Kualitas Lingkungan Permukiman Masyarakat Suku Bajo di Daerah yang Berkarakter Pinggiran Kota dan Daerah Berkarakter Pedesaan di Kabupaten Muna

dokumen-dokumen yang mirip
Uji perbedaan yang dilakukan adalah menguji rata-rata N-Gain hasil belajar ranah

Diterima: 8 April 2013 Disetujui: 21 Juni Abstrak

LAMPIRAN. Uji Perbedaan. Group Statistics. Independent Samples Test

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami stres kerja, namun demikian gejala stres kerja tidak muncul dalam

HASIL PENELITIAN. Analisis Deskriptif

BAB IV HASIL PENELITIAN. hanya pada ranah kognitif. Tes hasil belajar sebelum diperlakukan diberi

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. observasi digunakan oleh peneliti untuk mengamati kondisi sekolah meliputi

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA KATOLIK DISAMAKAN MAKALE

KAJIAN KUALITAS PERMUKIMAN MIKRO DI KOTA TEMANGGUNG. Mustawan Nurdin Husain Sri Rum Giyarsih

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. sikap dan perilaku terkait HIV AIDS di SMA PGRI 1 Kota Bogor Tahun 2008 dapat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dibangun pada tahun 1975 dan pada tahun 1976, P.T Timatex salatiga diresmikan

SURAT PERSETUJUAN MENJADI SAMPEL PENELITIAN

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

SURAT PERSETUJUAN MENJADI SAMPEL PENELITIAN

Uji Perbandingan Rata-Rata

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1 SDN Mangunsari 07 Salatiga Eksperimen % 2 SDN 03 Karangrejo Kontrol

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SDN Kumpulrejo 01 Salatiga

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

KEMAKNAAN TRYOUT TERHADAP KELULUSAN UJIAN KOMPETENSI PADA PROGRAM D-III KEPERAWATAN DI JAWA TIMUR (Suatu Analisis Pendekatan Statistik)

Total Aktiva Perusahaan Perbankan (dalam rupiah) NAMA PERUSAHAAAN Rata-rata

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil Penilaian Kemampuan Berbicara Siswa Kelas Eksperimen

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelas Laki-Laki Perempuan Jumlah. Jumlah Seluruhnya 60. Tabel 10.

Uji Perbandingan Rata-Rata

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN. terhadap hasil belajar siswa kelas VII pada materi Himpunan MTs Aswaja

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Statistics. BWTsebelum1 BWTsesudah1 BWTselisih1 BWTsebelum2 BWTsesudah2 BWTselisih2. N Valid

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

!"#$%#& Interval Kelas =!"#$"%#$"!"#$%&'(

Tabel 18 Deskripsi Data Tes Awal

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kelas X dan sampel siswa kelas X 4 sebagai kelompok eksperimen,

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

MODUL PEMBELAJARAN PETA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data Hasil Belajar Pretest Kelas Van Hiele dan Bruner

IDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang penelitian ini dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kemampuan pemahaman matematik siswa dan data hasil skala sikap.

Lampiran 1. Nama Kelompok Nelayan penangkap Ikan dan Kelompok Nelayan Pengolah Ikan, Jumlah Anggota Kelompok Nelayan Tahun 2009

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1 Surat keterangan lolos etik

DAFTAR KUISIONER Komoditi: Kelapa sawit

BAB IV HASIL PENELITIAN. yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitiam. Variabel-variabel yang

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Validitas & Reliabilitas (Sert)

Lampiran 1. Syarat mutu dendeng sapi (SNI 2908:2013. Dendeng Sapi) No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Bau - Normal 2 Warna - Normal 3 Kadar Air %

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Transformasi Wilayah Di Koridor Purwokerto-Purbalingga Dalam Perspektif Geospatial

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

III. METODELOGI PENELITIAN. sebagaimana yang diharapkan. Adapun yang dimaksud dari desain penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP SIKAP PADA MATEMATEMATIKA DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA KELAS SISWA IX SMP PANGUDI LUHUR SALATIGA

SURAT PERSETUJUAN MENJADI SAMPLE PENELITIAN

INPUTING DATA Sel Jenis Kelamin Umur Kubus X1 X2 X3 X4 KK Financial_Rendah Laki-laki Financial_Rendah Perempuan

ANALISIS BIVARIAT DATA KATEGORIK DAN NUMERIK Uji t dan ANOVA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN 1 PENELITIAN PENDAHULUAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data nilai tes kemampuan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Subjek Penelitian No Kelas / Sekolah Kelompok model

Setelah mengeras lalu dikeluarkan dari cetakan dan di simpan selama 24 jam. Pengukuran kekasaran awal. Dibagi 2 kelompok. n = 20

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di MTs Al Huda Bandung Kabupaten Tulungagung.

NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1. Pendidikan Guru Sekolah Dasar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

an SDN Giyanti Kelompok Kontrol SDN 01 Mungseng Kelompok Eksperimen Jumlah sampel penelitaian 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

MUSCLE ENERGY TECHNIQUE (MET) LEBIH BAIK DARI ECCENTRIC EXERCISE DALAM MENURUNKAN DISABILITAS LENGAN ATAS PADA PENDERITA TENNIS ELBOW

OLEH : ANANG YUWONO SISWORO NPM Dibimbing oleh: 1. Dr. SUBARDI AGAN, M. Pd. 2. ABDUL AZIZ HUNAIFI, S.S., M.A.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. matematika siswa kelas VIII MTs Ma arif NU Bacem Tahun Ajaran

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Obyek dan Subyek Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan membahas mengenai analisis data dari hasil pengolahan

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

POLA SPASIAL TRANSFORMASI WILAYAH DI KORIDOR YOGYAKARTA-SURAKARTA Spatial Pattern of Regional Transformation In Yogyakarta-Surakarta Corridor

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 2012/2013. SMP Negeri 3 Kaloran terletak 6 KM dari pusat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Statistika Psikologi 2

BAB IV ANALISIS DATA. hipotesis-hipotesis penelitian yang telah dirumuskan dalam BAB I yaitu efektif

ANALISIS DATA KOMPARATIF (T-Test)

BAB IV HASIL PENELITIAN

Transkripsi:

2012 Biro Penerbit Planologi Undip Volume 8 (2): 118 125 Juni 2012 Kualitas Lingkungan Permukiman Masyarakat Suku Bajo di Daerah yang Berkarakter Pinggiran Kota dan Daerah Berkarakter Pedesaan di Kabupaten Muna Ucok Heriady Ridwan 1, Sri Rum Giyarsih 2 Diterima : 5 Maret 2012 Disetujui : 03 April 2012 ABSTRACT The study aims to analyze the settlement environmental quality of the Bajo tribe in Lagasa village (representing suburban environment) and in Latawe village (representing rural environment) of Muna regency. The survey included structured interview with 30 hourseholds of Bajo tribe in each of the two villages. The assessment of settlement environmental quality included three indicators comprising house condition, sanitation and basic infrastructure. The study found disparity of settlement environmental quality among the two villages. Lagasa village which represent suburban environment has better quality compared to Latawe village which represent rural environment. The degree of accessibility was found to have a crucial role in causing the disparity. Keywords: settlement environment, Bajo tribe, suburban, rural ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menganalisis kualitas lingkungan permukiman Suku Bajo di Desa Lagasa (mewakili daerah berkarakter pinggiran kota), dan di Desa Latawe (mewakili daerah berkarakter pedesaan), Kabupaten Muna. Survei dilakukan melalui wawancara terstruktur kepada 30 kepala keluarga Suku Bajo di Desa Lagasa dan 30 kepala keluarga Suku Bajo di Desa Latawe. Kualitas lingkungan permukiman dinilai berdasarkan indikator komposit yang merupakan gabungan dari tiga indikator yaitu kondisi rumah, sanitasi lingkungan, dan prasarana dasar permukiman. Penelitian ini menemukan adanya perbedaan kualitas lingkungan permukiman Suku Bajo di kedua daerah penelitian. Desa Lagasa yang mewakili desa berkarakter daerah pinggiran kota memiliki kualitas lingkungan permukiman yang lebih tinggi dari pada kualitas permukiman di Desa Latawe yang mewakili daerah berkarakter desa. Perbedaan kualitas lingkungan permukiman Suku Bajo disebabkan oleh adanya perbedaan derajat aksesibilitas fisik wilayah di kedua daerah penelitian. Kata kunci : lingkungan permukiman, Suku Bajo, pinggiran kota, perdesaan 1 Dosen STIMIK Bina Bangsa Kendari, Sulawesi Tenggara 2 Dosen Prodi Geografi dan Ilmu Lingkungan Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta Kontak Penulis: rum_ugm@yahoo.co.uk 2012 Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota

JPWK 8 (2) Ridwan et al. Kualitas Lingkungan Permukiman Masyarakat Suku Bajo PENDAHULUAN Settlement atau permukiman menurut Finch (1975) adalah kelompok satuan satuan tempat tinggal atau kediaman manusia, mencakup fasilitasnya seperti bangunan rumah, serta jalur jalan, dan fasilitas lain yang digunakan sebagai sarana pelayanan manusia tersebut. Batasan ini mengarah pada arti permukiman sebagai kelompok satuan kediaman orang atau manusia pada suatu wilayah tidak hanya bangunan rumah tempat tinggal tetapi mencakup pula segala fasilitas yang diperlukan untuk menunjang penghuninya. Pengertian permukiman dalam arti luas yaitu perihal tempat tinggal atau segala sesuatu yang berkaitan dengan tempat tinggal, sedangkan dalam arti sempit merupakan bentukan artificial maupun natural dengan segala kelengkapannya yang dapat digunakan manusia baik secara individu maupun kelompok untuk bertempat tinggal, baik sementara maupun menetap dalam rangka penyelenggaraan kehidupannya (Yunus, 1987). Menurut Soemarwoto (1994) kualitas lingkungan adalah derajat kemampuan nyata suatu lingkungan untuk memenuhi perumahan yang baik yang dapat digunakan sebagai ruang tinggal bagi penghuninya dan terbentuk atas beberapa unsur, yaitu kondisi rumah sebagai tempat tinggal dan keadaan lingkungan rumah tersebut. Parameter untuk menentukan kualitas lingkungan permukiman sangat bermacam macam. Kualitas lingkungan permukiman tidak lepas dari kualitas rumah rumah yang ada di dalamnya, prasarana dasar dan sanitasi lingkungannya. Dari segi sosial ekonomi dapat dilihat dari pendidikan, pendapatan, jumlah anggota keluarga dan sebagainya. Menurut Salim (1979), dengan ketiadaan modal, rendahnya pendidikan, terbatasnya keterampilan, dan rendahnya pendapatan maka lingkungan permukiman berkualitas rendah pula. Selain dilatarbelakangi oleh kondisi sosial ekonomi, kualitas lingkungan permukiman juga akan dipengaruhi oleh fasilitas elementer seperti air minum, tempat mandi dan kakus, listrik, saluran dan pembuangan air tinja, dan sampah. Masyarakat Suku Bajo dikenal sebagai masyarakat yang hidup (bermukim) di atas perairan. Adanya interaksi yang intensif antara masyarakat Suku Bajo dengan masyarakat yang hidup di darat menyebabkan terjadinya adopsi pola budaya oleh masyarakat Suku Bajo, termasuk pola permukiman menetap di pinggir pantai hingga bermukim di muara sungai. Tempat tinggal atau rumah Suku Bajo terletak di tepi laut, dan ada beberapa yang berada di atas permukaan air laut. Hal ini tidak lepas dari tradisi Suku Bajo yang identik dengan kehidupan laut dan mempunyai mata pencaharian utama sebagai nelayan. Permukiman masyarakat Suku Bajo tersebar di Provinsi Sulawesi Tenggara diantaranya terdapat di Kabupaten Muna. Dalam penelitian ini dipilih dua lokasi permukiman Suku Bajo di Kabupaten Muna yaitu di Desa Lagasa dan Desa Latawe. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas permukiman di kedua daerah penelitian. Ada dua manfaat yang diharapkan dari penelitian ini. Pertama, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan secara teoritis akademis dalam rangka untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang Geografi dan Ilmu Lingkungan yaitu pemahaman tentang kualitas lingkungan permukiman Suku Bajo di daerah yang berkarakter pinggiran kota dan berkarakter kedesaan. Kedua, dari hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi policy maker dalam perumusan kebijakan pembangunan di bidang permukiman misalnya dalam penataan permukiman Suku Bajo maupun peningkatan kualitas lingkungan permukiman di daerah penelitian. 119

