Gambar 4.2 Crank case L dan R terpasang pada Jig & Fixture

dokumen-dokumen yang mirip
B A B I I LANDASAN TEORI

Aplikasi Statistik Pada Industri Manufaktur. SPC,I/Rev.03 Copyright Sentral Sistem Mei 08

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Temuan Utama Temuan utama dari Penelitian ini adalah sebagai berikut:

SPC Copyright Sentral Sistem March09 - For Trisakti University. Aplikasi Statistik pada Industri Manufaktur

ANALISIS EFISIENSI MESIN POMPA PADA RUMAH POMPA PDAM SURABAYA UNIT X DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) Oleh: Resty Dwi S.

ANANALISIS EFISIENSI SISTEM PEMBAKARAN PADA BOILER DI PLTU UNIT III PT.PJB UP GRESIK DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara garis besar flow proses pembuatan produk Cylinder Comp. tipe GN5

Aplikasi SPC (Statistical Process Control) dan Quality Improvement Tool Di Bagian Giling Dan Batil Rokok SKT PT. Djarum Kudus

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap industri manufaktur membutuhkan gerak yang optimal pada keseluruhan

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Hidayati, Sinulingga, Hadi Jurnal OE, Volume VII, No. 1, Maret 2015

PROSES PEMBUATAN DIES UNTUK PEMBENTUKAN PANEL MOBIL DI PT. METINDO ERA SAKTI. Nama : Haga Ardila NPM : Jurusan : Teknik mesin

Metode Training SPC TIDAK FOKUS PADA CARA MELAKUKAN PERHITUNGAN STATISTIK TAPI

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. selama proses analisa perbaikan, antara lain adalah : penyelesaian masalah terhadap semua kasus klaim yang masuk.

Perancangan Dan Pembuatan Jig Untuk Proses Drilling pada CNC Router

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa peta kendali dan kapabilitas proses. Dari gambar 4.7 peta kendali X-bar dan R-bar bulan Januari 2013, dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu berusaha meningkatkan daya saingnya melalui peningkatan. efisiensi, kualitas dan produktivitas perusahaannya dalam rangka

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA. Crankshaft merupakan salah satu unit komponen dari mesin motor bakar yang

ALTERNATIF USULAN PERENCANAAN PROSES PRODUKSI PRODUK PIN PRINTER EPSON (Studi Kasus di Laboratorium SSML)

PENGOLAHAN DATA. Alternatif Mesin yang akan Digunakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ANALISIS PERBAIKAN POWER QUALITY UNTUK PENCAPAIAN EFISIENSI ENERGI DI RS. X

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA. General Assy. Stay Body Cover. Permanent 1. Permanent 2. Permanent 3. Permanent 4. Inspeksi. Repair.

PROSES PRODUKSI ELBOW TYPE W04D-TP, TR PADA MOBIL HINO DI PT. TJOKRO BERSAUDARA KOMPONENINDO

Penentuan Nilai Parameter Mesin Las untuk Menghasilkan Kualitas Pengelasan yang Terbaik dengan Desain Eksperimental Taguchi 1.

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

BAB V ANALISA HASIL. sebelumnya menggunakan metode OEE maka dapat disimpulkan bahwa hasil

JIEMS Journal of Industrial Engineering & Management Systems Vol. 9, No 2, August 2016

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

PROSES MACHINING CYLINDER BLOCK NON FERO SUZUKI APV DI PT.SUZUKI INDOMOBIL MOTOR. NAMA : Defirst Ijwa Anugrah NPM :

BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. terlebih dahulu sebelum melakukan pemecahan masalah yang sedang dibahas,

BAB I PENDAHULUAN. B. Rumusan masalah Bagaimana cara pengendalian kualitas proses statistik pada data variabel.

PROCESS CAPABILITY ANALYSIS PADA NUT (STUDI KASUS: PT SANKEI DHARMA INDONESIA)

BAB IV PEMBUATAN SIMULASI MESIN PRES SIL OLI

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KEMAMPUAN PROSES

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI PADA LINE YOKE TUBE IMV DI PT. INTI GANDA PERDANA

BAB III ANALISIS. Gambar 3.1 Process Sheet & NCOD.

Perbaikan Format Penilaian Mahasiswa. Format Penilaian Mahasiswa. Pengaturan Produksi BAB V HASIL ANALISA. 5.1 Improvement

BAB 4 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Proses Pemesinan Milling dengan Menggunakan Mesin Milling 3-axis

Dosen Pembimbing Ir. SAMPURNO, MT. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011

Optimasi Pembuatan Produk Support Melalui Analisis Proses Single Tool Menjadi Progressive Hybrid Tool

BAB 2 LANDASAN TEORI

PROSES PEMESINAN FRONT AXLE TYPE TD STD FE7. Nama : Ismail nur Dwianto NPM : Jurusan : Teknik Mesin Pembimbing : Irwansyah, ST., MT.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kapasitas produksi yang antara lain bisa dilakuakan dengan cara

BAB V ANALISA HASIL. tersebut dengan menggunakan semua tools yang ada di New Seven Tools

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STATISTICAL PROCESS CONTROL

BAB I PENDAHULUAN I.1

MEMPELAJARI PENGENDALIAN KUALITAS PADA PROSES PEMBUATAN EXHAUST MANIFOLD TYPE FR (FRONT) DI PT. BRAJA MUKTI CAKRA

BAB IV PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB III PROSES PERAKITAN KOMPRESOR SHARK L.1/2 HP. mesin dan metode. Sistem manufaktur terbagi menjadi 2, yaitu :

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam kegiatan industri khususnya industri otomotif, ujung tombak yang

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN. Equipment Loss (Jam)

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

Optimalisasi Proses Parting pada Machining Benda Kerja Throttle

Statistical Process Control

PERBANDINGAN PROSES PEMESINAN SILINDER SLEEVE DENGAN CNC TIGA OPERATION PLAN DAN EMPAT OPERATION PLAN ABSTRACT

3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Berita Teknologi Bahan & Barang Teknik ISSN : Balai Besar Bahan dan Barang Teknik Departemen Perindustrian RI No. 22/2008 Hal.

RESUME TIME STUDY CUTTING PROCESS

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

Pengendalian dan Evaluasi Kualitas Beton Dengan Metode Statistical Process Control (SPC) Ir. Helmy Darjanto, MT ABSTRAK

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK GARAM PADA PT. SUSANTI MEGAH SURABAYA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. Adapun urutan langkah-langkah dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai

BAB III METODE PENELITIAN

Pengendalian Kualitas TIN-212

BAB III 3 PEMODELAN SISTEM

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. Pembuatan dies dilakukan pada Departemen Machinery in Die Section. menjadi surface part yang diinginkan dilakukan disini.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 3 PERANCANGAN PROSES PENGERJAAN KOMPONEN PROTOTYPE V PISTON MAGNETIK

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN dan ANALISIS DATA

BAB II LANDASAN TEORI

OPTIMASI JALAN PAHAT PROSES PEMESINAN CNC LATHE DAN ANALISA BIAYA PRODUKSI PEMBUATAN DEAD CENTER BERBANTUKAN CAD/CAM

MENURUNKAN WAKTU PROSES MACHINING EDM UNTUK ELEKTRODA PENEMBUS GAGANG LIFTER PADA MOULD CORE COVER INNER DI PT ASTRA HONDA MOTOR DENGAN METODA FMEA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

PERANCANGAN FIXTURE PROSES GURDI UNTUK PRODUKSI KOMPONEN BRAKE PADS

ANALISA QUALITY IMPROVEMENT PADA PERUSAHAAN READY MIX CONCRETE PT. X DI BALI

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING)

