BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pemasaran merupakan salah satu aktivitas penting yang harus dilakukan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan barang dagangan (merchandising), penetapan harga, pengelolaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin

Bisma, Vol 1, No. 3, Juli 2016 KEBIJAKAN STORE ATMOSFER PADA KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA MINI MARKET BINTANG TIMUR DI SOSOK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan keberadaan industri dagang khususnya pada sektor ritel

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. alat pemasaran yang disebut dengan bauran pemasaran(marketing mix). Marketing

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dunia bisnis jasa saat ini sudah banyak dijumpai di setiap kota

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keuntungan dan menghidupi banyak orang. Pada saat krisis UKDW

Struktur Dasar Bisnis Ritel

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif dalam memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan (need) adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Dimana keadaan ini menuntut persaingan yang ketat diantara bisnis yang satu dengan

PENGARUH BAURAN RITEL TERHADAP CITRA TOKO (STUDI PADA KONSUMEN TOSERBA LARIS PURWOREJO)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peritel tetap agresif melakukan ekspansi yang memperbaiki distribusi dan juga

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dalam Suprapti (2010:2) adalah aktivitas yang dilakukan seseorang ketika

Telaah Teoritis. Bauran Penjualan Eceran (Retailing Mix)

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang cukup positif. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia banyak tertolong oleh sektor perdagangan ritel. Industri ritel

BAB II LANDASAN TEORI. memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. macam kegiatan pemasaran yang tidak lepas dari perilaku konsumen.

BAB I PENDAHULUAN Sejarah PT Carrefour di Indonesia

BAB I - PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini perdagangan eceran pada pasar modern di Indonesia mengalami pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tiap tahun naik sekitar 14%-15%, dalam rentang waktu tahun 2004 sampai dengan

BAB II URAIAN TEORITIS. Lingkungan Dalam Toko terhadap Niat Pembelian Ulang pada Konsumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. henti-hentinya bagi perusahaan-perusahaan yang berperan di dalamnya. Banyaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya

BAB I PENDAHULUAN. retail, terutama yang berbasis toko (store based retailing), harus mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Loyalitas pelanggan merupakan bagian penting bagi suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Info Bisnis, Maret 2007:30 ( 8/10/2009).

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Pengertian Retail menurut Hendri Ma ruf (2005:7) yaitu, kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi Indonesia. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),

BAB I PENDAHULUAN. sekunder dan tersier. Semua kebutuhan tersebut dipenuhi melalui aktivitas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Bisma, Vol 1, No. 2, Juni 2016 PENGARUH STORE ATMOSPHERE TERHADAP MINAT MEMBELI KONSUMEN PADA MINIMARKET MITRA JAYA DI PONTIANAK

PENGARUH VARIABEL RETAIL MIX TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN DI RITA PASARAYA KEBUMEN. Oleh: Didik Darmanto Manajemen

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. apa yang dibutuhkan oleh konsumen dan tidak mengetahui bagaimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Usaha bisnis ritel di kota Padang mengalami perkembangan yang cukup

BAB II KERANGKA TEORI. atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ritel yang telah mengglobalisasi pada operasi-operasi ritel. Pengertian ritel secara

BAB I PENDAHULUAN. beredar memenuhi pasar, mengakibatkan perusahaan berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. tersaingi atau bahkan tergeser oleh adanya bisnis eceran modern atau biasa disebut

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel

BAB 1 PENDAHULUAN. Perdagangan eceran atau sekarang kerap disebut perdagangan ritel, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha dalam bidang ritel dalam perkembangannya sangat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi semakin penting. Hal ini disebabkan karena

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di era perkembangan zaman seperti ini telah terjadi perkembangan

I. PENDAHULUAN. negara- negara ASEAN yang lain. Hal ini disebabkan pemerintah Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ini, semakin banyak pula pesaing yang dihadapi. Pada zaman sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. bisnis ritel modern sendiri yang baru lahir (Utami, 2006:4).Meningkatnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Kebutuhan dan keinginan itu bermacam-macam baik berupa fisik maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Sumber : AC Nielsen, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, Media Data

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti pertumbuhan jumlah penduduk. Kelangsungan usaha eceran sangat

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin berbelanja dengan mudah dan nyaman. Meningkatnya retail modern

BAB II KERANGKA TEORI. Ritel juga merupakan perangkat dari aktivitas-aktivitas bisnis yang melakukan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. penelitian. Teori-teori yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN UKDW. banyak bermunculan perusahaan dagang yang bergerak dibidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era saat ini khususnya bisnis ritel berkembang dengan pesat. Faktorfaktor

