HSIL DN PEMBHSN R. pickettii sebagai gen Hayati R. solani Isolat yang digunakan adalah R. pickettii yang memiliki ciri-ciri koloni berwarna kuning dengan bentuk bundar dengan tepian licin dan elevasi seperti tetesan. R. solani memiliki miselia berwarna putih kemudian ketika umur menjadi tua berubah menjadi cokelat dan selanjutnya membentuk sklerotia ketika nutrisi tempat tumbuhnya habis. E. coli S17-1λpir memiliki warna koloni putih dengan bentuk bundar, tepian licin, dan elevasinya cembung (Gambar 4). B C Gambar 4 Koloni R. solani pada media PD penyebab hawar pelepah padi (); koloni R. pickettii (B) dan koloni E. coli S17-1λpir (C) pada media L. Persentase rata-rata penghambatan pertumbuhan R. solani oleh R. pickettii adalah sebesar 39.37%. Pada PD, pertumbuhan R. pickettii baik dan warna koloni menjadi putih pada bagian tepian, tetapi pada bagian tengah terlihat ada semburat berwarna kuning. Hal ini menunjukan bahwa R. pickettii memiliki potensi dalam mengendalikan R. solani pada uji in vitro (Gambar 5). Menurut Rustam (2012), R. pickettii memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan R. solani. Selain itu, R. pickettii tidak bersifat fitotoksik, menghasilkan siderofor, enzim kitinase, dan memiliki kemampuan dalam pelarutan fosfat.
15 C B Gambar 5 Reaksi antagonisme R. pickettii () terhadap R. solani (B). Reaksi ini ditunjukkan oleh adanya zona penghambatan pertumbuhan R. solani (C). Proses antagonisme R. pickettii menggunakan mekanisme antibiosis. Menurut Rustam (2012), R. pickettii tidak memiliki kemampuan fitotoksis pada tanaman uji sehingga bakteri ini dapat dilakukan untuk seed treatment agar melindungi benih dari serangan patogen dan memperbaiki vigor benih. Selain itu, bakteri R. pickettii memiliki kemampuan dalam menghasilkan siderofor. Siderofor adalah senyawa pengelat besi yang disekresikan oleh suatu mikrooganisme pada kondisi tempat munculnya kekurangan besi. Senyawa ini berperan penting dalam menekan penyakit tanaman melalui mekanisme persaingan zat besi. R. pickettii juga menghasilkan enzim kitinase. Enzim kitinase merupakan suatu enzim yang mampu mendegradasi polimer kitin menjadi kitin oligosakarida atau monomer N-asetilglukosamin. Bakteri yang menghasilkan enzim kitinase berpotensi sebagai agens hayati pada cendawan. Bakteri R. pickettii juga memiliki kemampuan dalam pelarutan fosfat. Fosfat adalah senyawa penting kedua setelah nitrogen dalam proses fotosintesis dan perkembangan akar tanaman (Rustam 2012). Peningkatan Kemampuan ntagonisme R. pickettii Melalui Transposon Mutagenesis Uji Sensitivitas R. pickettii terhadap ntibiotik Kanamisin Uji sensitivitas R. pickettii terhadap kanamisin ini bertujuan untuk mengetahui bakteri yang menjadi penerima (resipien) plamid put Mini-Tn5Km1
16 sensitif kanamisin. Selain itu, proses pengujian mutagenesis menggunakan teknik transposon dapat lebih mudah mengenali bakteri hasil transposon transkonjugan yang resisten terhadap kanamisin. Berdasarkan uji sensitivitas antibiotik yang telah dilakukan, terbentuk zona bening pada media. Hal ini menunjukkan bahwa R. pickettii sensitif terhadap kanamisin, sehingga R. pickettii dapat digunakan untuk mutagenesis dengan transposon put Mini-Tn5Km1 (Gambar 6). