HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung

LEUKOSIT SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER KESEHATAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis) DI USAHA PENANGKARAN RUSA TIMOR KECAMATAN DAWE KABUPATEN KUDUS

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

Bila Darah Disentifus

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda (Dokumentasi)

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

SISTEM PEREDARAN DARAH

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sel sel darah primitif dibentuk dalam saccus vitelinus. Sel sel darah disini masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Pedaging Klasifikasi biologis ayam (Gallus gallus) berdasarkan Rasyaf (2003) adalah sebagai berikut :

PANDUAN PRAKTIKUM HISTOLOGI II MODUL 2.3 KARDIOVASKULER DAN HEMATOLOGI DARAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan nimba (Azadirachta indica A. Juss.) merupakan tumbuhan

LEUKOSIT. 1.Puspha Dyah F. (A ) 2.Retri Retnaningtyas (A ) 3.Shindhu Anggraini (A )

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol

BAB II KAJIAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kerbau

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1.Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo Taksonomi Dan Morfologi. Klasifikasi lele menurut Saanin (1984) adalah :

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kerbau lumpur (Bubalus bubalis) (Robbani et al. 2010).

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Berdasarkan Morfologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sel darah putih ( lekosit ) rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2.

BAB I PENDAHULUAN. yang mengalami proses penuaan yang terjadi secara bertahap dan. merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari (Astari, 2010).

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

Penyakit Leukimia TUGAS 1. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Browsing Informasi Ilmiah. Editor : LUPIYANAH G1C D4 ANALIS KESEHATAN

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Respon deferensiasi sel darah perifer mencit terhadap vaksin S. agalactiae yang diradiasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. : Carnivora. : Felis domestica

ABSTRAK. Kata kunci : kambing kacang, eritrosit, Denpasar Barat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. pemeriksaan kultur darah menyebabkan klinisi lambat untuk memulai terapi

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata persentase diferensiasi leukosit pasien anjing di RSH-IPB Momo. Kronis 1-8.

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian

menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal

Makalah Sistem Hematologi

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

TINJAUAN PUSTAKA Leucocytozoon caulleryi Morfologi

Jurnal Kajian Veteriner Volume 3 Nomor 1 : ISSN: Gambaran Hematologi pada Rusa Timor (Cervus timorensis)

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenis tak bergranula (mononuklear), berfungsi dalam sistem pertahanan tubuh

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh (Guyton 2008). Kondisi tubuh dan lingkungan yang berubah setiap saat akan mengakibatkan perubahan fisiologis yang akan berakibat juga pada nilai hematologi (Ma ruf et al. 2005). Hewan yang digunakan pada penelitian ini diasumsikan dalam keadaan sehat. Definisi sehat menurut World Health Organization (WHO) bukan hanya meliputi ketidakadaan penyakit atau kelemahan, tetapi meliputi keadaan fisik, mental, dan kesejahteraan sosial. Peninjauan kesehatan hewan secara klinis dapat dilakukan antara lain melihat perilaku hewan, nafsu makan, cara bernapas, cara berjalan, konsistensi feses, pemeriksaan suhu tubuh, dan inspeksi beberapa organ tubuh seperti mata, hidung, mulut, kulit dan rambut, limfonodus, serta kebersihan daerah anus. Hewan yang sehat memiliki perilaku yang aktif, nafsu makan yang baik, bernapas secara normal, cara berjalan dengan koordinasi yang baik, konsistensi feses padat (tidak terlalu keras), suhu tubuh normal, bola mata bersih, bening dan cerah, hidung agak lembap, turgor kulit baik, tidak ada luka, rambut bersih, limfonodus tidak bengkak, dan daerah anus bersih (Widyani 2008). Jumlah leukosit total pada rusa Timor pada penelitian ini berkisar antara 2.95-4.05 x 10 3 /µl (Tabel 2). Jumlah leukosit total pada rusa Timor ini lebih rendah jika dibandingkan dengan jumlah leukosit total pada ruminansia kecil lain, seperti rusa Sambar (5.21-5.42 x 10 3 /µl), dan rusa Bawean (3.97-5.12 x 10 3 /µl) (Yusmin 1998). Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Yusmin (1998) yang memperoleh kisaran jumlah leukosit total rusa Timor antara 4.17-4.56 x 10 3 /µl, maka hasil yang diperoleh berada di bawah batas normal. Namun jika dibandingkan dengan hasil penelitian Zein (1998) yang memperoleh jumlah leukosit total pada rusa Timor berkisar antara 2.95-6.60 x 10 3 /µl, maka hasil yang diperoleh ini masih dalam rentang normal.