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Batasan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. adanya pertumbuhan dan kemajuan ekonomi. Seiring dengan majunya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. langsung. Disadari atau tidak bisnis ritel kini telah menjamur dimana-mana baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kotler (2009 ; 215) : Eceran (retailing)

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS. Perdagangan ritel adalah kegiatan usaha menjual barang atau jasa kepada

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. menjadi semakin meningkat dan beragam seiring dengan perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis eceran (retailer business) yang ada di Indonesia

Bab 1 PENDAHULUAN. Persaingan yang terjadi dalam dunia perekonomian di Indonesia saat ini menjadi

DIPONEGORO JOURNAL OF SOCIAL AND POLITIC Tahun 2013, Hal, 1-9

Judul : Pengaruh Retail Marketing Mix

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk dalam bidang ritel yang saat ini tumbuh dan berkembang pesat seiring

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai distribusi dan saluran terakhir dari distribusi adalah pengecer (retailer).

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis Ritel di Indonesia secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa contoh bentuk pusat perbelanjaan modern seperti minimarket,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mengandalkan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) dalam melamar pekerjaan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II Landasan Teori. atau jasa untuk dikonsumsi pribadi.

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya berdirinya ritel-ritel diberbagai wilayah Indonesia. Ritel adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan dan perkembangan kondisi pasar juga menuntut peritel untuk

(X1,X2,X3) terhadap variabel terikat (Y).

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian. Pengecer yang kini melihat ke masa depan harus

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan yang semakin ketat dewasa ini menjadikan konsumen semakin

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian pemasaran Pemasaran merupakan salah satu aktivitas penting yang harus dilakukan perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya terutama kaitannya dengan pengembangan usaha serta upaya perusahaan mempertahankan kelangsungan usahanya. Menurut Stanton dalam Swastha dan handoko (2000 : 10) pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pembeli yang ada maupun pembeli yang potensial. Pemasaran disini merupakan sebuah sistem dimana komponen-komponen kegiatan dari perencanaan sampai produk tersebut didistribusikan kepada konsumen saling terkait satu sama lainnya dalam upaya memuaskan kebutuhan calon pembeli maupun pembeli yang telah bertransaksi sebelumnya. Kotler (2002 : 9) menyatakan bahwa pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai bagi pihak lain. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa kegiatan pemasaran merupakan suatu urutan kegiatan yang melibatkan masyarakat baik secara individu maupun kelompok yang didalamnya terdapat transaksi pertukaran nilai produk untuk mewujudkan pemenuhan kebutuhan masing-masing yang saling menguntungkan. Secara aktual, konsep pemasaran telah mengalami perkembangan dari 12

sebelumnya yang berorientasi pada penjualan (selling concept) menjadi berorientasi pada pemasaran itu sendiri (marketing concept). Marketing concept memakai pelanggan (target pasar) sebagai tolak ukur perusahaan dengan fokus pada kebutuhan pelanggan tersebut. Sasaran yang ingin dicapai oleh perusahaan yang menerapkan konsep ini adalah pencapaian laba melalui kepuasan pelanggan, bukan melalui omzet penjualan yang sebesar-besarnya seperti yang diadopsi oleh selling concept. Cara yang dilakukan perusahaan untuk mewujudkan hal ini adalah dengan upaya pemasaran yang terpadu melalui pengkombinasian elemen-elemen bauran pemasaran. Dari beberapa definisi mengenai pemasaran yang telah diutarakan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan dalam kaitannya dengan upaya memenuhi kebutuhan pelanggan melalui transaksi pertukaran nilai barang dan jasa sehingga dapat menimbulkan kepuasan bagi pelanggan tersebut. 2.1.2 Bauran pemasaran ritel Kotler (2002 : 18) mengemukakan definisi bauran pemasaran (marketing mix) adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan dalam pasar sasaran. Bauran pemasaran merupakan elemen yang penting dalam strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan ritel. Penerapan bauran pemasaran ini diharapkan akan mampu menjadi sarana untuk menarik konsumen untuk memilih suatu perusahaan ritel yang ia percaya untuk melakukan transaksi pembelian terhadap suatu produk guna memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Menurut Ma ruf (2006 : 114) bauran pemasaran ritel terdiri dari 6 (enam) elemen yang meliputi. 1) Lokasi: merupakan faktor yang sangat penting dalam bauran pemasaran ritel. 13

