rata-rata adalah 31,76 ribu ton/bulan yang sebagian besar berasal dari Brebes, Jawa Tengah. Untuk pemasaran di pasar induk (Pasar Induk Cibitung), sejumlah bawang merah diperdagangkan ke daerah lain, yakni Tangerang (44,93%), Pasar Induk Kramat Jati (19,52%), Kota Bogor (19,53%), Bangka Belitung (1,42%), Bekasi (4,75%), dan Karawang (1,11%). Berbeda halnya dengan kondisi perdagangan di Kota Bandung, aliran pasokan bawang merah masuk terlebih dahulu ke Pasar Induk kemudian diperdagangkan di pasar tradisional tingkat eceran. Daging ayam ras Daging ayam ras yang dipasarkan di Bekasi sebagian besar berasal dari produsen daging ayam ras atau RPA (Rumah Potong Ayam) yang berada di Kota Bekasi (53,44%). Sisanya berasal dari Ciamis (8,86%), Jakarta (9,7%), Kota Bandung (3,4%), Subang (9,7%), Sukabumi (9,89%), dan Kabupaten Bekasi (4,92%). Telur ayam ras Jumlah telur ayam ras yang masuk ke Kota Bekasi secara rata-rata atau pada kondisi normal adalah 2,6 ribu ton/bulan yang sebagian didatangkan dari Blitar, Jawa Timur (46,1%), Magelang (12,11%), dan Solo (1,19%). Dari pasokan telur ayam ras yang masuk ke Kota Bekasi, hampir seluruhnya langsung dikonsumsi oleh masyarakat. Cabe merah Jumlah kebutuhan cabe merah di Kota Bandung secara rata-rata adalah 22,6 ribu ton/bulan dengan gerbang awal masuknya komoditas cabe merah adalah Pasar Induk Cibitung. Pasokan cabe merah di Pasar Induk Cibitung berasal dari Banyuwangi (53,6%), Blitar (23,66%), dan Garut (13,28%).Pasar Induk Cibitung juga melayani pemasaran ke Kabupaten Bekasi sebesar 41,98% sementara sisanya untuk memasok pasar eceran di Kota Bekasi. 33

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Kota Depok Grafik 2.9. Inflasi Tahunan Kota Depok Setelah 2 periode berturut-turut Kota Depok % (yoy) mengalami laju inflasi tahunan yang tertinggi, 25 Umum Volatile foods Administered price Inti 2 15 1 5 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6-5 21 211-1 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat pada periode laporan laju inflasi Kota Depok lebih rendah dari Kota Bogor, yakni sebesar 5,22% (yoy). Laju inflasi tahunan Kota Depok menurun, yakni dari 7,75% pada triwulan I-211 menjadi 5,52% pada triwulan II-211. Penurunan laju inflasi terutama berasal dari kelompok bahan makanan yang menurun dari 18,39% menjadi 7,62%. Sama halnya dengan Kota Bekasi, produksi bahan pangan di Kota Depok relatif minimal dan tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakatnya. Oleh karena itu, mayoritas pasokan bahan pangan diperoleh dari DKI Jakarta sehingga harga pangan di Kota Depok lebih berfluktuatif (lihat Boks 3. Transaksi Perdagangan Bahan Pangan di Kota Depok). Selain itu, mengingat mayoritas masyarakat Kota Depok bekerja di DKI Jakarta sehingga memiliki daya beli yang tinggi. Hal ini kemudian menyebabkan margin keuntungan pedagang di Kota Depok lebih tinggi dibandingkan daerah lain, sebagaimana terindikasi dari hasil survei KBI Bandung. Hasil survei juga menunjukkan bahwa biaya pergudangan di Kota Depok cukup tinggi, yakni mencapai,93% dari total biaya. Tingginya biaya pergudangan diduga akibat minimnya gudang di Kota Depok sehingga biaya sewa relatif mahal. Tabel 2.7. Persentase Faktor Pembentuk Harga di Tingkat Pedagang Faktor Pertimbangan Kota Bogor Kota Bandung Kota Bekasi Kota Depok Harga pokok pembelian 59,35 72,85 67,91 58,12 Biaya tenaga kerja 12,66 4,89 6,29 7,16 Biaya transportasi 5,44 2,17 5,39 5,78 Biaya pergudangan,18,1,1,93 Biaya pemasaran,34,,2,25 Margin keuntungan 21,81 19,89 16,56 27,77 Lainnya,22,19 3,55, Jumlah 1, 1, 1, 1, Sumber : KBI Bandung. (21). Survei Determinan Persistensi Inflasi Jawa Barat Sementara itu, berdasarkan sumber penyebab inflasi, meski laju inflasi tahunan inti Kota Depok relatif stabil pada level 5%, angka tersebut lebih tinggi dibandingkan Kota Bandung yang hanya pada kisaran 3%. Persistensi inflasi Kota Depok diduga disebabkan oleh kenaikan harga beras yang cukup tinggi serta tarif kontrak/sewa rumah. Inflasi kelompok perumahan pada periode laporan masih sekitar 6% bahkan cenderung meningkat. Tingginya permintaan atas perumahan di Kota Depok dari masyarakat yang bekerja di DKI Jakarta (commuters) menyebabkan harga properti naik secara signifikan. 34

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Tabel 2.8. Inflasi Tahunan Kota Depok Menurut Kelompok Barang dan Jasa No. Kelompok 21 211 Tw.I Tw. II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 1 Bahan makanan 5,24 14,81 7,94 21,96 18,39 7,62 2 Makanan jadi 6,5 6,86-1,46 7,69 7,58 7,24 3 Perumahan 1,52 1,78 2,71 3,85 6,38 6,51 4 Sandang,68 4,35 16,2 5,1 4,54 4,67 5 Kesehatan,3,31 11,28,4 1,77 1,86 6 Pendidikan 4,4 4,69-1,11 1,29 1,19,84 7 Transpor -,36 -,42 8,35,79,99 1,31 Umum 2,96 5,47 5,56 7,97 7,75 5,22 Keterangan : *) nama kelompok disingkat; Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat BOKS 3. TRANSAKSI PERDAGANGAN KOMODITAS BAHAN MAKANAN DI KOTA DEPOK Beras Jumlah beras yang masuk ke Kota Depok secara rata-rata atau pada kondisi normal adalah 12,7 ribu ton/bulan, dan hampir seluruhnya dikonsumsi oleh masyarkat Depok. Pasokan beras berasal dari Karawang (42,9%), Cianjur (8,13%), Indramayu (2,93%), dan Kab. Bekasi (2,93%), sementara dari Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur hanya sebesar 2%. Beras yang datang sebagian besar ditransaksikan di Pasar Cisalak (7%) sementara sisanya di Pasar Agung. Bawang merah Komoditas bawang merah yang masuk ke Kota Depok secara rata-rata adalah,22 ribu ton/bulan yang sebagian besar berasal dari Brebes, Jawa Tengah dan Pasar Induk Kramat Jati. Masuknya bawang merah dikumpulkan di Pasar Cisalak dan Kemiri, kemudian pasokan bawang merah di Pasar Agung dijual langsung kepada konsumen rumah tangga. Cabe merah Jumlah kebutuhan cabe merah di Kota Depok secara rata-rata adalah,21 ribu ton/bulan. Pasokan cabe merah terbesar berturut-turut berasal d ari Garut, Bandung, serta Pasar Induk Kramat Jati. Khusus untuk komoditas cabe merah, pasar yang menampung pasokan komoditas tersebut dar luar adalah Pasar Cisalak dan Pasar Kemiri, sementara Pasar Agung menerima pas okan dari kedua pasar tersebut untuk melayani konsumen secara langsung. Kota Bogor Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Kota Bogor % (yoy) 2 Umum Volatile foods Administered price Inti 15 1 5 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6-5 -1 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Pada triwulan II-211 laju inflasi Kota Bogor menjadi yang tertinggi di Jawa Barat. Inflasi Kota Bogor sedikit turun dari 5,93% pada triwulan I-211 menjadi 5,26% pada periode laporan. Jika dibandingkan dengan 6 kota lainnya, perlambatan laju inflasi Kota Bogor tidak sebesar daerah lain. Hal ini disebabkan penurunan kelompok bahan makanan dan makanan jadi tertahan oleh 35