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Survey Lapangan 4.1.1. Proses Machining Crank Case Crank Case merupakan bagian utama penyusun mesin yang berfungsi sebagai rumah pelindung atau tempat menempelnya komponen-komponen mesin. Pada mesin sepeda motor, Crank Case terdiri dari dua bagian, yaitu Crank Case Comp Left dan Crank Case Comp Right. Tiap bagian memiliki fungsi yang sama sebagai sisi badan mesin. Sebagai ilustrasi, bentuk Crank Case dapat dilihat pada Gambar 4.1. Sumber : Observasi Gambar 4.1 Ilustrasi Part Crank Case Sebelum dilakukan assembly menjadi sebuah unit mesin, Crank Case diolah dan diproduksi oleh PT. XYZ melalui proses casting dan machining. Proses casting merupakan proses peleburan ingot (logam alumunium) untuk mendapatkan benda baru sesuai dengan bentuk Crank Case yang diinginkan. Sedangkan machining merupakan proses pemakanan material untuk mendapatkan ukuran yang sesuai standar drawing, yang sulit didapatkan dari proses casting. Pada laporan tugas akhir ini penulis membahas cakupan proses manufaktur hanya pada line machining saja, sebagai target utama dalam studi untuk mengurangi biaya manufaktur. Proses machining crank case bermula dari datangnya raw material crank case hasil dari casting. Raw material yang akan diproses harus memiliki point datum dengan posisi dan ketinggian yang selalu dijaga oleh standar kualitas. Dengan menjadikan datum sebagai referensi dalam pengerjaan proses, awal proses machining dapat dilakukan di stasiun operasi 1 (OP1). Hasil dari proses di OP1 berupa surface milling pada permukaan sambung dalam (joint face) dan permukaan sambung luar (cover face). Selanjutnya surface milling tersebut dijadikan referensi untuk melakukan proses di OP2. Oleh karena itu ketinggian surface milling dijaga dalam standar kualitas. Kemudian proses pada stasiun operasi 2 (OP2) adalah menghasilkan lubang dowell process sebagai basic process untuk meletakkan crank case pada jig & fixture di stasiun operasi selanjutnya. Ilustrasi jig & fixture dapat dilihat pada Gambar 4.2. 15

16 Sumber : Observasi Gambar 4.2 Crank case L dan R terpasang pada Jig & Fixture Sama halnya seperti datum dan surface milling, dowell process ini selalu dijaga kualitasnya karena akan berdampak pada kestabilan proses pada stasiun operasi berikutnya. Proses pada OP berikutnya adalah proses drilling, tapping, reaming, spot facing, rough boring, dan fine boring. Pada akhir stasiun operasi dilakukan operasi pengecekan kebocoran crank case sebagai upaya penjagaan kualitas. Untuk visualisasi urutan proses machining crank case dapat dilihat pada Gambar 4.3. A B OP1 Rotary Milling OP2 Multi Drilling OP3 CNC Robodrill OP4 Fine Boring OP5 CNC OP6 CNC Robodrill OP7 CNC Robodrill OP8 CNC Robodrill OP9 CNC Robodrill OP10 CNC Robodrill OP11 Multi OP12 Cleaning OP13 Leak Tester A Keterangan: B Gambar 4.3 Proses Machining Crank Case : Simbol A menunjukkan Raw material untuk Crank Case Comp Left : Simbol B menunjukkan Raw material untuk Crank Case Comp Right : Simbol aliran menunjukkan proses berlanjut ke aktivitas selanjutnya : Simbol proses dan inspeksi kualitas menunjukan adanya aktivitas stasiun operasi dengan penjagaan kualitas produk : Simbol penyimpanan produk (stock)

17 Proses yang terjadi pada stasiun operasi terhadap raw material adalah proses-proses pemesinan. Pembagian penugasan proses pada stasiun operasi dapat dilihat pada lampiran. Berdasarkan Schey (2009:541), dalam melakukan perancangan atau penugasan proses (operasi) pada stasiun operasi, raw material / benda kerja yang akan di proses harus mengacu pada poin referensi yang tetap untuk menahan benda kerja pada posisi yang fix sehingga tidak merubah kualitas hasil proses ketika dilakukan produksi secara massal. Pada crank case K41, letak poin basic proses di stasiun operasi satu dengan lainnya tidak selalu sama, karena terdapat proses khusus pada bagian tertentu yang harus merubah posisi benda kerja. Oleh karena itu penugasan proses pada stasiun operasi dibagi berdasarkan prioritas proses yang harus dikerjakan. Berdasarkan standar dari bagian Process Engineering PT. XYZ, urutan prioritas proses yang dikerjakan adalah sebagai berikut: 1. Proses surface milling sebagai basic awal pengerjaan machining. 2. Proses dowel basic sebagai acuan meletakkan raw material di jig 3. Untuk point yang memerlukan toleransi diameter yang ketat, proses harus diawali oleh roughing boring sebagai pendekatan. 4. Proses sisi samping (side face) harus diawali oleh proses fine boring sebagai acuan meletakkan raw material pada jig. Proses machining selain dari urutan prioritas diatas, dapat ditugaskan sebagai loading process pada stasiun operasi manapun. Stasiun operasi yang mendapatkan penugasan proses (operasi) diatas kemudian disusun menjadi sebuah line produksi. Adapun susunan stasiun operasi machining line 2 crank case K41 di PT. XYZ dapat dilihat pada Gambar 4.4. Sumber: Observasi Gambar 4.4 Layout line 2 crank case K41 Pada Gambar 4.4, mesin yang diberi tanda kotak merah adalah stasiun operasi OP 3 dan yang diberi tanda kotak hijau adalah stasiun operasi OP 4. Stasiun OP 3 merupakan stasiun operasi yang menggunakan mesin produksi jenis machining center. Berdasarkan Groover (2011:520), machining center merupakan mesin otomatis yang mampu mengerjakan berbagai proses machining secara CNC (Computational Numeric Control), dimana proses machining dapat dikerjakan secara otomatis dengan membaca program yang telah dibuat. Salah satu keuntungan menggunakan mesin ini ialah beban kerja operator dapat berkurang, karena operator hanya berperan melakukan loading dan unloading part serta menekan tombol start saja. Secara proses manufaktur, keuntungan jenis mesin ini adalah dapat menambah atau mengurangi penugasan proses machining secara fleksibel. Sedangkan OP 4 merupakan stasiun operasi dengan jenis SPM (spesial machine), dimana metode pengerjaan proses machining dilakukan dalam