Pada lokasi yang tepat, sebuah gerai akan lebih sukses dibandingkan gerai lainnya yang berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama, oleh wiraniaga yang sama banyaknya, dan sama terampilnya, dan sama-sama punya setting ambience yang bagus. 2) Merchandise: merupakan produk-produk yang dijual dalam gerai. Merchandise yang akan dijual oleh peritel biasanya merupakan terjemahan dari positioning yang dilakukan oleh perusahaan ritel tersebut. 3) Harga: penetapan harga dalam pemasaran ritel merupakan hal yang penting mengingat penetapan harga akan menghasilkan dampak yang besar bagi usaha ritel itu sendiri karena akan menentukan laba/rugi yang akan diperoleh peritel. 4) Promosi: promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran usaha ritel. Kegiatan promosi yang dilakukan oleh peritel biasanya bertujuan untuk menginformasikan, mempengaruhi, dan membujuk serta mengingatkan pelanggan sasaran tentang perusahaan dan bauran pemasarannya. Program promosi yang biasanya diterapkan oleh peritel terdiri atas iklan, sales promotion, public relations (publisitas), dan personal selling. 5) Atmosfer dalam gerai: suasana atau atmosfer dalam gerai berperan penting dalam memikat pembeli, membuat nyaman pembeli dalam memilih barang belanjaan, dan mengingatkan mereka mengenai produk yang perlu dimiliki untuk memenuhi kebutuhan. Suasana yang dimaksud adalah dalam arti atmosfer dan ambience yang tercipta dari gabungan unsur-unsur desain toko/gerai, perencanaan toko, komunikasi visual, dan penyajian merchandise (display barang). 14

6) Retail service: pelayanan eceran yang bertujuan untuk memberikan berbagai jenis fasilitas kepada konsumen saat mereka melakukan kegiatan belanja dalam gerai ritel. Retail service bersama unsur-unsur bauran pemasaran ritel lainnya mempunyai fungsi memenuhi kebutuhan pembeli dalam berbelanja. Dari uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran ritel merupakan alat pemasaran yang digunakan oleh peritel untuk mencapai tujuan pemasarannya yang terdiri atas lokasi, merchandise, harga, promosi, atmosfer gerai, dan retail service. 2.1.3 Retail service Pada dasarnya ritel atau retail berarti eceran atau perdagangan eceran. Dan peritel atau retailer diartikan sebagai pengecer atau pengusaha perdagangan eceran. Bisnis ritel didefinisikan sebagai semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang dan jasa secara langsung ke konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis (Kotler dalam Buchari, 2005 : 54). Dalam pengertian ini, bisnis ritel memainkan perannya sebagai saluran distribusi akhir yang berfungsi untuk menyalurkan barang dan jasa kepada konsumen untuk tujuan konsumtifnya. Pendapat lain mengenai konsep ritel diutarakan oleh Ma ruf (2006 : 7) yang menyatakan ritel merupakan keseluruhan aktivitas bisnis yang menyangkut penjualan barang dan jasa kepada konsumen untuk digunakan oleh mereka sendiri, keluarga atau rumah tangganya. Kaitannya dengan service, Stanton dalam Buchari (2005 : 243) mendefinisikan service sebagai sesuatu yang dapat diidentifikasi secara terpisah, tidak berwujud, ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan. Dalam hal ini kegiatan service tidak dapat 15

dipisahkan dengan kegiatan pokok perusahaan ritel yaitu penjualan barang dan jasa. Service yang ditawarkan kepada konsumen ini biasanya tidak berwujud, namun service dapat dihasilkan dengan menggunakan benda-benda berwujud maupun tidak. Pengertian lain mengenai service (pelayanan) diungkapkan oleh Zeithaml dan Bitner yang dikutip oleh Buchari (2005 : 243) yang menyatakan bahwa service adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk yang dikonsumsi secara bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai atau sehat) yang bersifat tidak berwujud. Dalam pengertian ini dapat disimpulkan bahwa pelayanan (service) dapat memberikan nilai tambah yang positif bagi pelanggan sehingga keberadaannya sangat diperlukan untuk menunjang kebutuhan pokok pelanggan. Dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, usaha ritel modern tidak dapat melepaskan kaitan service dalam upaya memberikan yang terbaik bagi pelanggannya. Ma ruf (2006 : 217) mengungkapkan bahwa ritel service (pelayanan eceran) bertujuan memfasilitasi para pembeli saat mereka berbelanja di gerai. Adapun jenis-jenis pelayanan yang ditawarkan dalam gerai meliputi: 1) Customer service 2) Terkait fasilitas gerai (1) Jasa pengantaran (delivery) (2) Gift wrapping (3) Fasilitas tempat makan (4) Fasilitas kredit (5) dll, seperti cara pembayaran dengan credit card atau debit card 16