Tabel 2 Jumlah leukosit total pada rusa Timor hasil penelitian dibandingkan dengan rusa Sambar, dan rusa Bawean Jenis Hewan Rusa Timor Jumlah Leukosit Total (x 10 3 /µl) 2.95-4.05 4.17-4.56* 2.95-6.60** 5.21-5.42* 3.97-5.12* Rusa Sambar Rusa Bawean Keterangan: * Yusmin (1998) ** Zein (1998) Yusmin (1998) melakukan penelitian tentang komponen darah pada beberapa jenis rusa di Indonesia yang ditangkarkan secara ex-situ. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa jumlah leukosit total pada rusa Sambar lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah leukosit total pada rusa Bawean dan rusa Timor. Faktor yang Mempengaruhi Leukosit Total Menurut Weiss dan Wardrop (2010), profil hematologi dari Cervidae dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti umur, jenis kelamin, status reproduksi, iklim, cara penangkapan, dan penyakit. (1) Umur Belum diketahui secara pasti hubungan antara umur dengan jumlah total dan diferensial leukosit. Weiss dan Wardrop (2010) menyatakan bahwa pada rusa jantan muda, jenis leukosit yang dominan adalah neutrofil, dan pada saat dewasa adalah limfosit. Chapple et al. (1991) melakukan percobaan pada rusa totol (Axis axis) dan menyatakan bahwa pada anak rusa yang baru lahir memiliki jumlah neutrofil lebih banyak dibandingkan dengan jumlah limfosit, dengan perbandingan 2:1. Jenis leukosit pada rusa totol (Axis axis) dewasa didominasi oleh limfosit. Penelitian pada sapi yang dilakukan Knowles et al. (2000) menyatakan bahwa pedet memiliki jumlah leukosit total lebih tinggi dibandingkan dengan sapi dewasa, namun demikian ada pula laporan yang menyatakan bahwa jumlah leukosit total pada pedet dan sapi dewasa relatif sama. Perbedaan yang terdapat pada gambaran darah pedet dan sapi dewasa adalah rasio antara netrofil dan limfosit. Rasio neutrofil pada saat pedet lebih tinggi dibandingkan dengan

limfosit, dan sebaliknya pada saat setelah dewasa. Hal ini diduga disebabkan pedet memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan sapi dewasa sehingga terjadi pelepasan kortisol yang menyebabkan jumlah neutrofil yang tinggi di dalam sirkulasi. Pada rusa jantan dewasa, perubahan rasio limfosit dan neutrofil dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Perubahan rasio ini sebagai salah satu parameter bahwa rusa dalam musim kawin, atau mengalami infeksi. (2) Jenis Kelamin Rusa jantan memiliki jumlah leukosit total yang lebih tinggi dibandingkan dengan rusa betina. Namun teori ini tidak bersifat absolut karena tidak semua hasil penelitian menunjukkan pola yang sama (Weiss dan Wardrop 2010). (3) Status Reproduksi Status reproduksi mempengaruhi complete blood count, baik pada hewan jantan maupun hewan betina. Selama musim kawin, chital deer jantan dewasa mengalami perubahan pada diferensial leukosit, dan pada jantan dewasa red deer, mengalami penurunan jumlah eritrosit. Perubahan diferensial leukosit yang terjadi yaitu peningkatan persentase neutrofil yang lebih dominan dibanding dengan limfosit (Thrall et al. 2004). Weiss dan Wardrop (2010) menyatakan bahwa rasio neutrofil dengan limfosit akan lebih kecil dari 1 pada ruminansia dewasa. (4) Respon Stres dan Handling Rusa merupakan spesies yang mudah stres, dan dapat dilihat melalui pemeriksaan parameter hematologi. Jumlah eritrosit dan leukosit akan meningkat secara signifikan pada rusa yang stres akibat handling dibandingkan dengan rusa yang dianastesi. Kondisi stres ini terkait juga dengan seberapa sering hewan tersebut di-handle. Hewan yang sering di-handle secara berkala akan mengurangi stres sehingga tidak terjadi banyak perubahan parameter hematologi. Diferensiasi Leukosit Hasil pengamatan diferensial leukosit per-seratus sel leukosit dapat dilihat pada Tabel 3. Jumlah yang bervariasi pada setiap jenis leukosit dapat dilihat pada