Ridwan et al. Kualitas Lingkungan Permukiman Masyarakat Suku Bajo JPWK 8 (2) METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Penelitian ini berbasiskan data primer. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara secara terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan terhadap 30 KK masyarakat Suku Bajo di Desa Lagasa dan 30 KK masyarakat Suku Bajo di Desa Latawe. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan simple random sampling. Teknik pengambilan sampel ini dipilih dengan alasan karakter homogenitas populasi dalam arti permukiman masyarakat Suku Bajo. Penelitian ini menggunakan teknik analisis kuantitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas lingkungan permukiman merupakan gabungan dari kondisi satuan lingkungan rumah tinggal meliputi aspek kondisi rumah, sanitasi lingkungan, dan prasarana dasar permukiman. Masing masing komponen pembentuk lingkungan permukiman tersebut saling berhubungan antara satu dengan lainnya. Kondisi keseluruhan komponen kualitas lingkungan permukiman akan membentuk lingkungan permukiman dengan kualitas tertentu. Penilaian kualitas lingkungan permukiman dalam penelitian ini dilakukan dengan pemberian skor pada masing masing komponen penilaian. Skor total yang diperoleh menunjukan kualitas lingkungan permukiman dengan skala mikro, yaitu dalam unit analisis rumah tangga. Setelah diperoleh skor akhir kualitas lingkungan permukiman secara mikro, untuk selanjutnya maka dapat digolongkan menjadi beberapa kelas kualitas lingkungan permukiman. Tabel 1, Gambar 1, dan Gambar 2 berikut ini menyajikan kualitas permukiman Suku Bajo di Desa Lagasa dan Desa Latawe. TABEL 1 KELAS KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN SUKU BAJO DI DESA LAGASA DAN DESA LATAWE Kelas Kualitas Lingkungan Permukiman Lokasi Tinggi Sedang Rendah Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Desa Lagasa 23 76,7 7 23,3 0 0,0 30 100 Desa Latawe 0 0,0 28 93,3 2 6,7 30 100 Total 23 38,8 25 58,3 2 3,3 60 100 Sumber : Hasil Analisis Data Primer, 2010 120

JPWK 8 (2) Ridwan et al. Kualitas Lingkungan Permukiman Masyarakat Suku Bajo Sumber : Hasil Analisis Data Primer, 2010 GAMBAR 1 GRAFIK KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN SUKU BAJO DI DESA LAGASA Sumber : Hasil Analisis Data Primer, 2010 GAMBAR 2 GRAFIK KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN SUKU BAJO DI DESA LATAWE Setelah dilakukan perhitungan komponen penilaian kualitas lingkungan permukiman yang meliputi komponen kondisi rumah, sanitasi lingkungan, dan prasarana dasar, maka selanjutnya diperoleh skor akhir yang merupakan skor kualitas lingkungan permukiman pada skala mikro atau unit analisis rumah tangga. Dari Tabel 1, Gambar 1, dan Gambar 2 dapat dicermati bahwa di Desa Lagasa sebanyak 76,6 persen permukiman Suku Bajo mempunyai kualitas lingkungan permukiman tinggi, dan sisanya sebanyak 23,3 persen dengan kualitas lingkungan permukiman sedang. Sementara itu di Desa Lagasa tidak ditemukan permukiman Suku Bajo dengan kualitas lingkungan permukiman rendah. Hal ini, sekaligus dapat dipostulasikan bahwa secara umum kondisi kualitas lingkungan permukiman Suku Bajo di Desa Lagasa sudah cukup baik. 121

