PROYEKSI PERKEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL DI SUMATERA SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
Halaman Judul Report Sub Kegiatan A Conduct a workshop on public consultation on the policy brief on model development of Sustainable Management

PERHUTANAN SOSIAL SEBAGAI SALAH SATU INSTRUMEN PENYELESAIAN KONFLIK KAWASAN HUTAN

Policy Brief. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. Fitra Riau

peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya disekitar hutan dan juga penciptaan model pelestarian hutan yang efektif.

PROSES PENGAJUAN PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

PANDUAN. Pengajuan Perhutanan Sosial

: Ketentuan Umum : Pemberian & Permohonan Hak atau Izin & Pelaksanaan Kemitraan Kehutanan Bab III : Pemanfaatan Areal PS Bab IV : Jangka Waktu dan

Oleh Deddy Permana / Yayasan Wahana Bumi Hijau Sumatera selatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Oleh : Ketua Tim GNPSDA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pontianak, 9 September 2015

Halaman Judul Report Sub Kegiatan A Analysis and development a comprehensive database for use by the line authorities and local communities. DIS

Apakah ikan bisa memanjat?

Mengintip Peraturan tentang Perhutanan Sosial, Dimana Peran Penyuluh Kehutanan? oleh : Endang Dwi Hastuti*

BRIEF Volume 11 No. 04 Tahun 2017

Hutan Desa Oleh: Arief Tajalli dan Dwi P. Lestari. Serial: BADAN USAHA MILIK DESA (BUM Desa)

2014, No menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Tata Cara Penetapan Peta Indikatif Arahan Pemanfaatan Kawasan Hutan Produksi Yang Tidak

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

MENATA PUZZLE LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

LUAS KAWASAN (ha)

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar

BRIEF Volume 11 No. 08 Tahun 2017

Skema Gambaran Umum Pengembangan Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa Menurut Peraturan Menteri Beserta Perbandingan Terhadap Perubahan-Perubahannya

Konservasi Hutan Berbasis Masyarakat dan Mitigasi Perubahan Iklim di Bentang Alam Kerinci Seblat Konsorsium Perkumpulan WALESTRA (WALESTRA, ICS &

PENATAAN KORIDOR RIMBA

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Sedang Membuka Rapat Koordinasi Perencanaan Pembangunan Kehutanan Daerah Provinsi Jambi Tahun /10/2014 2

PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

SERBA SERBI HUTAN DESA (HD)

SYA SY IFUL U BAC BA HR H I, MM. KEPA KEP LA LA DINA DIN S

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan

SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR : 11 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN VERIFIKASI PERMOHONAN HAK PENGELOLAAN HUTAN DESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.44/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN UNIT PERCONTOHAN PENYULUHAN KEHUTANAN

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

EXSPOSE PENGELOLAAN PERTAMBANGAN, KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI PROVINSI LAMPUNG

Membuka Kebuntuan Program HTR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

KORUPSI MASIH SUBUR HUTAN SUMATERA SEMAKIN HANCUR OLEH: KOALISI MASYARAKAT SIPIL SUMATERA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Asep Yunan Firdaus. PROGRAM PENELITIAN PADA Hutan, Pohon dan Wanatani. S A F i R L A W O F F I C E S

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DIREKTORAT WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENYIAPAN AREAL PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN

Oleh : Ketua Tim GNPSDA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Disampaikan pada acara :

REFLEKSI PEMBANGUNAN BIDANG KEHUTANAN DIKEPEMIMPINAN GUBERNUR JAMBI BAPAK Drs. H. HASAN BASRI AGUS, MM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.19/Menhut-II/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 23/Menhut-II/2007

VISI, MISI & SASARAN STRATEGIS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RENCANA KEHUTANAN TINGKAT NASIONAL (RKTN)

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang

Kertas Kritik Masyarakat Sipil Sumatera Untuk Hutan Tanaman Rakyat (HTR)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H