3) Terkait jam operasional toko 4) Fasilitas-fasilitas lain (1) Ruang/lahan parkir (2) Gerai laundry (3) Gerai cuci cetak film Dari beberapa pengertian mengenai konsep ritel dan service yang telah diutarakan dapat disimpulkan bahwa ritel service merupakan bentuk pelayanan yang diberikan kepada pelanggan oleh peritel dengan tujuan agar mampu memfasilitasi pelanggan saat mereka berbelanja dalam suatu gerai. 2.1.4 Nilai hedonik Hedonisme berasal dari bahasa Yunani yaitu hedone yang artinya kesenangan atau kenikmatan. Hirschman dan Holbrook dalam Park (2006 : 437) menyatakan bahwa konsumsi hedonik adalah salah satu segi dari perilaku konsumen yang berhubungan dengan aspek multi-sensori, fantasi, dan emosi dalam pengalaman yang dikendalikan oleh berbagai manfaat seperti kesenangan dalam menggunakan produk. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa konsumsi hedonik lebih terkait dengan sisi emosional konsumen daripada sisi rasionalnya. Karakteristik dari nilai hedonik adalah selfpurposeful dan self-oriented (Babin et.al. dalam Rintamaki, 2006:14). Karaktersitik nilai hedonik yang dimaksud disini adalah konsumsi hedonik dilakukan dengan sengaja oleh konsumen itu sendiri dengan lebih memperhatikan aspek pribadinya. Rintamaki.et.al (2006 : 14) juga mengemukakan bahwa pelanggan/pembeli 17

merealisasikan nilai hedonik saat perilaku belanja diapresiasi sebagai haknya, dengan tidak mengindahkan perencanaan pembelian yang telah dibuat sebelumnya. Hal ini berarti nilai hedonik sering direalisasikan demi memuaskan diri konsumen walaupun perilaku ini harus dilakukan dengan melanggar rencana pembelian terhadap suatu produk yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam kaitannya dengan suatu kebutuhan, kebutuhan yang bersifat hedonik lebih bersifat psikologis seperti rasa puas, gengsi, dan perasaan subjektif lainnya. Hal ini berarti nilai hedonik yang dialami oleh konsumen dapat disebabkan oleh beberapa faktor kepribadian konsumen itu sendiri seperti perasaan ingin menaikkan prestise, perasaan ingin mendapat pengakuan dari orang lain, mendapat kepuasan diri maupun perasaan subjektif lainnya yang terkait dengan persepsi, sikap, ataupun gaya hidup dari konsumen tersebut. Salah satu jenis konsumsi hedonik adalah keinginan untuk melakukan kegiatan waktu luang, yaitu semua kegiatan yang dicari untuk mengisi waktu luang atau waktu non-kerja (Mowen dan Minor dalam Suryani, 2007 : 8). Pemanfaatan kegiatan waktu luang yang dimaksud disini adalah kaitannya dengan perilaku berbelanja yang dilakukan oleh konsumen. apabila konsumen memanfatkan waktu luangnya untuk berbelanja, maka hal tersebut juga dapat dikatakan realisasi dari nilai hedonik konsumen. Dari beberapa uraian mengenai nilai hedonik tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai hedonik merupakan perasaan emosional yang dirasakan konsumen dari pengalaman berbelanjanya terhadap suatu toko yang lebih bersifat subjektif dan pribadi, bisa berupa kesenangan, kegembiraan dan kenikmatan. 18

2.1.5 Kepuasan Pelanggan Menurut Kotler (2002 : 61) definisi kepuasan adalah perasaan senang dan kecewa seseorang sebagai hasil bandingan dari penampilan atau hasil dari produk yang diterima dengan harapannya. Jika konsumen merasa senang dengan penampilan atau hasil dari produk tersebut maka ia akan merasa puas terhadap produk tersebut. Definisi pelanggan menurut Tjiptono (2000 : 6) adalah orang atau pihak yang dilayani kebutuhannya. Dari pengertian tersebut, pelanggan dapat diartikan sebagai pihak yang memiliki suatu kebutuhan akan suatu barang atau jasa yang yang akan coba dilayani oleh perusahaan. Pengertian lain mengenai konsep pelanggan diutarakan oleh Lupiyoadi (2001 : 143) yang menyatakan bahwa pelanggan adalah seorang yang secara kontinu dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan membayar produk atau jasa tersebut. Pendapat tersebut mengemukakan definisi pelanggan secara lebih luas, dimana pelanggan diartikan sebagai pihak yang datang lebih dari satu kali dalam mengkonsumsi barang atau jasa dari pihak perusahaan dan telah mengeluarkan sejumlah uang untuk hal tersebut. Dari beberapa uraian mengenai kepuasan dan pelanggan yang dijelaskan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah perasaan senang dan kecewa seseorang sebagai hasil bandingan dari penampilan atau hasil dari produk yang diterima dengan harapannya.dan Jika konsumen merasa senang dengan penampilan atau hasil dari produk tersebut maka ia akan merasa puas akan produk tersebut dan bersedia membayar dengan sejumlah uang untuk hal tersebut. 19