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH kenaikan inflasi kelompok perumahan serta sandang. Meningkatnya laju inflasi kelompok perumahan terutama akibat kenaikan tarif sewa/kontrak rumah, sementara kelompok sandang khususnya untuk produk tekstil mengalami kenaikan harga. Naiknya laju inflasi barang-barang tersebut yang juga mendorong kenaikan laju inflasi inti di Kota Bogor. Sementara itu, dampak tekanan dari eksternal terhadap harga emas perhiasan di pasar relatif minimal. Faktor utama penyebab turunnya laju inflasi tahunan Kota Bogor adalah kelompok bahan makanan, khususnya komoditas cabe merah, cabe rawit, dan bawang merah. Pasokan cabe meningkat sehingga beberapa pedagang di pasar tradisional menginformasikan bahwa akibat melimpahnya pasokan cabe, harga cabe menjadi lebih rendah dibandingkan dengan kondisi normal. Tabel 2.9. Inflasi Tahunan Kota Bogor Menurut Kelompok Barang dan Jasa No. Kelompok 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 1 Bahan makanan 1,25 7,2 8,62 17,1 14,26 1,36 2 Makanan jadi 5,9 5,78 2,4 2,49 3,65 2,95 3 Perumahan 2,34 2,38-2,12 3,94 2,92 4,3 4 Sandang 2,74 1,78 15,74 1,7 2,46 3,29 5 Kesehatan 7,93 8,44 6,94 1,95 3,1 3,46 6 Pendidikan 2,58 1,68-8,38 2,65 3,31 3,31 7 Transpor,54,9 6,58,42,55 1,27 Umu m 2,47 4,23 2,98 6,57 5,93 5,26 Keterangan : *) nama kelompok disingkat Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Kota Cirebon Laju inflasi Kota Cirebon menurun menjadi 4,75% pada periode laporan. Penurunan terutama bersumber dari kelompok bahan makanan yang turun dari 1,84% pada triwulan I-211 menjadi 7,48% pada triwulan II-211, khususnya untuk komoditas cabe merah, cabe rawit, minyak goreng, serta daging ayam ras. Sebagaimana yang terjadi di daerah lain, tingginya minat petani yang beralih me nanam cabe menyebabkan pasokan meningkat pesat sehingga harga cabe turun drastis. Selain itu, harga minyak goreng dan daging ayam ras di Kota Cirebon turun akibat meningkatnya pasokan dari sentra produsen. 36 Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Kota Cirebon Menurut Kelompok Barang dan Jasa No. Kelompok 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 1 Bahan makanan 3,58 8,18 9,99 15, 1,84 7,48 2 Makanan jadi 5,3 5,52,12 6,5 5,77 4,67 3 Perumahan 2,31 1,77-5,92 2,41 3,28 3,53 4 Sandang 2, 6,26 6,46 6,49 7,13 4,91 5 Kesehatan 2,53 3,11-7,9 3,44 3,89 3,27 6 Pendidikan 7,1 8,14-18,6 9,77 9,71 8,29 7 Transpor 2,29 2,56 7,52 2,1 2,14 1,48 Umum 3,54 4,79,73 6,7 5,99 4,75 Keterangan : *) nama kelompok disingkat Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Hampir seluruh kelompok barang/jasa pembentuk inflasi mengalami penurunan. Inflasi kelompok sandang turun dari 7,13% menjadi 4,91% pada periode laporan akibat melambatnya inflasi emas perhiasan di Kota Cirebon. Di sisi lain, hanya kelompok perumahan yang mengalami kenaikan laju inflasi khususnya untuk komoditas bahan bakar rumah tangga, sementara itu tarif sewa/kontrak rumah masih stabil. Berdasarkan sumber penyebabnya, inflasi inti menurun yang disebabkan oleh ekspektasi harga konsumen yang semakin membaik serta sisi penawaran yang memiliki respon cukup baik terhadap kenaikan permintaan. Berdasarkan hasil Survei Konsumen KBI Cirebon, ekspektasi harga konsumen 3 dan 6 bulan yang akan datang (YAD) menunjukkan pergerakan ke arah perbaikan. Konsumen mempersepsikan harga akan cenderung turun mengingat pasokan bahan makanan yang lebih baik dibandingkan dengan periode sebelumnya. Sementara itu, inflasi yang berasal dari kebijakan pemerintah (administered price) masih stabil. Grafik 2.11. Inflasi Tahunan Kota Cirebon % (yoy) 2 Umum Volatile foods Administered price Inti 15 1 5 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 Grafik 2.12. Ekspektasi Harga Konsumen di Kota Cirebon Indeks %, yoy 19 Ekspektasi Harga 3 bln YAD Ekspektasi Harga 6 bln YAD 7 18 Inflasi (RHS) 6.5 6 17 5.5 16 5 15 4.5 4 14 3.5 13 3 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7-5 21 211 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Sumber: Survei Konsumen, KBI Cirebon Kota Sukabumi Grafik 2.13. Inflasi Tahunan Kota Sukabumi % (yoy) 16 Umum Volatile foods Administered price Inti 14 12 1 8 6 4 2-2 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6-4 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Pada periode laporan, laju inflasi tahunan Kota Sukabumi menurun, yakni dari 5,12% menjadi 4,63%. Penurunan terutama disumbangkan oleh melambatnya laju inflasi kelompok bahan makanan dari 1,73% menjadi 7,86%. Berdasarkan komoditasnya, penurunan laju inflasi khususnya disebabkan oleh komoditas cabe merah, cabe rawit, beras dan daging ayam ras. Kota Sukabumi merupakan salah satu kota yang mengalami penurunan harga beras cukup tinggi dibandingkan kota lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pada periode laporan daerah sekitar Kota Sukabumi mengalami puncak panen padi. Mengingat strategisnya peran daerah Sukabumi dalam memasok bahan makanan di Jawa Barat maka telah dibentuk Tim Pengendalian Inflasi Kota Sukabumi pada awal tahun 211 (lihat Boks 4. Pengukuhan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kota Sukabumi). Namun demikian, penurunan inflasi kelompok 37

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH bahan makanan tidak diikuti oleh perkembangan kelompok makanan jadi. Inflasi tahunan kelompok makanan jadi meningkat dari 4,1% pada triwulan I-211 menjadi 4,97% pada periode laporan. Sementara itu, kelompok sandang mengalami kenaikan laju inflasi dari 6,44% menjadi 7,12%. Tabel 2.11. Inflasi Tahunan Kota Sukabumi Menurut Kelompok Barang dan Jasa No. Kelompok 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 1 Bahan makanan -1,49 4,71 12,94 12,85 1,73 7,86 2 Makanan jadi 5,17 4,6 1, 2,82 4,1 4,97 3 Perumahan 7,6 2,19-9,53 2,94 3,11 2,74 4 Sandang -1,91 3, 14,55 7,98 6,44 7,12 5 Kesehatan 1,2 -,68 5,82 -,31,3 2,62 6 Pendidikan 2,42 2,6 7,44 3,26 3,4 3,35 7 Transpor,83,56 1,35,69,97,95 Umum 2,41 3,9 3,42 5,43 5,12 4,63 Keterangan : *) nama kelompok disingkat Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Berdasarkan jenis penyumbang inflasi, laju inflasi inti masih stabil di level 4%. Masih stabilnya inflasi inti di Kota Sukabumi disebabkan oleh ekspektasi inflasi yang relatif terjaga serta respon sisi penawaran yang masih baik terhadap kenaikan permintaan masyarakat. Selain itu, harga emas di pasar domestik masih relatif stabil dibandingkan dengan periode lalu. Di lain pihak, inflasi administered price meningkat pada akhir periode laporan karena kenaikan harga rokok yang didorong dampak meningkatnya cukai rokok pada triwulan lalu. BOKS 4. PENGUKUHAN TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (TPID) KOTA SUKABUMI Dalam rangka memperingati hari Kebangkitan Nasional tanggal 2 Mei 211, dilakukan pengukuhan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kota Sukabumi. Pertemuan dihadiri oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Tim Pengendalian Inflasi Pusat tingkat Nasional, Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi (FKPI) Jawa Barat dan Tim Pengendalian Inflasi Jawa Timur, serta Pemerintah kota yang belum memiliki TPID seperti Manokwari, Watampone, Pare-pare, Palopo, Singkawang, Pematang Siantar, Dumai, Tegal, dan Cilegon. Dengan dikukuhkannya TPID Kota Sukabumi, maka seluruh kota yang disurvei oleh BPS di Jawa Barat telah memiliki Tim Pengendalian Inflasi. Oleh karenanya, sinergi pemerintah pusat maupun daerah (Provinsi maupu n Kabupaten/Kota) terkait upaya pengendalian inflasi dapat berjalan dengan lebih baik. Selain pengukuhan TPID Kota Sukabumi, juga diselenggarakan diskusi mengenai upaya-upaya pengendalian inflasi yang telah dilakukan di Jawa Barat dan Jawa Timur. Dalam paparannya, FKPI Jawa Barat menyebutkan bahwa sejak terbentuknya pada tahun 28, inflasi Jawa Barat selalu berada di bawah inflasi nasional. Hal ini dicapai dengan meningkatkan awareness pihak-pihak yang terlibat dalam pengendalian inflasi, koordinasi antara dinas/instansi anggota FKPI Jabar yang baik, intensitas pemberitaan di media massa yang tinggi untuk mengarahkan ekspektasi ke arah positif, serta merumuskan rekomendasi kebijakan kepada pemangku kebijakan. 38

I II I II I II I II BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Kota Tasikmalaya Grafik 2.14. Inflasi Tahunan Kota Tasikmalaya Laju inflasi tahunan Kota Tasikmalaya yang sebesar 4,38% masih menjadi salah satu kota yang mengalami inflasi terendah di Jawa Barat. % (yoy) 16 14 12 1 2 Umum Volatile foods Administered price Inti 18 Penurunan laju inflasi akibat melambatnya inflasi kelompok bahan makanan dari 1,77% menjadi 6,3% pada triwulan II-211 yang disebabkan oleh 8 6 tingginya pasokan cabe. Namun demikian, inflasi 4 2 kelompok bahan makanan tidak diikuti oleh 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 perlambatan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau akibat dampak kenaikan cukai rokok, serta pengaruh prilaku penjual makanan jadi yang menaikkan harga secara rutin. Selain itu, kelompok sandang mengalami penurunan laju inflasi terutama disebabkan oleh menurunnya harga emas perhiasan di pasar tradisional. Tabel 2.12. Inflasi Tahunan Kota Tasikmalaya Menurut Kelompok Barang dan Jasa No. Kelompok 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 1 Bahan makanan 7,9 9,98 15,8 16,73 1,77 6,3 2 Makanan jadi 6,98 6,63 4,54 3,53 3,88 4,48 3 Perumahan 5,42 1,68-12, 44 3,3 4,67 5,21 4 Sandang -,3 3,42 16,6 5,66 6,12 5,31 5 Kesehatan 1,77 1,46 1,87 2,48 3,45 4,77 6 Pendidikan,86 2,3-5,5-2,84-2,39-2,35 7 Transpor,43 -,11 7,92,94 1,18 1,35 Umum 4,74 4,47 3,6 5,56 4,97 4,38 Keterangan : *) nama kelompok disingkat Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Berdasarkan sumber penyebabnya, laju inflasi inti mengalami peningkatan. Tekanan inflasi kelompok inti berasal dari komoditas emas dan sewa rumah. Peningkatan harga emas mengikuti kenaikan harga emas dunia, sedangkan peningkatan harga sewa rumah disebabkan ekspektasi pemilik rumah untuk menaikkan harga sewa seiring dengan mulai masuknya tahun ajaran baru. Memburuknya ekspektasi inflasi didukung oleh hasil survei konsumen dan penjualan eceran yang menyebutkan bahwa ekspektasi inflasi maupun harga jual barang mengalami kenaikan. Grafik 2.15. Ekspektasi Pedagang Eceran di Kota Tasikmalaya SBH 4. 35. 3. 25. 2. 15. 1. 5.. % (yoy) Ekspektasi Harga jual Ekspektasi Inflasi Inflasi 14 12 1 8 6 4 2 III IV III IV 28 III IV Grafik 2.16. Ekspektasi Konsumen di Kota Tasikmalaya SBT 23 21 19 17 15 13 11 9 7 5 Ekspektasi Harga 3 bln YAD Inflasi Tahunan (yoy) Ekspektasi Harga 6 bln YAD 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 %, yoy 6 5 4 3 2 1 21 211 Sumber : Survei Penjualan Eceran, KBI Tasikmalaya Sumber : Survei Konsumen, KBI Tasikmalaya 39

