PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa dalam penerapan nanosains dan nanoteknologi di dunia industri. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. nanoparticle (Serpone, 2013), nanowire (Wang, 2003), nanotube (Monthioux, 2011), hingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Nanopartikel saat ini menjadi perhatian para peneliti untuk pengembangan dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, peran nanoteknologi begitu penting dalam perkembangan ilmu

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang semakin maju dalam beberapa dekade ini

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Deskripsi METODE UNTUK PENUMBUHAN MATERIAL CARBON NANOTUBES (CNT)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yulieyas Wulandari, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini penggunaan material berbasis karbon sangat luas aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambar 5.1 Hasil Mikroskop nanofiber PEO 5 wt%

PENDAHULUAN BAB I. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Bab III Metodologi Penelitian

SINTESIS DAN KARAKTERISASI MAGNESIUM OKSIDA (MgO) DENGAN VARIASI MASSA PEG-6000

Bab III Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

I. PENDAHULUAN. kimia yang dibantu oleh cahaya dan katalis. Beberapa langkah-langkah fotokatalis

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH SUHU FURNACE DAN RASIO KONSENTRASI PREKURSOR TERHADAP KARAKTERISTIK NANOKOMPOSIT ZnO-SILIKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. (Guimaraes, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan

BAB V ANALISIS HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Lapisan tipis merupakan suatu lapisan dari bahan organik, anorganik, metal,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 3 RANCANGAN PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Listrik merupakan kebutuhan esensial yang sangat dominan kegunaannya

BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Nanoteknologi merupakan teknologi masa depan, tanpa kita sadari dengan

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan teknologi material semikonduktor keramik,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2014 PEMBUATAN BILAYER ANODE - ELEKTROLIT CSZ DENGAN METODE ELECTROPHORETIC DEPOSITION

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11. Rangkaian pengukuran karakterisasi I-V.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. dan kebutuhan bahan baku juga semakin memadai. Kemajuan tersebut memberikan

Transkripsi:

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang nano atau yang lebih dikenal dengan nanosains dan nanoteknologi, mengalami perkembangan yang sangat signifikan diberbagai bidang, baik dalam dunia material dan manufacturing (Aitken, et al., 2006), elektronika (Guo & Tan, 2009), lingkungan (Dong, et al., 2014), medis (Dong, et al., 2012), energi (Hussein, 2015), dan pangan (Chellaram, et al., 2014). Perkembangan ini didasarkan dari berbagai hasil penelitian awal mengenai perubahan sifat dan kinerja dari beberapa material (seperti sifat mekanik, serapan optik dan fluorosens, titik didih, aktivitas katalis, magnetisasi, konduktivitas listrik dan termal) yang menunjukkan karakteristik yang lebih baik, jika suatu material mengalami perubahan bentuk dan ukuran dari skala mikrometer menjadi nanometer (Luther, 2004). Pada dasarnya, penelitian dibidang nanosains dan nanoteknologi mengkaji tentang ilmu dan teknik desain, fabrikasi, serta aplikasi nanomaterial, termasuk di dalamnya mengkaji tentang sifat fisika, kimia, dan fenomena dari nanomaterial (Cao, 2004). Suatu material dapat dikelompokkan kedalam nanomaterial apabila ukuran diameternya lebih kecil dari 1 mikron (1-100 nm) (Das & Ansari, 2009). Dalam menghasilkan nanomaterial, berbagai metode sintesis telah banyak dikembangkan agar diperoleh bentuk dan struktur yang dapat dikontrol. Berdasarkan bentuk dan geometri, nanomaterial dapat dikelompokkan menjadi 3 bentuk utama, yaitu nanostruktur 0 dimensi (nanoparticles), nanostruktur 1 dimensi (nanowires dan nanorods), nanostruktur 2 dimensi ( nanolayers atau thin films), dan berbagai bentuk lainnya (Cao, 2004). Penelitian mengenai nanowires (NWs) dan nanorods (NRs) merupakan salah satu bidang riset nanomaterial yang sangat berkembang dalam beberapa tahun terakhir. NWs merupakan nanostruktur berdimensi 1 yang memiliki struktur seperti kawat, dengan diameter kurang dari 100 nm dan memiliki panjang yang bervariasi, 1