Buchari (2005 : 285), ada beberapa cara mengukur kepuasan pelanggan yaitu: 1) Complaintand suggestion sistem Sebuah perusahaan yang berfokus pada pelanggannya akan mempermudah pelanggannya untuk memberikan saran dan keluhan perusahaan dapat melakukannya dengan berbagai cara seperti penyediaan formulir bagi tamu untuk melaporkan apa yang disuka dan tidak disuka, menempatkan kotak saran, dapat juga dengan membuat web pages dan e-mail. 2) Survey kepuasan pelanggan Penelitian menunjukan bahwa walaupun para pelanggan tidak puas terhadap suatu dari setiap empat pembelian, kurang dari 5 % pelanggan yang tidak puas akan mengeluh, kebanyakan pelanggan akan membeli lebih sedikit atau berganti pemasok dari pada mengajukan keluhan. Bila karena itu maka perusahaan tidak dapat menggunakan sistem keluhan dan saran untuk mengukur tingkat kepuasan tetapi perusahaan dapat mengetahui tingkat kepuasan pelanggannya dengan melakukan survey berkala. Mereka mengirimkan daftar-daftar pertanyaan atau mewawancarai langsung dan menanyakan tentang kepuasan mereka terhadap berbagai aspek kinerja perusahaan. Mereka juga meminta pendapat pembeli tentang kinerja para pesaing mereka. 20

3) Pembeli Bayangan Perusahaan-perusahaan dapat membayar orang untuk bertindak sebagai pembeli potensial guna melaporkan hasil temuan mereka tentang kekuatan dan kelemahan yang mereka alami ketika membeli produk perusahaan dan produk pesaing 4) Analisis Pelanggan Yang Lari Pelanggan yang hilang, dicoba dihubungi kembali oleh perusahaan untuk mengetahui kenapa mereka pergi atau pindah ke perusahaan lain. Dari kontak semacam ini akan diperoleh informasi sehingga dapat memperbaiki kinerja. Pentingnya kepuasan pelanggan (Tjiptono, 2000 : 7) setiap perusahaan yang memperhatikan kepuasan pelanggan akan memperoleh beberapa manfaat pokok yaitu. 1) Reputasi perusahaan semakin positif di mata masyarakat pada umumnya dan di mata masyarakat pada khususnya. 2) Dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan. 3) Memungkinkan terciptanya rekomendsi dari mulut ke mulut yang menguntungkan bagi perusahaan sehinga semakin banyak orang yang akan membeli dan menggunakan produk perusahaan. 4) Meningkatkan volume penjualan dan keuntungan. 5) Hubungan antara perusahaan dan pelanggan menjadi harmonis. 6) Mendorong setiap anggota organisasi untuk bekerja dengan tujuan serta kebangan yang lebih baik. 21

7) Menekanan biaya melayani pelanggan akibat dampak dari faktor familiaritas relasi khusus bagi pelanggan. 8) Terbentuknya peluang untuk melakukan penjualan silang. Dari beberapa definisi para ahli, dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan respon konsumen atau perasaan konsumen setelah menggunakan produk yang ditawarkan oleh perusahaan baik itu respon yang negatif maupun yang positif dengan membandingkan harapan dan kinerja yang diberikan perusahaan. Dengan kata lain, jika konsumen merasa apa yang ia peroleh lebih rendah dari yang diharapkannya (negative disconfirmation) maka konsumen tersebut akan tidak puas. Sebaliknya, jika yang diperoleh konsumen melebihi apa yang ia harapkan (positive disconfirmation) maka konsumen akan merasa puas. Sedangkan pada keadaan dimana apa yang diterima sama dengan yang diharapkan, maka konsumen tersebut akan merasakan tidak puas dan puas (neutral). 2.1.6 Ritel modern Klasifikasi ritel modern menurut Levy dan Weitz yang dikutip oleh Utami (2006 : 12) adalah sebagai berikut: 1) Big-box retailer Pada format big-box retailer, terdapat berbagai jenis supermarket yaitu supercenter, hypermarket, dan warehouse club. a) Supercenter adalah supermarket yang mempunyai luas lantai 3.000 hingga 10.000 meter persegi dengan variasi produk yang dijual, untuk makanan sebanyak 30-40% dan produk-produk non makanan sebanyak 60-70%. 22