18 dua langkah. Pada mesin di OP 4 ini penugasan proses tidak bisa ditambah, karena penugasan proses didesain secara fix pada koordinat yang telah ditentukan diawal pembuatan mesin, sesuai permintaan perusahaan. Keunggulan jenis mesin ini adalah dapat mengerjakan semua penugasan proses machining yang telah diberikan dalam dua langkah dengan waktu relatif lebih cepat. Kedua stasiun operasi tersebut menjadi target rekayasa proses untuk mengefisienkan penugasan proses pemesinan. Karakter pengerjaan proses produksi antara stasiun operasi satu dengan lainnya belum tentu sama. Karakter tersebut bergantung kepada jig & fixture yang terpasang di mesin. Pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa perbedaan karakter pengerjaan proses di tiap stasiun operasi ditandai oleh penanda dengan warna jingga, hijau, putih, dan biru. Stasiun operasi dengan simbol warna jingga adalah yurikago dengan karakter dapat berputar kedepan dan belakang pada sumbu x axis. Simbol biru merupakan katamochi yang dapat berputar kearah samping terhadap y axis. Sedangkan simbol hijau merupakan karakter jig & fixture yang fix, atau tidak dapat berputar pada sumbu apapun. Dengan landasan karakter pergerakan jig & fixture inilah analisa proses dilakukan. 4.1.2 Machining time dan Cycle Time Line Penugasan proses machining pada mesin produksi akan menyebabkan waktu proses mesin (machining time) terbebani. Penugasan proses pada tiap mesin tidak sama satu sama lainnya, sehingga machining time tiap mesin bisa jadi berbeda. Perbedaan machining time ini akan menyebabkan perbedaan kemampuan produksi tiap mesin. Machining time jika dijumlahkan dengan waktu idle, loading, dan unloading terhadap raw material akan menghasilkan cycle time mesin. Cycle time mesin dengan nilai yang paling kecil pada suatu line akan menjadi tolak ukur nilai cycle time line. Nilai cycle time line ini akan menjadi acuan dalam penghitungan kapasitas sebuah line 2 machining Crank Case tipe K41 di PT. XYZ. Tabel 4-1 Cycle time tiap stasiun operasi Stasiun Operasi OP 1 OP 2 OP 3A OP 3B OP 4 OP 5A OP 5B OP 6 OP 7 OP 8 OP 9A OP 9B OP 10 OP 11AOP 11BOP 12 OP 13 Cycle 40,5 45 120 120 55 117 117 59 60 59 109 109 13 32 32 16,5 42 Time (sec) 4.1.3 Waktu Kerja Efektif dan Kapasitas Line Kapasitas line produksi machining crank case dibuat berdasarkan kebutuhan demand yang diperkirakan oleh forecasting. Untuk mencukupi permintaan market, kapasitas line produksi di PT. XYZ didesain lebih besar dari jumlah permintaan. Hal ini dibuat karena adanya ketidak efisienan aktivitas produksi aktibat adanya kemungkinan friksi atau rugi-rugi waktu yang terbuang. Selain adanya ketidak efisienan aktivitas produksi, jumlah produk yang dapat dihasilkan oleh PT. XYZ dipengaruhi oleh dua komponen. Komponen tersebut yaitu : 1. Waktu kerja efektif Waktu kerja yang tersedia di PT. XYZ terbagi kedalam tiga shift waktu. Shift 1 memiliki waktu kerja selama 9 jam, shift 2 selama 8 jam, dan shift 3 selama 7 jam. Waktu kerja tersebut menurut Kroemer (2009:284) sudah sesuai dengan tren waktu kerja industri masa kini. Namun dari waktu kerja yang tersedia tersebut terdapat rugi-rugi waktu yang dapat mengurangi produktifitas industri. Rugi-rugi waktu tersebut timbul dari faktor

19 psikologis man power maupun faktor internal perusahaan. Faktor psikologis man power berupa kebutuhan untuk istirahat untuk mencegah stress. Sedangkan faktor internal perusahaan berupa konsolidasi kerja diluar aktivitas produksi. Adapun waktu kerja yang tersedia di PT. XYZ dapat melihat Tabel 4.2. Tabel 4-2 Waktu kerja yang tersedia di PT. XYZ Shift 1 Shift 2 Shift 3 Mulai - Berakhir (detik) Mulai - Berakhir (detik) Mulai - Berakhir (detik) Time 7:00-16:00 32400 16:00-00:00 28800 00:00-7:00 25200 Allowable Lost Time P5M 7:00-7:05 300 16:00-16:05 300 00:00-00:05 300 TPM 7:05-7:10 300 16:05-16:10 300 00:05-00:10 300 Break 1 9:30-9:40 600 17:55-18:10 900 02:00-02:10 600 Break 2 12:00-12:40 2400 19:25-20:00 2100 - - Break 3 14:20-14:30 600 21:30-21:40 600 04:30-05:20 3000 Cleaning 15:50 16:00 600 23:50-00:00 600 06:50-07:00 600 Total Allowable Lost Time 4800 4800 4800 Working Time 27600 24000 20400 Working Time/Day 72000 Dengan memperhatikan Tabel 4.2 diatas, kita dapat mengetahui jumlah waktu yang tersedia untuk melakukan aktivitas produksi. Akan tetapi jumlah waktu yang tersedia tersebut masih memiliki rugi-rugi waktu akibat adanya ketidak efektifan waktu. Ketidak efektifan waktu adalah waktu yang digunakan untuk ativitas non produktif industri seperti part reject, part delay, penyetingan mesin, penggantian model, dan adanya gangguan mesin. Perusahaan sudah menetapkan persentase kemungkinan terjadinya waktu yang tidak efektif sejumlah 15%. Persentase tersebut terdiri dari part reject sebesar 5%, part delay 1%, penyettingan 3%, penggantian model 1%, dan gangguan mesin 5%. Penghitungan waktu efektif dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4-3 Waktu kerja efektif di PT. XYZ Shift 1 Shift 2 Shift 3 Menit Detik Menit Detik Menit Detik Working Time 460 27600 400 24000 340 20400 Allowable Uneffective Time Reject 5% 23 1380 20 1200 17 1020 Part Delay 1% 4,6 276 4 240 3,4 204 Setting 3% 13,8 828 12 720 10,2 612 Model Change 1% 4,6 276 4 240 3,4 204 Machine Down Time 5% 23 1380 20 1200 17 1020 Total Allowable Lost Time 15% 69 4140 60 3600 51 3060 Working Time 391 23460 340 20400 289 17340 Working Time/Day 61200 Dengan memperhatikan Tabel 4.3 diatas, kita dapat mengetahui waktu kerja efektif yang dimiliki PT. XYZ dengan cara mengurangi waktu kerja tidak efektif dari waktu kerja yang tersedia di perusahaan. Dengan demikian, waktu kerja efektif dapat didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk memproses dan menghasilkan produk finished good.

20 2. Kapasitas line PT. XYZ memiliki dua line machining untuk memproduksi crank case comp left dan crank case comp right dengan tipe mode K41. Masingmasing line memiliki cycle time yang berbeda, yaitu 29,2 sec untuk line 1 dan 60,4 untuk line 2. Kapasitas produksi dapat diketahui dengan membagi jumlah waktu kerja efektif dengan cycle time. Sehingga, kapasitas line 2 machining crank case K41 saat ini di PT. XYZ adalah sebagai berikut: Adapun, kapasitas tiap stasiun operasi dapat ditampilkan pada Tabel 4.4 dibawah ini. Tabel 4-4 Kapasitas produksi tiap stasiun operasi Kapasitas Mesin Produksi (Part/day) Item OP 1 OP 2 OP 3A OP 3B OP 4 OP 5A OP 5B OP 6 OP 7 OP 8 OP 9A OP 9B OP 10 OP 11AOP 11BOP 12 OP 13 Cr. Case L 1511 1360 510 510 1113 523 523 1037 1020 1037 561 561 4708 1913 1913 3709 1457 Cr. Case R 1511 1360 510 510 1113 523 523 1037 1020 1037 561 561 4708 1913 1913 3709 1457 Output (set) 1511 1360 1020 1113 1046 1037 1020 1037 1123 4708 3825 3709 1457 Data cycle time dan kapasitas tiap stasiun kerja, selanjutnya dapat ditampilkan dalam bentuk grafik pada Gambar 4.5. Pada grafik tersebut terlihat kondisi line 2 dari stasiun kerja OP 3 sampai OP 9 sudah balance. Namun pada OP 1, OP 2, dan OP 10 sampai OP 13 tidak balance. Hal demikian tidak menjadi kendala, karena kondisi tersebut sudah diatur mengikuti aturan Bedworth dalam hal zoning line. Gambar 4.5 Grafik kapasitas produksi tiap stasiun operasi