2 mulai dari beberapa ratus nanometer hingga mikrometer (Cheong & Chiew, 2010). Meskipun NWs dan NRs mempunyai struktur yang hampir sama, namun keduanya dibedakan berdasarkan aspek rasio zat padat, yaitu perbandingan antara panjang dan lebar dari nanostruktur tersebut. NRs merupakan material dengan diameter ~1-100 nm yang memiliki aspek rasio antara 1-20, sedangkan NWs memiliki aspek rasio yang lebih besar dari 20 (Murphy & Jana, 2002). Dari beberapa penelitian yang telah dilaporkan, berbagai material telah berhasil disintesis untuk menghasilkan bentuk NWs, antara lain: copper nanowires (Guo, et al., 2013; Kumar, et al., 2011), gold nanowires (Liu, et al., 2013), silver nanowires (Sun, et al., 2002; 2003; Coskun, et al., 2011; Mao, et al., 2012; Johan, et al., 2014; Kang, et al., 2014; Lee, et al., 2015), dan lain-lain. Dari berbagai nanomaterial logam, silver nanowires (AgNWs) merupakan salah satu material yang banyak dikembangkan, baik penelitian dalam proses sintesis atau metode fabrikasi, kajian tentang sifat (mekanik, magnetik, listrik, dan optik) AgNWs, serta aplikasinya sebagai katalis, scanning probes, dan berbagai perangkat nanoelektronik dan fotonik lainnya (Nghia, et al., 2012). Jika dibandingkan dengan berbagai jenis logam, perak dalam ukuran bulk memiliki tingkat konduktivitas listrik (6,3 10 7 S/m) dan termal (429 W/mK) tertinggi diantara semua logam (Sun, et al., 2002; Coskun, et al., 2011; Johan, et al., 2014; Lin, et al., 2014), sehingga perak sangat baik jika dikembangkan untuk aplikasi elektroda konduktor transparan (Lee, et al., 2013). Hingga saat ini, indium tin oxide (ITO) adalah material yang paling banyak digunakan sebagai elektroda konduktor transparan dalam berbagai perangkat optoelektronik, karena memiliki resistansi lembar (Rs) yang rendah (<100 Ω/sq) dan transmitansi (T) yang tinggi (~90 %). Namun, ITO memiliki beberapa kelemahan, yaitu biaya produksi dan harga material yang tinggi, ketersediaannya yang terbatas, serta kondisi material yang cukup rapuh (Mutiso, et al., 2013; Langley, et al., 2014). AgNWs memiliki sifat optik dan listrik yang hampir sama dengan ITO sehingga sangat potensial digunakan sebagai bahan pengganti ITO. Beberapa penelitian telah berhasil membuat film transparan AgNWs yang memiliki nilai Rs < 100 Ω/sq dan T ~ 90 % (Araki, et al., 2013; Lee, et al., 2013; Chang, et al., 2014; Lu, et al., 2014).

3 Sifat konduktivitas listrik dan transmitansi optik dari film transparan AgNWs sangat tergantung pada distribusi, struktur, dan ukuran kawat dari AgNWs tersebut. Diameter AgNWs berperan penting dalam menentukan sifat optisnya. Tingkat transmitansi yang dihasilkan akan berbanding terbalik dengan ukuran diameter AgNWs karena diameter kawat yang kecil akan mengurangi terjadinya hamburan cahaya, sehingga cahaya yang ditransmisikan akan semakin besar. Selain sifat optis, panjang AgNWs juga akan mempengaruhi sifat listriknya karena tingkat konduktivitas dari film yang dihasilkan akan berbanding lurus dengan panjang kawat tersebut (Araki, et al., 2013; Chang, et al., 2014; Lee, et al., 2015). Perbedaan diameter dan panjang dari AgNWs secara signifikan mempengaruhi sifat konduktivitas dan transmitansinya. Oleh karena itu, agar dihasilkan elektroda konduktor transparan yang baik, dibutuhkan AgNWs yang sangat panjang dengan diameter yang kecil. Hal ini tentu saja sangat bergantung pada proses fabrikasi dalam menghasilkan ukuran AgNWs yang optimal, sehingga pengembangan metode fabrikasi sangat penting dilakukan dalam penelitian AgNWs. Dalam proses fabrikasi AgNWs, berbagai metode telah banyak dikembangkan untuk menghasilkan bentuk dan ukuran NWs yang homogen dan optimal. Beberapa metode yang telah digunakan diantaranya: metode sonoelectrochemical (Zhu, et al., 2002), metode hydrothermal (Xu, et al., 2006; Tetsumoto, et al., 2011), metode solvothermal (Zhang, et al., 2008), metode template pada molekul DNA (Park, et al., 2006), dan metode poliol (Sun, et al., 2002; 2003). Jika dibandingkan dari beberapa metode tersebut, metode poliol banyak digunakan untuk mensintesis AgNWs karena lebih sederhana, proses sintesis yang mudah, dapat menghasilkan AgNWs yang cukup banyak, serta biaya sintesis yang murah (Johan, et al., 2014). Namun, yang menjadi kendala dari metode ini, yaitu sulitnya untuk menghasilkan AgNWs dengan bentuk dan ukuran yang homogen (Amirjani, et al., 2014), karena ada berbagai parameter yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan pembentukan AgNWs. Dari hasil yang diperoleh tidak seluruhnya terbentuk AgNWs, tetapi masih terdapat nanoparticles (NPs) sehingga diperlukan proses sentrifugasi untuk memisahkan antara NPs dan NWs.