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Meski inflasi volatile foods mengalami penurunan pada periode laporan, namun kondisi ini merupakan pengaruh tingginya kenaikan harga komoditas pangan strategis pada periode yang sam a tahun sebelumnya. Untuk itu, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kota Tasikmalaya mencermati pe rlunya dibentuk cadangan pangan daerah untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan harga kebutuhan pokok pada saat produksi mengalami penurunan. Dalam pertemuan TPID Kota Tasikmalaya tanggal 2 April 211 dikemukakan bahwa tujuan pembangunan lumbung pangan masyarakat adalah sebagai stabilisator harga dan salah satu alat ketahanan pangan masyarakat. Saat ini telah dibangun 2 lumbung pangan masyarakat, dan direkomendasikan untuk dilakukan penambahan lumbung pangan masyarakat selama tahun 211. 3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI Grafik 2.17. Inflasi Tahunan Menurut Sumber penyebab penurunan laju inflasi Sumber Penyebab (yoy, %) berasal dari faktor nonfundamental, 2 sementara inflasi yang berasal dari faktor %,yoy 15 15.19 fundamental mengalami tekanan. 1 8.45 Menurunnya laju inflasi Jawa Barat semata-mata 5 3.47 4.32 disebabkan 3.71 3.33 oleh penurunan harga bahan Inflasi IHK (yoy) Core -5 Adm Price Volatile Foods makanan yang bergejolak (volatile foods) serta -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 kebijakan pemerintah (administered price) yang berdampak terhadap harga. Di sisi lain, laju inflasi Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok) inti (fundamental) mengalami peningkatan, yakni dari 3,47% pada triwulan I-211 menjadi 4,32% pada triwulan II-211. 3.1. FUNDAMENTAL / INTI Eksternal Kenaikan laju inflasi inti diduga berasal dari memburuknya ekspektasi masyarakat terhadap harga serta meningkatnya permintaan pada periode laporan. Sementara itu, laju inflasi inti yang berasal dari faktor eksternal cenderung melemah akibat dampak apresiasi nilai tukar rupiah yang kuat. Meski beberapa harga komoditas strategis di pasar internasional meningkat, laju kenaikannya relatif stabil dibandingkan periode sebelumnya sehingga dampaknya terhadap laju inflasi tahunan relatif minimal. Nilai tukar rupiah bergerak menguat dan kembali menyentuh level terkuat, yakni Rp8.6/USD sehingga menahan tekanan inflasi dari sisi eksternal. Hal ini didorong oleh pertumbuhan ekonomi negara berkembang yang relatif tinggi sehingga meningkatkan minat investasi di pasar modal. 4

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Grafik 2.18. Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia di Pasar Internasional USD/Troy Ons 16 15 14 13 12 11 1 9 8 7 6 Emas Minyak Dunia (WTI, RHS) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 Sumber: Bloomberg 28 USD/Bil Barrel 14 13 12 11 1 9 8 7 6 5 4 Grafik 2.19. Perkembangan Kurs Rupiah Rp/USD % 12,3 4 11,8 3 11,3 2 1,8 1 1,3 9,8 9,3-1 8,8-2 8,3-3 123456789111121234567891111212345678911112123456 28 Kurs Tengah Bulanan Pertumbuhan (yoy) Sumber: Bank Indonesia Ekspektasi Inflasi Ekspektasi konsumen maupun pedagang eceran terhadap harga barang dan jasa di kota Bandung memburuk. Hal ini ditunjukkan oleh perkembangan indeks hasil survei atas ekspektasi baik konsumen (Survei Konsumen) maupun pedagang eceran (Survei Penjualan Eceran) yang cenderung meningkat pada periode laporan. Memburuknya ekspektasi harga para konsumen serta pedagang eceran terutama disebabkan oleh turunnya pasokan bahan pangan dibandingkan dengan periode lalu. Grafik 2.2. Ekspektasi Konsumen Terhadap Barang dan Jasa di Kota Bandung % (inflasi) SB 2.2 2 19 1.7 18 1.2 17 16.7 15 14.2 13 -.3 12 123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567 11 27 28 -.8 1 Inflasi Bandung(mtm) SK* SK** Sumber: SK-BI Bandung, BPS Jawa Barat Keterangan: SK* = Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb, menurut SK 3 bulan sebelumnya; SK** = Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb, menurut SK 6 bulan sebelumnya Grafik 2.21. Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Barang dan Jasa di Kota Bandung % (inflasi) 5 4 3 2 1-1 12345678911121234567891112123456789111212345678911121234567 27 28 Inflasi (mtm) SPE* SPE** SB 16 15 14 13 12 11 1 9 Sumber: SPE-BI Bandung, BPS Jawa Barat Keterangan: SK* = Ekspektasi pedagang eceran terhadap harga pada bulan tsb, menurut SK 3 bulan sebelumnya; SK** = Ekspektasi pedangan eceran terhadap harga pada bulan tsb, menurut SK 6 bulan sebelumnya Interaksi Permintaan dan Penawaran % 8 75 7 65 6 55 5 Grafik 2.22. Kapasitas Terpakai Kegiatan Usaha I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 25 26 27 28 Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha - BI Bandung Interaksi permintaan penawaran di Jawa Barat diperkirakan belum memberikan tekanan yang signifikan terhadap laju inflasi, mengingat kapasitas industri yang terpakai baru mencapai kisaran 65%-7%. Meski demikian, tekanan inflasi ke depan berpotensi meningkat mengingat adanya tren peningkatan pada kapasitas terpakai industri di Jawa Barat. Hal ini sebagaimana yang diindikasikan oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) atas kapasitas terpakai usaha di Jawa Barat yang masih berada pada level moderat, yakni menjadi 69,15% pada periode laporan. 41

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Peningkatan kapasitas terpakai terutama berasal dari in dustri makanan, minuman, dan tembakau, TPT, alat angkut seiring dengan meningkatnya permintaan pada kedua industri tersebut. Industri makanan, minuman, dan tembakau mengalami kenaikan kapasitas terpakai akibat persiapan menjelang bulan Ramadhan. Sementara itu, kapasitas terpakai industri TPT dan alat angkut meningkat seiring dengan tren peningkatan permintaan. Tabel 2.13. Kapasitas Produksi Terpasang Industri Pengolahan (%) 21 211 SEKTOR/SUBSEKTOR Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw. II Pertanian, Perkebun an, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 63.65 72.96 65.17 74.89 68.29 68.48 1. Tanaman Pangan 6.83 69.9 62.33 71.55 64.9 64.68 2. Tanaman Perkebunan 5. 1. 83.33 75. 83.33 83.33 3. Peternakan dan hasil-hasilnya 73.75 69. 75. 8. 58.75 6. 4. Kehutanan 5. Perikanan 8.83 84.38 66.43 9. 82.22 79.44 Pertambangan 68.75 8. 65. 67.5 61.67 7. Industri Pengolahan 65.87 67.32 69.6 72.2 65.9 69.94 1. Makanan, minuman dan tembakau 57.56 62.6 69.21 69.1 64.43 67.95 2. Tekstil, barang kulit dan alas kaki 77.52 74.71 71.36 72.67 63.28 73.24 3. Alat angkutan, mesin dan peralatannya 6. 68.63 67.5 8. 54. 58.4 Listrik, Gas dan Air Bersih 57.34 77.74 73.5 75.8 73.33 7.4 Total Seluruh Sektor 64.5 7.43 67.61 73.14 67.12 69.15 Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha - BI Bandung 3.2. NON FUNDAMENTAL Volatile Foods Harga beberapa komoditas pangan strategis menurun pada periode laporan. Faktor penyebab penurunan laju inflasi secara tahunan adalah membaiknya pasokan bahan pangan khususnya beras, cabe merah, cabe rawit, dan bawang merah. Masa panen yang masih berlangsun g menyebabkan penurunan harga komoditas volatile foods lebih cepat dibandingkan dengan pola musimannya. Sementara itu, pasokan cabai merah, cabai rawit, dan cabai keriting masih meningkat akibat petani hortikultura beralih menanam cabai. Sementara itu, meski inflasi bawang merah melambat namun pada bulan Mei harga bawang merah menunjukkan tren kenaikan. Dalam rangka mengoptimalkan produksi bahan pangan di Jawa Barat maka FKPI Jawa Barat mengundang akademisi dalam pertemuannya (lihat Boks 5. Upaya Antisipasi Dampak Ketidakpastian Iklim terhadap Pola Tanam) Grafik 2.23. Perkembangan Harga Komoditas Bahan Pangan Rp9, Rp28, Beras Rp8,8 Rp26, Rp8,6 Rp24, Rp8,4 Rp22, Rp8,2 Rp2, Rp8, Rp18, Rp7,8 Rp16, Rp7,6 Rp14, Rp7,4 4 111825 1 8 152224 1 8 152228 4 111825 2 9 1623263 6 13227 Bawang Merah 4 18 1 15 24 8 22 4 18 2 16 26 6 2 Jan Feb Mar April Mai Juni Jan Feb Mar April Mai Juni Rp7, Rp6, Rp5, Rp4, Rp3, Rp2, Rp1, Rp Rp7, Rp6, Rp5, Rp4, Rp3, Rp2, Rp1, Rp Cabe Rawit 4 111825 1 8 152224 1 8 152228 4 111825 2 9 1623263 6 13227 Cabe Merah 4 111825 1 8 152224 1 8 152228 4 111825 2 9 1623263 6 13227 Jan Feb Mar April Mai Juni Jan Feb Mar April Mai Juni Sumber : Survei Pemantauan Harga Mingguan, KBI Bandung 42