21 4.2 Rekayasa Proses Rekayasa proses (process engineering) dilakukan sebagai upaya untuk mengefisienkan proses manufaktur sehingga didapat suatu penghematan waktu, biaya, bahkan tenaga. Menurut Schey (2011.4), komponen pembuat biaya manufaktur terdiri dari raw material, tool equipment, utility, dan man power. Stasiun OP 3 merupakan stasiun operasi yang menggunakan mesin produksi jenis CNC (Computational Numeric Control), dimana proses machining dapat dikerjakan secara otomatis dengan membaca program yang telah dibuat. Kelebihan jenis mesin CNC ini adalah dapat menambah atau mengurangi penugasan proses machining. Sedangkan OP 4 merupakan stasiun operasi dengan jenis SPM (spesial machine), dimana metode pengerjaan proses machining dilakukan dalam dua langkah. Pada OP 4 ini penugasan proses tidak bisa ditambah atau dikurangi, karena penugasan proses didesain secara fix pada koordinat yang telah ditentukan diawal pembuatan mesin, sesuai permintaan perusahaan. Keunggulan jenis mesin ini adalah dapat mengerjakan semua penugasan proses machining yang telah diberikan dalam dua langkah dengan waktu relatif lebih cepat. Kedua stasiun operasi tersebut menjadi target rekayasa proses untuk mengefisienkan penugasan proses pemesinan. Perbandingan penugasan proses pemesinan antara stasiun operasi OP 3 dan OP 4 dapat dilihat pada Tabel 4.5.

22 Item Tabel 4-5 Perbandingan proses antara OP 3 dan OP 4 CNC Machining Center (OP 3) Nomor proses Nama Proses Waktu Proses (sec) 2 Way Fine Boring (OP 4) Nomor proses Nama Proses Waktu Proses (sec) Crank Case R D401 Drill dia. 5,5 1,8 C301 Reamer dia. 10 D415 Drill dia. 5,5 1,8 C302 Reamer dia. 10 D402 Drill dia. 5,5 1,8 D401 Reamer dia. 8 D417 Drill dia. 5,5 2,6 D402 Reamer dia. 8 D417 Reamer dia. 8 1,9 D415 Reamer dia. 8 D417 Tap M6 2,1 D430 Drill dia. 10,5 C301 Drill dia. 9,4 1,1 D431 Drill dia. 10,5 C302 Drill dia. 9,4 1,1 D432 Drill dia. 10,5 C305 Rough Boring dia. 31,4 6,3 C303 Fine Boring dia. 56 C304 Rough Boring dia. 39,4 6,4 C304 Fine Boring dia. 40 C307 Rough Boring dia. 27,4 5,2 C305 Fine Boring dia. 32 C303 Rough Boring dia. 55,6 6,6 C307 Fine Boring dia. 28 Crank Case L B242 Drill dia. 5,5 2,7 A101 Reamer dia. 10 B243 Drill dia. 5,5 2 A102 Reamer dia. 10 A101 Drill dia. 9,4 1,7 A103 Fine Boring dia. 56 A108 Drill dia. 9,4 1,2 A104 Fine Boring dia. 28 A102 Drill dia. 9,4 1,1 A105 Fine Boring dia. 30 A104 Rough Boring dia. 31,4 6,3 A106 Reamer dia. 15,5 A136 Rough Boring dia. 29,4 5,4 A107 Fine Boring dia. 24 A105 Rough Boring dia. 29,4 5,6 A108 Reamer dia. 10 A103 Rough Boring dia. 55,6 6,6 A136 Fine Boring dia. 30 B202 Drill dia. 6,5 1,7 B207 Fine Boring dia. 25 B224 Drill dia. 6,5 1,6 B213 Fine Boring dia. 24 B223 Drill dia. 6,5 1,6 B231 Drill dia. 10,5 B222 Drill dia. 6,5 1,6 B232 Drill dia. 10,5 B201 Drill dia. 6,5 1,9 B238 Reamer dia. 9 B219 Drill dia. 6,5 1,6 B242 Reamer dia. 8 B227 Drill dia. 6,5 1,6 B243 Reamer dia. 8 B226 Drill dia. 6,5 1,6 B211 Drill dia. 6,5 1,6 B238 Drill dia. 8,4 2,0 B207 Rough Boring dia. 24,4 6,3 B213 Rough Boring dia. 23,4 5,0 B242 Tap M6 2,6 B243 Tap M6 1,8 total machining time (sec) 104,2 37 idle 4,0 4 loading & unloading 12 14 Total 120,2 55 Dalam proyek tugas akhir ini, penulis akan merekayasa proses machining dengan cara menggabungkan proses roughing dan finishing dalam satu kali proses pemakanan (one shot) di satu stasiun operasi. Metode proses tersebut dilakukan dengan meng-improve cutting tool holder sehingga dapat mengoptimalkan penugasan pada stasiun operasi untuk mendapatkan waktu proses (machining time) yang lebih singkat. Selanjutnya adalah melakukan pengujian capabiities process (CP dan CPK) pada sampel yang berjumlah 30 untuk mengetahui kemampuan proses, apakah layak beroperasi massal production atau tidak.

23 4.2.1 Perbaikan (improve) cutting tool holder Proses machining pada kondisi aktual dinilai tidak efisien, karena terdapat pengulangan aktivitas machining pada koordinat nomor proses yang sama di stasiun operasi yang berbeda. Pengerjaan proses machining pada koordinat yang sama tersebut yaitu: proses rough boring dan fine boring. Rough boring merupakan proses pelebaran diameter lubang dengan toleransi diameter yang relatif besar. Sedangkang fine boring merupakan penyelesaian proses pelebaran diameter lubang untuk mendapatkan toleransi diameter yang lebih ketat. Baik rough boring maupun fine boring, keduanya diproses menggunakan cutting tool di stasiun operasi yang berbeda, dimana tool holder sebagai pembentuk profilnya. Sumber : Observasi Gambar 4.6 Cutting tool & holder pada mesin fine boring Pada operasi rough boring, cutting tool dapat bekerja melakukan pemakanan optimal sebanyak radius 350 m (0,35 mm). Sedangkan operasi fine boring hanya 200 m. Setelah memperhatikan karakteristik pemakanan kedua operasi tersebut, maka kedua operasi tersebut digabungkan dalam satu pemakanan (one shot) pada satu cutting tool. Perbaikan metode cutting tool dapat ditampilkan pada Gambar 4.7. Gambar 4.7 Cutting tool & holder setelah perbaikan Seperti yang terlihat pada Gambar 4.7 diatas, cutting tool dibuat terdiri dari dua cartridge yang terdiri dari rough dan fine. Operasi roughing dan finishing dapat digabungkan pada satu cutting tool holder, dimana jarak radius pemakanan untuk operasi rough dan operasi fine diberi selisih sebanyak 0,2 mm. Sedangkan jarak depth diberi selisih sebanyak 0,25 mm.

24 4.3 Analisis 4.3.1 Analisis Kemampuan Proses (Capability process) Berdasarkan Goetsch dan Davis (2010:443) serta Levine (2008:754), uji kemampuan proses dengan pendekatan SPC (Statistical Process Control) dilakukan untuk mengetahui kinerja kerja dan mengukur seberapa baik kualitas proses tersebut dapat memenuhi toleransi. Pada tahapan ini, uji kemampuan proses dilakukan terhadap dua operasi (proses machining) yang dianggap mewakili kondisi, yaitu pada diameter proses paling besar dan paling kecil; yakni diameter 56 mm dan diameter 28 mm. Pengujian dilakukan dengan memproses sampel, masing-masing sebanyak 30 pcs. Adapun pelaksanaan pengujian ini adalah sebagai berikut: - Hari : Minggu - Tanggal : 8 Juni 2014 - Tempat : Line 2 Machining Crank Case, PT XYZ Dalam melaksanakan pengujian kemampuan proses, alat ukur diperlukan sebagai alat bantu dalam melakukan pengukuran kualitas hasil proses. Sesuai dengan aturan kualitas pengukuran, bahwa objek yang diukur harus menggunakan alat ukur dengan resolusi yang lebih kecil. Semakin kecil resolusi alat ukur yang digunakan dapat menghasilkan hasil pengukuran yang baik. Dalam pengujian ini, penulis menggunakan alat ukut air micro untuk mengukur diameter hasil proses fine boring. Alasan menggunakan alat ukur ini adalah karena tingkat presisi alat ukur tesebut mencapai resolusi 0,01 m (0,00001 mm). Bentuk fisik alat ukur yang digunakan dapat ditampilkan pada Gambar 4.8 dibawah ini. Gambar 4.8 Alat ukur Air Micro Hasil pengukuran terhadap sampel dengan menggunakan air micro dapat ditampilkan pada Tabel 4.6 dibawah ini.

