BAB III 3 PEMODELAN SISTEM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III 3 PEMODELAN SISTEM"

Transkripsi

1 BAB III 3 PEMODELAN SISTEM Adapun kecerdasan-kecerdasan utama yang diinginkan wajib dimiliki oleh model mesin bubut cerdas ini adalah: 1. Memiliki fungsi pengelolaan data pendukung seperti penambahan, perbaikan, dan penghapusan data. 2. Mampu memilihkan alternatif tool set untuk tiap-tiap proses yang akan dilakukan oleh mesin bubut. 3. Mampu memilihkan parameter operasi untuk tiap-tiap proses yang akan dilakukan oleh mesin bubut. 4. Mampu menghitungkan ongkos pemesinan untuk mesin bubut yang akan digunakan. Untuk memenuhi kecerdasan diatas, maka model ini memerlukan 4 modul pengelolaan data pendukung yang saling berhubungan yaitu: 1. Pengelolaan data workshop 2. Pengelolaan data mesin perkakas 3. Pengelolaan data pemesinan 4. Pengelolaan data kelengkapan perkakas potong Modul pengelolaan data dirancang terpisah-pisah, agar data yang ada dapat dimanfaatkan kembali oleh sistem yang lain dengan mudah. Setiap modul di atas mempunyai tanggung jawab untuk mengelola masukan data masing-masing dan menyimpan hasilnya kedalam basis data. Pengelolaan masukan data tersebut berupa penyediaan Graphical User Interface (GUI) agar mudah dimengerti oleh pengguna (user), selain itu juga mengolah masukan data menjadi informasi dengan algoritma tertentu. Penggunaan basis data berguna untuk menyimpan informasi ketika sedang tidak dibutuhkan. Informasi tersebut kemudian dapat dijadikan masukan data bagi modul-modul lainnya. Dengan kata lain, basis data ini juga berfungsi sebagi penghubung antar modul. Hal ini seperti diilustrasikan pada gambar 3.1 berikut: 37

2 Gambar 3-1 Arsitektur Model Mesin Bubut Cerdas Sistem diatas akan dimodelkan dengan metode yang merupakan evolusi dari pemodelan berorientasi obyek yang disebut unified modelling language (UML). UML adalah bahasa pemodelan serbaguna yang digunakan untuk membuat spesifikasi, visualisasi, konstruksi, dan dokumentasi hal-hal yang berhubungan dengan sistem perangkat lunak. 3.1 Modul Pengelolaan Data Workshop Pada gambar berikut, diperlihatkan hubungan antara sistem dengan aktor yang akan berinteraksi dengan sistem. Gambar 3-2 Use-case Diagram Pengelolaan Data Workshop Modul pengelolaan data workshop ini terdiri dari kelas Workshop, Asset Workshop, dan Overhead Workshop. 1. Workshop Atribut-atribut yang dimiliki oleh workshop adalah: 1. Workshop ID, merupakan suatu identitas workshop yang membedakan di antara workshop lainnya. 2. Workshop Name, merupakan nama dari suatu workshop. 3. Location Code, merupakan kode lokasi dimana workshop tersebut berada dalam suatu pabrik. 38

3 4. Installed Electric Power, merupakan daya listrik yang terpasang pada workshop tersebut, digunakan untuk menghitung ongkos daya. 5. Electric Power Cost Per kwh, merupakan harga daya listrik per kwh akan menentukan ongkos daya. 6. Work Day A Week, merupakan hari kerja workshop per minggu. 7. Work Day A Hour, merupakan jam kerja workshop per hari. Bersamasama Work Day A Week menentukan jam kerja workshop selama sebulan maupun setahun. 2. Asset Workshop Asset Workshop adalah aset-aset yang dimiliki oleh suatu workshop. Atribut-atribut yang dimiliki oleh Asset Workshop adalah: 1. Asset ID, merupakan suatu identitas aset workshop yang membedakan diantara yang lainnya. 2. Inventory Number, merupakan nomor inventaris aset. 3. Asset Name, merupakan nama dari aset workshop tersebut. 4. Trade Mark, Type, Spesification, merupakan merk, tipe, dan spesifikasi yang dimiliki oleh aset tersebut. 5. Price, Life Time, dan Interest Rate, merupakan harga pembelian, umur produktif, dan bunga suatu aset. Bersama-sama menentukan ongkos tetap kepemilikan aset tersebut. 6. Acquisition Date, merupakan tanggal perolehan/pembelian suatu aset. Apabila, tanggal saat ini telah melewati tanggal perolehan ditambah umur produktif aset, maka ongkos tetap kepemilikan aset tidak diperhitungkan. 3. Overhead Workshop Overhead Workshop adalah beban tak langsung yang dikenakan kepada suatu workshop. Atribut-atribut yang dimiliki adalah: 1. Account Code, merupakan kode akun yang membedakan antara overhead yang satu dengan lainnya. 2. Description, merupakan uraian dari suatu overhead. 3. Charge Cost, merupakan besar beban atau ongkos dari suatu overhead. 39

4 4. Valid Date Start, merupakan tanggal mulai berlaku dari suatu overhead. 5. Valid Period, merupakan periode pemberlakuan suatu overhead. Apabila tanggal saat ini telah melewati periode pemberlakuan, maka ongkos overhead tidak diperhitungkan lagi. Kelas-kelas di atas akan membentuk modul pengelola data workshop seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut ini. Gambar 3-3 Class Diagram Pengelolaan Data Workshop 3.2 Modul Pengelolaan Data Mesin Perkakas Pada gambar berikut, diperlihatkan hubungan antara sistem dengan aktor yang akan berinteraksi dengan sistem. Gambar 3-4 Use-case Diagram Pengelolaan Data Mesin Perkakas Modul pengelola data mesin perkakas ini terdiri dari kelas Machine Tool, Expenses, Maintenance, Spare Part, Preventive Maintenance, dan Operating Parameter. 1. Machine Tool Merupakan model dari mesin perkakas, tidak hanya mesin bubut, namun juga mesin-mesin perkakas lainnya. Atribut-atribut yang dimiliki oleh Machine Tool adalah: 1. Machine ID, merupakan identitas mesin perkakas yang membedakan antara mesin yang satu dengan mesin lainnya. 40

5 2. Workshop ID, merupakan identitas workshop yang menunjukkan kepemilikan terhadap mesin tersebut. 3. Type, merupakan jenis/ tipe mesin perkakas, apakah mesin tersebut merupakan mesin bubut, freis, gurdi, sekrap, gerinda, ataupun lainnya. 4. Inventory Number, Trade Mark, Spesification, merupakan nomor inventaris, merk, dan spesifikasi yang dimiliki oleh suatu mesin perkakas. 5. Swing Over Bed dan Distance Between Center, merupakan tinggi senter dan jarak antar senter. Atribut ini hanya dimiliki oleh mesin bubut. Atribut ini untuk pemilihan mesin perkakas yang sesuai dengan dimensi awal benda kerja (raw-material). Swing Over Bed menunjukkan diameter maksimum benda kerja dan Distance Between Center menunjukkan panjang maksimum benda kerja yang dapat diletakkan pada mesin bubut tersebut. 7. Price, Life Time, dan Interest Rate, merupakan harga pembelian, umur produktif, dan bunga suatu mesin perkakas. Bersama-sama menentukan ongkos tetap kepemilikan mesin perkakas tersebut. 8. Acquisition Date, merupakan tanggal perolehan/pembelian suatu aset. Apabila, tanggal saat ini telah melewati tanggal perolehan ditambah umur produktif aset, maka ongkos tetap kepemilikan aset tidak diperhitungkan. 9. Nominal Electric Power, merupakan daya listrik nominal suatu mesin perkakas. Digunakan untuk menghitung ongkos daya suatu mesin dan juga akan digunakan dalam perhitungan parameter operasi. 10. Operation Status, merupakan status operasi dari suatu mesin. Digunakan dalam pemilihan mesin bubut yang dapat digunakan. 11. Cumulative Operation Hour, merupakan jumlah jam operasi kumulatif yang akan digunakan dalam menentukan konstanta pembagi ongkos overhead yang akan dibebankan kepada mesin tersebut. 2. Expenses Merupakan bahan habis yang digunakan oleh suatu mesin perkakas. Atribut-atribut yang dimilikinya adalah: 41