WG-Tenure. Laporan Evaluasi dan Pendalaman Hasil Assesment Land Tenure KPHP Seruyan Unit XXI Kalimantan Tengah Seruyan Februari 2014

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DIREKTORAT WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENYIAPAN AREAL PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN

I. PENDAHULUAN. hutan dan hasil hutan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya

SISTEMATIKA PENYAJIAN :

Halaman Judul Report Sub Kegiatan A Conduct a workshop on public consultation on the policy brief on model development of Sustainable Managemen

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.23/Menhut-II/2007 TENTANG

disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011

PERSIAPAN DUKUNGAN BAHAN BAKU INDUSTRI BERBASIS KEHUTANAN. Oleh : Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

2017, No kelestarian keanekaragaman hayati, pengaturan air, sebagai penyimpan cadangan karbon, penghasil oksigen tetap terjaga; c. bahwa revisi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 7/Menhut-II/2011 TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PROGRES IMPLEMENTASI SASARAN RENCANA AKSI KORSUP KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Perhutanan Sosial Dapat Menjadi Sarana Efektif Bagi Pengentasan Kemiskinan

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan

PERANAN BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN DALAM PEMBANGUNAN PLANOLOGI KEHUTANAN KATA PENGANTAR

Prespektif CBFM Sebagai Salah Satu Skema Utama Penerima Manfaat Pendanaan Karbon Untuk Penurunan Kemiskinan Dan Resolosi Konflik

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT PADA IUPHHK-HTI. Oleh : Dr. Bambang Widyantoro ASOSIASI PENGUSAHA HUTAN INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.29/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENDAMPINGAN KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN

MATERI 1. TANTANGAN SAAT INI 2. MENJALANKAN VISI KEADILAN 3. PERATURAN-PERUNDANGAN 4. MASALAH IMPLEMENTASI 5. PILIHAN STRATEGIS DAN TAKTIS

PERCEPATAN INVESTASI PERTANIAN DAN EVALUASI PERKEMBANGANNYA. Oleh Dr. Agus Justianto

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 1/MENHUT-II/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI

Penetapan Lokasi IUPHHK-RE di Tengah Arus Perubahan Kebijakan Perizinan. Hariadi Kartodihardjo 27 Maret 2014

KESIMPULAN DAN SARAN

- Saudara Kepala Dinas/Badan Lingkup Pemerintah

PAPER KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

Strategi rehabilitasi hutan terdegradasi

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

ISU ISU STRATEGIS KEHUTANAN. Oleh : Ir. Masyhud, MM (Kepala Pusat Humas Kemhut) Pada Orientasi Jurnalistik Kehutanan Jakarta, 14 Juni 2011

Transkripsi:

KERTAS KEBIJAKAN PROYEKSI PERKEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL DI SUMATERA SELATAN Perhutanan Sosial yang menjadi salah satu agenda RPJMN diharapkan dapat menjawab beberapa permasalahan nasional yang juga terjadi di Sumatera Selatan. Terutama yang terkait dengan masyarakat yang memiliki ketergantungan pada sumber daya hutan, desa-desa yang berada disekitar dan didalam kawasan huta dan konflik ternurial. Syaratnya adalah kuatnya POKJA PPS Sumsel yang terbentuk melaui SK Gubernur No. 154 Tahun 2017, sinergi yang baik para pihak, dukungan pendanaan yang mencukupi dan kuatnya dukungan kebijakan. LATAR BELAKANG Masyarakat Indonesia masih banyak yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya hutan. Dari lebih kurang 72 ribu desa, terdapat 25.863 desa berada didalam dan sekitar kawasan hutan. Demikian juga di Sumatera Selatan (Sumsel), ada 699 Desa yang ada dalam situasi tersebut. Lebih kurang 70% masyarakatnya sangat tergantung pada sumber daya hutan. Provinsi Sumatera Selatan kaya akan sumberdaya hutan, berdasarkan SK. Menhut No. 866/Kpts- II/2014 kawasan hutan tercatat seluas 3.466.901 Hektar terdiri dari Hutan Konservasi 790.625 hektar, Hutan Produksi 2.098.949 hektar dan Hutan Lindung 577.327 hektar. Kondisi hutan tersebut saat ini sudah dikelola oleh Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan Alam (HA) Restorai Ekosistem (RE) dan Jasa Lingkungan (JL) seluas 1,5 Juta hektar dengan masyarakat. Seluas 13.132 Ha dikelola dengan sistem pinjam pakai untuk pertambangan. Sementara yang dikelola oleh masyarakat dengan skema Perhutanan Sosial hanya 5% dari total luas hutan yang sudah berizin. Kedepan, ketimpangan ini diharapkan dapat dikurangi melalui Perhutanan Sosial (Pehutsos), dan cita cita pengelolaan hutan untuk kesejahteraan masyarakat sebagaimana Nawacita pemerintahan Jokowi Jusuf Kalla dapat terwujud. Perhutsos 1

