II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki potensi pertanian yang dapat dikembangkan. Kinerja ekspor

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. penyebarannya terbanyak di pulau Jawa dan Sumatera, masing-masing 50% dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way

dalam pembahasan sehingga hasil dari pembahasan sesuai dengan tujuan yang

BAB III METODE PENELITIAN. ada sekarang secara sistematis dan faktual berdasarkan data-data. penelitian ini meliputi proses

BAB IV METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ginting (2002) menyatakan, Ubi kayu merupakan komoditas tanaman pangan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Teknologi merupakan komponen penting bagi berkembangnya

Jl. Kaliurang Km 14.4 Sleman, DIY ,2) ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk

1 BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan karena tim perbaikan tidak mendapatkan dengan jelas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN. Equipment Loss (Jam)

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI MESIN RING FRAME DENGAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI PT INDORAMA SYNTHETICS Tbk

Analisa Total Productive Maintenance pada Mesin Machining Center pada PT. Hitachi Power System Indonesia (HPSI) Dengan Menggunakan Metode

BAB II LANDASAN TEORI

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk

BAB V ANALISIS HASIL

PRESENTASI SIDANG SKRIPSI. September

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan pengekspor karet spesifikasi teknis terbesar ke

Evaluasi Efektivitas Mesin Creeper Hammer Mill dengan Pendekatan Total Productive Maintenance (Studi Kasus: Perusahaan Karet Remah di Lampung Selatan)

DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengajuan... ii Halaman Pengesahan... iii Kata Pengantar... iv Daftar Isi... vi Daftar Tabel...

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian, adalah sebagai berikut :

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

BAB V ANALISA HASIL Analisis Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGUKURAN PRODUKTIFITAS MESIN UNTUK MENGOPTIMALKAN PENJADWALAN PERAWATAN (STUDI KASUS DI PG LESTARI)

Prosiding SNATIF Ke-1 Tahun ISBN:

BAB III METODELOGI PENELITIAN

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia.

BAB II LANDASAN TEORI

Produksi Bersih. Proses: Dampak: Peningkatan efisiensi Peningkatan kinerja lingkungan Peningkatan keunggulan kompetitif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN LITERATUR...

Implementasi Metode Overall Equipment Effectiveness Dalam Menentukan Produktivitas Mesin Rotary Car Dumper

BAB I PENDAHULUAN. industri baik dalam bidang teknologi maupun dalam bidang manajemen,

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Agroindustri Karet Alam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KARYA AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan. Oleh TENGKU EMRI FAUZAN

STUDI PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) UNTUK PENINGKATAN EFESIENSI PRODUKSI DI PT. SINAR SOSRO

ANALISA FAKTOR-FAKTOR SIX BIG LOSSES PADA MESIN CANE CATTER I YANG MEMPENGARUHI EFESIENSI PRODUKSI PADA PABRIK GULA PTPN II SEI SEMAYANG

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

Nama : Teguh Windarto NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr.Ir Rakhma Oktavina, MT

Analisis Overall Equipment Effectiveness pada Mesin Wavetex 9105 di PT. PLN Puslitbang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan tahapan atau langkah-langkah yang dilakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara penghasil karet terbesar di dunia. Produk karet

KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. Tingkat efectivitas dan efisiensi mesin yang diukur adalah dengan Metode Overall

Iyain Sihombing, Novie Susanto*, Hery Suliantoro

Sunaryo dan Eko Ardi Nugroho

PERHITUNGAN DAN ANALISIS NILAI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) PADA MESIN MESPACK DI PT. UNILEVER INDONESIA DEA DERIANA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PDF Compressor Pro. Kata Pengantar. Tekinfo --- Jurnal Ilmiah Teknik Industri dan Informasi

KEPEKAAN TERHADAP ADANYA LOSSES

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai beberapa keunggulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STUDI KASUS PENINGKATAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) MELALUI IMPLEMENTASI TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM)

Pengantar Manajemen Pemeliharaan. P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Pengukuran Efektivitas Mesin Rotary Vacuum Filter dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (Studi Kasus: PT. PG. Candi Baru Sidoarjo)

STUDI PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) UNTUK PENINGKATAN EFISIENSI PRODUKSI PADA PTP.N II PABRIK RSS TANJUNG MORAWA KEBUN BATANG SERANGAN

IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA

BAB V ANALISIS. Total Waktu (menit)

Penerapan Total Productive Maintenance Pada Mesin Electric Resistance Welding Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness

PERHITUNGAN OEE (OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENES) PADA MESIN TRUPUNCH V 5000 I MENUJU TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) Study Kasus Pada PT XYZ

ANALISIS EFEKTIVITAS MESIN HOPPER DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS DAN FMEA PADA PT. KARYA MURNI PERKASA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

Analisis Overall Equipment Effectiveness dalam Meminimalisasi Six Big Losses pada Area Kiln di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam mesin/peralatan produksi, misalnya mesin berhenti secara tiba-tiba,

Universitas Widyatama

EFFECTIVENESS (OEE) DAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DALAM MENGUKUR

SIH Standar Industri Hijau

Analisis Pengendalian Kualitas Produk SIR 3L di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu

3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton)

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN : X

PENINGKATAN EFEKTIVITAS MESIN CUTTING GLASS DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (di PT. Asahimas Flat Glass, Tbk.

ANALISIS KINERJA PABRIK TEH HITAM PAHIT MADU

Gambar 1.1 merupakan logo perusahaan PT Kabepe Chakra : Gambar 1.1 Logo Perusahaan PT Kabepe Chakra Sumber : Kabepe Chakra (2014)

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGUKURAN PRODUKTIVITAS MESIN CNC DI PT. RAJA PRESISI SUKSES MAKMUR DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE)

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet di Provinsi Lampung Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian penting di lingkungan Internasional dan juga Indonesia. Di Indonesia tanaman karet dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. Awalnya karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman baru untuk dikoleksi kemudian karet dikembangkan menjadi tanaman perkebunan di beberapa daerah. Hasil devisa yang diperoleh dari karet cukup besar, dengan produksi sebanyak 1,6 ton pada tahun 1998 dengan nilai ekspor sebesar US $ 1.101 milyar (Biro Pusat Statistik, 2000). Luas tanaman karet di Provinsi Lampung adalah 96.738 Ha terdiri dari tanaman karet milik negara, swasta dan mlik rakyat dengan kapasitas produksi sebesar 56.009 ton serta produktivitas 1.055 Kg/Ha. Tanaman karet ini tersebar di sebagian kabupaten yang ada di Provinsi Lampung. Penyebaran tanaman karet milik rakyat di Provinsi Lampung disajikan pada Tabel 1. Lebih dari setengah luas tanaman karet di Provinsi Lampung milik rakyat. Luas tanaman karet milik rakyat adalah 68.802 Ha dengan kapasitas produksi 31.294 ton serta produktivitas 944 Kg/HA. Produk yang dihasilkan oleh petani karet berupa karet yang berbentuk slab (lempengan) (Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2010).

7 Tabel 1. Penyebaran tanaman karet rakyat di Provinsi Lampung Kabupaten Luas Areal (Ha) Produksi (Ton Karet Kering) Bandar Lampung Lampung Selatan 536 405 Pesawaran 490 70 Lampung Tengah 865 350 Lampung Timur 474 285 Lampung Utara 12.184 5.828 Way Kanan 26.704 6.549 Lampung Barat Tulang Bawang 27.408 17.765 Tanggamus 84 42 Metro Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung (2010) Produktivitas (Kg Karet Kering/Ha 799 159 585 798 719 729 1.257 778 B. Karet Remah (Crumb Rubber) Pada awalnya sebagian besar karet alam Indonesia diperdagangkan dalam bentuk karet lembaran yakni karet sit asap (RSS = ribbed smoked sheet). Namun sejak diperkenalkan teknologi karet remah (crumb rubber) pada tahun 1968, produksi karet sit secara dramastis menurun, beralih ke karet remah. Tidak kurang dari 90% produksi karet alam nasional setiap tahunnya merupakan karet remah (Anonim, 2008). Karet remah diproduksi dengan menggunakan bahan baku lateks kebun dan koagulum lapangan (lump dan slab). Industri karet alam di Indonesia menghasilkan produk karet yang didominasi oleh jenis Karet Spesifikasi Teknis (Technically Specified Rubber atau TSR) yang diperdagangkan sebagai Standard Indonesian Rubber (SIR) sebanyak 95%, sedangkan sisanya berupa Ribbed Smoked Sheet (RSS) sebanyak 3%, lateks pekat sebanyak 0,7%, dan jenis lain sebanyak 1%. Di Indonesia, produk karet setengah jadi sebanyak 90% digunakan sebagai bahan baku pembuatan ban (Budiman,