Tabel 3 tersebut. Tampak bahwa limfosit memiliki populasi paling dominan, diikuti berturut-turut oleh neutrofil, monosit, eosinofil, dan basofil. Menurut Weiss dan Wardrop (2010), karakter leukosit pada Cervidae menunjukkan bahwa limfosit dan neutrofil merupakan jenis leukosit dengan populasi yang paling dominan. Rasio neutrofil terhadap limfosit bisa lebih sedikit atau sama. Beberapa studi pada chital deer, fallow deer, red deer, white-tailed deer, dan rusa Timor menunjukkan bahwa neutrofil lebih dominan dibandingkan dengan jenis leukosit yang lain. Tabel 3 Rataan persentase eosinofil, basofil, neutrofil, monosit, dan limfosit pada rusa Timor Jenis Leukosit Nilai relatif (%) Min. Maks. Rataan ± SD Eosinofil Basofil Neutrofil Monosit Limfosit 0 0 46 0 47 2 1 53 2 55 0.25 ± 0.53 0.08 ± 0.28 48.30 ± 2.10 0.38 ± 0.58 51.04 ± 2.10 Keterangan : 0 tidak ditemukan pada preparat ulas Secara umum, jenis sel leukosit yang paling dominan pada penelitian ini adalah limfosit. Hasil ini didukung oleh laporan Thrall et al. (2004) yang menyatakan bahwa limfosit merupakan jenis sel leukosit yang dominan pada rusa Timor dewasa yang normal. Interpretasi hasil diferensial leukosit sebaiknya didasarkan pada nilai absolut masing-masing jenis leukosit. Hal pertama yang harus diperhatikan adalah jumlah leukosit total, dimana jumlah leukosit total digunakan untuk menghitung nilai absolut dari masing-masing jenis leukosit. Jika jumlah leukosit total menurun, maka ditinjau nilai absolut setiap jenis sel untuk mengetahui sel mana yang mengalami penurunan. Jika jumlah leukosit total meningkat, maka ditinjau nilai absolut untuk mengetahui sel mana yang mengalami peningkatan. Meskipun jumlah leukosit total normal, perlu dilakukan penilaian secara absolut pada masing-masing jenis sel untuk mengetahui jumlah yang sebenarnya dari masing-masing jenis sel tersebut, sehingga dapat diketahui adanya abnormalitas dalam distribusi sel (Thrall et al. 2004).