4 Metode poliol merupakan proses reduksi material logam pada garam anorganik dengan menggunakan larutan poliol seperti etilen glikol (EG) sebagai zat pereduksi, serta dilakukan pemanasan hingga mendekati titik didih larutan poliol untuk logam yang tidak mudah tereduksi (Fievet, et al., 1989). Sun et al. (2002) telah mengembangkan metode poliol dan berhasil melakukan sintesis AgNWs dalam skala besar, dengan diameter yang seragam dan aspek rasio yang tinggi. Morfologi dan aspek rasio dari AgNWs yang dihasilkan sangat tergantung pada kondisi reaksi, termasuk perbandingan konsentrasi poly(vinyl pyrrolidone) (PVP) dan perak nitrat (AgNO3). Selain itu, temperatur dan rentang waktu pemanasan juga mempengaruhi proses reduksi ion Ag + menjadi Ag sebelum mengalami pertumbuhan membentuk AgNWs. Beberapa parameter lainnya yang juga mempengaruhi proses pembentukan dan pertumbuhan AgNWs diantaranya: kecepatan injeksi, penambahan garam halida, dan kecepatan pengadukan (Coskun, et al., 2011). Hingga saat ini, metode poliol telah banyak dikembangkan agar proses pembentukan dan pertumbuhan dari AgNWs tersebut dapat dikontrol. Perbandingan konsentrasi PVP:AgNO3 merupakan parameter yang sangat penting dalam pembentukan AgNWs. Beberapa penelitian telah menunjukkan pengaruh yang signifikan dari konsentrasi PVP terhadap bentuk dan ukuran AgNWs (Coskun, et al., 2011; Nghia, et al., 2012; Lee, et al., 2015). Dari hasil penelitian Coskun et al. (2011) menunjukkan bahwa untuk perbandingan molar PVP:AgNO3 yang rendah (3:1), dihasilkan AgNWs dengan ukuran yang panjang dan diameter besar. Kenaikan dari perbandingan molar PVP:AgNO3 akan menghasilkan AgNWs dengan ukuran pendek dan diameter yang semakin kecil. Nghia et al. (2012) juga telah menunjukkan pengaruh konsentrasi AgNO3 terhadap perubahan bentuk dan ukuran AgNWs untuk konsentrasi PVP yang tetap. Pada konsentrasi rendah, dihasilkan perak dengan bentuk kubus dan triangular bipiramid yang sangat dominan, sedangkan jika konsentrasi AgNO3 meningkat, NWs yang dihasilkan semakin bertambah dan mempengaruhi diameter AgNWs. Selain pengaruh konsentrasi PVP:AgNO3, temperatur dan rentang waktu pemanasan selama proses sintesis juga mempengaruhi pembentukan AgNWs. Dalam metode poliol, dibutuhkan temperatur yang cukup tinggi sekitar 130-180 ºC