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH BOKS 5. UPAYA ANTISIPASI DAMPAK KETIDAKPASTIAN IKLIM TERHADAP POLA TANAM Untuk mengantisipasi ketidakpastian iklim dan dampaknya terhadap produksi bahan pangan strategis, FKPI Jawa Barat pada tanggal 1 Mei 211 menyelenggarakan diskusi terbatas dengan Dr. Armi Susandi, MT., dosen Program Studi Meteorologi ITB. Pertemuan tersebut dihadiri oleh anggota FKPI Jawa Barat yang merupakan dinas/ins tansi teknis, seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Peternakan, serta Dinas Perkebunan Prov. Jaba r. Sejak dimulainya revolusi industri, temperatur dunia meningkat drastis sehingga menggangg u iklim sep anjang tahun. H al ini kemudian menguba h masa dan waktu dimulai maupun berakhirnya musim penghujan di seluruh dunia. Untuk itu, narasumber dalam pertemuan tersebut memberikan hasil simulasi proyeksi curah hujan bulan Maret hingga Mei 211 di Jawa Barat. Simulasi yang digunakan menunjukkan bahwa daerah Indramayu dan Garut sebaiknya mulai menanam padi sejak bulan Maret, sementara daerah Cianjur sebaiknya pada bulan Mei 211. Jika masa tanam padi tidak sesuai dengan puncak curah huja n maka hasil panen dapat menjadi kurang optimal. Grafik 1. Hasil Simulasi Peta Awal Tanam Padi di Jawa Barat Sumber : Presentasi Armi Susandi Selain digunakan untuk menentukan masa awal tanam padi, simulasi curah hujan berguna juga untuk pemilihan jenis bibit, pengendalian hama, serta pipa pengairan. Bibit untuk daerah yang memiliki curah hujan tinggi ataupun rendah disesuaikan, selain itu juga dapat diidentifikasi daerah-daerah yang rawan terserang hama. Selain itu, khusus untuk daerah yang telah menggunakan jaringan irigrasi teknis dapat mengantisipasi kekurangan air di daerah tertentu. Grafik 2. Rekomendasi Pemilihan Bibit, Pengendalian Hama, serta Pipa Pengairan Sumber : Presentasi Armi Susandi Menindaklanjuti pertemuan dimaksud, FKPI Jawa Barat mengusulkan rekomendasi kepada dinas instansi terkait untuk bekerjasama dengan ahli iklim sehingga dapat memperoleh hasil panen yang 43

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH optimal. Ke depan, perlu dibentuk tim ketahanan pangan yang diantaranya terdiri dari ahli iklim, geographic information system, ekonomi, dan pertanian untuk memberikan rekomendasi atas kebijakan ketahanan pangan daerah. Administered Price Pada periode laporan, tidak terdapat kebijakan pemerintah pusat yang signifikan mempengaruhi harga. Namun demikian, beberapa daerah mencatat adanya kenaikan harga rokok akibat dampak lanjutan kenaikan cukai rokok pada periode lalu. Selain itu, terdapat beberapa pemberitaan di media yang menyebutkan terjadi kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi akibat kebijakan pemerintah membatasi BBM (lihat Boks 6. Ketersediaan Stok BBM Dijamin oleh Pemerintah). BOKS 6. KETERSEDIAAN STOK BBM DIJAMIN OLEH PEMERINTAH Pertamina menyatakan akan menjamin ketersediaan BBM bersubsidi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bahkan Pertamina menginformasikan bahwa saat ini kuota yang diberikan pemerintah telah terlampaui sebesar 3%. Di lain pihak, pada rapat FKPI Jawa Barat, Intelkam Polda Jawa Barat menginformasikan bahwa terdapat kelangkaan premium di beberapa daerah seperti Kab. Indramayu, Kota dan Kab. Cirebon, Kab. Majalengka, Kab. Sukabumi, Kab. Subang, Kab. Purwakarta, Kota Tasikmalaya, dan Kab. Cianjur. Sementara itu, terdapat daerah rawan penyimpangan distribusi BBM di Pantai Utara dan Selatan Jawa Barat khususnya untuk kebutuhan nelayan. Saat ini, Pertamina mencatat terdapat sebanyak 853 buah Sistem Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jawa Barat dan mayoritas berada di Jawa Barat bagian utara. Selain itu hanya kurang dari setengah SPBU di Jabar yang memiliki tangki Pertamax. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diantisipasi pembangunan tangki pertamax jika pemerintah pusat tetap melakukan pembatasan subsidi BBM. Tabel 1. Lokasi SPBU dan Penjualan Premium dan Pertamax NO WILAYAH SPBU OMZET JML SPBU JUAL EXISTING PREMIUM PERTAMAX 1 Purwakarta 29 7.866 9 2 Kab. Bogor 95 32.47 55 3 Kota Bogor 22 11.848 15 4 Subang 29 8.847 3 5 Bandung 368 248.214 148 6 Kab. Karawang 5 18.162 14 7 Kota Bandung 92 36.84 66 8 Kab. Bandung 68 22.98 23 9 Cimahi 16 5.498 9 1 Sumedang 24 7.361 8 11 Cianjur 29 1.93 7 12 Sukabumi 31 9 JUMLAH 853 41.71 366 44

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH 45

46 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Intermediasi perbankan meningkat sementara stabilitas perbankan masih terjaga. Intermediasi perbankan yang tercermin dari indikator Loan-to-Deposit Ratio (LDR) meningkat mendekati level 78% meski pertumbuhan kredit relatif melambat. Sementara itu, risiko kredit masih dalam level yang cukup baik, sebagaimana yang tercermin dari stabilnya Non Performing Loans (NPL). Di sisi lain, pertumbuhan perbankan syariah baik dari sisi penghimpunana dana maupun pembiayaan lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. 1. STRUKTUR PERBANKAN DI JAWA BARAT Aset perbankan di Jawa Barat tumbuh melambat pada triwulan II-211, yakni dari 22,12% menjadi 21,13% (Grafik 3.1). Penyebab utama melambatnya aset perbankan di Jawa Barat adalah pertumbuhan penghimpunan dana yang tertahan. Hal ini menyebabkan aset pada periode laporan hanya menjadi Rp253,5 triliun. Grafik 3.1. Perkembangan Aset Perbankan Jawa Barat 26 25 24 23 22 21 2 19 18 17 16 15 Triliun Rp Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Total Aset Pertumbuhan %, yoy 32 3 28 26 24 22 2 18 16 Sumber: LBU KBI Bandung 2. BANK UMUM KONVENSIONAL 2.1 Pendanaan dan Risiko Likuiditas Perkembangan Dana Pihak Ketiga Penghimpunan dana telah tumbuh melambat selama 2 periode berturut-turut. Pada periode laporan pertumbuhan penghimpunan DPK oleh perbankan umum konvensional di Jawa Barat melambat dari 21,3% menjadi 18,9% atau menjadi sebesar Rp188,9 triliun (Grafik 3.3). Berdasarkan produknya, perlambatan pertumbuhan giro menyumbangkan perlambatan yang cukup signifikan. Angka pertumbuhan giro melambat dari 23,6% pada triwulan I-211 menjadi 6,19% pada triwulan II- 211. Perlambatan tersebut masih dapat ditahan dengan meningkatnya pertumbuhan deposito dari 17,85% menjadi 24,3% pada periode laporan. Grafik 3.2. Porsi DPK per Jenis Deposito 41% Giro 19% Tabungan 4% Grafik 3.3. Perkembangan DPK per Jenis di Jawa Barat %, yoy 45 4 35 3 25 2 15 1 5 Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II 28 Sumber: LBU KBI Bandung Sumber: LBU KBI Bandung Total DPK Giro Tabungan Deposito 47

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Berdasarkan kelompok banknya, bank pemerintah dan bank swasta nasional masih mendominasi penghimpunan DPK di Jawa Barat, yakni masing-masing dengan pangsa sebesar 52% dan 46% (Grafik 3.4). Di sisi lain, bank swasta asing hanya menghimpun 2% dari total DPK Jawa Barat. Seluruh kelompok bank mengalami perlambatan pertumbuhan meski laju perlambatannya lebih kecil dibandingkan periode lalu. Grafik 3.4. Porsi DPK per Kelompok Bank di Jawa Barat Bank Swasta Nasional 46% Bank Swasta Asing 2% Sumber: LBU KBI Bandung Bank Pemerintah 52% Grafik 3.5. Perkembangan DPK per Kelompok Bank di Jawa Barat %, yoy 45 4 35 3 25 2 15 1 5-5 Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II -1-15 28-2 -25 Total DPK Sumber: LBU KBI Bandung Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Swasta Asing Sementara itu, berdasarkan jenis valutanya, seluruhnya mengalami perlambatan pertumbuhan. DPK valas tumbuh 13,27% menjadi Rp17,29 triliun sementara DPK rupiah tumbuh 19,5% menjadi Rp171,65 triliun (Grafik 3.8). Meski demikian, tidak ada perubahan pangsa DPK menurut jenis valutanya, DPK rupiah masih mendominasi penghimpunan dana di Jawa Barat dengan pangsa sebesar 91% (Grafik 3.6). Grafik 3.7. Porsi DPK per Jenis Valuta Valas 9% Rupiah 91% Grafik 3.8. Perkembangan DPK per Jenis Valuta %, yoy 45 4 35 3 25 2 15 1 5 Total DPK DPK Rupiah DPK Valas Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II 28 Sumber: LBU KBI Bandung Sumber: LBU KBI Bandung 2.2 Perkembangan Kredit dan Risikonya Perkembangan Kredit Penyaluran kredit oleh bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan laporan tumbuh 21,97% atau sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya (Grafik 3.1). Dengan angka pertumbuhan tersebut, maka outstanding kredit menjadi sebesar 48