Karakter leukosit Cervidae dapat dilihat dengan menggunakan pewarnaan sitokimia. Leukosit rusa dan wapiti menunjukkan morfologi yang sama seperti pada pewarnaan Romanowsky (Weiss & Wardrop 2010). Neutrofil Neutrofil merupakan sel polimorfonuklear karena inti memiliki berbagai bentuk dan bersegmen. Neutrofil dewasa yang berada dalam peredaran darah perifer memiliki bentuk inti yang terdiri dari dua sampai lima segmen, sedangkan neutrofil yang belum dewasa (neutrofil band) memiliki bentuk inti seperti ladam kuda (Colville & Bassert 2008). Gambar 5 menunjukkan bentuk neutrofil pada rusa Timor. Jika dibandingkan dengan neutrofil ruminansia lain, misalnya sapi, tidak terlihat adanya ciri khas yang menunjukkan adanya perbedaan gambaran neutrofil pada kedua spesies tersebut. Baik neutrofil pada rusa Timor maupun sapi, keduanya memiliki sitoplasma yang tidak terlalu jelas dan lobus nukleus berkisar antara 2-5 lobus. Gambar 5 Neutrofil rusa Timor; bar = 10 µm. Rataan persentase neutrofil rusa Timor dapat dilihat pada Tabel 4. Persentase neutrofil (nilai relatif) rusa Timor berkisar antara 46-53%, sedangkan jumlah absolut yang diperoleh berada dalam kisaran 1.49-1.93 x 10 3 /µl. Jika dibandingkan dengan beberapa ruminansia kecil lainnya, maka terdapat kesamaan yaitu neutrofil merupakan jenis leukosit dengan jumlah populasi kedua terbanyak

setelah limfosit, seperti terlihat pada Tabel 3. Perbandingan persentase neutrofil rusa Timor terhadap beberapa ruminansia kecil lainnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Perbandingan persentase neutrofil rusa Timor dengan rusa Timor*, rusa Sambar*, dan rusa Bawean* Jenis Hewan Rusa Timor Rusa Timor* Rusa Sambar* Rusa Bawean* Persentase (%) Min. Maks. Rataan±SD 46 53 48.30±2.10 42 44 42.00±1.63 36 41 38.50±3.54 40 46 42.25±2.88 Keterangan : * sumber: Yusmin (1998) Thrall et al. (2004) menyatakan bahwa pada saat periode rutting, rusa jantan dan betina memiliki persentase neutrofil lebih tinggi dibandingkan dengan limfosit. Periode rutting adalah periode musim kawin, dan untuk mendapatkan rusa betina, seekor rusa jantan harus bertarung dengan rusa jantan lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Chapple et al. (1991) pada rusa totol (Axis axis) diperoleh jumlah neutrofil pada rusa muda lebih tinggi dibandingkan dengan rusa dewasa. Jumlah neutrofil pada rusa muda, dua kali lebih banyak dibandingkan dengan jumlah limfosit. Sedangkan pada rusa dewasa, populasi leukosit didominasi oleh sel limfosit. Hal ini disebabkan hewan muda memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan hewan dewasa sehingga terjadi pelepasan kortisol yang menyebabkan jumlah neutrofil yang tinggi di dalam sirkulasi. Data yang diperoleh (Tabel 4) menunjukkan bahwa rusa Timor hasil penelitian memiliki persentase neutrofil yang paling tinggi dibandingkan dengan rusa Timor, rusa Sambar, dan rusa Bawean hasil penelitian Yusmin (1998). Nilai relatif ini masih dikatakan normal karena jika dibandingkan dengan limfosit, rasio antara neutrofil dan limfosit lebih kecil dari 1. Weiss dan Wardrop (2010) menyatakan bahwa rasio neutrofil dengan limfosit akan lebih kecil dari 1 pada ruminansia dewasa. Pada kondisi abnormal, dapat terjadi peningkatan jumlah neutrofil (neutrofilia) maupun penurunan jumlah neutrofil (neutropenia). Neutrofilia dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis. Neutrofilia fisiologis dapat terjadi pada saat hewan mengalami stres atau terlalu bersemangat (Weiss & Wardrop