25 Tabel 4-6 Hasil pengukuran sampel C 003 C 004 Operasi Diameter Diameter Dia. X Dia. Y Dia. X Dia. Y Average Average UT -0,030-0,030-0,030 0,021 0,021 0,021 Nominal 56,0 56,0 56,0 28,0 28,0 28,0 No BT -0,049-0,049-0,049 0,000 0,000 0,000 1-0,036-0,038-0,037-0,003 0,000010 0,016 0,019 0,017 0,002 0,0000062 2-0,032-0,035-0,034 0,000 0 0,015 0,018 0,016 0,001 0,0000022 3-0,031-0,035-0,033 0,001 0,0000004 0,014 0,018 0,016 0,001 0,0000015 4-0,033-0,036-0,035-0,001 0,0000010 0,017 0,020 0,018 0,004 0,0000140 5-0,032-0,034-0,033 0,001 0,0000003 0,014 0,017 0,015 0,000 0 6-0,031-0,035-0,033 0,001 0,0000009 0,015 0,018 0,017 0,002 0,0000040 7-0,032-0,036-0,034 0,000 0 0,013 0,017 0,015 0,000 0 8-0,032-0,033-0,033 0,001 0,0000018 0,012 0,016 0,014-0,001 0,0000006 9-0,033-0,037-0,035-0,001 0,0000013 0,010 0,014 0,012-0,003 0,0000063 10-0,032-0,036-0,034 0,000 0,0000001 0,014 0,017 0,015 0,001 0,0000006 11-0,033-0,037-0,035-0,001 0,0000015 0,012 0,015 0,014-0,001 0,0000010 12-0,031-0,037-0,034 0,000 0 0,013 0,016 0,015 0,000 0 13-0,033-0,035-0,034-0,001 0,0000003 0,012 0,016 0,014-0,001 0,0000003 14-0,035-0,033-0,034 0,000 0 0,012 0,015 0,013-0,002 0,0000023 15-0,034-0,032-0,033 0,001 0,0000007 0,014 0,016 0,015 0,000 0 16-0,032-0,036-0,034 0,000 0 0,011 0,016 0,014-0,001 0,0000010 17-0,035-0,031-0,033 0,001 0,0000006 0,015 0,018 0,016 0,001 0,0000022 18-0,034-0,032-0,033 0,001 0,0000007 0,012 0,016 0,014-0,001 0,0000006 19-0,033-0,039-0,036-0,002 0,0000051 0,015 0,018 0,016 0,001 0,0000022 20-0,031-0,035-0,033 0,001 0,0000008 0,013 0,018 0,015 0,001 0,0000006 21-0,032-0,034-0,033 0,001 0,0000006 0,014 0,017 0,016 0,001 0,0000010 22-0,033-0,030-0,032 0,002 0,0000052 0,012 0,016 0,014-0,001 0,0000010 23-0,031-0,037-0,034 0,000 0 0,012 0,015 0,014-0,001 0,0000010 24-0,034-0,030-0,032 0,002 0,0000030 0,011 0,013 0,012-0,003 0,0000063 25-0,032-0,034-0,033 0,001 0,0000006 0,013 0,016 0,015 0,000 0 26-0,031-0,035-0,033 0,001 0,0000005 0,012 0,015 0,013-0,001 0,0000016 27-0,031-0,037-0,034 0,000 0 0,011 0,015 0,013-0,002 0,0000031 28-0,030-0,034-0,032 0,002 0,0000032 0,012 0,015 0,013-0,002 0,0000023 29-0,033-0,039-0,036-0,002 0,0000058 0,011 0,016 0,014-0,001 0,0000010 30-0,033-0,037-0,035-0,001 0,0000016 0,013 0,017 0,015 0,000 0 Jumlah -1,015 0,0000468 0,435 0,0000636 Data hasil pengukuran dari tiap operasi proses diameter diatas dapat diolah untuk mendapatkan parameter statistika sebagai berikut: a. Operasi proses diameter 56 mm - Batas atas (upper limit) Berdasarkan nominal toleransi yang diminta spesifikasi drawing, batas atas untuk diameter 56 adalah -0,030 - Batas bawah (bottom limit) Berdasarkan nominal toleransi yang diminta spesifikasi drawing, batas bawah untuk diameter 56 adalah -0,049 - Rata-rata (X-bar) Rata-rata dihitung dari hasil pengukuran sebanyak 30 sampel. - Nilai max dari hasil pegukuran operasi proses 56 adalah -0,032

26 - Nilai min dari hasil pengukuran operasi proses 56 adalah -0,037 - Standard deviasi (s) Berdasarkan Levine, Stephan, Krehbiel, dan Berenson (2008) dalam menghitung standard deviasi atau simpangan baku dapat menggunakan rumus berikut:, sehingga b. Operasi proses diameter 28 mm - Batas atas (upper limit) Berdasarkan nominal toleransi yang diminta spesifikasi drawing, batas atas untuk diameter 28 adalah 0,021 - Batas bawah (bottom limit) Berdasarkan nominal toleransi yang diminta spesifikasi drawing, batas bawah untuk diameter 28 adalah 0,0 - Rata-rata (X-bar) - Nilai max dari hasil pegukuran operasi proses 28 adalah 0,018 - Nilai min dari hasil pegukuran operasi proses 28 adalah 0,012 - Standard deviasi Setelah didapatkan parameter dasar statistika diatas, selanjutnya dapat dianalisis kemampuan proses sebagai berikut: 1. Kemampuan operasi proses 56 a. Rasio kemampuan proses (Capability process ratio / Cp)

27 Jadi, nilai Cp untuk proses 56 adalah sebesar 2,43. b. Index kemampuan proses atas dan bawah (Upper and lower index capability index) c. Index kemampuan proses kumulatif (Capability process index / Cpk) Jadi nilai Cpk untuk proses 56 adalah sebesar 1,01. Penghitungan kemampuan proses diatas menghasilkan nilai Cp sebesar 2,43 dan Cpk sebesar 1,01. Berdasarkan standar kemampuan proses untuk industri otomotif yang dikeluarkan oleh bagian QT (Quality Technology) PT. XYZ, jika nilai Cp > 1,33 maka dapat diinterpretasikan bahwa kemampuan proses sangat baik atau capable. Hal ini dapat diartikan bahwa aktivitas pengurangan operasi di stasiun operasi OP 3 dan penggabungan operasi roughing bersama operasi finishing pada OP 4 melalui perubahan (improve) cutting tool holder tidak berdampak pada kualitas sebaran data. Sedangkan nilai Cpk > 1,0 berarti fokus pennembakan proses dikatakan baik. Namun dikarenakan nilai Cpk hasil hitung hampir mendekati nilai batas persyaratan minimum, maka perlu adanya monitoring atau penyetelan