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Rp144,8 triliun. Berdasarkan jenis penggunaannya, penyebab perlambatan terutama disebabkan oleh kredit investasi yang tumbuh melambat dari 25,9% pada triwulan I-211 menjadi 21,9% pada triwulan II-211. Sementara, kredit jenis penggunaannya tumbuh tipis dari periode sebelumnya. KK 43% Grafik 3.9. Porsi Kredit per Jenis Penggunaan Sumber: LBU KBI Bandung KI 12% KMK 45% Grafik 3.1. Perkembangan Kredit per Jenis Penggunaan yoy, % 45 4 35 3 25 2 15 1 5 Total Kredit KMK KI KK Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Keterangan: *) Laporan baru dengan ketentuan Basel II Sumber: LBU KBI Bandung Secara sektoral, sebagian sektor ekonomi mengalami perlambatan pertumbuhan penyaluran kredit, meski demikian penyaluran kredit di sektor industri meningkat dibandingkan periode sebelumnya. Sejalan dengan melambatnya perekonomian Jawa Barat, pertumbuhan kredit di sektor PHR sedikit tertahan. Meski demikian, sumbangan pertumbuhan terbesar masih ditujukan kepada sektor PHR dan perindustrian yang masing-masing memiliki pangsa sebesar 21% dan 16% dari total penyaluran kredit (Grafik 3.11). Grafik 3.11. Porsi Kredit per Sektor Ekonomi Pertanian 2% Lain-lain 48% Pertambang an % Perindustria n 16% LGA % Konstruksi 3% Grafik 3.12. Perkembangan Kredit per Sektor Ekonomi 12 1 yoy, % Pertanian Perindustrian Perdag., Rest & Hotel Pengktn, Gudg& Kmnks 8 6 4 Jasa Sosial 3% Jasa Dunia Usaha 2% PHR 21% Pengktn, Gudg& Kmnks 5% 2-2 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 21 211 Sumber: LBU KBI Bandung Sumber: LBU KBI Bandung Sementara itu, berdasarkan kelompok bank, perlambatan penyaluran kredit terutama berasal dari melambatnya kinerja penyaluran kredit oleh bank swasta asing, yakni dari -13% pada triwulan I-211 menjadi -19% pada triwulan II-211 (Grafik 3.14). Di lain pihak, pertumbuhan kredit oleh bank pemerintah dan bank swasta nasional stabil dibandingkan dengan periode yang lalu, sehingga pangsa bank pemerintah dan swasta nasional masih tetap yakni masing-masing sebesar 61% menjadi 37%. 49

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Grafik 3.13. Porsi Kredit per Kelompok Bank Bank Swasta Nasional 37% Bank Swasta Asing 2% Bank Pemerintah 61% 5 4 3 2 1-1 -2-3 Grafik 3.14. Perkembangan Kredit per Kelompok Bank yoy, % Total Kredit Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Swasta Asing Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Sumber: LBU KBI Bandung Sumber: LBU KBI Bandung Dari 26 kabupaten/kota yang berada di Jawa Barat, penyaluran kredit oleh bank yang berkantor di Kota Bandung adalah yang terbesar, yakni mencapai 43% (Tabel 3.1). Kredit yang disalurkan oleh perbankan di Kota Bandung mayoritas diperuntukkan sektor PHR serta industri pengolahan. Menurut angka pertumbuhannya, penyaluran bank berkantor di Kabupaten Bekasi adalah yang tertinggi yakni hingga 3 kali lipat yang sebagian besar ditujukan untuk sektor industri pengolahan. Hal ini mengingat daerah tersebut merupakan salah satu pusat pertumbuhan industri di Jawa Barat. Tabel 3.1. Perkembangan Kredit per Kota/Kab di Jawa Barat URAIAN Kredit (Rp Triliun) Pertumbuhan (%, yoy) Pangsa 21 211 211 (%) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.I Tw.II Kab. Bekasi,22,27,31 1,17 1,26 1,43 475,92 432,69,99 Kab. Purwakarta 1,83 1,95 2,1 1,9 1,96 2,1 6,97 7,71 1,45 Kab. Karawang 3,17 3,37 3,45 3,71 4,11 4,47 29,73 32,72 3,9 Kab. Bogor,57,61,64,68,69,75 2,99 22,92,52 Kab. Sukabumi,83,89,9,9,95 1, 15,9 12,2,69 Kab. Cianjur 1,61 1,7 1,72 1,75 1,79 1,85 11,31 8,58 1,28 Kab. Bandung 1,88 2,1 2,12 2,31 2,22 2,36 18,2 17,43 1,63 Kab. Sumedang 1,26 1,33 1,38 1,46 1,52 1,63 2,16 22,75 1,13 Kab. Tasikmalaya,37,39,41,42,45,46 21,3 17,17,31 Kab. Garut 1,98 2,9 2,16 2,27 2,41 2,58 21,88 23,54 1,78 Kab. Ciamis,99 1,7 1,13 1,19 1,25 1,32 26,65 23,52,91 Kab. Cirebon,52,54,55,57,6,66 15,94 21,2,46 Kab. Kuningan 1,1 1,16 1,17 1,22 1,28 1,34 16,72 15,89,93 Kab. Indramayu 1,51 1,62 1,7 1,81 1,94 2,3 28,63 25,5 1,4 Kab. Majalengka 1,29 1,67 1,41 1,46 1,51 1,59 17,13 (4,76) 1,1 Kab. Subang 2,45 2,54 2,64 2,73 2,83 2,93 15,82 15,52 2,2 Kota Banjar,89,93,95,98 1,5 1,11 17,47 19,39,77 Kota Bandung 48,71 51,62 53,75 57,6 58,41 61,74 19,92 19,61 42,64 Kota Bogor 8,2 8,64 8,91 9,43 9,85 1,74 2,21 24,36 7,42 Kota Sukabumi 2,73 2,9 3,2 3,14 3,32 3,59 21,63 24,2 2,48 Kota Cirebon 6,18 6,55 6,9 7,27 7,64 8,24 23,56 25,73 5,69 Kota Tasikmalaya 4,43 4,69 4,8 5,12 5,39 5,79 21,77 23,38 4, Kota Cimahi 1,34 1,48 1,48 1,58 1,67 1,78 24,11 2,14 1,23 Kota Depok 1,82 1,95 2,15 2,32 2,47 2,63 35,91 34,65 1,82 Kota Bekasi 9,14 9,68 1,4 1,42 1,65 11,79 16,46 21,83 8,14 TOTAL 111,45 118,71 123,54 13,97 135,93 144,8 21,96 21,98 1 Khusus untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), penyaluran kredit perbankan Jawa Barat meningkat, yakni dari Rp41,7 triliun menjadi Rp46,6 triliun (Grafik 3.15). Sementara itu, pangsa kredit UMKM masih stabil pada 32,2%. Peningkatan kredit UMKM terutama disebabkan oleh tingginya kenaikan kredit kepada Usaha Menengah dibandingkan periode sebelumnya (Grafik 3.17). 5

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Grafik 3.15. Perkembangan Kredit UMKM di Jawa Barat Grafik 3.16. Porsi Kredit UMKM Per Skala Usaha di Jawa Barat 6 Jumlah Kredit UMKM Rasio Kredit UMKM (Axis Kanan) 5 4 3 2 1 Sumber: LBU KBI Bandung Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Intermediasi Perbankan 21 211 45 43 41 39 37 35 33 31 29 27 25 1% 8% 6% 4% 2% % Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 21 211 Mikro Kecil Menengah Sumber: LBU KBI Bandung Kinerja perbankan Jawa Barat sebagaimana diindikasikan dari intermediasinya, meningkat mendekati level 78%. Rasio LDR meningkat dari 74,69% menjadi 76,64%. Membaiknya indikator LDR disebabkan oleh lebih tingginya perlambatan DPK dibandingkan penyaluran kredit di Jawa Barat (Grafik 3.17). Grafik 3.17. Perkembangan Intermediasi Perbankan % 8 76 75.18 76.25 77. 75.94 74.7 75.68 74.69 73.56 76.64 72 71.19 68 64 6 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV* Tw.I* Tw.II* Sumber: LBU KBI Bandung Risiko kredit Pada periode laporan, risiko kredit perbankan di Jawa Barat cenderung membaik, sebagaimana diindikasikan oleh NPL gross yang turun dari 3,3% menjadi 3,% (Grafik 3.18). Sementara itu, risiko kredit UMKM juga mengalami penurunan, yakni dari 5,38% menjadi 4,9%. 4.1 3.9 3.7 3.5 3.3 3.1 2.9 2.7 % Grafik 3.18. Perkembangan NPL 3.99 3.91 3.78 3.82 3.63 3.57 3.52 3.38 3.42 3.51 3.35 3.5 3.3 3. 2.5 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV* Tw.I* Tw.II* 28 Sumber: LBU KBI Bandung 51

