Bab I. Pendahuluan. muncul adalah orang yang beragama Hindu. Dan identitasnya seringkali terhubung

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1 Awig-awig pesamuan adat Abianbase, p.1

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Y, Wartaya Winangun, Tanah Sumber Nilai Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hal

Schulte Nordholt (2009) ini merupakan kritik atas penelitian Geertz (1980) atas negara teater dalam masyarakat Bali pra-kolonial yang menunjukkan

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

BAB I PENDAHULUAN UKDW

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB)

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Anastasia Jessica Putri Larasati

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan.

BAB I PENDAHULUAN. lain, mulai dari lingkungan lokal (keluarga) sampai ke lingkungan sosial luar (masyarakat).

I.1. PERMASALAHAN I.1.1.

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan. Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Permasalahan. I.1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan.

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai Runggun dan termasuk di dalam lingkup Klasis Jakarta-Bandung.

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I. A. Latar belakang permasalahan

UKDW. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

GEREJA HKBP DI SEMARANG

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ada sebagian kecil orang yang memilih untuk hidup sendiri, seperti Rasul Paulus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Konversi agama merupakan suatu fenomena agama yang tidak

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan. 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia.

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu

BAB V PENUTUP. Setelah menelusuri pernyataan Yesus dalam Yohanes 14: 6 kata Yesus kepadanya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 2000, p.11

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN

UKDW. Bab I PENDAHULUAN

Bab 7 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Praktik Makan Patita

BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Data.

BAB 1. Pendahuluan. kepada manusia lainnya. Karena itu, manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

Bab I Pendahuluan. A. Permasalahan. A.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal dengan keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Antar

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN

kepercayaan Hindu Bali digolongkan sebagai orang jang belum beragama (Geertz 1964, Ramstedt 2004).

BAB 1 Pendahuluan. 1 NN, Badan Geologi Pastikan Penyebab Gempa di Yogyakarta, ANTARA News,

BAB I PENDAHULUAN. 1 A Sopaheluwakan, Tjeritera tentang Perdjandjian Persaudaraan Pela (Bongso-bongso) antara negeri

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan UKDW

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

(Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular)

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

BAB I PENDAHULUAN. (stratifikasi sosial), yang mana terdiri dari kelas atas, kelas menengah dan

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

BAB VII RAGAM SIMPUL

BAB I PENDAHULUAN UKDW

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan dari gagasan simbol-simbol dan nilai-nilai yang mendasari hasil karya dan

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh ulah dan perilaku manusia.

Transkripsi:

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Jika seseorang mendengar kata pura maka asosiasinya adalah pulau Bali dan agama Hindu. Jika seseorang mengaku berasal dari Bali maka asosiasi yang muncul adalah orang yang beragama Hindu. Dan identitasnya seringkali terhubung dengan identitas suku, identitas budaya dan identitas agama. Lalu bagaimana dengan orang Bali yang telah menjadi Kristen? Bagaimana identitasnya menjadikan mereka eksis hingga saat ini? Secara historis bagi Dwipayana terdapat 4 pembeda identitas orang Bali 1 yaitu: pertama, orang Bali berdasarkan periode kedatangan ke Bali, kedua : orang Bali dibedakan atas catur wangsa; ketiga, orang Bali dalam bersikap mengenai nasionalisme dan yang keempat adalah respon terhadap modernitas dan negara. Secara struktur sosial, selain penggolongan administratif pemerintahan menurut agama, orang Bali juga dibedakan statusnya dalam anggota desa pekraman yaitu krama desa dan krama tamiu. Setiap anggota masyarakat yang tidak ikut sebagai krama desa, yaitu anggota masyarakat pemeluk Hindu yang terkena awig-awig adat adalah krama tamiu termasuk di dalamnya orang Bali yang beragama lain. Identitas orang Bali, termasuk orang Bali Kristen tidak begitu saja terbentuk. Dalam hal ini sejarah harus selalu dilihat sebagai tempat berpijak untuk mendapatkan jati diri. Identitas orang Bali ketika disampaikan oleh media pariwisata pasti ditampilkan orang yang ramah tamah, memiliki nuansa religius yang homogen yaitu 1 A.A. GN Ari Dwipayana, Globalism : Pergulatan representasi atas Bali, Denpasar, Uluangkep press, 2005, hal 4-6 1