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Park et al. (2003), R. pickettii dapat digunakan transposon mutagenesis menggunakan E. coli DH5α. Salah satu sifat rentan yang dimiliki oleh R. pickettii adalah rentan terhadap Kanamisin dan Tetrasiklin. Sifat yang sensitif antibiotik kanamisin dan tetrasiklin mempermudah pengamatan dalam mutagenesis dengan metode transposon. Gambar 6 Zona bening penghambatan pertumbuhan R. pickettii (ditunjukkan oleh panah biru) oleh kanamisin 50 µg/ml (ditunjukkan oleh panah merah). Mutagenesis R. pickettii dengan Transposon Transposon mutagenesis put Mini-Tn5Km1 ini menghasilkan transkonjugan R. pickettii yang memiliki variasi bentuk yang berbeda-beda setiap individu koloni yang telah terbentuk. Perubahan bentuk koloni meliputi perubahan koloni, bentuk elevasi, bentuk tepian, warna, dan lain-lain. Koloni yang dipilih dan digunakan adalah semua koloni yang dapat tumbuh pada media L yang ditambahkan kanamisin berkonsenterasi 50 µg/ml. Hasil seleksi bakteri yang dikumpulkan sebanyak 175 koloni transkonjugan berbeda (Gambar 7). Kumpulan koloni transkonjugan tersebut diseleksi kembali menjadi 35 koloni transkonjugan yang berbeda dengan pengujian kemampuan penghambatan pertumbuhan R.
solani secara acak. Persentase penghambatan R. solani dari 35 transkonjugan R. pickettii berkisar antara 2.50% hingga 31.88% (Lampiran 1). 17 3 2 4 1 5 8 6 7 B Gambar 7 Isolat transkonjugan R. pickettii hasil transposon mutagenesis yang dapat tumbuh pada media L ditambah kanamisin (); seleksi potensi penghambatan transkonjugan R. pickettii (B) meliputi RPM 137 (1), RPM 138 (2), RPM 139 (3), RPM 140 (4), RPM 141 (5), RPM 142 (6), RPM 136 (7), dan RPM 135 (8). B Gambar 8 Reaksi antagonisme R. pickettii tipe liar terhadap R. solani (); Reaksi antagonisme transkonjugan R. pickettii RPM 36 (B) menghambat pertumbuhan R. solani yang ditunjukkan oleh perubahan miselia berubah warna jadi kuning kecokelatan ini menunjukkan matinya miselia. Berdasarkan Gambar 8B tersebut menunjukkan bahwa, contoh transkonjugan RPM 36 (RPM = Ralstonia pickettii mutagenesis) dapat menghambat pertumbuhan miselia R. solani. Penghambatan ini ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna pada miselia yang sebelumnya berwarna putih
18 pada posisi dekat dengan koloni RPM 36 kemudian berubah menjadi warna kuning, jingga hingga jingga kecokelatan. Pertumbuhan miselia R. solani terlihat lebih tipis jika dibandingkan dengan sampel uji lain. Perubahan warna ini terjadi diduga karena pengaruh senyawa anticendawan yang dihasilkan oleh RPM 36 bekerja menghambat pertumbuhan R. solani, sehingga pada miselia yang berada di dekat RPM 36 mati. B C D E F G H I J K Gambar 9 Penampakan fenotipe 10 isolat transkonjugan uji yang tumbuh pada media L ditambah kanamisin; R. pickettii (), RPM 36 (B), RPM 37 (C), RPM 38 (D), RPM 41 (E), RPM 114 (F), RPM 119(1) (G), RPM 119(2) (H), RPM 135 (I), RPM 138 (J), RPM 148 (K). Dari sekitar 35 transkonjugan terpilih 10 transkonjugan potensial dalam penghambatan R. solani. Kesepuluh isolat koloni transkonjugan itu meliputi RPM 36, RPM 37, RPM 38, RPM 41, RPM 114, RPM 119(1), RPM 119(2), RPM 135, RPM 138, dan RPM 148. Kesepuluh isolat transkonjugan ini memiliki bentu koloni yang berbeda-beda berdasarkan hasil transposon mutagenesis. Bentuk dan ukuran yang berbeda ini adalah salah satu indikator dalam ekspresi isolat transkonjugan hasil transposon mutagenesis. Ciri-ciri koloni dapat dilihat pada Tabel 1 dan penampakan fenotipe pada Gambar 9.