6 1. Item ID, merupakan identitas barang yang membedakan antara barang yang satu dengan barang lainnya. 2. Item Name, merupakan nama dari suatu barang. 3. Unit, merupakan satuan dari suatu barang. 4. Price Per Unit, merupakan harga barang per satuan. 5. Consumption Level, merupakan tingkat konsumsi suatu mesin perkakas terhadap suatu barang. Bersama-sama Unit dan Price Per Unit menentukan ongkos bahan habis suatu mesin perkakas. 3. Maintenance Merupakan perawatan untuk suatu mesin perkakas. Atribut-atribut yang dimilikinya adalah: 1. Maintenance ID, merupakan identitas suatu perawatan yang membedakan antara perawatan yang satu dengan yang lainnya. 2. Description, merupakan uraian dari perawatan tersebut. 4. SparePart Merupakan suku cadang yang digunakan untuk suatu perawatan tertentu. Atribut-atribut yang dimilikinya adalah: 1. Spare Part ID, merupakan identitas suku cadang yang membedakan antara suku cadang yang satu dengan yang lainnya. 2. Spare Part Name, merupakan nama dari suatu suku cadang. 3. Unit, merupakan satuan dari suatu suku cadang. 4. Price Per Unit, merupakan harga satuan dari suatu suku cadang. 5. Life Time, merupakan umur dari suatu suku cadang. Bersama-sama Unit dan Price Per Unit menentukan ongkos suku cadang. 5. Preventive Maintenance Merupakan perawatan rutin yang dilakukan untuk suatu jenis perawatan tertentu. Atribut-atribut yang dimilikinya adalah: 1. Cost, merupakan besar ongkos untuk perawatan tersebut. 2. Valid Date Start, merupakan tanggal mulai pemberlakuan ongkos. 3. Validation Period, merupakan masa berlaku ongkos suatu perawatan. Apabila tanggal saat ini telah melewati periode pemberlakuan ongkos tersebut, maka ongkos perawatan rutin ini tidak diperhitungkan lagi. 42

7 6. Operating Parameter Merupakan parameter operasi yang dimiliki oleh suatu mesin perkakas. Atribut-atribut yang dimilikinya adalah: 1. Feed Rate, merupakan tingkat gerak makan. 2. Spindel Rotation, merupakan tingkat putaran spindel. Kelas-kelas di atas akan membentuk modul pengelolaan data mesin perkakas seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut ini. Gambar 3-5 Class Diagram Pengelolaan Data Mesin Perkakas Pada saat memulai penggunaan sistem pengelolaan data mesin perkakas diperlukan suatu urutan tertentu, karena terdapat ketergantungan data dari modul satu terhadap modul lainnya. Tanda panah putus-putus memberikan arti ketergantungan modul yang menunjuk terhadap modul yang ditunjuk. Gambar 3-6 Hubungan Pengelolaan Mesin Perkakas dengan Modul Lain 3.3 Modul Pengelolaan Data Pemesinan Pada gambar berikut, diperlihatkan hubungan antara sistem dengan aktor yang akan berinteraksi dengan sistem. 43

8 Gambar 3-7 Use-case Diagram Pengelolaan Data Pemesinan Di dalam sistem ini terdapat pula modul-modul lain diantaranya adalah pengelolaan data material benda kerja, pengelolaan data material pahat dan pengelolaan data parameter pemesinan. Masing-masing modul akan dijelaskan pada sub bab berikut Pengelolaan Data Material Benda Kerja Adapun kelas-kelas yang dibutuhkan pada modul ini adalah: 1. Workpiece Material Classification Merupakan klasifikasi material benda kerja. Atribut yang dimilikinya adalah: 1. Workpiece Material Classification ID, merupakan identitas klasifikasi yang membedakan antara yang satu dengan yang lainnya. 2. Workpiece Material Atribut-atribut yang dimilikinya adalah: 1. Workpiece Material ID, merupakan identitas material benda kerja yang membedakan antara yang satu dengan yang lainnya. 2. Name, merupakan nama dari suatu material. 3. Condition, merupakan kondisi dari suatu material. 4. Brinell Hardness, merupakan kekerasan brinell suatu material. 5. Ultimate Strength, merupakan kekuatan tarik suatu material. 6. Spesific Cutting Force, merupakan gaya pemotongan spesifik suatu material. Dari kelas-kelas di atas, maka dapat digambarkan suatu modul pengelolaan data material benda kerja sebagai berikut: Gambar 3-8 Class Diagram Pengelolaan Data Material Benda Kerja 44

9 3.3.2 Pengelolaan Data Material Pahat Adapun kelas-kelas yang dibutuhkan pada modul ini adalah: 1. Tool Material Classification Merupakan klasifikasi material pahat. Atribut yang dimilikinya adaah: 1. Tool Material Classification ID, merupakan identitas klasifikasi yang membedakan antara yang satu dengan yang lainnya. 2. Tool Material Atribut-atribut yang dimilikinya adalah: 1. Tool Material ID, merupakan identitas material pahat yang membedakan antara yang satu dengan yang lainnya. 2. Vendor ID, merupakan pabrik pembuat material pahat. Dari kelas-kelas di atas, maka dapat digambarkan suatu modul pengelolaan data material pahat sebagai berikut: Gambar 3-9 Class Diagram Pengelolaan Data Material Pahat Pengelolaan Data Parameter Pemesinan Adapun kelas yang dibutuhkan pada modul ini adalah: 1. Machining Parameter Data Merupakan tempat menyimpan data-data parameter pemesinan yang direkomendasikan oleh pabrik pembuat material pahat. Atribut-atribut yang dimilikinya adalah: 1. Process Type, merupakan tipe proses pemesinan. 2. Workpiece Material ID, merupakan identitas material benda kerja. 3. Tool Material ID, merupakan identitas material pahat. 4. Feed Rate Min, merupakan rekomendasi gerak makan minimum. 5. Feed Rate Max, merupakan rekomendasi gerak makan maksimum. 6. Cutting Speed Min, merupakan rekomendasi kecepatan potong minimum. 7. Cutting Speed Max, merupakan rekomendasi kecepatang potong maksimum. 45

10 2. Roughness Level Merupakan parameter kehalusan yang diinginkan untuk produk akhir. Atribut-atribut yang dimiliki oleh Roughness Level adalah: 1. Roughness Level ID, merupakan identitas yang dimiliki oleh suatu roughness level. 2. Ra, merupakan mean roughness index yang dimiliki oleh suatu Roughness Level ID. 3. Rz, merupakan nilai ekuivalen terhadap Ra. 4. Rt, merupakan peak to valey height yang dimiliki oleh suatu Roughness Level ID. 5. Description, merupakan uraian tambahan dari suatu Roughness Level ID. Dari kelas-kelas diatas dapat digambarkan modul pengelolaan data parameter pemesinan ini sebagai berikut: Gambar 3-10 Class Diagram Pengelolaan Data Parameter Pemesinan Dari ketiga modul diatas dapat digambarkan modul pengelolaan data pemesinan sebagai berikut: Gambar 3-11 Class Diagram Pengelolaan Data Pemesinan 46

11 Pada saat memulai penggunaan sistem pengelolaan data pemesinan diperlukan suatu urutan tertentu, karena terdapat ketergantungan data dari modul satu terhadap modul lainnya. Tanda panah putus-putus memberikan arti ketergantungan modul yang menunjuk terhadap modul yang ditunjuk. Gambar 3-12 Hubungan Antar Modul Pengelolaan Data Pemesinan 3.4 Modul Pengelola Kelengkapan Perkakas Potong Pada gambar berikut, diperlihatkan hubungan antara sistem dengan aktor yang akan berinteraksi dengan sistem. Gambar 3-13 Use-case Diagram Pengelolaan Kelengkapan Perkakas Potong Berdasarkan uraian sebelumnya pada sub bab 2.6, perkakas potong (tool set) merupakan susunan dari komponen-komponen penyusun perkakas potong yaitu cutting unit, clamping unit, extension atau reduction, dan adaptor. Untuk membentuk suatu sistem kelengkapan perkakas potong diperlukan modul-modul diantaranya adalah pengelolaan data shank, pengelolaan data ukuran sisipan, pengelolaan data sisipan dan pemegang pahat, pengelolaan data tool set, dan pengelolaan data shank mesin. Masing-masing modul akan dijelaskan pada sub bab berikut Pengelolaan Data Shank Komponen-komponen penyusun suatu tool set (clamping unit, extension atau reduction, adaptor, dan cutting unit) dapat dirangkai jika kedua hal dibawah ini dipenuhi: 1. Shank yang dipegang mempunyai bentuk standar yang sama dengan pemegang, dan 2. Dimensi shank memungkinkan untuk dipasang pada bagian pemegang. Pada suatu sistem pemerkakasan, informasi tentang shank suatu komponen perkakas potong akan digunakan untuk menentukan apakah komponen tersebut 47

