Gambar 17. Tampilan Web Field Server

dokumen-dokumen yang mirip
Sistem Monitoring Pertumbuhan Tanaman dan Lingkungan Mikro di Dalam Greenhouse Menggunakan Field Server

I. PENDAHULUAN. metabolisme, dan tubuh tanaman itu sendiri. Menurut Foth (1998), untuk

III. BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGENALAN DAN PEMANFAATAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Monitoring dan Kontrol Rumah Kaca berbasis Arduino, LabView dan Antarmuka Web

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

BAB I PENDAHULUAN. kondisi iklim yang merugikan bagi pertumbuhan tanaman. Greenhouse atau yang

JURUSAN TEKNIK & MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai dengan Januari 2014 di

Temperatur dan Kelembaban Relatif Udara Outdoor

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. HIDROPONIK

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA

RANCANG BANGUN SENSOR SUHU TANAH DAN KELEMBABAN UDARA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis

Input ADC Output ADC IN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

BAB III PERANCANGAN ALAT DAN PROGRAM

STAF LAB. ILMU TANAMAN

4 Notepad dan Microsoft Excel sebagai editor data.

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sensor dengan output toggle adalah sensor yang memiliki output biner dalam bentuk pulsa.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu

SKRIPSI RANCANG BANGUN SISTEM MONITORING PARAMETER LINGKUNGAN MIKRO PADA RUMAH KACA (GREENHOUSE) BERBASIS INTERNET OLEH ANJAR RINALDI F

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Pembuatan Perangkat Monitoring Potensi Energi Surya Berbasis Mikrokontroler

ANALISA VALIDASI PERALATAN METEOROLOGI KONVENSIONAL DAN DIGITAL DI STASIUN METEOROLOGI SAM RATULANGI oleh

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Akuisisi data merupakan sistem yang digunakan untuk mengambil,

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI. 3.1 Metodologi Penelitian Pengumpulan Bahan Penelitian. Dalam penelitian ini bahan atau materi dikumpulkan melalui :

Dr. Djunjunan No.133 Bandung 40173

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

INSTRUKSI KERJA PENGOLAHAN DATA HUJAN DAN PENGHITUNGAN ETo

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Instrumentasi Pada Miniatur Rumah Kaca Berbasis Mikrokontroler

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2015 di

BAB I PENDAHULUAN. pengoperasiannya seperti bidang industri, perkantoran dan rumah tangga. Peralatan

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV PENGUJIAN DAN EVALUASI SISTEM

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Pengaturan Digital

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

BAB 4 HASIL UJI DAN ANALISA

I. PENDAHULUAN. Perkembangan alat ukur yang semakin canggih sangat membantu dunia industri

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV ANALISIS DATA PENGUKURAN JARAK MENGGUNAKAN INFRA MERAH DAN ULTRASONIK

Menimbang Indeks Luas Daun Sebagai Variabel Penting Pertumbuhan Tanaman Kakao. Fakhrusy Zakariyya 1)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit

SELISIH RERATA RADIASI MATAHARI BULANAN MUSIM PANAS DAN HUJAN HASIL OBSERVASI TAHUN 2015 DI BALAILAPAN PASURUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Potensi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Politeknik Negeri Sriwijaya

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

CV. ARMOYO KREASI MANDIRI

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

MODEL TEMPERATUR UNTUK PENDUGAAN EVAPORASI PADA STASIUN KLIMATOLOGI BARONGAN, BANTUL. Febriyan Rachmawati

Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila

PENGKAJIAN IRIGASI MODERN DENGAN OTOMATISASI IRIGASI TERPUTUS (INTERMITTENT)

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

PEMBUATAN ALAT UKUR JARAK BERBASIS PC MENGGUNAKAN SENSOR GP2D12 MELALUI SERIAL PORT. Dwi Riyadi M

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KALIBRASI SENSOR Dengan mengakses Field server (FS) menggunakan internet explorer dari komputer, maka nilai-nilai dari parameter lingkungan mikro yang diukur dapat terlihat. Data ditampilkan dengan cara mengakses FS dengan alamat http://125.166.42.26:85/. Tampilan dari alamat tersebut dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 17. Tampilan Web Field Server Dari tampilan tersebut terlihat nilai FS value dari port RA0 in sampai port RA5 in. FS value ini menunjukkan nilai-nilai digital dari ADC (Analog to Digital Converter) dalam satuan mv (kecuali RA5 in), dimana masing-masing port terhubung dengan beberapa sensor di dalam FS. Port RA0 terhubung dengan sensor suhu udara, RA2 terhubung dengan sensor kelembaban relatif (RH) dan RA3 terhubung dengan sensor radiasi surya. Ketiga nilai dari port tersebut belum menunjukkan nilai sesungguhnya dari parameter-parameter tersebut dalam satuan yang sesuai sehingga diperlukan kalibrasi. 41

