I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, dapat menginfeksi pada hewan dan manusia dengan prevalensi yang bervariasi (Soulsby, 1982). Hospes T. gondii terdiri dari hospes definitif dan hospes intermedier, hospes definitif adalah kucing, sedangkan manusia dan mamalia lainnya termasuk burung atau unggas merupakan hospes intermedier (Petersen dan Dubey, 2001). Hospes definitif, golongan Felidae, menjadi tempat perkembangan parasit secara seksual (enteroepitelial) dan aseksual (ekstraintestinal), tetapi hanya fase esktraintestinal pada hospes intermedier. Reproduksi seksual terjadi pada kucing akan menghasilkan oosista, dan hanya reproduksi aseksual yang terjadi pada hospes lain (Roberts dan Janovy, 2000). Stadium aseksual T. gondiiyang terdiri dari dua yaitu takizoit dan bradizoit dapat menyebabkan penyakit baik pada manusia dan hewan (Gillespie dan Pearson, 2001). Toxoplasma gondii memiliki tiga bentuk stadium infektif, yaitu oosista, takizoit dan bradizoit (Soulsby, 1982). Oosista merupakan tahap hidup parasit di luar tubuh hospes yang tahan terhadap berbagai kondisi lingkungan (Frenkel, 1988). Oosista terbentuk di dalam epitel usus halus hospes definitif, golongan Felidae, dan keluar bersama dengan tinja (Soulsby, 1982). Takizoit adalah bentuk yang berproliferasi cepat dan tersebar pada hospes dan menginfeksi banyak tipe 1

2 2 sel seperti fibroblas, hepatosit, sel retikuler, sel myocardial dan berkembang secara endodiogoni (Soulsby, 1982; Vercammen et al., 2000), dan menurut Roberts dan Janovy (2000), takizoit dapat ditemukan di berbagai cairan tubuh termasuk di darah ketika infeksi terjadi secara akut. Bradizoit dikenal sebagai fase sista jaringan (Petersen dan Dubey, 2001). Toxoplasma gondiidapat menginfeksi semua hewan berdarah panas dan manusia (Nurcahyo, 2012). Prevalensi toksoplasmosis pada manusia berkisar antara 43 88%, sedangkan pada hewan berkisar antara 6 70% (Subekti dan Arrasyid, 2006). Hewan dan manusia dapat terinfeksi oleh T. gondii melalui dua cara, yaitu secara kongenital dan perolehan. Toksoplasmosis kongenital terjadi saat fetus di dalam uterus tertular dari induknya melalui plasenta, sedangkan toksoplasmosis perolehan terjadi saat hospes memakan jaringan yang mengandung sista (Soulsby, 1982; Dubey, 2010). Infeksi T. gondii dapat bersifat akut, sub akut dan kronis. Infeksi yang lebih berbahaya adalah yang bersifat kongenital karena dapat menyebabkan keguguran, kematian janin dalam kandungan, bayi lahir cacat (hidrosefalus, kalsifikasi intrakranial, retinokoroiditis dan gangguan mental) atau bayi yang dilahirkan mati (Roberts dan Janovy, 2000; Lindsay dan Dubey, 2001). Toxoplasma gondii juga dapat ditularkan melalui transplantasi organ seperti ginjal, hepar dan sumsum tulang (Weiss dan Dubey, 2009) Infeksi T. gondii biasanya bersifat asimtomatik, tetapi pada kondisi tertentu parasit dapat menyebabkan penyakit yang serius (Dubey, 1998). Penularan toksoplasmosis dapat melalui beberapa cara seperti mengkonsumsi