8 2000). Tampak bahwa bahan olah karet lump dan slab sangat penting peranannya sebagai bahan baku untuk pembuatan karet remah. Karet remah umumnya diperdagangkan dengan spesifikasi mutu teknis dengan bermacammacam karakteristik antara lain SIR 3L, SIR 3CV, SIR 3WF yang tergolong karet jenis mutu tinggi (high grades) dan SIR10, SIR 20 yang tergolong jenis karet mutu rendah (low grades). Karet remah bermutu tinggi diolah dengan bahan baku berupa lateks kebun, sedangkan mutu rendah diolah dengan bahan baku koagulum lapangan, yakni lateks yang membeku secara alami atau dengan koagulan. Karet remah diperdagangkan dalam bentuk bongkah berukuran 28 x 14 x 6,5 inci 3 atau 70 x 35 x 16,25 cm 3 dengan bobot 33,3 kg, 34 kg dan 35 kg per bongkah. Karet remah dibungkus dengan polietilen setebal 0,03 mm dengan titik pelunakan 108 o C, berat jenis 0,92 dan bebas dari macammacam pelapis (Setyamidjaja, 1993). C. Pengolahan Karet Remah Berbagai bahan olahan karet dapat diolah menjadi karet remah. Pengolahan karet remah digolongkan dua macam bahan baku, yaitu lateks kebun dan koagulum lapangan yang bermutu rendah. Proses pengolahan karet remah berbahan baku lateks kebun dapat menghasilkan karet remah SIR 3 ( Gambar 1).

9 Lateks kebun Penambahan hidroksilamin netral sulfat (SIR 3CV) atau sodium metabisulfit Pabrik A Penerimaan, penyaringan, pengenceran, dan koagulasi Coagulum crusher Pabrik B Macerator/creper Macerator/creper Hammermill Shredder Dryer Dryer Pengempaan & pengemasan Pengempaan & pengemasan SIR 3 Gambar 1. Proses pengolahan karet remah SIR 3 berbahan baku lateks kebun (Maspanger dan Honggokusumo, 2004) Bahan baku berupa koagulum lapangan akan menghasilkan karet remah jenis SIR 20. Proses pengolahan koagulum lapangan dalam bentuk lump atau slab menjadi karet remah jenis mutu SIR 20 terdiri dari 1) tahap persiapan dan sortasi bahan olah, 2) pembersihan tahap I dan II, 3) pencampuran (blending) dan penggilingan, 4) pengeringan alami (predrying), 5) peremahan, 6) pengempaan dan pengemasan, dan 7) penyimpanan (Tunas, 2002; Suparto, 2002; Harmantho, 2002; dan Saputra, 1997).

10 Proses pengolahan koagulum menjadi karet remah SIR 20 pada prinsipnya merupakan operasi pembersihan bahan olah yang dilanjutkan dengan proses pengeringan. Pembersihan dilakukan melalui pengecilan ukuran (size reduction). Proses ini bertujuan untuk memperbesar luas permukaan karet, sehingga kotoran semakin mudah dibersihkan dengan air pencuci selain itu, proses pengeringan membutuhkan waktu yang relatif singkat. Pada setiap tahap pengolahan selalu digunakan air sebagai media ekstraksi kotoran dari dalam karet sehingga limbah yang dihasilkan dominan dalam bentuk limbah cair. Air yang digunakan untuk proses pengolahan karet remah sebagian besar digunakan pada tahap pembersihan dan penggilingan. Penggunaan air ini tidak boleh melewati ambang batas yang disyaratkan pada KepMenLH No. 51/MenLH/10/1995 yaitu maksimum 40 m 3 /ton karet kering (Utomo, 2008). Proses pengolahan karet remah menghasilkan berbagai jenis limbah baik berupa limbah padat, cair, dan gas. Limbah padat pada umumnya berupa pasir, lumpur, tatal dan sisasisa karet. Limbah cair yang dihasilkan berupa air proses, serum, dan minyak, sedangkan limbah gas yang dihasilkan berupa bau yang terbentuk pada penyimpanan bahan olah, predrying, dan tahap pengeringan akhir. Limbah cair yang dihasilkan industri karet remah berbahan baku lateks kebun lebih sedikit jika dibandingkan dengan industri yang berbahan baku koagulum lapangan. Hal ini karena koagulum lapangan memiliki kadar kotoran yang tinggi sehingga butuh banyak air untuk pembersihan.