2010). Neutrofilia yang bersifat patologis sering terjadi pada kondisi peradangan terutama yang bersifat akut. Agen yang menyebabkan neutrofilia antara lain bakteri, virus, jamur dan protozoa. Neutropenia sering terjadi pada ruminansia yang menderita mastitis, peritonitis, metritis, pneumonia, dan penyakit saluran pencernaan (Weiss & Wardrop 2010). Neutropenia paling sering terjadi pada infeksi virus. Studi yang dilakukan secara in-vitro pada sapi menunjukkan bahwa virus yang memiliki tingkat virulensi yang tinggi dapat menurunkan kemampuan proliferasi dari sel progenitor pada sumsum tulang (Keller et al. 2006). Beberapa kasus yang juga menyebabkan neutropenia yaitu theileriosis, mikoplasmosis, dan tripanosomiasis. Pada rusa, agen yang dapat menyebabkan neutrofilia antara lain stres akibat handling, bruselosis. Agen infeksius yang menyebabkan munculnya gejala neutropenia pada rusa dan kaitannya penting untuk manusia yaitu tuberkulosis. Pada rusa yang teridentifikasi tuberkulosis, daging rusa (venison) harus dimasak sampai matang sempurna (Wisconsin Department of Natural Resources 2011). Eosinofil Jumlah eosinofil pada penelitian ini berkisar antara 0-0.04 x 10 3 /µl dengan rataan persentase 0.25 ± 0.53%. Tabel 5 memperlihatkan perbandingan persentase eosinofil rusa Timor dengan jenis rusa lain. Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa eosinofil pada rusa Timor hasil penelitian ini bernilai 0.25 ± 0.53%, sedangkan hasil penelitian menurut Yusmin (1998) memiliki nilai masingmasing rusa Timor 1.75 ± 0.58%, rusa Sambar 3.50 ± 0.71%, rusa Bawean 3.25 ± 2.06%. Tabel 5 Perbandingan persentase eosinofil rusa Timor dengan rusa Timor*, rusa Sambar*, dan rusa Bawean* Jenis Hewan Rusa Timor Rusa Timor * Rusa Sambar* Rusa Bawean* 0 1 3 1 Persentase (%) Min. Maks. Rataan ± SD 2 0.25 ± 0.53 3 1.75 ± 0.58 4 3.50 ± 0.71 5 3.25 ± 2.06 Keterangan : 0 tidak ditemukan pada preparat ulas * sumber: Yusmin (1998)

Perbedaan jumlah eosinofil pada rusa Timor hasil penelitian dengan literatur (Yusmin 1998) dapat terjadi karena perbedaan umur hewan yang digunakan, dan status nutrisi. Hasil pada Tabel 5 menunjukkan bahwa rusa Timor hasil penelitian memiliki persentase eosinofil paling rendah. Eosinofil hanya ditemukan pada empat sampel dari dua belas sampel ulas darah rusa Timor jantan. Secara umum, ciri khas sel eosinofil mamalia yaitu memiliki granul berwarna jingga yang mirip dengan eritrosit. Eosinofil berdiameter 10-15 µm, inti bergelambir dua, sitoplasma dikelilingi butir-butir asidofil yang cukup besar berukuran 0.5-1.0 µm, dengan jangka waktu hidup berkisar antara tiga sampai lima hari (Junqueira & Caneiro 2005). Hasil pada penelitian ini diperoleh gambaran eosinofil rusa Timor yang berbentuk bulat dengan inti bergelambir dua dengan bentuk yang khas seperti kacamata, dengan warna yang cenderung mengambil warna eosin (merah). Granul sel eosinofil memiliki kandungan utama Major Basic Protein (MBP) yang bersifat toksik terhadap bakteri, eosinofil peroksidase yang berfungsi untuk melawan parasit dan virus, serta protein kationik yang dapat merusak dan membentuk lubang pada membran, serta menginisiasi degranulasi sel mast yang bersifat bakterisidal. Kandungan granul eosinofil menyebabkan sel ini memiliki kemampuan untuk melawan parasit cacing, dan bersama dengan basofil atau sel mast berperan sebagai mediator peradangan dan memiliki potensi untuk merusak jaringan inang (Weiss & Wardrop 2010). Eosinofil juga ikut berperan dalam respon alergi dan reaksi imun kompleks (Thrall et al. 2004). Eosinofil merupakan sel yang penting dalam respon inang terhadap infeksi parasit dan reaksi alergi. Peningkatan jumlah eosinofil (eosinofilia) dapat terjadi pada kasus investasi endoparasit pada kambing, sapi, dan domba. Eosinofilia tidak selalu hadir dalam infeksi parasit. Penurunan jumlah eosinofil (eosinopenia) diduga sebagai akibat respon stres pada ruminansia. Eosinopenia ekstrim juga telah dilaporkan terjadi pada kasus theileriosis pada sapi. Gangguan pada sumsum tulang seperti nekrosis, fibrosis, atau penekanan akibat obat-obat kemoterapi dapat mengakibatkan pansitopenia yang mencakup eosinopenia (Weiss & Wardrop 2010).