12 dapat dipasangkan dengan komponen yang lain. Untuk itu, suatu shank harus memiliki atribut sebagai berikut: 1. Identitas (Shank ID) 2. Jenis/tipe (Shank Type) 3. Ukuran/dimensi (Size) Atribut terpenting yang harus dimiliki sebuah shank yaitu identitas. Sebuah shank harus memiliki identitas yang standar karena ketika dua buah komponen perkakas potong akan dirakit maka komponen tersebut akan mencari pasangannya dengan identitas shank yang sama. Pada kasus ini shank betugas membaca dan menerjemahkan informasi yang dimiliki shank yang lain dan memberikan jawaban apakah bisa saling berpasangan. Sementara atribut lain yang penting adalah jenis (tipe) dari shank tersebut. Jenis (tipe) shank sendiri tersedia bermacam-macam dipasaran tergantung pabrik pembuatnya, sehingga diperlukan model suatu sistem yang dapat memfasilitasi semua produk yang tersedia di pasar. Untuk memenuhi semua kriteria di atas maka diperlukan suatu modul pengelolaan data shank yang dapat dijelaskan pada gambar berikut: Gambar 3-14 Class Diagram Pengelolaan Data Shank Pengelolaan Data Ukuran Sisipan Pada mesin bubut, ada dua tipe cutting unit (pahat) yang dapat digunakan, yaitu pahat dengan sisipan ataupun pahat tanpa sisipan. Atribut penting yang harus dimiliki oleh sebuah cutting unit antara lain material pahat, jenis proses pemesinan yang dapat dilakukan, geometri pahat, shank, dan harga pembelian. Untuk pahat dengan sisipan, maka cutting unit tersebut membutuhkan dua komponen lainnya, yaitu sisipan dan pemegang sisipan. Walaupun kodifikasi sisipan dan pemegang sisipan telah distandarkan oleh ISO, namun sisipan dan pemegang sisipan saat ini tersedia bermacam-macam di pasaran tergantung pabrik pembuatnya. Maka diperlukan suatu model yang dapat memfasilitasi semua produk sisipan dan pemegang sisipan yang tersedia di pasar. Suatu sisipan dapat dicekam pada pemegangnya apabila: 48

13 1. Sisipan yang dicekam mempunyai bentuk standar yang sama dengan pemegangnya, 2. Dimensi sisipan memungkinkan untuk dipasang pada bagian pemegangnya, dan Atribut terpenting yang harus dimiliki oleh sebuah sisipan dan pemegang sisipan agar sisipan tersebut dapat dicekam pada pemegangnya adalah ukuran sisipan. Ketika sebuah sisipan akan dicekam oleh pemegang sisipan, maka sisipan tersebut akan mencari pemegangnya dengan identitas ukuran sisipan yang sama. Untuk mengatasi hal ini, maka dibutuhkan pengelolaan data ukuran sisipan. Suatu ukuran sisipan harus memiliki atribut sebagai berikut: 1. Identitas (Insert Size ID) 2. Jenis/tipe (Insert Size Type) 3. Ukuran (Size) Sama halnya dengan shank, jenis (tipe) ukuran sisipan pun bermacammacam. Maka model pengelolaan data ukuran sisipan dapat dijelaskan dengan gambar berikut: Gambar 3-15 Class Diagram Pengelolaan Data Ukuran Sisipan Pengelolaan Data Sisipan dan Pemegang Pahat Kelas-kelas yang dibutuhkan pada modul ini adalah: 1. Insert (Sisipan) Selain atribut ukuran sisipan, suatu sisipan (insert) dan pemegang sisipan (tool holder) pun harus memiliki atribut lainnya yang merujuk kepada atribut yang dimilik dalam sebuah cutting unit, karena suatu cutting unit dapat terdiri dari sisipan dan pemegang sisipan. Atribut-atribut yang dimiliki oleh sisipan adalah: 1. Insert ID, merupakan kode suatu sisipan yang membedakan antara satu sisipan dengan sisipan lainnya. 2. Process Type, merupakan tipe proses yang direkomendasikan untuk penggunaan suatu sisipan. 49

14 3. Insert Size ID, merupakan ukuran sisipan. Bersama-sama Process Type menentukan Tool Holder yang sesuai. 4. Tool Material, merupakan material dari suatu sisipan. 5. Cutting Edge Number, merupakan jumlah mata potong suatu sisipan yang dapat digunakan. 6. Cutting Edge Length, merupakan panjang mata potong suatu sisipan. 7. Nose Radius, merupakan radius ujung dari suatu sisipan. 8. Feed Direction,merupakan arah gerak pemakanan. 9. Price, merupakan harga pembelian dari suatu sisipan. 10. Rack ID, merupakan kode tempat penyimpanan suatu sisipan. 11. Vendor ID, merupakan kode pabrik pembuat suatu sisipan. 12. Description, merupakan uraian tambahan untuk sisipan tersebut. 2. Tool Holder (Pemegang pahat) Atribut-atribut yang dimiliki oleh Tool Holder adalah: 1. Tool Holder ID, merupakan kode suatu pemegang sisipan yang membedakan antara satu pemegang sisipan dengan yang lainnya. 2. Process Type, merupakan tipe proses yang direkomendasikan untuk penggunaan suatu pemegang sisipan. 3. Insert Size ID, merupakan ukuran sisipan. Bersama-sama Process Type menentukan Insert (sisipan) yang sesuai. 4. Entering Angle, merupakan sudut potong utama dari suatu pemegang sisipan. 5. Shank ID, merupakan tipe shank yang dimiliki oleh suatu pemegang sisipan. Atribut ini akan menentukan kesesuaian dengan komponen perkakas potong lainnya. 6. Length, merupakan panjang badan pemegang sisipan pahat. 7. DMM or H, merupakan diameter bila shank berbentuk round dan panjang sisi shank bila berbentuk square. 8. Tool Direction, merupakan arah gerak pahat. 9. Price, merupakan harga dari suatu pemegang sisipan. 10. Rack ID, merupakan kode tempat penyimpanan suatu pemegang sisipan. 50

15 11. Vendor ID, merupakan kode pabrik pembuat suatu pemegang sisipan. 12. Description, merupakan uraian tambahan untuk pemegang sisipan pahat tersebut. Dari kelas-kelas diatas, maka dapat digambarkan suatu model pengelolaan data sisipan dan pemegang pahat. Gambar 3-16 Class Diagram Pengelolaan Data Sisipan dan Pemegang Pahat Pengelolaan Data Tool Set Suatu kombinasi perkakas potong atau tool set merupakan pola susunan komponen perkakas yang membentuk sistem pemerkakasan (tooling system). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya suatu tool set dapat terdiri dari: 1. Kombinasi clamping unit extension adaptor cutting unit 2. Kombinasi clamping unit adaptor cutting unit 3. Kombinasi clamping unit extension cutting unit 4. Kombinasi clamping unit cutting unit Maka suatu tool set dapat terdiri dari cutting unit, adaptor, extension, dan clamping unit. Sehingga pada modul ini pun terdiri dari 4 kelas, yaitu: 1. Cutting Unit Cutting unit (pahat) sangat penting untuk menentukan apakah sebuah pahat dapat digunakan pada suatu proses pemesinan tertentu. Atributatribut yang dimiliki oleh suatu cutting unit adalah: 1. Cutting Unit ID, merupakan identitas pahat yang membedakan antara pahat yang satu dengan yang lainnya. 51

16 2. Process Type, merupakan proses yang dapat dilakukan oleh suatu pahat. 3. Insert ID, merupakan identitas sisipan pahat. 4. Tool Holder ID, merupakan identitas pemegang sisipan pahat. 5. Tool Material, merupakan material suatu pahat. 6. Cutting Edge Number, merupakan jumlah mata potong dari suatu pahat yang dapat digunakan. 7. Cutting Edge Length, merupakan panjang mata potong dari suatu pahat. 8. Nose Radius, merupakan radius ujung dari suatu pahat. 9. Entering Angle, merupakan sudut potong utama dari suatu pahat. 10. Shank ID, merupakan tipe shank yang dimiliki oleh suatu pahat. Atribut ini akan menentukan kesesuaian dengan komponen perkakas potong lainnya. 11. Length, merupakan panjang badan pahat. 12. DMM or B, merupakan diameter bila shank berbentuk round atau panjang sisi shank bila berbentuk square. 13. Price, merupakan harga pembelian dari suatu pahat. 14. Rack ID, merupakan kode tempat penyimpanan suatu pahat. 15. Vendor ID, merupakan kode pabrik pembuat suatu pahat. 16. Description, merupakan uraian tambahan untuk pahat tersebut. 2. Clamping unit, Extension, dan Adaptor Sementara itu, model untuk komponen penyusun perkakas potong lainnya selain cutting unit, yaitu clamping unit, extension, dan adaptor pada umumnya sama. Atribut-atribut yang dimiliki oleh komponen perkakas potong adalah: 1. ID, merupakan identitas komponen perkakas potong yang membedakan antara yang satu dengan yang lainnya. 2. Shank ID, merupakan atribut yang paling penting untuk ketiga komponen ini. Setiap komponen perkakas potong mempunyai 2 buah shank untuk kedua sisinya yaitu t_shank_id dan m_shank_id. Awalan t_ merujuk kepada shank untuk sisi komponen perkakas potong yang dekat dengan 52

17 pahat potong sementara awalan m_ merujuk kepada shank untuk sisi komponen perkakas potong yang dekat dengan mesin perkakas. Dua buah komponen penyusun perkakas potong dapat dipasangkan apabila t_shank_id salah satu sisi komponen perkakas potong bersesuaian dengan m_shank_id sisi komponen perkakas potong lainnya. 3. Length, merupakan panjang badan komponen perkakas potong. 4. Diameter shank untuk sisi mesin (dmm) apabila shank berbentuk round atau panjang sisi (hm) apabila shank berbentuk square dan diameter shank untuk sisi pahat (dmt) apabila shank berbentuk round atau panjang sisi (ht) apabila shank berbentuk square. 5. Price, merupakan harga suatu komponen perkakas potong. 6. Rack ID, merupakan kode tempat penyimpanan komponen perkakas potong. 7. Vendor ID, merupakan kode pabrik pembuat komponen perkakas potong. 8. Description, merupakan uraian sebagai tambahan informasi untuk suatu komponen perkakas potong. Dari keempat kelas diatas, maka dapat digambarkan suatu sistem pengelolaan data tool set sebagai berikut: Gambar 3-17 Class Diagram Pengelolaan Data Tool Set 53