Isolat Tabel 1 Ciri-ciri koloni isolat transkonjugan transposon mutagenesis put Mini- Tn5Km1. Ciri koloni Warna Bentuk Tepian Elevasi R. pickettii Kuning pekat Bundar Licin Seperti tetesan RPM 36 RPM 37 RPM 38 RPM 41 RPM 114 Kuning keputihan bagian tengah, tepian berwarna gradasi putih keputihan transparan, tepian putih bening Bagian tengah putih kekuningan, tepian putih bening keputihan, tepian putih keputihan, tepian putih susu Bundar Kerang Seperti tombol Konsetris Licin Seperti tombol Lonjong Berombak Seperti tombol Bulat lonjong Berlekuk Seperti tombol Konsentris Licin Seperti tombol RPM 119(1) Kuning sedikit bening Elips Berlekuk Seperti tombol RPM 119(2) Kuning sedikit bening Elips Berombak Seperti tombol RPM 135 RPM 138 RPM 148 keputihan, tepian putih cerah keputihan, tepian putih cerah Kuning cerah sedikit bening Tak beraturan, menyebar Berlekuk Seperti tombol Konsentris Berombak Seperti tombol Konsentris Licin Seperti tombol 19 Perbedaan penampakan koloni isolat transkonjugan hasil transposon mutagenesis put Mini-Tn5Km1 terjadi karena transposon menyusup ke genom
20 bakteri secara acak. Penyusupan sekuens ini ke bakteri penerima (resipien) bersifat stabil ketika menyusup ke dalam genom bakteri target pada Bakteri Gram negatif (Herrero et al. 1990). Beberapa isolat transkonjugan, koloni mengalami perubahan. Perubahan itu meliputi bagian pembentukan warna koloni, bentuk, tepian, dan elevasi koloni, jika kita bandingkan dengan bentuk koloni R. pickettii tipe liar sangat jauh berbeda. Sekuens Tn5Km1 yang menyusup pada genom transkonjugan ini diduga menonaktifkan (knockdown) sekuen genom pengode gen pembentuk koloni berwarna kuning pekat, bentuknya bundar, tepian licin, dan elevasi seperti tetesan sehingga ekspresi koloni transkonjugan menjadi berbeda. Perubahan warna koloni pada bakteri transkonjugan hasil transposon mutagenesis E. coli S17-1λpir juga pernah terjadi pada penelitian Wahyudi (2006). Wahyudi (2006) menyatakan bahwa, transkonjugan magnetospirillum magneticum MB-1 memiliki warna koloni putih dan memiliki respons magnetik. Hal ini sangat berbeda dengan koloni tipe liarnya yang berwarna hitam cokelat. Kemudian, terdapat juga transkonjugan NM 40 nonmagnetik yang berwarna putih dan memiliki kemampuan sintesis magnetosom yang tidak sempurna. Uji Potensi ntagonisme R. pickettii Transkonjugan terhadap R. solani Uji potensi antagonisme transkonjugan R. pickettii terhadap R. solani menunjukkan bahwa 10 isolat transkonjugan R. pickettii akhir yang terpilih memiliki daya hambat pertumbuhan R. solani yang ditunjukkan oleh persentase penghambatan lebih tinggi dari perlakuan pada kontrol (R. pickettii tipe liar). Hal ini menunjukkan bahwa 10 isolat transkonjugan R. pickettii terpilih memiliki potensi dalam penghambatan R. solani yang kemampuannya lebih tinggi dari R. pickettii tipe liar (Gambar 10). Sebanyak 10 transkonjugan R. pickettii memiliki persentase penghambatan pertumbuhan R. solani berkisar antara 7.51% hingga 62.32% lebih besar persentase penghambatannya jika dibandingkan dengan kontrol (R. pickettii tipe liar) (Gambar 11). Persentase penghambatan terbesar pada pengamatan pertumbuhan R. solani pada 24 jam adalah RPM 148 sebesar 36.55%, sedangkan persentase penghambatan terkecil adalah pada RPM 38 sebesar 7.51%. Pada