Gambar 6 Eosinofil rusa Timor; bar = 10 µm. Gambaran sel eosinofil rusa Timor dapat dilihat pada Gambar 6. Granulgranul yang terdapat pada sel eosinofil menyerap warna eosin, sehingga sitoplasmanya tertutup warna merah. Gambaran ini sama dengan gambaran eosinofil umum pada ruminansia lainnya. Basofil Basofil merupakan jenis leukosit bergranul yang mengandung histamin dan heparin. Membran sitoplasma mampu menggandeng Immunoglobulin E, seperti sel mast. Basofil memiliki diameter yang lebih besar dibandingkan dengan neutrofil. Basofil memiliki nukleus bersegmen, dan bentuk bervariasi tergantung spesies. Permukaan sel basofil pada sapi tertutupi oleh granul ungu gelap karena terhimpit oleh banyaknya jumlah granul (Thrall et al. 2004). Gambar 7 Basofil rusa Timor; bar = 10 µm.

Gambaran sel basofil rusa Timor (Gambar 7) dominan warna biru, karena permukaan sel basofil yang tertutupi dengan granul yang menyerap metilen biru. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara gambaran sel basofil rusa Timor dengan sel basofil sapi. Tabel 6 memperlihatkan rataan persentase basofil rusa Timor hasil penelitian. Jumlah basofil hasil penelitian ini berkisar antara 0-19.75/µL dengan nilai relatif 0-1%. Hasil pengamatan pada penelitian ini menunjukkan bahwa basofil merupakan jenis sel leukosit dengan populasi paling sedikit. Menurut Thrall et al. (2004), konsentrasi basofil dalam sirkulasi ruminansia sangat rendah dan sering kali tidak ditemukan pada pemeriksaan preparat ulas. Tabel 6 Perbandingan persentase basofil rusa Timor dengan rusa Timor*, rusa Sambar*, dan rusa Bawean* Jenis Hewan Rusa Timor Rusa Timor* Rusa Sambar* Rusa Bawean* Persentase (%) Min. Maks. Rataan±SD 0 1 0.08±0.28 2 4 4.75 ± 0.96 1 3 2.00 ± 1.41 2 5 3.00 ± 1.41 Keterangan : 0 tidak ditemukan pada preparat ulas * sumber: Yusmin (1998) Data yang disajikan pada Tabel 6 menunjukkan rusa Timor hasil penelitian memperoleh hasil persentase basofil sebesar 0.08 ± 0.28%, sedangkan penelitian Yusmin (1998) diperoleh 4.75 ± 0.96%, pada rusa Sambar 2.00 ± 1.41%, dan rusa Bawean 3.00 ± 1.41%. Perbandingan ini menunjukkan bahwa persentase basofil pada penelitian ini memiliki nilai paling rendah dibanding rusa Timor, rusa Sambar, dan rusa Bawean hasil penelitian Yusmin (1998). Basofil memiliki peran penting dalam reaksi hipersensitivitas. Basofil akan memasuki jaringan yang mengalami peradangan. Basofil memiliki fungsi serupa dengan sel mast, yang memiliki kemampuan untuk fagositosis agen penyebab hipersensitivitas. Basofil akan berperan dalam reaksi alergi seperti pada kasus rhinitis, urtikaria, asma, alergi, konjungtivitis, dan anafilaksis (Weiss & Wardrop 2010). Peningkatan jumlah basofil (basofilia) akan terjadi sebagai respon terhadap infeksi parasit dan hipersensitivitas. Basofilia telah dilaporkan pada sapi