juga diharapkan dapat menjadi salah satu solusi akan permasalahan tenurial dan keadilan pemanfaatan kawasan hutan, termasuk di Sumsel. POTENSI DAN CAPAIAN Sumsel memiliki potensi Perhutsos cukup besar, dimana berdasarkan Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) yang dikeluarkan KLHK, SK No.22/Menlhk/ Setjen/ PLA.0/1/2017, potensi Sumsel seluas 492.263 Ha, yang tersebar di 16 kabupaten/kota (Lihat Tabel 2). Selanjutnya menurut Studi Hutan Kita Institute (HaKI) mengindikasikan potensi Perhutsos di Sumsel lebih luas lagi, yaitu sekitar 1 juta hektar. 1 Tabel 1. Luas dan Sebaran Potensi Perhutanan Sosial Sumsel Menurut PIAPS Meskipun para penggiat Perhutsos Sumsel sudah bergerak sejak awal 2007 namun perkembangannya sampai dengan awal 2017 ini baru mencapai 81.827 Ha. Perkembangan ini juga menunjukkan kecenderungan fluktuatif. Menurun pada 2011-2013, dan baru ada sedikit kenaikan pada 2015. Pada tahun 2016, meskipun ada lebih dari 10 izin baru (PAK) di Sumsel, namun dari sisi luasan hanya 4.968 Ha yang merupakan Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa. (lihat Grafik 2. Perkembangan Perhutsos Sumsel 2009-2016) 1 Analisa Potensi Indikasi Perhutanan Sosial di Sumsel oleh Tim GIS HaKI seluas 1.009.791 hektar; 2

BAGAIMANA PERHUTSOS SUMSEL KEDEPAN? Sekarang ini Perhutsos sudah menjadi program nasional dengan target 12,7 juta pada tahun 2019, walaupun banyak kalangan menganggap ini sebuah ketidakmungkinan, namun optimisme dan keberpihakan ini selayaknya di apresiasi. Dalam kontek Sumsel, beberapa prasyarat awal untuk percepatan sudah ada ; seperti komitmen politik pemerintah daerah dan pembentukan Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial (POKJA PPS). Selanjutnya memastikan bagaimana komitmen dan sistem tersebut bisa operasional. Ada 2 skenario yang mungkin akan terjadi dalam perjalanan Perhutsos Sumsel, dan kedua scenario ini akan memberikan dampak yang masing-masing berbeda yaitu ; 1) Skenario Bisnis Biasa Jika Perhutsos Sumsel berjalan layaknya bisnis biasanya atau Busines as Usual (BAU) 2, dimana masing masing penggiat bekerja sendiri - sendiri, birokrasi yang rumit, dukungan pendanaan lemah, dukungan kebijakan kurang dan lack of effort, maka sampai pada periode akhir target PIAPS tahun 2019, luas perhutanan sosial di Sumsel maksimal hanya akan ada pada angka 122.741 Ha atau hanya mengalami penambahan 8,3 persen dari target PIAPS. 2) Skenario Percepatan Skenario lainya adalah skenario Percepatan Perhutanan Sosial (PPS) 3, dimana ada penambahan luas wilayah kelola masyarakat sebesar 164.088 Ha setiap tahun-nya sampai dengan tahun 2019 (Llihat Grafik 3. Skenario Perhutanan Sosial Sumsel 2017-2019). 2 Skenario BAU diperhitungkan dari tren perkembangan Perhutsos Sumsel yang lalu dengan membandingkan target PIAPS Sumsel. Asumsinya adalah berdasarkan tren perkembangan periode 2009-2016 yang rata-rata penambahan adalah antara 9.091-10.128 Ha. 3 Skenario PPS diperhitungkan dari potensi Perhutsos pada PIAPS Sumsel yang dijadikan ukuran percepatan capaiaan setiap tahunnya dengan beberapa prayarat dukungan. 3