Hindu. Apa yang disampaikan tersebut tidak bertolak dari fakta sejarah dan hanya bermotifkan ekonomi pariwisata, maka dapat dikatakan identitas yang terbangun adalah hasil konstruksi besar wacana pariwisata. Pada masa kolonial di Bali terjadi penempatan identitas antara penjajah yang superior dengan sang terjajah yang inferior, di mana persinggungan budaya di antara nya menempatkan budaya Eropa sebagai budaya tinggi dan budaya tradisional sebagai budaya rendah. Persinggungan budaya tersebut memberikan pengaruh terutama pada agen budaya lokal yang memiliki intensitas pertemuan tinggi dengan Belanda yaitu para bangsawan dan raja-raja. Hal ini memengaruhi gaya hidup para bangsawan, termasuk dalam selera arsitektur dan nama anak mereka. 2 Persoalan identitas menjadi lebih kompleks ketika orang Bali, terlebih yang dari wangsa sudra 3 memeluk agama Kristen yang sama dengan agama bangsa Belanda. Namun demikian semua hal tersebut dipandang dan diukur dari peradaban barat. 4 Orang- orang Bali yang menjadi Kristen telah membuat suatu perubahan sosial bagi masyarakat Bali, mereka tidak mau lagi bersembahyang di pura dan meneruskan tradisi para leluhur. Penolakan tersebut menyebabkan marginalisasi terhadap orang-orang Bali Kristen dengan harus menjalani konsekwensinya dan dituntut untuk mencari jatidirinya sebagai orang Bali pengikut Kristus. Selain berada pada posisi marginal dalam masyarakat, orang Bali Kristen juga berhadapan dengan hegemoni penguasa kolonial. Proses pencarian jati diri berlangsung dalam pergulatan 2 Lihat Henk S. Nordholt, Outward Appearances, trend, Identitas, kepentingan, Yogyakarta, LKiS, 2005, hal 28. 3 Pada masa itu, sudra adalah kasta terendah dalam struktur masyarakat Bali 4 Lihat Henk S. Nordholt, Outward Appearances, trend, Identitas,kepentingan, Yogyakarta, LKiS, 2005, hal 28. 2

sosial yang ketat, tidak hanya memakai mekanisme sosial 5 namun juga memakai kekerasan. Sebagai komunitas yang ikut merasakan kolonialisasi maka sesungguhnya orang Bali Kristen telah mengalami dampak kolonialistik berganda. Pertama dominasi dari pihak penjajah dan yang kedua adalah dominasi dari masyarakatnya. Dalam kaitan itu tesis ini akan melihat identitas orang Bali Kristen dalam pergulatan budaya melalui kacamata teori pascakolonial. Identitas orang Bali Kristen adalah merupakan bagian dari keseluruhan identitas masyarakat Bali yang bersifat dinamis. Untuk itu seperti pendapat Eka Darmaputra bahwa identitas bukan hanya sesuatu yang dipertahankan namun sesuatu yang harus dicari dan untuk ditemukan kembali, 6 maka seiring dengan pergantian generasi orang Bali Kristen, pencarian identitas ini harus terus dilanjutkan. Konteks historis persoalan Identitas Meskipun pada awalnya Belanda menutup Bali bagi penginjilan, secara mengejutkan Tsang To Hang berhasil membawa kekristenan ke Bali. Sejarah mencatat bahwa orang Bali yang telah menjadi Kristen pada mulanya menjadi berbeda, menolak budaya. Segala sesuatu yang berbau budaya dihilangkan dan memang semuanya diadopsi dari kekristenan barat. Untuk membuktikan kekeristenannya bahkan orang Kristen Bali menghancurkan tempat upacara keluarga mereka, yang mengakibatkan sakit hati bagi orang Bali. Adanya perpindahan kepercayaan menimbulkan gelombang penolakan orang Bali Hindu terhadap orang 5 Sanksi sosial yang dikenakan adalah kesepekang (pengucilan), penutupan saluran air, pencabutan hak kuburan dan lain-lain. 6 Eka Darmaputra, Pancasila: Identitas dan Modernitas Tinjauan Etis dan Budaya, Jakarta, Gunung Mulia, 1987, hal 97. 3