dengan infestasi caplak, dan pada kambing yang terinfeksi nematoda secara eksperimental. Penurunan basofil (basopenia) sangat jarang dilaporkan karena jumlah basofil dalam sirkulasi pada ruminansia yang normal sangat rendah (Rothwell et al. 1994). Limfosit Tabel 7 memperlihatkan rataan persentase limfosit pada rusa Timor hasil penelitian dan perbandingannya dengan rusa Timor, rusa Sambar, dan rusa Bawean hasil penelitian Yusmin (1998). Nilai absolut limfosit yang diperoleh dari sampel darah rusa Timor berkisar antara 1.43-2.13 x 10 3 /µl dengan persentase 47-55%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa limfosit merupakan jenis leukosit dengan persentase tertinggi. Hal ini didukung oleh Chapple et al. (1991) yang menyatakan bahwa pada rusa jantan dewasa, jenis leukosit yang dominan adalah limfosit. Menurut Knowles et al. (2000) yang melakukan penelitian pada pedet dan sapi dewasa, perbedaan rasio neutrofil dan limfosit ini diduga disebabkan pedet memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan sapi dewasa sehingga terjadi pelepasan kortisol yang menyebabkan jumlah neutrofil yang tinggi di dalam sirkulasi. Tabel 7 Perbandingan persentase limfosit rusa Timor dengan rusa Timor*, rusa Sambar*, dan rusa Bawean* Jenis Hewan Rusa Timor Rusa Timor* Rusa Sambar* Rusa Bawean* Persentase (%) Min. Maks. Rataan±SD 47 55 51.04±2.1 49 51 50.25 ± 0.96 50 59 54.50 ± 6.36 44 51 48.00 ± 2.94 Keterangan : * sumber: Yusmin (1998) Tabel 7 menunjukkan bahwa persentase limfosit rusa Timor hasil penelitian sebesar 51.04 ± 2.1%, hampir sama dengan hasil penelitian Yusmin (1998) yaitu 50.25 ± 0.96%. Nilai relatif limfosit pada rusa Sambar 54.50 ± 6.36%, dan rusa Bawean 48.00 ± 2.94%. Persentase limfosit rusa Timor lebih rendah jika dibandingkan dengan rusa Sambar, tetapi lebih tinggi jika dibandingkan persentase limfosit rusa Bawean.

Limfosit merupakan jenis leukosit yang tidak bergranul (agranulosit). Limfosit terdiri dari beberapa jenis, yaitu limfosit B dan limfosit T. Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang berperan dalam respon imunitas humoral untuk memproduksi antibodi, sedangkan limfosit T akan berperan dalam respon imunitas seluler (Junqueira & Caneiro 2005). Menurut Weiss & Wardrop (2010), sulit untuk membedakan diantara kedua macam limfosit, terutama jika hanya dengan pengamatan melalui preparat ulas darah atau dengan teknik yang secara rutin dilakukan di laboratorium. Jenis limfosit B berfungsi untuk membentuk kekebalan humoral, sedangkan limfosit T bertanggung jawab dalam membentuk kekebalan seluler dan respon terhadap sitokin. Sel T dapat dibagi lagi menjadi sel T-inducer/helper dan sel T- sitotoksik/supressor. Limfosit memiliki nukleus yang bervariasi, dari yang berbentuk bulat sampai lonjong, memiliki sitoplasma sangat sedikit dan hampir tidak terlihat. Limfosit yang bersirkulasi pada umumnya memiliki diameter yang lebih kecil dibandingkan dengan neutrofil. Limfosit pada sapi memiliki bentuk yang bervariasi mulai dari nukleus yang bulat sampai oval, dan diameter yang hampir sama dengan neutrofil (Thrall et al. 2004). Limfosit pada rusa Timor memiliki inti yang berbentuk bulat, dan sitoplasma relatif sedikit (Gambar 8). Gambaran limfosit rusa Timor memiliki gambaran yang umum seperti limfosit pada ruminansia lainnya. Gambar 8 Limfosit rusa Timor; bar = 10 µm.