21 pengamatan setelah pertumbuhan 48 jam, terjadi peningkatan signifikan nilai persentase penghambatan dari 9 isolat transkonjugan (kecuali pada RPM 138) jika dibandingkan pada pengamatan pertumbuhan R. solani setelah 24 jam. Peningkatan nilai persentase penghambatan secara drastis sebesar 54.81% terjadi pada RPM 38 dari sebelumnya sebesar 7.51% menjadi 62.32%. % Penghambatan 70 60 50 40 30 20 10 62.32 48.55 50.27 51.41 50 52.22 45 45 40.75 36.55 29.23 29.52 29.32 28.93 22.23 19.01 18.39 19.51 13.47 6.67 7.51 3.55 Series1 24 jam Series2 48 jam 0 Transkonjugan Uji Gambar 10 Persentase penghambatan pertumbuhan R. solani oleh 10 isolat transkonjugan potensial dan R. pickettii tipe liar. B C Gambar 11 Kemampuan menghambat pertumbuhan R. solani oleh R. pickettii (); RPM 38 (B); dan RPM 148 (C). Konfirmasi Penyisipan Tn5Km1 pada Genom R. pickettii Transkonjugan dengan Teknik PCR Berdasarkan hasil elektroforesis DN pada gel menunjukkan pita DN-nya ada dan semua DN berukuran lebih dari 12 kb. PCR sekuens Tn5Km1 belum dapat menginterpretasikan bahwa semua genom transkonjugan itu telah benar
22 tersisipi oleh Tn5Km1. Hal ini terjadi karena dari kontrol yang merupakan R. pickettii tipe liar memiliki kesamaan posisi pita pada gel agarose dengan 9 isolat trankonjungan uji. Berbeda halnya dengan RPM 148, pada penampakan pita elektroforesis sangat berbeda jika dibandingkan dengan pita isolat yang lain yaitu hanya satu fragmen saja yang muncul. Selain itu, fragmen DN yang diharapkan ternyata muncul berukuran kurang dari 1.8 kb (Tn5Km1 berukuran 1.8 kb). M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 kb 12 kb 1kb 0.65 kb 0.5 kb B Gambar 12 Pita isolasi DN () dan hasil PCR (B) pada Gel agarose elektroforesis dari 11 isolat uji hasil ekstraksi DN; R. pickettii (1), RPM 36 (2), RPM 37 (3), RPM 38 (4), RPM 41 (5), RPM 114 (6), RPM 119(1) (7), RPM 119(2) (8), RPM 135 (9), RPM 138 (10), RPM 148 (11). Menurut Qimron et al. (2003), metode identifikasi sekuen transposon dapat menggunakan teknik PCR lain. Beragam jenis modifikasi dari PCR yang dikembangkan untuk mengamplifikasi sekuens DN yang tidak diketahui dan untuk mengetahui sekuens tersebut dapat dideskripsikan, seperti sekuens Tn5 ini. Metode yang dapat digunakan yaitu inverse PCR. Pernyataan ini juga didukung oleh Wahyudi (2007), beliau menyatakan bahwa inverse PCR ini dapat digunakan untuk proses amplifikasi sekuens DN yang mengapit penyisipan transposon Tn5 pada genom yang telah diujinya, yaitu Magnetospirillum magneticum. Inverse PCR ini didukung oleh proses analisis southern hybridization. Ukuran sekuens Tn5Km1 berdasarkan pengujiannya adalah 1.8 kb. Oleh sebab itu, metode ini adalah salah satu metode yang alternatif untuk mengidentifikasi adanya penyisipan Tn5Km1.