Kalibrasi sensor-sensor pada FS yang terdiri dari sensor suhu udara, RH (Relative Humidity) dan radiasi surya dilakukan pada tanggal 1 Juli 2009. Pengambilan data pada kedua alat yaitu FS dan Davis Weather Station dilakukan pada waktu yang tepat bersamaan setiap 10 menit sekali. Dalam satu kali pengambilan data diperoleh ketiga nilai parameter yang diukur (suhu udara, RH dan radiasi surya). Pengambilan data ini dilakukan selama 24 jam dimulai dari pukul 00.10 sampai dengan pukul 23.50, sehingga dalam tenggang waktu tersebut diperoleh set data sebanyak 143 data. 34 32 30 y = 0.5381x - 13.006 R 2 = 0.9668 Suhu (ºC) 28 26 24 22 20 60 65 70 75 80 85 90 FS Value RA0 (mv) Gambar 18. Grafik Kalibrasi Suhu Grafik pada Gambar 18 diatas merupakan grafik hasil pengkalibrasian sensor suhu pada FS. Sumbu absis menunjukkan nilai yang tertera pada FS (FS Value). Nilai ini merupakan nilai keluaran dari ADC (Analog to Digital Converter) yang mengkonversi data analog dari sensor pada FS, dalam hal ini yaitu FS Value RA0 yang menunjukkan nilai dari sensor suhu pada FS. Sedangkan sumbu ordinat menunjukkan data yang tersimpan dari alat ukur standar dalam hal ini Davis Weather Station yang menunjukkan nilai sesungguhnya dari parameter suhu dalam satuan ºC. Dari hasil kalibrasi tersebut diperoleh hubungan antara nilai FS value dengan nilai suhu yang sebenarnya dengan persamaan y = 0.5381x 13.006. 42

persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung nilai suhu sebenarnya dimana y adalah suhu dalam satuan ºC dan x adalah nilai FS value RA0 yang diperoleh. Adapun nilai koefisien determinasi dari persamaan ini sebesar 0.9668. Hal ini menunjukkan hasil kalibrasi dapat digunakan dengan tingkat akurasi yang tinggi. Dengan metode yang sama, nilai sebenarnya dari RH dan radiasi surya dapat diperoleh persamaan relasinya. RH (%) 100 95 y = 0.5185x + 16.352 90 R 2 = 0.8673 85 80 75 70 65 60 55 50 60 80 100 120 140 160 FS Value RA2 (mv) Gambar 19. Grafik Kalibrasi RH Gambar 19 diatas menunjukkan grafik hasil kalibrasi antara nilai RH yang tertera pada weather station dan nilai RA2 dari FS value. Nilai RA2 merupakan nilai digital berasal dari ADC yang mengkonversi tegangan analog sensor kelembaban (RH) pada FS. Dari grafik tersebut diperoleh persamaan y = 0.5185x + 16.352 dimana y menunjukkan RH dalam satuan % dan x adalah FS value RA2. Adapun koefisien determinasi dari persamaan yang diperoleh tidak setinggi pada kalibrasi sebelumnya yaitu hanya sebesar 0.8673. Hal ini mungkin disebabkan karena letak kedua alat yang relatif berbeda sehingga kelembaban pada titik pengukuran yang diterima oleh masing-masing sensor di kedua alat relatif berbeda pula. Meskipun demikian, nilai koefisien 43

determinasi ini masih cukup tinggi sehingga persamaan yang diperoleh masih dapat digunakan. 350 Radiasi (W/m²) 300 250 200 150 100 50 0 y = 3.8648x R 2 = 0.9105 0 10 20 30 40 50 60 70 80 FS Value RA3 (mv) Gambar 20. Grafik Kalibrasi Radiasi Surya Gambar diatas menunjukkan hasil kalibrasi antara nilai radiasi surya yang terbaca oleh weather station dengan nilai FS value RA3 yang menunjukkan nilai digital dari sensor radiasi surya pada FS. Persamaan yang diperoleh memiliki koefisien determinasi sebesar 0.9105. Nilai ini masih lebih kecil jika dibandingkan dengan koefisien determinasi pada persamaan suhu. Hal ini mungkin disebabkan karena pengaruh dari terjadinya absorbsi dan refleksi radiasi matahari yang jatuh pada atap greenhouse, juga kondisi atap greenhouse yang kotor sehingga besarnya radiasi yang masuk ke dalam greenhouse tidak tersebar secara merata. Disamping itu, adanya rangka atap greenhouse yang bisa menghalangi cahaya matahari dapat pula mempengaruhi intensitas radiasi yang diterima oleh sensor pada kedua alat. Meskipun demikian, nilai koefisien determinasi tersebut masih memiliki tingkat akurasi yang cukup tinggi sehingga persamaan tersebut masih dapat digunakan. Persamaan untuk menghitung radiasi surya dalam satuan W/m 2 yaitu y = 3.8648x dimana y adalah radiasi surya dalam satuan W/m 2 dan x adalah nilai FS value RA3. 44