Peningkatan jumlah limfosit (limfositosis) dapat terjadi pada kasus infeksi virus yang berjalan kronis, tripanosomiasis kronis, leukemia limfoblastik, leukemia limfositik kronik. Virus penyebab leukemia, misalnya Bovine Leukemia Virus pada sapi, dapat menyebabkan leukemia yang menyebabkan limfositosis. Penyebab paling umum terjadinya penurunan jumlah limfosit (limfopenia) pada ruminansia adalah kortikosteroid yang diinduksi oleh keadaan stres. Limfopenia juga dapat terjadi pada fase akut infeksi virus, mikoplasma, infeksi bakteri, dan septikemia (Weiss & Wadrop 2010). Monosit Monosit merupakan jenis leukosit berukuran terbesar, berdiameter 15-20 µm, dengan persentase berkisar antara 3-9% dari jumlah leukosit total. Sitoplasma monosit berwarna biru abu-abu pucat dan berinti lonjong seperti ginjal atau tapal kuda (Junqueira & Caneiro 2005). Selain ciri khas yang disebutkan di atas, ciri lain yang menandakan monosit yaitu adanya vakuol pada sitoplasma (Thrall et al. 2004). Hasil yang diperoleh dari preparat ulas, sel monosit memiliki bentuk inti seperti ladam, dan ukurannya paling besar dibanding jenis leukosit lainnya. Gambaran monosit rusa Timor dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Monosit rusa Timor; bar = 10 µm. Nilai rataan persentase monosit pada rusa Timor hasil penelitian dan jenis rusa lain dapat dilihat pada Tabel 8. Jumlah monosit yang diperoleh dari sampel

darah rusa Timor berkisar antara 0-0.04 x 10 3 /µl dengan persentase 0-2%. Terdapat perbedaan antara persentase monosit rusa Timor hasil penelitian ini yang memiliki rataan 0.375 ± 0.58 % dengan hasil penelitian Yusmin (1998) yang memperoleh persentase monosit sebesar 3.00 ± 0.82%. Persentase monosit rusa Sambar 1.50 ± 0.71%, dan rusa Bawean 3.50 ± 1.29%. Tabel 8 memperlihatkan bahwa rusa Timor pada hasil penelitian memiliki jumlah monosit yang paling rendah jika dibandingkan dengan rusa Timor pada penelitian Yusmin (1998), rusa Sambar, dan rusa Bawean. Tabel 8 Perbandingan persentase monosit rusa Timor dengan rusa Timor*, rusa Sambar*, dan rusa Bawean* Jenis Hewan Persentase (%) Min. Maks. Rataan±SD Rusa Timor Rusa Timor* Rusa Sambar* Rusa Bawean* 0 2 1 2 2 4 2 5 0.375±0.58 3.00 ± 0.82 1.50 ± 0.71 3.50 ± 1.29 Keterangan : 0 tidak ditemukan pada preparat ulas * sumber: Yusmin (1998) Monosit berpartisipasi dalam respon peradangan. Monosit akan berpindah ke jaringan, dan berubah menjadi makrofag. Sel mononuklear ini mampu memfagosit bakteri, organisme yang lebih besar dan kompleks (seperti ragi dan protozoa), sel yang terinfeksi, sel debris, dan partikel asing (Thrall et al. 2004). Weiss dan Wardrop (2010) menyatakan bahwa peningkatan jumlah monosit (monositosis) dapat terjadi sebagai respon stres pada ruminansia, namun demikian monositosis dapat juga terjadi pada kondisi peradangan. Penurunan jumlah monosit (monositopenia) dapat disebabkan oleh endotoksemia, peradangan perakut dan akut yang disebabkan oleh berbagai agen penyebab.