Bali Kristen. Ketika orang Bali beralih menjadi orang yang beragama lain seperti Islam atau Kristen maka ia akan dianggap orang lain bahkan dianggap gila 7. Konsekwensi menjadi orang lain ini adalah tidak mendapat hak adat. Namun seiring perjalanan waktu sikap-sikap tersebut sudah tidak sekeras dulu lagi, seperti misalnya di desa Legian orang Bali Kristen memiliki perkumpulan sendiri dalam banjar (perkumpulan kemasyarakatan) mereka. Namun tidak semua hubungan antara orang Bali Kristen dan Bali Hindu berjalan baik seperti yang diharapkan. Seperti pada masa awal kekristenan hadir di Bali sejarah mencatat hingga masa sekarangpun tidak mudah untuk menjadi orang Kristen. Pada tahun 2002 lalu tiga keluarga Kristen yang baru percaya diusir dari desanya, banjar adat Ketogan, desa adat Batuyan/Taman, kecamatan Abiansemal-Badung. Pindahnya mereka menjadi pemeluk agama Kristen terbentur dengan aturan atau awig-awig yang mengharuskan mereka mengosongkan karang (tanah) desa adat yang mereka tempati sebagai rumah tinggal saat itu dan pemberhentian sebagai anggota krama banjar adat 8. Contoh lain adalah pembakaran dan pengrusakan beberapa rumah warga Kristen di GKPB jemaat Katung masih pada tahun yang sama 9. Hal ini menyiratkan bahwa sampai sekarang, orang Bali Kristen belumlah menjadi bagian integral dari orang Bali. Atau dengan kata lain masih terdapat persoalan identitas bagi orang Kristen Bali ketika berhadapan dengan identitas ke-bali-an seperti yang dipahami oleh orang / masyarakat Hindu. Melihat hal tersebut di atas maka perjalanan kekristenan di Bali dalam konteks identitas pada akhirnya merupakan sebuah perjalanan yang panjang. Identitas kekristenan di Bali merupakan sebuah fenomena yang dinamis sejalan dengan perkembangan sosio-teologisnya. Secara sosiologis hal ini tidak bisa 7 Geertz, Clifford, Tafsir Kebudayaan, Yogyakarta, Kanisius, 1992, hal 137. 8 Wayan Sudirman, Doa dan Bermasyarakat, Majalah Galang Kangin edisi ke 23/2002, hal 26-27. 9 Wayan Sudirman, Doa dan Bermasyarakat, Majalah Galang Kangin edisi ke 23/2002, hal 28-32 4

dilepaskan dari dinamika konteks sosial masyarakat Bali yang sangat dinamis. Perkembangan sosial tersebut pada akhirnya juga telah memberikan pengaruh yang kuat terhadap persoalan-persoalan teologis bagi orang kristen di Bali secara khusus yang menyangkut persoalan kontekstualisasi. Persoalan identitas merupakan masalah penting apalagi berkaitan dengan masalah etnis. Bagi orang Bali Kristen, etnis mereka yang sama dengan orang Bali diabaikan karena agama yang berbeda. Pendekatan persoalan yang berusaha dijelaskan adalah identitas orang Bali yang telah menjadi Kristen di mana identitasnya tidak bisa disamakan dengan orang Kristen yang ada di Bali. Hubungan kekerabatan dengan saudara-saudara dalam satu keluarga besar adalah keterikatan yang hampir sama dengan keterikatan budaya Bali. Era modern saat ini memberikan banyak sekali kemudahan kepada orang Bali, teknologi membuat jarak tidak berarti sehingga di Bali terjadi pertemuanpertemuan budaya antara budaya yang dibawa wisatawan dengan penduduk setempat. Namun sebaliknya kemudahan tersebut dapat menjadi bumerang dalam berelasi dengan sesamanya di Bali. Terlebih bagi orang Bali Kristen, masihkah ke- Bali-an menjadi bagian identitas diri? GKPB dan identitas Kristen Protestan dan Katolik datang hampir bersamaan di Bali dan sebagian dari orang-orang Bali Kristen mengumpulkan diri dalam satu wadah yang bernama GKPB (Gereja Kristen Protestan di Bali). Tahun 2006 ini akan merupakan perayaan HUT GKPB yang ke 75, usia yang relatif muda jika dibandingkan dengan gerejagereja lainnya di Indonesia. 5