B. MONITORING PARAMETER LINGKUNGAN MIKRO Monitoring parameter lingkungan mikro tanaman dalam greenhouse dilakukan dengan mengakses FS secara kontinyu dan dilakukan pengambilan data setiap 10 menit sekali selama masa budidaya. Untuk mempermudah pengambilan data maka digunakan software Perl dan program penjadwalan seperti Windows Scheduled Task atau System Scheduler Professional v3.82. Dengan menggunakan program penjadwalan ini, pengambilan data dilakukan dengan menjadwalkan pengeksekusian file MS Dos Batch file pada sofware Perl setiap 10 menit sekali. Batch file inilah yang berfungsi untuk mengakses FS dan menyimpan nilai-nilai FS value dalam bentuk file Microsoft Excell sehingga data tersebut tersimpan setiap 10 menit. Data FS yang diperoleh masih merupakan data tegangan dalam satuan milivolt (mv), sehingga perlu dilakukan konversi data untuk memperoleh data dalam satuan yang sebenarnya. Konversi data dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excell dengan memasukkan data FS tersebut pada persamaan kalibrasi, sehingga data yang ditampilkan menunjukkan nilai dari masing-masing parameter dalam satuan yang sebenarnya. Pengambilan data yang dilakukan selama 24 jam pada tanggal 1 Juli 2009 menggunakan dua instrumen pengukuran, yaitu FS dan weather station terlihat pada grafik berikut. 1 Juli (Field Server) 100 RH 400 350 80 60 40 20 0 Suhu Radiasi 00:00 02:00 04:00 06:00 08:00 10:00 12:00 14:00 16:00 18:00 20:00 22:00 Suhu(ºC), RH(%) 300 250 200 150 100 50 0 Radiasi(W/m²) Jam Gambar 21. Grafik Hasil Pemantauan Field Server (1 Juli 2009) 45

1 Juli (Weather Station) 100 RH 400 350 80 60 40 20 0 Suhu Radiasi 00:00 02:00 04:00 06:00 08:00 10:00 12:00 14:00 16:00 18:00 20:00 22:00 Suhu(ºC), RH(%) 300 250 200 150 100 50 0 Radiasi(W/m²) Jam Gambar 22. Grafik Hasil Pemantauan Weather Station (1 Juli 2009) Kedua grafik diatas menunjukkan hasil pemantauan pada FS dan weather station selama 24 jam pada tanggal 1 Juli 2009. Pada kedua grafik tersebut terlihat pola pergerakan yang sama dari tiap parameter yang terukur dari setiap jamnya. Sebagai contoh, pada Grafik RH terlihat nilai RH yang tinggi dari awal pengukuran hingga sekitar pukul 07.30, kemudian nilai RH menurun hingga titik terendahnya sekitar pukul 15.00, setelah itu kembali naik hingga akhir pengukuran. Begitupun pada parameter suhu, pergerakan nilai suhu yang terukur oleh kedua alat dari waktu ke waktu relatif sama. Hal ini menunjukkan bahwa data yang ditampilkan FS telah menunjukkan data yang benar layaknya pengukuran dengan menggunakan alat ukur standar, dalam hal ini yaitu weather station. Pada parameter radiasi surya terlihat perbedaan antara nilai yang terukur oleh FS dengan nilai pada weather station. Perbedaan terlihat pada saat radiasi surya menuju nilai maksimum. Pada grafik FS terbaca nilai maksimum radiasi sekitar 250 W/m 2 sedangkan pada grafik weather station nilai radiasi maksimum terletak jauh diatas 250 W/m 2, bahkan mencapai 325 W/m 2. Selain itu terjadi perubahan naik-turun secara signifikan pada grafik weather station antara pukul 10.30 sampai pukul 14.30. Perubahan naik-turun ini juga terjadi pada grafik FS antara pukul 10.00 sampai pukul 12.00. Hal ini 46