Ridwan et al. Kualitas Lingkungan Permukiman Masyarakat Suku Bajo JPWK 8 (2) Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa di Desa Latawe sebanyak 93,3 persen kualitas lingkungan permukiman Suku Bajo adalah berkategori sedang dan sisnya sebanyak 6,7 persen termasuk kategori rendah. Di Desa Latawe tidak ditemukan permukiman Suku Bajo dengan kualitas tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa secara umum kualitas lingkungan permukiman di Desa Latawe termasuk kategori kualitas sedang. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan ini, maka sekaligus dapat dipostulasikan bahwa terdapat perbedaan kualitas lingkungan permukiman Suku Bajo di Desa Lagasa dan Desa Latawe, apabila ditinjau secara mikro atau dengan unit analisis rumah tangga. Tabel 2 berikut menampilkan skor rata rata kualitas lingkungan permukiman Suku Bajo di Desa Lagasa dan Latawe. TABEL 2 SKOR RATA RATA KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN SUKU BAJO DI DESA LAGASA DAN DESA LATAWE Desa Skor Rata rata Lagasa 34,47 Latawe 48,07 Sumber : Hasil Analisis Data Primer, 2010 Dari Tabel 2 dapat diamati bahwa terdapat perbedaan skor rata rata kualitas lingkungan permukiman Suku Bajo di kedua daerah penelitian. Desa Latawe dengan skor rata rata sebesar 34,47 mempunyai nilai yang lebih rendah dari pada Desa Lagasa dengan skor 48,07. Dari hasil analisis tersebut sekaligus dapat dipostulasikan bahwa kualitas lingkungan permukiman Suku Bajo di Desa Latawe lebih tinggi dari pada kualitas lingkungan permukiman di Desa Lagasa.Agar dapat memperoleh pemahaman spasial yang komprehensif tentang perbedaan kualitas lingkungan permukiman Suku Bajo di kedua daerah penelitian, berikut disajikan Gambar 3. Dari gambaran spasial seperti yang tersaji pada Gambar 3, juga dapat dicermati bahwa kualitas lingkungan permukiman Suku Bajo di Desa Lagasa lebih tinggi dibandingkan dengan kualitas lingkungan permukiman di Desa Latawe. Selanjutnya dalam penelitian ini dilakukan T test untuk membuktikan apakah memang terdapat perbedaan kualitas lingkungan permukiman yang meyakinkan secara statistik inferensial di kedua daerah penelitian. Tabel 3 berikut menyajikan hasil uji statistik T test tersebut. TABEL 3 HASIL UJI STATISTIK T test Tabel 3. Hasil T test Untuk Kualitas Lingkungan Independent Samples Permukiman Test Suku Bajo di Desa Lagasa dan Latawe Kualitas Lingkungan Permukiman Equal variances assumed Equal variances not assumed Levene's Test for Equality of Variances Sumber : Hasil Analisis Data Primer Tahun 2010 F Sig. 8.010.006-12.188 58.000-13.600 1.116-15.83-11.366-12.188 46.196.000-13.600 1.116-15.85-11.354 Dari tabel di atas diperoleh nilai sig. 0,006 < 0,05, maka H 0 ditolak. t df t-test for Equality of Means Sig. (2-tailed) Mean Difference 95% Confidence Interval of the Std. Error Difference Difference Lower Upper 122

JPWK 8 (2) Ridwan et al. Kualitas Lingkungan Permukiman Masyarakat Suku Bajo GAMBAR 3 PETA KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN SUKU BAJO DI DESA LAGASA DAN DESA LATAWE Dalam penelitian ini oleh karena varian populasi data berbeda, maka nilai t, df, dan sig. yang dipakai adalah yang sebaris dengan equal variances not assumed, yaitu: t hitung = 12,188; df = 46,196; dan sig. 0,000, untuk mendapatkan nilai t tabel 2 sisi = 1,684 (Lihat Gambar 4 berikut). 123