18 3.4.5 Pengelolaan Data Shank Mesin Merupakan jenis-jenis shank yang dimiliki oleh suatu mesin perkakas. Satu mesin perkakas dapat memiliki lebih dari satu jenis shank, sehingga beberapa clamping unit dapat dipasangkan pada satu mesin perkakas. Kelas yang dibutuhkan pada model ini adalah: 1. Shank Machine Atribut-atribut yang dimiliki oleh kelas ini adalah: 1. Machine ID, merupakan identitas mesin perkakas yang memiliki jenisjenis shank. 2. Shank ID, merupakan identitas shank. Maka, sistem pengelolaan data shank mesin dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 3-18 Class Diagram Pengelolaan Data Shank Mesin Dari kelima modul diatas dapat digambarkan suatu sistem pengelolaan data kelengkapan perkakas potong yang lengkap sebagai berikut: Gambar 3-19 Class Diagram Pengelolaan Kelengkapan Perkakas Potong 54

19 Pada saat memulai penggunaan modul pengelolaan data kelengkapan perkakas potong diperlukan suatu urutan tertentu karena terdapat ketergantungan data dari modul satu terhadap modul lainnya. Tanda panah putus-putus pada gambar berikut memberikan arti ketergantungan modul yang menunjuk terhadap modul yang ditunjuk. Gambar 3-20 Hubungan Antar Pengelola Kelengkapan Perkakas Potong 3.5 Modul SmartLathe Seperti yang telah dikemukakan di awal ada empat kecerdasan yang wajib dimiliki oleh sistem ini. Kecerdasan yang pertama telah dipenuhi oleh keempat modul diatas. Sementara 3 kecerdasan lainnya akan dipenuhi oleh ketiga sistem berikut, yaitu: 1. Penghitung ongkos pemakaian mesin per menit. 2. Pengelolaan proses (data input tiap-tiap proses) dan pemilihan tool set yang sesuai. 3. Penghitung parameter tiap-tiap proses dan ongkos pemesinan. Ketiga sistem diatas pun akan memiliki kecerdasan-kecerdasan spesifik. Ketiganya akan dijelaskan oleh subbab berikut. Pada gambar berikut ini, diperlihatkan hubungan antara sistem dengan aktor yang akan berinteraksi dengan sistem. 55

20 Gambar 3-21 Use-case Diagram SmartLathe Penghitung Ongkos Pemakaian Mesin Per Menit Adapun kecerdasan yang dimiliki oleh sistem ini adalah: a. Memiliki fungsi penghitungan ongkos pemakaian mesin dengan metode (rumus) yang diberikan pada subbab 2-8. b. Memiliki logika untuk tidak memperhitungkan kembali ongkos yang terjadi bila periode pemberlakuan telah terlewati. Sistem ini terdiri dari satu kelas yaitu Machine Rate. Atribut-atribut kelas ini dapat dijelaskan dengan gambar berikut: 56

21 Gambar 3-22 Class Diagram Penghitung Ongkos Pemakaian Mesin Pada saat memulai penggunaan sistem penghitung ongkos pemakaian mesin per menit diperlukan suatu urutan tertentu karena terdapat ketergantungan data dari modul satu terhadap modul lainnya. Tanda panah putus-putus pada gambar berikut memberikan arti ketergantungan modul yang menunjuk terhadap modul yang ditunjuk. Gambar 3-23 Hubungan Penghitung Ongkos Mesin dengan Modul Lain Pengelola Proses dan Pemilihan Tool Set Adapun kecerdasan yang dimiliki oleh sistem ini adalah: a. Memiliki fungsi pengelola urutan proses dan pemasukan input data-data yang diperlukan tiap-tiap proses. b. Memiliki fungsi pemilihan alternatif tool set untuk tiap-tiap proses berdasarkan mesin dan material benda kerja yang digunakan. Proses-proses yang dapat dilakukan oleh SmartLathe ini dibatasi menjadi sembilan tipe proses (process type). Proses-proses tersebut yaitu: 1. Turning 2. Facing 3. External Grooving 57

22 4. Internal Grooving 5. Cutting 6. Drilling 7. Boring 8. External Threading 9. Internal Threading Masing-masing proses dibuat dalam satu kelas. Atribut-atribut penting yang dimiliki masing-masing kelas adalah: 1. Machine ID, merupakan identitas mesin yang digunakan untuk melakukan proses tersebut. 2. Workpiece Material ID, merupakan identitas material benda kerja yang akan diproses. 3. Dimensi awal dan akhir proses pemesinan, yaitu: - Initial Diameter (d o ), merupakan diameter awal benda kerja untuk proses turning dan boring. - Finished Diameter (d m ), merupakan diameter akhir benda kerja. - Depth of Cut (a), merupakan kedalaman potong yang diinginkan untuk proses facing, grooving, cutting, dan drilling. - Pitch (p), untuk proses threading. - Length (l w ), merupakan panjang pemesinan. - Roughness Level (R t ), merupakan tingkat kehalusan permukaan akhir benda kerja yang diinginkan untuk proses turning dan boring. 4. Tool Set, merupakan set pahat yang akan digunakan untuk melakukan suatu proses, yaitu: - Clamping Unit ID, merupakan identitas clamping unit yang tersedia berdasarkan mesin yang digunakan. - Extension ID, merupakan identitas extension yang tersedia berdasarkan clamping unit yang digunakan. - Adaptor ID, merupakan identitas adaptor yang tersedia berdasarkan clamping unit atau extension yang digunakan. - Cutting Unit ID, merupakan identitas cutting unit yang tersedia berdasarkan clamping unit, extension atau adaptor yang digunakan. 58

23 Berikut merupakan gambaran dari sistem ini. Kelas process type ini merupakan generalisasi dari kesembilan proses diatas. Gambar 3-24 Class Diagram Pengelola Proses dan Pemilihan Tool Set Pada saat memulai penggunaan sistem pengelola proses dan pemilihan tool set diperlukan suatu urutan tertentu karena terdapat ketergantungan data dari modul satu terhadap modul lainnya. Tanda panah putus-putus pada gambar berikut memberikan arti ketergantungan modul yang menunjuk terhadap modul yang ditunjuk. Gambar 3-25 Hubungan Pengelola Proses dan Tool Set dengan Modul Lain Penghitung Parameter Proses dan Ongkos Pemesinan Adapun kecerdasan yang dimiliki oleh sistem ini adalah: a. Memiliki fungsi penghitungan parameter proses dengan metode (rumus) yang diberikan pada subbab 2-9. b. Memiliki fungsi penghitungan ongkos pemesinan. c. Memiliki fungsi penyajian hasil penghitungan. Sistem ini terdiri dari satu kelas yaitu Process Parameter. Atribut-atribut kelas ini dapat dilihat pada dengan gambar berikut: 59

24 Gambar 3-26 Class Diagram Penghitung Parameter Proses Pada saat memulai penggunaan sistem penghitung parameter proses dan ongkos pemesinan ini diperlukan suatu urutan tertentu karena terdapat ketergantungan data dari modul satu terhadap modul lainnya. Tanda panah putusputus pada gambar berikut memberikan arti ketergantungan modul yang menunjuk terhadap modul yang ditunjuk. Gambar 3-27 Hubungan Penghitung Parameter Proses dengan Modul Lain Dari model diatas maka dapat dirancang suatu database (basis data) yang terdiri dari tabel-tabel untuk menyimpan data. Tabel-tabel ini disusun menjadi sebuah struktur yang pada akhirnya membentuk sebuah PDM (physical data model) untuk model ini. PDM tersebut kemudian diterjemahkan dalam DBMS (Database Management Server) MySQL. 60

BAB IV 4 STUDI KASUS

BAB IV 4 STUDI KASUS BAB IV 4 STUDI KASUS Model mesin bubut cerdas yang dikembangkan pada tugas akhir ini merupakan suatu model yang akan digunakan pada perusahaan manufaktur bertipe jobshop. Oleh karena itu, pada bab ini

Lebih terperinci

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG PEMODELAN MESIN BUBUT CERDAS TUGAS SARJANA Karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Institut Teknologi Bandung Oleh Lindung P. Manik 13103019 PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C

ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C 1 Azwinur, 2 Taufiq 1 Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan Km.280 Buketrata Lhokseumawe.

Lebih terperinci

BAB li TEORI DASAR. 2.1 Konsep Dasar Perancangan

BAB li TEORI DASAR. 2.1 Konsep Dasar Perancangan BAB li TEORI DASAR Pada bab ini dijelaskan mengenai konsep dasar perancangan, teori dasar pemesinan, mesin bubut, komponen komponen utama mesin dan eretan (carriage). 2.1 Konsep Dasar Perancangan Perancangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

Lebih terperinci

PROSES PEMBUBUTAN LOGAM. PARYANTO, M.Pd.