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH 3. BANK UMUM SYARIAH Perbankan syariah di Jawa Barat Grafik 3.19. Perkembangan FDR Perbankan Syariah mengalami perlambatan di Jawa Barat % pertumbuhan pendanaan maupun 1 pembiayaan. Hal ini sebagaimana 95 perkembangan indikator perbankan 92.21 93.11 9 91.89 88.4 umum syariah di Jawa Barat. Pembiayaan 84.52 86.26 85.45 85.72 85 83.5 83.4 sejak bulan Januari hingga Juni 211 82.28 83.18 baru tumbuh sebesar 12% sehingga 8 75 78.5 76.81 menjadi Rp8,74 triliun. Sementara itu, 7 dari sisi penghimpunan dana industri Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III*Tw.IV* Tw.I* Tw.II* perbankan syariah hingga tengah tahun masih mengkhawatirkan, yakni tumbuh 28 Sumber: LBU KBI Bandung 1,7% (year-to-date). Sementara itu, intermediasi perbankan syariah sebagaimana diindikasikan oleh Financing to Deposit Ratio (FDR) masih tinggi, yakni sebesar 92% (Grafik 3.19). Grafik 3.2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah di Jawa Barat Triliun Rp 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 - DPK Pertumbuhan (RHS) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Sumber: LBU KBI Bandung yoy (%) 12 1 8 6 4 2-9 8 7 6 5 4 3 2 1 - Grafik 3.21. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah di Jawa Barat Triliun Rp 1 Pembiayaan Pertumbuhan (RHS) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Sumber: LBU KBI Bandung yoy (%) 12 1 8 6 4 2 - Dengan sikap kehati-hatian yang cukup baik dari perbankan syariah di Jawa Barat rasio Non Performing Financing (NPF) masih pada level yang rendah, yakni 2,24% (Grafik 3.22). Sejak tahun 21, risiko kredit perbankan syariah cenderung membaik dan pada periode laporan kembali tercapai rekor nilai NPF yang baru. Grafik 3.22. Perkembangan NPF Perbankan Syariah di Jawa Barat 6 5 4 3 2 % 5.63 5.14 4.81 3.55 4.5 4.1 3.13 3.31 4.8 3.87 3.3 2.64 1.93 2.24 1 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV* Tw.I* Tw.II* 28 Sumber: LBU KBI Bandung 52

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH 4. BANK PERKREDITAN RAKYAT Kinerja intermediasi BPR Jawa Barat meningkat, yakni dari 75,6% menjadi 79,4%. Meningkatnya intermediasi perbankan terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan penghimpunan dana, yakni dari 16,5% pada triwulan I-211 menjadi 14% pada triwulan II-211 (Grafik 3.23). Meski demikian, aset BPR Konvensional tumbuh melambat dari 18,71% menjadi 17,57% atau Rp8,97 triliun pada periode laporan. Sementara itu, pertumbuhan kredit stabil pada level 24,5% (Grafik 3.24). Rp Triliun 9.5 9. 8.5 8. 7.5 7. 6.5 6. 5.5 5. Grafik 3.23. Perkembangan Aset BPR Jawa Barat Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 21 211 Aset Pertumbuhan %, yoy 21 2 2 19 19 18 18 17 17 16 16 15 Rp Triliun 7. 6.5 6. 5.5 5. 4.5 4. Grafik 3.24. Perkembangan DPK dan Kredit BPR Jawa Barat Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II DPK Pertumbuhan DPK 21 211 Pembiayaan Pertumbuhan Pembiayaan %, yoy 3 25 2 15 1 5 Sumber: LBU KBI Bandung Sumber: LBU KBI Bandung Meski dengan jumlah BPR yang menurun dari 345 buah menjadi 343 buah pada periode laporan, penyaluran kredit tetap berjalan dengan optimal (Tabel 3.2). Dari aspek efisiensi, kinerja BPR Jawa Barat masih cukup baik. Pada triwulan I-211 BOPO (Beban Operasional Pendapatan Operasional) BPR Jawa Barat membaik dari 83,8% menjadi 84,8% (Grafik 3.25). Grafik 3.25. Perkembangan BOPO BPR Jawa Barat % 86 85.5 85.5 85.3 85.6 85 84.8 84.5 84.8 84 83.8 83.5 83 82.5 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II 21 211 Sumber: LBU KBI Bandung Tabel 3.2. Perkembangan Jumlah Kantor BPR Jawa Barat URAIAN 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Jumlah BPR 379 379 379 376 345 343 Jumlah kantor cabang BPR 55 553 558 563 55 556 Jumlah PD BPR 131 131 131 13 98 98 Sumber: LBU KBI Bandung Berdasarkan risiko yang dihadapi perbankan, BPR Jawa Barat memiliki ketahanan permodalan yang cukup baik, sebagaimana indikator CAR (Capital Adequacy Ratio) berada pada level 2% (Tabel 3.3). 53

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Sementara itu, risiko kredit (Non Performing Loans) masih terjaga, yakni menjadi 7,13% pada periode laporan. Ke depan, NPL BPR Jawa Barat diperkirakan masih akan menurun. Tabel 3.3. Perkembangan Indikator Kinerja BPR Jawa Barat URAIAN 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II CAR 23,41 22,3 22,12 21,43 22,1 2,76 LDR 71,28 73,83 74,47 73,43 75,63 79,43 BOPO 85,25 84,81 85,56 85,51 83,84 84,8 NPL 8,49 8,9 8,13 7,28 7,14 7,13 Sumber: LBU KBI Bandung BOKS 8. BI BANDUNG CANANGKAN GERAKAN AKSELERASI PERBANKAN SYARIAH Hingga paruh tahun 211, pertumbuhan pendanaan perbankan syariah di Jawa Barat hanya sebesar 1,71% (year-to-date) lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang pada periode sama tumbuh sebesar 47,94%. Kondisi ini sungguh memprihatinkan mengingat target pertumbuhan pendanaan perbankan syariah Jawa Barat pada tahun 211 adalah 35%. Indikator ini dipilih terutama untuk mendukung peningkatan Pegawai BI Bandung berfoto bersama sembari menunjukkan buku tabungan di bank syariah porsi perbankan syariah secara nasional. Menyadari kondisi ini, Pemimpin Bank Indonesia (PBI) Bandung, Lucky Fathul Aziz Hadibrata mencanangkan gerakan Akselerasi Perbankan Syariah yang diawali dengan aksi menabung oleh seluruh pegawai organik serta outsourcing di BI Bandung. Kita harus memberikan contoh dan berada di garis depan dalam upaya pengembangan industri ini, tandas Lucky. Potensi yang bisa digarap perbankan syariah di Jawa Barat terbuka luas mengingat mayoritas penduduk di Jawa Barat adalah muslim serta banyaknya lembaga atau organisasi keagamaan Islam yang beroperasi di Jawa Barat. Sementara itu, pada siang harinya, dalam pertemuan antara Bank Indonesia Bandung dengan Asosiasi Bank Syariah Indonesia (ASBISINDO) Wilayah Jawa Barat, terungkap hambatan-hambatan yang ditemui dalam pengembangan perbankan syariah. Kepala Cabang HSBC Amanah Syariah, Oktamia, menyebutkan, sejauh ini produk-produk perbankan syariah masih sulit bersaing dengan produk bank umum karena produk bank syariah tidak sebanyak perbankan konvensional. Selain itu, proses untuk menerbitkan sebuah produk syariah yang baru akan membutuhkan waktu yang lebih lama, karena harus memperoleh fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Terlebih bank asing seperti HSBC. Otomatis kami harus meminta persetujuan dulu kepada pusat di Dubai. Di tempat yang sama, Ketua ASBISINDO, Ade Salmon membenarkan terjadinya perlambatan kinerja perbankan syariah di Tatar Pasundan. Agar kinerja meningkat Ade meminta adanya gerakan sosialisasi secara komprehensif dan 54

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH kontinu oleh perbankan syariah Jawa Barat. Ke depan, kata Lucky, beragam kegiatan untuk mendukung akselerasi perbankan syariah juga sudah dirancang. Sebelumnya BI Bandung telah membentuk forum Dewan Pengawas Syariah untuk wilayah Jawa Barat yang bertujuan untuk memastikan penerapan prinsip syariah di industri ini. Berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan, antara lain meliputi pendirian klinik syariah, seminar dan bazaar UMKM binaan bank syariah. Khusus sepanjang bulan Ramadhan, BI Bandung juga akan melakukan sosialisasi perbankan syariah ke sekolah dan universitas dengan menggandeng ASBISINDO. Juga bakal dibentuk Syariah Centre, sebagai pusat informasi ekonomi dan perbankan syariah berlokasi di BI Bandung yang diharapkan dapat menjadi pusat pembelajaran ekonomi dan perbankan syariah. Dengan berbagai langkah tersebut diharapkan perbankan syariah Jawa Barat dapat mempertahankan posisinya yang kedua terbesar secara nasional (di bawah DKI Jakarta). 55

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Halaman ini sengaja dikosongkan 56

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH BAB 4 KEUANGAN DAERAH 57

58 BAB 4. KEUANGAN DAERAH

BAB 4. KEUANGAN DAERAH Pendapatan pemerintah di Jawa Barat yang berasal dari pajak tercatat meningkat pada periode laporan. Kondisi ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi, yakni perdagangan, penghasilan, dan konsumsi. Peningkatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menunjukkan aktivitas perdagangan di Jawa Barat meningkat dibandingkan sebelumnya, sementara penerimaan dari PPh yang mengindikasikan penghasilan di Jawa Barat juga naik. Selain itu, penerimaan Pemerintah Provinsi yang berasal dari pajak serta bea balik nama kendaraan bermotor melebihi target maupun nilai tahun anggaran sebelumnya akibat naiknya konsumsi masyarat serta upaya Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam mensosialisasikan ataupun mempermudah pembayaran pajak. Dari sisi belanja, pembangunan Jalur Lintas Nagrek, serta percepatan hasil lelang untuk pembangunan jalan dan jembatan diperkirakan ke depan dapat mengakselerasi belanja modal pemerintah di Jawa Barat. 1. Penerimaan Pemerintah Pusat di Jawa Barat Setelah mengalami kontraksi di periode lalu, pajak yang diterima oleh pemerintah pusat di Jawa Barat naik sebesar 8,5%, yakni dari Rp1,9 triliun pada triwulan I-211 menjadi Rp2,76 triliun pada triwulan II-211. Kenaikan penerimaan pajak terjadi pada seluruh pos sebagaimana yang terjadi berdasarkan pola musimannya. Selain itu, penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni dari Rp459 miliar pada triwulan I-211 menjadi Rp86 miliar pada triwulan II-211 atau tumbuh 19,1% (yoy). Tabel 4.1. Perkembangan Penerimaan Pajak Pemerintah Pusat Jenis Pajak 21 211 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II A. Pajak Penghasilan 1,292. 1,446.63 1,962.23 1,663.62 1,418.41 1,736. B. PPN dan PPN BM 624. 722.48 784.46 1,146.44 459.4 86.19 C. PL dan PIB 26. 45.57 43.29 46.7 41.6 45.79 D. PBB dan BPTHB 86. 332.31 458.73 622.81 28.38 121.59 Jumlah 2,28. 2,547. 3,248.7 3,479.56 1,947.43 2,763.58 Pertumbuhan (%, yoy) -4.77 1.42 9.49 14.63-3.97 8.5 Berdasarkan pangsanya, penerimaan pajak terbesar adalah PPh pasal 21 yang sebesar 39%, sementara itu penerimaan pajak penghasilan untuk badan hanya sebesar 16%. Sejak Agustus 21, pemerintah pusat Grafik 4.1. Penerimaan Pajak PPh Pasal 21 Non Migas Final & FLN 27% Lainnya % Pasal 21 39% menerapkan kebijakan untuk meningkatkan jumlah PPh pasal 21 untuk Perjalanan Dinas dan penghapusan untuk PPh pasal 22 untuk Pasal 26 2% Pasal 25/29 Badan 16% badan. Meski terdapat penghapusan PPh pasal 22, namun diperkirakan penerimaan pajak pemerintah pusat di Jabar akan tetap Pasal 25/29 OP 2% Sumber : DJP Kanwil Pajak I Pasal 23 6% Pasal 22 Impor 4% Pasal 22 4% tinggi. 59