Ridwan et al. Kualitas Lingkungan Permukiman Masyarakat Suku Bajo JPWK 8 (2) H 0 Daerah penolakan H 0 Daerah penerimaan Daerah penolakan H 0 12,188 1,684 GAMBAR 4 DAERAH PENERIMAAN DAN DAERAH PENOLAKAN H 0 1,684 Dari Gambar 4, terlihat bahwa nilai t hitung = 12,188 masuk pada daerah penolakan, maka H 0 ditolak yang sekaligus berarti bahwa memang terdapat perbedaan rata rata kualitas lingkungan permukiman Suku Bajo yang terdapat di pinggiran kota (Desa Lagasa) dengan kualitas lingkungan permukiman Suku Bajo yang terdapat di pedesaan (Desa Latawe). Dari hasil penelitian ini, dapat pula dipostulasikan bahwa terdapat perbedaan kualitas lingkungan permukiman Suku Bajo antara Desa Lagasa dan Desa Latawe. Perbedaan kualitas lingkungan permukiman Suku Bajo ini disebabkan oleh adanya perbedaan derajat aksesibilitas fisik wilayah di kedua daerah penelitian. Dalam hal ini Desa Lagasa yang berkarakter daerah pinggiran kota (urban fringe area) mempunyai derajat aksesibilitas fisik wilayah yang lebih tinggi daripada Desa Latawe yang berkarakter daerah pedesaan. Ditinjau dari jarak terhadap pusat kota maka Desa Lagasa mempunyai jarak yang lebih dekat daripada Desa Latawe. Dengan tingkat aksesibilitas yang lebih tinggi maka masyarakat Suku Bajo di Desa Lagasa lebih mempunyai kesempatan untuk melakukan berbagai aktivitas ekonomi termasuk melakukan kegiatan diversifikasi ekonomi daripada masyarakat Suku Bajo di Desa Latawe. Dengan adanya kesempatan kesempatan aktivitas ekonomi yang lebih tinggi ini menyebabkan masyarakat Suku Bajo di Desa Lagase sekaligus lebih mempunyai kesempatan untuk meningkatkan pendapatan. Hasil penelitian ini sejajar dengan temuan dalam penelitian yang dilakukan oleh Giyarsih (2010a), Giyarsih (2010b), dan Giyarsih (2011) yang menyatakan bahwa penduduk di wilayah dengan derajat aksesibilitas yang lebih tinggi akan mempunyai kesempatan yang lebih tinggi untuk melakukan aktivitas ekonomi yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan daripada penduduk di wilayah dengan derajat aksesibilitas yang rendah. Dengan pendapatan yang tinggi maka masyarakat Suku Bajo di Desa Lagasa lebih mempunyai kesempatan untuk mengalokasikan sebagian pendapatannya tersebut untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman. Temuan dalam penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Salim (1979) yang menyatakan bahwa pendapatan mempengaruhi kualitas lingkungan permukiman. KESIMPULAN Dari hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan terdapat perbedaan kualitas lingkungan permukiman masyarakat Suku Bajo di Desa Lagasa dan Desa Latawe. Perbedaan kualitas permukiman Suku Bajo tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan derajat aksesibilitas fisik wilayah di kedua daerah penelitian. Dengan tingkat aksesibilitas yang lebih tinggi, maka masyarakat Suku Bajo di Desa Lagasa lebih mempunyai kesempatan untuk melakukan berbagai aktivitas ekonomi yang bermuara pada peningkatan pendapatan. Dengan 124

JPWK 8 (2) Ridwan et al. Kualitas Lingkungan Permukiman Masyarakat Suku Bajo pendapatan yang tinggi maka masyarakat Suku Bajo di Desa Lagasa lebih mempunyai kesempatan untuk mengalokasikan sebagian pendapatannya tersebut untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman. DAFTAR PUSTAKA Alimaturrahim. 1991. Masyarakat Bajo di Sulawesi Tenggara, Lebih dari Sekedar Perjuangan Hidup. Kendari: Yayasan SAMA. Dahuri R, Rais J, Ginting S.P, dan Sitepu M.J. 2004. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Finch, Verno C. 1957. Elements of Geography. New York: McGraw Hill Book Company. Giyarsih, Sri Rum. 2010a. Urban Sprawl of the City of Yogyakarta, Special Reference to the Stage of Spatial Transformation. Indonesian Journal of Geography. Vol. 42 (1), June 2010, Hal. 49 60.. 2010b. Pola Spasial Transformasi Wilayah di Koridor Yogyakarta Surakarta. Jurnal Forum Geografi, Fakultas Geografi UMS, Terakreditasi. Vol.24 (1), Juli 2010, Hal.28 38. 2011. Regional Transformation in the Yogyakarta Surakarta Corridor. International Conference on the Future of Urban and Peri Urban Area, Yogyakarta Indonesia, July 11 th 12 th, 2011. Hudson, F.R.G.S. 1970. A Geography of Settlements. London: McDonald and Evans Ltd. Pabundu Tika, Moh. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: Bumi Aksara. Riduwan. 2007. Metode dan Teknik Menyusunan Tesis. Bandung: Alfabeta. Ritohardoyo, S. 1999. Pembangunan Perumahan Murah Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah di Indonesia. Makalah Pengukuhan Jabatan Lektor Kepala di Fakultas Geografi UGM. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 125