PROSES PEMBUBUTAN LOGAM. PARYANTO, M.Pd. PROSES PEMBUBUTAN LOGAM PARYANTO, M.Pd. Jur.. PT. Mesin FT UNY Proses bubut adalah proses pemesinan untuk menghasilkan bagian-bagian mesin (komponen) berbentuk silindris yang dikerjakan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB II 2 KAJIAN PUSTAKA BAB II 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sistem Produksi Produksi dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan atau menciptakan nilai suatu benda [1]. Dalam kegiatan produksi diperlukan masukan berupa

Lebih terperinci

Gambar I. 1 Mesin Bubut

Gambar I. 1 Mesin Bubut BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kata manufaktur berasal dari bahasa latin manus dan factus yang berarti dibuat dengan tangan. Kata manufacture muncul pertama kali tahun 1576, dan kata manufacturing muncul

Lebih terperinci

Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir

Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir Agung Premono 1, a *, Triyono 1, R. Ramadhani 2, N. E. Fitriyanto 2 1 Dosen, Jurusan

Lebih terperinci

PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045

PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045 PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045 Yuni Hermawan Jurusan Teknik Mesin -Fakultas Teknik - Universitas Jember Email: yunikaka@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri akan ikut berkembang seiring dengan tingginya tuntutan dalam sebuah industri

I. PENDAHULUAN. industri akan ikut berkembang seiring dengan tingginya tuntutan dalam sebuah industri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi telah merubah industri manufaktur menjadi sebuah industri yang harus dapat berkembang dan bersaing secara global. Pada dasarnya seluruh elemen dalam

Lebih terperinci

PENERAPAN PENILAIAN KEKASARAN PERMUKAAN (SURFACE ROUGHNESS ASSESSMENT) BERBASIS VISI PADA PROSES PEMBUBUTAN BAJA S45C

PENERAPAN PENILAIAN KEKASARAN PERMUKAAN (SURFACE ROUGHNESS ASSESSMENT) BERBASIS VISI PADA PROSES PEMBUBUTAN BAJA S45C PENERAPAN PENILAIAN KEKASARAN PERMUKAAN (SURFACE ROUGHNESS ASSESSMENT) BERBASIS VISI PADA PROSES PEMBUBUTAN BAJA S45C Yanuar Burhanuddin, Suryadiwansa Harun, Evans Afriant N., Tomy D.A. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS KEAUSAN PAHAT TERHADAP KUALITAS PERMUKAAN BENDA KERJA PADA PROSES PEMBUBUTAN

ANALISIS KEAUSAN PAHAT TERHADAP KUALITAS PERMUKAAN BENDA KERJA PADA PROSES PEMBUBUTAN ANALISIS KEAUSAN PAHAT TERHADAP KUALITAS PERMUKAAN BENDA KERJA PADA PROSES PEMBUBUTAN Eko Prasetyo, Hendri Sukma 2, Agri Suwandi 2 Jurusan Teknik Mesin Universitas Pancasila, Srengseng Sawah Jagakarsa,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Proses Produksi Proses produksi adalah tahap-tahap yang harus dilewati dalam memproduksi barang atau jasa. Ada proses produksi membutuhkan waktu yang lama, misalnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Spesimen dan Peralatan. Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Spesimen dan Peralatan. Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Studi Pustaka Persiapan Spesimen dan Peralatan Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah Permesinan dengan Pemakaian Jenis Pahat

Lebih terperinci

PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60

PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60 PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60 Hasrin Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl.Banda

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan dalam 4 bulan yaitu dari bulan Oktober 2014

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan dalam 4 bulan yaitu dari bulan Oktober 2014 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan dalam 4 bulan yaitu dari bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 2014. Penelitian akan dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

B A B I I LANDASAN TEORI

B A B I I LANDASAN TEORI B A B I I LANDASAN TEORI 2.1 Proses Manufaktur Manufaktur merupakan suatu aktivitas manusia yang mencakup semua fase dalam kehidupan. Computer Aided Manufacturing International (CAM-I) mendefinisikan manufaktur

Lebih terperinci

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA (SKKNI) BIDANG KOMPETENSI 1. KELOMPOK DASAR / FOUNDATION 2. KELOMPOK INTI 3. PERAKITAN (ASSEMBLY) 4. PENGECORAN DAN PEMBUATAN CETAKAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 HASIL SOFTWARE Tampilan untuk program konversi khusus untuk kasus general_revolution dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Gambar 4.1 Tampilan program konversi Pada jendela

Lebih terperinci

Bab II Teori Dasar Gambar 2.1 Jenis konstruksi dasar mesin freis yang biasa terdapat di industri manufaktur.

Bab II Teori Dasar Gambar 2.1 Jenis konstruksi dasar mesin freis yang biasa terdapat di industri manufaktur. Bab II Teori Dasar Proses freis adalah proses penghasilan geram yang menggunakan pahat bermata potong jamak (multipoint cutter) yang berotasi. Pada proses freis terdapat kombinasi gerak potong (cutting

Lebih terperinci

Simulasi Komputer untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan pada Proses Pembubutan Silindris

Simulasi Komputer untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan pada Proses Pembubutan Silindris Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin, SNTTM-VI, 2007 Jurusan Teknik Mesin, Universitas Syiah Kuala Simulasi Komputer untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan pada Proses Pembubutan Silindris Muhammad

Lebih terperinci

BAKU 4 PROSES GURDI (DRILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta

BAKU 4 PROSES GURDI (DRILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta BAKU 4 PROSES GURDI (DRILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2010 1 Proses gurdi adalah proses pemesinan yang paling sederhana diantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Berbagai proses pemesinan dilakukan guna mengubah bahan baku

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Berbagai proses pemesinan dilakukan guna mengubah bahan baku BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi seperti saat ini, persaingan-persaingan dalam pembuatan suatu produk menjadi semakin meningkat. Berbagai proses

Lebih terperinci

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING)

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING) TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING) Proses permesinan (machining) : Proses pembuatan ( manufacture) dimana perkakas potong ( cutting tool) digunakan untuk membentuk material dari bentuk dasar menjadi

Lebih terperinci

TI-2121: Proses Manufaktur

TI-2121: Proses Manufaktur TI-2121: Proses Manufaktur Operasi Pemesinan & Mesin Perkakas Laboratorium Sistem Produksi www.lspitb.org 2003 1. Hasil Pembelajaran Umum: Memberikan mahasiswa pengetahuan yang komprehensif tentang dasar-dasar

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Gambar 3.1 Baja AISI 4340

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Gambar 3.1 Baja AISI 4340 26 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan 3.1.1 Benda Kerja Benda kerja yang digunakan untuk penelitian ini adalah baja AISI 4340 yang telah dilakukan proses pengerasan (hardening process). Pengerasan dilakukan

Lebih terperinci

BAB 3 RANCANGAN DAN PELAKSANAAN PERCOBAAN

BAB 3 RANCANGAN DAN PELAKSANAAN PERCOBAAN BAB 3 RANCANGAN DAN PELAKSANAAN PERCOBAAN 3.1 Instalasi Alat Percobaan Alat yang digunakan untuk melakukan percobaan adalah mesin CNC 5 axis buatan Deckel Maho, Jerman dengan seri DMU 50 evolution. Dalam

Lebih terperinci

Pengaruh Perubahan Parameter Pemesinan Terhadap Surface Roughness Produk Pada Proses Pemesinan dengan Single Cutting Tool

Pengaruh Perubahan Parameter Pemesinan Terhadap Surface Roughness Produk Pada Proses Pemesinan dengan Single Cutting Tool Pengaruh Perubahan Parameter Pemesinan Terhadap Surface Roughness Produk Pada Proses Pemesinan dengan Single Cutting Tool Sally Cahyati 1,a, Triyono, 2,b M Sjahrul Annas 3,c, A.Sumpena 4,d 1,2,3 Jurusan

Lebih terperinci

PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd.

PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd. PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd. Jur.. PT. Mesin FT UNY Proses pemesinan freis (milling) adalah penyayatan benda kerja menggunakan alat dengan mata potong jamak yang berputar. proses potong Mesin

Lebih terperinci

Bab IV Data Pengujian

Bab IV Data Pengujian Bab IV Data Pengujian 4.1 Data Benda Kerja Dalam pengujian ini, benda kerja yang digunakan adalah Alumunium 2024. Komposisi dari unsur penyusunnya dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Komposisi unsur

Lebih terperinci

B. Sentot Wijanarka, Teknik Pemesinan Dasar, BAB 2

B. Sentot Wijanarka, Teknik Pemesinan Dasar, BAB 2 BAB 2 PROSES BUBUT(TURNING) Tujuan : Setelah mempelajari materi ajar ini mahasiswa memilikim kompetensi: 1. Dapat merencanakan proses pemesinan pembuatan poros lurus dengan menggunakan mesin bubut 2. Dapat

Lebih terperinci

Simulasi Komputer Untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan Pada Proses Cylindrical Turning Berdasarkan Parameter Undeformed Chip Thickness

Simulasi Komputer Untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan Pada Proses Cylindrical Turning Berdasarkan Parameter Undeformed Chip Thickness Simulasi Komputer Untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan Pada Proses Cylindrical Turning Berdasarkan Parameter Undeformed Chip Thickness Oegik Soegihardjo Dosen Fakultas Teknologi Industri, Jurusan

Lebih terperinci

BAB 4 PROSES GURDI (DRILLING)

BAB 4 PROSES GURDI (DRILLING) BAB 4 PROSES GURDI (DRILLING) 101 Proses gurdi adalah proses pemesinan yang paling sederhana diantara proses pemesinan yang lain. Biasanya di bengkel atau workshop proses ini dinamakan proses bor, walaupun

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL

PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL Muhammad Sabil 1, Ilyas Yusuf 2, Sumardi 2, 1 Mahasiswa Prodi D-IV Teknik

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisa Sistem Yang Berjalan Proses yang sedang berjalan dalam penerapan data mining untuk memprediksi minat pembeli barang elektronik khususnya komputer dan sparepart

Lebih terperinci

METODE DAN TEKNIK PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI

METODE DAN TEKNIK PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI METODE DAN TEKNIK PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI SYSTEM DEVELOPMENT LIFE CYCLE (SDLC) SDLC adalah suatu proses logis dimana analis sistem, engineer, programmer, dan pengguna (end-users) membangun sistem

Lebih terperinci

BAB III KONVERSI FILE STEP-NC KE G CODE

BAB III KONVERSI FILE STEP-NC KE G CODE BAB III KONVERSI FILE STEP-NC KE G CODE 3.1 PEMETAAN (MAPPING) Langkah awal untuk melakukan proses konversi file STEP-NC ke G Code adalah dengan proses mapping. Proses mapping adalah proses memetakan hubungan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Bahan Dan Alat Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan di dalam penelitian ini berupa data, meliputi data master dan data pendukung. Data master adalah data

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisis Masalah Saat ini pencatatan dan pengelolaan penginventarisan dan penyusutan barang-barang pada PT. Langkat Nusantara Kepong masih dilakukan secara manual

Lebih terperinci

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING)

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) IRVAN YURI SETIANTO NIM: 41312120037 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Pahat dan Cairan Pendingin

Pengaruh Jenis Pahat dan Cairan Pendingin Pengaruh Jenis Pahat dan Cairan Pendingin PENGARUH JENIS PAHAT DAN CAIRAN PENDINGIN SERTA KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN DAN KEKERASAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL

Lebih terperinci

Perhitungan Ongkos Produksi

Perhitungan Ongkos Produksi Gambar Benda Kerja: Perhitungan Ongkos Produksi Di Kartel 20 9,46 0 12 10 45 0 X 1 29 5 30 5 30 Komponen ongkos yang dihitung: C = C + C u m o Dimana: C u = Ongkos total Rp/Produk C m = Ongkos Material

Lebih terperinci

Gatot Setyono 1. 1Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Gatot Setyono 1. 1Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya JHP17 Jurnal Hasil Penelitian LPPM Untag Surabaya Pebruari 2016, Vol. 01, No. 01, hal 61-70 OPTIMASI PEMESINAN PEMBUATAN VARIASI TUTUP KATUB SUSPENSI UDARA HONDA GL MAX 125cc DI MESIN TURNING CNC TU-2A

Lebih terperinci

3.6 Data Mining Klasifikasi Algoritma k-nn (k-nearest Neighbor) Similaritas atribut numerik

3.6 Data Mining Klasifikasi Algoritma k-nn (k-nearest Neighbor) Similaritas atribut numerik DAFTAR ISI PERNYATAAN... iii PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR PERSAMAAN... xv DAFTAR ALGORITMA... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii INTISARI... xviii ABSTRACT...

Lebih terperinci

STEMAN 2012 ISBN : 978-979-17047-4-8 PEMODELAN SISTEM PENGHITUNGAN TARIF MESIN PRODUKSI DENGAN MEMPERHITUNGKAN BEBAN LANGSUNG DAN TAK LANGSUNG Hendri Van Hoten 1, Yatna Yuwana Martawirya 2, Sri Raharno

Lebih terperinci

SIMULASI UNTUK MEMPREDIKSI PENGARUH PARAMETER CHIP THICKNESS TERHADAP DAYA PEMOTONGAN PADA PROSES CYLINDRICAL TURNING

SIMULASI UNTUK MEMPREDIKSI PENGARUH PARAMETER CHIP THICKNESS TERHADAP DAYA PEMOTONGAN PADA PROSES CYLINDRICAL TURNING Simulasi untuk Memprediksi Pengaruh... Muhammad Yusuf, M. Sayuti SIMULASI UNTUK MEMPREDIKSI PENGARUH PARAMETER CHIP THICKNESS TERHADAP DAYA PEMOTONGAN PADA PROSES CYLINDRICAL TURNING Muhammad Yusuf 1)

Lebih terperinci

PENINGKATKAN PRODUKTIVITAS PROSES PEMESINAN DENGAN AUTOMATIC TOOL CHANGER (ATC) DAN AUTOMATIC PALLET CHANGER (APC)

PENINGKATKAN PRODUKTIVITAS PROSES PEMESINAN DENGAN AUTOMATIC TOOL CHANGER (ATC) DAN AUTOMATIC PALLET CHANGER (APC) PENINGKATKAN PRODUKTIVITAS PROSES PEMESINAN DENGAN AUTOMATIC TOOL CHANGER (ATC) DAN AUTOMATIC PALLET CHANGER (APC) A. PENGANTAR Produktivitas dan effisiensi merupakan masalah pokok dalam setiap proses.

Lebih terperinci

PENGARUH FEEDING DAN SUDUT POTONG UTAMA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN LOGAM HASIL PEMBUBUTAN RATA PADA MATERIAL BAJA ST 37

PENGARUH FEEDING DAN SUDUT POTONG UTAMA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN LOGAM HASIL PEMBUBUTAN RATA PADA MATERIAL BAJA ST 37 PENGARUH FEEDING DAN SUDUT POTONG UTAMA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN LOGAM HASIL PEMBUBUTAN RATA PADA MATERIAL BAJA ST 37 ADENG PRIANA 2011 / 1106805 PENDIDIKAN TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

Analisa Perhitungan Waktu dan Biaya Produksi pada Proses Drilling

Analisa Perhitungan Waktu dan Biaya Produksi pada Proses Drilling LJTMU: Vol. 02, No. 02, Oktober 2015, (01-06) ISSN Print : 2356-3222 ISSN Online : 2407-3555 http://ejournal-fst-unc.com/index.php/ljtmu Analisa Perhitungan Waktu dan Biaya Produksi pada Proses Drilling

Lebih terperinci

ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY

ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY Sobron Yamin Lubis & Agustinus Christian Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam perusahaan atau instansi tentu nya memiliki data yang cukup besar, salah satunya adalah inventory. Suatu kegiatan dalam proses pengolahan data pada suatu gudang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PROSES PEMESINAN SILINDER SLEEVE DENGAN CNC TIGA OPERATION PLAN DAN EMPAT OPERATION PLAN ABSTRACT

PERBANDINGAN PROSES PEMESINAN SILINDER SLEEVE DENGAN CNC TIGA OPERATION PLAN DAN EMPAT OPERATION PLAN ABSTRACT PERBANDINGAN PROSES PEMESINAN SILINDER SLEEVE DENGAN CNC TIGA OPERATION PLAN DAN EMPAT OPERATION PLAN Sutiyoko 1), Muhammad Farid Nur 2) 1),2) Jurusan Teknik Pengecoran Logam, Politeknik Manufaktur Ceper,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kaca banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari terutama untuk peralatan optik dan biochips akan tetapi proses fabrikasi kaca sangat terbatas, terutama untuk proses-proses

Lebih terperinci

KAJIAN UMUR PAHAT PADA PEMBUBUTAN KERING DAN KERAS BAJA AISI 4340 MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA PVD BERLAPIS

KAJIAN UMUR PAHAT PADA PEMBUBUTAN KERING DAN KERAS BAJA AISI 4340 MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA PVD BERLAPIS KAJIAN UMUR PAHAT PADA PEMBUBUTAN KERING DAN KERAS BAJA AISI 4340 MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA PVD BERLAPIS SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik PIETER 120401043

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN POTONG PADA PROSES PEMBUBUTAN TERHADAP SURFACE ROUGHNESS DAN TOPOGRAFI PERMUKAAN MATERIAL ALUMINIUM ALLOY

PENGARUH KECEPATAN POTONG PADA PROSES PEMBUBUTAN TERHADAP SURFACE ROUGHNESS DAN TOPOGRAFI PERMUKAAN MATERIAL ALUMINIUM ALLOY PENGARUH KECEPATAN POTONG PADA PROSES PEMBUBUTAN TERHADAP SURFACE ROUGHNESS DAN TOPOGRAFI PERMUKAAN MATERIAL ALUMINIUM ALLOY Sobron Yamin Lubis 1, Erwin Siahaan 2 dan Kevin Brian 3 1,2,3 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