28 diameter cutting tool sehingga hasil proses berada di pertengahan antara USL dan LSL. Untuk mempermudah menganalisa kemampuan operasi proses 56, penulis menggunakan software MINITAB 14.0 dalam membuat visualisasi grafik kemampuan proses. Grafik tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.9 dibawah ini. Process Capability of C003 Dia. 56 Process Data LSL -0,049 Target * USL -0,03 Sample Mean -0,03383 Sample N 30 StDev(Within) 0,0012707 StDev(O v erall) 0,00122537 LSL USL Within Overall Potential (Within) C apability C p 2,49 C PL 3,98 C PU 1,00 C pk 1,00 C C pk 2,49 O v erall C apability Pp 2,58 PPL 4,13 PPU 1,04 Ppk 1,04 C pm * -0,048-0,045-0,042-0,039-0,036-0,033-0,030 Exp. Within Performance PPM < LSL 0,00 PPM > USL 1288,77 PPM Total 1288,77 Exp. O verall Performance PPM < LSL 0,00 PPM > USL 887,23 PPM Total 887,23 Gambar 4.9 Grafik sebaran data kemampuan proses diameter 56 menggunakan MINITAB 14.0 Dapat diamati grafik sebaran data pada Gambat 4.9,bahwa sebaran data yang terjadi berdistribusi normal pada area yang condong ke batas USL. Sebaran data tersebut dapat digeser ke arah target proses, yakni area diantara LSL dan USL. 2. Kemampuan operasi proses 28 a. Rasio kemampuan proses (Capability process ratio / Cp) Jadi, nilai Cp untuk proses 28 adalah sebesar 2,36. b. Index kemampuan proses atas dan bawah (Upper and lower index capability index)

29 c. Index kemampuan proses kumulatif (Capability process index / Cpk) Jadi, nilai Cpk untuk proses 28 adalah sebesar 1,46. Penghitungan kemampuan proses operasi 28 diatas menghasilkan nilai Cp sebesar 2,36 dan Cpk sebesar 1,46. Dapat diinterpretasikan bahwa kemampuan proses sangat baik atau capable, karena nilai hitung Cp > 1,33. Sama halnya dengan operasi proses 28, hal ini berarti percobaan pengurangan operasi di stasiun operasi OP 3 dan penggabungan operasi roughing bersama operasi finishing pada OP 4 melalui perubahan (improve) cutting tool holder tidak berdampak pada kualitas sebaran data. Dan nilai Cpk > 1,0 berarti sebaran data yang terjadi adalah berkategori baik dan terkontrol di area batas spesifikasi. Dengan menggunakan software MINITAB 14.0, dapat dianalisa kemampuan proses Cp dan Cpk dari operasi proses 28 melalui grafik sebaran data. Grafik tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.10 dibawah ini.

30 Process Capability of C004 dia. 28 Process Data LSL 0 Target * USL 0,021 Sample Mean 0,014508 Sample N 30 StDev (Within) 0,00148045 StDev (O verall) 0,00145888 LSL USL Within Overall Potential (Within) C apability C p 2,36 C PL 3,27 C PU 1,46 C pk 1,46 C C pk 2,36 O v erall C apability Pp 2,40 PPL 3,31 PPU 1,48 Ppk 1,48 C pm * -0,000 0,003 0,006 0,009 0,012 0,015 0,018 0,021 Exp. Within Performance PPM < LSL 0,00 PPM > USL 5,80 PPM Total 5,80 Exp. O v erall Performance PPM < LSL 0,00 PPM > USL 4,29 PPM Total 4,29 Gambar 4.10 Grafik sebaran data kemampuan proses diameter 28 menggunakan software MINITAB 14.0 Pengujian capability proses pada diameter 56 dan diameter 28 menunjukkan bahwa hasil proses adalah capable. Dapat disimpulkan bahwa proses roughing di OP 3 dapat digabungkan bersama dengan proses finishing di OP 4. Artinya, operasi proses roughing di stasiun OP 3 dapat dihilangkan, sehingga waktu proses pada stasiun operasi tersebut berkurang. 4.3.2 Analisis Time Study Berkurangnya jumlah operasi proses di OP 3 berdampak baik pada pengurangan cycle time stasiun operasi tersebut. Pengurangan cycle time pada OP 3 ini juga diduga berpotensi dapat mengurangi jumlah mesin di stasiun operasi OP 3 dan mengurangi jumlah man power (operator) di line 2 machining crank case. Pada subbab ini penulis akan mengkaji potensi tersebut. 4.3.2.1. Machining time study Machining time study dilakukan untuk mengetahui kemampuan mesin menghasilkan produknya. Pada time study ini dapat dipetakan berapa banyak mesin yang diperlukan untuk memenuhi kapasitas yang diinginkan. Setelah memetakan jumlah mesin, selanjutnya dapat dihitung efisiensi tiap mesin di tiap stasiun operasi. Jika efisiensi tidak merata, maka dapat dilakukan balancing proses. Namun pada kesempatan ini, penulis tidak membahas balancing process dalam Tugas Akhir ini dikarenakan terlalu luasnya bahasan. Sebagai hitungan awal, machining time OP 3 setelah adanya rekayasa proses harus diketahui untuk melakukan time study. Hitungan machining time tersebut dapat ditampilkan pada Tabel 4.7.

31 Nomor proses Tabel 4-7 Waktu proses OP 3 setelah rekayasa proses Crank Case Left Waktu Nama Proses Proses (sec) Nomor proses Crank Case Right Waktu Nama Proses Proses (sec) B242 Drill dia. 5,5 2,7 D401 Drill dia. 5,5 1,8 B243 Drill dia. 5,5 2 D415 Drill dia. 5,5 1,8 A101 Drill dia. 9,4 1,7 D402 Drill dia. 5,5 1,8 A108 Drill dia. 9,4 1,2 D417 Drill dia. 5,5 2,6 A102 Drill dia. 9,4 1,1 D417 Reamer dia. 8 1,9 B202 Drill dia. 6,5 1,7 D417 Tap M6 2,1 B224 Drill dia. 6,5 1,6 C301 Drill dia. 9,4 1,1 B223 Drill dia. 6,5 1,6 C302 Drill dia. 9,4 1,1 B222 Drill dia. 6,5 1,6 B201 Drill dia. 6,5 1,9 B219 Drill dia. 6,5 1,6 B227 Drill dia. 6,5 1,6 B226 Drill dia. 6,5 1,6 B211 Drill dia. 6,5 1,6 B238 Drill dia. 8,4 2,0 B242 Tap M6 2,6 B243 Tap M6 1,8 Machining time 30,3 14,2 Total machining time (sec) 44,5 Setelah mendapatkan nilai machining time OP 3 diatas, selanjutnya dapat dihitung cycle time tiap stasiun operasi untuk mengetahui jumlah mesin yang dibutuhkan. Dari data yang didapatkan dari bagian Process Engineering B, diketahui waktu idle mesin adalah 4 detik, dan loading-unloading sebesar 12 detik kecuali stasiun operasi OP 4 sebesar 14 detik. Sedangkann cycle time tiap mesin yang diperlukan untuk mencapai kapasitas 1000 part adalah tidak lebih dari 60,7 detik. Hasil hitungan time study dapat ditampilkan pada Tabel 4.8. Tabel 4-8 Time study kebutuhan mesin Before After Stasiun idle loading/ Machining m/c Cycle M/c Machining m/c Cycle M/c operasi unloading time time qty time time qty OP 2 4 12 29 45 1 29 45 1 OP 3 4 12 104 120 2 44,5 60,5 1 OP 4 4 14 37 55 1 34 52 1 OP 5 4 12 101 117 2 101 117 2 OP 6 4 12 43 59 1 43 59 1 OP 7 4 12 44 60 1 44 60 1 OP 8 4 12 43 59 1 43 59 1 OP 9 4 12 93 109 2 93 109 2 Total 10 9

