4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

ESTIMASI PRODUKSI PERIKANAN DAN KUNJUNGAN KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI WONOKERTO, KABUPATEN PEKALONGAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Kabupaten Sukabumi

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM. 25 o -29 o C, curah hujan antara November samapai dengan Mei. Setiap tahun

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis

: Jl Raya Pelabuhan Merak, Gerem, Pulo Merak Cilegon-Banten. Kode Pos : Telp : (0254) , ,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1 Layout Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak pada lintang LS LS dan BT. Wilayah tersebut

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI TENTANG PRODUKTIVITAS BAGAN TANCAP DI PERAIRAN KABUPATEN JENEPONTO SULAWESI SELATAN WARDA SUSANIATI L

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

34 laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah jiwa. Peningkatan penduduk ini

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Kondisi Geografis Kabupaten Bekasi

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

BAB III DESKRIPSI PANTAI ANYER BANTEN. a. Luas wilayah dan letak geografis 1. ± 70 km dari kota Jakarta, Ibukota Negara Indonesia.

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal

mungkin akan lebih parah bila tidak ada penanganan yang serius dan tersistem. Bukan tidak mungkin hal tersebut akan mengakibatkan tekanan yang luar

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak Geografis dan Astronomis Indonesia Serta Pengaruhnya

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG KAPAL PENYEBERANGAN MERAK PROPINSI BANTEN

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

BAB III PRAKTIK JUAL BELI IKAN POTAS. Kabupaten Sumenep yang terletak di sebelah utara pulau Madura. Secara

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

Transkripsi:

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Wilayah Banten berada pada batas astronomi 5º7 50-7º1 11 Lintang Selatan dan 105º1 11-106º7 12 Bujur Timur. Luas wilayah Banten adalah 9.683,48 Km 2. Secara wilayah pemerintahan Provinsi Banten terdiri dari 3 Kota, 4 Kabupaten, meliputi Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Cilegon dan Kota Serang, 154 Kecamatan, 262 Kelurahan, dan 1.241 Desa. Provinsi Banten mempunyai batas wilayah: Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Timur : Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat Sebelah Selatan : Samudra Hindia Sebelah Barat : Selat Sunda Wilayah laut Banten merupakan salah satu jalur laut potensial, Selat Sunda merupakan salah satu jalur yang dapat dilalui kapal besar yang menghubungkan Australia, Selandia Baru, dengan kawasan Asia Tenggara misalnya Thailand, Malaysia dan Singapura. Disamping itu Banten merupakan jalur perlintasan atau penghubung dua pulau besar di Indonesia, yaitu Jawa dan Sumatera. Bila dikaitkan posisi geografis dan pemerintahan maka wilayah Banten terutama Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang merupakan wilayah penyangga bagi Ibukota Negara. Secara ekonomi wilayah Banten mempunyai banyak industri. Wilayah Provinsi Banten juga memiliki beberapa pelabuhan laut yang dikembangkan sebagai antisipasi untuk menampung kelebihan kapasitas dari pelabuhan laut di Jakarta dan sangat mungkin menjadi pelabuhan alternatif dari Singapura. Kota Serang merupakan pusat pemerintahan Provinsi Banten. Kota Serang berada tepat di sebelah Utara Provinsi Banten. Sebelah selatan, barat, dan timur dikelilingi oleh Kabupaten Serang, dan sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa di. Kota Serang terdiri atas 6 kecamatan, yang dibagi atas sejumlah kelurahan dengan jumlah penduduk 501.562 jiwa. Dahulu Serang merupakan

18 bagian dari wilayah Kabupaten Serang, kemudian ditetapkan sebagai kotamadya pada tanggal 2 November 2007. Kecamatan Kasemen merupakan salah satu bagian dari enam kecamatan yang ada di Kota Serang, secara geografis terletak di bagian utara Pulau Jawa. Luas Kecamatan Kasemen mencapai 39 km² yang diperuntukkan bagi lahan pertanian, tambak dan pemukiman. Adapun wilayah administrasi Kecamatan Kasemen adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Serang dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Keramatwatu, Kabupaten Serang (Kecamatan Kasemen,2008). Secara administrasi pelabuhan perikanan pantai (PPP) Karangantu terletak di Desa Banten, Kecamatan Kasemen Kota Serang. Terletak pada posisi kordinat 06º 02 LS - 106º 09 BT. Batas wilayah Desa Banten dengan sekitarnya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kasunyatan, sebelah timur berbatasan dengan Desa Padak Gundul dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Margasuluyu (Laporan PPPK, 2008). 4.2 Sejarah Pembangunan PPP Karangantu Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu sebagai pusat kegiatan perikanan memiliki sejarah perkembangan yang sangat panjang. Berdasarkan catatan sejarah Banten (abad XVII), Karangantu adalah suatu desa pantai yang secara tradisional berkembang dari suatu kelompok pemukiman yang mendiami areal lahan di muara Kali Cibanten. Pemukiman nelayan Karangantu semakin berkembang menjadi pelabuhan nelayan yang cukup besar. Perkembangan pembangunan PPP Karangantu melalui proses sebagai berikut (Hutajalu,1995) : i. Abad XVI : Pada masa kejayaan Islam, pelabuhan Banten merupakan pelabuhan niaga dimana aktivitas perdagangan dengan mancanegara dilakukan di pelabuhan ini ii. Abad XVII : Masa penjajahan Belanda, kerajaan Islam menentang penjajahan sehingga mengakibatkan aktivitas pelabuhan menurun dan terlantar