dapat terjadi karena kondisi atap greenhouse yang kotor sehingga sinar matahari yang dapat melewati atap greenhouse tidak merata. Selain itu dapat pula disebabkan oleh pergerakan relatif bayang-bayang rangka atap greenhouse yang melewati permukaan sensor radiasi matahari pada FS dan weather station sehingga jumlah intensitas radiasi yang diterima oleh kedua sensor terpengaruh oleh bayang-bayang tersebut. Meskipun demikian, titik maksimum radiasi matahari yang terbaca pada kedua alat terjadi pada waktu yang sama yaitu pada sekitar pukul 12.00. Berikut merupakan hasil monitoring FS selama tiga hari (36 jam) pemantauan. 120.0 350.0 100.0 RH 300.0 Suhu(ºC), RH(%) 80.0 60.0 40.0 Suhu 250.0 200.0 150.0 100.0 Radiasi(W/m²) 20.0 50.0 Radiasi 0.0 0.0 02-07-09 00:00 02-07-09 08:00 02-07-09 16:00 03-07-09 00:00 03-07-09 08:00 03-07-09 16:00 04-07-09 00:00 04-07-09 08:00 04-07-09 16:00 Tanggal, Jam Gambar 23. Parameter Lingkungan Hasil Pemantauan Field Server Grafik diatas menunjukkan hasil pemantauan FS terhadap parameter lingkungan selama tiga hari pada tanggal 2 Juli 4 Juli 2009 atau ketika tanaman berumur 33 HST 35 HST (Hari Setelah Tanam). Pada ketiga grafik parameter tersebut terlihat pola pergerakan yang sama setiap harinya. Semakin tinggi radiasi matahari maka suhu udara akan semakin tinggi pula, namun pada saat yang sama nilai RH akan semakin rendah. Pada grafik tersebut 47

terlihat bahwa suhu maksimum setiap harinya terjadi setelah intensitas radiasi matahari melewati nilai maksimumnya atau ketika nilai intensitas radiasi mulai menurun. Hal ini terjadi karena dibutuhkannya waktu untuk menaikkan suhu suatu volum udara akibat dari energi yang diterimanya dari radiasi surya. Kenaikan suhu udara tersebut secara bersamaan akan menurunkan nilai kelembaban relatif sehingga titik maksimum suhu udara dan titik minimum RH akan terjadi pada waktu yang relatif bersamaan. Dari grafik diatas terlihat pada hari ketiga pemantauan (tanggal 4 Juli 2009), terjadi perubahan naik turun secara signifikan pada grafik radiasi surya sekitar pukul 12.00 hingga pukul 16.00. Penurunan intensitas radiasi terjadi secara drastis pada sekitar pukul 15.00 dan disertai dengan turunnya suhu udara pada saat itu. Hal ini membuktikan bahwa parameter-parameter tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain. Ketika radiasi yang diterima mengalami penurunan, maka akan terjadi penurunan suhu udara dan pada saat yang sama RH akan meningkat. Adapun yang menyebabkan penurunan intensitas radiasi ini yaitu kondisi cuaca atau lingkungan makro dari tanaman, seperti kondisi langit yang mendung atau turunnya hujan. Melalui pemantauan selama masa budidaya tanaman tomat, parameter lingkungan mikro tanaman dapat termonitor setiap saat sehingga perubahan dari masing-masing parameter tersebut dari waktu ke waktu dapat termonitor dengan baik. Berikut merupakan hasil pemantauan terhadap parameter suhu, RH dan radiasi surya selama masa budidaya berlangsung hingga tanaman siap panen (pengambilan data pada tanggal 1 Juli sampai 31 Agustus 2009, umur tanaman 32 HST sampai 93 HST). 48

Radiasi Rata-rata (MJ/m²/jam) 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.29 0.60 0 32 35 38 41 44 47 50 53 56 62 65 68 71 74 77 80 83 86 91 HST Gambar 24. Grafik Radiasi Rata-rata Harian Gambar diatas merupakan hasil pemantauan FS terhadap parameter radiasi surya. Grafik tersebut memperlihatkan radiasi surya rata-rata harian selama masa pembudidayaan tanaman. Selama masa tersebut terjadi fluktuasi perubahan intensitas radiasi surya yang diterima oleh tanaman. Perubahan tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim dan lingkungan makro yang terjadi. Kondisi cuaca dan kecerahan langit menjadi faktor penting yang mempengaruhi besarnya intensitas radiasi matahari yang diterima oleh greenhouse. Radiasi yang diterima inilah yang berpengaruh kuat terhadap pertumbuhan tanaman karena proses fotosintesis yang terjadi pada tanaman sangat bergantung pada intensitas radiasi surya yang diterima oleh tanaman tersebut. Selain itu, radiasi surya juga menjadi faktor terpenting dalam proses evapotranspirasi yang terjadi pada tanaman sehingga radiasi surya ini merupakan sumber energi utama bagi keseluruhan proses yang terjadi pada tanaman. Dari grafik diatas tersebut terlihat bahwa intensitas rata-rata yang diterima dari hari ke hari cenderung semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh kondisi cuaca dimana pada masa tersebut (bulan Juli Agustus) merupakan musim kemarau. Namun kondisi dari cuaca Kota Bogor yang 49