11 D. Overall Equipment Effectiveness (OEE) Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja industri karet adalah menggunakan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE). Metode OEE merupakan cara terbaik untuk memonitor dan meningkatkan efisiensi produksi antara lain dari proses manufaktur dari mesinmesin, manufacturing cells, dan assembly lines. Metode OEE memuat faktorfaktor kinerja dari suatu industri yang meliputi ketersediaan (availability), kinerja (performance), dan kualitas (quality) (Hutagaol, 2009). Metode OEE mampu mendeteksi sumbersumber kehilangan produktivitas yang ditunjukkan pada nilai faktorfaktor availability, performance, dan quality. Selain itu, OEE dapat digunakan sebagai ukuran untuk menentukan posisi suatu industri di jajaran industri kelas dunia lainnya (Gasperz, 2009). Metode OEE dapat dihitung dengan cara sebagai berikut. OEE = availability x performance x quality Pengukuran OEE ini didasarkan pada pengukuran tiga rasio utama, yaitu: 1. Availability Availability merupakan suatu rasio yang menggambarkan pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin atau peralatan. Availability memperhitungkan down time losses yaitu kehilangan waktu produktif akibat down time mesin atau proses kerja.

12 2. Performance Performance merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan dari peralatan dalam menghasilkan barang. Performance memperhitungkan speed losess berdasarkan faktorfaktor yang menyebabkan proses berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan kecepatan maksimum pada saat beroperasi. Tiga faktor yang dibutuhkan untuk menghitung performance efficiency adalah : a. Ideal cycle time (waktu siklus ideal) b. Processed amount (jumlah produk yang diproses) c. Operation time (waktu operasi mesin) 3. Quality Quality atau rate of quality product merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan peralatan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar. Quality memperhitungkan quality loss berupa parts atau bagian yang tidak memenuhi persyaratan kualitas. Quality diukur dalam OEE melalui pencatatan defect per million (DPM) atau part per milllion (PPM). Nilai OEE untuk industri kelas dunia dengan proses curah adalah lebih besar dari 85 persen dengan nilai minimal masingmasing faktor adalah availability 90 persen, performance 95 persen, dan quality 99,9 persen (Gasperz, 2009). Gasperz (2009) menjelaskan bahwa nilai OEE dapat menggambarkan 6 kehilangan besar (six big losses) dari suatu proses produksi yang meliputi 3 macam, yaitu :

13 1. Downtime Losses a. Breakdowns losses/equipment Failures yaitu kerusakan mesin atau peralatan yang tibatiba atau kerusakan yang tidak diinginkan tentu saja akan menyebabkan kerugian, karena kerusakan mesin akan menyebabkan mesin tidak beroperasi menghasilkan output. Hal ini akan mengakibatkan waktu yang terbuang siasia dan kerugian material serta produk cacat yang dihasilkan semakin banyak. b. Setup and Adjusment Losses atau kerugian karena pemasangan dan penyetelan adalah semua waktu setup termasuk waktu penyesuaian (adjusment) dan juga waktu yang dibutuhkan untuk kegiatankegiatan pengganti satu jenis produk ke jenis produk berikutnya untuk proses produksi selanjutnya. 2. Speed Loss a. Idling and Minor Stoppage Losses disebabkan oleh kejadiankejadian seperti pemberhentian mesin sejenak, kemacetan mesin, dan idle time dari mesin. Kenyataannya, kerugian ini tidak dapat dideteksi secara langsung tanpa adanya alat pelacak. Ketika operator tidak dapat memperbaiki pemberhentian yang bersifat minor stoppage dalam waktu yang telah ditentukan, dapat dianggap sebagai suatu breakdowns. b. Reduced Speed Losses, yaitu kerugian karena mesin tidak bekerja optimal (penurunan kecepatan operasi) terjadi jika kecepatan aktual operasi mesin atau peralatan lebih kecil dari kecepatan optimal atau kecepatan mesin yang dirancang.

14 3. Defect Loss a. Process Defect, yaitu kerugian yang disebabkan adanya produk cacat maupun karena kerja produk diproses ulanag. Produk cacat yang dihasilkan akan mengakibatkan kerugian material, mengurangi jumlahproduksi, biaya tambahan untuk pengerjaan ulang dan limbah produksi meningkat. Walaupun waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki produk cacat hanya sedikit, kondisi ini dapat menimbulkan masalah yang lebih besar. b. Reduced Yield Losses disebabkan material yang tidak terpakai atau sampah bahan baku.