Untuk menjadikan target tersebut tercapai maka diperlukan langkah-langkah dan tindakan strategis dan nyata mulai dari tingkat tapak yaitu KPH sampai ke kebijakan. Tindakan tersebut diperlukan untuk mempercepat beberapa proses seperti pengajuan perizinan, penyusunan rencana pengelolaan atau kerja usaha, pemanfaatan, pemenuhan kewajiban pemegang izin, dan monitoring evaluasi. Untuk percepatan tersebut diperlukan beberapa persyaratan sebagai berikut ; 1) Penguatan Kelembagaan Ada 2 ujung tombak percepatan Perhutsos ini, yaitu birokrasi terutama KPH dan POKJA Perhutsos. KPH di Sumsel berjumlah 14 namun yang betul-betul siap beroperasi tidak sampai setengahnya, sisanya masih membutuhkan penguatan infrastruktur dan SDM. POKJA Perhutsos sebagaimana dimaksud dalam P. 01/PKPS/PP/PSKL.0/5/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Operasional Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial, memberi titik tekan pelaksanaan fasilitasi pada POKJA PPS di tingkat Provinsi sebagai ujung tombak. POKJA PPS Sumsel yang sudah dibentuk melalui SK Gubernur Provinsi Sumatera Selatan No. 154 Tahun 2017 menjadi sangat penting karena dimandatkan untuk memfasilitasi tahapan perhutanan sosial, dari sosialisasi, proses permohonan perizinan, verifikasi, penyusunan rencana pengelolaan atau kerja usaha, pemanfaatan, dan pemenuhan kewajiban pemegang izin Perhutanan Sosial. Untuk percepatan, kedua lembaga ini harus dikuatkan karena mereka-lah yang akan memfasilitasi, mulai dari usulan sampai pendampingan pengelolaan. Secara sederhana, untuk mencapai target PIAPS pada tahun 2019, setiap KPH rata-rata harus mewujudkan sekitar 35.162 Ha, atau 11.721 Ha setiap tahun. 2) Sinergi Antar Aktor Perhutanan Sosial selama ini seakan hanya menjadi urusan kehutanan dan lingkungan semata. Padahal dengan cakupan yang luas, mulai dari wilayah dan komponen lainnya seperti perbaikan tata kelola, kelestarian lingkungan, 4