28 Gambar 4.1 Perancangan Produk 4.3. Proses Pemilihan Pahat dan Perhitungan Langkah selanjutnya adalah memilih jenis pahat yang akan digunakan. Karen

28 Gambar 4.1 Perancangan Produk 4.3. Proses Pemilihan Pahat dan Perhitungan Langkah selanjutnya adalah memilih jenis pahat yang akan digunakan. Karen 27 BAB IV SOP PENGOPERASIAN MESIN BUBUT KONVENSIONAL UNTUK MEMBUBUT PERMUKAAN 4.1. Ukuran Benda Kerja Sebelum melakukan proses pembubutan, langkah awal yang perlu dilakukan oleh seorang operator adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian merupakan tahapan atau gambaran yang akan dilakukan dalam melakukan penelitian. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Flowchart

Gambar 4.1 Flowchart BAB IV PERANCANGAN SISTEM 4.1. Perancangan Algoritma Dalam merancang proses pada Sistem Informasi ini penulis menggunakan Flowchart dan UML sebagai case tool dalam merancang proses yang terjadi di dalam

Lebih terperinci

Parameter Pemotongan pada Proses Pembubutan

Parameter Pemotongan pada Proses Pembubutan Materi 1 Parameter Pemotongan pada Proses Pembubutan Yang dimaksud dengan parameter pemotongan pada proses pembubutan adalah, informasi berupa dasar-dasar perhitungan, rumus dan tabel-tabel yang mendasari

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN : TEKNIK PEMESINAN JENJANG PENDIDIKAN : SMK

MATA PELAJARAN : TEKNIK PEMESINAN JENJANG PENDIDIKAN : SMK MATA PELAJARAN : TEKNIK PEMESINAN JENJANG PENDIDIKAN : SMK Kompeten Pedagogi 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. 2.

Lebih terperinci

PENGARUH LAJU PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PAHAT CARBIDE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA BUBUT S45C KONDISI NORMAL DAN DIKERASKAN

PENGARUH LAJU PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PAHAT CARBIDE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA BUBUT S45C KONDISI NORMAL DAN DIKERASKAN POLITEKNOLOGI VOL. 11 NO. 3, SEPTEMBER 2012 PENGARUH LAJU PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PAHAT CARBIDE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA BUBUT S45C KONDISI NORMAL DAN DIKERASKAN Darius Yuhas Dosen Teknik

Lebih terperinci

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT 1 BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT PENGERTIAN Membubut adalah proses pembentukan benda kerja dengan mennggunakan mesin bubut. Mesin bubut adalah perkakas untuk membentuk benda kerja dengan gerak utama berputar.

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. pemesinan. Berikut merupakan gambar kerja dari komponen yang dibuat: Gambar 1. Ukuran Poros Pencacah

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. pemesinan. Berikut merupakan gambar kerja dari komponen yang dibuat: Gambar 1. Ukuran Poros Pencacah BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Identifikasi Gambar Kerja Gambar kerja merupakan alat komunikasi bagi orang manufaktur. Dengan melihat gambar kerja, operator dapat memahami apa yang diinginkan perancang

Lebih terperinci

Kata kunci: Proses Milling, Variasi Kecepatan Putar dan Kedalaman Makan, Surface Roughness

Kata kunci: Proses Milling, Variasi Kecepatan Putar dan Kedalaman Makan, Surface Roughness Uji Kekasaran Permukaan Benda Kerja Pada Baja ST 37 Hasil Proses Milling Akibat Variasi Kecepatan Putar dan Kedalaman Makan Menggunakan Surface Roughness Tester Widson*, Naufal Abdurrahman P, Cahyo Budi

Lebih terperinci

BUKU 2 PROSES BUBUT (TURNING) ALAN ANDIKA PRIYATAMA, M.Pd

BUKU 2 PROSES BUBUT (TURNING) ALAN ANDIKA PRIYATAMA, M.Pd BUKU 2 PROSES BUBUT (TURNING) ALAN ANDIKA PRIYATAMA, M.Pd PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 3 PURBALINGGA 2014 1 PRAKATA DEMI MASA Masa tersulit adalah saat roda pertama kali

Lebih terperinci

PENGARUH FEEDING, KECEPATAN POTONG PAHAT CARBIDE TERHADAP KUALITAS PEMBUBUTAN BAHAN BAJA S45C. Rizwan Nur Agist, Joko Waluyo, Saiful Huda

PENGARUH FEEDING, KECEPATAN POTONG PAHAT CARBIDE TERHADAP KUALITAS PEMBUBUTAN BAHAN BAJA S45C. Rizwan Nur Agist, Joko Waluyo, Saiful Huda E-Jurnal Teknik Mesin, Vol. 2 No. Desember 2014 ISSN:2337-2 PENGARUH FEEDING, KECEPATAN POTONG PAHAT CARBIDE TERHADAP KUALITAS PEMBUBUTAN BAHAN BAJA S45C Rizwan Nur Agist, Joko Waluyo, Saiful Huda Jurusan

Lebih terperinci

BAB 3 PERALATAN DAN PROSEDUR PENELITIAN

BAB 3 PERALATAN DAN PROSEDUR PENELITIAN BAB 3 PERALATAN DAN PROSEDUR PENELITIAN 3.1 Material dan Peralatan Penelitian Penelitian ini menggunakan material besi silinder pejal carbonsteel setara ST 41 dengan diameter 20 mm sejumlah 10 buah sampel.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Mekanik Universitas Lampung, yang meliputi beberapa proses sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Mekanik Universitas Lampung, yang meliputi beberapa proses sebagai berikut: 35 III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Mekanik Universitas Lampung, yang meliputi beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses pemotongan benda kerja

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 TEKNIK PEMESINAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 TEKNIK PEMESINAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 TEKNIK PEMESINAN BAB II PEMESINAN BUBUT B. SENTOT WIJANARKA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB 2 PROSES BUBUT(TURNING)

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. hasil yang baik sesuai ukuran dan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Ukuran poros : Ø 60 mm x 700 mm

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. hasil yang baik sesuai ukuran dan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Ukuran poros : Ø 60 mm x 700 mm BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Identifikasi Gambar Kerja Gambar kerja yang baik akan memudahkan pemahaman saat melakukan pengerjaan suatu produk, dalam hal ini membahas tentang pengerjaan poros

Lebih terperinci

Mesin Milling CNC 8.1. Proses Pemotongan pada Mesin Milling

Mesin Milling CNC 8.1. Proses Pemotongan pada Mesin Milling Mesin Milling CNC Pada prinsipnya, cara kerja mesin CNC ini adalah benda kerja dipotong oleh sebuah pahat yang berputar dan kontrol gerakannya diatur oleh komputer melalui program yang disebut G-Code.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 DAFTAR ISI Isi Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... INTISARI... ABSTRACT... i ii iii vi ix x xi xii BAB I

Lebih terperinci

BAB III PERAWATAN MESIN BUBUT PADA PT.MITSUBA INDONESIA

BAB III PERAWATAN MESIN BUBUT PADA PT.MITSUBA INDONESIA BAB III PERAWATAN MESIN BUBUT PADA PT.MITSUBA INDONESIA 3.1 Mesin Bubut Mesin bubut adalah mesin yang dibuat dari logam, gunanya untuk membentuk benda kerja dengan cara menyayat, gerakan utamanya adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Selama ini masih banyak sekolah yang belum secara maksimal memanfaatkan teknologi informasi. Sistem penyimpanan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS. Gambar 3.1 Process Sheet & NCOD.

BAB III ANALISIS. Gambar 3.1 Process Sheet & NCOD. BAB III ANALISIS 3.1 Tahap Persiapan Pada Tahap Persiapan Ini ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk memulai proses pembuatan part Connecting Lever dengan Part No. 35-94575-0203 untuk bagian ACS.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling

BAB II LANDASAN TEORI. Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu

Lebih terperinci

PROSES GURDI (DRILLING) Paryanto, M.Pd. Jur. PT. Mesin FT UNY

PROSES GURDI (DRILLING) Paryanto, M.Pd. Jur. PT. Mesin FT UNY PROSES GURDI (DRILLING) Paryanto, M.Pd. Jur. PT. Mesin FT UNY Proses gurdi dimaksudkan sebagai proses pembuatan lubang bulat dengan menggunakan mata bor (twist drill). Sedangkan proses bor (boring) adalah

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya produktivitas dan kualitas dari produk yang dihasilkan merupakan tantangan bagi industri permesinan masa kini seiring dengan meningkatnya pengetahuan

Lebih terperinci

Analisa Pengaruh Gerak Makan Dan Putaran Spindel Terhadap Keausan Pahat Pada Proses Bubut Konvensional

Analisa Pengaruh Gerak Makan Dan Putaran Spindel Terhadap Keausan Pahat Pada Proses Bubut Konvensional R E.M. (Rekayasa Energi Manufaktur) Jurnal "" # $ $ % & %" % ' " () http://dx.doi.org/0.2070/r.e.m.v2i.842 Analisa Pengaruh Gerak Makan Dan Putaran Spindel Terhadap Keausan Pahat Pada Proses Bubut Konvensional

