BAB 5 PENUTUP 5.1 KESIMPULAN 1. Kisah Ina Mana Lali Ai ini merupakan gambaran dari realitas sosial kehidupan masyarakat Rote Dengka, di mana mereka ingin menunjukan bahwa orang Rote adalah orang yang cerdik, banyak akal, dengan strategi tipu muslihat api berhasil didapatkan. Ini merupakan sikap negatif dari orang Rote di mana mereka melakukan tipu muslihat dan mengorbankan kedua perempuan sebagai alat/umpan demi mendapatkan apa yang mereka inginkan. 2. Dalam konteks inilah kisah mitos ini menjawab persoalan realitas sosial masyarakat Rote yaitu bahwa perempuan dalam dalam masyarakat Rote sangat tidak dihargai, mereka hanya digunakan sebagai alat pemenuhan kepentingan. Perempuan sebagaimana berjasanya, ia tetap tidak dihargai dan tidak mendapatkan tempat penting dalam masyarakat. Kekuasaan berada di tangan laki-laki, dan perempuanlah yang dikorbankan. Namun adanya uncosiusnes wishes dari kedua perempuan tersebut, yaitu mereka menolak untuk dilupakan, ada harapan bahwa walaupun mereka hanya dianggap alat pemenuhan kebutuhan, tetapi pada kenyataannya mereka memiliki peranan penting dalam masyarakat, dimana tergambar melalui simbol tiang induk/utama di mana mereka ingin agar ketika orang melihat tiang induk tersebut, jasa mereka diingat 71
atau dikenang. Kedua perempuan ini ingin menunjukan bahwa sebuah rumah tidak dapat dibangun tanpa adanya tiang utama/induk. 3. Dengan melakukan studi mitos Ina Mana Lali Ai yang telah dipaparkan penjang lebar dengan makna-maknanya, maka dapat dipakai sebaga acuan dalam melakukan teologi kontekstual. Dengan terkuak pesan-pesan dari analisa makna mitos Ina Mana Lali Ai, maka sesungguhnya masyarakat Rote Dengka menemukan pesan moral yang terdapat dalam mitos ini menjadi sesuatu yang dapat dijadikan sebagai pegangan/pedoman hidup orang Dengka. Mengangkat local wisdom menjadi lebih penting ketimbang mengambil nilai-nilai moral dari luar, yakni kemudian sulit diekspresikan oleh orang Dengka karena tidak lahir dan dekat dengan pergumulan langsung yang dirasakan oleh mereka sendiri. 4. Uraian makna mitos diatas bukan sesuatu yang telah final dan absolut, oleh karena itu adanya keterbukaan bagi penulis lain yang mungkin mencoba untuk menguak dan menemukan makna mitos Ina Mana Lali Ai sebagai upaya dalam memperkaya pengetahuan pembaca mengenai mitos-mitos yang berkenaan dengan permasalahan jender. 5. Ungkapan Ina Mana Lali Ai yang dipahami oleh masyarakat Dengka, merupakan sebuah ungkapan yang merendahkan yang menyebabkan perempuan terdomestikasi. Ungkapan ini menyebabkan perempuan Rote kehilangan hak-haknya dan 72
kesempatan yang sama dengan laki-laki. Dalam perspektif analisis jender ungkapan Ina Mana Lali Ai ini mengakibatkan ketidakadilan jender terhadap perempuan dalam masyarakat Rote. Bentuk-bentuk ketidakadilan jender tersebut yaitu: Marginalisasi yaitu pemiskinan terhadap perempuan, di mana karena dianggap sebagai Ina Mana Lali Ai atau perempuan yang akan berpindahpindah dan tugasnya adalah di dapur, maka perempuan Rote tidak diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi dan tidak mendapatkan warisan dari orang tuanya. Stereotip, adanya pelabelan negatif terhadap perempuan Rote yaitu bahwa perempuan Rote adalah pemindah api, oleh karena itu tugas dari seorang perempuan adalah rumah, dapur dan kebun. Bentuk ketidakadilan lainnya adalah Subordinasi, yang dipresentasikan dalam lingkup domestik, di mana perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah, ia tidak memiliki kemampuan seperti laki-laki, sehingga ia tidak boleh berada di ruang public ataupun menjadi pemimpin. Perempuan pembuat api, dan tempatnya di dapur. Selain itu, adanya beban kerja domestik yang dipikul perempuan lebih banyak dari pada laki-laki. Di mana perempuan karena dianggap sudah di bayar mas kawin (belis), maka seluruh tugas yang dilakukan oleh perempuan dianggap sebagai bentuk tugas dan tanggung jawab yang harus diemban oleh perempuan dan perempuan sendiri pun tidak merasa bahwa ia telah memikul beban kerja yang lebih berat dari laki-laki. 73
5.2 SARAN 1. Lembaga Pendidikan Sebagai lembaga pendidikan, hasil penelitian ini kiranya dapat digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam pengajaran jender, selain itu penelitian dapat memperluas wawasan mahasiswa mengenai jender, agar dapat menjadi agen perubahan dengan melakukan penelitian lanjutan dengan tema jender, untuk mencapai tujuan kesetaraan jender. Oleh karena itu untuk peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan wawasan awal bagi peneliti selanjutnya untuk mengungkap lebih jauh tentang permasalahan dalam mitos-mitos yang berkaitan dengan persoalan jender yang ada dalam masyarakat. 2. Lembaga Gereja Gereja perlu membuka diri untuk menjadikan isu jender sebagai salah satu gagasan untuk berteologi. Ada banyak hal dalam kekristenan yang dapat menjadi legitimasi alasan bagi gereja untuk berteologi dalam isu-isu gender, misalnya pelayanan Yesus yang melintasi batas-batas agama, ras, gender dan status sosial, untuk menyatakan penghargaan kepada kemanusiaan. Sebagai pendeta, perlu mengupayakannya dalam persidangan Sinode untuk dipertimbangkan kembali, yang nantinya diharapkan dapat diaplikasikan dalam pemahaman iman dan pengajaran katekisasi serta melalui khotbah dan kegiatan pendalaman Alkitab (PA). Selain itu keadilan jender juga bisa 74
diusahakan melalui bidang advokasi yang sekarang ini sedang digalakkan oleh gereja sebagai upaya rekonsiliasi yang berdasar atas hukum. 3. Lembaga Pemerintahan dan Tokoh-tokoh adat Pemerintah daerah dan tokoh-tokoh adat perlu berperan penting dalam upaya pemberdayaan perempuan, dibutuhkan kepekaan jender yang cukup dari pemerintah dalam menghasilkan pemikiran-pemikiran dan kebijakan yang dilakukan sehingga tidak lagi bias jender. 4. Untuk Perempuan dan Laki-laki Perlu adanya perlu adanya relasi saling percaya dibangun antara sesama manusia baik itu lelaki, perempuan dan. Relasi itu menunjukkan bahwa kita sama (setara) dan bahkan setiap manusia memiliki sisi positif untuk dihargai. Dalam ajaran kekristenan, hal tersebut berkaitan erat dengan the golden rule of Jesus yang terlihat di dalam Matius 7:12, Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi. Bagi perempuan sendiri perlu adanya kesadaran bahwa ia diperlakukan tidak adil, karena pada kenyataanya, perempuan belum sadar akan keberadaan dirinya yang terikat oleh budaya. 75