Supermarket ini memiliki persediaan berkisar antara 12.000-20.000 item. Supermarket jenis ini memiliki kelebihan sebagai tempat belanja dalam satu atap (one stop shopping) sehingga banyak pengunjungnya yang datang dari tempat yang jauh. b) Hypermarket merupakan supermarket yang memiliki luas antara lebih dari 18.000 meter persegi dengan kombinasi produk makanan 60-70% dan produk-produk umum 30-40%. Hypermarket merupakan salah satu bentuk supermarket yang memiliki persediaan lebih banyak dibanding supercenter, yaitu lebih dari 25.000 item yang meliputi produk makanan, perkakas (hardware), peralatan olah raga, furnitur, perlengkapan rumah tangga, komputer, elektronik, dan sebagainya. Dengan demkian, hypermarket adalah toko eceran yang mengkombinasikan pasar swalayan dan pemberi diskon lini penuh. c) Warehouse merupakan ritel yang menjual produk makanan yang jenisnya terbatas dan produk-produk umum dengan layanan yang minim pada tingkat harga yang lebih rendah terhadap konsumen akhir dan bisnis kecil. Ukurannya antara lebih dari 13.000 meter persegi dan lokasinya biasanya di luar kota. Pada jenis ritel ini, interior yang digunakan lebih sederhana. Produk-produk yang dijual meliputi makanan dan produk umum biasa lainnya. 23

2) Convenience store Convenience store memiliki variasi dan jenis produk yang terbatas. Luas lantai ritel jenis ini berukuran kurang dari 350 meter persegi dan biasanya didefinisikan sebagai pasar swalayan mini yang menjual hanya lini terbatas dari berbagai produk kebutuhan sehari-hari yang perputarannya relatif tinggi. Convenience store ditujukan kepada konsumen yang membutuhkan pembelian dengan cepat tanpa harus mengeluarkan upaya yang besar dalam mencari produk-produk yang diinginkannya. Produk-produk yang dijual biasanya ditetapkan dengan harga yang lebih tinggi dari pada di supermarket 3) General merchandise retail Jenis ritel ini meliputi toko diskon, toko khusus, toko kategori, departement store, off-price retailing, dan value retailing a) Toko diskon Toko diskon (discount store) merupakan jenis ritel yang menjual sebagian besar variasi produk, dengan menggunakan layanan terbatas, dan harga yang murah. Toko diskon menjual produk dengan label atau merek milik toko itu sendiri maupun merek-merek lain yang sudah dikenal luas. b) Toko khusus Toko khusus (specialty store) berkonsentrasi pada sejumlah terbatas kategori produk-produk komplementer dan memiliki level layanan yang tinggi dengan luas toko sekitar 8.000 meter persegi. Format toko khusus memungkinkan ritel memperhalus strategi segmentasi yang dijalankan serta menetapkan barang dagangan pada target pasar yang lebih spesifik. Toko 24

khusus tidak hanya merupakan jenis toko namun juga merupakan metode operasi ritel, yaitu hanya mengkhususkan diri pada jenis barang dagangan tertentu, misalnya perhiasan, pakaian anak-anak, produk olahraga, produk perlengkapan bayi, dan lain-lain. c) Toko kategori Toko kategori (category store) merupakan toko diskon dengan variasi produk yang dijual lebih sempit atau khusus tetapi memiliki jenis produk yang lebih banyak. Ritel ini merupakan salah satu toko diskon yang paling dasar. Beberapa kategori menggunakan pendekatan layanan sendiri, tetapi beberapa toko menggunakan asisten untuk melayani konsumen. d) Departement store Merupakan jenis ritel yang menjual variasi produk yang luas dan berbagai jenis produk dengan menggunakan beberapa staf, seperti layanan pelanggan (customer service) dan tenaga sales counter. Masing-masing bagian diperlakukan sebagai pusat pembelian terpisah dengan segala aktivitas promosi, pelayanan, dan pengawasan yang terpisah pula. Manajemen pusat bertanggung jawab atas keseluruhan program periklanan, kebijakan kredit, ekspansi toko, dan layanan konsumen. e) Off-price retailing Ritel jenis ini menyediakan berbagai jenis produk dengan merek bergantiganti dan lebih ke arah orientasi fashion dengan tingkat harga produk yang murah. Ritel off-price dapat menjual merek dan label produk dengan harga yang lebih rendah dari umumnya. 25

f) Value retailing Merupakan toko diskon yang menjual sejumlah besar jenis produk dengan tingkat harga rendah, biasanya berlokasi di daerah-daerah padat penduduk. Ritel jenis ini berukuran lebih kecil dari toko diskon tradisional 26