5 untuk mereduksi ion Ag + dan menghasilkan bentuk yang homogen. Pada umumnya oil bath digunakan sebagai media pemanas (Chang, et al., 2011) agar temperatur seluruh larutan merata dan tetap konstan selama proses sintesis. Selain temperatur, lama pemanasan juga mempengaruhi proses pertumbuhan AgNWs. Dari berbagai metode poliol yang telah dikembangkan, rentang waktu proses sintesis yang dibutuhkan sangat bervariasi karena beberapa parameter lainnya juga mempengaruhi kecepatan pertumbuhan AgNWs. Sun et al. (2002) dan Gómez- Acosta et al. (2015) secara khusus mengamati proses pertumbuhan AgNWs dengan metode poliol normal. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dibutuhkan waktu proses sintesis selama 60 menit agar AgNWs dapat tumbuh secara optimum. Faktor lainnya yang juga mempengaruhi morfologi AgNWs, yaitu efek penambahan garam serta kecepatan injeksi prekursor saat proses sintesis. Penambahan garam berfungsi sebagai media pengontrol proses reduksi dan pembentukan benih Ag sebelum tumbuh menjadi AgNWs (Nghia, et al., 2012). Pada umumnya, garam yang digunakan adalah jenis garam halida karena memiliki tingkat keelektronegatifan yang tinggi, sehingga sangat reaktif jika berikatan dengan Ag +. Beberapa jenis garam yang banyak digunakan diantaranya: KCl, NaCl dan CuCl2 (Wiley, et al., 2007; Tang, et al., 2009; Chang, et al., 2011; Johan, et al., 2014). Penambahan garam dalam jumlah kecil terbukti mampu mempengaruhi proses pertumbuhan benih Ag. Selain penambahan garam, kecepatan injeksi juga mempengaruhi proses pertumbuhan benih Ag. Coskun et al. (2011) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh dari parameter ini. Dalam penelitian tersebut, dilakukan variasi kecepatan injeksi atau penambahan larutan AgNO3/EG ke dalam larutan PVP/EG yang sebelumnya telah dipanaskan. Untuk kecepatan injeksi yang terlalu rendah ataupun tinggi, maka hasil yang terbentuk adalah AgNWs serta partikel Ag yang berukuran mikrometer. Kenaikan kecepatan injeksi ini akan meningkatkan konsentrasi ion Ag + sehingga menghasilkan MTPs yang berukuran lebih besar, dan selanjutnya membentuk AgNWs dengan diameter besar. Kecepatan pengadukan (stirring rate) juga merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi proses pembentukan AgNWs. Proses stirring sangat berperan penting pada metode poliol ini agar seluruh larutan tercampur secara merata. Proses

6 stirring akan membuat konsentrasi dari ion Ag + menjadi homogen di seluruh larutan, sehingga akan berpengaruh terhadap ukuran panjang dan diameter dari AgNWs yang terbentuk. Kenaikan dari kecepatan stirring akan mempengaruhi kemungkinan nanopartikel Ag untuk membentuk AgNWs (Coskun, et al., 2011). Meskipun kecepatan stirring berpengaruh dalam proses pembentukan AgNWs, namun belum banyak penelitian yang mengkaji pengaruh dari parameter ini. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh dari kecepatan stirring tersebut agar dapat dikaji lebih mendalam. Dari berbagai penelitian yang telah ada, proses sintesis AgNWs dengan metode poliol masih terfokus pada penggunaan polimer PVP sebagai matriks (capping agent) dan zat penstabil. PVP [CH2CHC4H6NO]n merupakan polimer yang larut dalam air yang terbentuk dari monomer N-vinyl pyrrolidone. PVP juga larut diberbagai pelarut organik: alkohol, amina, asam, hidrokarbon klorinat, amida, dan laktam. PVP sangat berperan penting dalam proses pembentukan AgNWs. Selama proses pertumbuhan, PVP akan berinteraksi dengan permukaan AgNWs sehingga AgNWs yang terbentuk akan stabil dan tumbuh menjadi panjang. Selain PVP, polimer vynil lainnya yang juga sangat potensial digunakan sebagai matriks dalam sintesis nanostruktur adalah poly(vinyl alcohol) (PVA). PVA [CH2CH(OH)]n merupakan polimer yang juga larut dalam air dan diproduksi dari hidrolisis poly(vinyl acetate) (PVAc). PVA memiliki sifat yang fleksibel, kekuatan mekanik yang tinggi, elektrokimia yang stabil, tidak beracun, kemampuan membentuk lapisan yang baik, dan biokompatibel (Rajeswari, et al., 2013). Sama halnya seperti PVP, polimer PVA juga mampu digunakan sebagai matriks dan penstabil dalam proses pembentukan nanostruktur. Molekul PVA yang tersusun atas gugus hidroksil (OH) akan berikatan dengan ion logam dan mencegah terjadinya proses penggumpalan (agglomeration), sehingga menghasilkan material berukuran nano (Kundu, et al., 2011). Meskipun PVP (Mw 40.000) telah digunakan secara luas dan berhasil dalam mensintesis AgNWs, tetapi penggunaan PVA jauh lebih terjangkau jika dibandingkan dengan PVP, sehingga dapat mengurangi biaya proses sintesis. Penggunaan PVA dalam sintesis silver nanoparticles mampu menghasilkan ukuran