32 Dengan melihat Tabel 4.8, dapat dicermati bahwa cycle time berbading lurus dengan jumlah kebutuhan mesin. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rekayasa proses yang menyebabkan pengurangan operasi proses di OP 3 juga dapat mengurangi jumlah mesin, dari yang semula dua mesin menjadi satu mesin. Adapun dampak dari rekayasa proses terhadap waktu proses (machining time), cycle time, dan kapasitas produksi dapat dianalisa dengan membandingkan kondisi sebelum dan setelah adanya rekayasa. Perbandingan kondisi tersebut dapai dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4-9 Perbandingan kapasitas pada kondisi sebelum dan setelah rekayasa Stasiun Operasi Cycle Time Before Kapasitas produksi Total Cap. per-op Cycle Time After Kapasitas produksi Total Cap. per-op OP 2 45 1360 1360 45 1360 1360 OP 3A 120 510 60,5 1012 1020 OP 3B 120 510 1012 OP 4 55 1113 1113 55 1113 1113 OP 5A 117 523 117 523 1046 OP 5B 117 523 117 523 1046 OP 6 59 1037 1037 59 1037 1037 OP 7 60 1020 1020 60 1020 1020 OP 8 59 1037 1037 59 1037 1037 OP 9A 109 561 109 561 1123 OP 9B 109 561 109 561 1123 Dengan memperhatikan Tabel 4.9, dapat dilihat bahwa setelah adanya rekayasa proses, kapasitas produksi pada OP 3 terjadi penurunan sebanyak 8 pcs. Namun hal tersebut tidak mengurangi target kapasitas line sebesar 1000 pcs, sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan kapasitas adalah capable. 4.3.2.2. Time study pada operator Time study pada operator dilakukan untuk mengukur pergerakan kerja operator. Pada bahasan ini akan dikaji apakah berkurangnya jumlah mesin di stasiun operasi OP 3 dapat mengurangi jumlah man power (operator) atau tidak. Dalam menentukan jumlah operator, time study dimulai dengan mengukur pergerakan operator dalam bekerja. Waktu pergerakan yang ditampilkan pada bahasan ini adalah waktu berdasarkan yang ditetapkan oleh bagian Process Engineering. Waktu pergerakan operator tersebut dapat ditampilkan pada Tabe 4.10. Stasiun operasi Machining time (sec) Tabel 4-10 Waktu pergerakan operator loading/ inspeksi Pergerakan operator pengisian jumlah waktu pergerakan unloading pengukuran worksheet handling allowance OP 2 29 12 6 3 4 4 29 OP 3 44,5 12 6 3 4 4 29 OP 4 34 14 6 3 4 4 31 OP 5 A 101 12 6 3 4 4 29 OP 5 B 101 12 6 3 4 4 29 OP 6 43 12 6 3 4 4 29 OP 7 44 12 6 3 4 4 29 OP 8 43 12 6 3 4 4 29 OP 9 A 93 12 6 3 4 4 29 OP 9 B 93 12 6 3 4 4 29

33 Selanjutnya kebutuhan jumlah operator (man power) dapat diketahui dengan menghitung potensi produktifitas operator di tiap mesin operasi. Apabila nilai produktifitas > 50%, maka kebutuhan operator di mesin operasi tersebut berjumlah satu. Jika nilai produktifitas < 50%, maka kebutuhan operator di mesin operasi tersebut berjumlah setengah. Artinya operator tersebut harus memegang dua mesin operasi. Hasil penghitungan kebutuhan jumlah operator dapat ditampilkan pada Tabel 4.11. Stasiun operasi motion (sec) C. Time (sec) Tabel 4-11 Kebutuhan jumlah operator Before produktifitas (%) kebutuhan operator C. Time (sec) After produktifitas (%) kebutuhan operator OP 2 29 29 100,00 1 29 100,00 1 OP 3 A 29 44,5 65,17 0,5 44,5 65,17 0,5 OP 3 B 29 44,5 65,17 0,5 - - - OP 4 31 37 83,78 1 37 2,70 1 OP 5 A 29 101 28,71 0,5 101 28,71 0,5 OP 5 B 29 101 28,71 0,5 101 28,71 0,5 OP 6 29 43 67,44 0,5 43 67,44 0,5 OP 7 29 44 65,91 0,5 44 65,91 0,5 OP 8 29 43 67,44 0,5 43 67,44 0,5 OP 9 A 29 93 31,18 0,5 93 31,18 0,5 OP 9 B 29 93 31,18 0,5 93 31,18 0,5 Total 7 6 Dengan melihat Tabel 4.11, dapat disimpulkan bahwa rekayasa proses yang menyebabkan pengurangan mesin operasi pada OP 3 dapat mempengaruhi jumlah operator di line 2. Dari total operator sebanyak 7 orang, menjadi 6 orang. 4.3.3 Analisis Biaya Dalam bahasan kali ini akan diulas penghitungan biaya-biaya manufaktur yang membentuk harga part Crank Case setelah dilakukannya perbaikan. Berdasarkan Schey (2000:696), biaya manufaktur terbentuk dari biaya langsung, biaya tidak langsung, dan biaya tetap. Pada bahasan kali ini, penulis hanya menganalisis perubahan biaya manufaktur dari sisi biaya langsungnya saja. Analisis dilakukan untuk mengetahui perbedaan pembiayaan operasi pada saat sebelum dilakukannya perbaikan dan setelah dilakukan perbaikan. Sehingga dapat dievaluasi sejauh mana ketercapaiannya pengurangan biaya manufaktur yang dapat dilakukan. Penghitungan biaya manufaktur dimulai dengan merilis variable data sebagai parameter awalan penyusun biaya-biaya manufaktur. Setelah variable diketahui, selanjutnya dapat menghitung biaya langsung seperti upah tenaga kerja, utility, dan biaya consumable. 4.3.3.1 Variable data dan variable proses Variable data merupakan parameter pokok dalam menentukan nilai-nilai biaya manufaktur. Variabel data yang digunakan penulis dalam menghitung nilai-nilai biaya dapat ditampilkan pada Tabel 4.12.

34 Tabel 4-12 Variabel data biaya manufaktur ITEM Standar Harga kerja day/ month 20 day/ year 250 Upah Karyawan Rp/ MP/month 9.003.270 Harga Listrik Rp/ kwh 1.293 Harga Water Rp/ m3 16.275 Kurs USD (bln berjalan) Rp/ USD 11.634 Adapun variable proses merupakan variabel bebas yang muncul akibat adanya keinginan perusahaan untuk menjalankan aktivitas produksi. Pada kasus ini, variabel proses terdiri dari jumlah hari, jumlah shift, dan jumlah waktu kerja efektif. Adapun nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.13. Tabel 4-13 Variabel proses biaya manufaktur Item Standar Jml hari/minggu day/ week 5 Jumlah shift per hari shift/ day 3 Waktu kerja efektif sec/ day 61.200 4.3.3.2 Mesin dan utility Penghitungan biaya manufaktur dari faktor mesin dan utility ini dilakukan berlandaskan pada tercapainya pengurangan jumlah mesin stasiun OP 3 di line 2 crank case K41. Penghitungan dimulai dengan menghitung biaya consumable (pelumas dan coolant) dan fasilitas utility (listrik, air, dll). Data konsumsi fasilitas terhadap mesin produksi yang diambil dari PT. XYZ dapat dilihat pada lampiran. Penghitungan biaya konsumsi fasilitas utility mesin dilakukan dengan menggunakan rumus berikut: - - - - - Dengan menggunakan rumus diatas, penulis dapat menghitung biaya mesin dan utility menggunakan software MS. EXCEL. Hasil penghitungan biaya pada kondisi sebelum dilakukan improvement dapat ditampilkan pada Tabel 4.14.