Lebih terperinci

PENGARUH KETEBALAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA MATERIAL S45C

PENGARUH KETEBALAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA MATERIAL S45C Budha Maryanti (2016), TRANSMISI, Vol-XII Edisi-2/ Hal. 73-78 PENGARUH KETEBALAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA MATERIAL S45C Budha Maryanti 1 Abstract Process that uses a CNC lathe is required

Lebih terperinci

Materi 3. Seting Alat potong, Benda Kerja, dan Zero Offset pada Mesin Frais CNC

Materi 3. Seting Alat potong, Benda Kerja, dan Zero Offset pada Mesin Frais CNC Materi 3 Seting Alat potong, Benda Kerja, dan Zero Offset pada Mesin Frais CNC Tujuan : Setelah mempelajari materi 3 ini mahasiswa memiliki kompetensi: Memasang benda kerja di mesin frais CNC Memilih alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Turbin blade [Gandjar et. al, 2008]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Turbin blade [Gandjar et. al, 2008] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses produksi pembuatan suatu produk manufaktur yang ada didunia hampir seluruhnya memerlukan proses pemesinan. Contoh produk yang memerlukan proses pemesinan adalah

Lebih terperinci

INTEGRASI SISTEM INTERAKTIF DALAM SISTEM OPERASI MESIN BUBUT CNC UNTUK PENDIDIKAN

INTEGRASI SISTEM INTERAKTIF DALAM SISTEM OPERASI MESIN BUBUT CNC UNTUK PENDIDIKAN INTEGRASI SISTEM INTERAKTIF DALAM SISTEM OPERASI MESIN BUBUT CNC UNTUK PENDIDIKAN Susilo Adi Widyanto Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedharto, SH, Kampus Tembalang,

Lebih terperinci

MATERI PEMBEKALAN/DRILLING LKS SMK SE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2007

MATERI PEMBEKALAN/DRILLING LKS SMK SE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2007 MATERI PEMBEKALAN/DRILLING LKS SMK SE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2007 Oleh: SUTOPO, M.T. Dalam bidang pemesinan, geometri alat potong biasanya didefinisikan sesuai dengan standar DIN 6580 dan 6581.

Lebih terperinci

BAB 3 STUDI KASUS. Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Cetakan untuk wax pattern START. Pemodelan runner turbin Francis dengan Pro/Engineer Wildfire 3.

BAB 3 STUDI KASUS. Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Cetakan untuk wax pattern START. Pemodelan runner turbin Francis dengan Pro/Engineer Wildfire 3. BAB 3 STUDI KASUS Seperti telah dijelaskan pada tinjauan pustaka, salah satu tahap dalam investment casting adalah pembuatan wax pattern. Wax ini akan diijeksikan ke sebuah cetakan, dimana pembuatan cetakan

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing Ir. SAMPURNO, MT. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011

Dosen Pembimbing Ir. SAMPURNO, MT. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 IBNU MAHARDI ZAHTIAR 2106 100 069 Dosen Pembimbing Ir. SAMPURNO, MT. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 Multi Fixture Analisa dan Perancangan

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH KECEPATAN FEEDING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN DRAW BAR MESIN MILLING ACIERA DENGAN PROSES CNC TURNING

ANALISA PENGARUH KECEPATAN FEEDING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN DRAW BAR MESIN MILLING ACIERA DENGAN PROSES CNC TURNING JTM Vol. 03, No. 3, Oktober 2014 1 ANALISA PENGARUH KECEPATAN FEEDING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN DRAW BAR MESIN MILLING ACIERA DENGAN PROSES CNC TURNING ISYA PRAKOSO Program Studi Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Pahat, Kecepatan Spindel dan Kedalaman Pemakanan terhadap Tingkat Kekasaran Permukaan Baja S45C

Pengaruh Jenis Pahat, Kecepatan Spindel dan Kedalaman Pemakanan terhadap Tingkat Kekasaran Permukaan Baja S45C Pengaruh Jenis Pahat, Kecepatan Spindel dan Kedalaman Pemakanan terhadap Tingkat Kekasaran Permukaan Baja S45C PENGARUH JENIS PAHAT, KECEPATAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN

Lebih terperinci

Pengaruh Kemiringan Benda Kerja dan Kecepatan Pemakanan terhadapgetaran Mesin Frais Universal Knuth UFM 2

Pengaruh Kemiringan Benda Kerja dan Kecepatan Pemakanan terhadapgetaran Mesin Frais Universal Knuth UFM 2 Pengaruh Kemiringan Benda Kerja dan Kecepatan Pemakanan terhadapgetaran Mesin Frais Universal Knuth UFM 2 Romiyadi 1 1 Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin, Politeknik Kampar Jl. Tengku Muhammad

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Shipping Direktorat Jenderal Imigrasi menunjukkan bahwasanya dalam akses

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Shipping Direktorat Jenderal Imigrasi menunjukkan bahwasanya dalam akses BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1. Analisa Sistem Yang Sedang Berjalan Analisa sistem yang sedang berjalan pada sebuah program aplikasi On- Shipping Direktorat Jenderal Imigrasi menunjukkan bahwasanya dalam

Lebih terperinci

BAB IV RANCANGAN PENELITIAN

BAB IV RANCANGAN PENELITIAN BAB IV RANCANGAN PENELITIAN IV.1 Installasi Alat Penelitian Alat percobaan yang digunakan pengujian ini adalah mesin turning maximat super 11 buatan EMCO, Austria yang sedikit dimodifikasi saluran sistem

Lebih terperinci

Materi 3 Seting Benda Kerja, Pahat, dan Zero Offset Mesin Bubut CNC Tujuan :

Materi 3 Seting Benda Kerja, Pahat, dan Zero Offset Mesin Bubut CNC Tujuan : Materi 3 Seting Benda Kerja, Pahat, dan Zero Offset Mesin Bubut CNC Tujuan : Setelah mempelajari materi 3 ini mahasiswa memilki kompetensi melakukan seting benda kerja, pahat dan zerro offset mesin bubut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI Sistem Rekomendasi

BAB 2 LANDASAN TEORI Sistem Rekomendasi 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Rekomendasi Sistem rekomendasi merupakan sebuah perangkat lunak yang bertujuan untuk membantu pengguna dengan cara memberikan rekomendasi kepada pengguna ketika pengguna

Lebih terperinci

BAB 6 MENGENAL PROSES BUBUT (TURNING)

BAB 6 MENGENAL PROSES BUBUT (TURNING) BAB 6 MENGENAL PROSES BUBUT (TURNING) Teknik Pemesinan 143 Proses bubut adalah proses pemesinan untuk menghasilkan bagianbagian mesin berbentuk silindris yang dikerjakan dengan menggunakan Mesin Bubut.

Lebih terperinci

SISTEM MANAJEMEN SPARE PART FASE ANALISA DAN DESAIN SISTEM MENGGUNAKAN METODE WATERFALL

SISTEM MANAJEMEN SPARE PART FASE ANALISA DAN DESAIN SISTEM MENGGUNAKAN METODE WATERFALL REENGINEERING SISTEM MANAJEMEN SPARE PART FASE ANALISA DAN DESAIN SISTEM MENGGUNAKAN METODE WATERFALL (Studi Kasus Telkom Maintenance Service Centre Jawa Timur) Rumaesya Fudhola (Mahasiswi Jurusan Sistem

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN ANGGARAN BIAYA PEMBUATAN KOMPONEN BAK PICK UP KAPASITAS 840 KG

ANALISIS PERENCANAAN ANGGARAN BIAYA PEMBUATAN KOMPONEN BAK PICK UP KAPASITAS 840 KG ANALISIS PERENCANAAN ANGGARAN BIAYA PEMBUATAN KOMPONEN BAK PICK UP KAPASITAS 840 KG Nurchajat Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Malang e-mail: nurchajat_polmal@yahoo.co.id Abstrak Perkembangan industri

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM. diusulkan dari sistem yang ada di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM. diusulkan dari sistem yang ada di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 4.1. Analisis Sistem yang Sedang Berjalan Pada bab ini dijelaskan mengenai prosedur yang berjalan dan yang diusulkan dari sistem yang ada di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Lebih terperinci

METROLOGI INDUSTRI DAN STATISTIK

METROLOGI INDUSTRI DAN STATISTIK METROLOGI INDUSTRI DAN STATISTIK 1 DAFTAR ISI Hal 1. Karakteristik Geometri 1 2. Toleransi dan Suaian 2 3. Cara Penulisan Toleransi Ukuran/Dimensi 5 4. Toleransi Standar dan Penyimpangan Fundamental 7

Lebih terperinci

TURBO Vol. 6 No p-issn: , e-issn: X

TURBO Vol. 6 No p-issn: , e-issn: X TURBO Vol. 6 No. 1. 2017 p-issn: 2301-6663, e-issn: 2477-250X Jurnal Teknik Mesin Univ. Muhammadiyah Metro URL: http://ojs.ummetro.ac.id/index.php/turbo PENGARUH JENIS PAHAT DAN VARIABEL PEMOTONGAN DENGAN

Lebih terperinci