7 partikel yang lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan PVP (Zielinska, et al., 2009), sehingga dengan konsentrasi PVA yang tepat dan seluruh parameter dalam metode poliol pada kondisi yang optimum, diharapkan juga dapat menghasilkan AgNWs dengan diameter kecil. Selain itu, penggunaan PVA ini juga merupakan kebaharuan dalam penelitian sintesis AgNWs dengan metode poliol. Berdasarkan uraian tersebut maka dalam penelitian ini akan dilakukan sintesis AgNWs menggunakan metode poliol. Penelitian ini akan difokuskan pada pengaruh kecepatan stirring terhadap proses pembentukan AgNWs. Selain itu, akan dilakukan pengembangan metode poliol dengan menggunakan polimer PVA agar dihasilkan AgNWs yang optimum, meskipun tanpa menambahkan garam halida atau jenis garam lainnya. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana melakukan sintesis AgNWs dengan menggunakan metode poliol dan pengaruh kecepatan stirring terhadap pembentukan AgNWs. 2. Bagaimana morfologi dan ukuran, struktur kristal, dan struktur permukaan AgNWs. 3. Bagaimana puncak spektrum serapan optik dan gugus fungsi AgNWs. 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kecepatan stirring menyesuaikan stirring hot plates yang digunakan, yaitu kecepatan 125, 350, 500, 700, dan 1100 rpm. 2. Proses sintesis AgNWs dengan metode poliol ini dilakukan tanpa penambahan garam halida, dan seluruh parameter lainnya seperti perbandingan konsentrasi PVA:AgNO3, temperatur, dan kecepatan injeksi larutan dibuat konstan. 3. Karakterisasi morfologi, struktur permukaan, struktur kristal, serapan optik, dan gugus fungsi AgNWs dilakukan dengan menggunakan scanning electron microscopy (SEM), X-ray diffraction (XRD), transmission electron

8 microscopy (TEM), UV-visible spectrophotometry, dan Fourier transform infrared (FTIR) spectroscopy. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Melakukan sintesis AgNWs menggunakan metode poliol dengan variasi kecepatan stirring dan mengamati hasil yang terbentuk. 2. Mengamati morfologi, menghitung ukuran diameter dan panjang, serta mengamati struktur kristal, dan struktur permukaan AgNWs. 3. Mengamati profil dan puncak spektrum serapan optik serta gugus fungsi AgNWs. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sintesis AgNWs menggunakan polimer PVA dengan metode poliol, sehingga dapat menjadi acuan untuk pengembangan penelitian selanjutnya. Melalui pengembangan proses fabrikasi AgNWs ini, diharapkan dapat diterapkan untuk produksi massal dan selanjutnya dapat dikembangkan aplikasi AgNWs diberbagai bidang, khususnya dibidang optoelektronik. Hasil ini juga diharapkan mampu memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 1.6 Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini dibagi menjadi 6 bab, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, dasar teori, metode penelitian, hasil dan pembahasan, kesimpulan dan saran, serta dilengkapi daftar pustaka dan lampiran. Bab I merupakan pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang dilakukannya penelitian mengenai sintesis AgNWs menggunakan metode poliol, serta menjelaskan rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika dalam penulisan skripsi.

9 Bab II berisi tinjauan pustaka yang menjelaskan tentang penelitianpenelitian terkait dengan sintesis AgNWs menggunakan metode poliol, serta parameter-parameter yang mempengaruhi proses sintesis tersebut. Bab III berisi dasar teori yang berkaitan dengan nanowires, silver nanowires, sintesis AgNWs dengan metode poliol, mekanisme pertumbuhan AgNWs, bahan sintesis AgNWs, parameter yang berpengaruh dalam metode poliol, dan karakterisasi material. Bab IV menjelaskan metode penelitian yang mencakup alat dan bahan, langkah kerja, pengujian sampel, pengolahan data, dan analisis hasil. Bab V menjelaskan data penelitian dan pembahasan dari hasil penelitian. Bab VI menjelaskan kesimpulan dari hasil penelitian dan berisi saran untuk penelitian selanjutnya. Daftar pustaka berisi tentang seluruh pustaka yang dirujuk oleh penulis dan lampiran memuat dokumentasi, perhitungan, dan data-data hasil penelitian.