memiliki curah hujan yang cukup tinggi mengakibatkan intensitas radiasi yang diterima tidak konstan karena tingkat kecerahan langit diatas Kota Bogor dari hari ke hari sangat bervariasi. Hal inilah yang menyebabkan grafik radiasi surya rata-rata yang diperoleh berfluktuasi naik turun dari hari ke hari. Tingkat radiasi surya tertinggi terjadi pada akhir masa budidaya, saat tanaman berumur 93 HST dengan radiasi rata-rata harian sebesar 0.60 MJ/m 2 /jam. Sedangkan radiasi terendah terjadi pada saat tanaman berumur 56 HST dengan radiasi rata-rata harian sebesar 0.29 MJ/m 2 /jam. Berikut adalah grafik hasil pemantauan FS terhadap parameter suhu udara. 40 35 Maks 36.0 Suhu (ºC) 30 25 Rata-rata Min 24.8 28.6 20 15 18.2 32 35 38 41 44 47 50 53 56 62 65 68 71 74 77 80 83 86 91 HST Gambar 25. Grafik Suhu Udara Harian Grafik diatas merupakan grafik perubahan suhu udara harian yang diambil sejak tanaman berumur 32 HST sampai 93 HST. Pada grafik tersebut terlihat suhu udara harian yang mengalami perubahan secara fluktuatif selama masa budidaya. Suhu udara tertinggi selama pemantauan terjadi pada saat tanaman berumur 80 HST dengan suhu 36 ºC dan nilai terendah pada saat tanaman berumur 45 HST dengan suhu 18.2 ºC. Suhu rata-rata harian tertinggi dicapai pada saat tanaman berumur 75 HST dengan suhu 28.6 ºC. 50

Sedangkan suhu rata-rata harian terendah terjadi pada saat tanaman berumur 45 HST dengan suhu 24.8 ºC. Fluktuasi perubahan dari parameter suhu ini merupakan pengaruh dari adanya perubahan intensitas radiasi yang diterima dari hari ke hari. Pada grafik diatas terlihat tingkat suhu rata-rata harian dari hari ke hari semakin meningkat seperti halnya yang terjadi pada grafik radiasi rata-rata harian. Hal ini membuktikan keterkaitan antara radiasi surya yang berpengaruh terhadap suhu udara dimana memiliki hubungan yang berbanding lurus. Keterkaitan ini diperkuat pula dengan perubahan nilai RH rata-rata harian yang semakin hari cenderung semakin menurun, sebagaimana terlihat pada grafik di bawah ini. 100 95 94.2 RH Rata-rata (%) 90 85 80 75 70 65 60 70.9 32 35 38 41 44 47 50 53 56 62 65 68 71 74 77 80 83 86 91 HST Gambar 26. Grafik RH Rata-rata Harian Grafik diatas adalah grafik hasil pemantauan FS terhadap parameter RH rata-rata harian yang diukur bersamaan dengan kedua parameter lainnya (radiasi dan suhu udara). Terlihat RH rata-rata harian tertinggi terjadi pada saat tanaman berumur 56 HST dengan nilai sebesar 94.2 % dan RH rata-rata harian terendah pada saat tanaman berumur 65 HST dengan nilai sebesar 70.9 %. Pada grafik terlihat RH rata-rata harian yang cenderung semakin menurun dari hari ke hari. Penurunan ini disebabkan oleh suhu rata-rata harian yang 51