BAB 4. KEUANGAN DAERAH 2. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) Pemerintah Provinsi Jawa Barat Hingga akhir semester I-211, penerimaan Pemerintah Provinsi Jawa Barat lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara itu, realisasi belanja hingga periode laporan adalah sebesar 2%. Hingga paruh pertama, pendapatan telah mencapai Rp5,2 triliun atau telah terealisir sebesar 61% dari target. Kondisi ini merupakan hasil kinerja yang baik dari Dinas Pendapatan Daerah yang secara intensif mensosialisasikan kemudahan pembayaran pajak serta menyediakan layanan pembayaran pajak keliling yang bekerjasama dengan Kepolisian Daerah Jawa Barat. Tabel 4.2. Plafon dan Realisasi APBD Provinsi Jawa Barat 21 211 (dlm Miliar Rp) No. Uraian APBD 21 (Rp Miliar) Realisasi (Rp Miliar) S.d. Tw.II-1 % Realisasi thd APBD APBD 211 (Rp Miliar) Realisasi (Rp Miliar) S.d. Tw.II-11 % Realisasi thd APBD S.d. Tw.IV-11 (Prognosa) % Realisasi thd APBD I Pendapatan 7,757.55 4,68.1 6.33 8,424.71 5,146.52 61.9 1.6 1 Pendapatan Asli Daerah 5,622.86 3,437.15 61.13 6,316.4 4,31.57 63.83 1.2 2 Dana Perimbangan 215.354 1,137.63 54.3 296.137 1,16.62 52.79 12.2 3 Lain-lain PAD yang Sah 29.33 15.32 359.1 12.17 8.32 68.39 122.17 II Belanja 9,56.56 2,14.95 22.39 9,887.1 1,898.25 19.2 1. 1 Belanja Tidak Langsung 6,468.84 2 Belanja Langsung 391.721 III Pembiayaan 1,83.1.7. 1,462.3 2,415.8 165.16 164.9 1 Penerimaan Daerah 1,83.8 1,5. 2,449. 163.27 163.27 2 Pengeluaran Daerah.72.72 1 37.7 33.92 89.97 79.95 3 SILPA Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat Berdasarkan informasi dari Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat, meningkatnya kinerja pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat terutama berasal dari Pajak Daerah khususnya pajak kendaraan bermotor, khususnya terjadi kenaikan pada kendaraan angkutan umum serta sepeda motor baru yang terjadi pada periode laporan. Sementara itu, dana perimbangan meningkat hampir dua kali lipat karena dana bagi hasil pajak untuk cukai rokok yang mulai disalurkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tingkat provinsi serta realisasi dana alokasi umum yang meningkat dari Rp398 miliar menjadi Rp698 miliar. Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat hingga akhir tahun 211 diperkirakan akan mencapai target yang telah ditetapkan, yakni sebesar Rp8,8 triliun. Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan dan Dana Perimbangan Provinsi Jawa Barat (dlm Rp) JENIS PENDAPATAN 211 Tw.I Tw.II Jumlah Dana Perimbangan: 565,172,46,418. 1,16,617,816,63. 1,671,79,276,481. - Dana Alokasi Umum 398,851,36,. 689,239,313,. 1,88,9,349,. - Dana Alokasi Khusus - 13,729,38,. 13,729,38,. - Bagi hasil pajak/bukan pajak 166,321,424,418. 43,649,123,63. 569,97,547,481. PAD 1,763,78,382,29. 1,814,153,85,847. 3,577,231,468,137. - PAJAK DAERAH a. Pajak Kendaraan Bermotor 598,782,288,12. 639,81,37,185. 1,238,583,595,35. b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 851,183,669,3. 846,488,47,2. 1,697,671,716,5. c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 298,92,38,146. 318,954,821,629. 617,47,21,775. d. Pajak pengambilan dan pemanfaatan - air permukaan 15,2,44,724. 8,98,99,833. 23,928,954,557. Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat 6

BAB 4. KEUANGAN DAERAH Dana Perimbangan Transfer pemerintah pusat pada tahun 211 adalah Rp 25,8 triliun. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah pusat untuk meningkatkan kapasitas daerah serta mengurangi kesenjangan pelayanan publik. Meski demikian, jika dibandingkan dengan daerah lain tingkat ketergantungan Jawa Barat terhadap dana transfer pemerintah pusat lebih rendah dibandingkan dengan daerah lain. Pada tahun 211, pangsa dana transfer pemerintah pusat ke daerah meningkat dari 6,6% (atau sebesar Rp683 triliun) pada tahun 21 menjadi 61,19% (atau sebesar Rp752 triliun) tahun 211. Khusus untuk alokasi dana transfer ke daerah melalui dana perimbangan mengalami tren kenaikan. Pada tahun 211 dana perimbangan yang terima seluruh daerah di Indonesia naik dari Rp344,6 triliun menjadi Rp393 triliun. Kenaikan terutama disebabkan oleh naiknya dana alokasi umum (DAU) dan otonomi khusus. Berdasarkan trilogi dana perimbangan, pemberian dana perimbangan dilakukan untuk mengatasi vertical fiscal imbalance dan horizontal fiscal imbalance. Selain itu, pengaturan dana perimbangan dilakukan berdasarkan prinsip bahwa pada saat DBH meningkat, maka alokasi DAU maupun DAK akan menurun. Grafik 4.2. Transfer Pemerintah Pusat ke Daerah Melalui Dana Perimbangan Triliun Rp 45 4 35 3 25 2 15 1 5 25 26 27 28 DBH DAU DAK Otsus Sumber : Kementerian Keuangan RI, 211 8 78 76 74 72 7 68 66 64 62 6 58 Grafik 4.3. Rasio Transfer Pemerintah Pusat terhadap Pendapatan Daerah Rata-rata daerah senasional Jawa Barat 27 28 29 Sumber : Kementerian Keuangan RI, 211 Jawa Barat memiliki tingkat ketergantungan terhadap transfer pemerintah pusat yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah lain. Secara rata-rata (periode 27 29), tingkat ketergantungan Jawa Barat hanya sebesar 67,5% sedangkan daerah lain secara nasional adalah sebesar 77,3%. Selain itu, tingkat ketergantungan Jawa Barat memiliki indikasi adanya tren penurunan sementara daerah lain masih mengalami tren kenaikan. Dengan demikian, indikator ini menunjukkan bahwa Jawa Barat relatif mandiri dan memiliki kapasitas ekonomi yang baik. 61

BAB 4. KEUANGAN DAERAH 3. Perkembangan Proyek Infrastruktur di Jawa Barat Sesuai dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tanggal 28 Desember 21 maka seluruh proyek pembangunan jalan strategis atau tol (pembebasan lahan maupun pembangunan) diserahkan kepada PT. Jasa Sarana yang merupakan BUMD milik Provinsi Jawa Barat dan akan bekerjasama dengan investor dan perbankan untuk melanjutkan proses pembangunan. PT Jasa Sarana akan membebaskan lahan tiga ruas tol, yaitu Bandung Intra Urban Toll Road (BIUTR), Cileunyi- Sumedang-Dawuan (Cisumdawu), dan Soreang-Pasir Koja (Soroja) yang secara keseluruhan bernilai Rp2,5 triliun dengan rincian pembebasan lahan pada 211 senilai Rp95 miliar, dan Rp1,1 triliun untuk 212. Sementara itu, pembebasan lahan dalam rangka Pembangunan Bandara Kertajati ditargetkan akan selesai pada tahun 211. Proyek infrastruktur strategis lainnya yang menjadi prioritas Pemerintah Provinsi Jawa Barat adalah jalur kereta api Purwakarta Subang untuk mengangkut batu bara. Dengan adanya jalur kereta api yang baru maka diharapkan biaya perawatan jalan dapat lebih ditekan, adapun pembebasan lahan untuk jalur yang baru tersebut ditargetkan pada tahun 212 akan selesai. Selain itu, dalam rangka pembangunan Bandara Kertajati, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menyiapkan dana tambahan pada APBD-P 211 sehingga pembebasan lahan dapat diselesaikan pada akhir tahun 211. Dalam rangka meningkatkan kapasitas perekonomian Jawa Barat bagian Selatan, Pemerintah Provinsi telah merumuskan pembangunan jalan horizontal dan vertikal (lihat Boks 7. Pembangunan Infrastruktur di Jawa Barat bagian Selatan). Jalur Lintas Nagreg Proyek infrastruktur pemerintah pusat di Jawa Barat, yakni Jalur Lintas Nagreg (JLN) diperkirakan mulai dapat digunakan pada triwulan III-211 atau tepatnya saat Lebaran. Dengan adanya JLN yang sepanjang 6 meter tersebut maka diharapkan dapat memecah kemacetan arus kendaraan Bandung- Garut. Jika sebelumnya, pengendara melintasi jalan lama dengan 2 arah, dengan adanya JLN maka pengendara dari Bandung yang akan ke Garut harus melintasi jalan arah Tasikmalaya terlebih dahulu kemudian masuk ke jalan baru di Titik B dan menuju Garut hingga titik C. Pembangunan JLN telah dimulai sejak tahun 28 dan membutuhkan total biaya sebesar Rp338 miliar, dengan rincian biaya setiap tahunnya adalah 28 sebesar Rp6 miliar, 29 sebesar Rp18 miliar, 21 sebesar Rp77 miliar, dan 211 menjadi sebesar Rp93 miliar. Grafik 4.4. Jalur Lintas Nagrek Sumber : Pemerintah Kabupaten Garut 62