3 3 daging kurang masak yang terinfeksi takizoit (fase akut) atau bentuk bradizoit (fase kronis), mengkonsumsi makanan dan minuman yang tercemar oosista yang sudah bersporulasi yang berasal dari feses kucing terinfeksi, dan secara transplasenta dari ibu yang terinfeksi selama masa kehamilan (Hanafiah et al., 2009). Reaksi imunologi hospes terdiri dari respon imun innate dan respon imun adaptive. Respon imun innate merupakan pertahanan pertama tubuh terhadap agen infeksi, sedangkan respon imun adaptive adalah respon imun lanjutan yang terdiri dari respon imun humoral dan respon imun seluler (Abbas dan Litchman, 2009). Masing- masing individu mempunyai respon imun yang berbeda, bahkan terhadap agen patogen yang sama. Hospes dengan imunokompeten biasanya menghasilkan imunitas jangka panjang terhadap toksoplasmosis, sedangkan hospes dengan imunokompromis akan menyebabkan terjadinya gangguan patologis pada beberapa organ vital hingga menyebabkan kematian (Tenter et al., 2000). Toksoplasmosis pada tikus jarang menimbulkan gejala klinis yang nyata, tetapi dengan uji serologis prevalensinya tinggi. Webster (1994), mengatakan bahwa tikus liar tidak hanya mempunyai prevalensi tinggi sebanyak 35%, tetapi juga menjadi pembawat. gondii. Hal ini berkaitan dengan virulensi parasit, kerentanan hospes terhadap infeksi, umur hospes dan imunitas hospes. Babi lebih rentan dibanding sapi, mencit lebih rentan dibanding tikus, sedangkan ayam lebih rentan dibanding karnivora (Hartati, 2011). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui virulensi T. gondii pada hewan coba, seperti mencit, dilihat dari

4 4 gambaran histopatolgi organ (Sukthana et al., 2003), tetapi masih sangat jarang peneliti yang menggunakan tikus sebagai objek penelitian. Beberapa penelitian tentang toksoplasmosis pada tikus yang banyak dilakukan adalah mengenai respon imun seluler baik yang non spesifik seperti makrofag dan sel natural killer (NK) serta yang spesifik seperti sel T CD4 + dan sel T CD8 + sebagaimana yang telah dilakukan oleh Pepper (2006), sedangkan penelitian tentang respon imun humoral terhadap T. gondii pada tikus masih sedikit. Menurut Filleseti (2004), respon imun non spesifik merupakan pertahanan pertama saat terjadi infeksi dan dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit sejak dini. Berdasarkan sedikitnya data tentang virulensi dan respon imun humoral terhadap T. gondii pada tikus, maka perlu dilakukan penelitian untuk membantu mengatasi penyebaran toksoplasmosis. Pengobatan toksoplasmosis dengan pyrimethamine dan sulfadiazine efektif melawan takizoit, tetapi toksik pada kucing (Urquhart et al., 1987). Pengobatan dengan pyrimethamine tidak direkomendasikan untuk wanita hamil, sebab merupakan antagonis asam folat dan dapat berefek pada susmsum tulang ibu dan anak yang dilahirkan. Obat lain yang dapat digunakan pada penderita toksoplasmosis khusunya pada ternak adalah diclazuril yang merupakan agen non toksik dengan tingkat absorpsi cepat dan juga dapat membunuh koksidia (Oz, 2014). Penggunaan diclazuril dapat menyebabkan menurunnya panjang vili duodenum dan jejenum serta dapat menurunkan jumlah glandula Lieberkuhn s sehingga mengganggu proses absorpsi nutrisi pada ternak (Hassanpour et al., 2010).

5 5 Pengembangan terkait obat herbal alternatif sebagai pengganti obat kimia mulai banyak dilakukan terutama untuk penyakit toksoplasmosis yang diharapkan akan meminimalisir efek samping yang ditimbulkan bagi kesehatan hewan dan manusia, salah satunya dengan daun urang-aring (Eclipta alba) yang banyak digunakan sebagai obat herbal karena kandungan yang dimiliki yaitu wedelolaktone.wedelolactoneadalah senyawa yang terdapat dalam daun urangaring dan telah diketahui berguna sebagai imunomodulator khususnya untuk meningkatkan titer antibodi serta untuk meningkatkan aktifitas fagositosis dari sel-sel fagosit (Chokotia, 2013), oleh sebab itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ekstrak urang-aring dapat meningkatkan titer antibodi dan aktifitas fagositosis makrofag pada tikus yang diinfeksi dengan takizoit T. gondii. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahuieclipta prostata sebagai immunomodulator pada tikus yang diinfeksi Toxoplasma gondii. C. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai infeksi toksoplasmosis, mengembangkan serta menemukan obat alternatif pengganti obat kimia komersial yang ekonomis dan mempunyai efek samping yang rendah untuk meningkatkan sistem imun penderita toksoplasmosis.