kesejahteraan, kearifan lokal dan resolusi konflik. Maka keterlibatan dan sinergi antar pihak mutlak diperlukan. Sinergi diperlukan antar instansi pemerintah, swasta, BUMN/D, Universitas, koperasi, dan lembaga swadaya masyarakat. Keterlibatan swasta bahkan menjadi kewajiban, terutama bagi pemegang izin IUPHHK-HTI, karena salah satu objek Perhutanan Sosial adalah 20 % di dalam konsesi mereka. 3) Dukungan Kebijakan Dukungan kebijakan yang diperlukan adalah memasukkan Perhutanan Sosial ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) atau membuat Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Tentang Perhutanan Sosial. Jika dukungan kebijakan daerah Perhutanan Sosial sudah masuk dalam RPJMD Sumatera Selatan atau adanya Peraturan Gubernur Sumatera Selatan, maka perizinan Perhutanan Sosial akan dialihkan dari pusat menjadi kewenangan Gubernur Sumatera Selatan. 4) Dukungan Anggaran Selanjutnya, dukungan anggaran daerah menjadi faktor tak kalah pentingnya. Selama ini alokasi khusus untuk Perhutanan Sosial masih sangat kecil. Tidak cukup untuk memfasilitasi proses verifikasi, fasilitasi perizinan, pendampingan, penguatan kelembagaan, perencanaan, dan pemanfaatan. Sehingga donor masih menjadi andalan utama. Dengan terbitnya peraturan baru dan keberadaan Pokja PPS Sumsel, diharapkan adanya dukungan APBD yang lebih besar dan terencana. Adapun kebutuhan dukungan anggaran meliputi kegiatan yang diantaranya ; (1) Sosialisasi program Perhutanan Sosial kepada masyarakat dan para pihak terkait, (2) Melakukan pencermatan PIAPS, (3) Memfasilitasi permohonan masyarakat terkait Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR), atau (3) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Kayu pada Hutan Kemasyarakatan (IUPHHK-HKm), Kemitraan Kehutanan atau Hutan Adat sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan (4) Memverifikasi permohonan masyarakat. 5) Penyelesaian konflik SDA Konflik SDA di Sumsel cukup tinggi, dimana menurut data Pemprop Sumsel pada tahun 2015, ada paling tidak 74 kasus 4 konflik yang belum tertangani dengan baik. WALHI Sumsel (2015) mencatat ada lebih dari 300 konflik yang terkait lahan di Sumsel. Banyak dari konflik tersebut juga merupakan lokasi potensial untuk Perhutanan sosial. Konflik ini harus segera diselesaikan agar tidak menjadi bom waktu di kemudian hari. 4 Paparan Gubernur Provinsi Sumatera Selatan ketika manjadi Keynote Speaker dalam Konsultasi Publik Komnas HAM, 7 November 2015, Fave hotel Palembang. 5

Ada beberapa skenario untuk penyelesaian konflik tersebut, yang pertama yaitu penegakan hukum, namun haruslah penegakan hukum yang tepat sasaran. Selanjutnya adalah dengan skema yang sudah disediakan negara seperti HKm, HTR, HD, Kemitraan dan Hutan Hak/Adat. Pilihan ketiga adalah jurisdictional approach dimana para pihak memilih cara sendiri yang disepakati, dikehendaki, freely chosen dan independently verified untuk menyelesaikan sengketanya. Kesemua pilihan tersedia tinggal bagaimana para pihak melaksanakannya. POKJA Perhutsos juga dapat menjadi komponen penting dalam penyelesaian konflik tersebut yaitu dengan menyediakan layanan penanganan konflik, sehingga percepatan perkembangan Perhutsos dapat terjadi. Upaya lainnya, adalah dibentuknya kelembagaan penanganan konflik kehutanan di tingkat propinsi, yang kemudian bisa bersinergis dengan POKJA Perhutsos. KESIMPULAN Sumsel mempunyai potensi dan kapasitas yang cukup untuk mewujudkan perkembangan Perhutsos yang lebih baik, hanya perlu tindakan nyata, usaha dan kerja keras, dan dukungan para pihak. Jika syarat skenario percepatan diatas tidak terpenuhi maka perkembangan Perhutsos Sumsel sampai 2019 tidak akan banyak mengalami perkembangan, yaitu hanya akan mengalami penambahan sekitar 8,3 % dari dari PIAPS. Namun jika para pihak bersepakat untuk mewujudkan target tersebut, semua prasyarat terpenuhi termasuk membentuk layanan khusus penyelesaian konflik SDA yang legitimate, maka peluang untuk mencapai target PIAPS pada 2019 masih memungkinkan dicapai. 6