2.1.7 Pelanggan Menurut Tjiptono (2000 : 6) pelanggan adalah orang atau pihak yang dilayani kebutuhannya. Dari pengertian tersebut, pelanggan dapat diartikan sebagai pihak yang memiliki suatu kebutuhan akan suatu barang atau jasa yang yang akan coba dilayani oleh perusahaan. Pengertian lain mengenai konsep pelanggan diutarakan oleh Lupiyoadi (2001 : 143) yang menyatakan bahwa pelanggan adalah seorang yang secara kontinu dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan membayar produk atau jasa tersebut. Pendapat tersebut mengemukakan definisi pelanggan secara lebih luas, dimana pelanggan diartikan sebagai pihak yang datang lebih dari satu kali dalam mengkonsumsi barang atau jasa dari pihak perusahaan dan telah mengeluarkan sejumlah uang untuk hal tersebut. Dari beberapa uraian mengenai pelanggan yang dijelaskan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pelanggan adalah orang yang datang berulang kali ke suatu tempat untuk menikmati produk atau jasa tertentu untuk memenuhi kebutuhan maupun keinginanya dan bersedia membayar dengan sejumlah uang untuk hal tersebut. 27

2.1.8 Teori Hubungan Antar Variabel 2.1.8.1 Hubungan Retail Service Terhadap Nilai Hedonik. Nilai hedonik dalam berbelanja dipengaruhi oleh beberapa elemen seperti atmosfer, hubungan dengan karyawan toko, dan pelayanan lainnya Cottet,dkk (2006 : 219). Menurut Ma ruf (2006 : 219) untuk menghasilkan efek suasana nyaman, kombinasi berbagai unsur atmosfer dalam gerai seperti penataan merchandise, cahaya, gang (aisle), dan musik, dilakukan. Gambar 2.1 Model Hubungan Retail Service Terhadap Nilai Hedonik Retail Service Nilai Hedonik Sumber : Data diolah, 2010 2.1.8.2 Hubungan nilai hedonik Terhadap Kepuasan Pelanggan Siklus kepuasan konsumen dapat diukur dengan kualitas barang, pelayanan, kepuasan (harapan pelanggan sudah tepenuhi) dan ikatan merupakan hubungan emosional yang relatif permanen antara pelanggan dan tempat yang mampu memberikan apa yang dibutuhkan dan yang diharapkan karena telah menjadi suatu kepercayaan umum, khususnya dalam dunia bisnis bahwa kepuasan pelanggan merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha. Hal ini disebabkan karena dengan memuaskan konsumen, organisasi atau perusahaan dapat meningkatkan tingkat keuntungan dan mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas (Barsky dalam Semuel,2006). 28

Gambar 2.2 Model Hubungan Nilai Hedonik Terhadap Kepuasan Pelanggan Nilai Hedonik Kepuasan Pelanggan Sumber : Data diolah, 2010 2.1.8.3 Hubungan Retail Service Terhadap Kepuasan Pelanggan Menurut Triyono (2006 : 22) kreteria kualitas dan kinerja service mengacu pada tercapainya customer satisfaction ( kepuasan pelanggan ) disini ditegaskan bahwa tingkat tertingi atau ujung segala upaya organisasi ritel adalah service atau pelayanan. Sedangkan menurut survei AC Nielsen Indonesia pada april 2004 ditemukan bahwa service ada pada puncak faktor yang dapat menarik kepuasan pelanggan (Sigit Triyono, 2006 : 11). Gambar 2.3 Model Hubungan Retail Service Terhadap Kepuasan Pelanggan Retail service Kepuasan Pelanggan Sumber : Data diolah, 2010 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya 1) Penelitian yang dilakukan oleh Pujana (2009) dengan judul Pengaruh Display Barang, Interaksi Wiraniaga, dan retail Service Terhadap Nilai Hedonik dan Impulsive Buying Pelanggan di Matahari Duta Plaza. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti pengaruh karakteristik display interaksi wiraniaga, retail service terhadap nilai hedonik dan kepuasan pelanggan dimana, Hasil penelitian menunjukkan bahwa display barang, interaksi wiraniaga, dan retail service berpengaruh signifikan terhadap nilai hedonik dan impulsive buying pelanggan 29