35 Stasiun Operasi Tabel 4-14 MACHINE Biaya mesin dan utility Depr JIG (Rp/sec) NO Machine Name Used Price Used PRICE Year (IDR) Year (IDR) 1 MULTI DRILLING OP 2 2005 1.229.906.750 2014 256.000.000 4,18 3,97 0,0005 0,10 0,17 2 MACHINING CENTER OP 3 A 2003 1.024.490.975 2013 283.851.099 4,64 3,97 0,0005 0,10 0,17 3 MACHINING CENTER OP 3 B 2003 1.024.490.975 2013 283.851.099 4,64 3,97 0,0005 0,10 0,17 4 2 WAY FINE BORING OP 4 2002 2.263.903.898 0,00 8,46 0,0005 0,15 0,17 5 MACHINING CENTER OP 5 A 2003 1.024.490.975 2013 283.851.099 4,64 3,97 0,0005 0,10 0,17 6 MACHINING CENTER OP 5 B 2005 1.120.731.552 2013 283.851.099 4,64 3,97 0,0005 0,10 0,17 7 MACHINING CENTER OP 6 2005 1.120.731.552 2013 283.851.099 4,64 3,97 0,0005 0,10 0,17 8 MACHINING CENTER OP 7 2005 1.120.731.552 2013 283.851.099 4,64 3,97 0,0005 0,10 0,17 9 MACHINING CENTER OP 8 2003 1.024.490.975 2013 339.143.770 5,54 3,97 0,0005 0,10 0,17 10 MACHINING CENTER OP 9 A 2005 1.120.731.552 2013 292.970.350 4,79 3,97 0,0005 0,10 0,17 11 MACHINING CENTER OP 9 B 2005 1.082.253.630 2013 292.970.350 4,79 3,97 0,0005 0,10 0,17 JIG ELECTRIC (Rp/sec) WATER Lubricant (Rp/sec) (Rp/sec) Coolant (Rp/sec) Total 47,13 48,11 0,0054 1,18 1,89 Biaya mesin dan utility seperti yang ditampilkan pada Tabel 4.9 diatas selanjutya dapat dikonversikan kedalam satuan biaya tiap unit dengan meggunakan rumus berikut: - - - Adapun biaya mesin dan utility line 2 crank case dapat dihitung menjumlahkan seluruh biaya tiap OP di line 2: Sedangkan biaya mesin dan utility setelah adanya rekayasa proses yang menyebabkan berkurangnya satu mesin OP3 dapat dihitung sebagai berikut: Hasil hitungan sebelum dan setelah rekayasa proses dapat ditampilkan pada Tabel 4.15. Kondisi Tabel 4-15 Depresiasi (Rp/unit) Biaya mesin dan utility Elektrik (Rp/unit) Mesin & Utility Water (Rp/unit) Total (Rp/unit) Sebelum improvement 2860,63 2920,44 0,33 5781,40 Setelah improvement 2579,14 2679,91 0,30 5259,35 4.3.3.3 Biaya tenaga kerja Penghitungan biaya man power dilakukan sebagai biaya langsung dalam menentukan harga part. Dalam menghitung biaya man power, penulis menggunakan rumus berikut.

36 Keterangan: MP = Jumlah man power di line Dengan rumus tersebut, dapat dihitung biaya / upah tenaga kerja untuk aktivitas produksi di line 2 machining crank case K41 adalah sebagai berikut: a. Sebelum rekayasa proses - Jumlah man power = 7 orang - Biaya pergerakan man power : - Biaya tenaga kerja (m) untuk menghasilkan 1 unit Crank Case: Jadi, biaya tenaga kerja sebelum dilakukannya rekayasa proses adalah sebesar Rp 9.376,20/unit crank case b. Setelah improvement - Jumlah man power = 6 orang - Biaya pergerakan man power : - Biaya tenaga kerja (m) untuk menghasilkan 1 unit Crank Case: Jadi, biaya tenaga kerja setelah dilakukannya rekayasa proses adalah sebesar Rp 8.036,74 4.3.3.4 Biaya cutting tool Cutting tool dan equipmennt merupakan salah satu komponen utama setelah raw material, mesin, utility dan man power dalam menentukan besaran biaya manufaktur untuk menaksir harga part. Nilai biaya yang ditentukan dari cutting tool terakumulasi dari besaran cost per unit dari tiap stasiun operasi. Rincian nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.16.

37 Tabel 4-16 Biaya cutting tool sebelum perbaikan Stasiun Jumlah Pemakaian Jumlah Cost Operasi mesin tool Tool (Rp/unit) OP 1 1 2 2 493,80 OP 2 1 2 2 322,0936 OP 3 2 17 34 255,5004 OP 4 1 8 8 1016,618 OP 5 2 3 6 152,8628 OP 6 1 5 5 126,8968 OP 7 1 10 10 216,441 OP 8 1 6 6 217,06 OP 9 2 13 26 432,0261 OP 10 1 16 16 1448,192 OP 11 1 1 Jumlah 1 52,7215 116 4734,211 Sumber : Tool Shop & Grinding - Process Engineering B Departement, PT XYZ Dari Tabel 4.16 diketahui bahwa biaya yang dihasilkan dari cutting tool adalah sebesar Rp 4.734,21 /unit. Akan tetapi adanya rekayasa proses menyebabkan berkurangnya satu mesin OP3, sehingga jumlah pemakaian cutting tool menjadi berkurang. Biaya cutting tool pada OP3 yang berkurang dapat dilihat pada Tabel. 4.17. Tabel 4-17 Biaya cutting tool yang dihemat Nomor Cost Nama proses proses (Rp/unit) B207 Rough BoringØ23.4 6,13 B213 Milling / FacingØ11 / Ø23.5 21,82 C306 Rough BoringØ19.6 9,67 C305 Rough BoringØ31.4 10,26 C304 Rough BoringØ39.4 10,54 A104 Rough BoringØ31.4 7,04 C307 Rough BoringØ27.4xChamfer 55,42 A105 Rough BoringØ29.4 / Ø39.4 / Chamfer 10,98 A136 Rough BoringØ29.4 / Ø38 8,82 A103, C303 Rough BoringØ55.6 / Ø74 21,90 Total 162,58 Sehingga biaya cutting tool setelah adanya rekayasa proses: Jadi, biaya cutting tool pada manufaktur line 2 crank case adalah sebesar Rp 4.571,63 / unit. 4.3.3.5 Perbandingan biaya machining Pada kondisi ini, penulis membandingkan biaya proses machining Crank Case Right dan Left hanya pada komponen yang dilakukan perubahan. Adapun komponen tersebut adalah biaya upah tenaga kerja, depresiasi, biaya utility, biaya cutting tool, dan biaya consumable. Perbandingan biaya machining crank case di line 2

38 pada kondisi sebelum dan setelah adanya rekayasa proses dapat ditampilkan pada Tabel 4.18. Tabel 4-18 Perbadingan biaya manufaktur Kondisi Cycle Kapasitas Depresiasi Utility Operator Cutting Total time (sec) (set) (Rp/unit) (Rp/unit) (Rp/unit) tool (Rp/unit) Sebelum Rekayasa 60,7 1008 2860,63 2920,77 9376,2 4734,21 19891,81 Setelah Rekayasa 60,7 1008 2579,14 2680,21 8036,74 4571,63 17867,72 Penghematan 281,48 240,57 1339,46 162,58 2024,09 Dengan demikian penghematan yang dapat dihasilkan apabila rekayasa proses dilakukan adalah Rp 2024,09 per unit.