semakin hari semakin meningkat sebagaimana hubungan antara suhu dan RH yang saling berbanding terbalik. Hal ini memperkuat bahwa hubungan ketiga parameter tersebut saling terkait satu sama lain. Berikut merupakan tabel hasil analisis statistik dari data tiap parameter yang telah terukur. Tabel 2. Analisis Statistik Data Rata-rata Harian Setiap Parameter Nilai Suhu RH Radiasi ( C) (%) (MJ/m 2 /jam) Maksimum 28.6 94.2 0.60 Minimum 24.8 70.9 0.29 Rata-rata 26.8 80.0 0.47 Standar Deviasi 0.791997 4.696632 0.04223388 Variasi 0.627259 22.05835 0.001783701 Menurut Wiryanta (2003) dalam Murniati (2008), suhu lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan tanaman dan berpengaruh baik terhadap warna buah antara 24 C 28 C. Kelembaban relatif ideal untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 80%. Dari Tabel 2 diatas terlihat fluktuasi perubahan suhu rata-rata harian berkisar antara 24.8 28.6 C dan suhu rata-rata selama pemantauan sebesar 26.8 C. Kisaran suhu ini masih termasuk dalam kisaran suhu yang ideal bagi pertumbuhan tanaman tomat. Meskipun demikian, masih terdapat nilai suhu yang melampaui batas suhu ideal, seperti yang terjadi pada saat tanaman berumur 75 HST dengan suhu rata-rata 28.6 ºC. Perubahan nilai RH rata-rata harian berkisar antara 70.9 94.2 % dengan RH rata-rata selama masa pemantauan sebesar 80 %. Nilai dari RH rata-rata ini sesuai dengan kebutuhan RH ideal bagi tanaman tomat yaitu sebesar 80 %. Namun jika ditinjau dari Tabel 2 diatas, data RH memiliki variasi yang cukup berarti, yaitu sebesar 22.05835. Hal ini terlihat dari grafik RH rata-rata harian yang mengalami fluktuasi naik-turun secara beragam. Kondisi ini memungkinkan tanaman menerima RH yang tidak sesuai bagi kebutuhan tanaman. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian RH lingkungan agar nilai kisaran RH selama masa budidaya tanaman tomat sesuai dengan kebutuhan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengimplementasikan sistem 52

kontrol lingkungan yang akan memberikan pengaturan terhadap parameterparametar lingkungan seperti suhu udara dan RH, sehingga kondisi lingkungan tanaman selama masa budidaya sesuai dengan kebutuhan tanaman. Untuk parameter radiasi surya, menurut Hidayat (1997), penyerapan unsur hara oleh tanaman tomat berlangsung secara optimal pada pencahayaan 12 14 jam per hari dengan intensitas minimum 0.25 MJ/m 2 /jam. Pada Tabel 2 diatas terlihat besarnya intensitas radiasi rata-rata harian berkisar antara 0.29 0.60 MJ/m 2 /jam, dengan nilai rata-rata selama masa pemantauan sebesar 0.47 MJ/m 2 /jam. Nilai ini berada diatas nilai minimum kebutuhan intensitas radiasi yaitu sebesar 0.25 MJ/m 2 /jam. Bahkan intensitas radiasi rata-rata harian terkecil selama pemantauan pun berada diatas nilai tersebut. Adapun lama penerimaan radiasi surya di daerah tropis memiliki lama waktu yang relatif sama setiap harinya, yaitu kurang lebih 12 jam. Dengan demikian, kebutuhan akan intensitas radiasi surya dan lamanya penyinaran selama masa pemantauan ini telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tanaman. C. EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL Evapotranspirasi potensial (ETp) merupakan kemampuan atmosfer untuk menguapkan air melalui proses evaporasi maupun transpirasi. Dengan memperoleh nilai dari beberapa parameter lingkungan mikro, maka besarnya tingkat evapotranspirasi potensial dapat dihitung. Dalam menentukan nilai evapotranspirasi potensial, terdapat banyak metode yang dapat digunakan, salah satunya yaitu dengan menggunakan model Hargreaves. Model Hargreaves merupakan model yang paling sederhana untuk diaplikasikan dalam penentuan nilai evapotranspirasi potensial. Model ini hanya memerlukan dua buah parameter lingkungan yaitu suhu udara dan radiasi matahari. Dua parameter yang digunakan dalam perhitungan, yaitu suhu udara dan radiasi matahari, memiliki keterkaitan yang saling berhubungan, dimana suhu udara cenderung akan meningkat ketika terjadi peningkatan radiasi surya. Adapun nilai suhu yang digunakan dalam model Hargreaves ini yaitu 53