BAB 4. KEUANGAN DAERAH BOKS 8. PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI JAWA BARAT BAGIAN SELATAN Karakteristik bentang alam di wilayah Jawa Barat bagian Selatan adalah pantai yang berdampingan dengan dataran tinggi. Bentang alam yang eksotis ini berpotensi sebagai daerah tujuan wisata, selain memiliki keunggulan komparatif sebagai daerah yang kaya gula aren, kayu, dan pertanian. Selain itu, hasil laut dari bermacam-macam jenis dapat dijadikan potensi ekonomi bagi masyarakat. Namun demikian, ketersediaan serta kualitas infrastruktur menjadi hambatan dalam arus barang Untuk meningkatkan kapasitas perekonomian di Jawa Barat khususnya di bagian selatan, maka Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencanangkan program pembangunan jalan lintas selatan secara horizontal dan vertikal, yang secara keseluruhan sepanjang 421,17 km. Untuk meningkatkan kapasitas jalan dan jembatan di jalur tersebut dibutuhkan dana sebesar Rp1,4 triliun untuk jalur horizontal dan Rp2,2 triliun untuk jalur vertikal. Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Perda No. 14 Tahun 21 telah mengatur mengenai kegiatan pembangunan infrastruktur yang diselenggarakan multi-years (tahun jamak) oleh Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat. Selain itu, dalam rangka meningkatkan kualitas jalan di Jawa Barat bagian Selatan, maka Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengusulkan agar beberapa ruas jalan di Jawa Barat bagian Selatan menjadi jalan provinsi maupun jalan nasional. Grafik 1. Peta Rencana Pembangunan Jalan di Jawa Barat Bagian Selatan Pelabuhan Ratu Sukabumi Cianjur Bandung Nagreg Tegal Buleud Sindang barang Rancabuaya Pameungpeuk Pangandaran 63

BAB 4. KEUANGAN DAERAH Halaman ini sengaja dikosongkan 64

BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

66 BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Selama triwulan II-211 transaksi sistem pembayaran secara tunai di Jawa Barat mengalami mengalami kenaikan. Perkembangan aliran uang kartal di Jawa Barat pada triwulan II-211 mengalami penurunan net inflow, kondisi ini mengindikasikan bahwa kebutuhan masyarakat akan uang tunai untuk transaksi pada triwulan II-211 mengalami kenaikan, diantaranya untuk kebutuhan memasuki tahun ajaran baru serta kebutuhan selama musim liburan sekolah. Setelah mengalami penurunan pada triwulan I-211, sistem pembayaran non tunai di Jawa Barat mengalami kenaikan di triwulan II-211. Transaksi pembayaran melalui Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), untuk wilayah Jawa Barat, secara nominal mengalami peningkatan, meskipun secara volume turun dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara transaksi kliring mengalami kenaikan baik secara nominal maupun volume. 1. PENGEDARAN UANG KARTAL 1.1. ALIRAN UANG KARTAL MASUK/KELUAR (INFLOW/OUTFLOW) Aliran uang kartal di wilayah Jawa Barat pada triwulan II-211 masih mengalami net inflow, yaitu jumlah aliran uang yang masuk (inflow) ke Bank Indonesia lebih besar dari pada aliran uang yang keluar ke masyarakat Jawa Barat (outflow), namun dengan jumlah yang semakin mengecil dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II-211 net inflow di wilayah Jawa Barat (KBI Bandung, KBI Cirebon dan KBI Tasikmalaya) tercatat sebesar Rp5,24 triliun, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya dimana net inflow tercatat sebesar Rp6,2 triliun atau turun 12,9% (qtq). Penurunan net inflow terjadi di KBI Bandung yaitu sebesar 14,45% (qtq) dan penurunan net inflow di KBI Cirebon sebesar 16,8% (qtq), sedangkan di KBI Tasikmalaya masih mengalami kenaikan net inflow yaitu sebesar 5,99% (qtq). Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal Di Jawa Barat Sumber: BI Bandung, BI Tasikmalaya & BI Cirebon 67

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Setelah mengalami penurunan yang cukup besar pada triwulan sebelumnya, pada triwulan II-211 aliran uang yang keluar dari KBI Bandung mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 173,57% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini diperkirakan terjadi seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat akan uang tunai terutama memasuki tahun ajaran baru sekolah. Aliran uang kertas mengalami kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 164,16% (qtq), sedangkan untuk uang logam juga mengalami kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 153,41% (qtq). Seperti periode-periode sebelumnya, nominal pecahan yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat selama triwulan II-211 ini adalah uang pecahan besar yaitu pecahan Rp5. (26,43 juta bilyet atau 39,2% dari total bilyet keluar) dan Rp1. (12,76 juta bilyet atau 18,84%). Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui KBI Bandung Tw. I-211 Tw. II-211 Pertumbuhan (qtq) Uang Kertas Jenis Pecahan Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping (Rp Juta) (Juta) (Rp Juta) (Juta) Nominal Bilyet/Keping 1. 58.393,9 5,8 1.275.687, 12,76 15,92% 15,92% 5. 481.86,1 9,62 1.321.459,65 26,43 174,68% 174,68% 2. 37.23,6 1,86 19.53,54 5,45 193,13% 193,13% 1. 25.191,81 2,52 66.93,71 6,69 165,58% 165,58% 5. 14.276,29 2,86 45.247,42 9,5 216,94% 216,94% 2. 6.175,57 3,9 14.37,85 7,19-91,85% -91,85% 1. 12,35,1 162,21,16 58,48% 58,48% Total 1.72.429,62 25,13 2.832.884,38 67,73 164,16% 169,5% Uang Logam 1. 2.711,3 2,71 6.518,49 6,52 14,44% 14,44% 5 28,54,6 131,14,26 359,51% 359,51% 2 6,8,3 264,9 1,32 34,91% 34,91% 1 61,26,61 42,96 4,21 587,15% 587,15% 5 54,38 1,9 52,5 1,4-4,29% -4,29% 25 - - - - -1,% -1,% Total 2.915,29 4,77 7.387,53 13,36 153,41% 18,7% Sumber: BI Bandung 1.2. PENYEDIAAN UANG KARTAL LAYAK EDAR Jumlah Uang yang Tidak Layak Edar (UTLE) yang dimusnahkan atau yang disebut juga dengan kegiatan Kegiatan Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) di KBI Bandung pada triwulan II- 211 mengalami sedikit penurunan dari sisi jumlah Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor bilyet namun mengalami kenaikan dari sisi Bank Indonesia Bandung nominalnya dibandingkan triwulan sebelumnya. Jumlah uang yang dimusnahkan selama triwulan II-211 adalah sebanyak 131,73 juta bilyet, dengan total nominal senilai Rp4,3 triliun. Jenis pecahan yang paling banyak dimusnahkan adalah uang pecahan Rp5., dengan porsi sebesar 31,84% dari seluruh pecahan uang yang dimusnahkan. 68 Sumber: BI Bandung

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Berbeda dengan periode-periode sebelumnya, pada triwulan II-211 pemusnahan uang dengan nominal pecahan besar (Rp5. Rp1.) lebih besar proporsinya yaitu mencapai 45,43% dari keseluruhan total bilyet yang dimusnahkan. Sementara jumlah uang dengan pecahan besar (Rp5. Rp1.) yang dikeluarkan mencapai 57,86% dari total bilyet, pecahan sedang (Rp1. Rp2.) sebesar 17,93% dan pecahan kecil (Rp1. Rp5.) sebesar 24,21% dari keseluruhan bilyet yang dikeluarkan Bank Indonesia. Grafik 5.3. Proposi Outflow Berdasarkan Bilyet Pecahan Uang Grafik 5.4. Proposi PTTB Berdasarkan Bilyet Pecahan Uang Sumber: BI Bandung Sumber: BI Bandung 1.3. UANG PALSU Selama triwulan II-211, terjadi kenaikan yang sangat signifikan atas penemuan uang palsu di wilayah kerja KBI Bandung. Tercatat sebanyak 6.46 lembar uang palsu ditemukan, dengan nominal sebesar Rp544,35 juta, penemuan tersebut meningkat drastis dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 2.798 lembar dengan nominal sebesar 179,2 juta atau meningkat 33,94% (qtq). Dari total uang palsu yang ditemukan tersebut, sebanyak 7,89% merupakan uang palsu nominal Rp5. dan 25,96% uang palsu nominal Rp1.. Untuk meminimalisasi peredaran uang palsu tersebut, BI Bandung terus berupaya memberikan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada semua lapisan masyarakat, baik kepada pelajar/mahasiswa yang berkunjung ke BI Bandung maupun masyarakat luas yang ada di beberapa kabupaten/kota serta memasang iklan layanan masyarakat di berbagai media elektronik maupun media cetak. 2. SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI Seiring dengan semakin meningkatnya perekonomian di Jawa Barat, maka kebutuhan masyarakat akan kecepatan, kehandalan, dan keamanan dalam melakukan transaksi juga semakin meningkat. Untuk itu, Bank Indonesia secara terus menerus melakukan penyempurnaan dan pengembangan terhadap sistem 69