19 iii. Tahun 1968 : Korem Maulana Yusuf merehabilitasi pelabuhan Karangantu. Aktivitas pelabuhan didominasi oleh kapal nelayan iv. Tahun 1971 : Perhubungan laut menetapkan pos kesyahbandaran kelas V di Karangantu, dengan tugas pengawasan keselamatan pelayaran v. Tahun 1975 : Direktorat Jenderal Perikanan membangun pelabuhan perikanan Karangantu vi. Tahun 1986 : Gubernur kepala daerah tingkat I Jawa Barat menetapkan areal 2,5 ha untuk pelabuhan perikanan vii. Tahun 1988 :Menteri Perhubungan menetapkan Pelabuhan Karangantu menjadi Pelabuhan Niaga kelas IV, melalui SK.No.KM.20/1988 viii. Tahun 1990: Menteri Perhubungan melalui SK. No.KP.61/AL.003/PHB/90, memberikan izin kepada Direktorat Jenderal Perikanan untuk pembangunan dan pengoperasian dermaga khusus di PPP Karangantu ix. Tahun 1993 : Menteri perhubungan menetapkan pelabuhan Karangantu menjadi kelas V, melalui SK.No.KM.35 tahun 1993. 4.3 Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan adalah unit pelaksana teknis di bidang pelabuhan perikanan yang bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan Nomor : PER.16/MEN/2006. Didalam struktur organisasi tersebut Pelabuhan Perikanan Pantai dipimpin oleh seorang kepala pelabuhan yang membawahi petugas tata usaha dan kelompok jabatan fungsional. Struktur organisasi Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu sebagai berikut : Kepala pelabuhan Petugas Tata Usaha Kelompok Jabatan Fungsional Gambar 1. Struktur Organisasi Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu

20 4.4 Kondisi Perikanan Tangkap di PPP Karangantu Kondisi perikanan tangkap di PPP karangantu dapat terlihat dari unit penangkapan ikan (armada penangkapan, alat tangkap dan nelayan), produksi perikanan dan musim serta daerah penangkapan ikannya. a. Unit Penangkapan Ikan Unit penangkapan Ikan merupakan satu kesatuan teknis dalam melakukan operasi penangkapan ikan yang terdiri dari kapal, alat tangkap, nelayan. Kapalkapal yang dominan berada di PPP Karangantu berukuran kurang dari 10 GT. Kapal- kapal yang melakukan penangkapan terdiri dari perahu motor tempel (PMT), motor tempel (MT) dan kapal motor (KM). Pengelompokkan jenis kapal motor berdasarkan perbedaan gross tonnase (GT) dimana kapal kapal motor pada umumnya menggunakan bahan bakar solar. Perkembangan jumlah kapal ikan yang melakukan aktifitas di PPP Karangantu terlihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 3 Perkembangan Jumlah Kapal Ikan di PPP Karangantu pada Tahun 2004-2008 Tahun Jumlah Kapal (GT) Perahu MT KM (GT) < 10 10-30 30-60 > 100 2004 25 510 120 35 0 0 2005 0 264 146 18 2 0 2006 0 256 154 15 1 0 2007 0 153 106 15 1 0 2008 0 153 116 15 1 0 Sumber : Laporan Tahunan Statistik PPP Karangantu,2007 Perkembangan jumlah kapal ikan di PPP Karangantu pada tahun 2006-2007 mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2004-2006. Apabila pada tahun 2006, jumlah motor tempel sebesar 256 unit, maka pada tahun 2007 menjadi 153. Penurunan jumlah kapal ikan ini disebabkan karena kurangnya fasilitas operasional bagi nelayan, serta adanya perpindahan lokasi pendaratan ikan. Alat tangkap yang terdapat di PPP Karangantu terdiri atas jaring angkat, jaring rajungan, jaring payang, jaring rampus, gillnet, pancing, dan jaring dogol.