suhu rata-rata harian, sedangkan nilai radiasi yang digunakan yaitu radiasi total harian. Radiasi total harian merupakan jumlah total radiasi yang diterima selama satu hari. Dengan demikian, dalam menentukan tingkat evapotranspirasi potensial, maka dilakukan perhitungan terhadap jumlah radiasi total harian terlebih dahulu. Salanjutnya, tingkat evapotranspirasi potensial selama satu hari dapat ditentukan. Adapun hasil dari perhitungan radiasi total selama satu hari terlihat sebagai berikut. 300 250 200 150 100 50 0 00:00 02:00 04:00 06:00 08:00 10:00 12:00 14:00 Radiasi(W/m²) 16:00 18:00 20:00 22:00 4677180.96 J/m 2 /hari Jam Gambar 27. Grafik Radiasi Total pada Tanggal 1 Juli 2009 Grafik diatas merupakan grafik radiasi total selama satu hari pada tanggal 1 Juli 2009. Nilai total radiasi selama satu hari diperoleh dengan menghitung luasan daerah dibawah kurva tersebut (daerah berwarna kuning). Perhitungan dilakukan dengan menggunakan metode trapesium dimana luasan kurva dibagi-bagi menjadi beberapa bagian secara vertikal sehingga terbentuk beberapa luasan trapesium. Selanjutnya luas area dari tiap trapesium dihitung dan dijumlahkan secara keseluruhan sehingga diperoleh nilai total radiasi dalam satuan MJ/m 2 /hari. Adapun nilai radiasi total yang diperoleh pada hari tersebut sebesar 4677180.96 J/m 2 /hari atau kurang lebih setara dengan 4.68 MJ/m 2 /hari. 54

Dengan menggunakan metode yang sama, maka nilai total radiasi harian selama pemantauan dapat diperoleh. Adapun hasil dari perhitungan tersebut terlihat pada grafik berikut. 8 7 6.95 Rs(MJ/m²/hari) 6 5 4 3 2 1 0 3.17 32 35 38 41 44 47 50 53 56 62 65 68 71 74 77 80 83 86 91 HST Gambar 28. Grafik Radiasi Total Harian Grafik diatas merupakan grafik radiasi total harian selama dilakukan pemantauan. Dengan menggunakan data-data tersebut, maka besarnya tingkat evapotranspirasi potensial setiap harinya dapat ditentukan. Dua parameter yang telah dihitung yaitu suhu udara rata-rata dan radiasi total, dengan menggunakan persamaan Hargreaves, maka didapatlah nilai evapotranspirasi potensial dari setiap harinya. Adapun nilai evapotranspirasi potensial tersebut terlihat pada grafik berikut. 55

ETp (mm/hari) 2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 1.78 0.75 32 35 38 41 44 47 50 53 56 62 65 68 71 74 77 80 83 86 91 HST Gambar 29. Grafik Evapotranspirasi Potensial Harian Grafik diatas merupakan hasil perhitungan nilai evapotranspirasi harian dengan menggunakan model Hargreaves, dimana perhitungan mengacu pada dua peremeter penentu yaitu suhu udara dan radiasi surya. Dari grafik tersebut terlihat perubahan tingkat evapotranspirasi dari hari ke hari. Perubahan tersebut seiring dengan perubahan radiasi total yang diterima setiap harinya. Hal ini terlihat dari kemiripan tren grafik evapotranspirasi tersebut dengan grafik radiasi total harian pada Gambar 28. Dari grafik tersebut terlihat nilai evapotranspirasi potensial terendah terjadi pada saat tanaman berumur 56 HST dengan nilai 0.75 mm/hari dan nilai tertinggi yang terpantau terjadi pada saat umur tanaman 93 HST dengan nilai 1.78 mm/hari. 56

D. MONITORING PERTUMBUHAN TANAMAN Selain memantau parameter lingkungan mikro tanaman, FS juga dapat digunakan untuk memantau pertumbuhan tanaman secara visual. Pemantauan ini dilakukan dengan mengakses IP adress CCD Camera yang terdapat pada FS, dalam hal ini yaitu http://125.166.42.26:86/. Adapun tampilan yang terlihat setelah mengakses alamat tersebut adalah sebagai berikut. Gambar 30. Tampilan Web CCD Camera pada Field Server Pada gambar tersebut terlihat tanaman yang terpantau melalui CCD camera pada FS. Gambar tersebut merupakan gambar yang diambil pada tanggal 26 Juni 2009 pada pukul 09.24. Umur tanaman telah mencapai 27 HST. Pada tampilan tersebut terlihat dua menu yang dapat dipilih yaitu Video dan Set up. Menu Video digunakan untuk menampilkan objek dalam bentuk video secara real time. Untuk dapat menjalankan menu ini diperlukan software Java Runtime Environment yang terinstall pada komputer. Sedangkan menu Set up digunakan untuk mengatur IP camera tersebut. Untuk melakukan monitoring terhadap pertumbuhan tanaman dilakukan pengambilan gambar tersebut setiap harinya. Adapun gambar hasil pemantauan tanaman selama beberapa hari terlihat pada gambar berikut. 57