baik secara simultan maupun secara parsial. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai hedonik memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap impulsive buying pelanggan yakni sebesar 38,1%. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa nilai hedonik menjadi penghubung positif kaitannya dengan pengaruh display barang, interaksi wiraniaga, dan ritel service secara tidak langsung terhadap impulsive buying pelanggan di Matahari Duta Plaza Denpasar. persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti hubungan retail service terhadap nilai hedonik. 2) Penelitian yang dilakukan oleh Nadene J. M. M. Marx & Alet C Erasmun (2005) dengan judul Customer Satisfaction With Customer Service And Service Quality In Supermarkets In A Third World Context Penelitian ini menggunakan 350 responden. Untuk memecahkan masalah digunakan metode analisis faktor. Salah satu hasil analisis menunjukkan bahwa untuk mengukur kepuasan pelanggan terhadap layanan pelanggan dan kwalitas jasa di (dalam) supermarket di perlukan troli bersih, lingkungan nyaman, wellorganised (gudang/ toko), tataruang rak baik, in-store yang aman, Kecepatan pembayaran dikasir dan akses parkir yang gampang. Ini bertujuan untuk memuaskan keinginan dan kesenangan pelanggan. Hasil analisis ini juga menunjukkan untuk menghasilkan kepuasan kepada konsumen perlu adanya kualitas pelayanan yang di berikan perusahaan lewat pramuniaga yang ramah, untuk itu perlunya pelatihan yang di berikan perusahaan bagi karyawan atau pramuniaga. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dalam hal penggunaan variabel penelitian, dimana penelitian ini meneliti pengaruh Retail 30

Service terhadap nilai hedonik dan kepuasan pelanggan, sedangkan penelitian sebelumnya hanya menganalisis kepuasan pelangan dengan layanan pelanggan dan kualitas jasa di dalam supermarket. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama meneliti mengenai kepuasan konsumen dan service / service kepada pelanggan pada supermarket (perusahaan ritel modern). 3) Penelitian yang dilakukan oleh Yuliantini (2007) dengan judul Pengaruh Daya Tarik Ritel Modern Terhadap Nilai Hedonik Dan Kepuasan Pelanggan di Centro,kuta-Bali. Penelitian tersebut meneliti tentang pengaruh daya tarik ritel modern yang terdiri dari merchandising, basic principles, dan service terhadap nilai hedonik dan kepuasan pelanggan dan terhadap kepuasan melalui nilai hedonik, serta pengaruh langsung antara nilai hedonik dengan kepuasan. Dengan mengambil 130 responden secara purposive dan accidental serta menggunakan teknik analisis jalur, F-test, t-test. Hasil analisis diketahui bahwa daya tarik ritel modern yang terdiri dari merchandising, basic principle, dan service berpengaruh langsung terhadap nilai hedonik pelanggan Centro, Kuta Bali secara simultan yaitu sebesar 42,6%.secara parsial, merchandising dan service mempengaruhi nilai hedonik dengan koefisien beta masing masing 0,214 dan 0,545. Sedangkan basic principles tidak berpengaruh dengan nilai 0,093. Nilai hedonik berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelangggan Centro, Kuta Bali sebesar 29,6%. Daya tarik ritel modern yang terdiri dari merchandising dan services berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan Centro, Kuta Bali melalui nilai hedonik dengan nilai masing- 31

masing 0,116416 dan 0, 29648 sedangkan basic principles tidak berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan Centro, Kuta Bali melalui nilai hedonik dengan nilai 0,050592. 4) Penelitian yang dilakukan oleh Tho D. Nguyen and Nigel J. Barrett (2006) dengan judul hedonic shopping motivation, super market attributes, and shopper loyalty in transitional markets adapun tujuan dari penelitian ini untuk menyelidiki dampak dari motivasi berbelanja hedonik, penelitian ini menggunakan metode SEM dan menggunakan sampel 608 konsumen supermarket. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada objek penelitian, pada penelitian ini diteliti pengaruh retail sevice terhadap nilai hedonik dan kepuasan pelanggan sedangkan pada penelitian sebelumnya hanya meneliti pengaruh antara hedonic shopping motivation, supermarket attributes dan shopper loyalty in trantional. Selain itu alat analisis yang digunakan juga berbeda, pada penelitian ini menggunakan alat analisis path (analisis jalur), sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan metode analis SEM (structural equation modeling). Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama meneliti mengenai nilai hedonik pada ritel modern. 32

2.3 Model Penelitian dan Rumusan Hipotesis Berdasarkan landasan teori, kajian pustaka dan pembahasan hasil penelitian sebelumnya yang relevan, dapat dirumuskan model penelitian seperti gambar 2.4. Gambar 2.4 Model Hipotesis Penelitian Nilai Hedonik (Y1) Retail Service (X) Kepuasan Pelanggan (Y2) Sumber: Data diolah, 2010 33

Berdasarkan landasan teori, kajian pustaka dan pembahasan hasil penelitian sebelumnya yang relevan, maka hipotesis yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Retail service berpengaruh signifikan terhadap nilai hedonik Pelanggan di Tiara Dewata. 2) Nilai hodonik berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan di Tiara Dewata. 3) Retail service berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan di Tiara Dewata. 34