21 Alat tangkap ini beroperasi antara 1 hingga 7 hari sehingga tidak terlalu banyak membawa perbekalan. Perkembangan alat tangkap ikan yang beroperasi di PPP Karangantu pada tahun 2004 hingga 2008 mengalami peningkatan. Jumlah alat tangkap yang beroperasi di PPP Karangantu tertinggi pada tahun 2008 yaitu 396 unit dan terendah pada tahun 2005 yaitu 276. Perkembangan alat tangkap yang beroperasi di PPP Karangantu dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 4 Perkembangan Alat Tangkap di PPP Karangantu pada tahun 2004-2008 Jenis Alat Jumlah Alat Tangkap (unit) 2004 2005 2006 2007 2008 Jaring Angkat 82 33 33 77 93 Gillnet 22 27 27 23 97 Payang 40 45 45 41 38 Jaring Rampus 45 54 54 41 44 Jaring Rajungan 45 56 58 70 42 Jaring Dogol 47 37 37 37 51 Pancing 15 24 24 18 31 Jumlah 296 276 278 307 396 Sumber : Laporan Tahunan PPP Karangantu,2008 Secara umum jenis alat tangkap masih bersifat tradisional atau dengan skala kecil dimana operasi penangkapannya sebagian besar bersifat one day fishing. Nelayan yang berada di wilayah PPP Karangantu adalah nelayan tradisional yang digolongkan menjadi nelayan pribumi maupun nelayan pendatang. Nelayan pribumi berasal dari Serang dan nelayan pendatang berasal dari suku Bugis, Indramayu, Cirebon dan Brebes.

22 Nelayan yang melakukan aktivitas perikanan di PPP Karangantu dalam kurun lima tahun dari tahun 2004 hingga 2008 mengalami fluktuasi. Peningakatan tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu 1.505 orang. Sedangkan jumlah terkecil yaitu pada tahun 2004 yaitu 942 orang. Perkembangan jumlah nelayan yang melakukan aktifitas di PPP Karangantu dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perkembangan Jumlah Nelayan di PPP Karangantu Periode 2004-2008 Tahun Jumlah Nelayan (orang) 2004 942 2005 945 2006 973 2007 1.195 2008 1.505 Sumber : Laporan Tahunan PPP Karangantu,2008 b. Produksi Hasil Tangkapan dan Nilai Produksi Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di PPP Karangantu dalam kurun waktu 2004-2008 semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi karena aktifnya aktifitas pendaratan dan pembongkaran hasil tangkapan yang terjadi pada pukul 08.00 WIB dan pukul 16.00 WIB setiap harinya. Perkembangan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Karangantu dapat terlihat pada tabel sebagai berikut Tabel 6 Perkembangan Produksi dan Nilai Produksi Hasil Tangkapan yang Didaratkan di PPP Karangantu Pada Tahun 2004-2008 Tahun Volume Produksi Nilai Produksi (ton) (Rupiah) 2004 979 8.410.530.000,00 2005 1.847 10.799.001.000,00 2006 1.984 10.005.884.000,00 2007 2.219 13.505.133.000,00 2008 2.354 17.379.734.000,00 Sumber : Laporan Tahunan PPP Karangantu,2008

23 Jenis ikan yang didaratkan di PPP Karangantu antara lain ikan peperek (Leiognathus sp.), tembang (Sardinella fimbriatus), kembung (Rastrelliger sp.), Layang (Decapterus ruselli), teri (Stolephorus sp.), cumi-cumi (Loligo sp.), udang (Penaeus sp.), rajungan (Scyla sp.) serta jenis ikan lainnya. c. Musim dan Daerah Penangkapan Nelayan di PPP Karangantu melakukan kegiatan penangkapan ikan di sepanjang tahun. Musim ikan ini terkadang mengalami pergeseran. Musim ikan disebut dengan musim puncak di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu terjadi pada bulan April sampai Juni, karena pada bulan tersebut terjadi kenaikan produksi, nelayan banyak melakukan aktivitas melaut karena pada musim ini jarang hujan, ombak relatif kecil dan angin tidak kencang. Produksi ikan akan lebih banyak jika nelayan nelayan dari luar daerah mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Karangantu (Laporan Statistik PPPK, 2007). Daerah penangkapan ikan bagi para nelayan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu adalah Laut Jawa, Selat Sunda dan perairan di sekitar Teluk Jakarta. Lamanya operasi penangkapan berkisar 1 hingga 7 hari di laut, sehingga tidak memerlukan perbekalan yang terlalu banyak (Laporan Statistik PPPK,2007).