26-06-2009 (27 HST) 29-06-2009 (30 HST) 30-06-2009 (31 HST) 01-07-2009 (32 HST) 03-07-2009 (34 HST) 04-07-2009 (35 HST) 06-07-2009 (37 HST) 07-07-2009 (38 HST) Gambar 31. Pertumbuhan Tanaman Tomat 58

Gambar diatas merupakan gambar yang diambil pada saat tanaman berumur 27 HST sampai berumur 38 HST. Dari gambar tersebut terlihat pertumbuhan tanaman dari hari ke hari. Pertumbuhan tanaman terlihat secara jelas dari bertambahnya jumlah daun dan pertambahan tinggi tanaman. Pada saat inilah tanaman mengalami fase vegetatif dimana pertumbuhan terjadi pada akar, batang dan daun. Dari gambar diatas terlihat bahwa pemantauan kamera terhadap tanaman tomat sangat terbatas. Hal ini dikarenakan tanaman tomat yang terus tumbuh semakin tinggi sedangkan jangkauan kamera terhadap tinggi tanaman yang terpantau hanya sebatas ukuran image tanaman yang tertangkap kamera. Selain itu, pengambilan data tinggi tanaman melalui image tanaman sulit untuk dilakukan karena skala pada mistar yang dipasang di bagian sisi tanaman tidak terlihat melalui image tersebut. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan dari resolusi kamera sehingga kamera tidak dapat menangkap objek secara detail. Oleh karena itu, pengambilan data tinggi tanaman dilakukan secara manual dengan mengukur tinggi masing-masing tanaman dan gambaran mengenai pertumbuhan tanaman hingga akhir masa pemantauan diperoleh dengan cara prediksi. Prediksi dilakukan dengan mengambil data tinggi tanaman selama beberapa hari, kemudian menggunakan data tersebut dalam perhitungan menggunakan model pertumbuhan Verhulst. Dengan memperoleh data perubahan tinggi tanaman dari hari ke hari, maka gambaran mengenai pertumbuhan tanaman selama masa budidaya dapat diperkirakan. Gambaran pertumbuhan tanaman tersebut dapat terlihat dari grafik pertumbuhan tanaman berikut. 59

180 160 140 Tinggi Tanaman (cm) 120 100 80 60 40 20 0 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 HST Data Tinggi Tanaman Prediksi Verhulst Gambar 32. Prediksi Pertumbuhan Verhulst Grafik diatas merupakan grafik pertumbuhan tanaman yang didapat dari hasil prediksi menggunakan model pertumbuhan Verhulst. Dengan prediksi Verhulst ini gambaran pertumbuhan tinggi tanaman dapat diperoleh walaupun data hasil pengamatan tidak diperoleh secara lengkap selama masa pertumbuhan tanaman. Pada dasarnya model Verhulst ini biasa digunakan dalam prediksi pertumbuahn populasi, seperti pertumbuhan populasi penduduk. Namun, dari grafik diatas terlihat bahwa model prediksi ini cukup akurat dalam memprediksi pertumbuhan tanaman pada saat fase vegetatif. Hal ini terbukti dari berhimpitnya garis prediksi Verhulst dengan titik-titik data pengukuran. Beberapa parameter yang dilibatkan dalam perhitungan yaitu perkiraan tinggi maksimum tanaman (Ni), perkiraan tinggi tanaman di awal pemantauan (No) dan koefisien Verhulst (γ). Perkiraan tinggi maksimum tanaman tomat mengacu pada pernyataan Trisnawati dan Setiawan (2002) yang menyebutkan bahwa panjang tanaman tomat bisa mencapai 2 m. Sedangkan tinggi tanaman di awal pemantauan dan koefisien verhulst pertama-tama ditetapkan secara sembarang, dalam hal ini yaitu 10 cm untuk tinggi di awal pemantauan (No) dan 0.5 sebagai koefisien Verhulst (γ). 60

Dengan menggunakan metode Root Mean Square Error (RMSE) pada Microsoft Excell, dihitung nilai error terkecil antara data tinggi tanaman berdasarkan pengukuran dengan tinggi tanaman berdasarkan prediksi Verhulst (N) yang diperoleh dari perhitungan. Adapun nilai error terkecil yang didapat yaitu sebesar 4.1, dan hasil prediksi menunjukkan nilai Ni sebesar 156.19 cm, No sebesar 10.46 cm, dan nilai γ adalah 0.13. Sedangkan hasil prediksi pertumbuhan tanaman selama masa pemantauan dapat dilihat pada Lampiran 5. Dalam memprediksi tinggi tanaman, nilai error sebesar 4.1 ini tidak terlalu besar sehingga model prediksi Verhulst ini layak dipergunakan dalam memprediksi pertumbuhan tanaman. 61