Dalam sebuah pergumulan yang panjang, maka kontekstualisasi berteologi di Bali telah membentuk identitas kekristenan di Bali. Hal ini dapat dilihat dari beragam corak kontekstualisasi berteologi yang dibangun, dari liturgi, pakaian dan arsitektur Bali. Salah satunya adalah dapat dilihat dalam bentuk-bentuk bangunan gereja yang ada di Bali khususnya dalam konteks Gereja Kristen Prostestan di Bali (GKPB). Masing-masing periode kekristenan berada pada situasi tertentu dan mempunyai pergumulannya sendiri. Bagaimana pergumulan kekristenan di Bali dalam hubungannya dengan bentuk bangunan gereja dan bagaimana bentuk bangunan gereja juga telah mencerminkan pemahaman berteologi bagi kekristenan di Bali. Identitas GKPB terbentuk tahap demi tahap yang kesemuanya itu merupakan sebuah pergumulan yang dinamis bagi kekristenan di Bali. Bertolak dari konteks GKPB, tesis ini berusaha untuk menguraikan secara jernih hal tersebut sebagai sebuah upaya mencari benang merah identitas kekristenan di Bali. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas maka tesis ini berusaha untuk menjawab permasalahan dalam pencarian identitas yaitu bagaimanakah relasi-relasi yang dibangun di antara bentuk-bentuk arsitektural bangunan gereja di Bali (GKPB) dan dinamika identitas kekristenan di Bali. C. Hipotesa Tesis ini akan menggumuli persoalan-persoalan identitas orang Bali Kristen dalam kaitannya dengan gedung gereja. Berdasarkan hal itu, hipotesa dirumuskan sebagai berikut: 6

Terdapat relasi kuasa yang terjadi antara arsitektur dan teologi di mana teologi mempengaruhi arsitektur Identitas orang Bali Kristen dapat terbentuk dari bentuk arsitektur bangunan gereja. Arsitektur tradisional Bali pada gedung gereja kurang bermakna bagi generasi ketiga karenanya tidak terdapat pemahaman teologi (kontekstual) dalam membentuk identitasnya sebagai Orang Bali kristen. Pemahaman yang sistematis dalam berteologi kontekstual terhadap bangunan gedung gereja dapat memberi makna dalam rangka pencarian identitas orang Bali Kristen khususnya generasi ketiga. D. Judul Tesis Berdasarkan hal itu maka perumusan judul tesis adalah : Bangunan Gereja dan Identitas Kekristenan. (Refleksi Pencarian Identitas Orang Bali Kristen GKPB) E. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: Mengembangkan teologi arsitektur yang sesuai dengan konteks Bali khususnya terhadap gedung gereja. Membangun kesadaran budaya bagi orang Bali Kristen dengan memberikan gambaran terhadap arsitektur tradisional Bali dalam gedung gereja. 7

Membangun wacana dan memberikan kontribusi teologi untuk membentuk pemahaman makna gedung gereja bagi orang Bali Kristen khususnya generasi ke tiga. F. Metodologi Dalam pencarian jawaban maupun pemecahan masalah-masalah dalam tesis digunakan metodologi. Adapun metodologi yang dipakai adalah metode deskriptif analitis dengan pendekatan budaya berupa studi literatur dan penelitian lapangan. Dari data - data tersebut akan dilakukan analisa dengan tahapan proses sebagai berikut : 1. Mempelajari arsitektur tradisional Bali yang dipakai di gedung gereja di Bali. 2. Mempelajari pengertian arsitektur tradisional Bali menurut pandangan Hindu dan dari pandangan Kristen. 3. Melakukan kajian pustaka. 4. Melakukan analisa data dalam pembahasan teologi G. Sistematika Penulisan Dalam tesis ini, penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan Pada bagian ini akan diungkapkan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, hipotesis, judul dan metode penelitian, tujuan dan sistematika penulisan. 8

Bab II : Merajut Simpul Kekristenan di Bali Bagian ini mengungkapkan suatu deskripsi tentang sejarah kekristenan di Bali yang memiliki dinamika penginjilan dan latar belakangnya. Bagian ini berusaha merajut simpul kekristenan di Bali yang sangat dinamis tersebut. Bab III : Pencarian Makna Identitas ke-bali-an Bagian ini memaparkan persoalan-persoalan wacana identitas orang Bali Kristen di Bali. Pembahasan akan dilakukan dengan pendekatan teori identitas pascakolonial. Selain itu juga membahas tentang wacana identitas arsitektur bangunan bangunan di Bali dan arsitektur gedung gereja. Bab IV : Gedung gereja GKPB di Bali dan Identitas kekristenan Bagian ini akan memaparkan dan menganalisis dinamika dan pergeseran modelmodel gereja di lingkungan GKPB yang dipengaruhi oleh model penginjilan yang datang di Bali dan membentuk identitas kekristenan orang Bali Kristen. Bab V : Refleksi Teologis Setelah mendapatkan paparan dari bab-bab sebelumnya maka bagian ini akan berisikan refleksi teologis dari pencarian identitas orang Bali Kristen Bab VI : Kesimpulan Bagian ini akan memberikan kesimpulan akhir dari keseluruhan bab. 9